R
USIA NEONATUS 8 HARI DENGAN HIPERBILIRUBIN
DI RUANG PERINA RSU MUHAMMADIYAH SITI AMINAH
BUMIAYU TAHUN 2022
Disusun Oleh :
Aryanti Musyarofah (2001170)
Khoerunisa (2001196)
Nadia Eka Khoerunisa (2001181)
Naya Ainun Aprilia (2001180)
Rena Dwi Kusmawati (2001184)
Sindi Khumaeidah (2001203)
Mengetahui,
ii
LEMBAR PENGESAHAN
Pembimbing
Maryam.S.ST.,Keb (………………………)
NIDN. 0627059302
Mengetahui,
Direktur Direktur
Akbid kh. Putra Rsu muhammadiyah siti aminah
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT , karena atas segala
rahmat dan karunia-Nya, kami dapat meyelesaikan laporan kasus ini yang
berjudul “Asuhan Kebidanan Bayi Baru Lahir Pada Bayi Ny. R Usia Neonatus 8
Hari Dengan Hiperbilirubin Di Ruang Perina RSU Muhammadiyah Siti Aminah
Bumiayu Tahun 2022”. Adapun tujuan penyusunan laporan kasus ini adalah untuk
memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan Praktik Klinik Kebidanan II
Akademik Kebidanan KH.Putra.
Kami sangat menyadari bahwa penyusunan laporan kasus ini tidak akdan
terlaksana sebagaimana yang diharapkan tanpa adanya bantuan dari berbaga pihak
yang telah memberikan banyak bimbingan serta motivasi pada kami. Untuk itu
dalam kesempatan kali ini kami ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada :
1. KH. Labib shodiq selaku pengasuh Yayasan Pendidikan Pondok Pesantren Al-
Hikmah 01 Benda
2. Dr. H. Ahmad Ridlo., Sp.OG.,M.Kes selaku Direktur Akbid KH. Putra
3. dr. H.M.chanifuduin.M.H.Kes selaku Direktur RSU Muhammadiyah Siti
Aminah Bumiayu
4. Umi kulsum, Amd. Keb selaku Pembimbing Lahan RSU Muhammadiyah Siti
Aminah Bumiayu
5. Maryam.S.ST.,M.Keb selaku Pembimbing Akademik Akbid KH. Putra
6. Bayi Bayi Ny. R selaku pasien yang kami tinjau di RSU Muhammadiyah Siti
Aminah Bumiayu
7. Staf dan karyawan RSU Muhammadiyah Siti Aminah Bumiayu
8. Seluruh Dosen Pengajar Akbid KH. Putra
iv
DAFTAR SINGKATAN
A : Abortus
AKB : Angka Kematian Bayi
ANC : Antenatal Care
ASEAN : Association Of South East Asia Nations
ASI : Air Susu Ibu
BAB : Buang Air Besar
BAK : Buang Air Kecil
BBLR : Bayi Berat Lahir Rendah
BLPL : Boleh Pulang
C : Celcius
CM : Centi Meter
DL : Deci Liter
DM : Diabetes Militus
DPJP : Dokter Penanggung Jawab Pasien
DR : Dokter
FE : Ferum
FT : FotoTerapi
G : Gestasi
HIV : Human Imuno devicienci Virus
IWL : Insensibel Water Lost
KALK : Kalsium
KB : Keluarga Berencana
KU : Keadaan Umum
LAB : Labboratorium
MG : Mili Gram
N : Nadi
Ny : Nyonya
P : Persalinan
PASI : Pendamping Air Susu Ibu
v
PCT : Paracetamol
PRN : Prioritas Riset Nasional
Rh : Rhesus
RSU : Rumah Sakit Umum
Rr : Respirasi
S : Suhu
SC : Section Cessarea
SP. A : Spesialis Anak
SPOG : Spesialis Obstetri Ginekologi
SUPAS : Survey Penduduk Antar Sensus
TBC : Tuberkolosis
TD : Tekanan Darah
TM : Trimester
TT : Tetanus Toksoid
TTV : Tanda Tanda Vital
UNICEF : United Nations Of Children’s Fund
USG : Ultra Sonografi
WHO : World Health Organization
WIB : Waktu Indonesia Barat
X : Kali
vi
DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
viii
DAFTAR LAMPIRAN
ix
DAFTAR ISI
x
2. Data Obyektif............................................................................. 28
B. Interpretasi Data Dasar...................................................................... 30
C. Identifikasi Diagnosa Atau Masalah Potensial.................................. 30
D. Identifikasi Kebutuhan Yang Memerlukan Penanganan Segera....... 30
E. Merencanakan Asuhan Yang Menyeluru........................................... 30
F. Melaksanakan Asuhan Yang Menyeluruh......................................... 31
G. Evaluasi............................................................................................. 31
BAB IV. PEMBAHASAN............................................................................... 34
BAB V. PENUTUP.......................................................................................... 36
A. Simpulan......................................................................................... 36
B. Saran............................................................................................... 36
DAFTAR PUSTAKA
xi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ikterus Neonatorum didefinisikan sebagai perubahan warna kuning
pada kulit, sklera dan selaput lendir, yaitu apabila kadar bilirubin > 5 mg/dl.
Tingkat penyakit kuning langsung berhubungan dengan tingkat bilirubin
serum. Bilirubin adalah pigmen kekuningan yang dilepaskan ketika sel-sel
darah merah pecah, hal ini hasil dari produksi bilirubin didalam darah yang
berlebihan (Siew, 2019).
Data World Health Organization (WHO) kejadian ikterus neonatal
(73%) terjadi pada minggu pertama kehidupan dan sekitar 36% terjadi 24 jam
pertama. Menurut data dari United Nations of Children’s Fund (UNICEF)
yang dilakukan secara global terdapat 2,4 juta anak meninggal pada bulan
pertama kehidupan di tahun 2019, sekitar 6.700 kematian bayi baru lahir
setiap hari dengan sepertiganya meninggal pada hari kelahiran dan hampir
tiga perempatnya meninggal dalam minggu pertama kehidupan (WHO,
2020). Angka kejadian ikterus pada Negara Association of South East Asia
Nations (ASEAN) seperti di Singapura sebanyak 3 per 1000 kelahiran hidup,
Malaysia 5,5 per 1000 kelahiran hidup, Thailand 17 per 1000 kelahiran hidup
dan Vietnam 18 per 1000 kelahiran hidup (WHO, 2019).
Berdasarkan hasil suvei penduduk antar sensus (SUPAS) tahun 2020
angka kematian bayi (AKB) di Indonesia mencapai 22 per 1000 kelahiran
hidup Indonesia mempunyai jumlah AKB tertinggi dibandingkan dengan
Negara-negara asean lainnya. AKB di Indonesia disebabkan oleh ikterus
neonatorum (37%), prematuritas (7%), post matur (3%) dan kelainan
kongenital (1%) (SUPAS) tahun 2020. Namun ikterus menjadi salah satu
penyumbang anhka kesakitan bayi di Indonesia karena dapat mengakibatkan
tubuh bayi menjadi lemas tidak mau menghisap, tonus otot meninggi, leher
kaku, spasmen otot, kejang, gangguan indra, retardasi mental, kecacatan
hingga kematian (Amandito et al, 2020). Pada tahun 2020 terdata kasus
1
2
kematian bayi sebesar 530 kasus, angka kematian bayi (AKB) di jawa tengah
akibat ikterik masih sangat tinggi berdasarkan data triwulan III tahun 2020
sebesar 530 kasus (Dinkes Jateng, 2020). Angka kejadian ikterus di RSU
Muhammadiyah Siti Aminah hingga bulan Agustus sebanyak 8 kasus pada
tahun 2022 (RSU Muhammadiyah siti aminah, 2022).
Ikterus neonatorum merupakan fenomena biologis yang timbul akibat
tingginya produksi dan rendahnya ekskresi bilirubin selama masa transisi
pada neonatus. Pada neonatus produksi bilirubin 2 sampai 3 lebih tinggi dari
pada orang dewasa normal, hal ini dapat terjadi karena jumlah eritrosit pada
neonatus lebih banyak dan usianya lebih pendek. Banyak bayi dengan berat
<2500 gram dan usia kehamilan <37 minggu mengalami ikterus pada minggu
pertama kehidupannya. Ikterus neonatorum merupakan suatu keadaan klinis
pada bayi yang ditandai oleh warna kuning pada kulit dan sklera akibat
akumulasi bilirubin tak terkonjugasi berlebihan. Terdapat sekitar 60% bayi
cukup bulan yang mengalami ikterus pada usia minggu pertama, dan sekitar
80% pada bayi preterm (Widiawati Susi, 2019).
Pada umumnya bayi baru lahir normal yang mengalami ikterus
neonatorum akan ditemukan tanda yaitu timbul pada hari ke tiga kadar
bilirubin ≥ 5mg/dl. Ikterus dapat terjadi karena ibu merokok pada saat hamil
yaitu 81,8% dan cara persalinan seksio caesaria sebanyak 29 responden
(46,85), bayi berusia 24 sampai 48 jam terdapat 25 responden (29%) (Brits et
al 2020), Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Rully Fatriani (2020),
menyatakan bahwa ikterus neonatorum lebih berpeluang pada bayi baru lahir
dengan riwayat persalinan induksi oksitosin, bayi baru lahir prematur dan
bayi baru lahir diberi ASI.
Berdasarkan hasil uraian diatas, penulis tertarik untuk mengambil studi
kasus dengan judul “Asuhan Kebidanan Bayi Baru Lahir Pada Bayi Ny. R
Usia Neonatus 8 Hari Dengan Hiperbilirubin Di Ruang Perina RSU
Muhammadiyah Siti Aminah Bumiayu Tahun 2022”.
3
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan masalah
peneliti yaitu “Bagaimana Asuhan Kebidanan Bayi Baru Lahir Pada Bayi Ny.
R Usia Neonatus 8 Hari Dengan Hiperbilirubin Di Ruang Perina RSU
Muhammadiyah Siti Aminah Bumiayu Tahun 2022”.
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui bagaimana Asuhan Kebidanan Bayi Baru Lahir
Pada Bayi Ny. R Usia Neonatus 8 Hari dengan Hiperbilirubin di Ruang
Perina RSU Muhammadiyah Siti Aminah Bumiayu Tahun 2022”.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengumpulan data dasar Asuhan Kebidanan Bayi
Baru Lahir Pada Bayi Ny. R Usia Neonatus 8 Hari dengan
Hiperbilirubin di Ruang Perina RSU Muhammadiyah Siti Aminah
Bumiayu Tahun 2022”.
b. Mampu menginterprestasikan data dasar Asuhan Kebidanan Bayi Baru
Lahir Pada Bayi Ny. R Usia Neonatus 8 Hari dengan Hiperbilirubin di
Ruang Perina RSU Muhammadiyah Siti Aminah Bumiayu Tahun
2022”.
c. Mampu mengidentifikasi diagnosa potensial pada Bayi Baru Lahir Bayi
Ny. R Usia Neonatus 8 Hari dengan Hiperbilirubin di Ruang Perina
RSU Muhammadiyah Siti Aminah Bumiayu Tahun 2022”.
d. Mampu mengidentifikasi kebutuhan yang memerlukan penanganan
segera pada Bayi Baru Lahir Bayi Ny. R Usia Neonatus 8 Hari dengan
Hiperbilirubin di Ruang Perina RSU Muhammadiyah Siti Aminah
Bumiayu Tahun 2022”.
e. Mampu merencanakan Asuhan Kebidanan yang menyeluruh pada Bayi
Baru Lahir Bayi Ny. R Usia Neonatus 8 Hari dengan Hiperbilirubin di
Ruang Perina RSU Muhammadiyah Siti Aminah Bumiayu Tahun
2022”.
4
D. Manfaat
1. Untuk Rumah Sakit
Untuk meningkatkan pelayanan dan mengetahui adanya kesenjangan
atau tidak dalam praktik dengan teori.
2. Untuk Pendidikan
Sebagai referensi dan wacana dalam perkembangan ilmu
pengetahuan khususnya dibidang kebidanan pada bayi baru lahir di RSU
Muhammadiyah Siti Aminah.
3. Untuk Penulis
Menambah wawasan tentang kosep penyakit serta dalam aplikasi
langsung melalui proses kebidanan dengan basis ilmu kebidanan pada
Bayi baru lahir di RSU Muhammadiyah Siti Aminah.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian Ikterus
Ikterus adalah salah satu keadaan menyerupai penyakit hati yang terdapat
pada bayi baru lahir akibat terjadinya hiperbilirubinemia. Ikterus merupakan s
alah satu kegawatan yang sering terjadi pada bayi baru lahir, sebanyak 25-50%
pada bayi cukup bulan dan 80 % pada bayi berat lahir rendah dan pada tubuh
berwarna kuning yang dapat terlihat pada sklera, selaput lendir, kulit atau orga
n lain akibat penumpukan bilirubin. Keadaan ini merupakan penyakit darah. B
ilirubin merupakan hasil penguraian sel darah merah di dalam darah. Pengurai
an sel darah merah merupakan proses yang dilakukan oleh tubuh badan manus
ia apabila sel darah merah telah berusia 120 hari (Melinda, 2019).
Ikterus neonatorum adalah peningkatan konsentrasi bilirubin serum, ≤ 12
mg/dl pada hari ke – 3. Kadar bilirubin serum total biasanya mencapai puncak
pada hari ke 3 -5 kehidupan dengan kadar 5 – 6 mg.dl, kemudian menurun ke
mbali dalam 1 minggu setelah lahir, kadang dapat muncul peningkatan kadar b
ilirubin sampai ≤ 12 mg/dl dengan bilirubin terkonyugasi ≤ 2mg/dl (Didien
Ika, 2020). Ikterus neonatorum adalah kondisi perubahan warna kuning pada
kulit, mukosa dan sklera karena kadar serum bilirubin dalam darah mengalami
peningkatan > 85 µmol/L atau > 5mg/dl, Bilirubin terbentuk ketika komponen
heme sel darah merah dipecah dilimpa menjadi biliverdin dengan istilah lain a
dalah bilirubin tak terkojugasi, kondisi terjadinya peningkatan tersebut menye
babkan muncul tanda dan gejala kuning pada bayi (Biade, et al, 2020).
Menurut Ridho (2020), ikterus fisiologis yaitu warna kuning yang timbul
pada hari kedua atau ketiga dan tampak jelas pada hari kelima sampai keenam
dan menghilang pada hari kesepuluh. Ikterus fisiologi tidak mempunyai dasar
patologis potensi kren ikterus. Bayi tampak biasa, minum baik, berat badan
naik biasa, kadar bilirubin serum pda bayi ikterus tidak lebih dari 12mg/dl dan
pada BBLR 10 mg/dl.
5
6
Ikterus pato logis yaitu ikterus ytang timbul dalam 24 jam pertama
kehidupan, serum total lebih dari 12 mg/dl. Terjadi pengingkatan kadar
bilirubin 5 mg% atau lebih dari 24 jam. Konsentrasi bilirubin serum melebihi
10 mg% pada bayi kurang bulan (BBLR) dan 12,5 mg% pada bayi cukup
bulan.
C. Klasifikasi Ikterus
Menurut Maulida (2020), ikterus diklasifikasikan menjadi 2 bagian yaitu:
1. Ikterus Fisiologis
Ikterus pada neonatus tidak selamanya merupakan iktrerus patologis. I
kterus fisiologis adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan hari ketiga
yang tidak mempunyai dasar patologis, kadarnya tidak melewati kadar yan
g membahayakan atau yang mempunyai potensi menjadi kern ikterus dan ti
dak menyebabkan suatu morbiditas pada bayi. Adapun tanda dan gejala ikte
rus fisiologis, ikterus fisiologis ini biasanya dimulai pada usia dua sampai ti
ga hari (3- 5 hari pada bayi yang disusui). Ikterus dapat terlihat di wajah ba
yi ketika kadar dalam serum mencapai sekitar 5 mg/dl, kemudian berkuran
g jika kadar bilirubin meningkat. Ikterus ini juga bisa terlihat pada abdome
n tengah jika kadar bilirubin kurang lebih 15 mg/dl, dan di tumit kaki jika k
adarnya 20 mg/dl. Pada hari kelima hingga ketujuh, kadarnya berkurang me
njadi sekitar 2 Mg/dl
Ikterus fisiologi ini memiliki tanda-tanda berikut :
a. Timbul pada hari kedua dan ketiga setelah bayi lahir.
b. Kadar bilirubin indirect tidak lebih dari 10 mg% pada neonatus cukup b
ulan dan 12,5 mg% pada neonatus kurang bulan.
c. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak lebih dari 5 mg% per hari.
d. Kadar bilirubin direct tidak lebih dari 1 mg%.
e. Ikterus menghilang pada 10 hari pertama.
f. Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologis.
2. Ikterus Patologis
Ikterus yang mempunyai dasar patologis dengan kadar bilirubin mencap
ai suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia. Hiperbilirubinemia yang mer
upakan suatu keadaan meningkatnya kadar bilirubin didalam jaringan ekstr
avaskuler, sehingga konjungtiva, kulit dan mukosa akan berwarna kuning.
Keadaan tersebut juga berpotensi besar terjadi ikterus yaitu kerusakan otak
akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak. Bayi yang mengalami hiper
bilirubinemia memiliki ciri sebagai berikut : adanya ikterus pada 24 jam pe
9
D. Etiologi
Menurut Maulida (2019), etiologi ikterus dibagi menjadi 2 yaitu:
1. Ikterus Fisiologis
Penyebab ikterik pada neonatus dapat berdiri sendiri ataupun dapat dise
babkan oleh beberapa factor, secara garis besar etioologi ikterik neonatus
(PPNI, 2020).
a. Penurunan Berat Badan abnormal (7-8% pada bayi baru lahir yang men
yusui ASI, >15% pada bayi cukup bulan)
b. Pola makan tidak ditetapkan dengan baik
c. Kesulitan transisi ke kehidupan ekstra uterin
d. Usia kurang dari 7 hari
e. Keterlambatan pengeluaran feses (meconium)
Selain itu ikterus juga dapat disebabkan oleh kurangnya asupan ASI pad
a awal-awal proses menyusui .pemberian air susu ibu (breast feeding jaundi
ce), kolostrum merupakan laktasi alami yang membantu meningkatkan pen
geluaran mekonium. Konsekuensinya, pemberian air 47 susu ibu yang serin
g dan dini akan meningkatkan ekskresi mekonium dan menurunkan kadar b
ilirubin. Oleh sebab itu, bayi baru lahir harus disusui minimal 8 kali atau le
bih dalam sehari dan ibu dianjurkan menyusui secara teratur dalam 24 jam.
Breast milk jaundice adalah peningkatan kadar bilirubin indirek setelah min
ggu pertama kehidupan bayi yang disebabkam oleh hormone pregnandiol d
alam air susu ibu yang menghambat pengeluaran bilirubin. Hiperbilirubine
mia fisiologis atau ikterik neonatal merupakan kondisi yang normal pada 5
0% bayi cukup bulan dan 80% bayi prematur
2. Ikterus Patologis
Bilirubin yang terkonjugasi tidak dapat masuk ke dalam lumen usus hal
us sehingga tetap berada di dalam usus, kemudian didekonjugasi dan direso
rbsi ke dalam aliran darah. Sedangkan bilirubin yang tidak terkonjugasi (in
direk), suatu zat larut lemak memiliki afinitas untuk jaringan ekstravaskular.
Disini bilirubin disimpan jika ada kelebihan bilirubin di dalam darah. Bilir
ubin yang disimpan di dalam kulit dan sclera menyebabkan ikterus. Jika ka
11
dar bilirubin yang disimpan di otak menjadi cukup tinggi dapat menyebabk
an letargi, ikterus menjadi patologis. Selain itu ikterus ini terjadi karena pro
duksi yang berlebihan misalnya pada proses hemolisis, gangguan transporta
si misalnya hipoalbuminemia pada bayi kurang bulan, gangguan pengelola
han oleh hepar, gangguan fungsui hepar atau imaturitas, dan gangguan eksk
resi atau obstruksi. Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadiny
a ikterus, yaitu sebagai berikut :
a. Prehapatik (ikterus hemolitik)
Ikterus ini disebabkan karena produksi bilirubin yang meningkat pad
a proses hemolisis sel darah merah (ikterus hemolitik). Peningkatan bili
rubin dapat disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah infeksi,
kelainan sel darah merah, dan toksin dari luar tubuh, serta dari tubuh it
u sendiri
b. Pascahepatik (obstruktif)
Adanya obstruktif pada saluran empedu yang mengakibatkan bilirubi
n konjugasi akan kembali lagi kedalam sel hati dan masuk ke dalam alir
an darah, kemudian sebagian masuk dalam ginjal dan diekskresikan dal
am urine. Sementara itu, sebagian lagi tertimbun dalam tubuh sehingga
kulit dan sclera berwarna kuning kehijauan serta gatal. Sebagai akibat d
ari obstruksi saluran empedu menyebabkan ekskresi bilirubin ke dalam
saluran pencernaan berkurang, sehingga feses akan berwarna putih keab
u-abuan, liat, dan seperti dempul.
c. Hepatoseluler
Konjugasi bilirubin terjadi pada sel hati, apabila sel hati mengalami
kerusakan maka secara otomatis akan mengganggu proses konjugasi bil
irubin sehingga bilirubin direct meningkat dalam aliran darah. Bilirubin
direct mudah diekskresikan oleh ginjal karena sifatnya yang mudah laru
t dalam air, namun sebagian masih tertimbun dalam aliran darah.
Penentuan kadar ikterus pada bayi perlu dilakukan oleh tenaga kesehata
n yang menangani bayi, sehingga dapat ditentukan tindakan yang tepat. Sal
ah satu metode yang dapat digunakan dalam menentukan derajat ikterus ne
12
onatorum adalah metode Kramer. Metode kramer membagi tubuh bayi baru
lahir menjadi 5 bagian yitu:
a. Derajat 1: Kepala dan leher dengan perkiraan kadar bilirubin 5.0 mg%
b. Derajat 2: Kepala, leher sampai badan atas (diatas umbilikus) dengan p
erkiraan kadar bilirubin 9.0 mg%
c. Derajat 3: Kepala, leher, badan atas sampai badan bawah (dibawah umb
ilikus) hingga tungkai atas (di atas lutut) dengan perkiraan bilirubin 11.
4 mg/dl
d. Derajat 4: Kepala, leher, badan atas sampai badan bawah, tungkai atas,
dan tungkai bawah dengan perkiraan bilirubin 12.4 mg/dl
e. Derajat 5: Kepala, leher, badan atas sampai badan bawah, tungkai atas, t
ungkai bawah sampai telapak tangan dan kaki atau seluruh badan neona
tus dengan perkiraan kadar bilirubin mencapai 16.0 mg/dl
Untuk lebih jelasnya perhatikan gambar dibawah ini:
Gambar 1.1 Derajat Ikterus
E. Komplikasi Ikterus
Menurut Riezkhyamalia (2019), jenis atau macam komplikasi dan
beratnya tergantung dari penyebab ikterus. Sebagian pasien tidak mengalami
kompikasi dan akan sembuh sempurna tapi sebagian yang lain bias mengalami
komlikasi dari ringan sampai berbahaya, Antara lain :
1. Gangguan elektrolit
2. Perdarahan
3. Anemia
4. Infeksi
5. Sepsis
6. Gangguan fatal hati
7. Kern ikterus
8. Ensafalopati hepatic
9. Gagal ginjal
10. Kematian
Komplikasi dari hiperbilirubin dapat terjadi kren ikterus yaitu suatu
kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otal terutama korpus
starium, thalamus, nucleus subtalamus, hipokampus, nucleus merah dan
nucleus pada dasar ventrikulus IV. Gambaran klinis dari kern ikterus adalah :
14
3. Faktor neonatus
a. Prematur
Hal ini disebabkan belum matangnya fungsi hati bayi untuk memp
roses eritrosit, saat lahir hati bayi belum cukup baik untuk melakukan t
ugasnya. Sisa pemecahan eritrosit yang disebut bilirubin menyebabkan
kuning pada bayi dan apabila jumlah bilirubin semakin menumpuk di t
16
H. Penatalaksanaan ikterus
1. Ikterus fisiologis
a. Lakukan perawatan bayi sehari-hari seperti : Memandikan, Melakukan
perawatan tali pusat, Membersihkan jalan napas, Menjemur bayi di ba
wah sinar matahari pagi kurang lebih 30 menit.
b. Ajarkan ibu cara : Memandikan bayi, Melakukan perawatan tali pusat,
Menjaga agar bayi tidak hipotermi, Menjemur bayi di bawah sinar mat
ahari pagi kurang lebih 30 menit.
c. Jelaskan pentingnya hal-hal seperti : Memberikan ASI sedini dan seser
ing mungkin, Menjemur bayi dibawah sinar matahari dengan kondisi t
elanjang selama 30 menit, 15 menit dalam posisi telentang, dan 15 me
nit sisanya dalam posisi tengkurap, Memberikan asupan makanan bergi
zi tinggi bagi ibu, Menganjurkan ibu dan pasangan untuk ber-KB seseg
era mungkin, Menganjurkan ibu untuk tidak minum jamu, Apabila ada
tandatanda ikterus lebih parah (misalnya feses berwarna putih keabu-a
buan dan liat seperti dempul), anjurkan ibu untuk segera membawa ba
yinya ke Puskesmas, Anjurkan ibu untuk kontrol setelah 22 hari /jam h
ari.
2. Ikterus patofisiologis
a. Terapi sinar (fototerapi) Fototerapi diberikan jika kadar bilirubin darah
indirek lebih dari 10 mg% beberapa ilmuwan mengarahkan untuk mem
berikan Fototerapi Propilaksis pada 24 jam pertama pada Bayi Resiko
Tinggi dan Berat Bada Lahir Rendah. Cara kerjanya terapi sinar dilaku
kan selama 24 jam atau setidaknya sampai kadar bilirubin dalam darah
kembali ke ambang batas normal. Dengan fototerapi bilirubin dalam tu
19
buh bayi dapat dipecahkan dan menjadi mudah larut dalam air tanpa ha
rus diubah dulu oleh organ hati. Terapi sinar juga berupaya menjaga ka
dar bilirubin agar tidak terus meningkat sehinggat menimbulkan risiko
yang lebih fatal. Sinar yang dgunakan pada fototerapi berasal dari seje
nis lampu neon dengan panjang gelombang tertentu. Lampu yang digu
nakan sekitar 12 buah dan disusun secara paralel. Dibagian bawah lam
pu ada sebuah kaca yang disebut flexy glass yang berfungsi menigkatk
an energi sinar sehingga ontensitasnya lebih efektif.
b. Hal–hal yang harus perlu diperhatikan pada pemberian terapi sinar adal
ah :
1) Pemberian terapi sinar biasanya selama 100 jam.
2) Lampu yang dipakai tidak melebihi 500 jam. Sebelum digunakan c
ek apakah lampu semuanya menyala. Tempelkan pada alat terapi si
nar, penggunaan yang ke berapa ada bayi itu untuk mengetahui kap
an mencapai 500 jam pengunaan.
3) Pasang lebel, kapan mulai dan kapan selesainya fototerapi
4) Pada saat dilakukan fototerapi, posisi tubuh bayi akan diubah-ubah,
telentang lalu telungkuo agar penyinaran berlangsung berat
c. Komplikasi fototerapi
1) Terjadinya dehidrasi karena pengaruh sinar lampu dan mengakibat
kan peningkatan insensible wter loss (IWL) (penguapan cairan). Pa
da BBLR kehilangan cairan dapat meningkat 2-3 kali lebih besar
2) Frekuensi defikasi meningkat sebagai meningkatnya bilirubin indir
ek dalam cairan empedu dan meningkatnya peristaltik usus.
3) Timbul kelainan kulit sementara pada daerah yang terkenan sinar
(berupa kulit kemerahan) tetapi akan hilang setelah terapi selesai
4) Gangguan retina bila mata tidak ditutup
5) Kenaikan suhuh akibat sinar lampu
d. Menyusui bayi dengan ASI Bilirubin juga dapat pecah jika bayi banya
k mengeluarkan feses dan urin. Untuk itu bayi harus mendapatkan cuk
up ASI. Seperti diketahui, ASI memiliki zat – zat terbaik bagi bayi yan
20
g dapat memperlancar buang air besar dan kecilnya. Akan tetatpi, pem
berian ASI juga harus di bawah pengawasan dokter karena pada bebera
pa kasus, ASI justru meningkatkan kadar bilirubin bayi (breast milk ja
undice). Di dalam ASI memang ada komponen yang dapat mempengar
uhi kadar bilirubinnya.
e. Terapi Sinar Matahari Terapi dengan sinar matahari hanya merupakan t
erapi tambahan biasanya dianjurkan setelah bayi selesai dirawat dirum
ah sakit, caranya bayi dijemur selama setengah jam dengan posisi yang
berbeda-beda, seperempat jam dalam keadaan terlentang, miasalnya se
perempat jam kemudian telungkup dan lakukan ketika matahari mulai t
erbit sekitar jam 07:00 sampai 09:00 pagi inilah waktu dimana sinar su
rya efektif mengurangu kadar bilirubin, hindari posisi yang membuat b
ayi melihat langsung ke matahari karena dapat merusak matanya perha
tikan pula situasi disekeliling, keadaan udara harus bersih (Riezkhyam
alia, 2019).
J. Kerangka Teori
Ikterus
A. Gangguan elektrolit
B. Pendarahan
Komplikasi ikterus C. Anemia
D. Infeksi
E. asepsis
Faktor risiko
1. Maternal
a. Trauma lahir
2. Perinatal b. Infeksi
Diagnosis banding
ikterus
3. Naonatus 1. Prematur
2. Rendahnya
asupan ASI
Penatalaksanaan ikterus 3. Obat- obatan
:
1. Ikterus fisiologis
2. Ikterus
patofisiologis
BAB III
TINJAUAN KASUS
ASUHAN KEBIDANAN BAYI BARU LAHIR PADA BAYI Ny. R
USIA NEONATUS 8 HARI DENGAN HIPERBILIRUBIN DI
RUANG PERINA RSU MUHAMMADIYAH SITI AMINAH
BUMIAYU TAHUN 2022
Tanggal : 23-08-2022
Waktu : 10.40 WIB
Tempat : Perina Non infeksi 2
A. Pengumpulan Data Dasar
1. Data Subyektif
a. Biodata
Nama Bayi : Bayi Ny. R
Umur Bayi : 8 hari
Jenis Kelamin : Laki-laki
Nama ibu : Ny. R Nama suami : Tn. J
Umur : 26 tahun Umur : 31tahun
Agama : Islam Agama : Islam
Suku/bangsa : Jawa/Indonesia Suku/bangsa : Jawa/Indonesia
Pendidikan : SMK Pendidikan : SMK
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Wirawasta
Penghasilan :- Penghasilan : Rp. 1.500.000
Perkawinan ke- : Satu Perkawinan ke : Satu
Alamat : Jatisawit 06/03 Alamat : Jatisawit 06/03
No.RM : 297832
b. Riwayat Kesehatan Keluarga
1) Penyakit kelainan darah
Ibu mengatakan didalam keluarga tidak ada yang menderita penyakit
kelainan darah seperti leukimia
25
26
2) Kelainan congenital
Ibu mengatakan didalam keluarga tidak ada yang menderita kelainan
congenital seperti bibir sumbing
3) Penyakit infeksi
Ibu mengatakan didalam keluarga tidak ada yang menderita penyakit i
nfeksi seperti TBC, Hepatitis B, dan HIV
4) Penyakit keturunan
Ibu mengatakan didalam keluarga tidak ada yang menderita penyakit
keturunan seperti hipertensi dan diabetes
5) Riwayat Menahun
Ibu mengatakan didalam keluarga tidak ada yang menderita penyakit
menahun seperti jantung dan gagal ginjal
6) Riwayat gemelly
Ibu mengatakan didalam keluarga tidak ada riwayat gemelly
c. Riwayat Kehamilan
1) G2 P1 A0
2) Usia Kehamilan : 40 minggu
3) Riwayat ANC : TM I : 2 kali
TM II : 2 kali
TM III : 3 kali
4) Riwayat Imunisasi TT I : Susah dilakukan tgl :
TT II : Sudah dilakukan tgl :
Saat Capeng
TT III : Sudah Dilakukan tgl:
Saat Hamil Anak Pertama
5) Keluhan TM 1 : Ibu mengatakan mual, pusing
Terapi yang dilakukan : tablet fe 60 mg 1x1 peroral, kal
k 1x1 1500mg/hari peroral, pct
3x1 jika pusing, vitamin b6
3x1 20 mg peroral
27
2. Data Obyektif
a. Catatan Proses Persalinan
1) Waktu persalinan : 15 Agustus 2022, Jam 23.10 wib
2) Jenis persalinan : Caesarea sectio
3) Penolong persalinan : dr. Dessi Wulandari SpOG
4) Penyulit persalinan : Tidak ada
5) Obat yang dipakai Kala I : Tidak ada
Kala II : Tidak ada
Kala III : Tidak ada
6) Lamanya persalinan Kala I : Tidak ada
Kala II : Tidak ada
Kala III : Tidak ada
7) Ketuban pecah jam
Warna : Jernih
Bau : Khas ketuban
8) Tindakan segera setelah lahir
Mengeringkan bayi : Dilakukan
Penghisapan lendir : Dilakukan
Perawatan pemotongan tali pusat : Dilakukan
Resusitasi bayi : Tidak dilakukan
Menghangatkan bayi : Dilakukan
9) Nilai apgar score : 8/ 9/ 10
b. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum
1) Tanda vital : TD : Tidak Ada S : 36,60C
N : 140 x/menit Rr : 40 x/menit
2) Panjang badan : 48 cm
3) Berat Lahir : 2900 gram
4) Berat badan sekarang : 3100 gram
5) Lingkar kepala : 35 cm
6) Lingkar dada/LILA : 32 cm/12 cm
29
Kepala-leher
1) Kepala : Mesochepal
2) Ubun-ubun
Ubun-ubun kecil : Sudah menutup
Ubun – ubun besar : Lunak
3) Sutura : Tidak ada penyusupan
4) Muka : Tidak ada oedema
5) Mata : Simetris, sclera ikterik
6) Mulut/bibir : Tidak ada labioskiziz/ Tidak ada labiopalatos
kiziz
7) Telinga : Simetris, bersih, tidak ada serumen
8) Kulit : Kuning
9) Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan limf
e
Thoraks anterior : Tidak ada pembengkakan kelenjar thoraks ant
erior
Abdomen anterior : Tidak kembung
Genetalia : Testis sudah turun ke dalam scrotum, penis be
rlubang
Anus : Berlubang
Ekstremitas : Lengkap tidak ada polidaktili, gerakan aktif
Refleks sucking : (+)/ Positif
Rooting : (+)/ Positif
Garsp : (+)/ Positif
Moro : (+)/ Positif
Tonic neck : (+)/ Positif
Baby ski : (+)/ Positif
c. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan laboratorium : Terlampir
2) Pemeriksaan rontgen : Tidak dilakukan
3) USG : Tidak dilakukan
30
6. Anjurkan ibu untuk mengganti popok bayi ketika bayi BAK dan BAB
7. Laukukan fototerapi I tanggal 23- 08- 2022 jam 12.35 WIB
G. Evaluasi
TAnggal 23 Agustus 2022 Jam : 11 : 45 WIB
1. Ibu sudah mengetahui hasil pemeriksaan
2. Ibu bersedia untuk memberikan asinya setap bayi ingin menyusu
3. Ibu sudahn tahu bahwa bayinya akan di fototerapy selama 1 x 24 jam.
4. Ibu sudah bersedia u ntuk memerah asinya.
5. Ibu sudah bersedia untuk menghangatkan asinya terlebih dahulu saat mau dis
usukan.
6. Ibu sudah bersedia untuk mengganti popok bayinya saat bayinya BAK dan B
AB
7. Bayi sedang difototerapi mulai tanggal 23-08-2022 jam 12.35 WIB
32
Follow up I
Tanggal : 24 Agustus 2022
Waktu : 07.00 WIB
Tabel 1.3 Follow up I
S. Ibu mengatakan bayinya kuning seluruh tubuh
O: KU baik
Menangis kuat (+)
Gerakan aktif (+)/
Reflek hisap (+)/ Menghisap DOT
Eliminasi (+)/ BAK dan BAB
S : 36,7 0C
A: Neonatus 8 hari dengan ikterik
P: Observasi ku dan TTV.
07.15 wib Beri ASI secara On demand.
Beri terapi sesuai advis dokter.
Lanjutkan foto terapi
Follow up II
Tanggal : 24 Agustus 2022
Jam : 13.30 WIB
Tabel 2.3 Follow up II
S: Ibu mengatakan banyinya sudah terlihat tidak kuning
O: KU baik
Menangis kuat (+)
Gerakan aktif (+)
Miksi (+)/ BAK
BAB (+)
Ikterik (+)/ Derajat 3
HR: 138 x/menit
RR: 52 x/menit
A: Neonatus 9 hari dengan ikterik
P: Observasi ku baik + TTV
13.45 Beri terapi sesuai advis dokter
Ambil sampel darah
Konsultasi hasil lab ke DPJP
I: Mengobservasi KU dan TTV
14.20 Memberikan sesuai advis dokter
Mengambil sampel darah
Mengkonsulkan hasil LAB ke DPJP
E: KU baik
15.00 HR: 130x/menit
RR: 42x/menit
Suhu: 36,60C
R Hentikan intervensi
BLPL
BAB IV
PEMBAHASAN
34
35
ugasi, kondisi terjadinya peningkatan tersebut menyebabkan muncul tanda dan gej
ala kuning pada bayi (Biade, et al, 2020).
Berdasarkan tanda dan gejala yang telah disebutkan diatas antara teori dan
observasi serta pengkajian bayi Bayi Ny. R penulis tidak menemukan kesenjangan
pada pasien hiperbilirubin dengan profil darah abnormal (hemolisis bilirubin
serum total 16 mg/dl, bilirubin serum total pada rentan resiko tinggi menurut usia
pada normogram spesifik waktu), membrane mukosa kuning, kulit kuning, sclera
kuning (Tim pokja SDKI DPP PPNI, 2019).
Berdasarkan teori Riezkyamalia (2019), bilirubin pada bayi antara lain
membran mukosa kuning, sclera kuning, kulit kuning dan kadar bilirubin 16
mg/dl, terdapat kesenjangan antara teori dan praktek di lapangan yang mana
dalam teori pada kadar bilirubin 16 mg/dl dikatakan ikerus sudah sampai derajat
V, sedangkan praktek dilapangan mengatakan bahwa kadar bilirubin 16 mg/dl
dikatakan masih derajat III. Kami juga menemukan kesesuaian antara teori dan
Praktik di lapangan pada pelayanan bayi yang mengalami hiperbilirubin kami juga
menemukan kesesuaian yaitu dilakukan fototerapi pada 24 jam pertama pada bayi
resiko tinggi dan berat bayi lahir rendah. Pada penderita hiperbilirubin untuk
mengurangi kadar bilirubin dalam darah. Berdasarkan teori perawatan bilirubin
perlu dirawat sampai pasien memiliki profil darah normal (bilirubin serum total <
12, 0 mg/dl), membran mukosa tidak kuning, sclera tidak kuning , kulit tidak
kuning dan pengawasan dokter. Pada kasus yang kami ambil pasien juga dirawat
sampai profil darah normal (bilirubin serum total <12 mg/dl, membrane mukosa
tidak kuning, sclera tidak kuning dan kulit sudah tidak kuning yang berarti tidak
terdapat kesenjangan praktek dan teori.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Dari pengkajian pada bayi Bayi Ny. R umur 9 hari dengan
hiperbilirubin di ruang perina RSU Muhammadiyah Siti Aminah diperoleh
data subyektif yaitu pasien datang pada tanggal 23 Agustus 2022, jam 10.40
WIB, ibu bayi Bayi Ny. R mengatakan anaknya kuning seluruh tubuh dan
rewel. Data obyektif ditemukan keadaan umum baik, kesadaran comfocmentis
(normal) pemeriksaaan tanda-tanda vital yaitu Nadi 143x/menit, suhu 36,7 0C,
RR 50x/menit dalam batas normal.
Saat dilakukan pemeriksaan ditemukan hasil warna kulit kuning, sclera
kuning dan dari pemeriksaan laboratorium yang pertama didapat hasil
bilirubin 16 mg/dl dan diberikan fototerapi 1x24 jam, memberikan ASI setiap
2 jam sekali. Setelah foto terapi selesai, dilakukan pemeriksaan Laboratorium
yang ke dua dan didapatkan hasil bilirubin 10 mg/dl dan warna kuning bayi
sudah berkurang dan pasien sudah diperbolehkan pulang.
Dari pengkajian diatas dapat ditegakkan diagnosa pada bayi Bayi Ny.
R umur 9 hari dengan hiperbilirubin. Masalah yang timbul yaitu tubuh
berwarna kuning, sclera kuning, bilirubin naik menyebabkan hambatan
mobilitas.
B. Saran
1. Untuk Rumah Sakit
Diharapkan dapat menjadikan bahan informasi dan perkembangan
pelayanan bayi pihak rumah sakit untuk dapat meningkatkan mutu
pelayanan dalam melaksanakan asuhan kebidanan hiperbulirubin pada
bayi.
36
37
2. Untuk Pendidikan
Di harapkan dapat menambah ilmu pengetahuan dalam bidang kebidanan
khususnya dalam melaksanakan asuhan kebidanan pada bayi dengan
hiperbilirubin
3. Untuk penulis
Diharapakan dapat meningkarkan kemampuan, keterempilan dan
pengalaman, serta wawasan dalam melakukan asuhan kebidanan pada
pasien dengan hiperbilirubin.
DAFTAR PUSTAKA
Biade, et al. (2020). Faktor Risiko Hiperbilirubinemia pada Bayi Lahir. Jurnal kes
ehatan. Jakarta
Dinkes Jateng. (2020). Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2020.
Semarang: Dinkes Jateng.
Djoko Waspodo. (2019). Buku Acuan Asuhan Persalinan Normal dan Inisasi
Menyusui Dini. Jakarta: Jaringan Nasional Pelatihan Klinik.
Melinda. (2019). Hubungan Umur Kehamilan Kurang Bulan Dan Jenis Persalina
n Dengan Kejadian Ikterus Neonatorum Pada Neonatus. Jurnal kesehatan.
Politeknik Kesehatan Kendari.
SUPAS. (2020). Angka Kematian Bayi. Sumber : Sensus Penduduk 2018, 2019,
2020. Sdki 2022.
Tim pojka SDKI DPP PNNI. (2019). Standar diagnosa keperawatan Indonesia :
definisi dan indicator diagnostic. Jakarta selatan : dewan pengurus pusat
persatuan perawat nasioanl Indonesia.
WHO. (2019). The incidence of jaundice in the Association of South East Asia
Nations (ASEAN) countries. World Health Organization.
______. (2020). Managing Newborn Problems: A Guide For Doctors, Nurses And
Midwives. Integrated Management Of Pregnancy And Childbirth. World
Health Organization. Geneva.
Nilai Nor
Nama test Hasil Satuan Metode
mal
Kimia klinik 1
Bilirubun total 16,00 Mg/dl <12,0 Modif jend & graff
Bilirubin direk 1,37 Mg/dl 0-0,25 Modif jend & graff
Bilirubin indirek 14,63 Mg/dl <11,75 Kalkulasi