TUGAS AKHIR B
Diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana Strata Satu (S-1) di
Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut
Teknologi Bandung
Mahasiswa Pengusul
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
i
ANALISIS SEKATAN SESAR PADA LAPANGAN SAKTI,
CEKUNGAN KUTAI, KALIMANTAN TIMUR
Oleh:
ABSTRAK
Lapangan Sakti merupakan Lapangan gas yang kini dioperasikan oleh PT.
Pertamina Hulu Mahakam. Lapangan Sakti terletak pada bagian selatan dari
Cekungan Kutai yang terdiri dari endapan delta front-prodelta dari Seri Delta
Sepinggan dengan reservoir batupasir fasies distributary mouth bar serta dikontrol
oleh struktur geologi berupa sesar-sesar normal dengan pola en echelon. Sesar-
sesar normal tersebut dapat menjadi perangkap hidrokarbon ketika bersifat
menyekat.
Kata Kunci: Sekatan sesar, Shale Gouge Ratio (SGR), Sekuen Deltaik
Sepinggan, Cekungan Kutai.
ii
FAULT SEAL ANALYSIS AT SAKTI FIELD, KUTEI BASIN,
EAST KALIMANTAN
By:
ABSTRACT
iii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT atas berkat hidayah, kasih sayang dan
pertolonganNya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir di Program
Studi Sarjana Teknik Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut
Teknologi Bandung.
Penelitian Tugas Akhir yang berjudul “Analisis Sekatan Sesar Pada Lapangan
Sakti,Cekungan Kutai, Kalimantan Timur” ini akan membahas secara umum
sifat dan karakteristik sesar yang nantinya dapat berpotensi sebagai perangkap
hidrokarbon atau jalur migrasi sekunder.
Dalam pengerjaan Tugas Akhir ini, penulis mendapatkan banyak bantuan berupa
bimbingan, pengajaran, dukungan materi maupun non-materi. Oleh karena itu
penulis juga berterima kasih, khususnya kepada:
1. Papa, Mama, Bang Eka dan Riri yang telah berjasa mendoakan dan
memberikan dukungan moral maupun materil.
2. Dr. Indra Gunawan, S.T., MSc., selaku dosen pembimbing yang telah
mendidik, mengarahkan, dan memotivasi penulis selama pengerjaan Tugas
Akhir.
3. Bapak dan Ibu dosen Program Studi Sarjana Teknik Geologi ITB atas
segala ilmu dan pengajarannya selama masa perkuliahan.
5. Dinas Pendidikan Pemerintah Provinsi Riau atas bantuan dana dan materil
selama perkuliahan.
iv
7. Mas Andrew Sitorus, Mas Fauzan Sadli, dan Pak Hermawan atas ilmu dan
bimbingannya selama pengerjaan Tugas Akhir di PHM Balikpapan.
8. Pak Bayu Giriansyah, Ibu Iswahyuni Fifthana, Mba Namiera, Mas Aan,
Pak Wahyu, Mas Ronald, Mas Pujo, Mas Yashinto, Mba Ruchita, Mas
Dhanny, Mas Igan dan segenap rekan-rekan karyawan PHM Balikpapan
Office atas keramahan, bantuan dan sharing ilmu tentang geosains
terutama aspek teknis selama pengerjaan Tugas Akhir.
9. Ezra, Arbi, Thifa, Tyas, Reymon dan Ferry sebagai teman seperjuangan
yang telah mengisi hari-hari penulis selama di Balikpapan.
10. Adrianus, Armein, Hafizh, Wira, Yosua, Salman, Eryk, Bavo, dan Gilang
yang telah menjadi sahabat-sahabat penulis salama perkuliahan di Teknik
Geologi ITB.
11. Rekan-rekan satu bimbingan : Dzaki, Rizal dan Uje atas sharing ilmunya
selama pengerjaan Tugas Akhir.
12. Seluruh teman-teman Teknik Geologi Angkatan 2014 dan HMTG “GEA”
ITB yang selalu memberikan semangat dan motivasi selama kehidupan
perkuliahan.
Penulis menyadari bahwa penelitian Tugas Akhir ini masih jauh dari kata
sempurna, oleh karena itu penulis memohon maaf apabila terdapat kesalahan
dalam penulisan makalah tugas akhir ini. Penulis sangat mengharapkan kritik
dan saran membangun untuk menyempurnakan Tugas Akhir ini serta menjadi
pembelajaran bagi penulis. Akhir kata, semoga penelitan Tugas Akhir ini
dapat memberikan manfaat dalam keilmuan geologi kedepannya.
Penulis
v
DAFTAR ISI
vi
BAB IV HASIL INTERPRETASI BAWAH PERMUKAAN ............................ 29
IV.1 Interpretasi Seismik ........................................................................... 29
IV.1.1 Interpretasi Sesar................................................................................ 29
IV.1.2 Interpretasi Horizon ........................................................................... 29
IV.2 Peta Struktur Bawah Permukaan ........................................................ 30
IV.2.1 Peta Struktur Bawah Permukaan Puncak LS1..................................... 31
IV.2.2 Peta Struktur Bawah Permukaan Puncak US3 .................................... 31
IV.2.3 Peta Struktur Bawah Permukaan Puncak US2 .................................... 33
IV.2.4 Peta Struktur Bawah Permukaan Puncak US1 .................................... 33
BAB V ANALISIS SEKATAN SESAR .......................................................... 35
V.1 Peta Kesehadapan (Juxtaposition Map) .............................................. 36
V.2 Peta Sebaran Volume Serpih (Vshale) pada Bidang Sesar .................. 38
V.3 Peta Throw......................................................................................... 40
V.4 Peta Shale Gouge Ratio (SGR) ........................................................... 42
V.5 Peta Permeabilitas Sesar..................................................................... 44
V.6 Sintesis Parameter Penyekatan Sesar .................................................. 46
V.6.1 Batasan Fluida Mengalir Pada Reservoir ............................................ 46
V.6.2 Penentuan Batas Nilai SGR ................................................................ 48
V.7 Penyebab Penyekatan Sesar ............................................................... 49
BAB VI KESIMPULAN PENELITIAN ............................................................ 50
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar I.1 Lokasi Penelitian : Blok Sambung dan Lapangan Sakti ............. 2
Gambar I.2 Diagram alir penelitian. ............................................................ 4
Gambar I.3 Area seismik 3D yang dibatasi oleh garis ungu dan lokasi
sumur-sumur pada Lapangan Sakti. .......................................... 5
Gambar II.1 Lokasi geografis Cekungan Kutai (Darman dan Handoyo, 2013).
................................................................................................. 6
Gambar II.2 Elemen tektonik yang berlangsung saat ini (Modifikasi dari
Hall, 2012)................................................................................ 7
Gambar II.3 Rekonstruksi paleotektonik pada fase pembentukan Cekungan
Kutai (Modifikasi dari Hall, 2012). NFS merupakan Sistem
Sesar Natuna dan PKFS merupakan Sistem Sesar Palu-Koro. ... 8
Gambar II.4 Rekonstruksi paleotektonik Cekungan Kutai pada Miosen –
Pliosen: a). Rotasi Pulau Kalimantan pada 15 juta tahun yang
lalu, b). Rotasi berhenti dan terjadinya obduksi di bagian
baratlaut Pulau Kalimantan, c). Tumbukan antara bagian utara
Sulawesi dan Sula-spur (Modifikasi dari Hall, 2012). ............... 9
Gambar II.5 Pola struktur geologi pada Cekungan Kutai (Chambers dkk.,
2004). ..................................................................................... 11
Gambar II.6 Kolom Stratigrafi Regional Cekungan Kutai (Satyana
dkk.,1999). ............................................................................. 13
Gambar II.7 Lokasi Area Blok Sambung dan Lapangan Sakti yang ditandai
dengan lingkaran kuning. ........................................................ 14
Gambar II. 8 Ilustrasi skematik pergerakan Sesar Sepinggan dan
pembentukan sesar-sesar normal dengan pola en echelon (Total
E&P Indonesie, 2010). ............................................................ 15
Gambar II.9 Penampang seismik barat–timur menunjukan geometri Sesar
Sepinggan. (Total E&P Indonesie, 2010). ............................... 16
Gambar II.10 Kolom stratigrafi regional area Blok Sambung dan Lapangan
Sakti. (Modifikasi de Janvry dkk. 1991). ................................. 17
Gambar II.11 Korelasi sumur berarah baratlaut-tenggara dengan dasar marker
dari de Janvry dkk. (1991). ..................................................... 19
Gambar II.12 Penampang seismik regional baratlaut-tenggara dan
simplifikasi lingkungan pengendapan pada Blok Sambung dan
Lapangan Sakti (Pertamina Hulu Mahakam, 2018). ................ 20
viii
Gambar II.13 Korelasi Sumur C-D berarah baratdaya-timurlaut digantung
pada 0 SSTVD menunjukan adanya penebalan dan akumulasi
batupasir di bagian selatan. ..................................................... 21
Gambar II.14 Rekonstruksi Paleo Lingkungan Pengendapan dan
Perkembangan Delta Sepinggan (Modifikasi dari Pertamina
Hulu Mahakam, 2018). Lingkaran hitam merupakan lokasi
Lapangan Sakti. Garis merah merupakan sesar-sesar yang aktif
selama pengendapan. .............................................................. 23
ix
Gambar V.5 Peta sebaran nilai vlume serpih pada masing-masing sesar di
Lapangan Sakti. Garis tegas merupakan marker pada foot wall
dan garis putus-putus merupakan marker pada hanging wall. .. 39
Gambar V.6 Peta sebaran nilai throw di Lapangan Sakti. ............................ 40
Gambar V.7 Peta sebaran nilai throw masing-masing sesar di Lapangan
Sakti. Garis tegas merupakan marker pada foot wall dan garis
putus-putus merupakan marker pada hanging wall.................. 41
Gambar V.8 Peta sebaran nilai Shale Gouge Ratio (SGR) pada Lapangan
Sakti. ...................................................................................... 42
Gambar V.9 Peta sebaran nilai Shale Gouge Ratio (SGR) pada masing-
masing sesar di Lapangan Sakti. Garis tegas merupakan marker
pada foot wall dan garis putus-putus merupakan marker pada
hanging wall. .......................................................................... 43
Gambar V.10 Peta sebaran nilai permeabilitas pada bidang sesar Lapangan
Sakti. ...................................................................................... 44
Gambar V.11 Peta sebaran nilai permeabilitas pada masing-masing sesar di
Lapangan Sakti. Garis tegas merupakan marker pada foot wall
dan garis putus-putus merupakan marker pada hanging wall. .. 45
Gambar V.12 Plot silang antara nilai porositas efektif dan volume serpih pada
reservoir-reservoir yang mengalirkan fluida di Lapangan Sakti.
............................................................................................... 47
Gambar V.13 Plot silang antara nilai porositas efektif dan nilai permeabilitas
pada reservoir-reservoir yang mengalirkan fluida di Lapangan
Sakti. ...................................................................................... 47
Gambar V.14 Grafik plot silang data sesar antara nilai SGR dan nilai
permeabilitas sesar menunjukan nilai batas ambang sesar
mengalirkan fluida atau menyekat........................................... 49
x
DAFTAR LAMPIRAN
xi
BAB I PENDAHULUAN
Lapangan Sakti merupakan lapangan penghasil gas yang terdapat pada distal area
dari Delta Sepinggan dan bagian dari Blok Sambung yang kini dioperasikan oleh
PT. Pertamina Hulu Mahakam. Reservoir utama dari Lapangan Sakti didominasi
oleh batupasir fasies distributasry mouth bar yang merupakan bagian delta front-
prodelta dari Sekuen Deltaik Sepinggan. Pada Lapangan Sakti, terdapat struktur
utama berupa sesar-sesar normal berarah utara-selatan. Sesar-sesar tersebut diduga
dapat menjadi perangkap hidrokarbon pada Lapangan Sakti.
1
Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk menganalisis sifat sekatan sesar
pada Lapangan Sakti serta faktor yang mempengaruhinya dengan menggunanakan
metode Shale Gouge Ratio (SGR) sebagai parameter dalam menentukan sesar
berpotensi menyekat (sealing) atau mengalirkan fluida (leaking).
2
I.5 Metodologi Penelitian
Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini ditunjukan pada Gambar I.2.
Peneitian diawali dengan melakukan studi geologi regional Cekungan Kutai dan
Lapangan Sakti melalui tinjauan literatur. Selanjutnya melakukan interpretasi
kondisi bawah permukaan menggunakan data seismik dan data log sumur
menggunakan software Schlumberger Petrel 2014. Pada tahap ini dilakukan
interpretasi terhadap penyebaran horizon dan korelasi bidang sesar. Selanjutnya
dilakukan analisis kuantitatif dilakukan dengan membuat beberapa peta/model
pada bidang sesar antara lain peta kesehadapan (juxtaposition map), peta loncatan
vertikal (throw map), peta sebaran nilai Vsh, dan peta distribusi nilai SGR.
Selanjutnya dilakukan analisis probabilitas terhadap bagian sesar yang berpotensi
untuk menyekat atau mengalirkan fluida.
3
Studi Literatur dan Geologi
Studi Literatur dan Geologi
Regional
Regional
Interpretasi
Well Sesar
to Seismic Tie Interpretasi Litologi dan
Interpretasi Sesar
dan Horizon Interpretasi
PerhitunganLitologi dan
nilai Vsh
dan Horizon Perhitungan nilai Vsh
Data seismik yang tersedia merupakan data seismik 3D yang sudah diproses ulang
menggunakan algoritma depth migration dengan luasan 12.5 km x 9.43 km
dengan kualitas semakin buruk ke arah tenggara. Data sumur yang tersedia berupa
data log Gamma Ray (GR), Resistivitas (Rt), Densitas (Rhob), Neutron, dan data
4
petrofisika berupa hasil perhitungan volume serpih (Vsh) dari 16 sumur yang
terdiri dari lima sumur eksplorasi yaitu X-4, X-5, SKT-1, SKT-2 dan SKT-21 dan
sebelas sumur pengembangan yaitu SKT-3, SKT-4, SKT-5, SKT-6, SKT-7, SKT-
8, SKT-9, SKT-10, SKT-22, SKT-23, SKT-24. Selain itu, terdapat juga laporan
sumur berupa hasil data tes dinamik Modular Dynamic Tester (MDT) dan
laporan akhir pengeboran. Cakupan area seismik 3D dan sebaran lokasi sumur
ditunjukan pada Gambar I.3.
Gambar I.3 Area seismik 3D yang dibatasi oleh garis ungu dan lokasi
sumur-sumur pada Lapangan Sakti.
5
BAB II GEOLOGI REGIONAL
6
II.1.1 Tektonik dan Struktur Geologi Cekungan Kutai
Secara tektonik, Cekungan Kutai berkaitan dengan sistem tektonik regional Asia
Tenggara. Elemen tektonik sekarang diilustrasikan pada Gambar II.2.
Perkembangan Cekungan Kutai dipengaruhi oleh interaksi antara ketiga lempeng
yang mengapit Indonesia, yaitu: Lempeng Indo-Australia di bagian selatan,
Lempeng Pasifik di bagian timur, dan Lempeng Eurasia di bagian utara (Hall,
2012). Interaksi tersebut antara lain hasil dari pemekaran di Laut Cina Selatan,
pergerakan ke arah barat dari Lempeng Pasifik, pergerakan ke arah utara
Lempeng Indo-Australia dan margin Lempeng Eurasia. Menurut Mora dkk.
(2003), sejarah tektonik Cekungan Kutai dapat dibagi menjadi dua fase, yaitu fase
tektonik Paleogen dan Neogen.
Gambar II.2 Elemen tektonik yang berlangsung saat ini (Modifikasi dari
Hall, 2012).
7
Tatanan tektonik Cekungan Kutai dimulai pada periode Paleogen sekitar 50 – 25
juta tahun yang lalu (Mora dkk., 2003). Peristiwa tersebut dimulai dengan adanya
tumbukan antara Mikrokontinen India yang merupakan pecahan dari Gondwana
menuju ke Lempeng Eurasia (Hall, 2012). Hasil observasi dari Mora dkk. (2003)
menyatakan bahwa tumbukan tersebut menyebabkan terbentuknya dua sistem
sesar utama yaitu Sistem Sesar Natuna dan Sistem Sesar Palu-koro, seperti terlihat
pada Gambar II.3. Pembentukan Cekungan Kutai disebabkan oleh pemisahan
antara bagian barat Sulawesi dengan bagian timur Kalimantan pada Awal Tersier
yang menyebabkan terbentuknya Selat Makasar. Proses tersebut disebabkan oleh
pergerakan dua sistem sesar utama yang mengontrol.
8
Selanjutnya adalah fase tektonik Neogen yang diilustrasikan pada Gambar II.4.
Pada Miosen Awal, terjadi kompresi ditandai dengan pergerakan Lempeng
Australia dan kolisi antara bagian timur dan bagian barat Sulawesi (Hall, 2012).
Pergerakan lempeng tersebut menyebabkan terjadinya inversi dan reaktivasi dari
struktur-struktur yang sudah ada serta terjadi rotasi berlawanan arah jarum jam
dari Pulau Kalimantan pada 15 juta tahun yang lalu (Gambar II.4.a).
Pada awal Pliosen (5 juta tahun yang lalu) terjadi tumbukan yang ketiga yang
terjadi antara Sulawesi Utara dengan Sula-spur (Gambar II.4.c) yang berhubungan
dengan pergerakan Lempeng Indo-Australia ke arah utara (Hall, 2012).
Pola struktur geologi pada Cekungan Kutai merupakan hasil dari suatu proses
geologi yang berkelanjutan dari Paleogen hingga Neogen. Pada Cekungan Kutai
Bagian Bawah, pola struktur dibagi menjadi dua arah utama yaitu pola struktur
baratlaut-tenggara (NW-SE) dan pola struktur NNE-SSW (Gambar II.5 a dan b).
Pola struktur NW-SE dikontrol oleh Zona Sesar Adang dan Sangkulirang. Zona-
zona ini menunjukan pergerakan sesar lateral menganan (de Janvry dkk., 1991)
dan tersusun atas beberapa sesar normal yang mencerminkan pola yang sudah ada
sejak Pra-Tersier namun aktif kembali sejak Oligosen hingga Miosen (Chambers
dkk., 2004). Pola selanjutnya adalah pola struktur yang berarah NNE-SSW. Pola
ini sangat umum dijumpai pada Cekungan Kutai Bagian Bawah dan menjadi
pengontrol sebagian besar lapangan migas. Pola ini didominasi oleh lipatan-
lipatan yang berasosiasi dengan sesar dan paralel dengan arah akurat dari garis
pantai dan dikenal sebagai Antiklinorium Samarinda-Mahakam Foldbelts.
Karakteristik foldbelts antara lain cenderung tebal, antiklin asimetris, dan tersusun
atas batuan silisiklastik berumur Miosen (Satyana dkk.,1999). Struktur ini
mendominasi bagian timur dari cekungan dan daerah lepas pantai. Pola ini
diinterpretasikan sebagai hasil dari mekanisme gravitational sliding pada sedimen
yang berumur Neogen diatas batuan berumur Oligosen (Cloke dkk., 1999).
10
Gambar II. 5 Pola struktur geologi pada Cekungan Kutai (Chambers
dkk., 2004).
Selanjutnya, diendapkan Formasi Beriun yang terdiri dari batuan silisiklastik yang
berbutir lebih kasar. Pengendapan formasi ini menandakan bahwa telah terjadi
pengangkatan (Satyana dkk.,1999). Transgresi terus berlanjut dan terjadi basin
11
sagging mechanisms, sehingga terendapkan serpih laut Formasi Atan serta batuan
karbonat Formasi Kedango (Satyana dan Biantoro, 1996). Pada Oligosen Akhir,
terjadi pengangkatan yang berkaitan dengan terendapkannya Volkanik Sembulu di
bagian timur. Pada Oligosen Akhir-Miosen Awal terjadi pengendapan Formasi
Pamaluan yang tersusun atas batulempung, serpih dengan sisipan napal, batupasir,
dan batugamping.
Selanjutnya, fase kedua terjadi akibat pengangkatan dan proses inversi cekungan
yang dimulai pada pertengahan Miosen. Pada fase tersebut, terjadi regresi yang
menyebabkan progradasi pada pengendapan sedimen. Sehingga dimulai pada
Miosen Tengah banyak diendapkan endapan aluvial dan deltaik pada cekungan.
Dimulai dengan pengendapan batulanau dan batupasir halus. Selanjutnya, terjadi
carbonate build-up yang diindikasikan oleh adanya bioturbasi dan fauna bentonik
yang mengindikasikan lingkungan lereng bawah laut yang dikenal dengan
Formasi Bebulu yang diendapkan pada Miosen Awal-Miosen Tengah (Mora dkk.
2003).
Setelah itu pada Miosen Tengah diendapkan Formasi Pulau Balang secara selaras
di atas Formasi Bebulu. Tersusun atas perselingan greywacke dan batupasir
kuarsa dengan sisipan batugamping, batulempung, batubara, dan tuf. Pengendapan
formasi ini merupakan pengaruh dari pengangkatan blok Meratus yang
merupakan penyuplai sedimen.
12
Fase regresif dan proses progradasi ini terus berlangsung hingga sekarang di
bagian timur Cekungan Kutai. Endapan Kuarter Delta Mahakam yang tersusun
atas pasir, lempung, lumpur, kerikil dan endapan pantai yang terbentuk pada
lingkungan sungai, rawa, pantai dengan hubungan yang bersifat tidak selaras
terhadap batuan di bawahnya. Endapan ini merupakan produk dari Delta
Mahakam Modern yang tersebar di sepanjang pantai timur Kalimantan (Mora
dkk., 2003).
Gambar II.7 Lokasi Area Blok Sambung dan Lapangan Sakti yang
ditandai dengan lingkaran kuning.
14
Kelurusan NW-SE merupakan kelurusan utama pada area ini. Kelurusan tersebut
dikontrol oleh Sesar Sepinggan yang merupakan struktur pengontrol utama pada
Lapangan Sakti (Gambar II.8, Gambar II.9 dan Lampiran 1). Sesar Sepinggan
merupakan sesar geser dengan pergerakan lateral menganan (Total E&P
Indonesie, 2010).
Kelurusan kedua yang berarah N-S dikontrol oleh sesar-sesar normal dengan pola
en echelon yang merupakan hasil dari respon terhadap sesar utamanya yaitu Sesar
Sepinggan (Gambar II.8, Gambar II.9, dan Lampiran 1). Sesar-sesar normal en
echelon tersebut terjadi pada sistem sesar yang relatif dangkal di atas blok dari
pre-existing lineament dari batuan dasar yang tereaktivasi kembali. Sesar-sesar
mulai aktif sejak Miosen Tengah hingga Pliosen (Total E&P Indonesie, 2010).
15
Gambar II.9 Penampang seismik barat–timur menunjukan geometri
Sesar Sepinggan. (Total E&P Indonesie, 2010).
Interval hidrokarbon pada Lapangan Sakti yang menjadi fokus utama pada
penelitian ini adalah Sekuen Deltaik Sepinggan (SDS). Sekuen Deltaik Sepinggan
diendapkan pada Miosen Tengah Bagian Atas – Miosen Atas Bagian Bawah
dengan umur sekitar 13.2 hingga 9.5 juta tahun yang lalu berdasarkan kandungan
fosilnya (Herbet, 2017). Berdasarkan ciri litologinya, Sekuen Deltaik Sepinggan
dapat disetarakan dengan Formasi Kampung Baru pada nomenklatur litostratigrafi
Cekungan Kutai (Satyana dkk. 1999).
16
Gambar II.10 Kolom stratigrafi regional area Blok Sambung dan
Lapangan Sakti. (Modifikasi de Janvry dkk. 1991).
Berdasarkan studi yang telah dilakukan sebelumnya (de Janvry dkk., 1991) dan
laporan pengeboran (Lampiran 2.A), interval marker dibagi menjadi tiga bagian
utama yaitu
17
maximum flooding surface ditandai dengan marker US1, US2, dan
US3.
- Lower Sepinggan Deltaic Sequence (LS) : merupakan marker bagian
bawah dari Sekuen Deltaik Sepinggan dan marker batas atas Miosen
Tengah. Terbagi menjadi tiga marker berdasarkan siklus maximum
flooding surface yaitu LS1 dan LS2.
- Upper Yakin Sequence (UY) : merupakan marker batas bawah Sekuen
Deltaik Sepinggan dan batas atas Sekuen Deltaik Yakin.
Secara umum pada Lapangan Sakti, interval Sekuen Deltaik Sepinggan dicirikan
oleh perulangan dari beberapa suksesi deltaik yang didominasi oleh endapan
batulempung, sementara batupasir hanya muncul sebagai sisipan tipis. Hal ini
ditunjukkan juga dari hasil korelasi sumur yang menunjukan nilai net sand dan
net to gross yang relatif kecil. Penyebaran batupasir lebih terkonsentrasi pada
bagian US3 dan Lower Sepinggan Deltaic Sequence (LS). Interval US3-LS
diinterpretasikan sebagai interval berlangsungnya fase regresif sementara interval
di atas US3 diinterpretasikan sebagai interval berlangsungnya fase transgresif
(Lambert, 1998 dalam Herbet, 2017).
18
Gambar II.11 Korelasi Sumur berarah baratlaut-tenggara dengan dasar marker dari de Janvry dkk. (1991).
19
Reservoir pada Lapangan Sakti didominasi oleh batupasir fasies distributary
mouth bar yang ditunjukan oleh pola log gamma ray berupa funnel shape.
Ketebalan batupasir tersebut rata-rata 1 – 4 meter. Berdasarkan model
rekonstruksi lingkungan purba Lapangan Sakti dari kombinasi data log tali kawat,
seismik dan biostratigrafi diinterpretasikan bahwa Lapangan Sakti diendapkan
pada lingkungan pengendapan delta front- prodelta (Gambar II.12).
A
Jantung Mantau Sakti B
A Jantung
J-1 J-2 MT-1 MP-1 SKT-1 T-1
Mantau
US-1
Sakti
LS-1
LS-2
LS1 map
Jantung Mantau Sakti
J-1 MT-1 MP-1 SKT-1 T-1 B
J-2
US-1
LS-1
LS-2
20
Gambar II. 13 Korelasi Sumur C-D berarah baratdaya-timurlaut digantung pada 0 SSTVD menunjukan adanya penebalan dan
akumulasi batupasir di bagian selatan.
21
II.3 Sintesis Geologi
Sejarah geologi pada Lapangan Sakti dimulai dari pembentukan batuan dasar pada
pra-tersier atau sekitar 50 juta tahun yang lalu seiring dengan terbentuknya
Paternosfer platform. Selanjutnya pada Kala Oligosen, Sesar Sepinggan mulai
terbentuk. Pada Kala Miosen Bawah-Miosen Tengah Bagian Bawah (UY) fase
regresif dimulai dengan ditandai pengendapan Sekuen Deltaik Yakin. Fase
regresif terus berlanjut pada kala Miosen Tengah Bagian Bawah (UY) – Miosen
Tengah Bagian Atas (LS1) dengan terjadinya pengendapan Sekuen Deltaik
Sepinggan Bagian Bawah. Selama rentang Kala Miosen Bawah – Miosen Tengah
Bagian Atas, Sesar Sepinggan memperlihatkan pola deformasinya sebagai sesar
geser. Pembentukan sesar-sesar normal dengan pola en echelon juga terjadi pada
rentang kala tersebut. Sesar Sepinggan menjadi pengontrol sedimentasi seperti
terlihat pada Gambar II.13 yang memperlihatkan terjadinya penebalan lapisan
batupasir pada sumur yang posisinya lebih dekat dengan Sesar Sepinggan.
Sementara sesar-sesar normal dengan pola en echelon diguga dapat menjadi
perangkap hidrokarbon.
Selanjutnya pada Kala Miosen Tengah Bagian Atas (LS1) hingga Miosen Atas
Bagian Bawah (US1) terjadi pengendapan Sekuen Deltaik Sepinggan Bagian
Atas. Pada US3, fase transgresif dimulai hingga diendapkannya Sekuen Karbonat
Sepinggan pada Kala Miosen Atas. Berdasarkan Herbet (2017), pada rentang
Miosen Tengah Bagian Atas hingga Pliosen keaktifan Sesar Sepinggan lebih
tinggi. Suplai sedimen yang relatif tinggi serta pengaruh keaktifan sesar pada
rentang Kala Miosen Tengah hingga Miosen Atas menunjukan pembentukan
struktur akibat kombinasi dari pengaruh sedimentasi dan keaktifan sesar sehingga
pada interval tersebut dapat menjadi potensi akumulasi hidrokarbon. Skematik
perkembangan Delta Sepinggan terdapat pada Gambar II.14.
22
Sesar Sepinggan
Sesar Sepinggan Sesar Sepinggan
(67?)
Miosen Tengah Bagian Bawah (UY) – Miosen Miosen Tengah Bagian Atas (LS2) – Miosen Tengah Miosen Tengah Bagian Atas (LS1) – Miosen Atas
Tengah Bagian Atas (LS2) Bagian Atas (LS1) Bagian Bawah (US1)
Gambar II. 14 Rekonstruksi Paleo Lingkungan Pengendapan dan Perkembangan Delta Sepinggan (Modifikasi dari Pertamina Hulu
Mahakam, 2018). Lingkaran hitam merupakan lokasi Lapangan Sakti. Garis merah merupakan sesar-sesar yang aktif
selama pengendapan.
23
BAB III TEORI DASAR
Analisis sekatan sesar merupakan suatu metode untuk menaksir faktor risiko yang
berkaitan dengan potensi sebuah sesar cenderung mampu bersifat penyekat
(sealing) atau bocor (leaking) dalam reservoir hidrokarbon pada suatu lapangan.
Analsis tersebut dapat dilakukan dengan pemetaan detail pada seismik dan
analisis data sumur. Terdapat beberapa mekanisme yang menyebabkan sesar dapat
bersifat menyekat (Watts, 1987; Knipe, 1992 dalam Yielding dkk., 1997), antara
lain posisi kesehadapan (juxtaposition), shale smears, kataklastik, dan diagenesis.
24
Gambar III. 1 Ilustrasi proses kesehadapan litologi dan peta kesehadapan
(Knipe, 1997).
25
Yielding dkk. (1997). SGR merupakan suatu algoritma yang menyatakan
perkiraan kandungan lempung pada interval pergeseran di bidang sesar. Metode
ini membandingkan antara material lempung yang masuk ke dalam bidang sesar
dengan besarnya pergeseran. Pada penelitian sekatan sesar biasanya kandungan
lempung pada bidang sesar dapat diwakilkan dengan nilai volume serpih (Vsh)
pada bidang sesar seperti persamaan yang terdapat pada Gambar III.2.
Gambar III. 2 Ilustrasi dan algoritma Shale Gouge Ratio sebagai metode
untuk memprediksi kandungan lempung pada bidang sesar
secara kuantitatif (Yielding, 2002).
Nilai SGR merupakan sebuah persentase yang dapat digunakan sebagai acuan
untuk memperkirakan sifat suatu sesar. Semakin rendah nilai SGR, maka
26
kandungan lempung yang terdapat pada bidang sesar akan semakin sedikit
sehingga sesar akan cenderung bersifat leaking atau bocor. Sebaliknya, ketika
nilai SGR semakin tinggi, maka kandungan lempung yang terdapat pada bidang
sesar akan semakin banyak sehingga sesar akan cenderung bersifat sealing atau
menyekat.
Yielding (2002) mengusulkan batas ambang nilai SGR untuk sesar bersifat
menyekat atau bocor pada batuan silisklastik yaitu 15 – 20 % (Gambar III.3).
Apabila nilai SGR terukur lebih kecil dari 15% maka sesar akan cenderung
bersifat bocor. Sebaliknya, apabila nilai SGR terukur lebih besar atau sama
dengan 20% maka sesar akan cenderung bersifat menyekat. Namun, nilai batas
ambang tersebut dapat berubah tergantung pada kondisi geologi daerah penelitian.
Gambar III.3 Batas ambang nilai SGR terukur untuk penentuan sifat
sesar (Yielding, 2002).
27
dua mekanisme tersebut belum dapat dinyatakan dalam persamaan matematis
untuk memprediksi penyekatan sesar.
1 0.5 0 0.5 1
0 0.1 0.2 0.3 0 0.1 0.2 0.3
28
BAB IV HASIL INTERPRETASI BAWAH PERMUKAAN
29
Pada penelitian ini, penulis melakukan korelasi horizon berdasarkan empat
marker pada data sumur yaitu Horizon US1, Horizon US2, Horizon US3, dan
Horizon LS1 (Gambar IV.1 dan Lampiran 3). Horizon-horizon tersebut akan
menjadi dasar pembuatan peta struktur bawah permukaan dan sebagai marker
batas lapisan batuan pada analisis sekatan sesar dengan metode kesehadapan.
U
S
U 1
S
1
US1 US1
U
U S
S 1
1
U
S
1
US2
U
S US2
1
U
U
S
1
US3
S
1
LS1 US3
LS1
30
bawah permukaan akan berguna untuk melakukan analisis geometri dan orientasi
sesar serta akan menjadi dasar untuk melakukan analisis sekatan sesar. Pada
penelitian ini, penulis membuat empat peta struktur bawah permukaan, yaitu Top
LS1, US1, US2, dan US3
31
Gambar IV.2 Peta Struktur Kedalaman Puncak LS1.
32
IV.2.3 Peta Struktur Bawah Permukaan Puncak US2
Peta struktur bawah permukaan puncak US2 menunjukan kondisi bawah
permukaan lapisan US2. Pada Gambar IV.4 terlihat bahwa puncak US2 berada
pada kedalaman 2750 – 3500 meter di bawah permukaan laut. Morfologi tinggian
relatif berada di bagian tenggara, sementara morfologi rendahan berada pada
bagian baratlaut. Kondisi struktur geologi hampir sama dengan lapisan US1 yang
menunjukan struktur berupa sesar dengan tren baratlaut-tenggara dan utara-
selatan.
33
Gambar IV.5 Peta Struktur Kedalaman Puncak US1.
Keempat peta struktur bawah permukaan (Top US1, US2, US3, dan LS1)
menunjukan kondisi geologi bawah permukaan yang relatif sama, baik dari sisi
morfologi maupun struktur geologi. Morfologi secara umum menunjukan daerah
tinggian pada bagian tenggara dan daerah rendahan pada bagian baratlaut.
Sementara itu, struktur geologi berupa sesar terdapat dua tren arah yaitu baratlaut-
tenggara dan utara-selatan. Sesar dengan tren baratlaut-tenggara merupakan sesar
Sepinggan yang merupakan sesar geser menganan yang menjadi pengontrol
struktur regional daerah penelitian, sementara sesar dengan tren utara-selatan
merupakan sesar-sesar minor berupa sesar-sesar normal. Sesar-sesar normal
tersebut terbentuk akibat dari respon pergerakan Sesar Sepinggan dan mekanisme
dextral transtension (Total E&P Indonesie, 2010). Sesar-sesar normal ini diduga
dapat menjadi perangkap hidrokarbon pada Lapangan Sakti. Untuk membuktikan
dugaan tersebut, maka perlu dilakukan analisis sekatan sesar pada sesar-sesar
normal berarah utara-selatan yang akan dibahas pada bab selanjutnya.
34
BAB V ANALISIS SEKATAN SESAR
Pada penelitian kali ini, analisis sifat dan karakteristik suatu sesar ditentukan
berdasarkan kenampakan pada peta kesehadapan litologi (juxtaposition map), peta
sebaran nilai vshale, peta nilai throw, peta sebaran nilai SGR dan Peta
permeabilitas sesar pada bidang sesar.
35
V.1 Peta Kesehadapan (Juxtaposition Map)
Peta kesehadapan (juxtaposition map) merupakan peta yang menampilkan
kesehadapan litologi pada bidang sesar. Pembuatan peta kesehadapan dilakukan
dengan bantuan model grid tiga dimensi dengan dua litologi utama yang menjadi
pertimbangan yaitu batupasir (sand) dan serpih (shale) yang kemudian
diproyeksikan pada sisi hanging wall dan footwall sesar. Peta kesehadapan pada
sesar-sesar di Lapangan Sakti dapat dilihat pada Gambar V.2 dan Gambar V.3.
Kesehadapan litologi batupasir-batupasir (sand-sand) ditunjukan dengan warna
kuning, kesehadapan litologi batupasir-serpih (sand-shale) ditunjukan dengan
warna abu-abu, dan kesehadapan litologi serpih-serpih (shale-shale) ditunjukan
dengan warna hijau.
Sandstone
Shale
Sesar 1
Sesar 4
Sesar 6
Sesar 5
Sesar 3
Sesar 2
Gambar V.2 Peta kesehadapan (Juxtaposition Map) pada bidang di Lapangan
Sakti.
36
Gambar V.3 Peta kesehadapan pada masing-masing sesar di Lapangan Sakti. Garis tegas merupakan marker pada foot wall dan
garis putus-putus merupakan marker pada hanging wall.
37
Berdasarkan peta kesehadapan, secara umum kesehadapan litologi pada Lapangan
Sakti memperlihatkan dominasi kesehadapan antara batupasir-serpih dan serpih-
serpih (Lampiran 4.A). Kesehadapan litologi batupasir-batupasir terlihat minor
dan cenderung berhubungan dengan ujung dari sesar-sesar tersebut (fault tip).
Karakteristik kesehadapan batupasir-serpih dan serpih-serpih lebih mendominasi
dan terlihat tidak terdapat tren terhadap besaran nilai throw. Dominasi kedua
karakteristik kesehadapan tersebut disebabkan oleh kontrol dari dominasi litologi
serpih dan reservoir batupasir yang tipis.
Sesar 1
Sesar 4
Sesar 6
Sesar 5
Sesar 3
Sesar 2
Gambar V.4 Peta sebaran nilai volume serpih pada bidang sesar Sebaran
volume sepih pada bidang sesar di Lapangan Sakti .
38
Gambar V.5 Peta sebaran nilai vlume serpih pada masing-masing sesar di Lapangan Sakti. Garis tegas merupakan marker pada
foot wall dan garis putus-putus merupakan marker pada hanging wall.
39
Berdasarkan peta sebaran nilai volume serpih pada bidang sesar, diperoleh nilai
pada rentang 50-95% dengan nilai rata-rata 85,5% (Lampiran 4.B). Pola nilai
volume serpih memiliki kemiripan dengan pola pada peta kesehadapan litologi.
Nilai volume serpih cenderung kecil di bagian utara karena pengaruh kesehadapan
litologi batupasir-batupasir. Nilai volume serpih yang cukup tinggi dipengaruhi
oleh litologi yang didominasi oleh serpih dan tipisnya lapisan reservoir batupasir
pada Lapangan Sakti.
Sesar 1
Sesar 4
Sesar 6
Sesar 5
Sesar 3
Sesar 2
40
Gambar V.7 Peta sebaran nilai throw masing-masing sesar di Lapangan Sakti. Garis tegas merupakan marker pada foot wall dan
garis putus-putus merupakan marker pada hanging wall.
41
Berdasarkan peta throw, diperoleh distribusi nilai throw bervariasi pada rentang 0-
150 meter dengan nilai rata-rata 61,6 meter (Lampiran 4.C). Nilai throw tertinggi
terdapat pada Sesar 5 dan Sesar 3. Variasi nilai throw menunjukan geometri dan
perbedaan derajat keaktifan untuk setiap sesar.
Sesar 1
Sesar 4
Sesar 6
Sesar 5
Sesar 3
Sesar 2
Gambar V.8 Peta sebaran nilai Shale Gouge Ratio (SGR) pada Lapangan
Sakti.
42
Gambar V.9 Peta sebaran nilai Shale Gouge Ratio (SGR) pada masing-masing sesar di Lapangan Sakti. Garis tegas merupakan
marker pada foot wall dan garis putus-putus merupakan marker pada hanging wall.
43
Berdasarkan peta distribusi nilai SGR, diperoleh nilai pada rentang 30-95%
dengan nilai rata-rata 86% (Lampiran 4.D). Nilai SGR mengikuti pola distribusi
nilai volume serpih pada sesar. Hal ini karena nilai SGR akan sebanding dengan
volume sepih berdasarkan persamaan SGR (Yielding dkk., 1997). Nilai SGR yang
relatif tinggi pada sesar-sesar di Lapangan Sakti juga disebabkan oleh litologi
yang didominasi oleh serpih dengan reservoir batupasir yang tipis.
Sesar 1
0.1
0.01
0.001 Sesar 4
0.0001
Sesar 6
Sesar 5
Sesar 3
Sesar 2
44
Gambar V.11 Peta sebaran nilai permeabilitas pada masing-masing sesar di Lapangan Sakti. Garis tegas merupakan marker pada
foot wall dan garis putus-putus merupakan marker pada hanging wall.
45
Berdasarkan peta permeabilitas sesar, diperoleh nilai pada rentang 0,0001 mD –
0,1 mD dengan nilai rata-rata 0,001mD (Lampiran 4.E). Nilai permeabilitas sesar
pada Lapangan Sakti relatif buruk dan berpotensi untuk tidak mengalirkan fluida.
Pola sebaran nilai permeabilitas pada sesar-sesar di Lapangan Sakti mengikuti
pola sebaran nilai SGR.
46
Vsh vs Phie
0.25
0.2
0.15
Phie (fract)
0.1
Phie = 0.075
0.05
Vsh = 0.45
0
0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35 0.4 0.45 0.5
Vsh (fract)
Gambar V.12 Plot silang antara nilai porositas efektif dan volume serpih
pada reservoir-reservoir yang mengalirkan fluida di
Lapangan Sakti.
Gambar V.13 Plot silang antara nilai porositas efektif dan nilai
permeabilitas pada reservoir-reservoir yang mengalirkan
fluida di Lapangan Sakti.
47
Berdasarkan data MDT dan simulasi dinamik, diperoleh batas nilai properti agar
suatu reservoir mampu mengalirkan fluida yaitu nilai porositas efektif (Phie) lebih
besar dari 0,075, volume serpih lebih kecil dari 0,45, dan permeabilitas lebih besar
dari 0,1 mD. Batas-batas nilai properti tersebut akan menjadi dasar dalam
investigasi dan penentuan batas ambang suatu sesar dapat menyekat atau
mengalirkan fluida. Untuk kasus sesar bersifat menyekat, properti yang dipakai
adalah properti nilai permeabilitas.
Pada penelitian kali ini, dilakukan plot silang antara data sesar dari peta SGR dan
peta permeabilitas sesar. Dari plot silang tersebut diperoleh hubungan
kesebandingan antara nilai SGR dan nilai permeabilitas sesar. Nilai SGR
berbanding terbalik dengan nilai permeabilitas sesar. Apabila nilai SGR
meningkat maka, nilai permeabilitas sesar akan semakin kecil, begitupun
sebaliknya. Hal ini membuktikan kesesuaian hubungan antara kedua nilai
tersebut pada persamaan Manzocchi dkk. (1999). Dari grafik plot silang tersebut
(Gambar V.14) diperoleh bahwa nilai batas SGR adalah 30%. Apabila nilai SGR
lebih besar dari 30%, maka sesar bersifat menyekat. Nilai tersebut diperoleh
berdasarkan jumlah data sesar yang dominan pada zona tersebut. Secara umum,
sesar-sesar yang terdapat pada Lapangan Sakti cenderung bersifat menyekat dan
akan berpotensi membentuk jebakan hidrokarbon.
48
Gambar V.14 Grafik plot silang data sesar antara nilai SGR dan nilai
permeabilitas sesar menunjukan nilai batas ambang sesar
mengalirkan fluida atau menyekat.
49
BAB VI KESIMPULAN PENELITIAN
Berdasarkan analisis dari data geologi bawah permukaan yang tersedia, pada
penelitian ini dapat ditarik kesimpulan:
1. Lapangan Sakti diendapkan pada lingkungan pengendapan delta front-
prodelta pada seri Sekuen Deltaik Sepinggan yang berumur Miosen
Tengah – Miosen Atas Bagian Bawah dan dikontrol oleh struktur geologi
berupa sesar-sesar normal yang terbentuk pada Miosen-Pliosen dengan
pola en echelon sebagai hasil dari pergerakan Sesar Menganan Sepinggan.
50
DAFTAR PUSTAKA
Allan, U.S. (1989): Model for Hydrocarbon Migration and Entrapment Within
Faulted Structures, American Association of Petroleum Geologist
Bulletin, 73, 803-811.
Allen, G. P. dan Chambers, J.L.C (1998): Sedimentation in the Modern and
Miocene Mahakam Delta, Proceedings 22nd Indonesia Petroleum
Association, Jakarta, Indonesia.
Chambers, J. L. C., Carter, I., Cloke I. R., Craig I. R., Moss S. J., dan Paterson, D.
W. (2004): Thin-skinned and thick-skinned inversion-related thrusting -
a structural model for the Kutai Basin, Kalimantan, Indonesia,
American Association of Petroleum Geologist Memoir, 82, 614 - 634.
Cloke, I. R., Moss, S. J., dan Craig, J.(1999): Structural controls on the evolution
of the Kutai Basin, East Kalimantan, Journal of Asian Earth
Sciences,17, 137-156.
De Janvry, G. C., Grosjean, Y., Loiret, B., dan Piazza, J. L. (1991): Mahakam
Synthesis, Laporan Internal Total E&P Indonesie, Balikpapan-
Indonesia.
51
Herbet, R. (2017): Evolusi dan Ketidakpastian Struktur serta Pengaruhnya Pada
Perhitungan Cadangan Lapangan Stupa Cekungan Kutai Selatan, Tesis
Magister, Teknik Geologi, Institut Teknologi Bandung.
Knipe, R.J. (1992): Faulting Processes and Fault Seal, Norwegian Petroleum
Society Special Publication, 1, 325-342.
Knipe, R.J. (1997): Juxtaposition and Seal Diagrams to Help Analyze Fault Seals
in Hydrocarbon Reservoirs, American Association of Petroleum
Geologist Bulletin, 81, 187-195.
Manzocchi, T., Walsh, J.J., Nell, P., dan Yielding, G. (1999): Fault
Transmissibility Multipliers for Flow Simulation Models, Geological
Society of London : Petroleum Geosciences, 5, 53-65.
Marks, E., Sujatmiko, Samuel, L., Dhanutirto, H., Ismoyowati, T., dan Sidik, B.B.
(1982): Cenozoic Stratigraphic Nomenclature in East Kutai Basin,
Kalimantan, Proceedings 11th Indonesian Petroleum Association
Annual Convention & Exhibition, Jakarta, Indonesia.
McClay, K., Dooley, T., Ferguson, A., dan Poblet, J. (2000): Tectonic evolution
of the Sanga Sanga Block, Mahakam Delta, Kalimantan, Indonesia,
American Association of Petroleum Geologist Bulletin, 84, 765-786.
Mora, S., Garcia, N., Arianto, M., Suprapto, D., Gardini, M., Baskara, H.,
Esperbe, A., Lafont, F., Legrand, X., Nardio, D., Sahea, T.M. (2003):
Lower Kutei Basin Synthesis, Laporan Internal Total E&P Indonesie,
Balikpapan-Indonesia.
Moss, J. S, Chambers, J., Cloke, I., Satria, D., Ali, R. J., Baker, S., Milsom, J., dan
Carter, A. (1997): New obervations on the sedimentary and tectonic
evolution Tertiary Kutai Basin East Kalimantan, Geological Society
Special Publication, 126.
Moss, J. S, dan Chambers, J. (1999): Depositional modeling and facies
architecture of rift and inversion episodes in the Kutai Basin,
Kalimantan, Indonesia. Proceedings 27th Indonesian Petroleum
Association Annual Convention and Exhibition, Jakarta, Indonesia.
Patterson, D.W., Bachtiar, A., Bates, J., Moon, J.A.,Surdam, R.C. (1997):
Petroleum System of The Kutai Basin, Kalimantan, Indonesia,
52
Proceeding of the Petroleum System of SE Asia and Australasia
Conference, Indonesia Petroleum Association.
Pertamina Hulu Mahakam (2018): Laporan Internal, Tidak dipublikasikan.
Ramdhan, A.M. (2010): Overpressure and Compaction In The Lower Kutei Basin,
Indonesia. Durham Theses: Durham University.
Rider, M.H. (2002): The Geological Interpretation of Well Logs. Scotland: Rider-
French Consulting.
Satyana, A. H. dan Biantoro, E. (1996): Seismic Stratigraphy of Eocene Beriun
Sands of West Bungalun, East Kalimantan, Indonesia : a contribution to
the Paleogene stratigraphical knowledge of the Kutei Basin,
Proceedings of the International Symposium on Sequence Stratigraphy
in S.E. Asia, Jakarta, 383-393.
Satyana, A.H.,Nugroho, D., dan Surantoko, I. (1999): Tectonic controls on the
hydrocarbon habitats of the Barito, Kutei, and Tarakan Basins, Eastern
Kalimantan, Indonesia: Major Dissimilarities in Adjoining Basins.
Journal of Asian Earth Science, 17, 99-122.
Susianto, A., Esomar, E.R., Rahadi, R., dan Ardhie, M.N. (2012): The
Characteristics of the Sepinggan Strike Slip Fault Zone and Its Role in
Forming Structural Traps the Southeast Kutei Basin, Proceedings 36th
Indonesian Petroleum Association Annual Convention & Exhibition,
Jakarta, Indonesia.
Syarifuddin, N., Azhar, M., Adam, C. M., Wiweko, A., Dupouy, P., Tjiptowijono,
S., Zaugg, P., Truchette, R., Langevin, N., dan Ripayre, A. (2008):
South Mahakam exploration and development: synergies that make it
happen, Proceedings 32nd Indonesian Petroleum Association Annual
Convention & Exhibition, Jakarta, Indonesia.
Tampi, J.N. (2005): Analisis Fault Seal Lapangan Okta dan Nilke, Cekungan
Kutai, Provinsi Kalimantan Timur, Tugas Akhir Sarjana, Teknik
Geologi Institut Teknologi Bandung.
Total E&P Indonesie (2010): Laporan Internal, Tidak dipublikasikan.
Total E&P Indonesie (2012): Laporan Internal, Tidak dipublikasikan.
53
Yielding, G. (2002): Shale Gouge Ratio – Calibration by Geohistory, Norwegian
Petroleum Society Special Publication, 11, 1-15.
Yielding, G.,Freeman,B. dan Needham, T. (1997): Quantitative Fault Seal
Analysis, American Association of Petroleum Geologist Bulletin,
81,897-917.
54