Anda di halaman 1dari 1

Tradisi Grebeg Syawal di Yogyakarta

Tradisi Grebeg Syawal merupakan ungkapan syukur Sultan atas hadirnya hari raya
Idul Fitri setelah sebulan lamanya menunaikan ibadah puasa di bulan Ramadan,
dan sekaligus datangnya bulan Syawal. Kata “grebeg” berasal dari Bahasa jawa
yang berarti “jalan bersama” atau “iring-iringan”. Upacara grebek merupakan
upacara terpenting karena mengungkapkan pada tingkat tertinggi, yaitu tindakan
raja yang menggerakan dunia.

Upacara Grebeg diawali dengan parade prajurit Keraton yang menggunakan


seragam lengkap dan senjata khusus serta alat musik. Pada akhir parade
Gunungan yang merupakan tumpukan makanan yang menyerupai gunung selalu
menjadi ciri khas dalam upacara Grebeg dibawa keluar. Gunungan merupakan
symbol kemakmuran Keraton Yogyakarta yang nantinya dibagikan kepada
Rakyatnya. Gunungan akan di doakan di masjid Gedhe Kauman. Setelah di
doakan, Gunungan dapat diperebutkan oleh masyarakat yang menonton acara
Grebeg.

Untuk menuju Masjid Gedhe Kauman, masyarakat harus berjalan kaki sehingga
parkir kendaraan harus diletakkan pada lokasi yang telah disediakan. Acara Grebeg
selalu didatangi pengunjung dari Yogakarta maupun luar kota untuk mengharapkan
berkah.

Inilah Grebeg. Sebuah akulturasi tradisi yang masih dijaga eksistensinya oleh
Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat hingga kini. Grebeg diyakini menjadi salah
satu metode yang dipakai oleh raja-raja Mataram Islam waktu itu untuk
menyebarluaskan agama Islam. Pendekatan jalan damai melalui berbagai kegiatan
budaya dan seni ternyata membuat masyarakat lebih mudah menerima ajaran
Islam.
M.DANI FIRDAUS / 24 / XMIPA6

Anda mungkin juga menyukai