Anda di halaman 1dari 12

Pelayanan Informasi Obat (PIO) di Rumah Sakit

Pengertian Pelayanan Informasi Obat


Pelayanan Informasi Obat (PIO) didefinisikan sebagai kegiatan penyediaan dan
peberian informasi, rekomendasi obat yang independen, akurat, komprehensif,
terkini oleh apoteker kepada pasien, masyarakat maupun pihak yang memerlukan
di rumah sakit. Pelayanan informasi obat meliputi penyediaan, pengelolaan,
penyajian, dan pengawasan mutu data/informasi obat dan keputusan profesional.
Penyediaan informasi obat meliputi tujuan, cara penyediaan, pengolahan, dan
pengawasan mutu data/informasi obat.

Tujuan :
1. Menunjang ketersediaan dan penggunaan obat yang rasional,
berorientasi kepada pasien, tenaga kesehatan, dan pihak lain.
2. Menyediakan dan memberikan informasi obat kepada pasien, tenaga
kesehatan, dan pihak lain.
3. Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan-kebijakan yang
berhubungan dengan obat terutama bagi PFT(Panitia Farmasi dan
Terapi)/KFT(Komite Farmasi dan Terapi).
Ruang Lingkup Pelayanan :
1. Pelayanan meliputi: menjawab pertanyaan, menerbitkan buletin,
membantu unit lain dalam mendapat informasi obat, menyiapkan materi
untuk brosur/leaflet informasi obat, mendukung kegiatan Panitia/Komite
Farmasi dan Terapi dalam menyusun dan merevisi formularium
2. Pendidikan (terutama pada RS yang berfungsi sebagai RS pendidikan)
meliputi: mengajar dan membimbing mahasiswa, memberi pendidikan pada
tenaga kesehatan dalam hal informasi obat, mengkoorninasikan program
pendidikan berkelanjutan di bidang informasi obat,
membuat/menyampaikan makalah seminar/simposium
3. Penelitian meliputi: melakukan penelitian evaluasi penggunaan obat
(EPO), melakukan penelitian penggunaan obat baru, melakukan penelitian
lain yang berkaitan dengan penggunaan obat, baik secara mendiri maupun
bekerja sama dengan pihak lain, melakukan kegiatan program jaminan mutu
Sasaran Informasi Obat
1. Pasien dan atau keluarga pasien
2. Tenaga kesehatan : dokter, dokter gigi, apoteker, perawat, bidan,
asisten apoteker, dll
3. Pihak lain: manajemen, tim/kepanitian klinik, dll
Persyaratan SDM
1. Mempunyai kemampuan mengembangkan pengetahuan dan
keterampilan dengan mengikuti pendidikan pelatihan yang berkelanjutan.
2. Menunjukkan kompetensi profesional dalam penelusuran,
penyeleksian dan evaluasi sumber informasi,
3. Mengetahui tentang fasilitas perpustakaan di dalam dan di luar RS,
metodelogi penggunaan data elektronik.
4. Memiliki latar belakang pengetahuan tentang terapi obat.
5. Memiliki kemampuan berkomunikasi baik secara lisan maupun tulisan.
Metode PIO
1. PIO dilayani oleh apoteker selama 24 jam atau on call disesuaikan
dengan kondisi RS.
2. PIO dilayani oleh apoteker pada jam kerja, sedang di luar jam kerja
dilayani oleh apoteker instalasi farmasi yang sedang tugas jaga.
3. PIO dilayani oleh apoteker pada jam kerja, dan tidak ada PIO diluar
jam kerja.
4. Tidak ada petugas khusus, PIO dilayani oleh semua apoteker instalasi
farmasi, baik pada jam kerja maupun di luar jam kerja.
5. Tidak ada apoteker khusus, PIO dilayani oleh semua apoteker instalasi
farmasi di jam kerja dan tidak ada PIO di luar jam kerja.
Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana PIO disesuaikan dengan kondisi RS. Jenis dan jumlah
perlengkapan bervariasi tergantung ketersediaan dan perkiraan kebutuhan akan
perlengkapan dalam pelaksanaan PIO

Sarana ideal untuk PIO, sebaiknya disediakan sarana fisik, seperti :


1. Ruang kantor
2. Ruang rapat
3. Perpustakaan
4. Komputer
5. Telepon dan faksimili
6. Jaringan internet, dll
7. In house data base
Apabila tidak ada sarana khusus, pelaksanaan PIO dapat menggunakan ruangan
instalasi farmasi beserta perangkat pendukungnya.

Contoh Lembar PIO

LEMBAR PELAYANAN INFORMASI OBAT


No: …… Tgl: ……… Waktu: ……… Metode: lisan/pertelp./tertulis
1. Identitas Penanya
Nama: ………………………… Status: …………………
No. Telp: ……………………
2. Data pasien
Umur: ………………… Berat: …………... kg
Jenis Kelamin: L/P
Kehamilan: Ya/Tidak …………. minggu
Menyusui: Ya/Tidak Umur bayi: ………..
3. Pertanyaan
Uraian permohonan
...........................................................................................
...........................................................................................
...........................................................................................
Jenis permohonan
 Identifikasi obat  Dosis
 Antiseptik  Interkasi obat
 Stabilita Farmakokinetik/Farmakodinamik
 KontraIndika  Keracunan
 Ketersediaan obat  Penggunaan Terapetik
 Harga obat  Cara pemakaian
 ESO  Lain-lain
4. Jawaban
..........................................................................................
..........................................................................................
..........................................................................................

5. Referensi
..........................................................................................
..........................................................................................

6. Penyampaian Jawaban : Segera dalam 24 jam, > 24 jam


Apoteker yang menjawab: ………………………………………….
Tgl: ………………………… Waktu: …………………….
Metode Jawaban: lisan/tertulis/pertelp

PELAYANAN INFORMASI OBAT (PIO)


I. Definisi Informasi Obat

Ada berbagai macam definisi dari informasi obat, tetapi pada umumnya maksud dan intinya sama saja.
Salah satu definisinya adalah, informasi obat adalah setiap data atau pengetahuan objektif, diuraikan secara
ilmiah dan terdokumentasi mencangkup farmakologi, toksikologi, dan farmakoterapi obat. Informasi obat
mencangkup, tetapi tidak terbatas pada pengetahuan seperti nama kimia, struktur dan sifat-sifat, identifikasi,
indikasi diagnostik atau indikasi terapi, mekanisme kerja, waktu mulai kerja dan durasi kerja, dosis dan jadwal
pemberian, dosis yang direkomendasikan, absorpsi, metabolisme detoksifikasi, ekskresi, efek samping danreaksi
merugikan, kontraindikasi, interaksi, harga, keuntungan, tanda, gejala dan pengobatan toksisitas, efikasi klinik,
data komparatif, data klinik, data penggunaan obat, dan setiap informasi lainnyayang berguna dalam diagnosis
dan pengobatan pasien (Siregar, 2004).

Definisi pelayanan informasi obat adalah; pengumpulan, pengkajian, pengevaluasian, pengindeksan,


pengorganisasian, penyimpanan, peringkasan, pendistribusia, penyebaran serta penyampaian informasi tentang
obat dalam berbagai bentuk dan berbagai metode kepada pengguna nyata dan yang mungkin (Siregar, 2004).

II. Sasaran Informasi Obat

Yang dimaksud dengan sasaran informasi obat adalah orang, lembaga, kelompok orang, kepanitiaan,
penerima informasi obat, seperti yang tertera dibawah ini;

a. Dokter
Dalam proses penggunaan obat, pada tahap penetapan pilihan obat serta regimennya untuk seorang
pasien tertentu, dokter memerlukan informasi dari apoteker agar ia dapat membuat keputusan yang rasional.
Informasi obat diberikan langsung oleh apoteker, menjawab pertanyaan dokter melalui telepon atau sewaktu
apoteker menyertai tim medis dalam kunjungan ke ruang perawatan pasiean atau dalam konferensi staf medis
(Siregar, 2004).

b. Perawat

Dalam tahap penyampaian atau distribusi oabt kepada PRT dalam rangkaian proses penggunaan obat,
apoteker memberikan informasi obat tentang berbagai aspek oabt pasien, terutama tentang pemberian obat.
Perawat adalah profesional kesehatan yaang paling banyak berhubungan dengan pasien karena itu, perawatlah
yang pada umumnya yang pertama mengamati reaksi obat merugikan atau mendengar keluhan mereka.
Apoteker adalah yang paling siap, berfungsi sebai sumber informasi bagi perawat. Informasi yang dibutuhkan
perawat pada umumnya harus praktis, seera, dan ringkas, misalnya frekuensi pemberian dosis, metode
pemberian obat, efek samping yang mungkin, penyimpanan obat, inkompatibilitas campuran sediaan intravena,
dll (Siregar, 2004).

c. Pasien

Informasi yang dibutuhkan pasien, pada umumnya adalah informasi praktis dan kurang ilmiah
dibandingkan dengan informasi yang dibutuhkan profesional kesehatan. Informasi obat untuk PRT diberikan
apoteker sewaktu menyertai kunjungan tim medik ke ruang pasien; sedangkan untuk pasien rawat jalan,
informasi diberikan sewaktu penyerahan obatnya. Informasi obat untuk pasien pada umumya mencangkup cara
penggunaan obat, jangka waktu penggunaan, pengaruh makanan pada obat, penggunaan obat bebas dikaitkan
dengan resep obat, dan sebagainya (Siregar, 2004).

d. Apoteker

Setiap apoteker suatu rumah sakit masing-msaing mempunyai tugas atau fungsi tertentu, sesuai
dengan pendalaman pengetahuan pada bidang tertentu. Apoteker yang langsung berinteraksi dengan
profesional kesehatan dan pasien, seing menerima pertanyaan mengenai informasi obat dan pertanyaan yang
tidak dapat dijawabnya dengan segera, diajukan kepada sejawat apoteker yang lebih mendalami pengetahuan
informasi obat. Apoteker apotek dapat meminta bantuan informasi obat dari sejawat di rumah sakit (Siregar,
2004).

e. Kelompok, Tim, Kepanitiaan, dan Peneliti

Selain kepada perorangan, apoteker juga memberikan informasi obat kepada kelompok profesional
kesehatan, misalnya mahasiswa, masyarakat, peneliti, dan kepanitiaan yang berhubungan dengan obat.
Kepanitiaan di rumah sakit yang memerlukan informasi obat antara lain, panitia farmasi dan terapi, panitia
evaluasi penggunaan obat, panitia sistem pemantauan kesalahan obat, panitia sistem pemantauan dan
pelaporan reaksi obat merugikan, tim pengkaji penggunaan oabt retrospektif, tim program pendidikan “in-service”
dan sebagainya (Siregar, 2004).

III. Ruang Lingkup Pelayanan Informasi Obat

Ruang lingkup jenis pelayanan informasi rumah sakitdi suatu rumah sakit, antara lain:
a. Pelayanan informasi obat untuk menjawab pertanyaan

b. Pelayanan informasi obat untuk mendukung kegiatan panitia farmasi dan terapi

c. Pelayanan informasi obat dalam bentuk publikasi

d. Pelayanan informasi obat untuk edukasi

e. Pelayanan informasi obat untuk evaluasi penggunaan obat

f. Pelayanan informasi obat dalam studi obat investigasi

(Siregar, 2004)

IV. Strategi Pencarian Informasi Secara Sistemik

Proses menjawab pertanyaan yang diuraikan dibawah ini adalah suatu pendekatan yang sebaiknya
digunakan oleh apoteker di rumah sakit.’

a. Mengetahui pertanyaan sebenarnya

Menetapkan informasi obat sebenarnya yang dibuthkan penanya adalah langkah pertama dalam
menjawab suatu pertanyaan. Hal ini dapat dilakukan dengan menggolongkan jenis penaya, seperti dokter,
apoteker, perawat, dan sebagainya, serta informasi latar belakang yang perlu (Siregar, 2004).

Penggolongan penanya dapat dilakukan secara otomatis jika penanya memperkenalkan dirinya, tetapi kadang-
kadang apoteker harus menanyakan, terutama jika berkomunikasi melalui telepon. Dengan mengetahui jenis
penanya, akan membantu apoteker dalam memberikan jawaban yang benar-benar ia perlukan (Siregar, 2004).

b. Mengumpulkan data khusus pasien

Apabila pertanyaan melibatkan seorang pasien, adalah penting untuk memperoleh informasi latar
belakang tentang pasien sebelum menjawab suatu pertanyaan yang berbeda-beda sesuai dengan jenis
pertanyaan. Umur, bobot, jenis kelamin biasanya diperlukan. Kekhususan tentang kondisi medis pasien seperti
diagnosis sekarang, fungsi ginjal dan hati, sering diperlukan. Dalam beberapa kasus diperlukan juga sejarah obat
yang lengkap (Siregar, 2004).

Pentingnya pengambilan sejarah obat pasien telah benar-benar dimengerti oleh dokter dan perawat.
Apoteker harus memiliki keterampilan dalam pengambilan sejarah obat berdasarkan dua alasan dari sudut
pandang penyediaan informasi obat, yaitu:

- Untuk memberi apoteker pengertian yang lebih baik tentang permintaan informasi sebenarnya dengan keadaan
permintaan, agar apoteker dapat mencari dan menyediakan jawaban.

- Untuk memungkinkan apoteker menyajikan jawaban yang lebih berguna dan sesuai untuk keadaan klinik
tertentu

(Siregar, 2004)

c. Pencarian secara sistemik


Pada dasarnya, dalam suatu pencarian sistemik, apoteker harus berusaha memperoleh jawaban dalam
referensi acuan tersier terlebih dahulu. Jawaban biasanya dapat diperoleh, tetapi jika jawaban tidak dapat,
apoteker bergerak ke langkah berikutnya (Siregar, 2004).

Pencarian informasi secara sistematik dapat meminimalkan kesempatan melalaikan sumber penting
dan kehilangan perspektif. Masalah ini dapat terjadi terutama pada apoteker tanpa pengalaman praktid atau
tanpa ketrampilan klinik lanjutan. Tanpa menghiraukan pengalaman, biasanya apoteker dapat memperoleh
manfaat dari membaca pendahuluan atau latar belakang persiapan, terutama jika apoteker tidak memahami
pertanyaan (Siregar, 2004).

V. Metode Menjawab Pertanyaan Informasi

Pada umumnya, ada dua jenis metode utama untuk menjawab pertanyaan informasi, yaitu komunikasi lisan
dan tertulis. Apoteker, perlu memutuskan kapan suatu jenis dari metode itu digunakan untuk menjawab lebih
tepat daripada yang lain. Dalam banyak situasi klinik, jawaban oral biasanya diikuti dengan jawaban tertulis.

a. Jawaban tertulis

Jawaban tertulis merupakan dokumentasi informasi tertentu yang diberikan kepada penanya dan
menjadi suatu rekaman formal untuk penanya dan responden. Keuntungan dari format tertulis adalah
memungkinkan penanya untuk membaca ulang informasi jawaban tersebut dan secara pelan-pelan
mengintepretasikan jawaban tersebut. Komunikasi tertulis juga memungkinkan apoteker untuk menerangkan
sebanyak mungkin informasi dalam keadaan yang diinginkan tanpa didesak penanya. Jawaban tertulis dapat
mengakomodasi tabel, grafik, dan peta untuk memperlihatkan data secara visual (Siregar, 2004).

b. Jawaban lisan (oral)

Setelah ditetapkan bahwa jawaban lisan adalah tepat, apoteker perlu memutuskan jenis metode
jawaban lisan yang digunakan. Ada dua jenis metode menjawab secara lisan, yaitu komunikasi tatap muka dan
komunikasi telepon. Komunikasi tatap muka lebih disukai, jika apoteker mempunyai waktu dan kesempatan
untuk mendiskusikan temuan informasiobat dengan penanya (Siregar, 2004).

VI. Tindak Lanjut Terhadap Jawaban Informasi Obat

Apabila mungkin, tindak lanjut perlu diadakan untuk jenis pertanyaan tertentu, terutama yang berkaitan
langsung dengan perawatan sien. Misalnya, apoteker ditelpon tentang seorang pasien yang mengalami reaksi
obat merugikan terhadap suatu obat tertentum dan dokter menyakan suatu terapi alternatif. Seteleh pencarian
pustakan secara sistematik, apoteker membuatkan rekomendasi. Apoteker menggunakan kesempatan ini
mendatangi pasien, untuk mmelihat respon pasien terhadap rekomendasinya itu. Tindak lanjut yang konsisten
untuk jenis itu, akan meningkatkan interaksi dengan profesional kesehatan lainnya yang dapat mempromosikan
partisipasi apooteker dalam perawatan pasien langsung termasuk kunjungan klinik ke ruang pasien (Siregar,
2004).

VII. Prioritas Untuk Permintaan Informasi Obat


Sasaran utama pelayanan informasi obat adalah penyempurnaan perawatan pasien melalui terapi obat yang
rasional. Oleh karena itu, prioritas harus diberikan kepada permintaan informasi obat yang paling memoengaruhi
secara langsung pada perawatan pasien. prioritas untuk permintaan informasi obat diurutkan sebagai berikut:

a. Penanganan/pengobatan darurat pasien dalam situasi hidup atau mati

b. Pengobatan pasien rawat tinggal dengan masalah terapi obat khusus

c. Pengobatan pasien ambulatori dengan masalah terapi obat khusus

d. Bantuan kepada staf profesiional kesehatan untuk penyelaesaian tanggung jawab mereka

e. Keperluan dari berbagai fungsi PFT

f. Berbagai proyek penelitian yang melibatkan penggunaan obat

Adapun simulasi pelayanan informasi obat adalah penanya berada di ruang PIO, petugas mengisi
formulir mengenai klasifikasi, nama penanya dan pertanyaan yang ditanyakan, setelah itu petugas menanyakan
tentang informasi latar belakang penyakit mulai muncul, petugas melakukan penelusuran sumber data dengan
mengumpulkan data yang ada kemudian data dievaluasi. Formulir jawaban didokumentasikan oleh petugas lalu
kemudian dikomunikasikan kepada penanya. Informasi yang dikomunikasikan petugas kepada penanya akan
menimbulkan umpan balik atau respon penanya (Juliantini dan Widayati, 1996).

PELAYANAN INFORMASI OBAT (PIO)

STANDART OPERATING PROCEDURE

Pelayanan Informasi Obat (PIO)


a. Definisi

Menurut keputusan Menkes RI No. 1197/MENKES/SK/X/2004 PIO merupakan kegiatan pelayanan


yang dilakukan oleh apoteker untuk memberi informasi secara akurat, tidak bias dan terkini kepada dokter,
apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya danpasien.

b. Tujuan

1. Menyediakan informasi mengenai obat kepada pasien dan tenaga kesehatan dilingkungan rumah sakit.

2. Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan-kebijakan yang berhubungan dengan obat, terutama bagi
Panitia/Komite Farmasi dan Terapi.

3. Meningkatkan profesionalisme apoteker.

4. Menunjang terapi obat yang rasional (Anonim, 2004)


c. Sasaran Informasi Obat

1. Pasien atau keluarga pasien

2. Tenaga kesehatan : dokter, dokter gigi, apoteker, perawat, bidan, asisten apoteker, dan lain-lain

3. Pihak lain : manajemen, tim/kepanitiaan klinik, dan lain-lain (Anonim, 2006)

d. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan


1. Sumber informasi obat
2. Tempat
3. Tenaga
4. Perlengkapan

e. Kegiatan PIO

Kegiatan PIO berupa penyediaan dan pemberian informasi obat yang bersifat aktif atau pasif. Pelayanan
bersifat aktif apabila apoteker pelayanan informasi obat memberika informasi obat dengan tidak menunggu
pertanyaan melainkan secara aktif memberikan informasi obat, misalnya penerbitan buletin, brosur, leaflet,
seminar dan sebagainya. Pelayanan bersifat pasif apabila apoteker pelayanan informasi obat memberikan
informasi obat sebagai jawaban atas pertanyaan yang diterima (Anonim, 2006).

Menjawab pertanyaan mengenai obat dan penggunaannya merupakankegiatan rutin suatu pelayanan
informasi obat. Pertanyaan yang masuk dapatdisampaikan secara verbal (melalui telepon, tatap muka) atau
tertulis (surat melalui pos, faksimili atau e-mail). Pertanyaan mengenai obat dapat bervariasi dari yang
sederhana sampai yang bersifat urgen dan kompleks yang membutuhkan penelusuran literatur serta evaluai
secara seksama .

f. Langkah-langkah sistematis pemberian informasi obat oleh petugas PIO

1. Penerimaan permintaan Informasi Obat : mencatat data permintaan informasi dan mengkategorikan
permasalahan : aspek farmasetik (identifikasi obat, perhitungan farmasi, stabilitas dan toksisitas obat),
ketersediaan obat, harga obat,efek samping obat, dosis obat, interaksi obat, farmakokinetik,
farmakodinamik, aspek farmakoterapi, keracunan, perundang-undangan.

2. Mengumpulkan latar belakang masalah yang ditanyakan : menanyakan lebih dalamtentang karakteristik
pasien dan menanyakan apakah sudah diusahakan mencari informasi sebelumnya

3. Penelusuran sumber data : rujukan umum, rujukan sekunder dan bila perlu rujukan primer.

4. Formulasikan jawaban sesuai dengan permintaan : jawaban jelas, lengkap dan benar, jawaban dapat dicari
kembali pada rujukan asal dan tidak bolehmemasukkan pendapat pribadi.

5. Pemantauan dan Tindak Lanjut : menanyakan kembali kepada penanya manfaat informasi yang telah
diberikan baik lisan maupun tertulis (Juliantini dan Widayati, 1996). Langkah-langkah sistematis tersebut
dapat di gambarkan pada gambar 1
Gambar 1. Alur menjawab pertanyaan dalam pelayanan informasi obat

Gambar 1 dapat dijelaskan bahwa penanya berada di ruang PIO, petugas mengisi formulir
mengenai klasifikasi, nama penanya dan pertanyaan yang ditanyakan, setelah itu petugas menanyakan
tentang informasi latar belakang penyakit mulai muncul, petugas melakukan penelusuran sumber data
dengan mengumpulkan data yang ada kemudian data dievaluasi. Formulir jawaban didokumentasikan oleh
petugas baru kemudian dikomunikasikan kepada penanya. Informasi yang dikomunikasikan petugas apotek
kepada penanya akanmenimbulkan umpan balik atau respon penanya.

g. Prosedur penanganan pertanyaan

1) Menerima pertanyaan

2) Identifikasi penanya

3) Identifikasi masalah
4) Menerima permintaan informasi

5) Informasi latar belakang penanya

6) Tujuan permintaan informasi

7) Penelusuran pustaka dan memformulasikan jawaban

8) Menyampaikan informasi kepada pihak lain

9) Manfaatkan informasi

10) Publikasi

11) Mendukung Panitia Komite Farmasi dan Terapi (Anonim, 2006).

h. Sumber informasi obat

1) Sumber daya, meliputi :

a) Tenaga kesehatan

Dokter, apoteker, dokter gigi, perawat, tenaga kesehatan lain.

b) Pustaka

Terdiri dari majalah ilmiah, buku teks, laporan penelitian dan

Farmakope.

c) Sarana

Fasilitas ruangan, peralatan, komputer, internet, dan perpustakaan.

d) Prasarana

Industri farmasi, Badan POM, Pusat informasi obat, Pendidikan tinggi farmasi, Organisasi profesi (dokter,
apoteker, dan lain-lain).

2) Pustaka sebagai sumber informasi obat, digolongkan dalam 3 (tiga) kategori :

a) Pustaka primer

Artikel asli yang dipublikasikan penulis atau peneliti, informasi yang terdapat didalamnya berupa hasil penelitian
yang diterbitkan dalam jurnal ilmiah.

Contoh pustaka primer :

(1). Laporan hasil penelitian

(2). Laporan kasus

(3). Studi evaluatif

(4). Laporan deskriptif


b) Pustaka sekunder

Berupa sistem indeks yang umumnya berisi kumpulan abstrak dari berbagai kumpulan artikel jurnal. Sumber
informasi sekunder sangat membantu dalam proses pencarian informasi yang terdapat dalam sumber informasi
primer. Sumber informasi ini dibuat dalam berbagai data base, contoh : medline yang berisi abstrak-abstrak
tentang terapi obat, International Pharmaceutikal Abstract yang berisi abstrak penelitian kefarmasian.

c) Pustaka tersier

Berupa buku teks atau data base, kajian artikel, kompendia dan pedoman praktis. Pustaka tersier umumnya
berupa buku referensi yang berisi materi yang umum, lengkap dan mudah dipahami (Anonim,2006). Menurut
undang-undang No.23 tahun 1992 tentang kesehatan, pasal 53 ayat 2 menyatakan bahwa Standar profesi
adalah pedoman yang harus dipergunakan sebagai petunjuk dalam menjalankan profesi secara baik. Tenaga
kesehatan yang berhadapan dengan pasien seperti dokter dan perawat, dalam melaksanakan tugasnya harus
menghormati hak pasien. Yang dimaksud dengan hak pasien antara lain ialah hak informasi, hak untuk
memberikan persetujuan, hak atas rahasia kedokteran, dan hak atas pendapat kedua.

i. Dokumentasi

Setelah terjadi interaksi antara penanya dan pemberi jawaban, maka kegiatan tersebut harus
didokumentasikan Manfaat dokumentasi adalah :

1) Mengingatkan apoteker tentang informasi pendukung yang diperlukan dalam menjawab pertanyaan dengan
lengkap.

2) Sumber informasi apabila ada pertanyaan serupa

3) Catatan yang mungkin akan diperlukan kembali oleh penanya.

4) Media pelatihan tenaga farmasi

5) Basis data penelitian, analisis, evaluasi, dan perencanaan layanan.

6) Bahan audit dalam melaksanakan Quality Assurance dari pelayanan informasi obat (Anonim,2006).

j. Evaluasi kegiatan

Evaluasi ini digunakan untuk menilai atau mengukur keberhasilan pelayanan informasi obat itu sendiri
dengan cara membandingkan tingkatkeberhasilan sebelum dan sesudah dilaksanakan pelayanan informasi
obat (Anonim, 2006).

Untuk mengukur tingkat keberhasilan penerapan pelayanan informasi obat, indikator yang dapat
digunakan antara lain :

1) Meningkatkan jumlah pertanyaan yang diajukan.

2) Menurunnya jumlah pertanyaan yang tidak dapat dijawab.

3) Meningkatnya kualitas kinerja pelayanan.

4) Meningkatnya jumlah produk yang dihasilkan (leflet, buletin,


ceramah).

5) Meningkatnya pertanyaan berdasarkan jenis pertanyaan dan tingkat

kesulitan.

6) Menurunnya keluhan atas pelayanan (Anonim, 2006).

Anda mungkin juga menyukai