Anda di halaman 1dari 9

SUPERVISI PENDIDIKAN DALAM

SISTEM PENDIDIKAN FORMAL


Oleh Tuah Manurung
Maret 01, 2010
A. PENDAHULUAN
Semua negara dalam meningkatkan mutu sumber daya manusia berusaha keras agar dapat
menerapkan standar dalam menyelenggarakan pendidikannya. Tiap negara berlomba
menetapkan kriteria minimal pada berbagai komponen strategis agar memenuhi standar mutu
minimal sebagai modal dasar untuk mengembangkan persaingan. Keberhasilannya diukur
dengan indikator-indikator yang paling strategis sehingga menggambarkan hasil nyata sebagai
komponen utama penentu daya saing.
Upaya meningkatkan mutu itu tidaklah mudah, demikian pakar mutu menyatakan
kesungguhannya. Meningkatkan mutu perlu rumusan pikiran tentang apa yang hendak
ditingkatkan, memilih bagian yang paling dibutuhkan pelanggan, dan menghasilkan produk
kegiatan yang paling unggul di antara produk sejenis.
Oleh karena itu, peningkatan mutu memerlukan ide baru yang datang dari pikiran cerdas, selalu
mengandung bagian yang berbeda dari yang ada sebelumnya, menghasilkan bagian yang lebih
sempurna, lebih bermanfaat, lebih mempermudah sehingga lebih diminati. Mutu memerlukan
waktu, proses dan ketelatenan untuk mewujudkan ide-ide baru dengan baik sejak awal.
Tiap langkah dalam mewujudkan mutu memerlukan disiplin untuk selalu memenuhi seluruh
persyaratan pekerjaan agar hasil yang diharapkan terwujud. Dalam sebuah lembaga mutu yang
baik lahir dari disiplin bersama, tanggung jawab bersama, dan komitmen bersama.

B. ESENSI SUPERVISI PENDIDIKAN


Supervisor yang kompeten adalah supervisor yang melaksanakan kewajibannya secara efektif.
Kenyataan yang pertama kali harus disadari sebelum berbicara mengenai pelaksanaan supervisi
yang ideal, adalah bahwa dalam peraturan mengenai kependidikan di Indonesia ini, tidak dikenal
adanya jabatan supervisor. Pasal 39 ayat (1) Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 berbunyi,
“Tenaga kependidikan bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan,
pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan”.
Selanjutnya, dalam Permendiknas No. 12 tahun 2007 tentang standart pengawas
sekolah/madrasah yang menegaskan tentang kualifikasi dan kompetensi supervisor yaitu
kompetensi kepribadian, kompetensi supervisi manajerial, kompetensi supervisi akademik dan
kolpetensi evaluasi pendidikan. Di samping itu, dalam Permendiknas No. 13 tahun 2007 tentang
standart Kepala sekolah/madrasah juga dijelaskan bahwa diantara kompetensi yang harus
dimiliki oleh kepala sekolah adalah kompetensi supervisor.
Berdasarkan sifat, tugas, dan kegiatannya terbagi menjadi 4 jenis pengawas, yaitu: 1) Pengawas
sekolah TK/SD/SDLB, 2). Pengawas sekolah rumpun mata pelajaran, 3). Pengawas seklah
pendidikan luar biasa, dan 4). Pengawas sekolah bimbingan dan konseling.
Sebagai tenaga fungsional kependidikan, Jabatan pengawas selanjutnya dibuat penjenjangan
sebagaimana jabatan pendidik/guru. Dengan demikian jabatan pengawas telah diakui secara
resmi sebagai jabatan fungsional. Jabatan tersebut mencerminkan kompetensi dan profesionalitas
dalam pelaksanaan tugas sebagaimana jabatan fungsional lainnya.

C. PERAN SUPERVISI PADA SISTEM PENDIDIKAN FORMAL


1. Sistem Pendidikan Formal
Pendekatan sistemik terbadap pengembangan melalui pendidikan adalah pendekatan di mana
masyarakat tradisional sebagai input dan pendidikan sebagai suatu lembaga pendidikan
masyarakat sebagai pelaksana proses pengembangan dan masyarakat yang dicita-citakan sebagai
outputnya yang dicita-citakan.Menurut Ki Hajar Dewantoro ada tiga lingkungan pendidikan
yaitu lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat.
Dari dua penjelasan tersebut di atas maka bentuk pendidikan dibagi menjadi tiga bentuk yaitu
pendidikan formal, pendidikan informal dan pendidikan non formal (Undang-Undang Nomor
2/1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional).
Pelaksanaan ketiga bentuk pendidikan adalah lembaga pemerintah, lembaga keluarga, lembaga
keagamaan dan lembaga pendidikan lain. Lembaga keluarga menyelenggarakan pendidikan
informal, lembaga pemerintah, lembaga keagamaan, lembaga pendidikan yang lain
menyelenggarakan pendidikan formal maupun pendidikan nonfonnal. Bentuk-bentuk pendidikan
nonformal cukup banyak jenisnya, seperti berbagai macam kursus kcterampilan yang
mempersiapkan tenaga terampil. Seperti kursus menjahit, kursus komputer, kursus montir,
kursus bahasa-bahasa asing dan sebagainya. Bentuk pendidikan formal yang beçjalan ini terdiri
dari empat jenjang yaitu SD, SLTP, SLTA dan Perguruan Tinggi.
Proses pendidikan dari tiga bentuk pendidikan itu dipengaruhi oleh sistem politik dan ekonomi.
(Muhammad Dimyati, 1988 p, 163). Dengan adanya bermacam-macam jenis politik dan
bermacam-macam kondisi ekonomi maka arah proses pendidikan akan bermacam-macam untuk
masing-masing bentuk pendidikan yang diselenggarakan oleh keluarga, pemerintah, lembaga
keagamaan dan lembaga-lembaga non-agama.

2. Peran Supervisi Pendidikan Pada Lembaga Pendidikan Formal


Secara umum tujuan supervisi pendidikan adalah:
1) Meningkatkan efektivitas dan efisiensi belajar-mengajar,
2) Mengendalikan penyelenggaraan bidang teknis edukatif di sekolah sesuai dengan ketentuan-
ketentuan dan kebijakan yang telah ditetapkan,
3) Menjamin agar kegiatan sekolalah berlangsung sesuai dengan ketentuan yang berlaku
sehingga segala sesuatunya berjalan lancar dan diperoleh hasil yang optimal,
4) Menilai keberhasilan sekolah dalam pelaksanaan tugasnya, dan
5) Memberikan bimbingan langsung untuk memperbaiki kesalahan, kekurangan dan kekilafan
serta membantu memecahkan masalah yang dihadapi sekolah sehingga dapat dicegah kesalahan
dan penyimpangan yang lebih jauh (suprihatin, 1989:305).
Tujuan supervisi adalah memberikan layanan dan bantuan untuk meningkatkan kualitas
mengajar guru di kelas yang pada gilirannya untuk meningkatkan kualitas belajar siswa. Bukan
saja memperbaiki kemampuan mengajar tetapi juga mengembangkan potensi kualitas guru
(Sahertian, 2000:19).
Permasalahan yang dihadapi dalam melaksanakan supervisi di lingkungan pendidikan formal
adalah bagaimana cara mengubah pola pikir yang bersifat otokrat dan korektif menjadi sikap
yang konstruktif dan kreatif, yaitu sikap yang menciptakan situasi dan relasi di mana guru-guru
merasa aman dan diterima sebagai subjek yang dapat berkembang sendiri. Untuk itu, supervisi
harus dilaksanakan berdasarkan data, fakta yang objektif (Sahertian, 2000:20).
Supandi (1986:252), menyatakan bahwa ada dua hal yang mendasari pentingnya supervisi dalam
proses pendidikan.
a. Perkembangan kurikulum merupakan gejala kemajuan pendidikan.
Perkembangan tersebut sering menimbulkan perubahan struktur maupun fungsi kurikulum.
Pelaksanaan kurikulum tersebut memerlukan penyesuaian yang terus-menerus dengan keadaan
nyata di lapangan. Hal ini berarti bahwa guru-guru senantiasa harus berusaha mengembangkan
kreativitasnya agar daya upaya pendidikan berdasarkan kurikulum dapat terlaksana secara baik.
Namun demikian, upaya tersebut tidak selamanya berjalan mulus. Banyak hal sering
menghambat, yaitu tidak lengkapnya informasi yang diterima, keadaan sekolah yang tidak sesuai
dengan tuntutan kurikulum, masyarakat yang tidak mau membantu, keterampilan menerapkan
metode yang masih harus ditingkatkan dan bahkan proses memecahkan masalah belum terkuasai.
Dengan demikian, guru dan Kepala Sekolah yang melaksanakan kebijakan pendidikan di tingkat
paling mendasar memerlukan bantuan-bantuan khusus dalam memenuhi tuntutan pengembangan
pendidikan, khususnya pengembangan kurikulum.
b. Pengembangan personel, pegawai atau karyawan senantiasa merupakan upaya yang terus-
menerus dalam suatu organisasi. Pengembangan personal dapat dilaksanakan secara formal dan
informal. Pengembangan formal menjadi tanggung jawab lembaga yang bersangkutan melalui
penataran, tugas belajar, loka karya dan sejenisnya. Sedangkan pengembangan informal
merupakan tanggung jawab pegawai sendiri dan dilaksanakan secara mandiri atau bersama
dengan rekan kerjanya, melalui berbagai kegiatan seperti kegiatan ilmiah, percobaan suatu
metode mengajar, dan lain sebagainya.
Kegiatan supervisi pendidikan merupakan kegiatan yang wajib dilaksanakan dalam
penyelenggaraan pendidikan. Pelaksanaan kegiatan supervisi dilaksanakan oleh kepala sekolah
dan pengawas sekolah dalam memberikan pembinaan kepada guru. Hal tersebut karena proses
belajar-mengajar yang dilaksakan guru merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan
dengan guru sebagai pemegang peranan utama. Proses belajar mengajar merupakan suatu proses
yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang
berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Oleh karena kegiatan
supervisi dipandang perlu untuk memperbaiki kinerja guru dalam proses pembelajaran.
Secara umum ada 2 (dua) kegiatan yang termasuk dalam kategori supevisi pendidikan, yakni:
a. Supervsi yang dilakukan oleh Kepala Sekolah kepada guru-guru.
Secara rutin dan terjadwal Kepala Sekolah melaksanakan kegiatan supervisi kepada guru-guru
dengan harapan agar guru mampu memperbaiki proses pembelajaran yang dilaksanakan. Dalam
prosesnya, kepala sekolah memantau secara langsung ketika guru sedang mengajar. Guru
mendesain kegiatan pembelajaran dalam bentuk Rencana Pembelajaran kemudian kepala sekolah
mengamati proses pembelajaran yang dilakukan guru.
Saat kegiatan supervisi berlangsung, kepala sekolah menggunakan leembar observasi yang sudah
dibakukan, yakni Alat Penilaian Kemampuan Guru (APKG). APKG terdiri atas APKG 1 (untuk
menilai Rencana Pembelajaran yang dibuat guru) dan APKG 2 (untuk menilai pelaksanaan
proses pembelajaran) yang dilakukan guru.
b. Supervisi yang dilakukan oleh Pengawas Sekolah kepada Kepala Sekolah dan guru-guru untuk
meningkatkan kinerja.
Kegiatan supervisi ini dilakukan oleh Pengawas Sekolah yang bertugas di suatu Gugus Sekolah.
Gugus Sekolah adalah gabungan dari beberapa sekolah terdekat, biasanya terdiri atas 5-8
Sekolah Dasar. SMP atau SMU Hal-hal yang diamati pengawas sekolah ketika melakukan
kegiatan supervisi untuk memantau kinerja kepala sekolah, di antaranya administrasi sekolah,
meliputi:
1) Bidang Akademik, mencakup kegiatan:
a) menyusun program tahunan dan semester,
b) mengatur jadwal pelajaran,
c) mengatur pelaksanaan penyusunan model satuan pembelajaran,
d) menentukan norma kenaikan kelas,
e) menentukan norma penilaian,
f) mengatur pelaksanaan evaluasi belajar,
g) meningkatkan perbaikan mengajar,
h) mengatur kegiatan kelas apabila guru tidak hadir, dan
i) mengatur disiplin dan tata tertib kelas.
2) Bidang Kesiswaan, mencakup kegiatan:
a) mengatur pelaksanaan penerimaan siswa baru berdasarkan peraturan penerimaan siswa baru,
b) mengelola layanan bimbingan dan konseling,
c) mencatat kehadiran dan ketidakhadiran siswa, dan
d) mengatur dan mengelola kegiatan ekstrakurikuler.
3) Bidang Personalia, mencakup kegiatan:
a) mengatur pembagian tugas guru,
b) mengajukan kenaikan pangkat, gaji, dan mutasi guru,
c) mengatur program kesejahteraan guru,
d) mencatat kehadiran dan ketidakhadiran guru, dan
e) mencatat masalah atau keluhan-keluhan guru.
4) Bidang Keuangan, mencakup kegiatan:
a) menyiapkan rencana anggaran dan belanja sekolah,
b) mencari sumber dana untuk kegiatan sekolah,
c) mengalokasikan dana untuk kegiatan sekolah, dan
d) mempertanggungjawab-kan keuangan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
5) Bidang Sarana dan Prasarana, mencakup kegiatan:
a) penyediaan dan seleksi buku pegangan guru,
b) layanan perpustakaan dan laboratorium,
c) penggunaan alat peraga,
d) kebersihan dan keindahan lingkungan sekolah,
e) keindahan dan kebersihan kelas, dan
f) perbaikan kelengkapan kelas.
6) Bidang Hubungan Masyarakat, mencakup kegiatan:
a. kerjasama sekolah dengan orangtua siswa,
b. kerjasama sekolah dengan Komite Sekolah,
c. kerjasama sekolah dengan lembaga-lembaga terkait, dan
d. kerjasama sekolah dengan masyarakat sekitar (Depdiknas 1997).
Sedangkan ketika mensupervisi guru, hal-hal yang dipantau pengawas juga terkait dengan
administrasi pembelajaran yang harus dikerjakan guru, diantaranya:
1. Penggunaan program semester
2. Penggunaan rencana pembelajaran
3. Penyusunan rencana harian
4. Program dan pelaksanaan evaluasi
5. Kumpulan soal
6. Buku pekerjaan siswa
7. Buku daftar nilai
8. Buku analisis hasil evaluasi
9. Buku program perbaikan dan pengayaan
10. Buku program Bimbingan dan Konseling
11. Buku pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler
D. KESIMPULAN
Peran yang sangat penting harus dilakukan supervisor untuk meningkatkan mutu pendidikan
pada lembaga pendidikan formal. Berdasarkan konsep mutu pendidikan maka dpaat dipahami
bahwa pembangunan pendidikan bukan hanya terfokus pada penyediaan faktor input pendidikan
tetapi juga harus lebih memperhatikan faktor proses pendidikan..Input pendidikan merupakan hal
yang mutlak harus ada dalam batas - batas tertentu tetapi tidak menjadi jaminan dapat secara
otomatis meningkatkan mutu pendidikan (school resources are necessary but not sufficient
condition to improve student achievement).
Kebijakan pendidikan harus ditopang oleh pelaku pendidikan yang berada di front terdepan
yakni guru melalui interaksinya dalam pendidikan. Upaya meningkatkan mutu pendidikan perlu
dilakukan secara bertahap dengan mengacu pada rencana strategis. Keterlibatan seluruh
komponen pendidikan (guru, Kepala Sekolah, masyarakat, Komite Sekolah, Dewan Pendidikan,
dan isntitusi) dalam perencanaan dan realisasi program pendidikan yang diluncurkan sangat
dibutuhkan dalam rangka mengefektifkan pencapaian tujuan. Pelaksanaan supervisi pendidikan
perlu dilakukan secara sistematis oleh kepala sekolah dan pengawas sekolah bertujuan
memberikan pembinaan kepada guru-guru agar dapat melaksanakan tugasnya secara efektif dan
efisien. Dalam pelaksanaannya, baik kepala sekolah dan pengawas menggunakan lembar
pengamatan yang berisi aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam peningkatan kinerja guru
dan kinerja sekolah. Untuk mensupervisi guru digunakan lembar observasi yang berupa alat
penilaian kemampuan guru (APKG), sedangkan untuk mensupervisi kinerja sekolah dilakukan
dengan mencermati bidang akademik, kesiswaan, personalia, keuangan, sarana dan prasarana,
serta hubungan masyarakat.Implementasi kemampuan professional guru mensyaratkan guru agar
mampu meningkatkan peran yang dimiliki, baik sebagai informatory(pemberi informasi),
organisator, motivator, director, inisiator (pemrakarsa inisiatif), transmitter (penerus), fasilitator,
mediator, dan evaluator sehingga diharapkan mampu mengembangkan kompetensinya.
Mewujudkan kondisi ideal di mana kemampuan professional guru dapat diimplementasikan
sejalan diberlakukannya otonomi daerah, bukan merupakan hal yang mudah. Hal tersebut
lantaran aktualisasi kemampuan guru tergantung pada berbagai komponen system pendidikan
yang saling berkolaborasi. Oleh karena itu, keterkaitan berbagai komponen pendidikan sangat
menentukan implementasi kemampuan guru agar mampu mengelola pembelajaran yang efektif,
selaras dengan paradigma pembelajaran yang direkomendasiklan Unesco, "belajar mengetahui
(learning to know), belajar bekerja (learning to do), belajar hidup bersama (learning to live
together), dan belajar menjadi diri sendiri (learning to be)".

DAFTAR RUJUKAN
Aqib, Zainal & Elham Rohmanto. 2007. Membangun Profesionalisme Guru dan Pengawas
Sekolah. Bandung: CV. Yrama Widya.
Bafadal, Ibrahim. 1992. Supervisi Pengajaran. Jakarta: Bumi Aksara
Burhanuddin, dkk. 2007. Supervisi Pendidikan dan Pengajaran: Konsep, Pendekatan, dan
Penerapan Pembinaan Profesional. Malang: Rosindo. Edisi Revisi.
Burhanuddin, H. dkk (ed.). 2003. Manajemen Pendidikan: Analisis Substantif dan Aplikasinya
dalam Institusi Pendidikan. Malang: UM Press.
Dharma, Surya. Peran dan Fungsi Pengawas Sekolah/ Madrasah. Dalam Jurnal Tenaga
Kependidikan Volume 3, No. 1, April 2008.
Ekosusilo, Madyo. 1998. Supervisi Pengajaran dalam Latar Budaya Jawa. Sukoharjo: Univet
Bantara Press.
Madja, W.. 2002. Manajemen Pendidikan dan Supervisi Pengajaran: Kumpulan Karya Tulis
Terpublikasi. Malang: Wineka Media. Cet. Ke-3.
Mantja, W. 2007, Profesionalisasi Tenaga Kependidikan: Manajemen Pendidikan dan Supervisi
Pengajaran. Malang: Elang Mas
Mulyasa, E. 2003. Menjadi Kepala Sekolah Profesional. .Bandung: Remaja Rosdakarya.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 12 tahun 2007 tentang Standar
Pengawas Sekolah/Madrasah
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 13 tahun 2007 tentang Standar
Kepala sekolah/madrasah
Pidarta, Made. 2009. Supervisi Pendidikan Kontekstual .Jakarta: PT Rineka Cipta.
Purwanto, M. Ngalimin. 2008.Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung: PT. Remaja
Rosyda Karya. Cet Ke-18.
Sagala, Syaiful. 2000. Administrasi Pendidikan Kontemporer. Bandung: CV. Alfabeta.
Sahertian, Piet A. 2000. Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan: Dalam Rangka
Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.
Tim Dosen Administrasi Pendidikan UPI. 2009. Manajemen Pendidikan. Bandung:
ALFABETA.

Anda mungkin juga menyukai