Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA

PASIENBRONKOPNEUMONIA
Disusun sebagai salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Anak

Disusun Oleh

Minar Berliana (202206029)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MITRA KELUARGA 2022
A. LAPORAN PENDAHULUAN
1. Konsep Dasar Penyakit
a. Definisi
Bronkopneumonia merupakan klasifikasi pneumonia dengan pola penyebaran
berbecak, teratur pada satu area atau lebih yang berada dalam bronki dan
meluas ke jaringan paru lainya yang berdekatan disekitarya.
Bronkopneumonia dapat terjadi sebagai akibat inhalasi mikroba yang ada di
udara, aspirasi organisme dari nasofaring atau penyebaran hematogen dari
fokus infeksi yang jauh. Bakteri yang masuk ke paru melalui saluran nafas
masuk ke bronkioli dan alveoli, menimbulkan reaksi peradangan hebat dan
menghasilkan cairan edema yang kaya protein dalam alveoli dan jaringan
interstitial.Bronkopneumonia disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan benda
asing dengan gejala yang muncul seperti demam tinggi, gelisah, kesulitan
bernafas, pernafasan cepat dan dangkal, muntah, diare, serta batuk kering dan
produktif (Wulandari & Erawati, 2016).
Bronkopneumonia adalah suatu peradangan pada parenkim paru yang meluas
sampai bronkioli atau dengan kata lain peradangan yang terjadi pada jaringan
paru melalui cara penyebaran langsung melalui saluran pernafasan atau
melalui hematogen sampai ke bronkus (Riyadi, Sujono & Sukarmin, 2009).
b. Etiologi
Secara umum bronchopneumonia diakibatkan penurunan mekanisme
pertahanan tubuh terhadap virulensi organisme pathogen. Orang normal dan
sehat mempunyai mekanisme pertahanan tubuh terhadap organ pernafasan
yang terdiri atas: reflek glottis dan batuk, adanya lapisan mucus, gerakan silia
yang menggerakkan kuman keluar dari organ, dan sekresi humoral setempat.
Timbulnya bronchopneumonia disebabkan oleh virus, bakteri, jamur,
protozoa, mikobakteri, mikoplasma, dan riketsia. (Sandra M.Nettiria) antara
lain:
1) Bakteri : streptococcus, staphylococcus,H.influenza, Klebsiella.
2) Virus : legionella Pneumoniae
3) Jamur : aspergillus Spesies, Candida Albicans
4) Aspirasi makanan, sekresi orofaringeal atau isi lambung ke dalam paru-
paru
5) Terjadi karena kongesti paru yang lama.
Penyebab tersering bronchopneumonia pada anak adalah pneumoniakokus
sedangpenyebab lainnya antara lainya antara lain: Streptococus pneumonia,
stapilokokus aureus haemophillus influenza, jamur (seperti candida albicans),
dan virus. Pada bayi dan anak kecil ditemukan staphylococcus aureus sebagai
penyebab yang berat, serius dan sangat progresif dengan mortalitas tinggi
(Sujono dan Sukarmin,2013).
Penyakit pneumonia biasanya disebabkan karena beberapa factor, di
antaranya adalah:
1) Bakteri (pneumokokus, streptokokus, stafilokokus, H.influenza, Klebsiela
mikoplasma pneumonia)
2) Virus (virus adena, virus parainfluenza, virus influenza)
3) Jamur/fungi (histoplasma, capsulatum, koksidiodes)
4) Protozoa (pneumokistis karinti)
5) Bahan kimia (aspirasi makanan/susu/isi lambung), keracunan hidrokarbon
(minyak tanah dan bensin) (Riyadi,2011).
c. Klasifikasi
1) Bronkopneumonia sangat berat
Apabila ditemukan sianosis dan anak sama sekali tidak mampu minum,
maka anak perlu dirawat di rumah sakit dan diberikan antibiotik.
2) Bronkopneumonia berat
Apabila terdapat retraksi dinding dada tanpa sianosis dan masih mampu
minum, maka anak perlu dirawat di rumah sakit dan diberikan antibiotik.
3) Bronkopneumonia
Apabila tidak terdapat retraksi dinding dada tetapi ditemukan pernafasan
cepat yaitu >60x/menit pada anak usia kurang dari dua bulan, >50x/menit
pada anak usia 2 bulan-1 tahun, >40x/menit pada anak usia 1-5 tahun.
4) Bukan Bronkopneumonia
Hanya terdapat batuk tanpa ada nya gejala dan tanda tanda seperti di atas,
tidak memerlukan perawatan dan tidak perlu pemberian antibiotik
(Samuel, 2014).
d. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis yang sering terlihat pada anak yang menderita penyakit
Bronkopneumonia adalah sebagai berikut:
1) Demam yang tinggi (39°C-40°C) terkadang disertai kejang.
2) Anak tampak gelisah dan terdapat nyeri dada ditandai dengan kesulitan
bernapas dan batuk.
3) Takipnea dan pernapasan dangkal disertai pernapasan cuping hidung.
4) Terkadang di sertai muntah dan diare.
5) Terdapat suara napas tambahan seperti ronchi dan wheezing.
6) Keletihan akibat proses peradangan dan hipoksia.
7) Ventilasi berkurang akibat penimbunan mukus (Wulandari & Erawati,
2016).
e. Pathway

f. Pemeriksaan diagnostik
1) Foto thoraks
Ditemukan penyebaran bercak konsolidasi pada satu satu atau beberapa
lobus.
2) Laboratorium
Kadar Leukositosis mencapai 15.000-40.000 mm3 dengan pergeseran ke kiri.
3) Analisa gas darah arteri menunjukkan asidosis metabolik dengan atau
tidak ada retensi CO2.
4) LED meningkat.
WBC (white blood cell) biasanya kurang dari 20.000 cells mm3.
5) Elektrolit natrium dan klorida mungkin rendah.
6) Bilirubin kemungkinan meningkat.
Aspirasi perkutan/biopsi jaringan paruterbuka menunjukkan intranuklear
tipikal dan keterlibatan sistoplasmik (Wulandari & Erawati, 2016)
g. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang bisa diberikan pada anak dengan Bronkopneumonia di
antaranya:
1) Pemberian antibiotik penisilin, bisa juga di berikan tambahan
menggunakan kloramfenikol atau diberikan antibiotik yang mempunyai
spektrum luas seperti ampisilin. Pemberian obat gabungan diberikan
sebagai penghilang penyebab infeksi dan menghindari resistensi
antibiotik.
2) Perbaikan gangguan asam basa dengan pemberian oksigen dan cairan
intravena.
3) Rata rata pasien dengan Bronkopneumonia mengalami asidosis
peningkatan keasaman darah yang disebabkan kurang intake makan dan
hipoksia, dapat diberikan koreksi sesuai dengan hasil analisis gas darah
arteri.
4) Pemberian nutrisi enteral secara perlahan melalui selang nasogastrik pada
pasien yang mengalami perbaikan sesak nafas.
5) Terapi inhalasi dapat diberikan jika sekresi lendir sudah berlebihan, seperti
terapi nebulizer dengan flexotid dan ventolin. Selain bertujuan
mempermudah pengeluaran dahak dapat juga melemaskan otot saluran
pernapasan (Riyadi & Sukarmin, 2013).
h. Komplikasi
Komplikasi dari Bronkopneumonia adalah sebagai berikut:
1) Atelektasis
Atelektasis merupakan suatu kondisi di mana paru paru gagal
atau tidak dapat mengembang secara sempurna yang
disebabkan karena mobilisasi reflek batuk berkurang.
2) Empiema
Empiema merupakan suatu kondisi terkumpulnya nanah
dalam rongga pleura akibat infeksi dari bakteri
Bronkopneumonia.
3) Abses paru
Abses paru merupakan infeksi bakteri yang dapat
menimbulkan penumpukan pus di dalam paru paru yang
meradang.
4) Infeksi sistemik
5) Endokarditis
Endokarditis merupakan infeksi yang terjadi pada lapisan
bagian dalam jantung (endokardium) yang disebabkan oleh
masuknya kuman ke dalam aliran darah.
6) Meningitis
Meningitis merupakan peradangan pada selaput otak dan
sumsum tulang belakang yang diakibatkan oleh infeksi
bakteri (Wulandari & Erawati, 2016)

2. Konsep Tumbuh Kembang Anak Usia Toddler


a. Pengertian
Anak usia toddler merupakan anak yang berada antara rentang
usia 12-36 bulan. Masa ini juga merupakan masa golden
age/masa keemasan untuk kecerdasan dan perkembangan anak.
b. Tahap pertumbuhan dan perkembangan
Perkembangan yang sudah mampu dicapai oleh anak usia toddler diantaranya
sebagai berikut.
1) Perkembangan motorik kasar anak usia toddler
a) Usia 12-18 bulan anak mampu berdiri sendiri tanpa berpegangan,
membungkuk untuk memungut permainannya kemudian berdiri tegak
kembali secara mandiri, berjalan mundur lima langkah.
b) Usia 18-24 bulan anak mampu berdiri sendiri tanpa berpegangan
selama 30 detik, anak mampu berjalan tanpa terhuyung-huyung.
c) Usia 24-36 bulan anak mampu menaiki tangga secara mandiri, anak
dapat bermain dan menendang bola kecil.
2) Perkembangan motorik halus anak usia toddler
a) Usia 12-18 bulan anak mampu menumpuk dua buah kubus,
memasukkan kubus ke dalam kotak.
b) Usia 18-24 bulan anak mampu melakukan tepuk tangan, melambaikan
tangan, menumpuk empat buah kubus, memungut benda kecil dengan
ibu jari dan telunjuk, anak bisa menggelindingkan bola ke sasaran.
c) Usia 24-36 bulan anak mampu mencoret-coretkan pensil diatas kertas
3) Perkembangan bahasa
Tahapan perkembangan bahasa pada anak yaitu Reflective vocalization,
Bubbling, Lalling, Echolalia, dan True speech. Usia 10-16 bulan anak
mampu memproduksi kata-kata sendiri, menunjuk bagian tubuh atau
mampu memahami kata-kata tunggal ; usia 18-24 bulan anak mampu
memahami kalimat sederhana, perbendaharaan kata meningkat pesat,
menucapkan kalimat yang terdiri dari dua kata atau lebih ; usia 24-36
bulan pengertian anak sudah bagus terhadap percakapan yang sudah sering
dilakukan di keluarga, anak mampu melakukan percakapan melalui
kegiatan tanya-jawab .
4) Perkembangan personal-sosial
Teori Erick Erickson menyatakan perkembangan psikososial seseorang
dipengaruhi oleh masyarakat dibagi menjadi lma tahap yaitu trust dan
mistrust (usia 0-1 tahun), otonomi/mandiri dan malu/ragu-ragu (usia 2-3
tahun), inisiatif dan rasa bersalah (usia 3-6 tahun), keaaktifan dan rendah
diri (usia 6-12 tahun), identitas dan fusi identitas (usia 12-20 tahun).
a) Perkembangan personal-sosial anak pada usia toddler sebagai berikut.
Usia 12-18 bulan anak mampu bermain sendiri di dekat orang dewasa
yang sudah dikenal, mampu menunjuk apa yang diinginkan tanpa
menangis, anak mampu mengeluarkan suara yang menyenangkan atau
menarik tangan ibu, memeluk orang tua, memperlihatkan rasa
cemburu atau bersaing.
b) Usia 18-24 bulan anak mampu minum dari cangkir dengan dua tangan,
belajar makan sendiri, mampu melepas sepatu dan kaos kaki serta
mampu melepas pakaian tanpa kancing, belajar bernyanyi, meniru
aktifitas di rumah, anak mampu mencari pertolongan apabila ada
kesulitan atau masalah, dapat mengeluh bila basah atau kotor,
frekuensi buang air kecil dan besar sesuai, muncul kontrol buang air
kecil biasanya tidak kencing pada siang hari, mampu mengontrol
buang air besar, mulai berbagi mainan dan bekerja bersama-sama
dengan anak-anak lain, anak bisa mencium orang tua.
c) Usia 24-36 bulan anak mampu menunjukkan kemarahan jika
keinginannya terhalang, mampu makan dengan sendook dan garpu
secara tepat, mampu dengan baik minum dari cangkir, makan nasi
sendiri tanpa banyak yang tumpah, mampu melepas pakaian sendiri,
sering menceritakan pengalaman baru, mendengarkan cerita dengan
gambar, mampu bermain pura-pura, mulai membentuk hubungan
sosial dan mampu bermain dengan anak-anak lain, menggunakan
bahasa untuk berkomunikasi dengan ditambahkan gerakan isyarat.
5) Perkembangan seksualitas
Teori psikoseksual oleh Sigmund Freud menjelaskan bahwa tahap
perkembangan anak memiliki ciri dan waktu tertentu serta diharapkan
berjalan secara kontinyu. Berikut perkembangan psikoseksual anak usia
12-36 bulan menurut Freud.
a) Fase oral (umur 0-1 tahun)
Tahap ini anak akan selalu memasukkan segala sesuatu yang berada
di genggamannya ke dalam mulut. Peran dan tugas ibu disini adalah
memberikan pengertian bahwa tidak semua makanan dapat dimakan.
b) Fase anal (umur 2-3 tahun)
Fungsi tubuh yang memberikan kepuasan terhadap anus.
c) Fase phallic/oedipal (3-6 tahun)
Anak senang memegang genetalia, anak cenderung akan dekat dengan
orang tua yang berlawanan jenis kelamin (anak perempuan akan lebih
dekat dengan bapak) dan mempunyai rasa persaingan ketat dengan
orang tua sesama jenis (merasa tersaingi oleh bapak dalam
mendapatkan kasih sayang ibu).
d) Fase Laten (6-12 tahun)
Anak mulai megeksplor dunia luar, mulai mencari teman sebaya
untuk diajak bermain.
e) Fase Genital
Pemusatan seksual pada genetalia, anak belajar menentukan identitas
dirinya, belajar untuk tidak tergantung dengan orang tua, bertanggung
jawab pada dirinya sendiri, mulai ada perasaan senang dengan lawan
jenis.
6) Perkembangan kognitif anak usia toddler
Perkembangan kognitif anak meliputi semua aspek perkembangan anak
yang berkaitan dengan pengertian mengenai proses bagaimana anak
belajar dan memikirkan lingkungan. Kognisi meliputi persepsi
(penerimaan indra dan makna yang diindra), imajinasi, menangkap
makna, menilai dan menalar. Semua bentuk mengenal, melihat,
mengamati, memperhatikan, membayangkan, memperkirakan, menduga
dan menilai adalah kognisi.
Menurut Piaget, perkembangan kognitif anak dibagi dalam empat tahap,
yaitu sebagai berikut.
a) Usia 12-18 bulan anak dapat menemukan objek yang disembunyikan,
membedakan bentuk dan warna, memberikan respon terhadap
perintah sederhana, menggunakan trial dan error untuk mempelajari
tentang objek.
b) Usia 18-24 bulan anak mampu menggelindingkan bola kearah
sasaran, membantu atau meniru pekerjaan rumah tangga, dapat
memulai permainan pura-pura, memegang cangkir sendiri, belajar
makan dan minum sendiri, menikmati gambar sederhana,
mengeksplorasi lingkungan, mengetahui bagian- bagian dari
tubuhnya.
c) Usia 24-36 bulan anak dapat menunjuk satu atau lebih bagian
tubuhnya ketika diminta, melihat gambar dan dapat menyebut nama
benda dua atau lebih, dapat bercerita menggunakan paragraf
sederhana,menggabungkan dua sampai tiga kata menjadi kalimat,
menggunakan nama sendiri untuk menyebutkan dirinya.
3. Konsep Hospitalisasi
a. Pengertian
Hospitalisasi merupakan pengalaman yang mengancam bagi seseorang.
Penyakit yang dialaminya akan menimbulkan perubahan perilaku sehingga
perlu dilakukan perawatan. Secara umum, hospitalisasi dapat menimbulkan
dampak bagi seseorang seperti stress khususnya pada bayi. (Asmadi, 2005)
b. Reaksi anak terhadap hospitalisasi
Penyakit dan hospitalisasi seringkali menjadi krisis pertama yang harus
dihadapi anak-anak. Mereka sangat rentan terhadap krisis penyakit dan
hospitalisasi karena stres akibat perubahan dari kesehatan sehat biasa dan
lingkungan, dan keterbatasan jumlah mekanisme koping yang dimiliki anak
dalam menyelesaikan stresor.
1) Secara umum
Reaksi anak Secara umum, anak lebih rentan terhadap efek penyakit dan
hospitalisasi karena ini merupakan perubahan dari status kesehatan dan
rutinitas umum pada anak.
2) Reaksi orang tua
Hampir semua orang tua berespon terhadap penyakit dan hospitalisasi
anak dengan reaksi yang luar biasa. Pada awalnya orang tua dapat
bereaksi dengan tidak percaya, terutama jika penyakit tersebut muncul
tiba-tiba dan serius.
3) Reaksi saudara kandung
Reaksi saudara kandung terhadap anak yang sakit dan dirawat di rumah
sakit adalah kesiapan, ketakutan, khawatiran, marah, cemburu, benci, iri
dan merasa bersalah.
4) Perubahan peran keluarga
Selain dampak perpisahan terhadap peran keluarga, kehilangan peran orang tua dan
sibling. Hal ini dapat mempengaruhi setiap anggota keluarga dengan cara yang
berbeda. Salah satu reaksi orang tua yang paling banyak adalah perhatian khusus
dan intensif terhadap anak yang sedang sakit.
4. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
1) Identitas
Berisi data pribadi pasien serta penanggung jawab pasien meliputi nama,
umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, status perkawinan, alamat dan
tanggal masuk rumah sakit (Haryani, Hardani, & Thoyibah, 2020).
2) Riwayat Kesehatan
a) Keluhan Utama: Pada umumnya keluhan utama yang dirasakan pasien
dengan Bronkopneumonia adalah sesak napas (Haryani, Hardani, &
Thoyibah, 2020).
b) Riwayat kesehatan sekarang
 Alasan Masuk Rumah Sakit: Alasan masuk rumah sakit merupakan alasan
dari perkembangan kondisi awal sampai perkembangan saat ini. Terdiri dari
empat komponen yaitu rincian awitan, riwayat interval yang lengkap, alasan
mencari bantuan saat ini (Riyadi & Sukarmin, 2013).
 Keluhan Saat di Kaji: Bronkopneumonia awali oleh infeksi saluran
pernapasan selama beberapa hari. Suhu tubuh mendadak naik kisaran 39°C-
40°C terkadang disertai kejang. Anak tampak gelisah, dispnea, pernapasan
cepat dan dangkal, terdapat pernapasan cuping hidung, terdapat retraksi
dinding dada, terdapat sianosis sekitar hidung dan mulut. Batuk biasanya tidak
terjadi pada awal terinfeksi penyakit, tetapi setelah beberapa hari menjadi
produktif dan kering. Pada pemeriksaan perkusi tidak terdapat kesenjangan
dan pada saat auskultasi kemungkinan terdengar bunyi ronchi basah
nyaring halus atau sedang (Riyadi & Sukarmin, 2013).
 Riwayat kesehatan lalu: Pengkajian mengenai riwayat kesehatan masa lalu
mengenai pengalaman sakit yang pernah di alami, riwayat masuk rumah
sakit, pemakaian obat, dosis yang digunakan serta cara pemakaian obat.
 Riwayat kesehatan keluarga: Pengkajian mengenai riwayat kesehatan yang
dimiliki oleh anggota keluarga, apakah mempunyai penyakit yang sama
seperti yang di derita oleh pasien, riwayat, penyakit degeneratif dan menular
(Hidayat, 2012).
3) Struktur Internal
Mengidentifikasi adanya faktor genetika atau penyakit yang memiliki
kecenderungan terjadi dalam keluarga dan untuk mengkaji riwayat
penyakit menular antar anggota keluarga.
a) Komposisi dan Struktur Keluarga
Komposisi dan struktur keluarga merupakan susunan anggota
keluarga langsung dari tuan rumah (nama, usia dan hubungan)
b) Pola Komunikasi
Pola komunikasi merupakan sebuah komunikasi berkaitan dengan
kejelasan dan kelangsungan pola komunikasi, pengkajian lebih lanjut
termasuk dan bertahap meliputi anggota keluarga, mereka memahami
dan mengulangi pesan yang disampaikan (Debora, 2012).
c) Peran Anggota Keluarga
Perhatian utama merupakan besarnya keintiman dan kedekatan di
antara anggota, terutama pasangan. Peran merupakan perilaku
seseorang ketika memperoleh status atau posisi yang berbeda
(Hidayat, 2012).
d) Struktur Eksternal
Pengkajian yang meiputi kebudayaan serta kebiasaan yang
memengaruhi kepercayaan dalam mengasuh anak, status ekonomi
yang memengaruhi pola didik orang tua terhadap anaknya semakin
tinggi tingkat ekonomi keluarga tersebut maka semakin jelas merawat
anak dengan baik (Ridha, 2017).
4) Riwayat Kehamilan
Riwayat kchamilan mencangkup semua data yang berhubungan dengan
keschatan ibu selama kehamilan, proses persalinan, kelahiran dan kondisi
bayi segera setelah lahir (Wulandari & Erawati, 2016).
5) Pola pemeriksaan Gordon
a) Pola persepsi sehat-penatalaksanaan sehat
Persepsi yang sering diungkapkan oleh orang tua yang beranggapan
walaupun anaknya batuk masih menganggap belum terjadi masalah
serius, biasanya orang tua baru menganggap anaknya terkena masalah
serius ketika disertai sesak napas (Riyadi & Sukarmin, 2013).
b) Pola metabolik nutrisi
Anak dengan masalah Bronkopneumonia rentan mengalami
penurunan nafsu makan, anoreksia, mual dan muntah akibat dari
peningkatan agen toksik
c) Pola eliminasi
Anak dengan Bronkopneumonia rentan mengalami defisiensi volume
urin karena perpindahan cairan karena evaporasi akibat demam.
d) Pola istirahat tidur
Anak dengan Bronkopneumonia mengalami gangguan tidur akibat
sesak napas. Keadaan umum anak tampak lemah, kerap kali menguap,
mata tampak merah dan sering gelisah pada malam hari.
e) Pola aktivitas latihan
Anak dengan Bronkopneumonia mengalami penurunan aktivitas
akibat kelemahan fisik, anak lebih sering digendong orang tua nya dan
bedrest (Riyadi & Sukarmin, 2013).
f) Pola kognitif-persepsi
Anak dengan masalah Bronkopneumonia mengalami penurunan
fungsi kognitif karena penurunan intake nutrisi dan oksigen ke otak.
g) Pola persepsi diri-konsep diri
Anak dengan Bronkopneumonia mengalami ansietas terhadap kehadiran orang
lain, anak tampak kurang bersahabat dengan lingkungan sekitar dan enggan
bermain.
h) Pola peran hubungan
Anak dengan masalah Bronkopneumonia akan lebih sering berdiam
diri, enggan bersosialisasi dan lebih banyak berinteraksi dengan orang
tuanya.
i) Pola toleransi stress-koping
Anak dengan Bronkopneumonia dalam mengalami stress akan lebih sering
menangis serta gelisah.
j) Pola nilai keyakinan
Nilai keyakinan meningkat setelah anak sembuh dan mendapatkan
sumber kesehatan.
.
6) Pertumbuhan dan perkembangan
a) Pertumbuhan: Berat badan dan Panjang badan
b) Perkembangan: Perkembangan motorik halus, Perkembangan motorik
kasar, Perkembangan bahasa dan Perkembangan emosi dan hubungan
social
7) Riwayat imunisasi
Imunisasi merupakan sebuah metode meningkatkan kekebalan tubuh
terhadap invasi bakteri dan virus yang mengakibatkan infeksi sebelum
bakteri dan virus tersebut mempunyai kesempatan menyerang tubuh kita.
Melalui imunisasi, tubuh kita akan terlindungi dari infeksi bakteri dan
virus begitu pun orang lain tidak akan tertular dari kita (Marni & Rahardjo,
2018).
8) Data psikososial
Berisi pengkajian yang meliputi masalah masalah psikologis yang di alami
pasien atau keluarga pasien yang berhubungan dengan keadaan sosial
maupun keluarga (Hidayat, 2012).
9) Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan umum: Anak dengan Bronkopneumonia tampak sesak
(Riyadi & Sukarmin, 2013).
b) Tingkat kesadaran: Kesadaran normal, letargi, strupor, koma, apatis
tergantung keparahan penyakit (Riyadi & Sukarmin, 2013).
c) Tanda tanda vital
 Frekuensi nadi dan tekanan darah: Takikardi dan hipertensi.
 Frekuensi pernapasan: takipnea, dispnea, pernapasan dangkal, penggunaan
otot bantu pernapasan dan pelebaran nasal.
 Suhu tubuh: hipertermi akibat reaksi toksik mikroorganisme (Riyadi &
Sukarmin, 2013).
10) Kepala
Perhatikan bentuk dan kesimetrisan, palpasi tengkorak periksa adanya
nodus tau pembengkakan, perhatikan kebersihan kulit kepala, lesi,
kerontokan dan perubahan warna anak dengan masalah Bronkopneumonia
tidak mengalami masalah pada organ tersebut (Riyadi & Sukarmin, 2013)
11) Wajah
Pemeriksaan wajah yang dilakukan dapat dilihat adanya asimetris atau
tidak, kemudian menilai adanya pembengkakan daerah wajah. Anak
dengan masalah Bronkopneumonia tidak mengalami masalah pada organ
tersebut
12) Mata
Kaji bentuk mata dan kesimetrisan mata, pemeriksaan pada konjungtiva
dan sklera, reflek pupil terhadap cahaya, pengeluaran air mata, struktur
kelopak mata, tidak ada keluhan pada mata. Anak dengan masalah
Bronkopneumonia tidak mengalami masalah pada organ tersebut.
13) Telinga
Kaji bentuk telinga, letak pina, kebersihan, fungsi pendengaran, lesi
ataupun edema. Anak dengan masalah Bronkopneumonia tidak
mengalami masalah pada organ tersebut
14) Hidung
Pemeriksaan hidung untuk menilai adanya kelainan bentuk, kebersihan,
distribusi bulu hidung, pernafasan cuping hidung, ada tidaknya epitaksis.
Anak dengan masalah Bronkopneumonia ditemukan pernafasan cuping
hidung (Wulandari & Erawati, 2016).
15) Leher
Kaji bentuk leher, letak trakhea. peningkatan Jugularis Vena Pressure
(JVP), pembesaran kelenjar getah bening, reflek menelan. Anak dengan
masalah Bronkopneumonia tidak mengalami masalah pada organ tersebut
16) Mulut dan Kerongkongan
Kaji bentuk bibir, warna, mukosa bibir, warna bibir, ada tidaknya
labiopalatoskizis, kebersihan mulut, keadaan lidah, pembengkakan tonsil,
lesi. Anak dengan masalah Bronkopneumonia tidak mengalami masalah
pada organ tersebut (Riyadi & Sukarmin, 2013)
17) Dada
a. Inspeksi
Frekuensi napas, kedalaman dan kesulitan bernapas meliputi takipnea,
dispnea, pernapasan dangkal, retraksi dinding dada, pektus
ekskavatum (dada corong), paktus karinatum (dada burung), barrel
chest.
b. Palpasi
Adanya nyeri tekan, massa, vocal premitus.
c. Perkusi
Pekak akibat penumpukan cairan, normal nya timpani (terisi udara)
resonansi
d. Auskultasi
Ditemukan suara pernapasan tambahan ronchi pernapasan pada
sepertiga akhir inspirasi (Riyadi & Sukarmin, 2013).
18) Perut
Kaji bentuk perut, warna, struktur dan tekstur perut, ada tidaknya hernia
umbilicalis, pengeluaran cairan, frekuensi bising usus, massa, pembesaran
hati dan ginjal, nyeri tekan. Anak dengan masalah Bronkopneumonia tidak
mengalami masalah pada organ tersebut.
19) Punggung
Kaji bentuk punggung, lesi, kelainan pada tulang punggung. Anak dengan
masalah Bronkopneumonia tidak mengalami masalah pada organ tersebut.
20) Genetalia
Pemeriksaan ukuran penis, testis, letak uretra, ada atau tidaknya lesi dan
inflamasi. Anak dengan masalah Bronkopneumonia tidak mengalami
masalah pada organ tersebut.
21) Anus
Kaji lubang anus, ada tidak nya benjolan, kondisi kulit perianal, lesi. Anak
dengan masalah Bronkopneumonia tidak mengalami masalah pada organ
tersebut.
22) Ektremitas
Anak dengan masalah Bronkopneumonia tidak mengalami masalah pada
ekstremitas.
23) Kuku dan Kulit
Kulit tampak sianosis, teraba panas dan turgor menurun akibat dehidrasi
(Riyadi & Sukarmin, 2013).
24) Penatalaksanaan terapi
Penatalaksanaan terapi yang dapat dilakukan pada anak dengan
Bronkopneumonia yang dirawat di rumah sakit meliputi:
a) Terapi Antibiotik
Pemberian antibiotik penisilin, bisa juga di berikan tambahan
menggunakan kloramfenikol atau diberikan antibiotik yang
mempunyai spektrum luas seperti ampisilin. Pemberian obat
gabungan diberikan sebagai penghilang penyebab infeksi dan
menghindari resistensi antibiotik (Riyadi & Sukarmin, 2013).
b) Fisioterapia dada
Fisioterapi dada sangat efektif bagi penderita penyakit respirasi.
Dengan teknik postural drainage, perkusi dada dan vibrasi pada
permukaan dinding dada akan mengirimkan gelombang amplitude
sehingga dapat mengubah konsistensi dan lokasi sekret (Hidayatin,
2019). Fisioterapi dada dilakukan dengan teknik Tapping dan
Clapping. Teknik ini adalah suatu bentuk terapi dengan menggunakan
tangan, dalam posisi telungkup serta dengan gerakan fleksi dan
ekstensi secara ritmis. Teknik ini sering digunakan dengan dua tangan.
Pada anak-anak tapping dan clapping dapat dilakukan dengan dua atau
tiga jari. Teknik dengan satu tangan dapat digunakan sebagai pilihan
pada tapping dan clapping yang dilakukan sendiri. Hasil penelitian
yang dilakukan Maidartati (2014) tentang Pengaruh fisioterapiadada
terhadap bersihan jalan nafas pada anak usia 1-5 tahun bahwa terdapat
perbedaan bermakna rerata frekwensi bersihan jalan nafas sebelum
dan sesudah fisioterapi.
c) Terapi inhalasi
Terapi inhalasi efektif diberikan pada anak dengan Bronkopneumonia
karena dapat melebarkan lumen bronkus, mengencerkan dahak,
mempermudah pengeluaran dahak, menurunkan hiperaktivitas
bronkus serta mencegah infeksi. Alat nebulizer sangat tepat digunakan
bagi semua kalanganan usia dimulai anak anak hingga lansia yang
mengalami gangguan pernapasan terutama dikarenakan oleh adanya
mukus berlebih, batuk ataupun sesak napas. Pengobatan nebulizer
lebih efektif dari obat obatan yang diminum secara langsung karna di
hirup langsung ke paru paru (Astuti, Marhamah, & Diniyah, 2019).
Selain terapi inhalasi, aromaterapiaerupakan tindakan terapautik
dengan menggunakan minyak esensial yang bermanfaat untuk
meningkatkan keadaan fisik dan psikologi sehingga menjadi lebih
baik. Ketika esensial dihirup, maka molekul akan masuk ke rongga
hidung dan merangsang sistem limbik adalah daerah yang
memengaruhi emosi dan memori serta secara langsung terkait dengan
adrenal, kelenjar hipofisis, hipotalamus, bagian-bagian tubuh yang
mengatur denyut jantung, tekanan darah, stress memori,
keseimbangan hormon, dan pernafasan. Melalui penghirupan,
Sebagian molekul akan masuk ke dalam paru-paru. Molekul aromatik
akan diserap oleh lapisan mukosa pada saluran pernafasan, baik pada
bronkus maupun pada cabang halusnya (bronkhioli). Pada saat terjadi
pertukaran gas di dalam alveoli, molekul tersebut akan diangkut oleh
sirkulasi darah di dalam paru-paru. Aromaterapi yang sering
digunakan yaitu peppermint (mentha pipperita). Menthol sebagai
bahan aktif utama yang terdapat dalam
Peppermint dapat membantu melegakan hidung sehingga membuat
nafas menjadi lebih mudah. Menthol dapat juga berfungsi sebagai
anestesi ringan yang bersifat sementara. Peppermint juga
mengandung vitamin A dan C serta beberapa mineral. Peppermint
sering digunakan untuk membantu mengobati flu dan menenangkan
peradangan. Aromaterapia peppermint dapat dijadikan terapi non
farmakologi untuk mengatasi masalah keperawatan ketidakefektifan
bersihan jalan nafas pada pasien anak dengan bronkopneumonia
(Amelia, S ., Oktorina, R & Astuti, N ., 2018).
25) Pemeriksaan penunjang
a) Pada pemeriksaan darah menunjukkan leukositosis dapat ditemukan
leukopenia dan ditemukan anemia ringan atau sedang.
b) Pemeriksaan radiologis memberikan gambaran beragam, bercak
konsolidasi yang merata pada Bronkopneumonia, satu lobus pada
pneumonia lobaris, difus atau infiltrat pada pneumonia stafilokokus.
Pemeriksaan mikrobiologi dari specimen usap tenggorok, sekresi
nasofaring, bilasan bronkus atau sputum darah, fungsi pleura/aspirasi
paru dan aspirasi trakea (Riyadi & Sukarmin, 2013).

b. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada anak dengan masalah
Bronkopneumonia menurut (Ngemba, 2015) di antaranya:
1) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan mukus
berlebih.
2) Hambatan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan
ventilasi perfusi.
3) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen.
4) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan kurang asupan makanan.
5) Risiko ketidakseimbangan volume cairan.
6) Hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme.
7) Kesiapan meningkatkan pengetahuan.

C. Intervensi Keperawatan

Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan mukus berlebih


No. Tujuan/ Kriteria Hasil (NOC) Intervensi Rasional
Keperawatan
1. Setelah dilakukan tindakan Manajemen jalan 1. Menurunkan
keperawatan di harapkan nafas ketidaknyamanan dada
ketidak efektifan bersihan jalan 1. Posisikan pasien dan meningkatkan
nafas teratasi dengan KH: untuk kemudahan untuk
1. Suara nafas bersih memaksimalkan bernafas
2.Tidak ada sianosis dan ventilasi 2. Bersihan jalan nafas
dypsneu 2. Auskultasi suara tidak efektif dapat
3. Mampu bernafas dengan nafas, catat area dimenifestasikan
mudah yang ventilasinya dengan adanya bunyi
4. Frekuensi dalam batas menurun atau tidak nafas abnormal.
normal ada da adanya suara 3. Manifestasi distress
5. Tidak ada suara nafas nafas tambahan pernafasan tergantung
tambahan 3. Monitor pada derajat
kecepatan irama, keterlibatan paru dan
kedalaman dan status kesehatan .
kesulitan bernafas. 4. Memudahkan upaya
4. Lakukan pernafasan dan
fisioterapi dada meningkatkan drainase
sebagaimana secret dari semen paru
mestinya ke dalam bronkus.
5. kelola nebulizer 5.Memberikan
sebagaimana kelembapan pada
mestinya membrane mukosa dan
membantu pengenceran
secret.
6. Kolaborasi dalam 6.Untuk
pemberian obat merelaksasikan otot
pengencer dahak. polos bronchial
7. Antibiotik dapat
Kontrol Infeksi disarankan untuk
7. Berikan terapi melawan infeksi
antibiotik yang
sesuai

Hambatan Pertukaran Gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi-perfusi

No. Tujuan/ Kriteria Hasil (NOC) Intervensi Rasional


Keperawatan
2. Status Pernafasan Manajemen jalan 1. Manifestasi disstres
Pertukaran Gas nafas pernafasan tergantung
Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor kecepatan pada derajat
keperawatan di harapkan irama, kendala, dan keterlibatan paru dan
hambatan pertukaran gas kesulitan bernafas status kesehatan paru.
teratasi dengan KH: 2. Observasi warna 2. Sianosis menunjukan
1. TTV dalam batas normal kulit membrane respon tubuh terhadap
2.Bebas dari distress pernafasan mukosa dan kuku, hipoksemia.
3. Suara nafas bersih catat adanya 3. Gelisah, mudah
4. Tidak ada syanosis dan sianosis terangsang, bingung
dsypneu 3. Kaji status mental dapat menunjukan
4. Monitor frekuensi hipoksemia.
jantung/ irama 4.Takikardi biasanya
5. Kolaborasi ada akibat adanya
pemberian oksigen demam/ dehidrasi.
dengan benar 5.Mempertahankan
mestinya PaO2 diatas 60 mmHg.
6. Kolaborasi dalam
pemberian obat
pengencer dahak.

Kontrol Infeksi
7. Berikan terapi
antibiotik yang
sesuai

Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan


kebutuhan oksigen.

No. Tujuan/ Kriteria Hasil (NOC) Intervensi Rasional


Keperawatan
3. Status Jantung Paru Manajemen 1. Faktor penyebab
Setelah dilakukan tindakan Energi sangat penting
keperawatan di harapkan 1. Identifikasi faktor diketahui sehingga
Intoleransi aktifitas teratasi yang menyebabkan intervensi akan lebih
dengan KH: intoleransi aktifitas fokus
1. Berpatisipasi dalam aktifitas 2. Kaji kemampuan 2. Kemampuan aktifitas
fisik tanpa disertai peningkatan aktifitas pasien awal diketahui untuk
tekanan darah, nadi, dan RR 3. Catat keluhan perencanaan dan
2. Mampu melakukan aktifitas yang dialami pasien evaluasi
sehari-hari (ADL) secara selama dan sesudah 3. Masalah yang sering
mandiri aktifitas dirasakan pasien adalah
3. Tanda-tanda vital dalam 4. Bantu pasien cepat sesak nafas
dalam melakukan
batas normal selama aktifitas,
aktifitas sesuai
4. Mampu berpindah dengan jantung, berdebar,
kemampuan pasien.
atau tanpa bantuan alat batuk dan berkeringat
5. Kolaborasi
5. Status sirkulasi baik dingin.
dengan ahli gizi
6. Status respirasi: pertukaran untuk menentukan 4. Pasien mungkin
gas dan ventilasi adekuat diet yang sesuai membutuhkan bantuan
6. Kolaborasi dalam karena adanya
pemberian obat keterbatasan
pengencer dahak. 5. Aktifitas
membutuhkan energy
Kontrol Infeksi dan keterbatasan
7. Berikan terapi mobilitas juga dapat
antibiotik yang disebabkan karena
sesuai kondisi anemia.

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurang


asupan makanan

No. Tujuan/ Kriteria Hasil (NOC) Intervensi Rasional


Keperawatan
4. Status Nutrisi Bayi Manajemen Nutrisi 1.Menentukan data
Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi dasar kondisi pasien
keperawatan di harapkan adanya alergi dan memandu
Ketidakseimbangan nutrisi makanan yang intervensi keperawatan.
teratasi dengan KH: dimiliki pasien 2.Makanan dalam
1. Mual dan muntah berkurang 2. Pastikan makanan keadaan hangat dpat
bahkan menghilang disajikan pada suhu menambah nafsu
2. Berat badan dapat yang cocok untuk makan anak.
dipertahankan konsumsi secara 3. kondisi lingkungan
3. Klien dapat menghabiskan 1 optimal yang bersih dan optimal
porsi 3. Ciptakan dapat meningkatkan
lingkungan yang selera selera makanan
optimal saat pada anak.
mengkonsumsi 4. untuk memenuhi
makanan nutrisi yang adekuat
pada pasien.
Terapi Nutrisi 5. Membantu
4. Berikan nutrisi pemenuhan kebutuhan
enteral sesuai nutrisi yang adekuat
kebutuhan pada pasien.
5. Berikan nutrisi 6. Mengetahui
yang dibutuhkan perkembangan tingkat
sesuai batas diet asupan makanan yang
yang dianjurkan diberikan.
6. Monitor intake
makanan

Resiko ketidakseimbangan volume cairan


No. Tujuan/ Kriteria Hasil (NOC) Intervensi Rasional
Keperawatan
Ketidakseimbangan Cairan Manajemen Cairan 1.Penanganan
Setelah dilakukan tindakan 1. Identfikasi kekurangan cairan
keperawatan di harapkan kemungkinan faktor tergantung faktor
ketidakseimbangan volume penyebab penyebabnya.
cairan tidak terjadi dengan KH: kekurangan volume 2. Menentukan
1. Volume cairan adekuat cairan. keseimbangan cairan
dibuktikan tanda vital stabil, 2. Monitor intake- tubuh.
haluaran urin berat jenis, PH output cairan, catat 3. Pencapaian
dalam batas normal jumlah, jenis cairan keseimbangan negative,
2. Turgor kulit dalam batas yang diberikan. dimana output cairan
normal 3. Batasi pemberian lebih banyak dari
3. Tidak terlihat tanda-tanda sesuai kondisi intake.
pasien
dehidrasi 4.Penurunan berat
4. Timbang berat
4. Membran mukosa kering badan
badan setiap hari
mengidentifikasikan
atau sesuai kondisi.
5. Kolaborasi pengeluaran cairan
pemberian cairan berlebih.
intravena. 5.Memenuhi kebutuhan
cairan tubuh.

D. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah pelaksanaan untuk mencapai tindakan untuk mencapai tujuan.
Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun, untuk membantu klien
mencapai tujuan yang diharapkan mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan
penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping.
E. Evaluasi
Evaluasi adalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan dalam
pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan atau
intervensi keperawatan ditetapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Arnis,Amelia.(2016).Praktek klinik keperawatan anak.Jakarta:Kementerian kesehatan
Republik Indonesia
Nurlaila dan Wuri Utami.(2018).Buku ajar keperawatan anak.Yogyakarta:LeutikaPrio

Riyadi, Sujono, Sukarmin.(2013).Asuhan keperawatan pada anak.Yogyakarta:Graha


Ilmu
Samuel,Andy.(2014).Bronkopneumnia on pediatric paatient.J Agromed Unila Volume 1
No.2
Septian Andriyani., dkk. 2021. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta: Yayasan Kita
Menulis.
Asmadi. 2005. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai