Anda di halaman 1dari 9

proses pembelajaran pnf dan determinan pembelajaran

Proses Pembelajaran Pendidikan Non Formal


Pendidikan non formal sebagai suatu sistem harus menekankan proses pembelajaran sebagai
“pemberdayaan” warga belajar, yang dilakukan melalui interaksi perilaku pendidik nonformal
dan perilaku peserta didik/warga belajar, baik diruang maupun diluar ruangan. Maka dari itu
proses pembelajaran haruslah mampu menumbuhkan daya kreasi, daya nalar, rasa
keingintahuan, dan eksperimentasi-eksperimentasi untuk menemukan kemungkinan-
kemungkina baru (meskipun hasilnya keliru), menumbuhkan demokrasi, memberikan
kemerdekaan, dan memberikan toleransi kepada kekeliruan-kekeliruan akibat kreativitas
berfikir.
 Pendidikan merupakan kunci keberhasilan sebuah proses pembelajara, faktor lain yang
berpengaruh pada mutu pendidikan adalah kurikulum dan proses pembelajaran, dan
peningkatan mutu pendidikan memerlukan tersedianya berbagai faktor yang mendukung
terjadinya proses pembelajaran. Mutu satuan pendidikan selalu disejajarkan dengan konsep
efektivitas satuan pendidikan, efisiensi, dan school improvement.Mutu satuan pendidikan
menunjukkan pada pengukuran masukan, proses, keluaran dan dampak.
Dalam pendidikan nonformal, perilaku pendidik mulai dari tahap perencanaan sampai dengan
pelaksanaan proses pembelajaran, mengawasi dan menilai proses pembelajaran memainkan
peran yang sangat besar bagi keberhasilan proses dan hasil belajar. Dengan begitu diperlukan
suatu komitmen yaitu perilaku dalam merencanakan program pembelajaran dan melaksanakan
proses pembelajaran, mengawasi dan menilai hasil pembelajaran sebab perilaku pendidik
dalam merancang dan melaksanakan program akan berpengaruh langsung terhadap mutu hasil
belajar peserta didik.
Proses pembelajaran adalah merupakan suatu sistem. Dengan demikian, pencapaian standar
proses untuk meningkatkan mutu pendidikan dapat dimulai dari menganalisis setiap komponen
yang dapat membentuk dan mempengaruhi proses pembelajaran. Dari berbagai komponen
tersebut, yang selama ini dianggap sangat mempengaruhi proses pendidikan nonformal adalah
komponen tutor. Tutor adalah suatu elemen yang sangat menentukan dalam implementasi
suatu strategi pembelajaran. Peran pendidik pendidikan nonformal lebih banyak menciptakan
suasana, memberi makna pada pengalaman belajar, memancing  ungkapan pengalaman,
memberi umpan balik, dan membantu membuat generalisasi.
Empat fungsi “pendidikan manajer” yaitu (1) merencanakan, (2) mengorganisasikan, (3)
memimpin, dan (4) mengawasi.Kedudukan perencanaan pembelajaran adalah sangat penting
bagi pelaksanaan prose pembelajaran, dan ini menjadi suatu indicator kompetensi professional
seorang pendidik pendidikan nonformal disamping kompetensi pedagogik, kompetensi
kepribadian, dan kompetensi sosial. Beberapa hal yang patut dipahami dalam merancang suatu
program pembelajaran yang efektif dalam modus pendidikan nonformal, yaitu:
a.       Pemahaman sumber-sumber kultural dan historikal.
b.      Pemahaman terhadap target populasi
c.       Pemahaman terhadap tuntutan administrasi dan pengelolaan sistem pembelajaran.
Dengan demikian perancangan dan pelaksanaan pembelajaran pendidikan nonformal
memerlukan pendekatan yang mengacu pada konsep andragogi.
            Dimensi yang perlu dipertimbangkan dalam menyusun, merancang, dan mengembangkan
proses pembelajaran pendidikan nonformal, dimensi-dimensi yang dimaksud dapat
diketengahkan sebagai berikut:
         Dimensi tujuan belajar
         Dimensi peserta didik
         Dimensi struktur organisasi
         Dimensi staffing
         Dimensi finacing
         Dimensi metode pembelajaran
         Dimensi partisipasi dan control
Langkah atau tahapan yang diperlukan dalam pengembangan pendidikan nonformal, yaitu sebagai
berikut:

1.      Menetapkan kebutuhan belajar

Dilakukan untuk mengidentifikasi masalah dan kebutuhan belajar calon peserta didik.hasil identifikasi
selanjutnya dianalisis untuk menetapkan skala prioritas dengan mempertimbangkan kepentingan calon
peserta didik.

2.      Penetapan tujuan

Berdasarkan skala prioritas kebutuhan belajar selanjutnya ditetapkan dan disusun tujuan program
pendidikan nonformal yang ingin dicapai yang diarahkan pada pencapaian ranah pengetahuan,
ketrampilan, dan sikap.
3.      Identifikasi alternatif pemecahan kebutuhan dan masalah

Pada langkah ini disusun sebuah alternatif pemecahan kebutuhan belajar.

4.      Identifikasi sumber daya dan kendala

Identifikasi berbagai sumber daya yang dapat mendukung proses penyelenggaraan program pendidikan
nonformal perlu dilakukan disamping memperhitungkan kendala yang dimungkinkan akan menghambat
pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.

5.      Penetapan kriteria pemilihan alternatif

Merupakan alat untuk melakukan seleksi alternatif yang telah disusun sebelumnya.

6.      Pemilihan alternatif pemecahan

Pada langkah ini dilakukan pemilihan alternatif pemecahan berdasarkan kriteria yang telah dirumuskan.

7.      Menyusun rancangan program pembelajaran

Rancangan program pembelajaran pendidikan nonformal hendaknya memuat sejumlah komponen


meliputi, tujuan program, bahan belajar, metode pembelajaran, sarana/prasarana pembelajaran,
sumber belajar/tutor, peserta didik, sistem penilaian hasil belajar, waktu dan tempat kegiatan
pembelajaran. Dan hendaknya berdasarkan asas-asas ata prinsip: asas kebutuhan, asas partisipatif, asas
fleksibilitas, asas utilitas, dan asas relevansi.

Satuan pendidikan pendidikan nonformal terdiri dari komponen masukan utama, yaitu warga belajar
(main input); resources input yang terdiri dari sumber daya manusia, kurikulum, sarana/prasarana,
dana, dan manajemen; environmental input yang terdiri dari ekonomi, politik, teknologi; masukan-
masukan tersebut doproses dalam tranformasi dan interaksi yaitu kegiatan pembelajaran yang
menghasilkan lulusan (output). Output pendidikan nonformal, pada umumnya diukur dari tingkat
kinerjanya. Kinerja pendidikan nonformal adalah pencapaian atau prestasi pendidikan yang dihasilkan
melalui proses pembelajaran. Proses pembelajaran dalam pendidikan nonformal dapat diukur tingkat
efektivitasnya apabila dilakukan penilaian hasil belajar yang menunjukkan tingkat pencapaian
pengetahuan, keterampilan, dan sikap peserta didik.

DETEMINAN YANG MEMPENGARUHI PEMBELAJARAN

Beberapa analisis menengarai bahwa proses pembelajaran pendidikan non formal dipengaruhi
oleh tiga faktor yaitu: a. faktor predisposisi, b. faktor pendukung atau pemungkin, c. faktor
penguat atau pendorong (Green,1980;Dehama,1980).

1.      Faktor Predisposisi

Faktor Predisposisi disebut juga faktor yang mempermudah atau faktor pertama yang
mempengaruhi untuk berperilaku, yang mencakup pengetahuan, sikap, keyakinan, nilai dan
persepsi berkenan dengan motivasi seseorang atau kelompok untuk bertindak. Dalam arti umum
dapat dinyatakan faktor prodisposisi sebagai preferensi “pribadi” yang di bawa seseorang atau
kelompok ke dalam suatu pengalaman belajar.

Faktor ini mempunyai pengaruh.Faktor demografis seperti status sosial-ekonomi, umur, jenis
kelamin dan ukuran keluarga saat ini juga penting sebagai faktor predisposisi.Peningkatan
pengetahuan tidak selalu menyebabkan perubahan perilaku, namun hubungan positif antara
kedua variabel ini diperlihatkan dalam penelitian Carwright dan Staford dalam Green (1980).
Pengetahuan yang dimaksud adalah mengetahui tujuan, manfaat pembuatan perencanaan
pembelajaran dan pelaksanaan pembelajaran, mengawasi dan menilai proses pembelajaran.
Keyakinan adalah pendirian bahwa suatu fenomena atau objek benar atau nyata.Kebenaran dalah
kata-kata yang sering digunakan untuk mengungkapkan atau menyiratkan keyakinan. Pernyataan
keyakinan yang berorientasi proses pembelajaran mencakup pernyataan, “saya yakin bahwa
membuat perencanaan pembelajaran yang tepat akan berpengaruh terhadap pelaksanaa program
pembelajran, dan secara langsung akan memberi dampak terhadap mutu proses dan hasil
belajar”. Sikap merupakan salah satu diantara kata yang paling samar namun paling
sering  digunakan di dalam ilmu perilaku. Sriningsih Satmoko (1999) menyebutkan bahwa sikap
menggambarkan suatu kumpulan keyakinan yang selalu dapat diukur dalam bentuk baik atau
buruk atau positif dan negative yang terinci dalam ranah menerima, merespon, menghrgai,
mengorganisasi, dan mewatak.

Sikap diartikan sebagai penilaian dan reaksi efektif guru berupa derajat penerimaan atau
penolakan terhadap tahapan-tahapan dalam perencanaan dan pelaksanaan proses pembelajaran,
pengawasan dari penilaian proses pembelajaran.

 2.      Faktor Pemungkin

Faktor pemungkin mencakup berbagai suasana, kondisi yang memungkinkan keberlangsungan


pendidikan nonformal secara efektif khususnya yang berkaitan dengan proses pembelajaran.
Faktor pemungkin yaitu kepemimpinan penyelenggara, dan iklim/suasana kerja yang diciptakan
dalam melaksanakan pendidikan nonformal. Tentunya masih ada faktor pemungkin yang lain
tetapi faktor kepemimpinan, faktor iklim dan budaya organisasi ditengarai berpengaruh sangat
kuat terhadap keberlangsungan pendidikan non formal yang efektif dan efisien. Dengan adanya
kepemimpinan yang mampu mempengaruhi dan menggerakkan semua sumberdaya pendidikan
(sumberdaya manusia dan sumberdaya non manusia) diprediksikan akan memacu dan sekaligus
memicu pencapaian mutu pendidikan. Disinilah pentingnya kepemimipinan kependidikan dalam
upaya pencapaian kualitas pendidikan. 

a.       Kepemimpinan Penyelenggara Pendidikan Nonformal

Pengkajian terhadap pengertian kepemimpina (termasuk dalam bidang pendidikan nonformal)


paling tidak terdapat dua kata kunci, yaitu a.)kepemimpinan adalah ilmu/seni mempengaruhi dan
menggerakkan orang untuk mencapai tujuan yang diinginkan dan, b.) dalam upaya
mempengaruhi dan menggerakkan tersebut seorang pemimpin harus mempunyai
sifat : menghargai perbedaan, menghormati perbedaan, dan selanjutnya berusaha membangun
kekuatan.

Upaya peningkatan mutu dan produktivitas dalam bidang apapun, tidak terlepas dari system
manajemen yang dikembangkan, sehingga faktor kepemimpinan sangat memainkan peranan
penting dan menentukan. Dari beberapa pengertian kepemimpinan tersebut, dapat di rumuskan
bahwa kepemimpinan adalah kemampuan dan kesiapan seseorang untuk mempengaruhi,
membimbing, mengarahkan dan menggerakan orang-orang lain agar mau berbuat sesuatu dengan
rasa tanggung jawab untuk mencapai tujuan yang telah di tetapkan bersama.

Tipe kepemimpinan ada tiga yaitu: kepemimpinan yang berorientasi pada tugas, dapat dilihat
dari kualitas keinginannya menyelesaikan suatu tugas, kepemimpinan yang berorientasi pada
hubungan kerja dapat dilihat dari kualitas hubungan kerja dengan orang lain baik hubungan
dengan bawahannya, atasannya serta hubugan dengan sejawatnya, dan kepemimpinan yang
berorientasi pada keefektifan , dapat dilihat dari kemampuannya untuk memperoleh
produktivitas yang tinggi. Ketiga orientasi tugas itu akan dapat direalisasikan apabila seorang
pemimpin mampu mempengaruhi dan menggerakkan pola piker dan perilaku orang yang
dipimpinnya. Kemampuan mempengaruhi dan menggerakan pola pikir dan perilaku orang lain
sesuai dengan yang diinginkan oleh pemimpin, di dukung adanya “daya dorong tertentu” yang
disebut power, yang sering di terjemahkan dengan istilah“kewibawaan”.

Pendekatan Kepemimpinan

Ada tiga pendekatan kepemimpinan yaitu; a) pendekatan sifat, mengharuskan adanya sifat-sifat
yang seharusnya ada pada pemimpin, meliputi intelegensi, kemampuan mengawasi, inisiatif,
imajinasi, self assurence, kemampuan komunikasi, personality traits, social skill, dan lainnya. b)
pendekatan perilaku, mengharuskan pemimpin membangkitkan dan merangsang semangat kerja
orang yang dipimpinnya, mempertinggi mutu dan pengetahuan melaluiinservice training, dan c)
pendekatan kontingensi, yang menekankan pentingnya konsiderasi dan struktur inisiasi.

Model/bentuk kepemimpinan

1.      Kepemimpinan Otoriter, seorang pemimpin yang otoriter memperlihatkan kekuasaannya,


ingin berkuasa.

2.      Kepemimpinan Laize-faire, model kepemimpinan ini kebalikan dari kepemimpina otoriter,


pemimpin berkedudukan sebagai simbol. Kepemimpinan dijalankan dengan memberikan
kebebasan penuh pada orang yang dipimpin dalam mengambil keputusan dan melakukan
kegiatan menurut kehendak dan kepentingan masing-masing, baik secara perorangan maupun
kelompok-kelompok kecil.

3.      Kepemimpinan Demokratik, model kepemimpinan yang melibatkan semua orang yang


dipimpinnya secara penuh, baik secara peroranga ataupun melalui perwakilan, semua keputusan
diambil melalui musyawarah dan mufakat serta harus ditaati.

4.      Kepemimpinan Partisipatif, model kepemimpinanyang menggunakan atau melakukan


pemberdayaan.

Kepemimpinan yang diharapkan

Prinsip utama dari kepemimpinan yang diharapkan pada dewasa ini yaitu: “ Ing ngarso sung
tulodo, Ing madya mangun karso, dan Tut wuri handayani”. Kepemimpinan yang diharapkan
adalah kepemimpinan yang berorientasi ke masa depan, yang bercirikan;

(a) idealized influence, artinya memberikan pengaruh yang mendorong tumbunya ide-ide baru,
(b) inspiration motivation, artinya berupaya memberika motivasi terus menerus yang
menimbulkan tumbuhnya inspirasi baru yang membuat berkembangnya kerja yang produktif,

(c) intellectual stimulation, yaitu selalu berusaha memberika stimulasi intelektual untuk


mengembangkan kemampuan dan ketrampilannya bagi peningkatan kerja, dan

(d) individualized consideration,artinya memperhatikan aspek-aspek individual orang yang


dipimpinnya, seperti bakat, minat, harapan, motivasi, sikap dan semacamnya. 

Karakteristik Kepemimpinan 

Menurut Useem (dalam Uyung Sulaksana, 2004) karakteristik kepemimpinan yang dapat
mendukung proses inovasi memiliki ciri-ciri perilaku kepemimpinan sebagai berikut:

  Visioner

  Percaya diri yang kuat dan mempercayai orang lain

  Mengkomunikasikan ekspetasi kinerja dan standar yang tinggi

  Menjadi teladan bagi visi, nilai-nilai dan standar kerja organisasi

  Menunjukkan pengorbanan diri, kemauan kuat, keberanian dan konsistensi.


Penyelenggara pendidikan nonformal merupakan pemimpin pendidikan pada tingkat operasional
yang berada di garis terdepan yang mengkoordinasikan upaya meningkatkan mutu pendidikan.
Dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan nonformal, pemimpin pendidikan, terutama
penyelenggara pendidikan sebagai semua pemimpin yang berada pada garis paling depan perlu
mempunyai sejumlah kompetensi.

b.      Iklim/suasana kerja

Pendekatan etis-filosofis memandang bahwa di dalam suatu organisasi, karyawan harus


diperlakukan secara berbeda dari produksi-produksi lainnya, arena mereka merupakan makhluk
yang bermartabat dan memiliki system nilai.Merekan memiliki kebutuhan untuk diperlakukan
dihargai sebagai manusia.Kelompok belajar sebagai sebuah organisasi mempunyai struktur
ionteraksi antar pendidik yang berupa sistem hubungan formal yaitu interaksi kedinasan dan
sistem hubungan informal yaitu interaksi di luar kedinasan.Sistem hubungan formal antar
pendidik dalam organisasi mewakili arus wewenang secara teoritik, ikatan khusus atau jaringan-
jaringan informal dalam kelompok mereka, yang kemudian berpengaruh atas pelaksanaa
pekerjaan (Coralle Briant dan LG. White, 1989).

Interaksi antar pendidik dapat mengubah citra efektivitas kerja kelompok belajar dengan tidak
mengandalkan pada penemuan mutakhir ilmu dan teknologi semata mata, justru tutor itulah yang
sesungguhnya menjadi pangkal efektivitas dan prestasi kerja kelompok belajar.

Dalam latar pendidikan nonformal peranan interaksi antar pendidik mutlak dilakukan karena
pendidik pendidikan nonformal sebagai tenaga fungsional memiliki peranan yang strategis
sebagai perantang, pelaksana dan pengembang program pembelajaran.Dalam pelaksanaan tugas
sehari-hari pendidik selalu berkomunikasi, konsultasi dan saling memberi saran dalam
merencanakan dan melaksanakan program pembelajaran yang menjadi tanggungjawabnya.

Iklim/suasana kerja merupakan suatu falsafah yang di dasari oleh pandangan hidup sebagai nilai-
nilai yang menjadi sifat, kebiasaan dan kekuatan pendorong, membudaya dalam kehidupan suatu
kelompok masyarakat atau organisasi yang tercermin dari sikap menjadi perilaku, kepercayaan,
cita-cita, pendapat, dan tindakan yang terwujud sebagai “kerja atau bekerja” (Ttiguno,1996).
Iklim/suasana kerja adalah cara kerja sehari-hari yang bermutu dan selalu mendasari nilai-nilai
yang penuh makna, sehingga menjadi motivasi, memberi inspirasi, untuk senantiasa bekerja
lebih baik, dan memuaskan bagi masyarakat yang dilayani.

Sedangkan menurut Sulaksono (2002) iklim kerja adalah “the way we are doing here” artinya
suatu faktor pendorong yang terwujud dalam sikap dan perilaku pegawai dalam melaksanakan
tugas. Iklim/suatu kerja adalah cara pandang yang menumbuhkan keyakinan atas dasar nilai-nilai
yang diyakini pendidik pendidikan non formal untuk mewujudkan prestasi kerja terbaik.
Dalam menjalankan organisasinya, setiap satuan pendidikan nonformal memiliki iklim atau
suasana yang berbeda-beda, seperti:

a.       The open climate ( suasana terbuka )

b.      The controlled climte ( suasana yang terkendali )

c.       The familiar climate ( suasana akrab )

d.      The paternal climate  ( suasana kebapakan )

e.       The closed climate ( suasana tertutup )

Suasana hubungan antar pendidik pendidikan nonformal menjadi sarana yang tepat dan efektif
untuk mengembangkan proses pembelajaran, karena interaksi horizontal yang terjalin  erupaka
saluran untuk; (a) kerjasama dan saling membantu dalam kelompok kerja, dan (b) keakraban
untuk saling memberikan dukungan (Michael Argyle,1973).

Sebagai sebuah energi sosial, iklim kerja/suasana kerja merupakan suatu praksis yang bermula
dari persepsi bersama seluruh anggota organisasi, menjadikannya suatu sistem nilai yang
mengikat mereka untuk berperilaku sesuai dengan tujuan dan harapan organisasi.Sedemikian
penting iklim kerja/suasana kerja, sehingga dapat menjadi faktor pembeda antar satu organisasi
dengan organisasi lain (Meek dalam Sjoerd Beugelsdijk, 2005). Hasil studi yang dilakukan para
ahli menunjukan bahwa “ organisasi berkembang “ karena dapat menangani orang-orang dengan
mengacu kepada nilai-milai yang mendukung.

3.      Faktor Pendorong

Faktor pendorong adalah dukungan pembiayaan, dan dukungan sarana/prasaran pembelajaran.


Biaya pendidikan memiliki peranan penting dalam proses pendidikan, sebab tanpa atau
kekurangan biaya yang dikeluarkan proses pendidikan akan terlambat.

Biaya pendidikan cakupannya sangat luas, yaitu uang, barang, dan jasa yang dikeluarkan untuk
penyelenggaraan pendidikan.Iuran yang diberikan oleh kepala sekolah misalnya, merupakan
biaya pendidikan, demikian pula fasilitas yang dimiliki sekolah dan guru juga merupakan biaya
pendidikan.Dengan demikian, pengertian biaya tersirat biaya dari siapa yang mengeluarkannya,
dan bentuk biaya yang dikeluarkan, yaitu uang dan sumber daya nyata.Pusat Statistik Pendidikan
Balitbang Depdiknas menyatakan bahwa biaya pendidikan merupakan seluruh pengeluaran yang
berupa sumber daya (input) baik berupa barang (natura) atau berupa uang yang ditunjukan untuk
menunjang kegiatan proses belajar mengajar.
Biaya-biaya pendidikan yang dibelanjakan oleh peserta didik, atau orang tua, dan biaya
kesempatan (opportunity cost) adalah tidak termasuk dalam pengertian biaya pendidikan yang
sifatnya not budgeter. Pengertian pembiayaan pendidikan yang bersifat budgeter yaitu biaya
pendidikan yang di peroleh dan dibelanjakan oleh sekolah sebagai suatu lembaga.Dengan
demikian biaya pendidikan yang bersifat budgeter dan non budgeter adalah termasuk dalam
pengertian biaya pendidikan dalam arti luas.

Meningkatkan mutu pendidikan memerlukan tersedianya berbagai faktor yang mendukung


terjadinya proses pembelajaran. (Picus,2000). Pembiayaan pendidikan merupakn sakkah satu
faktor masukan yang memiliki sumbangan berarti pada peningkatan mutu pendidikan. Kebijakan
desentralisasi pendidikan merupan salah satu faktor eksternal yang yang berpengaruh dan dapat
mengkondisikan tersedianya faktor-faktor masukan, khususnya pembiayaan pendidikan yang
mencukupi untuk terlaksananya proses pembelajaran yang dapat meningkatkan mutu pendidikan
(Triaswari).

Selain dukungan pembiayaan, faktor pendorong pembelajaran dalam pendidikan nonformal yaitu
dukungan sarana dan prasarana. Sarana pendidikan dikategorika dalam tiga macam yakni; a) alat
pelajaran yakni alat yang digunakan langsung dalam proses belajar mengajar. Alat ini dapat
berwujud alat tulis, alat praktek, dsb. (b) alat peraga adalah aalat pembantu pendidikan dan
pengajaran, dan (c) mdia pengajaran adalah sarana pendidikan yang digunakan sebagai perantara
dalam proses pembelajaran untuk mempertinggi efektifitas dan efisiensi dalam mencapai tujuan
pedidikan. Selanjutnya Suharsimi juga menyatakan bahwa yang termasuk prasarana pendidikan
adalah bangunan sekolah dan perabot sekolah.

Sedangkan Bafadal (2003) menyatakan perlengkapan satuan pendidikan atau fasilitas satuan
pendidikan dapat dikelompokkan menjadi dua yakni : (a) sarana pendidikan adalah semua
perangkat peralatan, bahan dan perabot yang secara langsung digunakan dalam proses
pendidikan di sekolah dan (b) prasarana pendidikan adalah semua perangkat kelengkapan dasar
yang secara tidak langsung menunjang pelaksanaan proses pendidikan.

Anda mungkin juga menyukai