A. Pembiayaan
1. Pengertian Pembiayaan
financing merupakan pendanaan yang disediakan oleh satu pihak untuk pihak lain
guna mendukung investasi, baik yang dilakukan oleh sendiri maupun lembaga.2
defisit unit. Menurut sifat penggunaannya, pembiayaan dapat dibagi menjadi dua
hal berikut:3
1
Veithzal Rivai dkk, Islamic Financial Management, (Jakarta Utara: PT Raja Gafindo
Persada, 2008), h. 3.
2
Atang Abd Hakim, Fiqih Perbankan Syariah, (Bandung: PT Refika Aditama, 2011), h.
219.
3
M Syafi’I Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani, 2001), h.
160.
19
20
memenuhi kebutuhan.
antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk
mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan
tentang Perbankan Syariah, pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang
istishna;
4
UU RI Nomor 21 Tahun 2008, tentang Perbankan Syariah.
21
Syariah dan/ atau Unit Usaha Syariah dan pihak lain yang mewajibakan
kepercayaan dari kedua belah pihak. Dalam kerjasama harus didasari dengan:
bersama.
menghendaki agar harta itu tidak dikuasai oleh segelintir orang, sehingga
masing-masing.
d. Asas adam gharar, yaitu tidak adanya tipu daya atau sesuatu yang
menguntungkan bukan saja bagi pihak yang terlibat melainkan juga bagi
keseluruhan masyarakat.5
2. Tujuan Pembiayaan
ekonominya.
dana.
5
Juhaya S Praja, Filsafat Hukum Islam, (Bandung: PT Lathifah Press, 1995), h. 113-115.
6
Veithzal Rivai dan Arviyan Arifin, Islamic Banking Sebuah Teori, Konsep, dan Aplikasi,
(Jakarta: Bumi Aksara, 2010), h. 681.
23
berikut:7
ditanam di bank;
konsumen;
7
Atang Abd Hakim, Fiqih Perbankan Syariah, h.220.
8
Ibid, h. 221 .
24
3. Jenis-jenis Pembiayaan
1) Pembiayaan konsumtif
2) Pembiayaan produktif
pembantu dan tenaga kerja, hanya dalam satu proses produksi saja.10
9
Veithzal dkk, Islamic Financial Management, h. 9.
10
Ibid, h.10.
25
4) Demand loan atau call loan ialah suatu bentuk pembiayaan yang
11
Ibid, h. 11.
26
berikut.12
Skema 2.2
Jenis-jenis Pembiayaan dalam Aplikasi Perbankan Syariah
PEMBIAYAAN
KONSUMTIF PRODUKTIF
12
M Syafi’I Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik, h. 161.
27
B. Pembiayaan bermasalah
Pada jangka waktu (masa) pembiayaan tidak mustahil terjadi suatu kondisi
pembiayaan, yaitu adanya suatu penyimpangan utama dalam hal pembayaran yang
dalam pengembalian atau kemungkinan potensial loss. Kondisi ini disebut dengan
pembiayaan oleh nasabah itu terjdi hal-hal seperti pembiayaan yang tidak lancar,
memberikan dampak negative bagi kedua belah pihak (debitur dan kreditur).
13
Trisadini P Usanti, Abd Somad, Transaksi Bank Syariah, (Jakarta: PT Bumi Aksara,
2013), h. 102.
14
Ibid, h. 102.
28
streaming).
nasabah.
yang sehat.
3. Kualitas pembiayaan
keuangan
yang lemah
perjanjian pembiayaan
Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah maka bank syariah, yaitu:15
musyarakah, dan
6) Pemberian potongan.
waktu,
15
Ibid, h. 109.
32
reconditioning.
َ َ َ ُ ُ ُ َ َ ْ ُ َ َ َ َ َ ُ َ َ
٠٨٢ نت ۡم ت ۡعل ُمون ر لك ۡم إِن كٞ ِإَون كان ذو ُع ۡس َرة ٖ ف َن ِظ َر ٌة إِل ٰى َم ۡي َس َرة ٖٖۚ َوأن ت َصدقوا خ ۡي
“Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah
16
Ibid, h. 110.
17
Dadang Soliha Dkk, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Parongpong: Tasdiqiya Publisher,
2015), h. 47.
33
َٓ ۡ َُ َ َََ ۡ َ َ َ ۡ َ َ ۡ َ َ َ َ ََ َ َ ۡ ُ َ ً َۡ َُ ُ َ َ
ت َوعل ۡي َها َما ٱكتسبت ربنا لا تؤاخِذنا لا يُكل ِف ٱلل نفسا إِلا وسعها ۚ لها ما كسب
َۡ َ ۡ َ َۡ َٓ َ
ۚ إِن نسِينا أو أخطأنا
َ ََ َ ََ ُ َ ُ ََ ََ َ ُ َ َ
الل عليْهِ َو َسل َم ( َم ْن نف َس ع ْن ُم ْسل ِم قل َر ُس ْول اللِ َصلى:ع ْن ابِى ه َريْ َرة قل
ََ َ َ الل َعنْ ُه ُك ْر َب ًة م ِْن ُك َرب يَ ْو ِم الْق َي
امةِ َو َم ْن يَس َر على ُ َ الدنْ َيا َن َف َس
ُ
ب َُ ْ ًَُْ
ِ ِ ِ كربة مِن كر
ْ ُ ُ َ الدنْ َيا َوالآخ َِرة ِ َو َم ْن َس َت َر ُم ْسل ًِما َس َت َر ُه
ُ َ َ َُ َ ََ ْ
الل ف ِى الدن َيا الل عليْهِ ف ِى ِ ُمع
سر يسر
18
Ibid, h. 49.
19
Al-hafidz Bin Hajar Al-asqolani, Bulughul Maram (Jakarta: Dar Al-Kutub Al-
islamiyah), h. 275.
34
C. Hakikat Mudharabah
dipergunakan oleh Bank Syariah, UUS, dan BPRS tidak hanya untuk kegiatan
menghimpun dana dalam bentuk investasi berupa deposito, tabungan atau bentuk
lain yang dipersamakan dengan itu, tetapi juga untuk kegiatan menyalurkan
pembiayaan bagi hasil, proses membeli dan menjual atau menjamin atas risiko
sendiri surat berharga pihak ketiga yang diterbitkan atas dasar transaksi nyata.20
1. Pengertian Mudharabah
yaitu al-qiradh atau al-muqaradat, dan al-muamalat. Ketiga kata ini tidak memiliki
perbedaan makna yang essensial, tetapi yang paling banyak disebut dalam literatur
kata ini karena faktor geografis. Term “al-mudharabat dipergunakan oleh ahli ilmu
khususnya di Hijaz.21
kesepakatan. Kebiasaan ini mengacu kepada praktik ‘Utsman bin Affan yang
20
Atang abd hakim, Fiqih Perbankan Syariah, h. 212.
21
Ibid, h.212.
35
makna al-muamalat dalam pengertian ini ialah transaksi antara dua pihak; pihak
al-mitsl (seimbang), dan al-shinf (bagian), yang berarti secara harfiah adalah
َ ۡ َ َ ََُۡ َۡ َ ۡ َ َ
ِ َو َءاخ ُرون يَض ِر ُبون ف ِى ٱلأ
ِۡرض يبتغون مِن فض ِل ٱلل
Al-Muzamil: 20).23
Al-mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak dimana
ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian si
22
Ibid, h.212.
23
Dadang Soliha Dkk, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 575.
24
M Syafi’i antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik, h. 95.
36
a. Menurut para fuqaha, mudharabah adalah akad antara dua pihak (orang)
kepada yang lain dan yang lain punya jasa mengelola harta itu. Maka
mudharabah adalah:
“Akad syirkah dan laba, satu pihak pemilik harta dan pihak lain pemilik
jasa”.
َْ ُ ََ َْ ََ َْ َ َ ْ َْ ُ ْ ُ
ج َر ب ِخ ُص ْو ِص النق َدي ْ ِن َ
ِ ب الما ِل ل ِغي ِره ِ على ان يت
ِ
َ اد َر ِم ْن
ر عقد تو كِيل ص
َ ْ َ ََ
)ِب َوال ِفضة
ِ (الذ
ه
dan perak)”.
25
Hendi suhendi, Fiqh Muamalah, h.137
37
ْ ُْ َ َ ُ
ِ مشاع معل ْوم ِم ْن رِ ب
ِحه
ََ ً َ َ َ ْ َ َ َ َْ َْ َْ ٌ ْ ُ
ج َرفِيْه
ِ ت يِ ل الام ر خِ ال صٌ خ ِ عقد َيقت
ضى أن يد فع ش
untuk ditijarahkan”
Dari beberapa pengertian yang dijelaskan oleh para ulama di atas, dapat
modalnya kepada yang lain untuk melakukan bisnis dan kedua belah pihak
bersama.
a. Al-Qur’an
َ ُ ُۡ ۡ ُ َََ
٠٢ لعلكم تفل ِحون
ُ َ
ۡكم ٗ ۡ َ ْ ََُۡ َ ٌ َ ُ ۡ ُ َۡ َ َ َۡ
ۚ ِ ليس عليكم جناح أن تبتغوا فضلا مِن رب
b. Hadist
sebagai berikut:
َُ ْ َ ٌ َ َ َ َ ْ َ َ ُ َ َ َ َ َ
ثلاث فِي ِهن ال َب َركة: وسل َم ِ قال َر ُسول الل ِ َصلى الل عليه: ع ْن ُص َهيْب قال
26
Dedang Soliha Dkk, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 554.
27
Ibid, h. 31.
39
campur bur dengan sya’ir buat dirumah, bukan buat jualan”. (HR Ibnu
c. Ijma’
d. Qiyas
untuk mengelola kebun). Sebab diantara manusia, ada yang miskin dan ada
pula yang kaya. Pada satu sisi, banyak orang kaya yang tidak dapat
mengusahakan hartanya. Pada sisi lain, tidak sedikit orang yang miskin
yang mau bekerja, tetapi tidak memiliki modal. Dengan demikian, adanya
kebutuhan mereka.29
ْ َ َ َ ْ ُْ َ َ ُْ َ َْ َُ َ َ ُ َ
ْحريم َ َ َ ُْ َ ْ ُ ُْ ُ ْ َْ
ِ ان والت ِ ِالأصل ف ِى العقو ِد والمعاملة
ِ الصحة حتى يقوم الدل ِيل على البطل
28
Al-hafidz Bin Hajar Al-asqolani, Bulughul Maram (Jakarta: Dar Al-Kutub Al-
islamiyah), h. 167.
29
Rachmat Syafe’i, Fiqh Muamalah, (Bandung: Pustaka Setia, 2006), h. 226.
40
b. Pengelola (mudharib)
d. Pekerjaan, dan
e. keuntungan31
a. Modal atau barang yang diserahkan itu berbentuk uang tunai, maka bila
barang itu berbentuk mas atau perak batangan (tabar), mas hiasan atau
maka dibatalkan akad anak-anak yang masih kecil, orang gila dan orang-
30
Hendi suhendi, Fiqh Muamalah, h. 18.
31
Ismail Nawawi, Fiqh Muamalah Klasik dan Kontemporer, (Bogor: Ghalia Indonesia,
2012), h. 142.
41
c. Modal harus diketahui dengan jelas, agar dapat dibedakan antara modal
tersebut yang akan dibagikan kepada dua belah pihak sesuai dengan
d. Keuntungan yang akan menjadi milik pengelola dan pemilik modal harus
e. Melafadzhkan ijab dari yang punya modal, seperti aku serahkan uang ini
kepadamu untuk dagang, jika ada keuntungan akan dibagi dua dan kabul
dari pengelola.
4. Hukum mudharabah
membantu antara pemilik modal dengan seorang pakar dalam memutarkan uang.
Banyak diantara mereka pemilik modal yang tidak pakar dalam mengelola dan
32
Hendi Suhendi, op.cit, h. 140.
42
perdagangan yang tidak memiliki modal untuk berdagang. Atas dasar saling tolong
saling bekerjasama antara pemilik modal dengan seseorang yang terampil dalam
5. Jenis-jenis mudharabah
usaha.
manajemen tetapi kontrak yang akan memberi pemodal suatu bagian tertentu dari
keuntungan/kerugian.
kepadanya. Mudharib harus menggunakan dana dengan cara yang telah disepakati
33
Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007), h. 176.
34
M Syafi’i Antonio, BANK SYARIAH Dari Teori Ke Praktik, h. 97.
43
dan kemudian mengembalikan kepada rabb al-maal modal dan bagian keuntungan
yang telah disepakati. Mudharib menerima untuk dirinya sendiri sisa dari
mudharabah:
b. Pemodal tidak bertanggung jawab atas kerugian di luar modal yang telah
diberikannya.
tenaga.
modal (100%) kepada pengusaha sebagai pengelola, biasa disebut mudharib, untuk
dalam akad (yang besarnya juga dipengaruhi oleh kekuatan pasar). Shahibul maal
adalah pihak yang memiliki modal, tetapi tidak bisa berbisnis, dan mudharib adalah
Apabila terjadi kerugian karena proses normal dari usaha, dan bukan karena
35
Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), h. 60-
61.
44
menyertakan modal, tetapi menyertakan tenaga dan keahliannya, dan juga tidak
meminta gaji atau upah dalam menjalankan usahanya. Pemilik dana hanya
menyediakan modal dan tidak dibenarkan untuk ikut campur dalam manajemen
usaha yang dibiayainya. Kesediaan pemilik dana untuk menanggung risiko apabila
Skema 2.3
Skema Mudharabah
PEMODAL PENGUSAHA
Akad
Mudharabah
SHAHIBUL MALL MUDHARIB
KEGIATAN USAHA
Bagian Bagian
keuntungan keuntungan
X KEUNTUNGAN Y
Modal 100%
MODAL
36
Ibid, h. 61.
45
7. Pembatalan Mudharabah
8. Hikmah Mudharabah.
37
Hendi suhendi, Fiqh Muamalah, h. 143.
46
memproduktifkannya, dan terkadang ada pula orang yang tidak memiliki harta
(orang yang diberi modal) sedangkan mudharib dapat memperoleh manfaat dengan
harta (sebagai modal). Dengan demikian terciptalah kerjasama antara modal dan
kerja. Dan Allah tidak menetapkan segala bentuk akad, melainkan demi terciptanya
D. Overmacht
1. Pengertian Overmacht
Overmacht berasal dari bahasa Belanda yang berarti suatu keadaan yang
memaksa, yaitu suatu keadaan yang dialami oleh debitur yang berada diluar
misalnya karena terjadi gempa bumi, banjir, kebakaran dahsyat. Karena peristiwa
Selain istilah overmacht atau force majeure terdapat juga istilah lain yang
pada hakikatnya sama, yaitu touval artinya kejadian tiba-tiba yang tidak dapat
38
Sayid Sabiq, Fiqh Sunah, (Bandung: Al Maarif, jilid 13, 1987), h. 37
39
Wawan Muhwan, Hukum Perikatan Dilengkapi Hukum Perikatan dalam Islam,
(Bandung: Pustaka Setia, 2011), h. 106.
47
diperjanjikan. Sedemikian rupa rintangan atau halangan itu, sehingga debitur tidak
maupun touval merupakan suatu keadaan atau peristiwa yang menempatkan debitur
berada dalam keadaan tidak mungkin melakukan prestasi. Jadi pada overmacht ini
tidak ada kesalahan dari pihak nasabah (debitur) yang tidak dapat memenuhi
prestasinya, sehingga menyebabkan suatu hak atau suatu kewajiban dalam suatu
Ketentuan umum mengenai overmacht terletak pada pasal 1244 dan 1245
1244 dan 1245 KUHPerdata, masalah overmacht juga diatur dalam pasal-pasal pada
persetujuan-persetujuan tertentu.
dan 49 KUHP bahwa seorang tertuduh tidak boleh dihukum jika tindak pidana yang
dilakukannya itu dalam keadaan overmacht. Jadi dalam hukum pidanapun suatu
tuntutan.
40
R Subekti, R Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta Timur: PT
Balai Pustaka, 2014), h. 324-325.
48
Pasal 1244 dan 1245 KUHPerdata tersebut sebagai dasar hukum bagi
yang bagaimana sehingga dapat dikatakan sebagai keadaan overmacht, hal ini telah
hukum Romawi, yang berkembang dari janji (beding) pada perikatan untuk
memberikan suatu benda tertentu. Apabila benda tersebut musnah karena adanya
keadaan yang memaksa, maka tidak hanya kewajiban untuk menyerahkan, tetapi
seluruh perikatan menjadi hapus, dengan syarat pastinya harus benar-benar tidak
mungkin dilaksanakan. Jadi dahulu hanya dikenal fikiran tentang keadaan memaksa
prestasi dan membayar ganti rugi. Untuk menjelaskan hal tersebut sekarang telah
41
J Satrio, Hukum Perikatan-Perikatan Pada Umumnya, (Bandung: Alumni, Cet ke-2,
1999), h. 254.
42
Wawan Muhwan, Hukum Perikatan Dilengkapi Hukum Perikatan dalam Islam h. 108.
49
diperjanjikan.
akibat kesalahan yang telah ditiadakan tadi tidak boleh atau tidak bisa
rupa saja, atau tidak sampai betul-betul merintangi atau menghalangi seseorang
untuk melaksanakan kewajiban yang diperjanjikan. Karena itu perlu diteliti apakah
hal itu benar-benar peristiwa overmacht atau rekayasa saja. Untuk itu overmacht
adanya gempa bumi, banjir bandang, dan adanya lahar. Menurut ajaran
43
Salim H.S, Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, (Jakarta: Sinar
Grafika, Cetakan ketujuh 2010), h. 102.
50
milik petani, ditengah jalan terjadi hujan deras dan banjir bandang yang
atau barang hapus karena bencana alam. Teori ini didasarkan pada pasal
ajaran ini suatu perjanjian masih dapat dilaksanakan oleh debitur tetapi
pemenuhan prestasi itu tidak dapat dilakukan oleh debitur itu sendiri.
Adanya keadaan memaksa yang relatif ini sangat tergantung pada isi
44
Ibid, h. 102.
51
maka dalam hal ini boleh dikatakan tidak ada keadaan memaksa. Akan
tetapi kalau dikaitkan dengan isi maksud dan tujuan dari persetujuan
besar tidak patut dibebankan kepada pihak pemborong, maka kini dapat
Jika ada peranan pada diri debitur rintangan yang terjadi bukan semata-mata karena
overmacht.
dijadikan alasan yang menghindari diri debitur dari kewajiban pembayaran ganti
rugi.45
45
JCT Simorangkir, Kamus Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, Cet ke-2, 2000), h. 32.
52
Maka untuk ajaran yang subyektif dapat dikatakan juga dificultas (sangat
sulit). Sedang ajaran yang objektif dapat dikatakan imposibilitas. Dificultas atau
keadaan sangat sulit baik secara subjektif maupun objektif bisa dikategorikan
terlalu sangat dirugikan, bukan karena kesalahan perbuatan atau kelalaiannya, tetapi
mungkinan absolut.
Dari uraian mengenai ajaran overmacht yang objektif dan overmacht yang
mungkinan yang logis dan ketidak-mungkinan yang tidak logis. Secara teoritis sulit
untuk membedakan antara keduanya. Namun akan lebih mudah melihat secara
praktis tidak mungkin, sehingga debitur benar-benar tidak pantas untuk dibebani
atas kewajiban ganti rugi. Sedangkan pada ketidak-mungkinan yang tidak logis
secara praktis masih bisa dilakukan, sehingga debitur harus bertanggung jawab atas
absolut dan ketidak-mungkinan yang logis pada pihak lain. Yakni kepentingan
yang logis, resiko tak dapat dibebankan pada debitur, dan sebaliknya ketidak-
mungkinan yang tak logis resiko masih tetap menjadi kewajiban debitur.