HASIL PENELITIAN
MARET 2022
Oleh:
dr. Muh. Wirawan Harahap
NIM: C135172005
Pembimbing Utama:
dr. Syafruddin Gaus, Ph.D, Sp.An-KMN-KNA
Pembimbing I:
Prof. Dr. dr. Muh. Ramli Ahmad, Sp.An-KMN- KAO
Pembimbing II:
Dr. dr. Burhanuddin Bahar, MS
Pregabalin adalah analog gamma amino butyric acid (GABA) dengan sifat
antikonvulsan dan ansiolitik. Baru-baru ini, sejumlah besar uji klinis menunjukkan
bahwa pregabalin efektif pada nyeri pascabedah awal. Saat ini, pregabalin sangat
umum digunakan dalam mengurangi nyeri neuropatik, inflamasi, iritasi jaringan,
neuralgia fibromialgia, dan nyeri pascabedah.6 Pregabalin memiliki struktur yang
mirip dengan gamma amino butyric acid (GABA) tetapi bekerja melalui kanal
presinaptik Ca2+, menghambat Ca2+ masuk ke dalam sel. Kondisi ini akan menekan
produksi glutamat dan substansi P dari prasinaptik akan menurunkan sensitisasi
dan hiperalgesia. Antihiperalgesia dalam hal ini disebabkan oleh penghambatan
neurotransmitter glutamat dan substansi P oleh pregabalin. Hiperalgesia juga
ditemukan pada nyeri neuropatik dan pascabedah. Oleh karena itu, diharapkan
penggunaan pregabalin untuk mengurangi hiperalgesia pada perawatan
pascabedah, karena bersifat anti nosiseptif dan mengurangi persepsi nyeri
pascabedah.3
2. Tujuan Khusus
a. Menilai NRS istirahat pada pasien yang diberikan preventif pregabalin oral
50 mg dan parasetamol 1 gr intravena pascabedah seksio caesarea dengan
anestesi spinal.
b. Menilai NRS istirahat pada pasien yang diberikan preventif pregabalin oral
75 mg dan parasetamol 1 gr intravena pascabedah seksio caesarea dengan
anestesi spinal.
c. Membandingkan NRS istirahat pada pasien yang diberikan preventif
pregabalin oral 50 mg dan parasetamol 1 gr intravena dengan pregabalin
oral 75 mg dan parasetamol 1 gr intravena pascabedah seksio caesarea
dengan anestesi spinal.
d. Menilai NRS gerak pada pasien yang diberikan preventif pregabalin oral
50 mg dan parasetamol 1 gr intravena pascabedah seksio caesarea dengan
anestesi spinal.
e. Menilai NRS gerak pada pasien yang diberikan preventif pregabalin oral
75 mg dan parasetamol 1 gr intravena pascabedah seksio caesarea dengan
anestesi spinal.
f. Membandingkan NRS gerak pada pasien yang diberikan preventif
pregabalin oral 50 mg dan parasetamol 1 gr intravena dengan pregabalin
oral 75 mg dan parasetamol 1 gr intravena pascabedah seksio caesarea
dengan anestesi spinal.
g. Menilai kadar substansi P pada pasien yang diberikan preventif pregabalin
oral 50 mg dan parasetamol 1 gr intravena pascabedah seksio caesarea
dengan anestesi spinal.
h. Menilai kadar substansi P pada pasien yang diberikan preventif pregabalin
oral 75 mg dan parasetamol 1 gr intravena pascabedah seksio caesarea
dengan anestesi spinal.
i. Membandingkan kadar substansi P pada pasien yang diberikan preventif
pregabalin oral 50 mg dan parasetamol 1 gr intravena dengan pregabalin
oral 75 mg dan parasetamol 1 gr intravena pascabedah seksio caesarea
dengan anestesi spinal.
j. Menilai korelasi NRS dengan kadar substansi P pada 4 jam dan 6 jam
pascabedah seksio caesarea dengan anestesi spinal.
Saat ini, operasi seksio caesarea merupakan operasi paling umum pada
wanita usia subur. Perkiraan menunjukkan tingkat kejadian nyeri pascabedah
segera setelah operasi caesar sebesar 77,4% hingga 100%, dengan intensitas nyeri
tinggi, sehingga perlu mendapat perhatian khusus. Selain itu, prosedur ini
berlangsung pada kondisi yang melibatkan perubahan hormonal dan emosional
yang cukup besar terkait dengan kehamilan dan kehadiran bayi, yang secara
negatif dapat mempengaruhi rasa sakit pasca operasi, mengingat sifat
multidimensi dari pengalaman nyeri ini.14
Dalam beberapa dekade terakhir, berbagai penelitian telah menemukan
bahwa nyeri akut setelah operasi memiliki patofisiologi yang berbeda yang
memperlihatkan keterlibatan sensitisasi perifer dan sentral serta faktor humoral
yang berkontribusi terhadap nyeri yang terjadi. Jejas jaringan akibat pembedahan
menyebabkan aktivasi dan sensitisasi nosiseptor. Akibatnya, individu menderita
nyeri berkelanjutan meskipun dalam kondisi istirahat dan mengalami peningkatan
respons terhadap rangsangan di tempat cedera (hiperalgesia primer). Hal ini dapat
mengganggu fungsionalitas dan seringkali berujung pada lambatnya pemulihan.
Pelepasan mediator baik secara lokal maupun sistemik selama dan setelah operasi
yang berkontribusi terhadap sensitisasi nosiseptor meliputi: prostaglandin,
interleukin, sitokin, dan neurotropin (misalnya faktor pertumbuhan saraf (NGF),
glial-derived neurotrophic factor (GDNF), neurotropin (NT)-3, NT-5, dan brain-
derived neurotrophic factor (BDNF). Neuropeptida seperti substansi P sebagai
mediator penting ketika terjadi kerusakan jaringan. 18 Ketika trauma terjadi,
terminal saraf sensorik primer terganggu, serat C dan Aδ melepaskan
neurotransmitter informasi nyeri yaitu substansi P. Neuropeptida ini telah lama
dikaitkan dengan pemrosesan nyeri karena terletak di aferen primer, berdiameter
kecil, dan dilepaskan setelah adanya kerusakan jaringan. Sejumlah besar substansi
P di sumsum tulang belakang mempengaruhi transmisi nosiseptif. Pada saat yang
sama, nosiseptor di sekitar luka diaktifkan dan kemudian melepaskan substansi P.2
Sensitisasi perifer
Sensitisasi sentral
Multimodal Analgesia
2.2. Pregabalin
Pregabalin memiliki efek target terhadap kanal kelas L-, T- dan N-.
Pregabalin tidak memiliki efek terhadap tekanan darah atau fungsi jantung karena
tidak selektif untuk kanal kalsium kelas L-. Berdasarkan uji coba hewan yang
dimutasi berupa substitusi arginin terhadap alanin pada subunit α2-δnya,
ditemukan adanya penurunan pengikatan pregabalin dan efek analgesiknya,
sehingga dihipotesiskan bahwa pregabalin memiliki efek analgesik melalui
pengikatannya pada subunit ini. Pada uji coba ini juga ditemukan respons
analgesik yang menurun dengan pemberian amitriptilin dan morfin. Peningkatan
regulasi subunit α2-δ pada saluran kalsium berperan penting dalam
hipersensitisasi. Melalui proses pengikatan pada saluran kalsium, pregabalin
berperan menginhibisi eksitabilitas neuron dan menurunkan sensitisasi sentral.
Proses inhibisi ini terjadi, khususnya pada area-area di sistem saraf pusat yang
padat sinaps, seperti neokorteks, amigdala, dan hipokampus. Aktivitas ektopik ini
akan diturunkan, sementara fungsi normalnya tidak dipengaruhi. Pregabalin juga
tidak aktif pada reseptor GABAA dan GABAB, tidak dikonversi menjadi GABA
atau antagonis GABA dan tidak mengganggu uptake dan degradasi GABA.24
Potensi + ++++++
Dikutip dari: Widyadharma IPE. Efektivitas pregabalin untuk terapi nyeri kronis: evidence-based review.
CDK-226. 2015;42(3):204-7.
Sistem
Korteks limbik
sensoris
Gabapentin/pregabalin
α2δ subunit
2.3. Parasetamol
2.4. Substansi P
Neutrofil Kemoatraktan
Merangsang degranulasi
Merangsang pelepasan sitokin
proinflamasi
Eosinofil Kemoatraktan
Merangsang aktivasi, degranulasi,
pelepasan O2, dan tromboksan
Eosinofil dapat mensekresi SP
Dikutip dari: O’connor TM, O’connell J, O’brien D, Goode T, Bredin CP, Shanahan F. The role of substance
p in inflammatory disease. J Cell Physiol. 2004; 201:167–80.
BAB III
KERANGKA TEORI
Trauma Pembedahan
PARASETAMOL
Bekerja pada jalur peroksidase
Kerusakan jaringan saraf perifer,
Inhibisi prostaglandin
merangsang nosiseptor
Menurunkan hipersensitivitas
X Sensitisasi perifer
Pelepasan mediator inflamasi
(hambat hiperalgesia)
X
KONDUKSI
Penyaluran aksi potensial
melalui serabut bermielin dan
tidak bermielin
TRANSMISI
Hantaran serabut saraf Aδ dan C
SUBSTANSI P
MODULASI
Sensitisasi sentral
PREGABALIN
Nyeri Pascabedah
BAB IV
KERANGKA KONSEP
Seksio Caesarea Umur
dengan anestesi BB
spinal TB
IMT
ASA PS
Pregabalin oral 50
mg + Parasetamol 1 Kerusakan jaringan
gr intravena
Transduksi
Persepsi
Keterangan:
BAB V
METODOLOGI PENELITIAN
5.1. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain penelitian uji acak tersamar ganda.
5.3. Populasi
Populasi yang termasuk dalam penelitian ini adalah pasien yang akan
menjalani prosedur pembedahan elektif seksio caesarea di ruangan bedah sentral
RSIA Sitti Khadijah I Makassar.
Keterangan:
n1 = n2 : perkiraan besar sampel
S = Simpang baku kedua kelompok (dari Pustaka)
(x1-x2) = perbedaan klinis yang diharapkan (clinical Judgement)
Za= Kesalahan tipe 1(ditetapkan) = 1,96
Zb= Kesalahan tipe II (ditetapkan)= 0,842
Jadi besar sampel yang dibutuhkan pada penelitian ini adalah 15 pasien
setiap kelompok sehingga total sampel berjumlah 30 sampel.
Consecutive sampling
Kelompok P1 Kelompok P2
Pregabalin 50 mg /oral + Pregabalin 75 mg /oral +
Parasetamol 1 gr intravena 1 jam Parasetamol 1 gr intravena 1
prabedah jam prabedah
Anestesi spinal
Seksio sesarea
Pelaporan
BAB VI
HASIL PENELITIAN
6.1. Karakteristik Sampel
Waktu
NRS Kelompok Mean ± SD p
Pengukuran
Pregabalin 50 mg 2,13 ± 0,35
2 jam 0,023*
Pregabalin 75 mg 1,60 ± 0,51
Pregabalin 50 mg 3,27 ± 0,96
4 jam 0,000*
Pregabalin 75 mg 1,47 ± 0,83
Pregabalin 50 mg 2,47 ± 0,64
Diam 6 jam 0,000*
Pregabalin 75 mg 1,40 ± 0,74
Pregabalin 50 mg 1,53 ± 0,52
12 jam 0,000*
Pregabalin 75 mg 0,33 ± 0,72
Pregabalin 50 mg 0,40 ± 0,51
24 jam 0,367ns
Pregabalin 75 mg 0,20 ± 0,41
Pregabalin 50 mg 2,87 ± 0,35
2 jam 0,011*
Pregabalin 75 mg 2,33 ± 0,49
Pregabalin 50 mg 4,47 ± 1,13
4 jam 0,000*
Pregabalin 75 mg 2,40 ± 0,74
Pregabalin 50 mg 3,47 ± 0,83
Gerak 6 jam 0,000*
Pregabalin 75 mg 2,20 ± 0,41
Pregabalin 50 mg 2,20 ± 0,56
12 jam 0,000*
Pregabalin 75 mg 1,33 ± 0,35
Pregabalin 50 mg 1,33 ± 0,49
24 jam 0,217ns
Pregabalin 75 mg 1,07 ± 0,26
Data ditampilkan dengan mean±standar deviasi. Data dianalisa dengan uji Mann Whitney. *: p<0,05, berbeda
secara bermakna; ns: not significant different.
5
4.5
4
3.5
3
2.5
2
NRS Diam
1.5
Kelompok Pregabalin 50
1 Kelompok Pregabalin 75
0.5
0
4 Jam Pas c ab edah
1 2 Jam Pas c ab ed ah
W ak t u Penguk ur an
Gambar 4. NRS diam kelompok pregabalin 50 dan 75 mg.
3
NRS Gerak
2 Kelompok Pregabalin 50
1 Kelompok Pregabalin 75
0
2 Jam Pas c ab edah
2 4 Jam Pas c ab ed ah
W ak t u Penguk ur an
Velocity
Δ Kadar
Waktu Kadar
Kelompok Substansi P p
Pengukuran Substansi P
(Mean ± SD ) (%)
P0-P1 Pregabalin 50 mg ↑ 15,58 ± 105,07 ↑ 13,99 0,021*
Pregabalin 75 mg ↓ 17,06 ± 50,26 ↓ 7,58
P1-P2 Pregabalin 50 mg ↑ 70,59 ± 105,88 ↑ 19,40 0,019*
Pregabalin 75 mg ↓ 44,78 ± 176,32 ↓ 10,34
P0-P2 Pregabalin 50 mg ↑ 86,17 ± 55,05 ↑ 32,87 0,000*
Pregabalin 75 mg ↓ 62,39 ± 151,49 ↓ 16,02
Data ditampilkan dengan mean±standar deviasi. Data dianalisa dengan uji Mann-Whitney. *: p<0,05, berbeda
secara bermakna
450
Kadar Substansi P (NG/ML)
400
350
300
250
200
Kelompok Pregabalin 50
150 Kelompok Pregabalin 75
100
50
0
2 Jam Pr ab ed ah 4 Jam Pas c ab edah 6 Jam Pas c ab edah
W ak t u Pen gu k u r an
Hasil pengukuran korelasi skor NRS dan kadar substansi P 4 jam dan 6 jam
pascabedah pada pasien yang menjalani pembedahan SC dapat dilihat pada Tabel
9.
Tabel 9. Korelasi Kadar Substansi P dan Skor NRS.
Variabel r p
Substansi P vs NRS Diam 4 jam pascabedah 0,640 0,000*
Substansi P vs NRS Gerak 4 jam pascabedah 0,647 0,000*
Substansi P vs NRS Diam 6 jam pascabedah 0,867 0,000*
Substansi P vs NRS Gerak 6 jam pascabedah 0,805 0,000*
Data ditampilkan dengan r : koefisien korelasi. Data dianalisa dengan uji korelasi Spearmen. *: p<0,05,
berbeda secara bermakna
Berdasarkan analisis pada Tabel 9, didapatkan nilai p < 0,001 yang menunjukkan
bahwa terdapat korelasi yang bermakna antara kadar substansi P dan skor NRS diam
maupun gerak pada 4 jam dan 6 jam pascabedah. Nilai koefisien korelasi pada kadar
substansi P dan NRS diam maupun gerak pada 4 jam pascabedah 0,640 menunjukkan
kekuatan korelasi yang kuat sedangkan koefisien korelasi pada kadar substansi P dan
NRS diam maupun gerak pada 6 jam pascabedah masing-masing 0,867 dan 0,805
menunjukkan kekuatan korelasi yang sangat kuat.
BAB VII
PEMBAHASAN
8.1. Kesimpulan
8.1.1. Skor NRS diam dan gerak pada kelompok pregabalin 75 mg lebih
rendah dibandingkan kelompok pregabalin 50 mg kombinasi
parasetamol 1 gr intravena pascabedah SC
8.1.2. Rescue analgesia pada kelompok pregabalin 75 mg lebih rendah
dibandingkan kelompok pregabalin 50 mg kombinasi parasetamol 1 gr
intravena pascabedah SC
8.1.3. Kadar substansi P pada kelompok pregabalin 75 mg mengalami
penurunan dibandingkan kelompok pregabalin 50 mg kombinasi
parasetamol 1 gr intravena yang mengalami peningkatan pascabedah SC
8.1.4. Terdapat korelasi antara skor NRS diam maupun gerak dengan kadar
substansi P pascabedah SC
8.2. Saran
8.2.1. Lebih disarankan untuk digunakan preventif pregabalin 75 mg pada
pembedahan SC karena dapat menurunkan skor NRS dan tindakan
rescue fentanyl tanpa efek samping.
8.2.2. Perlu penelitian lainnya untuk mengetahui efek pemberian preventif
pregabalin untuk jenis pembedahan yang lain.
DAFTAR PUSTAKA
14. Borges NC, Silva BC, Pedroso CF, Silva TC, Tatagiba BS, Pereira LV.
Postoperative pain in women undergoing caesarean section. Enferm Glob.
2017; 48: 374–83.
15. Raja SN, Carr DB, Cohen M, Finnerup NB, Flor H, Gibson S, et al. The
revised international association for the study of pain definition of pain:
concepts, challenges and compromises. Pain. 2020;161(9): 1-7.
16. Vrooman BM, Rosenquist RW. Chronic pain management. In: Butterworth
JF, Mackey DC, Wasnick JD, eds. Morgan & Mikhail’s clinical
anesthesiology, 6th Ed. New York: McGraw-Hill; 2018. p. 1771-92
17. Gerbershagen HJ, Aduckathil S, Wijck AJM, Peelen LM, Kalkman CJ,
Meissner W. Pain intensity on the first day after surgery. Anesthesiology.
2013;118(4):934-44.
18. Brennan TJ, Pogatzki-Zahn EM. Pathophysiology of acute postoperative
pain. 2017;3: 3–6.
19. Macres SM, Moore PG, Fishman SM. Acute pain management In : Paul
G. Barash, eds. Clinical anesthesia, 8th Ed. Philadelphia : Wolters Kluwer
Health p.3923-4
20. Wainger BJ, Brenner GJ. Mechanisms of chronic pain. in: David E.
Longnecker, eds. Anesthesiology, 3rd ed. New York: McGraw-Hill. 2018.
p. 1446-7
21. Zhang J. The anatomy of postoperative pain in: Elliott JA, Smith HS, eds.
Handbook of acute pain management. Informa Healthcare.USA. 2016. p.1-
8.
22. Yam M, Loh Y, Tan C, Khadijah Adam S, Abdul Manan N, Basir R.
General pathways of pain sensation and the major neurotransmitters
involved in pain regulation. Int J Mol Sci. 2018 ;19(8):1-23
23. Helander EM, Menard BL, Harmon CM, Homra BK, Allain AV, Bordelon
GJ, Kaye AD. Multimodal analgesia, current concepts, and acute pain
considerations. Curr Pain Headache Rep. 2017; 21(3):1-10
24. Widyadharma IPE. Efektivitas pregabalin untuk terapi nyeri kronis:
evidence-based review. CDK-226. 2015;42(3):204-7.
25. Schmidt PC, Ruchelli G, Mackey SC, Carrol IR. Perioperative
gabapentinoids: choice of agent, dose, timing, and effects on chronic
postsurgical pain. Anesthesiology. 2013;119(5):1215-21.
26. Yamaguchi K, Kumakura S, Someya A, Iseki M, Inada E, Nagaoka I.
Anti‐inflammatory actions of gabapentin and pregabalin on the substance
P‐induced mitogen‐activated protein kinase activation in U373 MG human
glioblastoma astrocytoma cells. Mol Med. 2017;16: 6109-15
27. Santiago AQ, leal PD, Moura EC, Salomao R, Colo MK, Brunialti, Sakata
RK. Effect of preoperative pregabalin on analgesia and interleukins after
lumbotomy: prospective, randomized, comparative, double-blind study. J
Pain. 2019;12:339–44
28. Bockbrader HN, Wesche D, Miller R, Chapel S, Janiczek N, Burger P. A
comparison of the pharmacokinetics and pharmacodynamics of pregabalin
and gabapentin. Clin Pharmacokinet. 2010; 49 (10): 661-9
29. Bockbrader HN, Radulovic LL, Posvar EL, Strand JC, Alvey CW, Busch
JA, Randinitis EJ. Clinical pharmacokinetics of pregabalin in healthy
volunteers. J Clin Pharmacol. 2010;50:941-950
30. Flood P, Burbridge M. Antiepileptic and other nerologically active drugs.
In: Flood P, Rathmell JP, Shafer S, eds. Stoelting's pharmacology and
physiology in anesthetic practice, 5th Ed. Philadelphia: Wolters Kluwer
Health; 2015. p. 345-63.
31. Graham GG, Davies MJ, Day RO, Mohamudally A, Scott KF. .The
modern pharmacology of paracetamol: therapeutic actions, mechanism of
action, metabolism, toxicity and recent pharmacological
findings. Inflammo pharmacol. 2013;21(3):201-32.
32. Bonnefont J, Courade JP, Alloui A, Eschalier A. Antinociceptive
mechanism of action of paracetamol. Drugs. 2003;63(2):1-4.
33. Tekieh E, Manaheji H, Zaringhalam J, Maghsoudi N, Alani A, Zardoof H.
Increased serum interleukin-6 level time-dependently regulates
hyperalgesia and spinal mu opioid reseptor expression during CFA-
induced arthritis. ECLI J 2011;10: 23-33
34. Jun-hua Z, Yu-guang H. Immune system: a new look at pain. Chin Med J
2006;119:930-8.
35. Xiang Q, Loke W, Yeo WS, Yan KY, Tan CH. A Meta-Analysis of the
Utility of Preoperative Intravenous Paracetamol forPost-Caesarean
Analgesia. Medicina. 2019;55(424): 1-9
36. Choi SS, Lee JK, Suh HW. Antinociceptive profiles of aspirin and
acetaminophen in formalin, substance P and glutamate pain models. Brain
Research.2001; 921: 233–9
37. Suvas S. Role of substance P neuropeptide in inflammation, wound
healing, and tissue homeostasis. J Immunol 2017; 199:1543-52
38. Vink R, Gabrielian L, Thornton E. The role of substance P in secondary
pathophysiology after traumatic brain injury. Fneur.2017; 8(304): 1-8
39. Rachmawati Y, Hidayati H. The role of substance P in chronic low back
pain. J Islamic Pharm. 2019; 4(2): 9-14
40. Campbell DE, Raftery N, Tustin R, Tustin NB, DeSilvio ML, Cnaan A,
Aye PP, et al. Measurement of plasma-derived substance P : biological,
methodological, and statistical considerations. Clin Vaccine Imunol. 2006;
13 (11): 1197–203
41. Sahbaie P, Shi X, Guo T, Qiao Y, Yeomans D, Kingery W, Clark J. Role
of substance P signaling in enhanced nociceptive sensitization and local
cytokine production after incision. Pain. 2009;145:341–9
42. O’connor TM, O’connell J, O’brien D, Goode T, Bredin CP, Shanahan F.
The role of substance P in inflammatory disease. J Cell Physiol. 2004;
201:167–80.
43. Kenany SE, Tahan MR. Effect of preoperative pregabalin on post-
caesarean delivery analgesia: a dose- response study. IJOA. 2016; 26:24-
31