Anda di halaman 1dari 121

TUGAS AKHIR

“PERENCANAAN INFRASRTUKTUR TAMBANG PADA PT X DI DESA


KARYAMUKTI KECAMATAN DAMPELAS KABUPATEN DONGGALA
PROVINSI SULAWESI TENGAH”

Diajukan Kepada Universitas Tadulako untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh


Derajat Sarjana Strata Satu Teknik Geologi
Oleh:

MOH FACHRUDIN DJIRIMU


STB. F 121 15 042

JURUSAN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS TADULAKO

PALU, Agustus 2021

i
Halaman Persetujuan Seminar Hasil Tugas Akhir

“Perencanaan Infrastruktur Tambang Pada PT X Didesa


Karyamukti Kecamatan Dampelas Kabupaten Donggala
Provinsi Sulawesi Tengah”

Diajukan Kepada Universitas Tadulako Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Derajat


Sarjana Strata Satu Teknik Geologi

Oleh :

Moh Fachrudin Djirimu

STB. F 121 15 042

Disetujui Untuk Diseminarkan/Dibahas oleh Tim yang Ditunjuk oleh Jurusan


dalam Forum Seminar Hasil

Yang Menyetujui,
Dosen Pembimbing

Harly Hamad ST.,MT


Tanggal: Agustus 2021

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis hanturkan kehadirat ALLAH SWT Tuhan Yang Maha
Esa atas Rahmat – Nya sehingga tulisan dapat diselesaikan.Tulisan ini disusun
berdasarkan hasil pengamatan langsung dilapangan dan studi literatur tahapan
penyelesain tugas akhir ini, dan menjadi syarat Kelulusan Sidang Sarjana (S-1) di
Universitas Tadulako, Fakultas Teknik, Program Studi Teknik Geologi.
Alhamdulillah, Segala Kendala dan rintangan yang mengiringi perjalanan
penelitian ini, dapat kami atasi dengan baik. Sudah tentu hal ini tidak terlepas dari
peran dan bantuan berbagai pihak dalam keikutsertaan berabagai pihak dalam
keikutsertaannya dalam memberikan sumbang saran terhadap apa yang saya
laksanakan . untuk itu saya selaku penulis menghanturkan terima kasih kepada:
1. Keluarga Khususnya kepada Kedua Orang Tua tercinta bapak Drs Fachmid
djirimu dan Ibu Ulfian Ws.Tamil S.Pt Serta saudara kandung tercinta Sity
Fajriaty Djirimu Amd.T.BD dan Hanum Salsabilla Djirimu
2. Bapak Harly Hamad, S.T.,M.T Selaku dosen Pembimbing yang telah
meluangkan waktunya untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan
Penelitian ini
3. Bapak Ir. Irianto Uno, M.Sc Selaku Ketua Prodi Teknik Geologi
4. Bapak Ir.Asrafi.S,Si,M.Eng selaku dosen wali yang selalu memebrikan
dukungan selama perkulihan di Prodi S1 Teknik Geologi Universitas
Tadulako serta seluruh Dosen Di prodi S1 Teknik Geologi
5. Ungkapan terima kasih dan penghargaan yang sangat spesial kepada Seluruh
Keluarga besar Mapala Fakultas Teknik Universitas Tadulako
(MAPATECHNO) khususnya kepada angkatan XXVI MAPATECHNO
6. Ucapan Terimaksih juga kepada teman seperjuangan selama menempuh
pendidikan kepada saudara Moh Samsul Baldan,Moh sofyan,dan Saudara
Dedy Surahman.

ii
7. Teman-teman Angkatan Melange 2015 yang selama ini menjalani kehidupan
kampus bersama-sama khususnya kepada saudara Andre Yudhiantara,Moh
Rizki Firdaus,klinsman,Ellen devi,Januarita,Rahmi soraya,WirdayantiMoh
Alfian Zaini,Andi aziz rusdi dan Teman Sedosen perwalian Moh syarif dan
Muslimin
8. Sahabat tercinta yang selalu memberikan dukungan hingga detik ini yaitu
Moh Taufik laminula S.Pwk,Moh Katodik P.Putra S.T,Nurdin Eyato
S.Ars,dan Moh Rizal Perdana S,H
9. Kepada Keluarga besar Moh saidil maulana yang sudah memberikan tempat
tinggal selama proses pengambilan data pemetaan geologi.
10. Ucapan terimakasih kepada teman-teman PWK angkatan 2015 khusunya
teman-teman garasi studio yang selalu memberikan dukungan saran dan
masukan.
11. Kepada Keluarga Global Plan Selebes Mapping Studio yang sudah berbagi
pengalaman dalam bidang Survey dan Pemetaan.
12. Kepada saudara sepupu khususnya kepada Isfan dan Asfin yang sudah
membanu penulis dalam menyelesaikan studi di Fakultas Teknik Universitas
Tadulako
Penulis menyadari bahwa penyusunan penelitian ini jauh dari sempurna, semoga
Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda kepada semua pihak yang telah
turut membantu penulis dalam penyelesaian penelitian ini. Oleh karena itu, penulis
berharap atas saran dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca.
Akhir kata, penulis mengharapkan Semoga penelitian ini dapat memberikan
manfaat bagi kita semua khususnya yang berkepentingan dalam dunia pendidikan.
Palu, Agustus 2021
Mahasiswa

Moh Fachrudin djirmu

iii
PERENCANAAN INFRASTRUKTUR TAMBANG PADA PT X DIDESA
KARYAMUKTI KECAMATAN DAMPELAS KABUPATEN DONGGALA
PROVINSI SULAWESI TENGAH

Moh Fachrudin djirimu, Harly Hamad, S.T.,M.T

ABSTRAK

Perencanaan tambang merupakan suatu kegiatan yang dilakukan dalam


menunjang proses operasional dan produksi dari kegiatan penambangan,kegiatan
penambangan yang dilakukan pada daerah yang akan direncanakan bersifat fiktif
namun perlu dilakukan kajian mengenai suatu proses kajian perencanaan tambang
dengan melakukan pendekatan Geologi baik dari sumber daya dan kerentanan
bencana.Proses perencanaan menggunakan analisis terpadu berdasarkan dasar teori
dan analisis dasar perencanaan.Desa Karyamukti merupakan desa yang secara
administrasi berada pada kabupaten Donggala ini memiliki potensi sumber daya
tambang berupa bahan galian batuan berdasrkan peta geologi regional dan lokal pada
daerah setempat.

Dalam penelitian metode yang digunakan yaitu metode dengan menggunakan


pendekatan geologi baik dari segi Potensi bahan galian batuan sampai pada tahapan
analisis kebencanaan serta menerapkan beberapa teori dasarperhitungan sebagai dasar
analisis dalam melakukan sebuah perencanaan yang bersifat terpadu dan menjami
sebuah faktor keamanan dari segi geologi dan rekayasa perencanaan.

Dalam penelitian ini kegiatan pemetaan geologi dibuat dan dilakukan


pengembangan sehingga didapati hasil potensi batuan berupa potensi bahan galian
batuan granodiorit yang kemudian menjadi bahan dasar perencanaan dengan hasil
perencanaan jalan yang dibagi menjadi 3 segmen jalan dengan total panjang 7,65
dengan bentuk perkerasan jalan berupa jalan timbunan,hasil analisis infrastuktur
pendukung didapati hasil berupa site rencana infrastruktur dengan keterdapatan

iv
infrastruktur yaitu:Pos Jaga,mesin pengahncur batuan,bengkel,kantor
administrasi,bengkel,jaringan transmisi listrik,area jaringan pipa,area waste
dump,area cadangan.Untuk kebutuhan infrastruktur khusus penulis merencanakan
sebuah dermaga jetty dengan dimensi 100X25 M2 dengan kelengakapan penunjang
berupa area kolam putar dan area cadangan pada kawasan dermaga jetty yang
direncanakan.

Kata Kunci: Perencanaan Infrastruktur,Tambang,Karyamukti

v
MINE INFRASTRUCTURE PLANNING AT PT X IN KARYAMUKTI VILLAGE,
DAMPELAS DISTRICT, DONGGALA REGENCY, CENTRAL SULAWESI
PROVINCE
Moh Fachrudin djirimu, Harly Hamad, S.T.,M.T

ABSTRACT
Mining planning is an activity carried out to support the operational and
production processes of mining activities, mining activities carried out in the area to
be planned are fictitious but it is necessary to study a mine planning review process
by taking a geological approach both from resources and disaster vulnerability. The
planning process uses integrated analysis based on theoretical basis and basic
planning analysis, Karyamukti Village is a village that is administratively located in
Donggala regency.
In the research, the method used is a method using a geological approach, both in
terms of the potential of rock minerals to the stage of disaster analysis and applying
some basic theory of calculation as a basis for analysis in carrying out an integrated
plan and guaranteeing a safety factor in terms of geology and planning engineering.
In this study, geological mapping activities were made and developed so that the
results of rock potential in the form of potential granodiorite rock minerals were
found which then became the basis for planning with the results of road planning
which was divided into 3 road segments with a total length of 7.65 with the form of
road pavement in the form of embankment roads. The results of the analysis of
supporting infrastructure were found in the form of an infrastructure plan site with the
availability of infrastructure, namely: Post Guard, rock crusher machine, car repair
shop, office, electricity transmission network, pipeline network area, waste dump
area, reserve area. For special infrastructure needs the author plans a jetty pier with
dimensions of 100X25 M2 with supporting equipment in the form of a rotary pool
area and a reserve area in the planned jetty pier area.
Keywords: Infrastructure Planning, Mining, Karyamukti

vi
DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN ...................................................................... i

KATA PENGANTAR ................................................................................. ii

ABSTRAK………………………………………………………………… iv

DAFTAR ISI ................................................................................................. vii

DAFTAR TABEL……………………………………………………….. ... ix

DAFTAR GAMBAR……………………………………………………. ... xiii

BAB I. PENDAHULUAN ........................................................................... 1

1.1. Latar Belakang ....................................................................................... 1

1.2. Rumusan Masalah .................................................................................. 2

1.3. Tujuan Peneilitian .................................................................................. 2

1.4. Batasan Masalah..................................................................................... 2

1.5.Sistematika Penulisan.............................................................................. 3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 4

2.1 Geologi Daerah Penelitian ...................................................................... 4

2.2 Dasar Perencanaan Geometri Jalan ......................................................... 5

2.2.1 Parameter Perencanaan Geometri Jalan ......................................... 6

2.3.2 Alinyemen Horizontal dan Vertikal .............................................. 14

2.3 Parameter Kesesuain Lahan Pemukiman ................................................ 40

2.4 Analisis Overlay Peta Berbasis SIG ........................................................ 56

BAB III Metode Penelitian ......................................................................... 59

3.1 Jenis Penelitian ................................................................................ 59

3.2 Lokasi dan waktu Penelitian ........................................................... 59

vii
3.3 Prosedur Penelitian.......................................................................... 59

3.3.1 Studi Literatur…………………………………………. ..... 59

3.3.2.Pengolahan Data ………………………... .......................... 59

3.4.Tahapan Pelaksanaan……………………………………. ..................... 66

3.5.Metode Pengumpulan Data…………………………………………. .... 67

3.6.Analisis Data………………………………………………………… ... 67

3.7.Jadwal Rencana Penelitian…………………………………………. ..... 67

BAB IVHasil Dan Pembahasan ................................................................. 68

4.1 Kondisi Geologi…………………………………………. ..................... 68

4.1.1.Kondisi Geomorfologi…………………………………………. .... 68

4.1.2.Stratigrafi Daerah Penelitian ........................................................... 75

4.1.3.Struktur Geologi Daerah Penelitian ................................................ 77

4.2.Potensi Bahan Galian Daerah Penelitian Daerah Penelitian ................... 79

4.2.1.Keberadaan Potensi Bahan Galian Daerah Penelitian ..................... 81

4.3.Anlisis Perhitungan Sumberdaya ............................................................ 81

4.4.Analisis Rawan Bencana (Gerakan Tanah) Dalam Perencanaan ............ 82

4.5.Perencanaan Infrastruktur Tambang ....................................................... 85

4.5.1.Rencana Jalan Angkut Tambang................................................... 88

4.5.1.1.Rencana Trase Jalan ......................................................... 88

4.5.1.2.Lebar Jalan Angkut Tambang........................................... 90

4.5.1.3.Kelandaian Tanah Asli Jalan Angkut ............................... 93

4.5.1.4.Kelandaian Elevasi Rencana Jalan Angkut ...................... 94

4.5.2.Perencanaan Infrastruktur Pendukung Tambang .......................... 95

viii
4.5.3.Perencanaan Dermaga Tambang................................................... 102

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................... 163

5.1.KESIMPULAN ....................................................................................... 163

5.2.SARAN ................................................................................................... 164

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 165

LAMPIRAN

ix
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1(Dimensi kendaraan rencana)…………………………………..... 7

Tabel 2.2(Ekivalen Mobil Penumpang)………………………………… .... 9

Tabel 2.3(Penentuan Faktor K dan F berdasrkan Volume lalu lintas)… ...... 10

Tabel 2.4(Klasifikasi Kecepatan Rencana Berdasarkan medan)……… ...... 10

Tabel 2.5(Jarak Pandang Henti JH minimum)…………………………. ..... 11

Tabel 2.6(Panjang Lengkung Peralihan Minimum)……………………. ..... 17

Tabel 2.7(Tabel Besaran P dan K)……………………………………… .... 18

Tabel 2.8.(Panjang Jari-jari Minimum)…………………………………. .... 19

Tabel 2.9(Besarnya R maksimum dan D maksimum)…………………. ..... 21

Tabel 2.10(Panjang Bagian Lurus Maksimum)………………………… .... 23

Tabel 2.11(Pelebaran Tikungan)………………………………………... .... 25

Tabel 2.12(Pelebaran Tikungan Perlajur)……………………………… ..... 25

Tabel 2.13(Penentuan Faktor Penampilan Kenyamanan)…………….. ....... 28

Tabel 2.14(Panjang Minimum Lengkung Vertikal)…………………….. .... 30

Tabel 2.15(Kelandain Maksismum)……………………………………. ..... 31

Tabel 2.16(Panjang Kritis)………………………………………………. ... 31

Tabel 2.17(Klasifikasi Skoring Kemiringan Lereng)…………………........ 42

Tabel 2.18(Klasifikasi Skoring Gerakan Tanah)………………………. ..... 45

Tabel 2.19(Klasifikasi Skoring Rawan Banjir)………………………... ...... 47

Tabel 2.20(Klasifikasi Skoring Erodibiltas Tanah)……………………. ..... 53

Tabel 3.1(Tabel rencana Jadwal Penelitian)……………………………. .... 67

x
Tabel 4.1.(Klasifikasi Persentase Sudut Lereng & Beda Tinggi) ................. 69

Tabel 4.2.(Hubungan Ketinggian dan Morfografi) ....................................... 72

Tabel 4.3.(Simbol Huruf dan Unit Geomorfologi) ....................................... 73

Tabel 4.4.(Rencana Produksi Tambang) ....................................................... 86

Tabel 4.5.(Tabel Produktivitas Unit Mobil).................................................. 87

Tabel 4.6. ( Tabel Perhitungan Area Labuh Jangkar) ................................... 103

Tabel 4.7. ( Tabel Perhitungan Area Kolam Putar) ...................................... 104

Tabel 4.8. ( Tabel Perhitungan Kedalaman Area Kolam Putar) ................... 104

Tabel 4.9. (Perhitungan Luas Area Sandar Kapal) ....................................... 105

Tabel 4.10. (Perhitungan Lebar Alur Pelayaran) ......................................... 105

Tabel 4.11. (Perhitungan Kedalaman Alur Pelayaran) ................................. 105

xi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 (Jarak Pandang Mendahului)………………………………. .... 12

Gambar 2.2 (Busur Lengkung Lingkaran Sederhana)………………….. .... 13

Gambar 2.3 (Lengkung Spiral)………………………………………….. ... 15

Gambar 2.4 (Lengkung Spiral-Spiral)……………………………………... 17

Gambar 2.5 (Tikungan Gabungan Searah)……………………………….... 20

Gambar 2.6 (Tikungan Gabungan Searah dengan sisipan)…………….. ..... 22

Gambar 2.7 (Tikungan Gabungan Gambar Balik)……………………. ....... 22

Gambar 2.8 (Tikungan Gabungan Gambar Balik Sisipan)……………. ...... 22

Gambar 2.9 (Metode Pencapaian Superelevasi Tikungan SCS)…….. ......... 26

Gambar 2.10 (Metode Pencapaian Superelevasi Tikungan FC)…….. ......... 26

Gambar 2.11 (Gambar Vertikal Lengkung)……………………………... ... 32

Gambar 2.12 (Gambar Lengkung Vertikal Cekung)……………………..... 32

Gambar 2.13 (Grafik Panjang Vertikal Lengkung)………………………... 32

Gambar 2.14 (Grafik Panjang Vertikal Cekung)……………………… ...... 33

Gambar 2.15 (Koordinasi Ideal antara Alinyemen Vertikal dan Horizontal) 35

Gambar 2.16 (Koordinasi yang harus dihindarkan)………………………… 35

Gambar 2.17 (Koordinasi yang dihindarkan Pada bagian lurus………… ... 36

Gambar 2.18 (Lajur Pendakian Tipikal)…………………………………. .. 37

Gambar 2.19 (Jarak Antara Dua Lajur Pendakian)……………………... .... 37

Gambar 2.20 (Gambar Klasifikasi Longsor)…………………………… ..... 41

Gambar 3.1 (Bagan Alir Penelitaian)……………………………………. ... 66

Gambar 4.1. (Peta Geomorfologi Daerah Penelitian) ................................... 74

xii
Gambar 4.2. (Peta Geologi Daerah Penelitian) ............................................. 77

Gambar 4.3. (Peta Struktur Geologi Daerah Penelitian) ............................... 80

Gambar 4.4. (Kenampakan Singkapan Batuan Genes Kuarsa)..................... 82

Gambar 4.5. (Kenampakan Singkapan Batuan Genes Sabak) ...................... 83

Gambar 4.6. (Kenampakan Singkapan Batuan Granodiorit) ........................ 84

Gambar 4.7. (Gambar Peta Gerakan Tanah) ................................................. 87

Gambar 4.8. (Gambar Bagan Alir Analisis).................................................. 88

Gambar 4.9. (Trace Jalan Rencana) .............................................................. 89

Gambar 4.10 (Gambar Detail Tipikal Jalan)……………………………….. 90

Gambar 4.11 (Gambar Lebar Tikungan)……………………………………. 91

Gambar 4.12. (Layout Denah Kantor Direksi).............................................. 96

Gambar 4.13. (Gambar Area Stockpile) ....................................................... 97

Gambar 4.14. (Gambar Area Kolam Pengendapan) ..................................... 97

Gambar 4.15. (Gambar Layout Gudang) ...................................................... 98

Gambar 4.16. (Gambar Layout Bengkel) ...................................................... 100

Gambar 4.17. (Gambar Layout Jaringan Pipa) ............................................. 102

Gambar 4.18. (Peta Lokasi Pembangunan Dermaga) ................................... 105

Gambar 4.19. (Layout Dermaga) .................................................................. 105

xiii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Perencanaan (Planing) adalah penetuan persyaratan teknik untuk mencapai


tujuan dan sasaran kegiatan yang sangat penting serta urutan teknis
pelaksanaannya.oleh sebab itu perencanaan merupakn gagasan pada suatu awal
kegiatan apa dan mengapa harus dikerjakan,oleh siapa,kapan dan dimana apa dan
bagaimana melaksanakannya.(Prof Partanto Prodjosumanto 2008)
Infrastruktur merupakan sebuah kelengkapan dalam mempermudah
kegiatan.Infrastukt umumnya mencakup perencanaan Konstruksi dalam melakukan
sebuah kegiatan baik kegiatan Produksi maupun kegitan Non Produksi dalam kaitan
yang lebih erat kegiatan Perencanna Infrastuktur mencakup Sarana dan prasarana.
Aspek Perencanaan Infrastuktur Tambang Mencakup bagian dalam kegiatan
produksi tambang dalam mempermudah kegiatan penambangan.Perencanaan
infrastuktur tambang umumnya mencakup Sarana dan Prasarana Tambang yaitu

1. Jalan Angkut Tambang


2. Kawasan Pemukiman
3. Kawasan Pelabuhan
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bentuk Perencanaan Infrastuktur
tambang pada area yang berpotensi.dalam Hal ini peneliti Mengambil contoh kasus
area yang dianggap berpotesi tambang yaitu berada pada desa Karyamukti kecamatan
dampelas Kabupaten Donggala Provinsi Sulawesi Tengah.Peneliti mengambil acuan
berdasrkan hasil Pemetaan Geologi 2020 (Moh Fachrudin Djirimu) dimana pada area
pemetaan terdapat satuan Batuan Granodiorit yang dianggap memiliki prospek
sebagai bahan galian batu yang memiliki prospek sebagai bahan baku konstruksi.
Berdasarkan hal tersebut penulis mencoba membuat sebuah perencanaan
infrastuktur tambang berdasrkan tipe potensi bahan galian (Bahan galian C) acuan

1
dalam perencanaan Infrastuktur tambang ini mencakup kegiatan perencaan Jalan
angkut Tambang,Kawasan Pemukiman,Kawasan Pelabuhan.Maka dari hal tersebut
Penulis Membuat Sebuah Penelitian Yang Berjudul “Perencanaan Infrastuktur
Tambang Pada PT X Di desa Karyamukti Kecamatan Dampelas Provinsi
Sulawesi Tengah”
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis merumuskan masalah dari


penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana rencana jalan angkut tambang pada area penelitian berdasarkan


kondisi Geologi?
2. Bagaimana rencana Infrastruktur tambanga pada area penelitian berdasarkan
kondisi Geologi?
1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang akan dicapai pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui jaringan jalan angkut tambang pada area penelitian berdasarkan


kondisi Geologi
2. mengetahui perencanaan Infrastruktur tambang pada area penelitian
berdasarkan kondisi Geologi
1.4 Batasan Masalah
Mengingat banyaknya perkembangan yang bisa ditemukan dalam permasalahan
ini, maka perlu adanya batasan-batasan masalah yang jelas mengenai apa yang dibuat
dan diselesaikan dalam tugas akhir ini. Adapun batasan-batasan masalah yang
dimaksud adalah sebagai berikut :
1. Lokasi Penelitian Berada pada desa Karyamukti
2. Dalam penelitian Penulis Menggunakan Aspek Geometri Jalan dan kondisi
Geologi Dalam melakukan perencanaan

2
3. Dalam Perencanaan Kawasan Pemukiman Penulis Menggunakan Aspek
kerentanan gerakan tanah dalam melakukan perencanaan.
1.5 Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan penulisan ini,maka penulis menggunakan sistematikan penulisan


sebagai berikut

BAB I Pendahuluan

Merupakan bab yang berisikan tentang gambaran umum secara sistematis


sebagai pengantar untuk bab selanjutnya. Gambaran umum tersebut meliputi latar
belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, ruang lingkup
penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II Tinjaun Pustaka
Merupakan bab yang berisikan tinjauan umum dan teori – teori penunjuang yang
berhubungan dengan penelitian yang akan dilakukan
BAB III Metode Penelitan
Bab ini mengurai tentang bagan alir penelitian, studi pendahuluan, persiapan
survey, survey pendahuluan, prosedur pengambilan data, dan pengolahan data.
BAB IV Hasil dan Pembahasan
Bab ini menguraikan tentang hasil–hasil analisis data dan pembahasan yang
disajikan secara kuantitatif yang didukung dengan penyajian tabel dan hasil analisa
kuantitatif.
BAB V Kesimpulan dan Saran
Bab ini berisikan tentang kesimpulan dari keseluruhan hasil penelitian dan
saran penulis berdasarkan hasil analisis dari penelitian.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Geologi Daerah Penelitian

Geologi daerah Penelitain penelitian termasuk dalam daerah Karyamukti


Kecamatan Dampelas Kabupaten Donggala Provinsi Sulawesi Tengah Secara
Geografis daerah ini terletak pada 11957’00” - 11959’30” bujur timur dan
0008’00” - 00011’00’’ lintang Utara.Berdasarkan Peta Geologi Regional Nana
Suratman dkk (1979) Batuan Penyusun utama daerah penelitian disusun oleh batuan
Metamorf.Kompleks Batuan Metamorf merupakan batuan tertua pada daerah
penelitian, tersingkap hanya pada pematang timur yang merupakan intinya. Kompleks
itu terdiri dari sekis amphibolit, sekis, genes dan pualam.Selain Kompleks Metamorf
pada daerah penelitian juga di jumpai Formasi Tinombo . Batuan ini menindih
kompleks batuan metamorf secara tidak selaras. Di dalamnya terkandung romabakan
yang berasal dari batuan metamorf. Endapan itu terdiri terutama dari serpih,
batupasir, konglomerat, batugamping, rijang radiolaria dan batuan gunung api, yang
diendapkan di dalam lingkungan laut. Di dekat intrusi terdapat sabak dan batuan
terkersikkan.Batuanbeku,Intrusi-intrusi ini kemungkinan merupakan hasil aktivitas
dari batuan volkanik di dalam Formasi Tinombo. Intrusi-intrusi Kecil selebar kurang
dari 50 m yang umumnya terdiri dari diorit, porfiri diorit, mikrodiorit menerobos
Formasi Tinombo sebelum endapan molasa, dan tersebar luas di seluruh daerah.
Semuanya tak terpetakan. Granit dan Granodiorit yang telah terpetakan tercirikan
oleh fenokris feldspar kalium sepanjang hingga 8 cm. Penanggalan Kalium / Argon
telah dilakukan oleh Gulf Oil Company terhadap dua contoh Granodiorit.(Sukamto
1973).

Berdasarkan Peta Geologi lokal daerah penelitian menunjukan Keterdapatan


Satuan Batuan yang tidak jauh berbeda dengan Peta geologi regional dimana
kompleks Metamorf umunya didominasi oleh batuan Genes Kuarsa.Genes kuarsa

4
padal lokasi penelitian mendominasi penyebaran pola litologi dengan 56.36 % atau
sekitar 21,69 Km2 yang berada pada bagian Timur daerah penelitian dan memanjang
Utara-Selatan,Keterdapatan Satuan Genes Kuarsa mengindikasikan adanya
Pengangkatan pada zona terbentuknya Genes kuarsa yang di tandai dengan adanya
sesar naik pada daerah Penelitian.Selain Keterdapatan Genes Kuarsa juga terdapat
Batuan Sabak yang termasuk dalam formasi Tinombo yang memiliki luas 5,9Km 2
atau sekitar 18,2% dari daerah penelitian.satuan Granodiorit yang di indikasikan
sebagai bahan Potensi galian batu terdapat pada daerah penelitian memiliki luas 4.41
Km2.Struktur Geologi daerah Penelitian terdapat dua segmen sesar yaitu Sesar naik
dan Sesar Geser,dimana sesar naik memanjang dengan arah Utara-Selatan tenggaran
dan Sesar geser yang memanjang Barat Laut-Tenggara.Umur sesar Naik lebih tuah
berdasarkan Litologi yang di lewatinya.Gemorfologi Lokas Daerah Penelitian
berdasrkan hasil Pemetaan 2020 menunjukan adanya 4 satuan geomorfologi yaitu
satuan Perbukitan rendah Denudasional,Satuan Perbukitan Denudasional,Satuan
Perbukitan Struktural,dan Satuan Pegunungan Struktural dengan bentuk lereng yang
Miring s/d Curam Tersayat Tajam.Potensi Bahan Galian daerah Penelitian berdasrkan
keterapatan Litologi dapat di indikasikan bahwa daerah penelitan memiliki Potensi
Bahan Glian Batuan yang terdapat pada Ketiga Litologi yang umunya di jadikan
sebagai bahan baku Konstruksi Seperti Batu Pondasi,Agregat Jalan,hiasan Lantai
(Tegel).Prospek Keterdapatan Potensi dapat dijadikan acuan sebagai bahan dalam
perencanaan infrastuktur tambang apanbila nantinya di eksploitasi atau dijadikan
sebagai bahan Produk dalam kegiatan pertambangan.

2.2 Dasar Perencanaan Geometri Jalan


Perencanaan geometrik jalan merupakan bagian dari perencanaan jalan yang
dititik beratkan pada perencanaan bentuk fisik sehingga dapat memenuhi fungsi dasar
dari jalan yaitu memberikan pelayanan yang optimum pada arus lalulintas dan
sebagai akses ke rumah-rumah. Tujuan dari perencanaan geometrik jalan adalah
menghasilkan infrastrukur yang aman, efisiensi pelayanan arus lalulintas dan

5
memaksimalkan ratio tingkat penggunaan/ biaya pelaksanaan. Ruang, bentuk, dan
ukuran jalan dikatakan baik, jika dapat memberikan rasa aman dan nyaman kepada
pemakai jalan.
Dasar dari perencanaan geometrik jalan adalah sifat gerakan, ukuran
kendaraan, sifat pengemudi dalam mengendalikan gerak kendaraannya dan
karakteristik arus lalulintas. Hal-hal tersebut haruslah menjadi bahan pertimbangan
perencana sehingga dihasilkan bentuk dan ukuran jalan serta ruang gerak kendaraan
yang memenuhi tingkat kenyamanan dan keamanan yang diharapkan.
Berdasrkan Standar Nasional Indonesia Dalam Perencanaan Geometrik Jalan

berdasrkan Medan yang di rencanakan Bahwa daerah Penelitia Masuk ke dalam

daerah Pegunungan,Mengacu pada hal ini perencanaan Jalan pada daerah ini

menggunakan asumsi SNI bahwa jalan yang di rencanakan memiliki standar Sebagai

Berikut.

-Memebrikan ruang manuver yang cukup,jarak pandang serta koefisen


gesek kendaraan
.-Menjamin suatu perencanaan yang ekonomis
-Memberikan keseragaman geometri Jalan sehubung dengan Jenis Medan

2.2.1.Parameter Dalam Perencanaan Geometri Jalan

1) 1. Kendaraan rencana

Kendaraan Rencana adalah kendaraan yang dimensi dan radius putarnya


dipakaisebagai acuan dalam perencanaan geometrik.
Kendaraan Rencana dikelompokkan ke dalam 3 kategori:
Kendaraan Kecil, diwakili oleh mobil penumpang;
Kendaraan Sedang, diwakili oleh truk 3 as tandem atau oleh bus besar 2 as;
Kendaraan Besar, diwakili oleh truk-semi-trailer.

6
Dimensi dasar untuk masing-masing kategori Kendaraan Rencana ditunjukkan
dalam Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Dimensi kendaraan rencana


DIMENSI
KATEGORI TONJOLAN RADIUS RADIUS
KENDARAAN
PUTAR
KENDARAAN (cm) (cm) TONJOLAN
RENCANA T L P Depan Belakang Min Maks (cm)

Kendaraan Kecil 130 210 580 90 150 420 730 780

Kendaraan
410 260 1210 210 240 740 1280 1410
Sedang
Kendaraan
410 260 2100 1,20 90 290 1400 1370
Besar

Sumber : Sukirman (1999)

2) Satuan Mobil Penumpang


 SMP adalah angka satuan kendaraan dalam hal kapasitas jalan, di mana
mobilpenumpang ditetapkan memiliki satu SMP.
 SMP untuk jenis jenis kendaraan dan kondisi medan lainnya dapat dilihat
dalamTabel 1.4. Detail nilai SMP dapat dilihat pada buku Manual Kapasitas
Jalan Indonesia.
Tabel 2.2 Ekivalen Mobil Penumpang (emp)

No Jenis Kendaraan Datar/Perbukitan Pegunungan Su


mb
1 Sedan, Jeep, Station Wagon 1,0 1,0
su
Pick-Up, Bus Kecil, Truck
2 1,2 - 2,4 1,9 - 3,5 mb
Kecil
er :
3 Bus dan Truck Besar 1,2 - 5,0 2,2 - 6,0
MS
Sumber:Sukirman (1999)

7
3) Volume Lalu Lintas Rencana
 Volume Lalu Lintas Harian Rencana (VLHR) adalah prakiraan volume lalu
lintasharian pada akhir tahun rencana lalu lintas dinyatakan dalam SMP/hari.
 Volume Jam Rencana (VJR) adalah prakiraan volume lalu lintas pada jam
sibuk tahun rencana lalu lintas, dinyatakan dalam SMP/jam, dihitung dengan rumus:

(2.1)

Dimana :
K (disebut faktor K), adalah faktor volume lalu lintas jam sibuk, dan
F (disebut faktor F), adalah faktor variasi tingkat lalu lintas perseperempat jam dalam
satu jam.
 VJR digunakan untuk menghitung jumlah lajur jalan dan fasilitas lalu lintas
lainnyayang diperlukan.
 Tabel 1.5 menyajikan faktor-K dan faktor-F yang sesuai dengan VLHR-ny

Tabel 2.3. Penentuan faktor K dan faktor F berdasarkan volume lalu lintas harian
FAKTOR-K FAKTOR-F
VLHR
(%) (%)
>50.000 4–6 0,9 - 1
30.000 - 50.000 6–8 0,8 - 1
10.000 - 30.000 6–8 0,8 - 1
5.000 - 10.000 8 – 10 1,6 - 0,8
1.000 - 5.000 10 – 12 0,6 - 0,8
<1.000 12 – 16 <0,6
Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (1997)

4) Kecepatan Rencana

8
 Kecepatan rencana, VR, pada suatu ruas jalan adalah kecepatan yang dipilih
sebagaidasar perencanaan geometrik jalan yang memungkinkan kendaraan-
kendaraanbergerakdengan aman dan nyaman dalam kondisi cuaca yang cerah, lalu
lintas yanglengang,dan pengaruh samping jalan yang tidak berarti.
 VR untuk masing masing fungsi jalan dapat ditetapkan dari Tabel 1.6.
 Untuk kondisi medan yang sulit, VR suatu segmen jalan dapat diturunkan dengan
syaratbahwa penurunan tersebut tidak lebih dari 20 km/jam

Tabel 2.4. Kecepatan Rencana, VR sesuai klasifikasi fungsi dan klasifikasi medan
jalan

Kecepatan Rencana, VR' Km/jam


FUNGSI
Datar Bukit Pegunungan
Arteri 70 – 120 60 - 80 40 – 70
Kolektor 60 – 90 50 - 60 30 – 50
Lokal 40 – 70 30 - 50 20 – 30
Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (1997)
5) Jarak Pandang
Jarak pandang adalah suatu jarak yang diperlukan oleh seorang pengemudi
pada saat mengemudi sedemikian sehingga jika pengemudi melihat suatu halangan
yang membahayakan, pengemudi dapat melakukan sesuatu untuk menghidari
bahaya tersebut dengan aman. Dibedakan dua Jarak Pandang, yaitu Jarak Pandang
Henti (Jh) dan Jarak Pandang Mendahului (Jd).

a. Jarak Pandang Henti


 Jh adalah jarak minimum yang diperlukan oleh setiap pengemudi untuk
menghentikankendaraannya dengan aman begitu melihat adanya halangan di depan.
Setiap titik disepanjang jalan harus memenuhi Jh.

9
 Jh diukur berdasarkan asumsi bahwa tinggi mata pengemudi adalah 105 cm dan
tinggihalangan 15 cm diukur dari permukaan jalan.
 Jh terdiri atas 2 elemen jarak, yaitu:
(1) Jarak tanggap (Jht) adalah jarak yang ditempuh oleh kendaraan sejak
pengemudimelihat suatu halangan yang menyebabkan ia harus berhenti sampai
saatpengemudi menginjak rem.
(2) Jarak pengereman (Jh) adalah jarak yang dibutuhkan untuk menghentikankendaraan
sejak pengemudi menginjak rem sampai kendaraan berhenti.
 Jh, dalam satuan meter, dapat dihitung dengan rumus:
( )
(2.2)

dimana :
VR =kecepatan rencana (km/jam)
t = waktu tanggap, ditetapkan 2,5 detik
g = percepatan gravitasi, ditetapkan 9,8 m/det2
f = koefisien gesek memanjang perkerasan jalan aspal, ditetapkan
0,35 dan0,55.
disederhanakan menjadi:

(2.3)
JBhB

 Tabel 2.5 berisi Jh minimum yang dihitung berdasarkan persamaan dengan


pembulatan-pembulatan untuk berbagai VR.

10
Tabel 2.5 Jarak Pandang Henti (JH) minimum
112 010 880 66 55 44 33 22
VR, Km/jam
0 0 0 0 0 0 0
225 117 112 77 55 44 22 11
Jh minimum
0 5 0 5 5 0 7 6
Sumber : Awang Suwandhi (2004)

b. Jarak Pandang Menyiap


Jarak Pandang Menyiap, yaitu jarak pandangan yang dibutuhkan untuk dapat
menyiap kendaraan lain yang berada pada lajur jalannya dengan menggunakan lajur
untuk arah berlawanan

Jarak pandang menyiap standar adalah :


Jd = d1 + d2 + d3 + d4

(2.4)
dimana :
d1 =Jarak yang ditempuh selama waktu reaksi oleh kendaraan yang hendak
menyiap dan membawa kendaraannya yang hendak membelok ke lajur
kanan.

d1 = ( 0,278 . t1 ) + ( V – m + ( at1 /2) )


d2=Jarak yang ditempuh kendaraan yang menyiap selama berada pada lajur
sebelah kanan. (2.5)
d2 = ( 0,278V . t2 )
(2.6)
d3 =Jarak bebas yang harus ada antara kendaraan yang menyiap
dengan kendaraan yang berlawanan arah setelah gerakan menyiap
dilakukan, diambil 30-100 m

11
d4 =Jarak yang ditempuh oleh kendaraan yang berlawanan arah selama 2/3
dariwaktu yang diperlukan oleh kendaraan yang menyiap berada pada
lajursebelahkanan atau sama dengan 2/3*d2.
t1 =Waktu reaksi yang besarnya tergantung dari kecepatan yang
dapatditentukan dengan korelasi
t1 = 2,12 + 0,026V (2.7)
m =Perbedaan kecepatan antara kendaraan yang menyiap dan yang
disiap yaitu15 km/ jam.
V =Kecepatan rata-rata kendaraan yang menyiap, dalam perhitungan
dapat dianggap sama dengan kecepatan rencana, km/ jam.
a = Percepatan rata-rata yang besarnya tergantung dari kecepatan rata-rata
kendaraan yang menyiap yang dapat ditentukan dengan mempergunakan
korelasi.
α = 2,052 + 0,0036V
(2.8)
t2 =Waktu dimana kendaraan yang menyiap berada pada lajur kanan yangdapat
ditentukan dengan mempergunakankorelasi.
t2 = 6,56 + 0,048V (2.9)

Gambar 2.1. Jarak Pandang Mendahului Sumber : Tata


Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (1997)

12
2.2.2 Alinyemen Horizontal Dan Vertikal

Alinyemen Horizontal
Alinemen horizontal adalah proyeksi sumbu jalan pada bidang horizontal.
Alinyemen horizontal juga dikenal dengan nama “situasi jalan” atau “trase jalan”.
Alinemen horizontal terdiri atas bagian lurus dan bagian lengkung (disebut juga
tikungan). Perencanaan geometri pada bagian lengkung dimaksudkan untuk
mengimbangi gaya sentrifugal yang diterima oleh kendaraan yang berjalan pada
kecepatan tertentu dengan membentuk superelevasi. Gaya sentrifugal adalah gaya
yang mendorong kendaraan secara radial keluar dari lajur jalannya. Sedangkan
superelevasi adalah suatu kemiringan melintang di tikungan yang berfungsi
mengimbangi gaya sentrifugal yang diterima oleh kendaraan.
1) Bentuk bagian lengkung
Bentuk bagian lengkung dapat berupa :
 Full Circle (FC) atau Lengkung Busur Lingkaran Sederhana.
Lengkung busur lingkaran sederhana hanya dapat dipilh untuk radius lengkung yang
besar.
Bentuk tikungan yang dianjurkan oleh Bina Marga :
1. Bentuk tikungan seperti ini digunakan pada tikungan yang mempunyai jari-
jari besar dengan sudut tangent yang relatif kecil.

Gambar 2.2 Lengkung busur lingkaran Sederhana

13
Rumus yang biasa digunakan:
Dari gambar lengkung busur lingkaran sederhana diatas, dapat diketahui :
Tc = Rc . tg 1/2β (2.10)

Ec =Tc . tg 1/4β (2.11)

Lc Rcdengan β dalam derajat (2.12)

Lc = B . Rc dengan β dalam radian (2.13)

Syarat pemakaian :

a. Tergantung dari harga v yang ada (design speed)


Mis : Untuk Vp = 80 Km/jam
R > 110
# R dicoba dahulu pada gambar pengukuran staking out.
# R dan V dapat dilihat pada daftar II “ Standart Perencanaan Geometrik Jalan
raya”

b. Harga dihitung secara analitis berdasarkan koordinat, setelah itu diukur


dengan menggunakan busur
c. Ac > 0
d. Lc > 20 cm
Karena lengkung hanya berbentuk busur lingkaran saja, maka pencapaian
superelevasi dilakukan sebagian pada jalan lurus dan sebagian lagi pada bagian
lengkung.

 Spiral-Circle-Spiral (SCS) atau Lengkung Busur Lingkaran dengan


LengkungPeralihan

14
Gambar 2.3 Lengkung spiral – lingkaran – spiral simetris
Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (1997)

Gambar diatas menggambarkan sebuah lengkung Spiral-Circle-Spiral simetris


dimana panjang lengkung peralihan dari TS ke SC sama dengan dari CS ke ST(=
Ls).Lengkung TS-SC adalah lengkung peralihan berbentuk spiral yang
menghubungkan bagian lurus dengan radius tak berhingga di awal spiral (kiri TS)dan
bagian berbentuk lingkaran diakhir spiral (kanan SC). Titik TS adalah titikperalihan
bagian lurus ke bagian berbentuk spiral dan titik SC adalah titik peralihan bagian
spiral ke bagian lingkaran.
Rumus yang umum digunakan adalah :
 Derajat Kelengkungan
Adalah sudut yang dibentuk oleh ujung lingkaran dengan jari-jari R (m) yang
menghasilkan panjang busur sebesar 25 m.

(D berlaku untuk semua tipe kurva )

(2.14)

Dari gambar3.5 diatas, dapat diketahui bahwa :


Besarnya sudut spiral pada titik SC

15
θs ( dalam radial ) atau θs ( dalam derajat )

(2.15)

p ( 1 - cos θs )

(2.16)

k sin θs

(2.17)

untuk Ls = 1 m, maka p = p* dan k = k*dan untuk Ls = Ls, maka p = p*.Ls dan k =


k*. Lsdengan nilai p* dan k* untuk setiap nilai diberikan di tabel 3.6 Sudut pusat
busur lingkaran = dan sudut spiral = , jika besarnya sudut perpotongan kedua
tangen adalah maka :
θc = β – θs
(2.18)
Es =( Rc + p ) sec 1/2 β – Rc
(2.19)
Ts =( Rc + p ) tg 1/2 β + k
(2.20)

Lc = πRc

(2.21)

Syarat pemakaian :( Ls Min < dan L < 2Ts) ; (AC >0 dan Lc > 20)

16
Tabel 2.6 Panjang lengkung peralihan minimum dan superelevasi yang dibutuhkan
(emaks = 10% Bina marga)
D R v = 50 km/jam v = 60 km/jam v = 70 km/jam v = 80 km/jam v = 90 km/jam
(⁰) ( m) e Ls e Ls e Ls e Ls e Ls
0,025 5730 LN 45 LN 50 LN 60 LN 70 LN 75
0,500 2865 LN 45 LN 50 LP 60 LP 70 LP 75
0,750 1910 LN 45 LP 50 LP 60 0,020 70 0,025 75
1,000 1432 LP 45 LP 50 0,021 60 0,027 70 0,033 75
1,250 1146 LP 45 LP 50 0,025 60 0,033 70 0,040 75
1,500 955 LP 45 0,023 50 0,030 60 0,038 70 0,047 75
1,750 819 LP 45 0,026 50 0,035 60 0,044 70 0,054 75
2,000 716 LP 45 0,029 50 0,039 60 0,049 70 0,060 75
2,500 573 0,026 45 0,036 50 0,047 60 0,059 70 0,072 75
3,000 477 0,030 45 0,042 50 0,055 60 0,068 70 0,081 75
3,500 409 0,035 45 0,048 50 0,062 60 0,076 70 0,089 75
4,000 358 0,039 45 0,054 50 0,068 60 0,082 70 0,095 75
4,500 318 0,043 45 0,059 50 0,074 60 0,088 70 0,099 75
5,000 286 0,048 45 0,064 50 0,079 60 0,093 70 0,100 75
6,000 239 0,055 45 0,073 50 0,088 60 0,098 70 Dmaks= 5,12
7,000 205 0,062 45 0,080 50 0,094 60 Dmaks= 6,82
8,000 179 0,068 45 0,086 50 0,098 60
9,000 159 0,074 45 0,091 60 0,099 60
10,000 143 0,079 45 0,095 60 Dmaks= 9,12
11,000 130 0,083 45 0,098 60
12,000 119 0,087 45 0,100 60
13,000 110 0,091 50 Dmaks= 12,79
14,000 102 0,093 50
15,000 95 0,096 50
16,000 90 0,097 50
17,000 84 0,099 50
18,000 80 0,099 60
19,000 75 Dmaks= 18,85
Sumber: Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota

17
Tabel 2.7 besaran p* dan k*

18
 Spiral-Spiral (SS) atau Lengkung Spiral-Spiral
Lengkung horizontal berbentuk spiral-spiral adalah lengkung tanpa busur
lingkaran,sehingga titik SC berimpit dengan titik CS. Panjang busur lingkaran Lc = 0
dan = 1/2 .

Gambar 2.4 Lengkung Spiral – Spiral


Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (1997)
Rumus umum yang digunakan :

s.Rc
 Ls  (2.23)
28,648

 Ls  R  P  tan 1
2
  k  (2.24)

 Es 
R  P   Rc (2.25)
cos 1 
2
 L  2 Ls (2.26)
P  P '.Ls dan K  k '.Ls (2.27)

Lengkung horizontal berbentuk spiral-spiral adalah lengkung tanpa busur


lingkaran, sehingga Sc berhimpit dengan titik Cs. Panjang busur
lingkaran Lc = 0 dan θs = 1/2 .

19
2) Trase
 Penentuan route / trase jalan adalah penentuan koridor terbaik antara dua buah
titik yang harus dihubungkan.
 Koridor adalah bidang memanjang yang menghubungkan dua titik
 Trase adalah seri dari garis – garis lurus yang merupakan rencana dari sumbu
jalan
 Tahap kegiatan dalam penentuan lokasi trase jalan :
a. Studi Penyuluhan (Reconnaissance Study)
Tujuan : Menentukan berbagai alternative koridor yang memenuhi syarat
b. Pemilihan koridor terbaik dari beberapa alternative koridor yang
memenuhisyarat . Tujuan : Menentukan koridor terbaik
Faktor-faktor yang menentukan route location suatu jalan
 Medan / Topografi : Dataran, Bukit dan Pegunungan
 Perpotongan dengan sungai
 Daerah lahan kritis
 Daerah aliran sungai
 Meterial konstruksi jalan
 Galian dan Timbunan
 Pembebasan tanah
 Lingkungan
 Sosial / budaya setempat
3) Jari-Jari Tikungan
Jari - jari tikungan minimum (Rmin) ditetapkan sebagai berikut:

Rmin = (2.28)

Dimana :
Rmin = Jari jari tikungan minimum (m),
VR = Kecepatan Rencana (km/j),
emax = Superelevasi maximum (%),

20
f = Koefisien gesek, untuk perkerasan aspal f=0,14-0,24

Tabel 2.8 Panjang Jari-jari Minimum (dibulatkan)

VR( km/jam) 120 100 80 60 50 40 30 20


Jari jari minimum
600 370 210 110 80 50 30 15
Rmin (m)
Sumber : Awang Suwandhi (1999)

Tabel 2.9 Besarnya R minimum dan D maksimum untuk beberapa


kecepatan rencana
Kecepatan e maks e maks Rmin Rmin D maks
Rencana (perhitungan) desain desain
km/jam m m ( o)
40 0.10 0.166 47.363 47 30,48
0.08 51.213 51 28.09
50 0.10 0.160 75.858 76 18.85
0.08 82.192 82 17.47
60 0.10 0.153 112.041 112 12.79
0.08 121.659 122 11.74
70 0.10 0.147 156.522 157 9.12
0.08 170.343 170 8.43
80 0.10 0.140 209.974 210 6.82
0.08 229.062 229 6.25
90 0.10 0.128 280.350 280 5.12
0.08 307.371 307 4.67
100 0.10 0.115 366.233 366 3.91
0.08 403.796 404 3.55
110 0.10 0.103 470.497 470 3.05
0.08 522.058 522 2.74
120 0.10 0.090 596.768 597 2.40
0.08 666.975 667 2.15
Sumber: Sukirman, S (1999)
4) Tikungan Gabungan
Ada dua macam tikungan gabungan, sebagai berikut:

21
 Tikungan gabungan searah, yaitu gabungan dua atau lebih tikungan dengan
arahputaran yang sama tetapi dengan jari jari yang berbeda (lihat Gambar1.11);
 Tikungan gabungan balik arah, yaitu gabungan dua tikungan dengan arah
putaranyang berbeda.
Penggunaan tikungan gabungan tergantung perbandingan R1 dan R2:

tikungan gabungan searah harus dihindarkan,

(3.28)

tikungan gabungan searah harus dilengkapi

(2.29)
bagian lurus atau clothoide,Setiap tikungan gabungan balik arah harus dilengkapi
dengan bagian lurus di antarakedua tikungan tersebut sepanjang paling tidak 20 m.

Gambar 2.5 Tikungan gabungan searah

22
Gambar 2.6 Tikungan gabungan searah dengan sisipan bagian lurus minimum
sepanjang 20m

Gambar 2.7 Tikungan gabungan gambar balik

Gambar 2.8 Tikungan gabungan gambar balik dengan sisipanbagian lurus minimum
sepanjang 20 meter

23
5. Panjang Bagian Lurus
1) Dengan mempertimbangkan faktor keselamatan pemakai jalan, ditinjau dari
segikelelahan pengemudi, maka panjang maksimum bagian jalan yang lurus harus
ditempuh dalam waktu tidak lebih dari 2,5 menit (sesuai VR).
2) Panjang bagian lurus dapat ditetapkan dari Tabel 1.11.
Tabel 2.10. Panjang Bagian Lurus Maksimum

Panjang Bagian Lurus Maksimum


FUNGSI
Datar Perbukitan Pegunungan
Arteri 3.000 2.500 2.000
Kolektor 2.000 1.750 1.500

Ssumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan (1997)

6. Superelevasi
Superelevasi adalah suatu kemiringan melintang di tikungan yang berfungsi
mengimbangi gaya sentrifugal yang diterima kendaraan pada saat berjalan melalui
tikungan pads kecepatan VR.Nilai superelevasi maksimum ditetapkan
10%.Pencapaian superelevasi :
a. Superelevasi dicapai secara bertahap dari kemiringan melintang normal pada
bagianjalan yang lurus sampai ke kemiringan penuh (superelevasi) pada bagian
lengkung.
b. Pada tikungan SCS, pencapaian superelevasi dilakukan secara linear(lihat
Gambar1.15), diawali dari bentuk normal sampai awal lengkungperalihan (TS) yang
berbentuk pada bagian lurus jalan, lalu dilanjutkan sampai superelevasi penuh pada
akhir bagian lengkung peralihan (SC).
c. Pada tikungan FC, pencapaian superelevasi dilakukan secara linear diawali
dari bagian lurus sepanjang 213 LS sampai dengan bagian lingkaran penuh sepanjang
113 bagian panjang LS.

24
d. Pada tikungan S-S, pencapaian superelevasi seluruhnya dilakukan pada bagian
spiral.

Bagian Bagian Lingkaran penuh Bagian


lengkung lengkung
perralihan perralihan
Sisi Luar Tikungan
e
max

TS SC CS ST
e=0%
e
normal

Sisi Dalam Tikungan


Potongan Melintang
Pada Bagian Lurus
(normal)

Potongan Melintang
Pada Bagian
Lengkung peralihan

Potongan Melintang
Pada Bagian
Lengkung penuh

Gambar 2.9 Metode pencapaian superelevasi pada tikungan tipe SCS


Sumber : Geometri Jalan Tambang 2004

Bagian Lurus Bagian Limgkaran Penuh Bagian Lurus

1/3 Ls 1/3 Ls

2/3 Ls Sisi Luar Tikungan 2/3 Ls

TC e=0% CT

e
normal

Sisi Dalam Tikungan

Gambar 2.10 Metode pencapaian superelevasi pada tikungan tipe FC


Sumber : Geometri Jalan Tambang 2004

25
7. Pelebaran Jalur Lalu Lintas di Tikungan
Pelebaran pada tikungan dimaksudkan untuk mempertahankan konsistensi geometrik
jalan agar kondisi operasional lalu lintas di tikungan sama dengan di bagian lurus.
Pelebaran jalan di tikungan mempertimbangkan:
 Kesulitan pengemudi untuk menempatkan kendaraan tetap pada lajurnya.
 Penambahan lebar (ruang) lajur yang dipakai saat kendaraan melakukan
gerakanmelingkar. Dalam segala hal pelebaran di tikungan harus memenuhi gerak
perputaran kendaraan rencana sedemikian sehingga proyeksi kendaraan tetap pada
lajumya.
 Pelebaran di tikungan ditentukan oleh radius belok kendaraan rencana(lihat
Gambar2.1 s.d. Gambar 2.3), dan besarnya ditetapkan sesuai Tabel 2.12.
 Pelebaran yang lebih kecil dari 0.6 meter dapat diabaikan.
 Untuk jalan 1 jalur 3 lajur, nilai-nilai dalam Tabel 2.12 harus dikalikan 1,5.
 Untuk jalan 1 jalur 4 lajur, nilai-nilai dalam Tabel 2.12 harus dikalikan 2.
Rumus umum:

  n(b'c)  (n  1)Td  z
(2.30)
dimana:

b’ = 2,40  R 2
 R2  2 p2 
Td = R2  (2 P  )  R

Z = 0,105
R

26
dimana:

ß = Lebar perkerasan jalan tikungan (m)

Η = Jumlah jalur

b’ = Lebar lintasan kendaraan pada tikungan (m)

C = Kebebasan samping

 Untuk lebar jalan 6,00 m = 0,8


 Untuk lebar jalan 7,00 m = 1,0
 Untuk lebar jalan 7,50 m = 1,25
Td = Lebar melintang akibat tonjolan kedepan (m)

Z = Lebar tambahan akibat kelainan mengemudi (m)

R = Jari-jari tikungan

Δ = Tonjolan kedepan (1,2 m)

P = Jarak standar (6,1 m)

Catatan:Rumus dapat digunakan apabila 1000/R > 6

 Jika ≤ 6, maka b’, Td dan z ditentukan dengan menggunakan grafik.


 Jika ß < lebar jalan, maka tidak ada pelebaran perkerasan di
tikungan.
Tabel 2.11 Pelebaran di Tikungan
Lebar jalur 20,50 m, 2 arah atau 1 arah

Kecepatan Rencana, Vd (km/jam )


R (m)
50 60 70 80 90 100 110 120

1500 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,1


1000 0,0 0,0 0,1 0,1 0,1 0,1 0,2 0,2
750 0,0 0,0 0,1 0,1 0,1 0,2 0,3 0,3

27
500 0,2 0,3 0,3 0,4 0,4 0,5 0,5
400 0,3 0,3 0,4 0,4 0,5 0,5
300 0,3 0,4 0,4 0,5 0,5
250 0,4 0,5 0,5 0,6
200 0,6 0,7 0,8
150 0,7 0,8
140 0,7 0,8
130 0,7 0,8
120 0,7 0,8
110 0,7
100 0,8
90 0,8
80 1,0
70 1,0
Sumber : Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (1997)
Tabel 2.12.(Lanjutan) Pelebaran di tikungan per Lajur (m)
Lebar Jalur 2x3,00 m, 2 arah atau 1 arah
Kecepatan Rencana, Vd (Km/Jam)
R (m)
50 60 70 80 90 100 110
1500 0.3 0.4 0.4 0.4 0.4 0.5 0.6
1000 0.4 0.4 0.4 0.5 0.5 0.5 0.6
750 0.6 0.6 0.7 0.7 0.7 0.8 0.8
500 0.8 0.9 0.9 1.0 1.0 1.1 0.1
400 0.9 0.9 1.0 1.0 1.1 1.1
300 0.9 1.0 1.0 1.1
250 1.0 1.1 1.1 1.2
200 1.2 1.3 1.3 1.4

28
150 1.3 1.4
140 1.3 1.4
130 1.3 1.4
120 1.3 1.4
110 1.3
100 1.4
90 1.4
80 1.6
70 1.7

Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (1997)

3.1.3 ALINYEMEN VERTIKAL


Alinyemen vertikal adalah perpotongan bidang vertikal dengan bidang
permukaan perkerasan jalan. Penarikan alinemen vertikal sangat dipengaruhi oleh
beberapa pertimbangan, seperti : kondisi tanah dasar, keadaan medan, fungsi jalan,
muka air banjir, muka air tanah dan kelandaian yang masih memungkinkan.
Alinemen vertikal terdiri atas bagian landai vertikal dan bagian lengkung vertikal.
Ditinjau dari titik awal perencanaan, bagian landai vertikal dapat berupa landai positif
(tanjakan), landai negatif (turunan) dan landai nol (datar). Sedangkan untuk bagian
lengkung vertikal, dapat berupa:

 Lengkung Vertikal Cekung, adalah lengkung dimana titik perpotongan antara


kedua tangen berada di bawah permukaan jalan. Panjang lengkung vertikal cekung
harus ditentukan dengan memperhatikan :
1. Bentuk parabola sederhana
2. Jarak penyinaran lampu kendaraan
3. Jarak pandangan bebas di bawah bangunan
4. Kenyamanan pengemudi

29
5. Keluwesan bentuk
 Lengkung Vertikal Cembung, adalah lengkung dimana titik perpotongan
antara kedua tangen berada diatas permukaan jalan yang bersangkutan. Pada
lengkung vertikal cembung, pembatasan berdasarkan jarak pandangan dapat dibedaka
atas 2 keadaan, yaitu :
1. Jarak pandangan berada seluruhnya dalam daerah lengkung (S<L)
2. Jarak pandangan berada di luar dan di dalam daerah lengkung
(S>L)

1) Lengkung Vertikal
 Lengkung vertikal harus disediakan pada setiap lokasi yang mengalami
perubahankelandaian dengan tujuan :
(1) Mengurangi goncangan akibat perubahan kelandaian; dan
(2) Menyediakan jarak pandang henti.
 Lengkung vertikal dalam tata cara ini ditetapkan berbentuk parabola
sederhana,
a. Jika jarak pandang henti lebih kecil dari panjang lengkung vertikal
cembung,panjangnya ditetapkan dengan rumus:

l (2.31)

b. Jika jarak pandang henti lebih besar dari panjang lengkung vertikal
cekung,panjangnya ditetapkan dengan rumus:

Panjang minimum lengkung vertikal ditentukan dengan rumus:


L = A.Y (2.32)

L (2.33)

dimana :
L = Panjang lengkung vertikal (m),

30
A = Perbedaan grade (m),
Jh = Jarak pandangan henti (m),
Y = Faktor penampilan kenyamanan, didasarkan pada tinggi obyek 10 cm
dantinggi mata 120 cm.
 Y dipengaruhi oleh jarak pandang di malam hari, kenyamanan, dan
penampilan. Yditentukan sesuai Tabel 3.13
Tabel 2.13 Penentuan Faktor penampilan kenyamanan, Y
Kecepatan Rencana (Km/Jam) Faktor PenampilanKenyamanan, Y
<40 1,5
40 – 60 3
>60 8

Sumber Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (1997)

 Panjang lengkung vertikal bisa ditentukan langsung sesuai Tabel 2.14 yang
didasarkan pada penampilan, kenyamanan, dan jarak pandang. Untuk jelasnya lihat
Gambar 2.17 dan Gambar 2.18

Tabel 2.14. Panjang Minimum Lengkung Vertikal


Kecepatan Rencana Perbedaan Kelandaian Panjang Lengkung
(Km/Jam) Memanjang (%) (m)
<40 1 20 – 30
40 – 60 0,6 40 – 80
>60 0,4 80 - 150
Sumber : Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (1997)

31
Gambar 3.7. Lengkung vertikal cembung

Gambar 2.11 Gambar Lengkung Vertikal Cembung


Sumber : Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (1997)

Gambar 2.12 Lengkung Vertikal Cekung

Gambar 2.13 Grafik Panjang lengkung Vertikal Cembung berdasarkan Jarak


Pandang Henti (Jh)

32
Gambar 2.14 Grafik Panjang lengkung Vertikal Cekung berdasarkan Jarak

2) Landai Maksimum
 Kelandaian maksimum dimaksudkan untuk memungkinkan kendaraan
bergerak terus tanpa kehilangan kecepatan yang berarti.
 Kelandaian maksimum didasarkan pada kecepatan truk yang bermuatan penuh
yang mampu bergerak dengan penurunan kecepatan tidak lebih dari separuh
kecepatan semula tanpa harus menggunakan gigi rendah.
 Kelandaian maksimum untuk berbagai VR ditetapkan dapat dilihat dalam

Tabel 2.15 Kelandaian maksimum yang diizinkan

VR (Km/Jam) 120 110 100 80 60 50 40 <40


Kelandaian Maksimal
3 3 4 5 8 9 10 10
(%)

Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (1997)

33
 Panjang kritis yaitu panjang landai maksimum yang harus disediakan agar
kendaraan dapat mempertahankan kecepatannya sedemikian sehingga penurunan
kecepatan tidak lebih dari separuh VR. Lama perjalanan tersebut ditetapkan tidak
lebih dari satu menit.
 Panjang kritis dapat ditetapkan dari Tabel 1.23
Tabel 2.16. Panjang Kritis (m)

Kecepatan pada
Kelandaian
awal tanjakan
4 5 6 7 8 9 10
km/jam

80 630 460 360 270 230 230 200

60 320 210 160 120 110 90 80

Sumber : Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (1997)

3) Koordinasi alinyemen
Alinyemen vertikal, alinyemen horizontal, dan potongan melintang jalan adalah
elemen - elemen jalan sebagai keluaran perencanaan hares dikoordinasikan
sedemikian sehingga menghasilkan suatu bentuk jalan yang baik dalam arti
memudahkan pengemudi mengemudikan kendaraannya dengan aman dan nyaman.
Bentuk kesatuan ketiga elemen jalan tersebut diharapkan dapat memberikan kesan
atau petunjuk kepada pengemudi akan bentuk jalan yang akan dilalui di depannya
sehingga pengemudi dapat melakukan antisipasi lebih awal.
Koordinasi alinemen vertikal dan alinemen horizontal harus memenuhi ketentuan
sebagai berikut:
a. Alinyemen horizontal sebaiknya berimpit dengan alinemen vertikal, dan
secaraideal alinemen horizontal lebih panjang sedikit melingkupi alinemen vertikal;
b. tikungan yang tajam pada bagian bawah lengkung vertikal cekung atau
padabagian atas lengkung vertikal cembung harus dihindarkan;

34
c. lengkung vertikal cekung pada kelandaian jalan yang lurus dan panjang
harusdihindarkan;dua atau lebih lengkung vertikal dalam satu lengkung horizontal
harusdihindarkan; dantikungan yang tajam di antara 2 bagian jalan yang lurus dan
panjang harusdihindarkan.
Sebagai ilustrasi, Gambar 3.20s.d. Gambar 3.22 menampilkan contoh-contoh
koordinasi alinemen yang ideal dan yang harus dihindarkan.

Gambar 2.15. Koordinasi yang ideal antara alinemen horizontal dan vertikal yang
berimpit

Gambar 2.16 Koordinasi yang harus dihindarkan, dimana alinemen vertical


menghalangi pandangan pengemudi pada saat mulai memasuki tikungan pertama
Sumber : Awang Suwandhi Perencanaan Jalan Tambang

35
Gambar 2.17 Koordinasi yang harus dihindarkan dimana pada bagian yang
lurus pandangan pengemudi terhalang oleh puncak alinemen vertical
sehingga pengemudi sulit memperkirakan arah alinyemen dibalik puncak
tersebut.

4) Lajur Pendakian
Lajur pendakian dimaksudkan untuk menampung truk-truk yang bermuatan berat
atau kendaraan lain yang berjalan lebih lambat dari kendaraan kendaraan lain pada
umumnya, agar kendaraan kendaraan lain dapat mendahului kendaraan lambat
tersebut tanpa harus berpindah lajur atau menggunakan lajur arah berlawanan.
 Lajur pendakian harus disediakan pada ruas jalan yang mempunyai kelandaian
yangbesar, menerus, dan volume lalu lintasnya relatif padat.
 Penempatan lajur pendakian harus dilakukan dengan ketentuan sebagai
berikut:
a) disediakan pada jalan arteri atau kolektor,
b) apabila panjang kritis terlampaui, jalan memiliki VLHR > 15.000 SMP/hari,
dan persentase truk > 15 %.
 Lebar lajur pendakian sama dengan lebar lajur rencana.
 Lajur pendakian dimulai 30 meter dari awal perubahan kelandaian
denganserongansepanjang 45 meter dan berakhir 50 meter sesudah puncak
kelandaiandengan serongan sepanjang 45 meter
 Jarak minimum antara 2 lajur pendakian adalah 1,5 km

36
AKHIR LAJUR
PENDAKIAN
TANJAKAN

TANJAKAN
AWAL

AKHIR
POTONGAN MEMANJANG

30 M 45 M 700 M 50 M 45 M

LAJUR PENDAKIAN

TAMP. ATAS

Gambar 2.18 Lajur Pendakian Tipikal


Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (1997)

JARAK ANTARA 2 LAJUR PENDAKIAN


MINIMUM 1,5 KM

N2
JAKA
TAN
N1
JAKA
TAN

POTONGAN MEMANJANG

SERONG MINIMUN 1,5 KM SERONG

45 M
PENDAKIAN

AKHIR
AWAL

PENDAKIAN

LAJUR PENDAKAIAN 1
LAJUR PENDAKAIAN 2

TAMP. ATAS

Gambar 2.19 Jarak Antara Dua Lajur Pendakian


Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (1997)

37
3.2.3 Flow Chart Perencanaan Geometrik Jalan

Mulai

Tentukan Titik
awal
dan Akhir Trase
Jalan Rencana

Tetapkan Kriteria
1. Kelas / Fungsi Jalan
2. Kendaraan Rencana
3. VR

Buat Beberapa
Alternatif
Trase Jalan

Desain
Bagian Lurus
dan Tikungan

Desain Alinyemen Desain


Horizontal Alinyemen
1.Jarak Pandang Vertikal
2.Jenis Tikungan

Sesuai Kriteria?
TIDAK
YA

TraseJalan
Terpilih

Potongan Melintang
-Lebar Jalan, Lajur Jalan, dan Bahu Jalan
-Pelebaran Jalan ditikungan

Final Desain

38
2.3. Parameter Kesesuian Lahan Kawasan Pemukiman

Kawasan Permukiman dalam undang-undang nomor 4 tahun 1992 yaitu Bagian


dari permukaan bumi yang di huni oleh manusia meliputi segala bentuk sarana dan
prasaran penunjang kehidpuan penduduk yang menjadi suatu kesatuan dengan tempat
tinggal yang bersangkutan.

Kesesuian Lahan Merupakan tingkat kecocokan sebidang lahan dapat di nilai


untuk kondisi saat ini ( Kesesuain Lahan Aktual) atau setelah diadakan perbaikan
maka penggunaan peruntukan penggunaan lahan harus berdasrkan kesesuain lahan
Aktual.Kesesuaian lahan pada hakekatnya merupakan penggambaran tingkat
pencocokan lahan atau penggunaan lahan(Sitorus 1998).

Penetuan kriteria kesesuain lahan umumnya menggunakan pendekatan


Kuantitatif dengan mengunakan metode analisis geospasial dalam hal ini
pelaksanaannya mencakup data data yang nantinya di gunakan dalam perencanaan
berbasis Detail Engineering Desain (DED).Adapun Parameter dalam penentuan
Kesesuain Lahan yaitu sebagai berikut:

1.Kemiringan Lereng

2.Gerakan Tanah

3.Bahaya Banjir

4.Tingkat Erodibiltas

5.Curah Hujan

1. Kemiringan Lereng

Kemiringan Lereng Menjadi Parameter dalam Penentuan kesesuain Lahan


Pemukiman dengan menghitung dan memetakan Kemiringan Lereng dalam suatu
daerah yang akan di rencanakan.Klasifikasi Pembagian Skoring dalam menjalankan

39
proses Pengolahan data dapat dilihat pada tabel klasifikasi Skoring kemiringan
lereng.Faktor kemringan lereng dalam analisa penyusunan aspek kesesuain lahan
adalah factor gerakan tanah yang mempengaruhi zona keamanan hal ini tercantum
sesuai dengan konsep penyusunan kesesuain lahan actual daerah pemukiman.

Tabel Skoring Kemiringan Lereng

Kemiringan Skor
No

0-2% 5
1

2-15% 4
2

15-25% 3
3

25-40% 2
4

Tabel 2.17.Klasifikasi Skoring Kemringan Lereng

2. Gerakan Tanah

Gerakan Tanah (Mass Movemant) merupakan perpindahan massa


tanah/batuan pada arah tegak,mendatar,atau miring dari kedudukan
semula.Gerakan tanah mencakup gerak rayapan dan aliran maupun
longsoran.menurut definisi ini longsoran merupakan bagian dari gerakan tanah
(Prubohadwidjodjo dalam pangular 1985).Jika menurut definisi ini longsoran
merupakan bagian dari gerakan tanah,maka gerakan vertical yang
mengakibatkan bulging (Lendutan) akibat keruntuhan fondasi maka dengan
demikian maka dapat juga di masukan kedalam pengertian gerakan tanah.

40
Berdasrkan definisi dan tabel klasifikasi longsoran (Vernes 1978) maka
disimpulkan bahwa gerakan tanah merupakan perpindahan massa tanah
terhadap bidangnya yang bergerak mendatar,miring dan tegak dari arah
kedudukan awalnya.

Gambar 2.20. Klasifikasi Longsor (Vernes 1978)

Berdasrkan klasifikasi Longsor menurut (Vernes 1978) maka dapat dilihat


klasifikasi longsor dengan tipe sebagai berikut:

 Jatuhan (Fall) adalah jatuhan atau massa batuan bergerak melalui udara,
termasuk gerak jatuh bebas, meloncat dan penggelindingan bongkah batu dan
bahan rombakan tanpa banyak bersinggungan satu dengan yang lain. Termasuk
jenis gerakan ini adalah runtuhan (urug, lawina, avalanche) batu, bahan
rombakan maupun tanah.

41
 Longsoran-longsoran gelinciran (slides) adalah gerakan yang disebabkan oleh
keruntuhan melalui satu atau beberapa bidang yang dapat diamati ataupun
diduga. Slides dibagi lagi menjadi dua jenis. Disebut luncuran (slide) bila
dipengaruhi gerak translasional dan susunan materialnya yang banyak berubah..
Bila longsoran gelinciran dengan susunan materialnya tidak banyak berubah dan
umumnya dipengaruhi gerak rotasional, maka disebut nendatan (slump),
Termasuk longsoran gelinciran adalah: luncuran bongkah tanah maupun bahan
rombakan, dan nendatan tanah.
 Aliran (flow) adalah gerakan yang dipengaruhi oleh jumlah kandungan atau
kadar airtanah, terjadi pada material tak terkonsolidasi. Bidang longsor antara
material yang bergerak umumnya tidak dapat dikenali. Termasuk dalam jenis
gerakan aliran kering adalah sandrun (larianpasir), aliran fragmen batu, aliran
loess. Sedangkan jenis gerakan aliran basah adalah aliran pasir-lanau, aliran
tanah cepat, aliran tanah lambat, aliran lumpur, dan aliran bahan rombakan.
 Longsoran majemuk (complex landslide) adalah gabungan dari dua atau tiga
jenis gerakan di atas. Pada umumnya longsoran majemuk terjadi di alam, tetapi
biasanya ada salah satu jenis gerakan yang menonjol atau lebih dominan.
Menurut (Pastuto & Soldati 1997), longsoran majemuk diantaranya adalah
bentangan lateral batuan, tanah maupun bahan rombakan.
 Rayapan (creep) adalah gerakan yang dapat dibedakan dalam hal kecepatan
gerakannya yang secara alami biasanya lambat (Zaruba & Mencl, 1969; Hansen,
1984). Untuk membedakan longsoran dan rayapan, maka kecepatan gerakan
tanah perlu diketahui (Tabel 4). Rayapan (creep) dibedakan menjadi tiga jenis,
yaitu: rayapan musiman yang dipengaruhi iklim, rayapan bersinambungan yang
dipengaruhi kuat geser dari material, dan rayapan melaju yang berhubungan
dengan keruntuhan lereng atau perpindahan massa lainnya (Hansen, 1984)

42
Berdasrkan Pengertian dan aspek yang memepengaruhi Gerakan tanah maka dari
itu berdasrkan Parameter Kesesuain Lahan Gerakan tanah menajdi factor penting
dalam penentuan studi kelayakan kawasan pemukiman dengan mengacu pada
nilai skoring hasil pemetaan.Adapun Nilai Skoring Gerakan tanah dalam
penetuan Kesesuain Lahan Pemukiman adalah Sebagai Berikut.

Tabel Skoring Gerakan Tanah

No Tingkat Gerakan tanah Skor

1 Sangat Rendah 5

2 Rendah 4

3 Menengah 3

4 Tinggi 1

Tabel 2.18.Klasifikasi Skoring Gerakan Tanah

3. Bahaya Banjir

“Banjir di defenisikan sebagai tergenangnya suatu tempat akibat meluapnya air


yang melebihi kapasitas pembuangan air disuatu wilayah dan menimbulkan
kerugian fisik, sosial dan ekonomi (Rahayu dkk, 2009). Banjir adalah ancaman
musiman yang terjadi apabila meluapnya tubuh air dari saluran yang ada dan
menggenangi wilaah sekitarnya. Banjir adalah ancaman alam yang paling sering
terjadi dan paling banyak merugikan, baik dari segi kemanusiaan maupun
ekonomi” (IDEP,2007).

“Banjir merupakan peristiwa dimana daratan yang biasanya kering (bukan


daerah rawa) menjadi tergenang oleh air, hal ini disebabkan oleh curah hujan yang
tinggi dan kondisi topografi wilayah berupa dataran rendah hingga cekung. Selain
itu terjadinya banjir jua dapat disebabkan oleh limpasan air permukaan (runoff)
yang meluap dan volumenya melebihi kapasitas pengaliran sistem drainase atau

43
sistem aliran sungai. Terjadinya bencana banjir juga disebabkan oleh rendahnya
kemampuan infiltrasi tanah, sehingga menyebabkan tanah tidak mampu lagi
menyerap air. Banjir dapat terjadi akibat naiknya permukaan air lantaran curah
hujan yang diatas normal, perubahan suhu, tanggul/bendungan yang bobol,
pencairan salju yang cepat, terhambatnya aliran air di tempat lain” (Ligak, 2008).

Jenis-Jenis Banjir

1. Banjir Bandang

Banjir yaitu banjir yang sangat berbahaya karena bisa mengangkut apa
saja. Banjir ini cukup memberikan dampak kerusakan cukup parah. Banjir
bandang biasanya terjadi akibat gundulnya hutan dan rentan terjadi di daerah
pegunungan.

2. Banjir Air

Banjir air merupakan jenis banjir yang sangat umum terjadi, biasanya
banjir in terjadi akibat meluapnya air sungai, danau atau selokan. Karena
intensitas banyak sehingga air tidak tertamoung dan meluap itulah banjir air.

3. Banjir Lumpur

Banjir lumpur merupakan banjir yang mirip dengan banjir bandang tapi
banjir lumpur yaitu banjir yang keluar dari dalam bumi yang sampai ke
daratan.banjir lumpur mengandung bahan yang berbahaya dan bahan gas yang
mempengaruhi kesehatan makhul hidup lainnya.

4. Banjir Rob (Banjir Laut Air Pasang)

Banjir rob adalah banjir yang terjadi akibat air laut. Biasanya banjir ini
menerjang kawasan di wilayah sekitar pesisir pantai.

5. Banjir Cileunang

44
Banjir cileunang mempunyai kemiripan dengn banjir air , tapi banjir cileunang
terjadi akibat deras hujan sehingga tidak tertampung.

Tabel Skoring Gerakan Tanah


No Tingkat Gerakan tanah Skor
1 Tidak Pernah Terlanda Banjir 5
2 Tergenang Banjir <2 Bulan Setahun 4
3 Tergenang Banjir 2 Bulan Setahun 3
4 Tergenang Banjir > 2 Bulan Setahun 1

Tabel 2.19.Klasifikasi Skoring Rawan Banjir

4. Tingkat Erodibiltas Lahan

Erosi tanah adalah penyingkiran dan pengangkutan bahan dalam bentuk larutan atau
suspensi dari tapak semula oleh pelaku berupa air mengalir (aliran limpasan), es
bergerak atau angin (tejoyuwono notohadiprawiro, 1998: 74). Menurut G.
kartasapoetra, dkk (1991: 35), erosi adalah pengikisan atau kelongsoran yang
sesungguhnya merupakan proses penghanyutan tanah oleh desakan-desakan atau
kekuatan angin dan air, baik yang berlangsung secara alamiah ataupun sebagai akibat
tindakan atau perbuatan manusia.

Dua sebab utama terjadinya erosi adalah karena sebab alamiah dan aktivitas manusia.
Erosi alamiah dapat terjadi karena adanya pembentukan tanah dan proses yang terjadi
untuk mempertahankan keseimbangan tanah secara alami. Sedangkan erosi karena
aktivitas manusia disebabkan oleh terkelupasnya lapisan tanah bagian atas akibat cara
bercocok tanam yang tidak mengindahkan kaidah-kaidah konservasi tanah atau
kegiatan pembangunan yang bersifat merusak keadaan fisik tanah (chay asdak, 1995:
441).

45
Lebih lanjut tentang terjadinya erosi dikemukakan oleh G.R. foster & L.D. meyer,
yaitu menjelaskan bahwa erosi akan meliputi proses-proses:

1. detachment atau pelepasan partikel-partikel tanah


2. transportation atau penghanyutan partikel-partikel tanah
3. deposition atau pengendapan partikel-partikel tanah yang telah dihanyutkan
(dalam G. kartasapoetra, dkk, 1991: 41)

Bentuk-bentuk erosi

G. kartasapoetra (1991: 48) menjelaskan bahwa erosi terdiri atas normal erosion
(erosi geologi) dan accelerated erosion (erosi yang dipercepat). Dari kedua macam
erosi tersebut erosi dipercepat yang perlu diperhatikan. Menurut kartasapoetra (2000),
Kirby dan morgan (1980), rahim (2000) dan van zuidam (1978), erosi yang terjadi
dapat dibedakan atas dasar kenampakan lahan akibat erosi itu sendiri. Erosi dapat
dibedakan menjadi:

a) erosi percik (splash erosion); terjadi karena terlepasnya butiran tanah oleh
tetesan hujan pada awal kejadian hujan.

a) erosi lembar (sheet erosion); terjadi jika ada genangan dengan kedalaman tiga
kali ukuran butir hujan, sulit dideteksi karena pemindahan butir-butir tanah merata
pada seluruh permukaan tanah.

b) erosi alur (rill erosion); dimulai dengan adanya kkonsentrasi limpasan


permukaan, aliran air akan membentuk alur-alur dangkal memanjang pada
permukaan tanah (kedalaman <50 cm).

c) erosi parit atau erosi selokan (gulley erosion); merupakan erosi alur yang telah
berkembang membentuk parit berbentuk huruf V dan U (kedalaman 50 – 300 cm)
atau telah berkembang menjadi jurang (ravine) (kedalaman > 300 cm).

46
d) erosi tebing sungai (stream bank erosion) atau erosi saluran (channel erosion);
umumnya terjadi pada tebing-tebing sungai yang stabil.

 faktor yang mempengaruhi erosi

pada dasarnya erosi adalah akibat interaksi kerja antara factor iklim, topografi,
tumbuh-tumbuhan dan manusia terhadap lahan yang dinyatakan dalam persamaan
deskriptif berikut:

REPORT THIS AD

E= f (i, r, v, t, m)

Dimana E adalah erosi, i adalah iklim, r adalah topografi atau relief, v adalah
vegetasi, t adalah tanah dan m adalah manusia (sitanala arsyad, 1989: 72).

a. iklim

Di daerah beriklim basah factor yang mempengaruhi erosi adalah hujan. Besarnya
curah hujan, intensitas dan distribusi hujan menentukan kekuatan disperse hujan
terhadap tanah, jumlah dan kecepatan aliran permukaan dan kerusakan erosi.
Besarnya curah hujan adalah volume air yang jatuh pada suatu areal tertentu.
Besarnya curah hujan dapat dimaksudkan untuk satu kali hujan atau masa tertentu
seperti perhari, perbulan, permusim atau pertahuan.

Intensitas hujan menyatakan besarnya curah hujan yang jatuh dalam suatu waktu
yang singkat yaitu 5, 10, 15, atau 30 menit, yang dinyatakan dalam millimeter per
jam atau cm per jam. Intensitas hujan dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Suatu sifat hujan yang penting dalam mempengaruhi erosi adalah energi kinetis hujan
tersebut, karena merupakan penyebab pokok dalam penghancuran agregat-agregat

47
tanah. Kemampuan hujan untuk menimbulkan erosi atau menyebabkan erosi disebut
daya erosi atau erosivitas hujan.

b. topografi

Kemiringan lereng dan panjang lereng adalah dua unsure topografi yang paling
berpengaruh terhadap aliran permukaan dan erosi. Selain memperbesar jumlah aliran
permukaan, makin curamnya lereng juga memperbesar kecepatan aliran permukaan
dengan demikian memperbesar energi angkut air. Kemiringan lereng dinyatakan
dalam derajad atau persen. Kecuraman lereng 100% sama dengan kecuraman 45 o .

c. vegetasi

Pengaruh vegetasi terhadap erosi adalah menghalangi air hujan agar tidak jatuh
langsung di permukaan tanah, sehingga kekuatan untuk menghancurkan tanah sangat
dikurangi. Pengaruh vegetasi penutup tanah terhadap erosi adalah (1) melalui fungsi
melindungi permukaan tanah dari tumbukan air hujan, (2) menurunkan kecepatan air
larian, (3) menahan partikel-partikel tanah pada tempatnya dan (4) mempertahankan
kemantapan kapasitas tanah dalam menyerap air (chay asdak, 1995: 452).

d. tanah

Tipe tanah mempunyai kepekaan terhadap erosi yang berbeda-beda. Kepekaan erosi
tanah yaitu mudah tidaknya tanah tererosi adalah fungsi berbagai interaksi sifat-sifat
fisik dan kimia tanah. Sifat-sifat tanah yang mempengaruhi kepekaan erosi adalah (1)
sifat-sifat tanah yang mempengaruhi laju infiltrasi, permeabilitas dan kapasitas
menahan air dan (2) sifat-sifat tanah yang mempengaruhi ketahanan struktur tanah
terhadap disperse dan pengikisan oleh butir-butir hujan yang jatuh dan aliran
permukaan (sitanala arsyad, 1989: 96).

e. manusia

48
Manusialah yang menentukan apakah yang diusahakannya akan rusak dan tidak
produktif atau menjadi baik dan produktif secara lestari. Perbuatan manusia yang
mengelola tanahnya dengan cara yang salah telah menyebabkan entensitas erosi
semakin meningkat. Misalnya pembukaan hutan, pembukaan areal lain untuk tempat
tanaman, perladangan dan sebagainya. Kenyataan ini tidak dapat dipungkiri selagi
manusia tidak bersedia untuk mengubah sikap dan tindakannya sebagaimana
mestinya, demi mencegah atau menekan laju erosi (wani hadi utomo, 1989: 39).

 pendugaan / prakiraan erosi

Suatu model parametric untuk memprediksi erosi dari suatu bidang tanah telah
dikembangkan oleh wischmeier & smith (1965, 1978) dinamakan the universal soil
loss equation (usle). Usle memungkinkan perencana menduga laju rata-rata erosi
suatu tanah tertentu pada suatu kecuraman lereng dengan pola hujan tertentu untuk
setiap macam pertanaman dan tindakan pengelolaan (tindakan konservasi tanah) yang
mungkin dilakukan atau yang sedang dipergunakan. Persamaan yang dipergunakan
mengelompokkan berbagai parameter fisik dan pengelolaan yang mempengaruhi laju
erosi ke dalam lima peubah utama yang nilainya untuk setiap tempat dapat
dinyatakan secara numeric. Persamaan usle adalah sebagai berikut:

A = R K LS C P

A = banyaknya tanah tererosi dalam ton per hektar pertahun.

R = factor curah hujan dan aliran permukaan, yaitu jumlah satu indeks erosi hujan,
yang merupakan perkalian antara energi hujan total (E) dengan intensitas hujan
maksimum 30 menit (I 30).

49
K = factor erodibilitas tanah yaitu laju eosi per indeks erosi hujan (R) untuk suatu
tanah yang didapat dari petak percobaan standar, yaitu petak percobaan yang
panjangnya 72,6 kaki (22 m) terletak pada lereng 9% tanpa tanaman.

LS = factor panjang lereng dan kecuraman lereng. Factor panjang lereng yaitu nisbah
antara besarnya erosi dari tanah dengan suatu panjang lereng tertentu terhadap erosi
dari tanah dengan p[anjang lereng 72,6 kaki (22 m) di bawah keadaan yang identik.
Sedangkan factor kecuraman lereng, yaitu nisbah antara besarnya erosi yang terjadi
dari suatu tanah kecuraman lereng tertentu, terhadap besarnya erosi dari tanah dengan
lereng 9% di bawah keadaan yang identik.

C = factor vegetasi penutup tanah dan pengelolaan tanaman yaitu nisbah antara
besarnya erosi dari suatu areal dengan vegetasi penutup dan pengelolaan tanaman
tertentu terhadap besarnya erosi dari tanah yang identik danpa tanaman.

P = factor tindakan-tindakan khusus konservasi tanah, yaitu nisbah antara besarnya


erosi dari tanah yang diberi perlakuan tindakan konservasi khusus seperti pengolahan
menurut kontur, penanaman dalam strip atau teras terhadap besarnya erosi dari tanah
yang diolah searah lereng dalam keadaan ynag identik.

a. erosivitas hujan (R)

Erosivitas hujan adalah tenaga pendorong (driving force) yang menyebabkan


terkelupas dan terangkutnya partikel-partikel tanah ke tempat yang lebih rendah (chay
asdak, 1995: 455). Erosivitas hujan sebagian terjadi karena pengaruh jatuhan butir
hujan langsung di atas tanah dan sebagian lagi karena aliran air di atas permukaan
tanah.Faktor erosivitas hujan dengan intensitas hujan maksimal 30 menit (EI 30).
Jumlah dari seluruh hujan dengan spesifikasi tersebut di atas selama satu tahun
merupakan erosivitas hujan tahunan.

50
EI 30 = 6,119 (Rain) 1,21 (Days) -0,47 (Maxp) 0,53

R = curah hujan rata-rata tahunan (cm)

D = jumlah hari hujan rata-rata tahunan (hari)

M = curah hujan maksimum rata-rata 24 jam per bulan untuk kurun waktu satu tahun
(cm) (chay asdak, 1995: 457).

b. erodibilitas tanah (K)

Factor erodibilitas tanah menunjukan resisten partikel tanah terhadap pengelupasan


dan transportasi partikel-partikel tanah oleh adanya energi kinetic air hujan.
Meskipun resistensi tersebut di atas akan bergantung pada topografi, kemiringan
lereng dan besarnya gangguan oleh manusia. Besarnya erodibilitas atau resistensi
tanah juga dibentuk oleh karakteristik tanah seperti; tekstur tanah, stabilitas agregat
tanah, kapasitas infiltrasi dan kandungan bahan organic (chay asdak, 1995: 459).

Untuk mengetahui besarnya factor erodibilitas (K) dapat juga digunakan table
erodibilitas berdasarkan jenis tanah dan bahan induk penyusunnya yang ditetapkan
oleh pusat penelitian tanah, bogor (chay asdak, 2002: 364). Berikut ini adalah angka
erodibilitas menurut jenis tanah dan bahan induk penyusunnya.

Untuk mengetahui erodibilitas tanah menggunakan table erodibilitas berdasarkan


pada jenis tanah yang ada di lapangan. Table erodibilitas berdasarkan jenis tanah

Jenis klasifikasi tanah Nilai K rata-rata


Latosol merahLatosol merah 0,120,260,23
kuningLatosol cokelat
0,31
Latosol

51
Regosol 0,12 – 0,16

Regosol 0,29

Regosol 0,31

Gley humic 0,13

Gley humic 0,26

Gley humic 0,20

Lithosol 0,29

Grumosol 0,21

Hydromorf abu-abu 0,20

Sumber: chay asdak, 2002: 365

c. kelerengan (Ls)

Factor indeks topografi L dan S, masing-masing mewakili pengaruh panjang dan


kemiringan lereng terhadap besarnya erosi. Panjang lereng mengacu pada aliran air
permukaan yaitu lokasi berlangsungnya erosi dan kemungkinan terjadinya deposisi
sediment. Dalam praktisnya L dan S dihitung sekaligus berupa factor Ls.

Tanah yang mempunyai topografi datar memiliki laju aliran permukaan yang kecil
apabila dibandingkan dengan tanah yang mempunyai topografi yang berombak.
Kecepatan aliran permukaan tanah yang memiliki kemiringan besar seta tidak
tertutup tanah akan semakin cepat dengan daya kikis serta daya penghanyutan yang
besar.Besarnya nilai Ls dapat diperoleh dengan menggunakan table dari goldman
(lampiran 2). gradient kemiringan lereng di lapangan (chay asdak, 2002: 371).

d. pengelolaan tanaman (C)

52
Factor C menunjukan keseluruhan pengaruh dengan vegetasi seresah, keadaan
permukaan tanah dan pengelolaan lahan terhadap besarnya tanah yang hilang (erosi).
Oleh karenanya besar angka C tidak selalu sama dalam kurun waktu satu tahun.

e. pengelolaan dan konservasi tanah (P)

Pengaruh aktivitas pengelolaan dan konservasi tanah (P) terhadap besarnya erosi
dianggap berbeda dari pengaruh yang ditimbulkan oleh aktivitas pengelolaan
tanaman. Factor P adalah nisbah antara tanah tererosi rata-rata dari lahan yang
mendapat perlakuan konservasi tanah tertentu terhadap tanah tererosi rata-rata dari
lahan yang diolah tanpa tindakan konservasi. Pada lahan pertanian, besar harga factor
P menunjukkan jenis aktivitas pengolahan lahan.

Tabel Skoring Erodibiltas Tanah


No Tingkat Erodibitas Tanah Skor
1 Tidak Ada Kenampakan Erosi 5
2 Erosi Ringan 4
3 Erosi Sedang 3
4 Erosi Tinggi 2

Tabe 2.20.Klasifikasi Skoring Erodibilitas

5. Curah Hujan

Curah hujan adalah jumlah air hujan yang jatuh ke permukaan bumi dalam
pada wilayah tertentu dalam kurun waktu tertentu. Curah hujan dapat diukur dalam
kurun waktu harian, bulanan, atau tahunan.

Definisi curah hujan atau yang sering disebut presipitasi dapat diartikan jumlah
air hujan yang turun di daerah tertentu dalam satuan waktu tertentu. Jumlah curah
hujan merupakan volume air yang terkumpul di permukaan bidang datar dalam suatu
periode tertentu (harian, mingguan, bulanan, atau tahunan).

53
Curah hujan merupakan jumlah air yang jatuh di permukaan tanah datar selama
periode tertentu yang diukur dengan satuan tinggi milimeter (mm) di atas permukaan
horizontal. Hujan juga dapat diartikan sebagai ketinggian air hujan yang terkumpul
dalam tempat yang datar, tidak menguap, tidak meresap dan tidak mengalir (Suroso
2006).

Pengertian curah hujan dapat juga dikatakan sebagai air hujan yang memiliki
ketinggian tertentu yang terkumpul dalam suatu penakar hujan, tidak meresap, tidak
mengalir, dan tidak menyerap (tidak terjadi kebocoran). Tinggi air yang jatuh ini
biasanya dinyatakan dengan satuan milimeter. Curah hujan dalam 1 (satu) millimeter
artinya dalam luasan satu meter persegi, tempat yang datar dapat menampung air
hujan setinggi satu mm atau sebanyak satu liter.

2.4. Analisis Overlay Peta Berbasis SIG

Overlay adalah prosedur penting dalam analisis SIG (Sistem Informasi


Geografis). Overlay yaitu kemampuan untuk menempatkan grafis satu peta diatas
grafis peta yang lain dan menampilkan hasilnya di layar komputer atau pada plot.
Secara singkatnya, overlay menampalkan suatu peta digital pada peta digital yang
lain beserta atribut-atributnya dan menghasilkan peta gabungan keduanya yang
memiliki informasi atribut dari kedua peta tersebut.
Overlay merupakan proses penyatuan data dari lapisan layer yang berbeda. Secara
sederhana overlay disebut sebagai operasi visual yang membutuhkan lebih dari satu
layer untuk digabungkan secara fisik.

Pemahaman bahwa overlay peta (minimal 2 peta) harus menghasilkan peta baru
adalah hal mutlak. Dalam bahasa teknis harus ada poligon yang terbentuk dari 2 peta
yang di-overlay. Jika dilihat data atributnya, maka akan terdiri dari informasi peta
pembentukya. Misalkan Peta Lereng dan Peta Curah Hujan, maka di peta barunya
akan menghasilkan poligon baru berisi atribut lereng dan curah hujan.

54
Teknik yang Umum digunaan untuk overlay peta dalam SIG ada 2 yakni union dan
intersect. Jika dianalogikan dengan bahasa Matematika, maka union adalah
gabungan, intersect adalah irisan.
Ada beberapa fasilitas yang dapat digunakan pada overlay untuk menggabungkan
atau melapiskan dua peta dari satu daerah yang sama namun Atribut untuk kebutuhan
analisis data yang berbeda yaitu sebagai berikut:
1. Dissolve
Dissolve yaitu proses untuk menghilangkan batas antara poligon yang
mempunyai data atribut yang identik atau sama dalam poligon yang berbeda
Peta input yang telah di digitasi masih dalam keadaan kasar, yaitu poligon-
poligon yang berdekatan dan memiliki warna yang sama masih terpisah oleh garis
polygon.Kegunaan dissolve yaitu menghilangan garis-garis poligon tersebut dan
menggabungkan poligon-poligon yang terpisah tersebut menjadi sebuah poligon
besar dengan warna atau atribut yang sama.
2. Merge
Merge themes yaitu suatu proses penggabungan 2 atau lebih layer menjadi 1 buah
layer dengan atribut yang berbeda dan atribut-atribut tersebut saling mengisi atau
bertampalan, dan layer-layernya saling menempel satu sama lain.
3. Clip One
Clip One themes yaitu proses menggabungkan data namun dalam wilayah yang
kecil, misalnya berdasarkan wilayah administrasi desa atau kecamatan.
Suatu wilayah besar diambil sebagian wilayah dan atributnya berdasarkan batas
administrasi yang kecil, sehingga layer yang akan dihasilkan yaitu layer dengan luas
atribut..
4. Intersect
Intersect yaitu suatu operasi yang memotong sebuah tema atau layer input atau
masukan dengan atribut dari tema atau overlay untuk menghasilkan output dengan
atribut yang memiliki data atribut dari kedua theme.

55
5. Union
Union yaitu menggabungkan fitur dari sebuah tema input dengan poligon dari
tema overlay untuk menghasilkan output yang mengandung tingkatan atau kelas
atribut.

56
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian


Penelitian ini menggunakan jenis penelitian tindakan, di mana peneltian ini
dipergunakan sebagai dasar pemecahan masalah yang ada.Penelitian ini dilakukan
melalui tahapan-tahapan, baik prosedur konsep teori maupun prosedur aplikasi yang
terdiri dari pengambilan data di lapangan,analisis data,dan konsep perencanaan.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Secara administratif daerah penelitian termasuk dalam daerah Karyamukti


Kecamatan Dampelas Kabupaten Donggala Provinsi Sulawesi Tengah (Gambar 1.1).
Secara astronomis daerah ini terletak pada 11957’00” - 11959’30” bujur timur dan
0008’00” - 00011’00’’ lintang Utara.
3.3 Prosedur Penelitian
3.31. Studi Literatur
Studi literatur dilakukan dengan pengumpulan pustaka yang berkaitan dengan
metode Perencanaan dan pengumpulan data instansional. Pustaka tersebut berupa
jurnal, makalah, ataupun tulisan yang ada di internet.
3.3.2 Pengolahan Data
Pengolahan data mencakup kegiatan Pengambilan Data Geologi daerah
Penelitian serta melakukan perhitugan dan analisis data berdasrkan pengumpulan data
Primer dan Sekunder.Adapaun tahapan pengolahan data yaitu:
 Pengumpulan data Geologi
Yaitu Pengambilan data geologi berupa data Litologi
,Geomorfologi,Dan Struktur Geologi daerah Penelitian dan potensi
sumber daya.
 Analisis Komponen Variable Peta Gerakan Tanah pada Lokasi Penelitian
data-data dalam analisis kerentanan gerakan tanah Mencakup

57
-Peta Geologi
-Peta Area Rawan Gempa
-Peta Rawan Banjir
-Peta Curah Hujan
-Peta Morfometri
 Penetuan Trace Rencana Jalan
Penentuan Trace rencana yaitu penentuan jalur perencanaan jalan yang di buat
di atas peta topografi dengan Interval Kontur 5 M
 Penentuan Kendaraan Rencana dan analisis perhitungan kebutuhan lebar jalan
Yaitu Penentuan Besar Dan Model Kendaraan Yang Akan Melewati Jalan
Yang di rencanakan.Perhitungan kebutuhan lebar jalan menggunakan
persamaan.:
Lmin=n.Wt+(n+1).(1/2.Wt) (3.1)
n=Jumlah lajur
Wt=Lebar mobil rencana
(Persamaan Untuk Jalan Lurus)
W=n (U+Fa+Fb+Z)+C (3.2)
C=Z=1/2(U+Fa+Fb) (3.3)
W=Lebar jalur pada tikungan
n=jumlah lajur
U=jarak jejak roda kendaraan
Fa=lebar juntai depan
Fb=lebar juntai belakang
C=jarak antara dua alat yang akan bersimpangan
Z=jarak sisi luat ke tepi jalan
 Penentuan Kecepatan Rencana
Penetua Kecepatan Rencana Yaitu Penentuan Laju Knedaraan Rata-rata
berdasrkan Kelas Medan di lalui (Tabel 2.4)

58
 Perhitungan Jarak Pandang Henti dan Menyiap
Jarak pandang adalah suatu jarak yang diperlukan oleh seorang pengemudi pada
saat mengemudi sedemikian sehingga jika pengemudi melihat suatu halangan
yang membahayakan, pengemudi dapat melakukan sesuatu untuk menghidari
bahaya tersebut dengan aman. Dibedakan dua Jarak Pandang, yaitu Jarak
Pandang Henti (Jh) dan Jarak Pandang Mendahului (Jd).

( )

(3.4)

dimana :
VR =kecepatan rencana (km/jam)
t = waktu tanggap, ditetapkan 2,5 detik
g = percepatan gravitasi, ditetapkan 9,8 m/det2
f = koefisien gesek memanjang perkerasan jalan aspal, ditetapkan
0,35 dan0,55.
Jarak pandang menyiap standar adalah :
Jd = d1 + d2 + d3 + d4 (3.5)
dimana :
d1 =Jarak yang ditempuh selama waktu reaksi oleh kendaraan yang hendak
menyiap dan membawa kendaraannya yang hendak membelok ke lajur
kanan.

d1 = ( 0,278 . t1 ) + ( V – m + ( at1 /2) ) (3.6)


d2 = Jarak yang ditempuh kendaraan yang menyiap selama berada
pada lajur sebelah kanan.
d2= ( 0,278.V . t2 )

59
d3 =Jarak bebas yang harus ada antara kendaraan yang menyiap
dengan kendaraan yang berlawanan arah setelah gerakan menyiap
dilakukan, diambil 30-100 m
d4 =Jarak yang ditempuh oleh kendaraan yang berlawanan arah selama
2/3 dariwaktu yang diperlukan oleh kendaraan yang menyiap berada pada
lajursebelahkanan atau sama dengan 2/3*d2.
t1 =Waktu reaksi yang besarnya tergantung dari kecepatan yang
dapatditentukan dengan korelasi
t1 = 2,12 + 0,026V
m =Perbedaan kecepatan antara kendaraan yang menyiap dan yang
disiap yaitu15 km/ jam.
V =Kecepatan rata-rata kendaraan yang menyiap, dalam perhitungan
dapat dianggap sama dengan kecepatan rencana, km/ jam.
a = Percepatan rata-rata yang besarnya tergantung dari kecepatan rata-rata
kendaraan yang menyiap yang dapat ditentukan dengan mempergunakan
korelasi.
α = 2,052 + 0,0036V
t2 =Waktu dimana kendaraan yang menyiap berada pada lajur kanan
yangdapat ditentukan dengan mempergunakankorelasi.

t2 = 6,56 + 0,048V

 Analisi Lebar Kebutuhuan Dimensi Dermaga


1. Area labuh jangkar (anchorage area) adalah tempat dimana kapal diam
menunggu waktu merapat ke dermaga. Analisa perhitungan luas area
labuh jangkar dapat dihitung dengan beberapa rumus pendekatan yaitu:
Dasar Perhitungan
Dasar perhitungan areal labuh jangkar adalah :
Dasar Perhitungan I : R = L + 6D + 30 Meter
(3.7)

60
Dimana :
R : Diameter areal untuk Labuan per kapal
L : Panjang Kapal
D : Kedalaman perairan

Dasar Perhitungan II:


Dasar perhitungan area labuh jangkar adalah :
Rumus pendekatan : R = L + 4,5 D + 30 Meter (3.8)
Dimana :
R : Diameter areal untuk labuh per kapal
L : Panjang kapal
D : kedalaman perairan

Dasar perhitungan III :


Dasar perhitungan area labuh jangkar adalah :
Rumus pendekatan : R = L + 25 Meter (3.9)
Dimana :
R : Diameter areal untuk labuh per kapal
L : Panjang kapal

Dasar perhitungan IV :
Dasar perhitungan areal labuh jangkar adalah :
Rumus Pendekatan : R = L + 50 meter (3.10)
Dimana :
R : Diameter areal untuk labuh per kapal
L : Panjang Kapal

2. Area sandar Kapal


Area sandar kapal adalah lokasi perairan tempat kapal bersandar, mengisi
perbekalan atau melakukan aktifitas bongkar muat.
Dasar Perhitungan area sandar kapal :
Rumus pendekatan : A = 1,8 L x 1,5 L
Dimana : (3.11)
A : Luas perairan untuk sandar kapal per 1 kapal
L : Panjang kapal

61
3. Kolam Putar ( Turning Basin)
Kolam putar adalah kolam pelabuhan yang digunakan untuk kapal
bermanuver. Kawasan kolam putar tempat kapal melakukan gerak putar
berganti haluan, harus di rencanakan sedemikian rupa sehingga
memberikan ruang cukup luas dan nyaman. Dasar pertimbangan kriteria
kolam putar.
Dasar perhitungan diameter kolam putar
Diameter kolam putar (turning basin) yang ideal adalah :
D = 2 x LOA
(3.12)

4. Area Sandar Kapal


Area sandar kapal adalah lokasi perairan tempat kapal bersandar, mengisi
perbekalan atau melakukan aktifitas bongkar muat.
Dasar Perhitungan area sandar kapal :
Rumus pendekatan : A = 1,8 L x 1,5 L (3.13)
Dimana :
A : Luas perairan untuk sandar kapal per 1 kapal
L : Panjang kapal

5. Lebar Alur Pelayaran


Alur pelayaran adalah bagian dari perairan yang alami maupun buatan
yang dari segi kedalaman, lebar dan hambatan pelayaran lainnya
dianggap aman untuk dilayari. Alur pelayaran ini ditandai dengan alat
bantu pelayaran berupa lampu-lampu dan pelampung. Alur pelayaran
harus memiliki kedalaman yang cukup supaya kapal-kapal dapat keluar
masuk dengan aman pada saat air surut terendah (LLWL). Alur pelayaran
adalah bagian perairan pelabuhan yang berfungsi sebagai jalan masuk
atau jalan keluar bagi kapal yang berlabuh. Alur pelayaran digunakan
untuk mengarahkan kapal yang akan masuk ke dermaga. Alur pelayaran
masuk ke pelabuhan biasanya sempit dan dangkal.

62
Dasar perhitungan lebar alur pelayaran I :
Dasar perhitungan lebar alur pelayaran untuk dua jalur dan alur
melengkung dan kondisi alur jarang berpapasang
Lebar alur pelayaran (W) = 6B + 30 M
Dimana : (3.14)
B : Lebar kapal (meter)
Dasar perhitungan lebar alur pelayaran II :
Dasar perhitungan alur pelayaran untuk dua jalur dan alur melengkung
dan kondisi alur kapal sering berpapasan :
Lebar alur pelayaran : (W) = 9 B + 30 m
(3.15)
Dimana :
B :lebar kapal (meter)

Dasar perhitungan lebar alur pelayaran III :


Dasar perhitungan lebar alur pelayaran untuk dua jalur dan alur relative
panjang dan kondisi alur kapal sering berpapasan.
Lebar alur pelayaran (W) = 7 B + 30 m
(3.16)
Dimana :
B : Lebar Kapal (meter)

Dasar perhitungan lebar alur pelayaran IV :


Dasar perhitungan lebar pelayaran untuk dua jalur dan alur relative
panjang dan kondisi alur kapal jarang berpapasan.
Lebar alur pelayaran (W) = 4 B + 30 m
(3.17)
Dimana :
B : Lebar kapal (meter)

Dasar perhitungan lebar alur pelayaran V :


Dasar perhitungan lebar alur pelayaran untuk satu jalur dan kondisi alur
kapal tidak berpapasan.
Lebar alur pelayaran : (W) = 5 B
(3.18)

63
Dimana :
B : Lebar kapal (meter)

6. Kedalaman Alur Pelayaran


Kedalaman alur pelayaran operasional sedikit kurang ideal dengan adanya
terumbu pada daerah sekitar yang membuat permukaan laut sedkit dangkal
namun dapat di siasati dengan melakukan pengerukan pada area
pembengunan terminakl khusus sesuai dengan bentuk rencana dimensi
Tongkamg yang berlabuh. Muka air referensi ditentukan berdasarkan nilai
rata-rata muka air surut terendah pada saat spring tide dalam periode
panjang yang disebut LLWS (Lower Low Water Pring Tide).
Dasar perhitungan kedalaman alur pelayaran :
Dasar perhitungan kedalaman alur pelayaran adalah :
H=d+G+R+P+S+K
Dimana : (3.19)
D : Draft Kapal + 0.3 (Angka Koreksi Minimum Akibat Pengaruh
Salinitas)
G : Gerak vertical kapal karena gelombang dan squast (20% dari
draft kapal)
R : Ruang kebebasan bersih minimum adalah 0,5 m untuk dasar laut /
perairan berpasir dan 1,0 untuk dasar karang.digunakan nilai 1untuk daerah
Berkarang
P : Ketelitian Pengukuran.(10% dari draft kapal)
S : Pengendapan sedimen antara dua pengerukan. (10% dari draft
kapal)
K : Toleransi pengerukan.(10% dari draft kapal)

Untuk memeperhitungakan nilai P,S dan K digunakan faktor keamanan


sebesar 10% dari draft kapal
(Sumber Bambang Triatmodjo Perencanaan Pelabuhan, Hal 150)

64
3.4 Tahapan Pelaksanaan Penelitian
Tahapan/prosedur pelaksanaan penelitian ini tergambar dalam suatu bagan alir
metode penelitian yang digambarkan pada gambar 3.1

Mulai

Studi Pustaka

Data Primer Data Sekunder


Kondisi Geologi Daerah Karyamukti
Peta Topografi Daerah Penelitian
Penetuan Jalur Trase Rencana Jalan Angkut Data Curah Hujan Kab Donggala
Tambang
Data Digital Terain Model res 5 Cm
Penetuan Site lokasi Infrastruktur Kab Donggala

Data Spasial Komponen Keseuain


Lahan

Analisa Data

Pembahasan

Kesimpulan

Gambar 4.1 Bagan Alir Penelitian

65
3.5 Metode Pengumpulan Data
Data yang dibutuhkan dalam penulisan ini terdiri dari data primer dan
data sekunder. Data primer meliputi data Geologi,Sedangkan data sekunder
meliputi data Digital Terain Model Serta data-data
3.6 Pengolahan data
Pengolahan data dilakukan dengan beberapa tahapan. Hasil pengambilan
data primer dilapangan nantinya di olah berdasrkan desain rencana serta
pengolahan data kesesuain lahan berdasrkan data spasial komponen Kesesuain
lahan pemukiman dan pelabuhan yang di olah mengggunakan Software
SIG.hasil Pengolahan data ini nantinya dapat menentukan titik titik penempatan
Lokasi pelabuhan dan pemukiman.adapun Output dari hasil pengolahan data ini
mencakup.
-Analisa Spasial Gerakan tanah
- Rencana Jalan Tambang
- Luasan area yang dianggap rawan,sedang,dan tidak rawan
-Perencanaan Infrastuktur pendukung
-Layouting lokasi infrastruktur pendukung
-Analisa Spasial Untuk menentukan lokasi kawasan pelabuhan
-Perhitungan analisa dimensi area dermaga
3.7 Jadwal Rencana Penelitian

Jenis Kegiatan Maret April Mei


No Tahun 2021 Minggu Minggu Minggu
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Tahapan Persiapan
1
Pengumpulan Data
2
Analisis Desain
3
Analisis Data
4

66
Pembuatan Laporan
5
Hasil

Tabel 3.1 Tabel Rencana Jadwal Penelitian

67
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.Kondisi Geologi Daerah Penelitian


Secara Geologi Daerah Penelitian di pisahkan menjadi 3 Aspek analisis Geologi
mencakup Geomorfologi.Stratigrafi dan Struktur Geologi.Penjelasan mengenai
kondisi Geologi baik Secara Aspek Geomorfologi,Stratigrafi dan Struktur Geologi
diuraikan kedalam penjelasan Sebagai Berikut.

4.1.1.Kondisi Geomorfologi

Secara geomorfologi daerah penelitian meliputi penjelasan pembagian satuan


geomorfologi yang meliputi topografi, pelapukan, gerakan tanah,sedang uraian
tentang sungai termasuk jenis sungai, pola aliran sungai, klasifikasi sungai, tipe
genetik dan stadia sungai, yang pada akhirnya akan dihasilkan suatu kesimpulan
tentang stadia daerah penelitian.

Secara prinsip, dasar klasifikasi yang digunakan dalam penentuan satuan


geomorfologi pada daerah pemetaan adalah :

1. Morfometri
Morfometri daerah penelitian dengan kondisi topografi yang memeiliki
perbedaan tinggi elevasi yang signifikan merupakan gambaran bentuk permukaan
yang umumnya di pengaruhi oleh strktur geologi.hal ini dapat dilihat berdasrkan
hasil analisis data DEM di mana daerah penelitian memiliki bentuk kemiringan
lereng yang hamper seragam dengan bentuk lereg yang umumnya curam-sampai
dengan curam tersayat tajam.

68
Sudut Lereng Beda Tinggi
Satuan Relief
(%)/(o) (m)

Datar atau Hampir Datar 0-2%/ 0-2 o <5

Bergelombang/ Miring Landai 3-7%/2-4 o 5-50

Bergelombang/ Miring 8-13%/4-8 o 25-75

Berbukit Bergelombang/ Miring 14-20%/8-16 o 50-200

Berbukit Tersayat tajam/ terjal 21-55%/16-35 o 200-500

56-140%/35-55
o
Pegunungan tersayat tajam/ sangat terjal 200-500

Pegunungan/ sangat curam >140%/>55 o 500-1000

Tabel 4.1. Klasifikasi antara persentase sudut lereng dan beda tinggi dalammorfologi wilayah
(Van Zuidam, R. A., 1985.)

klasifikasi relief (Van Zuidam, 1985)


2. Morfografi
Morfografi secara garis besar memiliki arti gambaran bentuk permukaan bumi
atau arsitektur permukaan bumi. Secara garis besar morfografi dapat dibedakan
menjadi bentuklahan perbukitan/punggungan, pegunungan, atau gunungapi,
lembah dan dataran.pada daerah penelitia morfografi daerah ini didominasi oleh
kawasan perbukitan dan pegunungan dengan perbedaan elevasi yang cukup
signifikan berdasrkan analisi ketinggian absolut daerah penelitian kondisi
morfografi umunya dipengaruhi oleh proses structural.

69
KETINGGIAN ABSOLUT UNSUR MORFOGRAFI

< 50 meter Dataran rendah

50 meter - 100 meter Dataran rendah pedalaman

100 meter - 200 meter Perbukitan rendah

200 meter - 500 meter Perbukitan

500 meter - 1.500 meter Perbukitan tinggi

1.500 meter - 3.000 meter Pegunungan

> 3.000 meter Pegunungan tinggi

Tabel 4.2 Hubungan ketinggian absolut dengan morfografi


(Van Zuidam, 1985)
3. Morfogenesa
Morfogenesa adalah proses/asal - usul terbentuknya permukaan bumi, seperti
bentuk lahan perbukitan/pegunungan, bentuklahan lembah atau bentuk lahan
pedataran. Proses yang berkembang terhadap
pembentukkan permukaan bumi tersebut yaitu proses eksogen dan proses
endogen. Meliputi morfostruktur pasif (litologi, baik jenis maupun struktur
batuan yang berhubungan dengan denudasi), morfostruktur aktif (dinamika
endogen meliputi vulkanisme, tektonisme, lipatan dengan sesar), morfodinamik
(dinamika eksogen yang berhubungan dengan angin, air dan es serta gerakan
massa).

UNIT UTAMA KODE/HURUF WARNA

Bentukan asal struktur S (Structures) Ungu

70
Bentukan asal gunungapi V (Volcanics) Merah

Bentukan asal denudasi D (Denudational) Coklat

Bentukan asal laut M (Marine) Biru

Bentukan asal sungai/fluvial F (Fluvial) Hijau

Bentukan asal angin A (Aeolian) Kuning

Bentukan asal karst K (Karst) Orange

Bentukan asal glacial G (Glacial) Biru Terang

Tabel 4.3 Simbol Huruf dan Warna Unit Utama Geomorfologi


(Van Zuidam, 1985)
Berdasarkan pendekatan tersebut, maka satuan geomorfologi daerah penelitian
dibagi menjadi 3 satuan yaitu :

1. Satuan Geomorfologi Perbukitan Rendah Denudasional

Dasar penamaan satuan geomorfologi ini menggunakan pendekatan morfografi


berupa bentuk topografi daerah penelitian melalui pengamatan langsung dilapangan,
pendekatan morfometri untuk penentuan satuan morfologi yaitu persentase
kemiringan lereng dan beda tinggi, serta pendekatan morfogenesa berupa analisis
terhadap karakteristik bentukan alam hasil dari proses-proses yang merubah bentuk
muka bumi.Satuan Geomorfologi Ini memiliki Persentase Luas Sekitar 14.33% atau
Sekitar 4.6km2 dari keselurahan daerah penelitian satuan ini memiliki daerah
peneybaran Bagian Utara dan selatan yang di pisahkan oleh sebuah punggungan
Perbukitan dengan ketinggian rata-rata berada kisaran 100-190 Mdpl daerah
penelitian memiliki kemiringan lereng sekitar (15°-22°) beda tingg topografi pada
daerah ini berkisar 102 Meter dengan titik tertinggi topografi 194 Mdpl dan terendah
94 Mdpl.

71
Analisa Morfografi pada satuan mencakup pada bentuk relief yang di amati secara
langsung di lapangan bentuk mereng yang landai bergelombang dengan pola
punggungan bukit yang sejajar pada satuan ini memanjang dari arah barat laut
menuju selatan.

2. Satuan Geomorfologi Perbukitan Denudasional

Satuan geomorfologi ini memiliki luas yang meliputi 23.74 % atau sekitar 7,6 km²
kita dapat mengetahuinya dengan menggunakan cara menjumlahkan luas area satuan
dibagi dengan luas area total kemudian dikalikan dengan 100% maka akan
mendapatkan presentase luas area.
Penyebaran satuan morfologi ini menempati bagian Barat Laut memanjang Menuju
Tenggara menakup daerah administrasi Karyamukti dan Parisan Agung Satuan Ini
memiliki bentuk Topografi perbukitan yang bergelombang dengan bentuk topografi,
Perubahan bentuk topografi sangat terlihat jelas dengan menggunakan analisa
morfometri.
Proses yang terjadi pada daerah ini yaitu pelapukan Fisika dimana lahan mengalami
perubahan akibat adanya pengikisan dan erdoibiltas.Pengaruh perubahan alih fungsi
lahan juga menjadi faktor terbentuknya topografi pada dareah ini proses pengerukan
yang terjadi berupa pengerukan lahan sebagai lahan perkebunan.

Analisa morfografi terhadap satuan ini memperlihatkan bentuk relief yang teramati
dilapangan yaitu lereng berbukit bergelombang. Kenampakan morfologi secara
langsung dilapangan memperlihatkan bentuk topografi perbukitan rendah, dengan
bentuk lembah “V”.
Bentuk morfografi pada satuan ini menunjukan adanya perubahan bentuk topogrfi
yang signifikan,pada daerah sekitaran sungai Bangkalan Sioyoyong Menunjukan
Bentuk lembah “V” dengan topografi yang curam dengan tipe penggunaan lahan
berupa Hutan.

72
3. Satuan Geomorfologi Perbukitan Struktural

Satuan geomorfologi ini memiliki luas meliputi 13.86% atau sekitar 4.45 km²
dari keseluruhan daerah penelitian dengan penyebaran menempati bagian
Timur yang memanjang dari Utara ke Selatan pada daerah penelitian.
Analisa morfometri terhadap satuan ini memperlihatkan kemiringan lereng
yang rata - rata (200 – 370) beda tinggi pada peta topografi yaitu 150 meter,
dengan titik tertinggi dari analisa topografi adalah 592 meter dan titik
terendahnya 442 meter.
Analisa morfografi terhadap satuan ini memperlihatkan bentuk relief yang
teramati dilapangan yaitu lereng berbukit Terjal. Kenampakan morfologi
secara langsung dilapangan bentuk relief yang teramati dilapangan yaitu
perbukitan dengan bentuk lembah “V”.
Pola topografi pada satuan ini memeprlihatkan adanya control struktur yang
bekerja dengan bentuk kemiringan lereng yang cenderung terjal yang serta
bentuk relief perbukitan yang tersayat tajam mengindikasian adanya control
struktur dalam proses pembentukan bentuk lahan dari satuan ini.Proses
interpretasi Kontur dan Bentuk pemodelan 3d dari dem menunjukan adanya
gaya struktur yang bekerja.

4. Satuan Geomorfologi Pegunungan Struktural

Satuan geomorfologi ini memiliki luas meliputi 48,05% atau sekitar 15,2 km²
dari keseluruhan daerah penelitian dengan penyebaran menempati bagian Timur-
Barat yang memanjang dari Utara ke Selatan pada daerah penelitian. Hampir ½ Dari
daerah Penelitian di dominasi oleh satuan ini
Analisa morfometri terhadap satuan ini memperlihatkan kemiringan lereng yang
rata - rata (300 – 400) beda tinggi pada peta topografi yaitu 275 meter, dengan titik
tertinggi dari analisa topografi adalah 800 meter dan titik terendahnya 575 meter.

73
Bentuk morfografi terhadap satuan ini memperlihatkan bentuk relief yang
teramati dilapangan yaitu lereng Terjal. Kenampakan morfologi secara langsung
dilapangan bentuk relief yang teramati dilapangan yaitu Pegunungan dengan bentuk
lembah “V”

Gambar 4.1.Peta Geomorfologi Daerah Penelitian

74
4.1.2.Stratigrafi Daerah Penelitain

Pengelompokan dan penamaan satuan batuan pada daerah penelitian


didasarkan atas litostratigrafi tidak resmi dan litodemik tidak resmi dengan
bersendikan pada ciri-ciri litologi meliputi jenis batuan, kombinasi jenis batuan, dan
keseragaman gejala batuan. Satuan litostratigrafi pada umumnya sesuai dengan
Hukum Superposisi, dengan demikian maka batuan beku dan metamorf yang tidak
menunjukkan sifat perlapisan dikelompokkan ke dalam Satuan Litodemik yang dapat
dipetakan dalam skala 1 : 25.000 (Sandi Stratigrafi Indonesia, 1996).
Berdasarkan pemahaman tersebut diatas, maka satuan batuan yang terdapat pada
daerah penelitian dapat dibagi menjadi 3 (Tiga) satuan batuan. Berikut diurutkan
dari satuan tertua ke satuan termuda terdiri atas :
1. Satuan Metamorf Genes.

Litologi yang menyusun satuan Metamorf Genes secara megaskopis, pada daerah
penelitian batuan Genes Kuarsa dijumpai dalam kondisi segar memperlihatkan ciri
fisik berwarna abu kehitaman dan dalam lapuk berwarna kehitaman, tekstur gneisik,
struktur foliasi, Secara megaskopis mineral-mineral yang dapat diamati antara lain
kuarsa, plagioklas dan mineral pipih. Berdasarkan sifat fisik dan komposisi
mineralnya maka nama batuannya adalah Genes SCMR, (2007). Berdasarkan hasil
analisis petrografi mempunyai warna absorbsi Putih kekuningan serta warna
interferensi Coklat kemerahan, tekstur gneisik, struktur foliasi, komposisi mineral
kuarsa (45%), biotit (15%), plagioklas (25%) Muskovit (15%) sehingga nama
petrografisnya ialah Genes Kuarsa (SCMR, 2007).

2. Satuan Metamorf Sabak.


Penamaan batuan dari penyusun satuan batuan ini terdiri atas dua cara yaitu
pengamatan batuan secara megaskopis dan secara mikroskopis. Pengamatan secara
megaskopis ditentukan secara langsung di lapangan terhadap sifat fisik dan komposisi
mineral yang bisa diamati oleh mata telanjang, dengan menggunakan klasifikasi

75
Systematics of Metamorphic Rocks atau (SCMR, 2007) sebagai dasar penamaan.
Secara mikroskopis dengan menggunakan mikroskop polarisasi untuk pengamatan
sifat fisik mineral serta pemerian komposisi mineral secara spesifik yang kemudian
penamaannya menggunakan klasifikasi batuan metamorf menurut SCMR, (2007).
3. Satuan Intrusi Batuan Beku Granodiorit.
Penamaan batuan dari penyusun satuan batuan ini terdiri atas dua cara yaitu
pengamatan batuan secara megaskopis dan secara mikroskopis. Pengamatan secara
megaskopis ditentukan secara langsung di lapangan terhadap sifat fisik dan komposisi
mineral yang bisa diamati oleh bantuan kaca pembesar/lup, dengan menggunakan
klasifikasi batuan beku menurut Fenton (1940) sebagai dasar penamaan karena
klasifikasi ini membagi jenis warna mineral dominan antara terang dan gelap
sehingga memudahkan pengelompokkan batuan secara megaskopis. Secara
mikroskopis dengan menggunakan mikroskop polarisasi untuk pengamatan sifat fisik
mineral serta pemerian komposisi mineral secara spesifik yang kemudian
penamaannya menggunakan klasifikasi batuan beku menurut IUGS (1973).
Kenampakan petrografis dengan nomor sayatan tipis MFD/BB/ST 5 dengan

batuan beku memiliki warna absorbsi putih kekuningan dan warna interferensi putih

mempunyai tekstur kristalinitas holokristalin, granularitas faneritik, bentuk mineral

Subhedral, relasi innequigranular, struktur massive. Berdasarkan interpertasi yang

dilakukan melalui analisis petrografi dengan memperlihatkan komponen-komponen

penyusun batuan ini adalah Kuarsa 20%, Muskovite 5%, Orthoklas 10% Biotit 10%,

plagioklas 40%, Sanidin 15% maka nama batuan ini adalah Granodiorit (IUGS,

1973)

76
Gambar 4.2.Peta Geologi Daerah Penelitian

4.1.3.Struktur Geologi Daerah Penelitian

Sesar atau patahan adalah suatu bidang rekahan atau zona rekahan yang telah
mengalami pergeseran (Ragan,1976). Pergeseran yang terjadi menyebabkan adanya
perpindahan bagian-bagian dari blok-blok yang berhadapan sepanjang bidang patahan
tersebut. Struktur Sesar juga dapat didefinisikan sebagai suatu rekahan disepanjang
batuan yang mengalami pergerakan relative satu blok terhadap blok batuan yang lain
(Billings,1968)

77
Berbagai klasifikasi struktur Sesar telah banyak dikemukakan oleh berbagai
ahli geologi struktur dengan dasar klasifikasi yang berlainan.Berdasarkan pergerakan
relatif dan jenis gaya yang menyebabkannya, Billings (1968) membagi struktur Sesar
atas tiga bagian, yaitu :
1. Sesar naik adalah Sesar yang hanging wallnya relatif bergerak naik yang
disebabkan oleh gaya kompresi.
2. Sesar turun adalah Sesar yang hanging wallnya relatif bergerak ke arah turun
yang disebabkan oleh gaya tension (tarikan).
3. Sesar geser adalah Sesar dimana blok yang patah bergeser secara mendatar. Sesar
ini disebabkan oleh gaya koppel dan kompresi, terbagi atas Sesar geser
rmenganan (dekstral) dan Sesar geser mengiri (sinistral).
Interpretasi struktur geologi yang berkembang pada daerah penelitian
didasarkan pada data-data primer maupun sekunder yang di jumpai. Sesar dapat
dikenali melalui indikasi atau ciri berdasarkan kenampakan secara langsung di
lapangan. Pengamatan singkapan di lapangan yang dapat di kelompokan kedalam
data primer berupa cermin Sesar, breksi Sesar, gores garis pada bidang cermin Sesar,
kontak litologi yang berbeda umur dan genetiknya. Sedangkan untuk pengamatan
data sekunder dapat digunakan kenampakan morfologi, serta interpretasi pada peta
topografi.

Kenampakan morfologi secara langsung di lapangan serta pada peta topografi


dapat dikenali dengan adanya pergeseran punggung bukit, pelurusan punggung bukit,
pelurusan sungai, kelokan sungai yang sangat tajam, air terjun, dan perbandingan
kerapatan kontur yang menyolok. Data yang didapatkan dilapangan kemudian
dipadukan dengan hasil interpretasi peta topografi dan hasil analisa arah tegasan
utama yang bekerja di daerah penelitian dengan menggunakan diagram kipas. Selain
itu identifikasi struktur juga harus tetap mengacu terhadap setting tektonik regional
yang mempengaruhi daerah penelitian.

78
Berdasarkan hasil analisa terhadap data lapangan berupa data primer ataupun
data sekunder serta korelasi terhadap tektonik regional maka Sesar yang bekerja pada
daerah penelitian berupa Sesar turun dan Sesar geser. untuk mempermudah
pembahasan maka Sesar ini diberi nama belakang berdasarkan nama geografis daerah
yang dilalui Sesar yaitu Sesar Naik Karyamukti dan Sesar Geser Sinistral Karyamukti
Dengan uraian sebagai berikut :

1. Sesar Naik Karyamukti berada pada bagian Barat daerah penelitian, yang
memanjang relatif dari Teggara hingga Barat Laut yang melewati batuan Metamorf
Genes Kuarsa. Adapun ciri-ciri primer dan skunder dilapangan serta interpretasi
kontur yang mengidentifikasikan keberadaan struktur Naik ini yaitu dijumpai adanya,
cermin sesar, perubahan beda tinggi topografi yang signifikan dan adanya struktur
geologi regional menurut (Surono & Hartono,2013) serta didukung oleh data data
pendukung lainnya yaitu analisa kekar yang menunjukkan arah tegasan utama
maksimum yang bekerja relatif berarah Barat Laut - Tenggara.Sesar Naik
Karyamukti ini Melewati Batuan Genes Kuarsa di mana Proses Tektonik
mengakiabtkan adanya pengakatan batuan Genes Kuarsa.
Sesar Naik Karyamukti juga di analisa berdasarkan bentu interpertsi citra di
mana pada daerah yang di lalui dapat dilihat bahwa daerah tersebut memiliki bentuk
topografi yang memiliki beda tinggi yang sangat signifikan.Analisa Citra
menggunakan citra DEMNAS res 5 m.
Proses Pembentukan Sesar Naik Karyamukti di pengaruhi oleh Segmen
Tektonik regional dimana lokasi penelitian berada pada segmen bagian utara dari
Jalur sesar Palu koro ini mengindikasikan bahwa adanya compressionatau tekanan
sehingga mengakibatkan salah satu blok relatif naik hal ini juga di tandai dengan
adanya bentuk lereng yang realtif curam
2. Sesar Geser Sinistral Karyamukti berada pada bagian Barat daerah penelitian,
yang memanjang relatif dari Barat Laut hingga Tenggara yang melewati batuan
Genes Kuarsa,Sabak dan Garoniodit. Adapun ciri-ciri primer dan skunder dilapangan

79
serta interpretasi kelurusan tipografi dan sungai berdasarkan citra DEM yang
mengidentifikasikan keberadaan struktur sesar geser ini yaitu dijumpai adanya cermin
sesar dan striasi, kenampakan kelurusan perbukitan dan sungai pada citra DEM serta
didukung oleh data data pendukung lainnya yaitu analisa kekar yang menunjukkan
arah tegasan utama maksimum yang bekerja relatif berarah Barat Laut –Tenggara.

Gambar 4.3.Peta Struktur Geologi Daerah Penelitian

4.2.Potensi Bahan Galian Daerah Penelitian

Bahan galian merupakan salah satu sumberdaya alam yang sangat potensial,
tercakup di dalamnya adalah segala jenis sumber daya alam yang dapat memberikan
manfaat bagi seluruh rakyat. Secara singkat, bahan galian didefinisikan sebagai bahan
yang dijumpai di alam baik berupa unsur kimia, mineral, bijih ataupun segala macam
batuan. Dalam pengertiannya termasuk bahan yang berbentuk padat misalnya emas,

80
perak, batugamping, lempung, dan lain-lain, berbentuk cair misalnya minyak bumi,
yodium, dan lain-lain, maupun yang berbentuk gas misalnya gas alam (Sukandar
rumidi, 1999).

Menurut Peraturan UU No.4 Tahun 2009 potensi bahan galian dibagi atas 4
golongan,berdasarkan Peraturan tersebut diketahui bahwa kategori potensi bahan
galian yang terdapat pada daerah penelitian yaitu Bahan galian batuan golongan C

4.2.1 Keberadaan Potensi Bahan Galian di Daerah Penelitian

Keberadaan bahan galian ini diidentifikasi berdasarkan singkapan yang


dijumpai dalam pengamatan lapangan, serta letak dan kesampaian daerahnya. Hasil
pengamatan terhadap kondisi geologi dilapangan menunjukkan litologi yang
mengindikasikan adanya potensi bahan galian batuan dan potensi bahan galian logam
yang dapat dimanfaatkan, hal ini ditinjau berdasarkan keterdapatan litologi diorit
kuarsa dan Genes kuarsa dimana litologi ini mempunyai struktur yang masif dan
sangat baik untuk digunakan sebagai bahan material bangunan dan jalan serta bahan
ornamen bangunan. Pada batuan Genes Kuarsa dijumpai pula urat kuarsa dimana
potensi keberadaan mineral logam pada daerah penelitian dapat diindikasikan dengan
adanya keterdapatan urat kuarsa dibeberapa stasiun dilapangan. Luas penyebaran
batuan Genes kuarsa dan diorit kuarsa ini menempati sekitar 56.3% daerah penelitian
dari luas daerah penelitian atau penyebaran secara horisontal seluas 21,60 km 2.
Penyebaran batuan ini memanjang dari utara ke selatan pada daerah penelitian dan
tersinggkap baik didaerah Karyamukti

Potensi bahan galian Pada satuan ini di tunjukan dengan adanya urat kuarsa
yang dapat di jadikan sebagai bahan galian mineral.dalam proses pengolahan nya
Mineral kuarsa umumnya dijadikan bahan baku pembuatan Kaca hias karena sifatnya
yang resisten atau keras berdasrkan skala mosh.

81
Pada proses penambangan bahan galian yang umumnya dilakukan dengan
kondisi singkapan yang menyebar tidak selaras terhadap bentuk topografi dilakukan
dengan model penambangan open pit yaitu penggalia potensi bahan galian dengan
memindahkan potensi bahan galian mineral untuk mendaptakan ekstrak mineral nya.

Dalam proses penambangan Penulis membuat jalur Penambangan berdasarkan


analisa topografi dan kelandain sebagai bahan acuan awal dalam perencanaan jalan
kantong produksi Pertambangan.

Gambar 4.4.Kenampakan Singkapan batuan Genes Kuarsa arah foto


N 190 E

Potensi Bahan Galian Non Logam lainnya yaitu keterdapatan batuan sabak
pada daerah penelitian batuan sabak umumnya di jadikan bahan baku dalam
pembuatan Lantai Hias.Batuan Sabak pada daerah Penelitian memiliki Luas 5.9 Km2

Atau meliputi 18.5 % Luas Daerah Penelitian batuan sabak ini banyak di jumpai pada
desa Parisan agung dengan bentuk singkapan umumnya berlereng pada daerah yang
cukup terjal.

82
Gambar 4.5.Kenampakan Singkapan batuan sabak arah foto N 2200 E
Berdasarkan pengamatan di lapangan, terdapat bahan galian urugan, bahan galian
urugan didaerah ini belum dimanfaatkan tapi berpotensi sebagai bahan galian batuan,
bahan galian ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan konstruksi pondasi, campuran
semen, pekerjaan timbunan, pemadatan bekas galian, dan sebagainya. Pada daerah
tersebut tidak ada aktivitas penambangan yang dilakukan.

Bahan galian batuan yang bersumber dari Granodiorit kuarsa berfungsi sebagai
bahan dasar interior dan eksterior bangunan. Warna batu Granodiorit,kuarsa yang
terang dapat memperindah interior maupun eksterior bangunan. Setelah diasah dan
dihaluskan, batuan lembaran dapat dipotong- potong dan dijadikan ubin dengan
warna- warna yang alami. Pada umumnya ubin tersebut digunakan untuk ubin lantai,
anak tangga maupun dinding berbagai ruangan seperti kamar mandi dan dapur,
ornamen dan lain sebagainya, fungsi lainnya yaitu dimanfaatkan sebagai bahan
pembuatan aksesoris dan pernak pernik perhiasan.

Selain itu Batuan Granodiorit ini juga dapat di jadikan bahan sebagai agreagat
batuan dalam perencanaan perkerasan jalan.

83
Gambar 4.6.Kenampakan Singkapan batuan Granodiorit arah foto N
1870 E

4.3.Analisis Perhitungan Potensi Sumber daya

Berdasarkan hasil kegiatan pemetaan geologi di lokasi penelitian maka sebaran


potensi bahan galian sirtukil (batuan Granodiorit) tersebar hampir di seluruh wilayah
Rencana IUP OP. Batuan andesit tersebar di 88% wilayah penelitian dari Ha luas
wilayah IUP atau sekitar 205 Ha. Batuan ini menempati sebelah Tengah wilayah IUP.
Sedangkan sebaran batuan Metamorf(Sabak dan Genes) sekitar 12% atau 26 Ha.
Batuan ini menempati sebelah Timur dan Selatan wilayah Rencana IUP OP.
Berdasarkan uraian diatas maka penulis mencoba menghitung umur potensi bahan
galian C batuan Granodiorit dengan menggunakan asumsi ketebalan menggunakan
persamaan di bawah ini.

Sumberdaya = Ketebalan x Luas area terukur x C. Mining (Cofessien Mining)

Dimana :

 Ketebalan adalah ketinggian Top of Reservoir ( T.O.R) rata – rata dari permukaan
air laut, dikurangi dengan ketinggian ambang batas tambang rata – rata dari
permukaan air laut.

84
 Luas area terukur adalah luas berdasarkan peta yang ditetapkan dalam kegiatan
eksploitasi, dikurang dengan luas daerah yang tidak berpotensi
 C. Mining (Cofessien Mining) adalah angka perbandingan antara deposit layak
terhadap total profile cadangan. Maka nilai C.Mining yang didapat dari kondisi
dilapangan yaitu 0,8% dimana dalam penambangan batuan andesit tidak banyak
membuang material lapisan penutupnya.

Sumberdaya = Ketebalan x Luas area terukur x C Mining

Ketebalan = Ketinggian tertinggi – Ketinggian Terendah

Luas Area Terukur = Luas IUP – Luas daerah buangan

C.Mining = 0,6 %

Penyelesaian Perhitungan :

Ketebalan = 200 m – 50 m = 150 m

L.A.T = 205 ha – 26 ha

= 179 ha =1790.000 m2

Sumberdaya = 150 x 1790.00 x 0,6

Sumberdaya (Terukur) = 16111.000.00m3


B

200 m

D 50 m

85
A = Ketinggian Maximum
B = Ketinggian Top of Reservior (TOR)
C = Ketinggian Ambang Batas Tambang
D = Luas Area Terukur
4.4.Rencana Produksi Tambang

Rencana prudksi tambang pada area yang akan dilakukan proses penambangan
berdasarkan keterdapatan potensi bahan galian yang ada pada daerah penelitian
menunjukan adanya potensi yang cukup besar pada daerah penelitian,penulis
membuat sebuah rencana produksi dengan asumsi luas rencana yang akan dilakukan
rencana penambangan seluas 213 Ha dan luas potensi sebesar 179 Ha dengan asumsi
umur penambangan maksimal 15 tahun dan kondisi muatan volume angkut sebesar 9
M³ dengan rencana model penambangan open pit atau pengerukan langsung pada
material yang akan di angkut,maka penulis membuat sebuah hasil analisa rencana
produksi tambang sebagai berikut.

RENCANA PRODUKSI TAMBANG


HARI MINGGU BULAN TAHUN 15 TAHUN
500 3500 105000 1260000 18900000

Tabel 4.4 .Rencana Produksi Tambang

Sedangkan untuk produktivitas kerja area tambang dengan asumsi menggunakan 10


unit kendaraan dumptruck dengan kapasitas muatan 9 M³ dapat dihitung dengan
menggunakan perhitungan jumlah trip atau pengangkutan untuk mengetahui jumlah
angkut mobil perhari.hasil analisa perhitungan menunjukan bahwa produktivitas per 1
unit mobil untuk mencapai target produksi adalah sebesar 6 kali angkut untuk
mencapai target produksi harian sebsar 500 M³.

Faktor Target Volume Jumlah Trip


Volume Angkut Jumlah Kendaraan Tanah Harian per unit
9 m³ 10 unit 1,25 500 6
Tabel 4.5 .Produktivitas target Operasi Unit Mobil

86
4.5.Analisis Daerah Rawan Bencana (Gerakan Tanah) Dalam Analisis Rencana

Dalam perencanaan infrastruktur tambang analisis daerah rawan bencana gerakan


tanah diperlukan mengingat daerah perencanaan memiliki perbedaan topografi dan
intesitas curah hujan yang tinggi.sehingga penulis berasumsi bahwa proses
perencanaan ini memerlukan sebuah dasar mitigasi bencana yang baik untuk
meminimalisir kejadian bencana pda daerah perencanaan.berdasarkan analisis ini pula
kita dapat membuat sebuah kajian DED (Detail Engginerring Desain) menegenai
rekayasa geoteknik yang diperlukan pada derah yang akan di rencanakan.

Hasil dari Analisis Spatial yang dilakukan penulis mengenai daerah rawan bencana
ini mencakup berbagai variable guna mendapatkan sebuah peta yang dapat dijadikan
acuan.Berdasarkan hasil analisis penulis mendapati bahwa daerah yang akan
direncanakan infrastuktur memiliki indeks kerentanan sedang dengan hasil analisa
sebagai berikut

Gambar 4.7.Peta Kerentanan Gerakan Tanah

Hasil dari analisi SIG menunjukan bahwa luasan dengan kerentanan sedang
memiliki luas yang paling banyak dengan luasan 1792.8 Ha.berdasarkan analisis ini
maka penulis membuat sebuah area yang dijadikan wilayah perencanaan.adapun
cakupan perencanaan meliputi.

87
1. Jalan Tambang
2. Sarana Penunjang
3.Sarana Pendukung

Spasial Analisis

Peta Geologi Curah Hujan Peta Pengunaan Lahan Peta Morfometri

Peta Struktur Geologi

Skoring

Intersect Overlay

Dissolve Analysis

Klasifikasi Kerentanan

Peta Kerentanan Gerakan Tanah

Gambar 4.8.Bagan Alir Analisis Spasial

4.6.Perencanaan Infrastuktur Tambang

Perencanaan Infrastuktur tabang pada lokasi penelitian dilakukan untuk


menunjang aktifitas operasional dan produksi dalam tahapan ini penulis membuat
sebuah rencana infrastuktur tambang yang terbagi menjadi beberapa kegiatan

88
pekerjaan pembangunan sarana Infrastruktur tambang.Adapun kegiatan perencanaan
tersebut yang di maksud ialah sebagai berikut.

4.6.1.Perencanaan Jalan Angkut Tambang Tambang

Perencanaan jalan angkut tambang ini dilakukan dengan menggnakan analisa


geometri,penulis mencoba membuat sebuah rancangan jalan tambang berdasarkan
aspek geometri dan zona gerakan tanah,berdasrkan hal tersebut penulis membuat
segmen perencanaan jalan tambang,pada perencanaan pembangunan jalan angkut
tambang ini penulis mengklasifikasikan jalan sebagai jalan semi permanen dengan
model jalan berupa timbunan batuan yang agregat akan disesuikan dengan model dan
kondisi tanah sekitar area jalan tambang sedangkan bentuk timbunan berupa
perkerasan timbunan berupa material batuan yang akan di timbun sepanjang jalan
dengan asumsi ketebalan jalan yaitu 10 cm dengan kemiringan dari Center Line jalan
sebesar 2%,hal ini dilakukan agar aliran fluida yang masuk ke badan jalan dapat
terdistribus dengan baik ke arah bahu jalan atau ke arah parit yang disediakan.

4.6.1.1.Trace Jalan Angkut Tambang

Trase jalan angkut tambang mengacu pada bentuk kelandaian eksisting dari
topografi serta daerah zona gerakan tanah yang di analisis pad sub bagian Bab 4.3
hal ini dilakukan untuk meminimalisir terjadinya runtuhan batuan atau gerakan tanah
yang terjadi pada daerah yang akan direncanakan.Penulis membagi 3 jenis tipe Trace
jalan dengan panjang yang berbeda hal ini dilakukan untuk menjadikan seuatu
prencanaan yang efektif dan mendukung dalam melakukan sebuah rekayasa
perencanaan.

Rencana jalan panjang 2,5 Km melewati bentuk topografi pegunungan dengan


kondisi geomorfologi yaitu pegunungan denudasional dengan zonasi kemringan
berkisar antara 21%-45% dengan tipe pegunungan miring curam
bergelombang,melewati satuan batuan Granodiorit yang cenderung memiliki
resistensi batuan yang tinggi.alasan penulis merencanakan trace jalan tambang pada

89
area ini yaitu untuk menghindari jalan berada pada satuan litologi batuan genes dan
sabak yang umumnya memiliki Foliasi atau bidang penjajaran mineral yang rentan
mengalami gesekan sehingga dapat runtuh pada saat melakukan pembangunan atau
pengerukan,sementara untuk daerah kerentanan gempa daerah yang dilalui melewati
garis sempadan sesar naik karyamukti dengan jarak buffer dari daerah sesar sejauh
1.4 Km.

Gambar 4.9 Gambar Rencana Trace Jalan Tambang

4.6.1.2.Lebar Jalan Angkut Tambang

Lebar jalan yang di rencanakan selebar 10 m dengan lebar masing-masing 5 m dari


Center Line jalan.batas lebar jalan sebesar 10 m di rencanakan berdasrkan kebutuhan
mobil dan hasil perhitungan dengan menggunakan analisis AASTHO di dapati bahwa
lebar minimum jalan pada bagian jalan lurus adalah 8,57 m berdasarkan hasil
perhitungan penulis membuat rencana jalan tambang sebesar 10 guna menjamin
sebuah perencanaan yang efisein dalam menjalankan proses produksi.Semenatara
pada bagian jalan dengan tikungan berdasarkan hasil perhitungan analisis penulis
merencanakan jalan sebesar 12 m hasil hitungan.adapun hasil perhitungan analisis
lebar jalan angkut tambang diuraikan pada perhitungan di bawah ini

90
Berdasarkan hasil analisi perhitungan mennjukan lebar yang di perlukan dalan
perencanaan jalan angkut tambang ini sebesar 8,57 m (direncanakan 10 M) untuk
bagian jalan lurus dan 12 m untuk jalan berbelok atau tikungan.Hasil perhitungan ini
menjadi acuan penulis dalam melakukan perencanaa jalan angkut tambang.adapun

detail gambar potongan rencana jalan angkut tambang dapat di lihat pada gambar
4.7 dan gambar 4.8.

Gambar 4.10 Gambar Potongan detail rencana tipikal jalan

Gambarl 4.11 Gambar Layout lebar Jalan pada Tikungan

91
4.6.1.2.Kelandaian Tanah Asli Jalan Angkut Tambang

Kelandain merupakan salah satu aspek penting dalam perencanaan jalan tambang
hal ini dikarnakan tingkat perbedaan beda tinggi antara perencanaan jalan antar kota
dan jalan tambang berbeda.Berdasarkan analisis kelandaian yang dihitung penulis
meliahat adanya kelandaian yang berbeda antara segmen pembagian jalan.proses
perhitungan keladaian dibagi menjadi beberapa stasiun setelah memperhitungakan
kelandaian daerah yang akan direncakanan jalan tambang maka penulis mendapati
bahwa bentuk topografi yang direncanakan berupa pegunungan.proses perhitungan
kelandaian jalan untuk elevasi tanah asli di bagi menjadi 3 sesuai dengan jumlah
segmen jalan.Kelandaian tanah asli pada jalan tambang ini didapati hasil dengan
tingkat kelandaian yang bervariasi dimana kelandaian paling curam untuk elevasi
tanah asli yaitu sekitar 52% dan paling datar yaitu 0% dengan jarak antar patok yaitu
25 M sedangkan panjang jalan yang akan direncanakan yaitu 4.5 Km .adapun hasil

4.6.1.3.Kelandaian Elevasi Rencana Jalan Angkut Tambang

Kelandaian rencana merupakan aspek penting dalam melakukan perencanaan jalan


dalam tahapan kali ini penulis mebuat sebuah elevasi rencana yang akan menjadi
sautu bentuk eksisting topografi jalan berdasarkan nilai elevasi yang kita
rencanakan.Kelandaian elevasi rencana pada jalan tambang dibuat dengan tujuan agar
kemampuan mobil dalam melakukan mobilisasi pengangukutan material hasil
produksi berjalan dengan baik.

Kelnadaian elevasi rencana yang dibuat penulis megacu pada persentase


kemiringan yang dihitung pada jalur eksisting jalan dengan panjang antar stasiun
yaitu 50 M untuk rencana jalan.Berdasrkan hasil perhitungan penulis melihat bahwa
standar kemiringan jalan antar kota yang diterbitkan PU dapat digunakan namun
untuk besaran kelandaian pada jalan angkut tambang sangat sulit di gunakan,maka
dari itu penulis mencoba membuat sebuah rancangan jalan tambang dengan

92
memperhatikan aspek keterdapatan sumber material bahan galian.atas dasar itu
penulis membuat elevasi rencana dengan kelandaian yang disesuikan dengan litologi
daerah tersebut.

Kelandaian rencana pada rencana jalan direncanakan sesuai dengan tingkat batas
kelandain maksismum untuk mobil yang akan beroprasi pada jalan tersebut.adapun
kelandain rencana yang dibuat oleh penulis yaitu rata-rata berada pada kisaran 15%
dengan panjang 50 M antar stasiun dan panjang kelandaian datar sepanjang 350 M
sebelum memasuki area tanjakan,panjang kritis yang dilalui mobil sudah disesuikan
agar pengemudi mampu menyesuikan kecepatan dalam keadaan muatan penuh oleh
karna itu penulis membuat sebuah rancangan di mana elevasi di sesuaikan dengan
laju kendaraan rencana.

4.6.2.Perencanaan Infrastuktur Pendukung Tambang

Perencanaan Infrastruktur pendukung bertujuan sebagai penunjang dalam


melakukan syarata proses produksi yang akan dilakukan ketika melakukan proses
penambangan.Proses perencanaan dilakukan dengan mengambil dasar zona gerakan
tanah pada site area yang akan direncanakan sebagai sarana pendukung proses
penambangan.selain berdasarkan hal tersebut keterdapatan litologi dan kondisi geoogi
juga menjadi dasar dilakukanya proses perencanaan.

Penulis membuat sebuah rancangan site infrastuktur tambang pada area dengan
luas 500 M2 dengan beberapa sarana penunjang pada area yang akan di
rencanakan,adapun item yang di rencanakan pada area site sebagai sarana pendukung
dalam infrastruk tambang ini yaitu

1. Pengupasan dan penimbunan tanah pucuk

Pengupasan tanah pucuk jika ternyata ada dilakukan setebal 30 cm dengan


Beckhoe dan didorong secara horisontal ke lokasi penimbunan sementara di
dalam bukaan tambang. Tanah pucuk yang sudah terkupas dimuat dan

93
diangkut ke tempat penimbunan dengan menggunakan dump truck. Lapisan
tanah pucuk yang subur dan banyak dibutuhkan oleh timbunan akan disimpan
pada tempat yang aman dari erosi maupun kegiatan penambangan, yaitu berada
diluar daerah pertambangan dan terpisah dengan penimbunan tanah penutup
(waste dump). Area penimbunan tanah pucuk dipilih pada lokasi yang tidak
mengandung batuan Granodiorit. Pekerjaan pengupasan tanah pucuk dilakukan
per blok atau sub blok pertambangan batuan Andesit. Pada revegetasi tanah
pucuk, maka untuk keperluan benih dapat diupayakan dengan memberdayakan
masyarakat lokal untuk pengadaannya.Luas yang di rencanakan pada area ini
yaitu 50 M2 dan di gali sedalam 5 M sebagai wadah area pengupasan dan
penimbunan.

Rangkaian komponen kegiatan pengelolaan tanah pucuk terdiri dari pekerjaan-


pekerjaan sebagai berikut :

-Penggalian dan atau pengumpulan tanah pucuk

-Pengangkutan ke lokasi preservasi tanah pucuk

-Penyebaran tanah pucuk di lokasi-lokasi reklamasi

Pengupasan tanah pucuk pada tahap ini akan berdampak penurunan kualitas
udara dan poeningkatan kebisingan, perubahan bentang alam, peningkatan
erosi, penurunan kualitas air permukaan, gangguan biota perairan serta
gangguan kesehatan masyarakat.

2. Pembangunan Kantor Adminstrasi

Kantor Adminsrasi merupakan bangunan yang berfungsi sebagai tempat


karyawan dan office manager dalam melakukan pengontrolan dalam proses
operasi penambangan.Pada area Kantor direksi direncanakan seluas 75 M2
dengan terdapat beberapa ruangan yaitu berupa ruangan rapat yang juga dapat

94
digunakana sebagai ruang alternative,ruang kerja,ruang manager,dan satu
WC(Kamar mandi).

Gambar 4.12 Layout Denah Kantor direksi


3. Pembangunan stockpile

Stockpile dibangun pada lahan ±1200 m2 dan akan mampu menimbun


batuan Granodiorit sampai 50.000 ton. Konstruksi stockpile dengan tanah
pengeras, disekelilingnya dibuat saluran drainase untuk mengalirkan air hujan.
Sebelum air hujan dialirkan ke badan air penerima, terlebih dahulu air hujan
ditampung pada kolam penampungan (setting pond) untuk mengendapkan
sedimen yang tersuspensi.Luas area stockpile yang di rencanakan yaitu seluas
1200M2 dengan kedalaman galian stockpile yaitu 5 M,proses perencanaan
stockpile juga berdasar pada area keterdapatan litologi dan akses jalan
tambang,stockpile di rencanakan pada area yang lebih dekat dengan akses
potensi litologi yang akan ditambang untuk menunjang sebuah proses
produksi yang efisien.Selain pada area site penambangan stockpile juga
direncanakan pada area Infrastuktur khusus yaitu pada area dermaga untuk

95
menunjang proses pengangkutan material ke kapal pengangkut.adapun
gambaran koordinat lokasi stockpile pada area site penambangan dapat dilihat
pada gambar

Gambar 4.13 Gambar Area Stockpile

4. Pembangunan Area Parkir


Area parker yang akan dibangun yaitu parkiran khusus kendaraan tambang yang
dibangun untuk mengefisienkan lokasi pengerukan dan mbilisasi,dalam hal ini
penulis merencanakan beberapa site area parkiran hal ini bertujuan agar bila
terjadi kerusakan pada kendaraan tambang area parkiran yang terdapat di
beberapa site perencanaan dapat digunakan dan di manfaatkan.area parker
kendaraan tambang ini di buat dekat dengan area bengkel dan area kantor
admistrasi guna memeprmuda proses pengentrolan kondisi kendaraan yang
beroporasi.
5. Pembangunan kolam pengendapan (setting pond)

96
Pembangunan kolam pengendapan akan digunakan untuk mengendapkan
air tirisan dari penimbunan tanah penutup pada pertambangan batuan Andesit.
Dalam pengelolaan air tirisan dilakukan beberapa kriteria antara lain :

1. Pembangunan kolam pengendapan didasarkan pada luas dari catchment area,


curah hujan dan karakteristik tirisan.
2. Lokasi kolam pengendapan berada dekat pada waste dump, dipermukaan dari
tambang dan di dekat tempat produksi batuan Andesit.
3. Kolam pengendapan ini mempunyai dua fungsi yaitu tempat mengendapkan
sedimen yang terbawa dari tambang dan mengembalikan kualitas air agar
memenuhi baku mutu.
Kolam pengendapan terdiri dari 3 unit kompartemen masing-masing berukuran
5 m x 3 m x 3 m atau masing-masing memiliki kapasitas 45 m3.

Kolam pengendapan ini untuk mengendapkan zat padat tersuspensi.

Gambar 4.14 Gambar Layout area Kolam pengndapan

97
6.Perencanaa Pembangunan Jaringan Listrik

Kebutuhan energi listrik untuk keperluan pertambangan batuan Granodiorit


sangat diperlukan sekali. Sumber utama energi listrik pada kegiatan
pertambangan adalah dari Generator dengan kapasitas 500 KVA.Jaringan
Listrik dibuat untuk memenuhi kebutuhan listrik pada area site
infrastuktur,Proses perencanaan jaringan listrik dibuat berdasrkan keterdapatan
site gedung infrastuktur pada area yang akan di rencanakan.

7.Perencanaa Tangki Bahan bakar Minyak

Bahan bakar minyak solar yang dibutuhkan dalam setiap harinya mencapai
±150 liter/hari. Bahan bakar jenis solar dimobilisasi dari SPBU terdekat dengan
status solar industri (nono subsidi) dan berada di lokasi tambang yaitu untuk
bahan bakar pengangkutan batuan Andesit yang besarnya yang digunakan untuk.
Tangki BBM hanya disediakan untuk operasional Bechoe dan Wealloader saja,
dan yang lainnya diisi langsung ke tangki dump truck di SPBU.ketererdapatn
area tangki bahan bakar pada perencanaan yaitu pada bangunan bengkel,gudang
dan pada area dermaga jetty.

Berdasarkan analisa Spasial jarak terdekat dari lokasi site ke SPBU yaitu
pada pada SBPU Sioyoyong dengan akumulasi jarak terdekat yaitu 17 KM dari
lokasi dengan asumsi kecepatan mobil yang terdapat pada jalan tambang dan
eksisting jalan menuju area SPBU maka waktu tempuh yang di peroleh yaitu 27
menit,berdawsrkan analisis spasial.

8.Perencanaan Gudang

Pembangunan gudang pada area pertambangan befungsi sebagai temapt


penyimpanan alat kendaraan dan berbagai kebutuhan lainnya,gudang pada area
ini di rencanakan dengan dimensi 25X15.Dimensi yang ukuran nya untuk
kapasitas gudang direncanakan semaksimal mungkin mampu memenuhi

98
kebutuhan ruang pada area tambang.adapun gambar layout gudang pada gambar
dibawah ini.

Gambar 4.15 Gambar Layout Gudang

9.Perencanaan Bengkel Kendaraan

Pembangunan bengkel kendaraan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan


kendaraan apabila mengalami kerusakan,perencanaan pembangunan bengkel ini
bertujuan apabila terjadinya kerusakan pada kendaraan tambang dapat di
perbaiki sesuai dengan tingkat kerusakan yang terjadi pada kendaraan,selain
bersifat umum pada area tambang bengkel di rencanakan penulis untuk
menunjang capaian target tingkat produktivitas tambang dalam melakukan
operasi dan produksi.

Pada Site lokasi yang di rencanakan bengkel pada area tambang ini memiliki
site luasan yaitu 15X20 atau sekitar 300M2.posisi penempatan site lokasi
bengkel berdasarkan zonasi gerakan tanah sebagai dasar perencanaan.

99
Gambar 4.16 Gambar Layout Bengkel

10.Perencanaan Jaringan Air Bersih

Kebutuhan air bersih di lokasi tambang batuan Granodiorit berasal dari air
sungai yang berada pada area sekitar lokasi pertambangan. Penggunaan air
untuk kegiatan pertambangan ini hanya ditujukan untuk aktivitas perkantoran.
Sementarauntuk kegiatan produksi tidak menggunakan air.Perencanaan jaringan
air bersih didasarkan oleh bentuk topografi yang dilalui oleh pipa yang
direncanakan dengan menggunakan asumsi debit aliran sungai yang akan di
salurkan ke pipa dari area intake mampu mengalir sampai pada area distribusi
air sesuai dengan kebutuhan penggunaan air bersih pada lokasi tambang.

Panjang perencanaan pipa dari intake menuju area distribus yaitu sepanjang
1.8 Km dan terdapat 4 instrumen pipa berupa sambungan pipa tipe
“L”,Topografi tertinggi pada posisi intake yaitu 180 dan terendah pada daerah
distribusi yaitu 80.Adapun gambaran topografi jaringan Pipa terlihat pada
gambar 4.15

100
Gambar 4.17 Gambar Layout Jaringan Pipa

4.5.3.Perencanaan Dermaga Tambang

Secara umum dermaga di dalam tambang batuan dibangun dan difungsikan


sebagai tempat sandar kapal untuk melakukan aktifitas bongkar muat Batuan
,dalam hal ini perencanaan dermaga mengacu pada kondisi batimetri dan kebutuhan
area dermaga.Sesui dengan fungsi dan maksud dari perencanaan dermaga ini untuk
mendukung proses produksi dan peningkatan mobilitas dalam proses penjualan
bahan material sebagai sesuatu yang memiliki nilai jual.penentuan lokasi dermaga
menggunakana analisis spasial dengan menggunakan asumsi jarak terdekat dari area
pertambangan menuju dermaga sehingga menunjang proses angkut dari area
pertambangan menuju area dermaga,hasil analisis spasial menunjukan lokasi yang
tepat untuk perencanaan dermaga terdapat pada daerah pesisir desa sabang dengan
hasil kalkulasi daerah tersebut memenuhi syarat dari segi kedalaman sebagai area
pembangunan dermaga,adapun dimensi yang di rencanakan yaitu panjang 100 m
dan lebar 25 M dengan kapasitas angkut 5500 m3 dan bobot 5200 ton,panjang
(LOA) kapal 79,2 m draft kapal 5 M.adapun hasil prhitungan analisis dimensi area
dermaga di tabelkan pada tabel di bawah ini.
Rencana Dimensi Kapal

101
Tongkang
PANJANG KAPAL( Loa) 79,2 M
LEBAR KAPAL 21,96 M
DRAFT KAPAL 5 M
KAPASITAS 5500 M³
BOBOT 5200 TON

Hasil
NO Analisa Dasar Perhitungan
r A
R=L+4.5.D+30(m) 130,8 = 5,37
R = L + 6D + 30 (m) 138 = 5,98
1 Luas Area labuh Jangkar
R=L+25(m) 104,2 = 3,41
R=L+50(m) 129,2 = 5,24
Tabel 4.6 Perhitungan Luas Area Labuh Jangkar

Hasil
NO Analisa Dasar Perhitungan
r A
2 Area Kolam Putar d=2 X Loa 158,4 = 7,88

Tabel 4.7 Perhitungan Luas Area kolam putar

Hasil
NO Analisa Dasar Perhitungan
-5,5 M²
3 Kedalaman Area Kolam Putar Kedalmanan=1,1*draft

Tabel 4.8 Perhitungan kedalaman kolam putar

Hasil
NO Analisa Dasar Perhitungan
1,7 Ha
4 Luas Area Sandar Kapal A = 1,8 L x 1,5 L

Tabel 4.9 Perhitungan Luas Area Sandar Kapal

102
NO Analisa Dasar Perhitungan Hasil

W=6.B+30 161,76
W=9.B+30 227,64
5 Alur Pelayaran W=7.B+30 183,72
W=4.B+30 117,84
W=5.B 109,8
Tabel 4.10 lebar alur pelayaran

Hasil
NO Analisa Dasar Perhitungan

H=d+G+R+P+S+ 7,6 M
6 Kedalaman Alur Pelayaran
K

Tabel 4.11 Kedalaman Alur Pelayaran

Berdasarkan hasil analisa dimensi area dermaga beserta area pendukung nya maka
penulis merencanakan sebuah dermaga pada area koordinat X: 821831,78-821831,17
Y: 30860,011-30822,333.Pada area tersebut penulis merencanakan dermaga dengan
model dan tipe dermaga jetty atau dermaga yang memanjang ke arah laut.Hasil
Analisa spasial yang serta hasil analisa peta batimetri dan perhitungan dimensi
dermaga menunjukan daerah tersebut layak di jadikan sebagai area dermaga untuk
menunjang proses produksi,adapun analisa batimetri menunjukan daerah tersebut
memiliki tingkat kemiringan yang tidak begitu curam menunjukan perubahan
topografi pada daerah tersebur relatif seimbang antara jarak dari daerah bibir pantai
sampai pada area panjang dermaga,hal ini dapat menunjukan bentuk dasar pantai
yang berpasir oleh karna itu penulis mengambil kesimpulan bahwa daerah tersebut
perlu dilakukan penimbunan berupa pasir urugan,dan quary sebelum dilakukan proses
timbunan batu gajah pada daerah tersebut adapun bobot volume batugajah yang biasa
dan umum digunakan pada daerah berpasir dangkal s/d dalam yaitu berbobot ±1-2
Ton.adapun gambaran mengenai lokasi dan layout dermag dapat di lihat pada
gambar 4.18 s/d 4.19.Untuk kelengkapan gambar site daerah dermaga terdapat pada
lampiran.

103
Gambar 4.18 Peta Lokasi Pembangunan dermaga

Gambar 4.19.Gambar Layout Dermaga

104
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1.Kesimpulan

Hasil penelitian perencanaan infrastuktur tambang ini pada area dengan potensi
bahan galian batuan granodiorit dengan menggunakan pendekatan geologi dan analisa
spasial didapati hasil perencanaan sebagai berikut:
1.Hasil analisa perencanaan jalan angkut tambang direncanakan sepanjang 2.5 Km
dengan lebar tikungan sebesar 12 M dan lebar pada jalan lurus 8 meter dengan
koefisien kelandaian rata-rata sebesar 2-4% dan kesiapann jarak pandang sebesar
100-200 M.
2.Dari hasil analisis perencanaan infrastruktur tambang terdapat beberapa sarana
infrastruktur yang di rencanakan berdasarkan hasil analisa:
-Jalan tambang
-Infrastruktur pendukung
-Area Pelabuhan dermaga tambang
5.2.Saran
Berdasarkan hasil penelitian pbeberapa saran sebagai bentuk pengembangan
penelitian apabila dibutuhkan
1. Untuk Proses perencanaan tambang kiranya perlu memasukan proses perencanaan
berskala detail untuk menunjang proses pelaksanaan Pembangunan Infrastruktur
tambang.
2.Dalam Proses perencanaan perlu dilakukan kajian Geologi mendalam agar proses
perencanaan dapat berjalan efisien mengingat lokasi tambang yang umumnya
memiliki zonasi bencana yang rentan.

105
DAFTAR PUSTAKA.

Suwandhi,Awang.2004.Perencanaan Jalan Tambang Jalan.Jakarta:Diktat


Pertambangan

Suwandhi,Awang.2004.Perencanaan Jalan tambang dan Geometri Jalan.DIY


Yogyakarta: Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Indonesia

Haodang Msc.2010.Konstruksi Jalan Raya Buku 1.Jakarta :Kementrian Pekerjaan


Umum

Sukirman,Sivia.1999.Dasar dasar Geometri Jalan.Jakarta:Jakarta Press

Mirtia.S.r.2013.Evaluasi Kesesuaian lahan pemukiman.Ponegoro:Fakultas Teknik


Universitas Diponegoro

Prodjosumarto,Partanto.1993.Jalan Angkut Tambang.Jurusan Teknik


Pertambangan.Institut Teknologi Bandung

R,Hidayat.2016.Evaluasi Penanggulangan Kerentanan Gerakan


Tanah.Sidoarjo:Prosiding Seminar Nasional Penanggulangan Resiko Bencana Vol 2

Suratman,Nana.1976.Geologi Daerah Toli-Toli.Bandung:Direktorat Geologi


Depertemen Pertambangan

Indonesianto. 2008. Pemindahan Tanah Mekanis.DIY Yogyakarta:Teknik


Pertambangan UPN Veteran.

Sukamto, R, 1973. Geologi Daerah Palu. Bandung:Direktorat Geologi Depertemen


Pertambangan

Asdak, C.1995.Hidrologi dan Pengolahan DAS.DIY Yogyakarta:Gadjah Mada


University Press

106
Van Zuidam, R. A., 1985. Guide to Geomorphologic - aerial photographic
interpretation and Verstappen, H. Th., 1977. Remote Sensing in Geomorphology,
First Edition, Elsevier Scientific Publishing Company, Amsterdam.

Sukamto, R. and T.O. Simandjuntak, 1983. Tectonic relationship between geologic


province of Western Sulawesi, Eastern Sulawesi and BanggaiSula in the light of
sedimentological aspects. Bull. Geol. Res. Dev. Center, 7, 1-12. Bandung.

Surono, Sukamto, R., Ratman, N., Priadi, B., Permana, H., Sardjono, et al. (2013).
Geologi Sulawesi. Jakarta: LIPI Press.

107

Anda mungkin juga menyukai