Anda di halaman 1dari 111

Editorial Team Boards

Editor in Chief
Yoserwan
Faculty of Law, Universitas Andalas

Managing Editor
Lucky Raspati
Faculty of Law, Universitas Andalas

Editor Board
Syofriman Syofyan Ahsan Yunus
(Universitas Andalas) (Hasanuddin University)
Muhammad Ilham
Delfina Gusman
Hermawan
(Universitas Andalas)
(Pancasila University)
Romi Armezi Ferdi
(Universitas Andalas) (Universitas Andalas)
Sukanda Husin Ahmad Redi
(Universitas Andalas) (Tarumanegara University)
Hasril Hertanto Nella Sumika Putri
(University of Indonesia) (Padjadjaran University)
Gautama Budi Arundhati Fitriani Ahlan Sjarif
(Jember University) (University of Indonesia)

Assistant Editors
Shafira Hijriya
(Faculty of Law, Universitas Andalas)

i
PENGANTAR
Editor in Chief

Perkembangan teknologi informasi telah membawa perubahan besar dalam pengelolaan jurnal ilmiah di
berbagai kampus di seluruh Indonesia pada umumnya dan Fakultas Hukum Universitas Andalas pada
khususnya. Lahirnya Open Jurnal System (OJS) sebagai salah satu produk teknologi informasi
memberikan banyak kemudahan dalam pengelolaan jurnal, baik dari system pengaturan, penerbitan
jurnal dan website. Dalam Open Jurnal System (OJS) semua aspek penerbitan sebuah jurnal dilakukan
secara online, mulai dari pembuatan website jurnal hingga proses operasional seperti submisi penulis, peer
review, pengeditan, publikasi, penyimpanan dan indeks jurnal. Hal lainnya, Open Jurnal System (OJS) juga
memberikan kemudahan pengaturan aspek pengguna dalam menyusun sebuah jurnal, termasuk
menyimpan track hasil kerja editor, reviewer, dan penulis, memberi tahu pembaca, dan bantuan
menggunakan korespondensi.

Beradaptasi dengan perkembangan teknologi informasi tersebut, Fakultas Hukum Universitas Andalas
menginisiasi lahirnya Open Jurnal System (OJS) yang dinamakan Nagari Law Review atau disingkat
NALREV. Dipilihnya nama Nagari Law Review didasarkan atas pertimbangan bahwa nama Nagari
identik dengan Sumatera Barat, tempat Fakultas Hukum Universitas Andalas berada. Nagari Law Review
(NALREV) merupakan Jurnal yang membahas isu-isu Hukum yang dikelola oleh Fakultas Hukum
Universitas Andalas.

Satu catatan penting, Jurnal Nagari Law Review (NALREV) merupakan produk pertama jurnal berbasis
Open Jurnal System (OJS) yang dilahirkan dan dikelola oleh Fakultas Hukum Universitas Andalas.
NALREV hadir dengan basis aplikasi web dalam keseluruhan proses penerbitan jurnal, mulai dari
penyerahan tulisan ilmiah atau makalah, proses peer-review dan penerbitan Jurnal Ilmiah dilakukan
secara elektronik dan mengedepankan akses terbuka (Open Access). Meskipun Jurnal Nagari Law Review
(NALREV) merupakan jurnal “baru” berbasis Open Jurnal System (OJS) yang dikelola oleh Fakultas
Hukum Universitas Andalas, dalam sejarah pengelolaan jurnal kampus ini, Jurnal Nagari Law Review
(NALREV) bukanlah jurnal pertama yang dilahirkan dan dikelola oleh Fakultas Hukum Universitas
Andalas. Dalam versi sebelumnya (cetak konvensional), Jurnal Nagari Law Review (NALREV) bernama
Jurnal Hukum Yustisia. Jurnal Hukum Yustisia merupakan publikasi ilmiah yang sudah menjadi bagian
dari atmosfir akademis Fakultas Hukum Universitas Andalas sejak puluhan tahun yang lalu sebagai
perwujudan dan komitmen Fakultas Hukum Universitas Andalas dalam mengemban amanah Tri Dharma
Perguruan Tinggi.

Sebagai penutup, tim redaksi Jurnal Nagari Law Review (NALREV) menyampaikan banyak terima kasih
kepada Jajaran Pimpinan Fakultas Hukum Universitas Andalas yang sudah memberikan dukungan secara
penuh bagi terbitnya edisi perdana Jurnal ini. Terima kasih lainnya juga kami sampaikan kepada Prof
Irwansyah dan Mas Ahsan Yunus (Hasanudin Law Review/ Harlev) yang sudah memberikan banyak
bantuan bagi terbitnya edisi perdana Nagari Law Review (Narlev). Semoga dengan terbitnya edisi
perdana ini dan edisi-edisi selanjutnya, Fakultas Hukum Universitas Andalas dapat berkontribusi lebih
maksimal dalam meningkatkan peradaban bangsa Indonesia. Selamat menulis dan membaca.
(http://nalrev.fhuk.unand.ac.id/index.php/nalrev/index)

iii
DAFTAR ISI

Abdul Mubin, Irwansyah Irwansyah 1-15


Hak Gugat Pemerintah dalam Mengembalikan Kerugian dan Pemulihan
Lingkungan Melalui Sengketa Lingkungan Hidup

Yoserwan Hamzah 16-24


Penerapan Fungsi Sekunder Hukum Pidana Oleh Aparatur Penegak Hukum
Dalam Hukum Pidana Ekonomi

Ahmad Sofian, Batara Mulia Hasibuan 25-32


Harmonisasi Hukum Tindak Pidana Eksploitasi Seksual Anak Pasca
Diratifikasinya Protokol Tambahan Konvensi Hak Anak

Shafira Hijriya 33-55


Kedudukan Negara Sebagai Kreditur Preferen dalam Piutang Pajak dalam
Kasus Kepailitan

Nani Mulyati, Topo Santoso, Elwi Danil 56-73


A Philosophical Analysis To Uncover The Meaning And Terminology Of Person
In Indonesian Criminal Law Context

Oksidelfa Yanto 74-81


Pasal Penghinaan Presiden Dan Urgensi Pembaharuan Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana

Henny Andriani, Charles Simabura 82-96


Implementasi Pelayanan Publik di Provinsi Riau dan di Provinsi Jakarta
Berdasarkan UU No. 25 Tahun 2009

Agung Hermansyah, Romi Armezi 97-106


Konstitusionalitas Pengaturan Hak Ulayat Dalam Peraturan Nagari

v
Volume 1 Nomor 1, Oktober 2017
Editorial Office : Faculty of Law, Andalas University
Kampus Pancasila, Jalan Pancasila Nomor 10 Padang, West Sumatera
Phone/Fax : 0751-27404 / 0751-34605
E-mail : nagarilawreview@gmail.com | Website : jalj.fhuk.unand.ac.id

Hak Gugat Pemerintah untuk Penggantian Kerugian dan Pemulihan


Lingkungan Dalam Sengketa Lingkungan Hidup
“Abdul Mubin1, Irwansyah2”

ARTICLE HISTORY A B S T R A C T
Received: 28 October 2017; The concept or idea of Ecocracy suggests that the environment has its
Reviewed: 28 October 2017;
own sovereignty called the sovereignty of the environment. The concept
Accepted: 31 October 2017;
Published: 31 October 2017 of Ecocracy places the environment as the subject of law and the right
owner to obtain legal protection, including the right to compensation
KEYWORDS and environmental restoration from pollution and environmental
Hak Gugat Pemerintah; Penggantian Kerugian; damage. The environment as the subject of law cannot be equated with
Pemulihan Lingkungan; Sengketa Lingkungan human beings, because the environment cannot speak and act as human
Hidup beings. Therefore, the environmental right to demand environmental
compensation due to pollution and / or environmental degradation is
CORRESPONDENSE
represented to the state, because one of the legal principles in the PPLH
1.
Kejaksaan Agung Republik Indonesia, Jln.
Law is the principle of state responsibility. The consequence of the
Sultan Hasanuddin Nomor 01 Kebayoran Baru
Jakarta Selatan, Indonesia principle of state responsibility is that the government may take legal
E-mail: mubinpadewa@gmail.com action to represent the environmental interests as regulated in Article
90 paragraph (1) of the PPLH Law. The compensation of the
2.
Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, Jln.
Perintis Kemerdekaan KM. 10, Tamalanrea,
environment and the restoration of the environment shall be carried out
Kota Makassar, Indonesia by means of civil law enforcement instruments such as by filing a civil
E-mail: irwansyah@unhas.ac.id lawsuit to the court by the agency responsible for the environment. The
lawsuit is filed on the basis of Legal Acts (PMH) as enshrined in Article
1365 of the Civil Code and the basis of the Strict Liability Lawsuit as a
model of legal liability which does not need to prove the existence of
liability without fault as set forth in Article 88 UUPPLH.

1. Pendahuluan berhak memperoleh pelayan kesehatan. Dengan


demikian hak warga negara untuk
Undang-undang Dasar Negara Republik
mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan
Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) sebagai
sehat merupakan hak asasi bagi setiap warga
dasar konstitusi negara Indonesia
negara Indonesia bahkan hak asasi setiap orang
menempatkan hak bagi warga negara untuk
yang harus dilindingi menurut konstitusi.
memperoleh lingkungan hidup yang baik dan
sehat, Pengaturan tersebut diamanatkan dalam Dalam upaya meningkatkan kesejahteraan
Pasal 28 H ayat (1) UUD 1945 bahwa setiap rakyat melalui sektor pembangunan ekonomi,
orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, konstitusi telah mengamanatkankan supaya
bertempat tinggal tinggal dan mendapatkan pembangunan dilaksanakan atas dasar
lingkungan hidup yang baik dan sehat serta wawasan lingkungan, yaitu pembangunan

Nagari Law Review • Volume 1 Nomor 1, October 2017


dilaksanakan secara berkelanjutan yang dan/atau tidak langsung terhadap sifat fisik,
mengoptimalkan manfaat sumber daya alam kimia dan/atau hayati lingkungan hidup yang
dan sumber daya manusia dengan cara melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan
menserasikan aktivitas manusia dengan hidup.3
kemampuan sumber daya alam untuk
Lingkungan yang dalam kaitannya dengan
menopangnya. Tujuan pembangunan
unsur-unsurnya mengandung arti adanya
berwawasan lingkungan adalah agar
interaksi antara unsur-unsur di dalamnya,
masyarakat yang memanfaatkan sumber daya
termasuk manusia terhadap sumber daya
alam tidak merusak lingkungan. Untuk itu
lainnya. Dalam pandangan ekosistem yang
dalam pengelolaan sumber daya alam perlu
merupakan satu unsur fungsional didalamnya
memerhatikan keadaan lingkungan agar
tercakup organisme dan lingkungan abiotik
ekosistem lingkungan tidak terganggu.
yang satu terhadap yang lain, sehingga
Pembangunan berkelanjutan dimaksudkan mempengaruhi. Interaksi sebagai salah satu
untuk tetap menjaga keseimbangan antara kaidah dalam ekosistem dimana antar unsur-
kepentingan pembangunan dengan unsur dalam suatu lingkungan saling
kepentingan pelestarian lingkungan hidup, mempengaruhi dan bersifat timbal balik.
sehingga sumber daya alam masih dapat Interaksi tersebut dapat terjadi antara unsur
dimanfaatkan untuk pembangunan dan biotik sendiri, unsur biotik dengan biotik,
kepentingan generasi mendatang. Menurut dan/atau unsur abiotik dengan abiotik lainnya.4
Surna Djajadiningat1 Proses pembangunan
Manusia telah memasukkan alam dalam
berkelanjutan bertumpu pada kondisi sumber
kehidupan budayanya, akan tetapi ia nyaris
daya alam, kualitas lingkungan dan faktor
lupa, bahwa ia sendiri sekaligus merupakan
kependudukan. Mengingat ketiga faktor di atas,
bagian dari alam, dimana dia hidup. Dengan
maka upaya pembangunan berwawasan
demikian manusia ternyata tidak hanya
lingkungan perlu memelihara keutuhan fungsi
bertindak sebagai penguasa terhadap alam,
tatanan lingkungan agar lingkungan dapat
akan tetapi juga sebagai pengabdinya. Dengan
secara berlanjut menopang proses
kekuasaannya atas alam dia tidak dapat
pembangunan secara terus menerus dari
melepaskan diri dari ketergantungannya
generasi ke generasi untuk meningkatkan
kepada alam. Manusia mempengaruhi alam,
kualitas manusia Indonesia.
dan sebaliknya alam mempengaruhi manusia.
Pembangunan dan kegiatan usaha yang Dengan demikian alam dimasukkan dalam
menyebabkan terjadinya pencemaran dan/atau evolusi manusia dan sebaliknya.5
kerusakan lingkungan hidup akan
Penyebab terjadinya kerusakan lingkungan
mengakibatkan terjadinya kerugian pada
hidup tidak terlepas dari kegiatan manusia
lingkungan hidup itu sendiri. Secara konseptual
sebagai individu maupun kegiatan usaha dalam
pencemaran lingkungan adalah masuk atau
bentuk badan hukum maupun bukan berbadan
dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi,
hukum. Pengrusakan lingkungan hidup yang
dan/atau komponen lain kedalam lingkugan
dilakukan secara sengaja menimbulkan
hidup oleh kegiatan manusia sehaingga
perubahan langsung atau tidak langsung
melampaui baku mutu lingkungan hidup yang
terhadap sifat fisik, kimia, dan/atau hayati
telah ditetapkan.2 Sedangkan kerusakan
lingkungan hidup sehingga melampaui kriteria
lingkungan hidup adalah perubahan langsung

1 Maret Priyatna. (2015). “Pembaruan dan 3Ibid, Pasal 1 angka 17.


Harmonisasi Peraturan Perundang-undangan 4Maret Priyantna, loc.cit.
Bidang Lingkungan dan Penataan Ruang Menuju 5 Koesnadi Hardjasoemantri. (2016). Hukum Tata

Pembangunan Berkelanjutan”, Hasanuddin Law Lingkungan, edisi VIII, Cetakan Kesembilan Belas.
Review (Halrev) Volume 1 Issue 3. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, h. 4.
2Pasal 1 angka 14 Undang-Undang Nomor 32 Tahun

2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan


Lingkungan Hidup

2 Nagari Law Review • Volume 1 Nomor 1, October 2017


baku kerusakan lingkungan hidup.6 Kerusakan Pembaruan hukum lingkungan di Indonesia
lingkungan hidup berhubungan dengan subjek ditandai dengan telah diundangkannya
hukum pelaku kerusakan, sedangkan kerusakan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang
lingkungan adalah terjadinya perubahan (yang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan (UU
rusak) akibat yang ditimbulkan dari perbuatan PPLH). Dari segi penamaan, UU PPLH berbeda
orang yang melakukan pengrusakan. dengan dua Undang-undang sebelumnya yang
hanya menggunakan istilah Pengelolaan
Dalam alam yang dipengaruhi manusia (man-
Lingkungan Hidup. Penambahan istilah
made nature, manusia yang dipengaruhi alam
“Perlindungan” pada UU PPLH didasarkan
(nature made man) menemukan dirinya sendiri.
pada pandangan anggota Panja DPR RI dengan
Hal ini berarti bahwa dalam hubungannya
rasionalisasi agar lebih memberikan makna
dengan alam, dia harus memperhitungkan nilai-
tentang pertingnya lingkungan hidup untuk
nilai lain, disamping nilai-nilai teknis dan
memperoleh perlindungan.13
ekonomis. Hal ini berarti pula, bahwa ancaman
terhadap alam tidak dapat Moh. Mahfud MD menyatakan bahwa politik
dipertanggungjawabkan kepada pihak lain, hukum adalah legal policy yang akan atau telah
akan tetapi pada sikap manusia itu sendiri, baik dilaksanakan secara nasional oleh Pemerintah
sebagai diri pribadi secara mandiri, maupun Indonesia. Legal policy ini terdiri dari, pertama,
sebagai anggota masyarakat.7 Lingkungan pembangunan hukum yang berintikan
hidup dalam perspektif teoritis dipandang pembuatan dan pembaruan terhadap materi-
sebagai bagian mutlak dari kehidupan manusia materi hukum agar dapat sesuai dengan
itu sendiri8. Oleh karena itu manusia dalam kebutuhan. Kedua, pelaksanaan ketentuan
hidupnya harus melindungi dan mengamankan hukum yang telah ada termasuk penegasan
lingkungan hidup agar dapat terselenggara fungsi lembaga dan pembinaan para penegak
secara teratur dan pasti serta dapat diikuti dan hukum.14 Berdasarkan pengertian tersebut
ditaati oleh semua pihak. Perlindungan dan menurut Moh. Mahfud terlihat politik hukum
pengamanan perlu dituangkan dalam bentuk mencakup proses pembuatan dan pelaksanaan
peraturan hukum, sehingga akan lahir hukum hukum yang dapat menunjukkan sifat dan arah
yang memperhatikan kepentingan alam atau kemana hukum dibangun dan ditegakkan.15
hukum yang berorientasi kepada kepentingan Berdasarkan pengertian tentang konsepsi
alam (natures’s interest oriented law).9 politik hukum di atas, dalam kajian ini politik
hukum dimaksudkan sebagai kebijakan hukum
Hukum yang mengatur segi-segi lingkungan
yang menjadi dasar dari pengelolaan
hidup harus dipandang sebagai suatu sistem.
lingkungan hidup di Indonesia.
Sistem hukum10 sebagaimana dikemukakan
oleh oleh Sunaryati Hartono11 terdiri atas Lahirnya UU PPLH merupakan sumber hukum
subsistem-subsistem hukum lingkungan. formal tingkat undang-undang dalam konteks
Subsistem hukum lingkugan terdiri dari asas- lingkungan hidup di Indonesia. Secara filosofis
asas, kaidah-kaidah dan juga meliputi lembaga- Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang
lembaga dan proses-proses guna Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
mewujudkannya dalam kenyataan.12 Hidup ini memandang dan menghargai arti
penting akan hak-hak asasi berupa hak atas

6 Maret Priyatna. Loc.cit. 10 Maret Priyatna. Loc cit.


7 Koesnadi Harjasoemantri. Op.cit.,h. 4-5 11. Ibid.
8 NHT Siahaan dalam Syahrul Machmud. (2012). 12. Ibid.

Problematika Penerapan Delik Formil Dalam Perspektif 13 Takdir Rahmadi. (2015). Hukum Lingkungan di

Penegakan Hukum Pidana Lingkungan di Indonesia. Indonesia, Edisi Kedua, Cetakan kelima. Jakarta: PT
Jakara: Mandar Maju, h. 62. RajaGrafindo Persada, h. 43.
9 Munadjat Danusaputro dalam Syahrul Machmud. 14 Mahfud MD. (1998). Politik Hukum di Indonesia.

(2012). Problematika Penerapan Delik Formil Dalam Jakarta: LP3ES, h. 9.


Perspektif Penegakan Hukum Pidana Lingkungan di 15 Ibid.

Indonesia. Jakarta: Mandar Maju, h. 62.

Nagari Law Review • Volume 1 Nomor 1, October 2017 3


lingkungan hidup yang baik dan sehat bagi 2. Kerugian Lingkungan akibat Pencemaran
warga negara.16 Dengan adanya penekanan dan kerusakan Lingkungan Hidup.
pada upaya perlindungan, di samping kata Lingkungan yang baik dan sehat merupakan
pengelolaan lingkungan hidup, UU 32 Tahun suatu hal yang sangat penting dalam menunjang
2009 memberikan perhatian serius pada kaidah- kelangsungan hidup manusia. Selain berhak
kaidah pengaturan yang bertujuan memberikan atas lingkungan hidup yang baik dan sehat,
jaminan bagi terwujudnya pembangunan setiap orang juga berkewajiban untuk
berkelanjutan dan memastikan lingkungan melakukan perlindungan dan pengelolaan
hidup dapat terlindungi dari usaha atau lingkungan hidup. Lingkungan hidup yang baik
kegiatan yang menimbulkan kerusakan atau dan sehat bukan saja merupakan suatu hak, tapi
pencemaran lingkungan hidup.17 didalamnya juga terdapat tanggung jawab
UU PPLH menganut asas “Pencemar untuk menjaga, melindungi serta mengelola
Membayar” yang maksudnya adalah untuk atau melestarikan agar semakin hari semakin
memberikan tanggungjawab dan tidak baik dan sehat dan didalamnya pula tercipta
melepaskan penanggungjawab usaha atau masyarakat yang baik dan sehat. Oleh karena itu
kegiatan dari perbuatan melanggar hukum jelaslah bahwa lingkungan merupakan suatu hal
terhadap pencemaran dan kerusakan yang yang penting yang patut dijaga, dilindungi,
terjadi akibat kegiatan usaha dari dikelola serta dilestarikan.18
penanggungjawab usaha. Penanggung jawab Perlindungan dan pengelolaan lingkungan
yang usaha dan/atau kegiatannya hidup adalah upaya sistematis dan terpadu
menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan yang dilakukan untuk melestarikan fungsi
lingkungan hidup wajib menanggung biaya lingkungan hidup dan mencegah terjadinya
pemulihan lingkungan. Selain diharuskan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
membayar ganti rugi, pencemar dan/atau hidup yang meliputi perencanaan,
perusak lingkungn hidup dapat pula dibebani pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan,
oleh hakim untuk melakukan tindakan tertentu pengawasan dan penegakan hukum.19
antara lain berupa pemulihan lingkungan. Perlindungan dan pengelolaan lingkungan
Selain itu UU PPLH memberikan hak gugat hidup dilakukan secara terpadu yang mencakup
kepada pemerintah baik di pusat maupun seluruh bidang-bidang lingkungan hidup untuk
pemerintah daerah (provinsi, kabupatan/kota) berkelanjutannya fungsi lingkungan hidup.
sebagai subyek hukum yang mempunyai legal Dalam upaya perlindungan dan pengelolaan
standing untuk melakukan gugatan perdata lingkungan hidup, dilakukan pembangunan
kepada penanggungjawab usaha dan/atau yang sifatnya berkelanjutan untuk mencapai
kegiatan yang menyebabkan terjadinya kesejahteraan rakyat.
pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup Pencemaran lingkungan sangat berpengaruh
guna menuntut ganti rugi dan pemulihan terhadap kelangsungan hidup dari anggota
lingkungan hidup yang dtimbulkan akibat lingkungan tersebut. Pencemaran lingkungan
pencemaran dan kerusakan lingkungan akibat dapat terjadi pada udara, air dan tanah yang
dari kegiatan usaha yang dilakukan oleh semuanya itu merupakan bagian pokok dimana
pencemar dan perusak lingkungan. manusia itu hidup. Oleh karena itu setiap
pembangunan berkaitan langsung dengan

16 Siti Kotijah. (2011). Evaluasi Undang-Undang 18http://raiudampo.blogspot.co.id/2014/03/tanggu

Nomor 32 Tahun 2009. Jurnal Hukum, 2 (18): 390. ng-jawab-perusahaan-terhadap.html, diakses Kamis
17 Dani Amran Hakim. (2015). Politik Hukum tanggal 30 Maret 2017 Jam 10.30 Wib.
Lingkungan Hidup di Indonesia Berdasarkan 19 Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun

Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Lingkungan Hidup
Fiat Justisia Jurnal Ilmu Hukum Universitas
Diponegoro, Semarang, 9(2): 121.

4 Nagari Law Review • Volume 1 Nomor 1, October 2017


lingkungan yang merupakan wadah kerusakan lingkungan hidup yaitu perubahan
pembangunan yang oleh karena proses langsung dan/atau tidak langsung terhadap
pembangunan tersebut mengakibatkan sifat fisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan
terjadinya pencemaran lingkungan. hidup yang melampaui kriteria baku kerusakan
Pencemaran dan kerusakan lingkungan lingkungan hidup.23
disebabkan oleh perbuatan manusia yang secara
Pencemaran juga bisa berarti berubahnya
sengaja ataupun tidak sengaja yang telah
tatanan (komposisi) air atau udara oleh kegiatan
melampaui batas baku mutu lingkungan hidup
manusia dan proses alam, sehingga kualitas air/
yang ditetapkan sehingga mengakibatkan
udara menjadi kurang atau tidak dapat
menurunnya kualitas lingkungan hidup.
berfungsi lagi sesuai dengan peruntukkannya.24
Pencemaran lingkungan hidup adalah masuk Pencemaran lingkungan dapat dikategorikan
atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, menjadi pencemaran air, pencemaran udara,
energi, dan/atau komponen lain ke dalam pencemaran tanah, pencemaran logam berat.
lingkungan hidup oleh kegiatan manusia Meningkatnya kegiatan industri seperti
sehingga melampaui baku mutu lingkungan pertambangan telah banyak mengganggu
hidup yang telah ditetapkan.20 Akibat ekosistem lingkungan hidup dengan kegiatan
pencemaran adalah terjadinya perubahan pada penebangan pohon dan kebisingan alat-alat
lingkungan yang tidak dikehendaki karena pertambangan yang digunakan. Inti dari
dapat mempengaruhi kegiatan, kesehatan dan permasalahan lingkungan hidup adalah
keselamatan makhluk hidup. hubungan makhluk hidup, khususnya manusia
dengan lingkungan hidupnya.
Pencemaran lingkungan merupakan masalah
yang sudah lama dihadapi manusia dan Pelaku usaha sebelum melakukan kegiatan
masalah tersebut masih belum dapat usahanya secara administratif terlebih dahulu
terselesaikan, masuknya substansi-substansi mendapat izin dari pemerintah. Pemberian izin
berbahaya ke dalam media lingkungan tersebut dengan mempertimbangkan dokumen
berakibat kualitas lingkungan menjadi lingkungan hidup antara lain misalnya Analisa
berkurang atau fungsinya tidak sesuai dengan Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)
peruntukannya. Beberapa faktor yang terhadap kegiatan atau usaha yang akan
menyebabkan terjadinya pencemaran yang dilakukan. Saat keputusan izin diberikan oleh
dilakukan oleh manusia, yaitu akibat pemerintah kepada Badan Usaha atau
pertumbuhan penduduk yang semakin Pemohon, posisi tanggung jawab negara
meningkat dan perkembangan teknologi. terhadap perlindungan lingkungan hidup
Faktor-faktor tersebut menyebabkan kebutuhan berpindah kepada tanggung jawab pemegang
penduduk juga meningkat.21 izin sehingga ada kecenderungan negara tidak
hadir dalam memastikan lingkungan hidup
Selain istilah pencemaran, terdapat juga istilah
terjaga dengan baik. Pemegang izin sebagai
Kerusakan lingkungan hidup yaitu tindakan
entitas bisnis/privat, menjalankan tugas-tugas
orang yang menimbulkan perubahan langsung
publik menjadi tidak jelas oleh karena entitas
atau tidak langsung terhadap sifat fisik, kimia,
bisnis bukan sebagai penanggung jawab
dan/atau hayati lingkungan hidup sehingga
kepentingan publik. Negara melalui aparatur
melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan
yang dimiliki pada level pemerintahan nasional
hidup.22 Akibat dari perbuatan tersebut terjadi
maupun daerah tidak cukup memastikan

20Pasal 1 ayat 14 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 23Pasal 1 ayat 17 Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup Lingkungan Hidup.
21http://www.tugasku4u.com/2013/05/pencemaran- 24 Pengertian pencemaran menurut SK Menteri
lingkungan.html Kependudukan Lingkungan Hidup No
22Pasal 1 ayat 16 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 02/MENKLH/1988.
2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup.

Nagari Law Review • Volume 1 Nomor 1, October 2017 5


ketataan pemenuhan kewajiban hukum sebagai lanjut diuraikan “we can reduce pollution if we are
pemegang izin terebut.25 prepared to pay for it”,29 sehingga dipahami
seberapa besar kemampuan membayar, baik
Dalam hal pencemaran dan kerusakan
dengan program untuk menciptakan alat
lingkungan hidup sudah terjadi, perlu
pencegah pencemaran anti-pollution maupun
dilakukan upaya represif berupa penegakan
secara tidak langsung dengan membayar
hukum yang efektif, konsekuen, dan konsisten
kerugian yang disebabkan oleh pencemaran,
terhadap pencemaran dan kerusakan
bahkan assets lingkungan termasuk di
lingkungan hidup yang sudah terjadi.26
dalamnya berupa intrinsic value, dapat
Sehubungan dengan hal tersebut, perlu
disediakan (digantikan) oleh hasil aktivitas
dikembangkan satu sistem hukum
ekonomi.30
perlindungan dan pengelolaan lingungan hidup
yang jelas, tegas dan menyeluruh guna Pengaturan ganti kerugian terhadap lingkungan
menjamin kepastian hukum sebagai landasan hidup diarahkan untuk memberikan kepastian
bagi perlindungan dan pemgelolaan sumber bahwa pelaku usaha yang melanggar hukum
daya alam serta kegiatan pembangunan lain.27 tidak dapat melepaskan tanggungjawab atau
kewajiban hukumnya untuk melaksanakan
UU PPLH mengatur mengenai
ganti rugi atau tindakan tertentu atas
pertanggungjawaban perdata dalam bentuk
pencemaran dan kerusakan lingkugan hidup
ganti kerugian dan pemulihan lingkungan
hidup dalam Pasal 87 yaitu setiap penanggung Untuk membuktikan bahwa telah terjadi
jawab usaha dan/atau kegiatan yang pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
melakukan perbuatan melanggar hukum hidup, diperlukan analisa data atau bukti yang
berupa pencemaran dan/atau kerusakan berupa hasil penelitian, pengamatan lapangan,
lingkungan hidup yang menimbulkan kerugian atau data lain berupa pendapat para ahli yang
pada orang lain atau lingkungan hidup wajib dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
membayar ganti rugi dan/atau melakukan Beberapa hal yang perlu dianalisis antara lain
tindakan tertentu. Ketentuan dalam ayat ini menyangkut:
merupakan realisasi asas yang ada dalam 1. Apakah benar telah terjadinya pencemaran
hukum lingkungan hidup yang disebut asas dan/atau kerusakan lingkungan hidup;
pencemar membayar. Asas “pencemar 2. Siapa yang menyebabkan terjadinya
membayar” adalah setiap penanggung jawab pencemaran dan/atau kerusakan
yang usaha dan/atau kegiatannya lingkungan hidup;
menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan 3. Siapa yang mengalami kerugian akibat
lingkungan hidup wajib menanggung biaya pencemaran dan/atau kerusakan
pemulihan lingkungan28. Selain diharuskan lingkungan hidup;
membayar ganti rugi, pencemar dan/atau 4. Bagaimana status kepemilikan lahan yang
perusak lingkungn hidup dapat pula dibebani tercemar atau rusak;
oleh hakim untuk melakukan tindakan tertentu. 5. Apa jenis kerugian (langsung atau tidak
langgsung);
John Maddox memberikan argumentasi bahwa
6. Berapa besaran kerugian;
pencemaran/kerusakan akan dapat dipecahkan
7. Berapa lama terjadinya pencemaran
dengana menghitung ongkos yang timbul (price)
dan/atau kerusakan lingkungan hidup;
dan merupakan masalah ekonomi saja. Lebih

25 Muhammad Muhdar & Muhamad Nasir, 27 Ibid.


Rosdiana. (2015). Implikasi Hukum Terhadap 28 Penjelasan Pasal 2 huruf (j) UU No 32 Tahun 2009
Praktik Pinjam Pakai Kawasan Hutan Untuk tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Kegiatan Pertambangan Batubara”, Hasanuddin Law Hidup.
Review (Halrev), 1(3). 29 Muhammad Muhdar & Muhamad Nasir,
26 Penjelasan Umum angka V UU No. 32 Tahun 2009 Rosdiana. Loc. Cit.
Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan 30 Ibid.

Hidup.

6 Nagari Law Review • Volume 1 Nomor 1, October 2017


8. Apa saja jenis media lingkungan hidup 3. Hak Gugat Pemerintah Menuntut Ganti
yang terkena dampak (air, tanah, udara); Rugi dan Pemulihan Lingkungan Hidup
9. Nilai ekosistem baik yang dapat maupun Sebagaimana diteorikan oleh Christoper Stone31,
yang tidak dapat dinilai secara ekonomi, bahwa semua obyek-obyek alam diberikan
dan lain-lain. suatu hak hukum (legal right), maka kepada
Berdasakan Peraturan Menteri Lingkungan hutan, gajah, sungai, laut, batu-batuan,
Hidup dan Kehutanan Nomor 7 Tahun 2014 pepohonan dan obyek-obyek lainnya, yang
tentang Kerugian Lingkungan Hidup Akibat meskipun sifatnya inanimatif tetap diberikan
Pencemaran dan/atau kerusakan Lingkungan hak hukum.
Hidup (Permen 7/2014), untuk mengetahui ada Agar hak hukum dari benda-benda alamiah
tidaknya pencemaran dan/atau kerusakan demikian dapat diterapkan maka kelompok-
lingkungan hidup terlebih dahulu dilakukan kelompok yang memiliki kepedulian
klarifikasi terhadap proses terjadinya lingkungan dapat ditunjuk sebagai guardian dari
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan benda-benda alam yang inanimatif tersebut.
hidup yaitu dengan melakukan verifikasi Seperti dikatakan Stone bahwa organisasi-
lapangan yang dilakukan melalui 2 (dua) organisasi lingkungan yang memiliki data dan
langkah: alasan untuk menduga bahwa suatu proyek
1) identifikasi sumber pencemaran atau kegiatan yang mencemari lingkungan
dan/atau kerusakan lingkungan hidup, terdiri dapat tampil sebagai pihak yang mewakili alam
dari langkah-langkah: tersebut di pengadilan.
a. Identifikasi jenis media lingkungan Dapat dikatakan bahwa perwujudan partisipasi
hidup yang tercemar dan/atau rusak. masyarakat dalam demokrasi yang dipengaruhi
b. Penghitungan lamanya pencemaran oleh teori Christoper Stone mengenai hak objek-
dan/atau kerusakan berlangsung. objek alam (natural objects) yang pada intinya
c. Identifikasi apakah pencemaran mendalilkan bahwa lingkungan perlu memiliki
dan/atau kerusakan lingkungan hidup wali (guardian) merupakan pengakuan atas hak
terjadi secara langsung atau tidak intrinsik lingkungan hidup dimana manusia
langsung. ditunjuk sebagai wali dalam menjalankan hak
d. Pengukuran derajat atau tingkat tersebut. Dalam hal ini, teori Stone paling
pencemaran dan/atau kerusakan tampak dalam perwujudan akses terhadap
lingkungan hidup yang terjadi keadilan, yang di Indonesia diwujudkan dalam
(menyangkut skala spasial dan jumlah NGO Standing.32
pihak yang terlibat).
2) proses terjadinya pencemaran dan/atau Sehubungan dengan doktrin Stone tersebut,
kerusakan lingkungan hidup. dapat disebutkan bahwa di Kanada, para ahli
Tata cara verifikasi lapangan diatur lebih lanjut hukum lingkungan sudah menganut pendapat
berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan bahwa lingkungan dipandang sebagai sesuatu
Hidup dan Kehutanan Nomor 4 Tahun 2013 yang mempunyai hak (environmental right).33
tentang Pedoman Penyelesaian Sengketa Dari pendapat Stone dan beberapa paham ahli
Lingkungan Hidup (Permen 4/2013). lingkungan tersebut, meski lingkungan hidup
merupakan objek sumber daya alam, namun
lingkungan hidup harus pula diberi kedudukan

31 Christoper Stone dalam N.H.T. Siahaan. 2011. Lingkungan Indonesia, Indonesian Center for
Perkembangan Legal Standing Dalam Hukum Environmental Law, 1(1): 25.
Lingkungan, (Suatu Analisis Yuridis Dalam Public 33 Mas Achmad Santosa dan Sembiring Sulaiman.

Participatory Untuk Perlindungan Lingkungan), h. 7 (1997). Hak Gugat Organisasi Lingkungan


32 Mas Achmad Santosa & Margaretha Quina, . (2014). (Environmental Legal Standing). Jurnal Hukum
Gerakan Pembaharuan Hukum Lingkungan Lingkungan Indonesia, Indonesian Center for Environmental
Indonesia dan Perwujudan Tata Kelola Lingkungan Law, h.198
Yang Baik Dalam Negara Demokrasi. Jurnal Hukum

Nagari Law Review • Volume 1 Nomor 1, October 2017 7


sebagai subyek hukum dimana hak lingkungan Jika mengikuti alur gagasan Skolimowski,
selaku subyek hukum tersebut harus diwakili ekokrasi bisa dikatakan sebagai
oleh suatu lembaga yang bertanggung jawab ‟pengembangan lebih jauh‟ dari demokrasi
dibidang lingkungan hidup, supaya lingkungan karena memang mau melibatkan seluruh alam
benar-benar memiliki hak perlindungan, sama dalam dinamika kehidupan yang lebih baik. 38
dengan manusia sebagai subyek hukum. Bias anthroposentrisme masih sangat kentara.
Pandangan tersebut di atas dipengarui faham Karena itu, bagi Skolimowski istilah ekokrasi
ekosentrisme atau inklusionisme yang pada jauh lebih tepat daripada eko-demokrasi atau
dasarnya berpandangan bahwa manusia demokrasi ekologis. Dalam rumusan
dengan fenomena alam tidak memiliki Skolimowski, ekokrasi adalah “pengakuan
perbedaan asasi, sehingga alam juga tidak boleh kekuatan alam dan hidup itu sendiri, yang
diberlakukan berbeda.34 berarti mengobservasi keterbatasan alam,
mendesain dengan alam bukan melawan alam,
Jimly Assiddiqie35 mengemukakan bahwa
membuat sistem yang berkelanjutan secara
dalam konsep ekokrasi, lingkungan alam seperti
ekologis, penghormatan terhadap alam bukan
halnya manusia juga dianggap mempunyai
penjarahan alam secara berkelanjutan.”39
otonomi dan keadulatannya sendiri. Jika dalam
demokrasi setiap manusia yang disebut rakyat Dalam hukum lingkungan di Indonesia
dianggap merupakan pemegang kedaulatan beberapa “benih” ekokrasi sudah ada sehingga
atau kekuasaan tertinggi, maka lingkungan bisa dikembangkan lebih jauh. Itu pun berarti
alam juga dipandang mempunyai hak asasinya bahwa upaya menuju ekokrasi tidak dimulai
sendiri dan memegang kedaulatannya sendiri dari titik nol. Salah satu contoh benih baik itu
seperti manusia. Dalam hubungan itu, tampak dalam Undang-undang Nomor 32
lingkungan atau ekosistem dapat dilihat sebagai Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
subjek kedaulatan yang tersendiri. Jika selama Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH),
ini kita sudah mengenal doktrin-doktrin yang bisa dikatakan secara substansial lebih
teokrasi, monarki, demokrasi, nomokrasi, maka baik dibanding Undang-undang Nomor 23
konsep Kedaulatan Lingkungan dapat kita Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
kaitkan dengan istilah Ekokrasi (ecocracy) atau Hidup.40
kedaulatan ekologi.36
Dengan mempertimbangkan kerusakan
Di samping manusia yang berstatus sebagai lingkungan hidup yang semakin nyata sebagai
rakyat, lingkungan hidup juga dapat menjadi buah dari kapitalisme pasar yang cenderung
pemegang hak dan kekuasaannya sendiri. Hak memandang alam sebagai faktor produksi dan
dan kekuasaan lingkungan itu bersifat sama aset ekonomi, penerapan gagasan kedaulatan
tingginya dengan hak dan kekuasaan manusia lingkungan bersama dengan kedaulatan rakyat
rakyat. Dengan perkataan lain, dapat menjadi dan kedaulatan hukum dalam bingkai negara
subjek kedaulatan yang tersendiri. Karena jika mutlak dilakukan. Hal yang harus digali lebih
kekuasaan tertinggi yang berada di tangan dalam adalah bagaimana operasionalisasinya
rakyat disebut sebagai demokrasi atau dalam kehidupan bernegara?. Apakah dengan
kedaulatan rakyat, maka kekuasaan tertinggi mengarusutamakan pertimbangan lingkungan
yang ada pada lingkungan dapat kita sebut dalam kebijakan publik?. Apakah dengan
sebagai ekokrasi atau kedaulatan lingkungan.37 mempersonifikasikan lingkungan hidup serupa
dengan rakyat yang memiliki hak hukum dan
hak konstitusional yang dijamin dalam

34 Sonny A. Keraf (ed). (2001). Hukum Dan Lingkungan 38 Al. Andang L Binawan. (2014). “Jalan Terjal
Hidup, 75 Tahun Prof Dr.Koesnadi Hardjasoemantri, h Ekokrasi”, dalam Jurnal Hukum Lingkungan Indonesia,
33-38. Jurnal Hukum Lingkungan Indonesia, Indonesian
35 Jimly Assiddiqie. (2009). Gagasan Kedaulatan Center for Environmental Law, 1(1): 9.
Lingkungan Demokrasi Versus Ekokrasi, h. 17. 39 Skolimowski dalam Ibid.
36Ibid. 40 Ibid., h. 9.
37 Ibid.

8 Nagari Law Review • Volume 1 Nomor 1, October 2017


konstitusi? Apakah kemudian semua itu dapat pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
kita sebut sebagai wujud dari “demokrasi diwakilkan kepada negara, karena salah satu
lingkungan”?.41 asas hukum dalam UU PPLH adalah asas
tanggung jawab negara, konsekuensi dari asas
Berdasarkan beberapa teori dan gagasan yang
tanggung jawab negara tersebut maka
dikemukakan oleh beberapa ahli tentang konsep
pemerintah dapat mengambil tindakan hukum
atau pandangan ekokrasi di atas, penulis
untuk mewakili kepentingan lingkungan hidup,
berpendapat bahwa lingkungan hidup adalah
hal tersebut diatur dalam Pasal 90 ayat (1)
subyek hukum yang mempunyai hak yang
UUPPLH yang menyatakan bahwa instansi
perlu mendapatkan perlindungan hukum,
yang bertanggung dibidang lingkungan hidup
sehingga apabila lingkungan hidup menderita
adalah instansi pemerintah dan pemerintah
atau mengalami kerugian, lingkungan hidup
daerah yang bertanggungjawab dibidang
dapat menuntut ganti kerugian dan pemulihan.
lingkungan hidup.
Bentuk perlindungan hukum lingkungan
tersebut adalah dengan memberikan sanksi Ketentuan Pasal 90 ayat (1) berikut
hukum kepada pananggung jawab usaha atau penjelasannya telah memberikan kedudukan
kegiatan yang telah melakukan pencemaran dan hukum/legal standing kepada pemerintah dan
kerusakan lingkungan sebagaimana diatur pemerintah daerah yang bertanggungjawab
dalam Pasal 87 ayat (1) UU PPLH yang dibidang lingkungan sebagai subyek hukum
menyebutkan “setiap penanggung jawab usaha yang mewakili kepentingan lingkungan hidup
dan/atau kegiatan yang melakukan perbuatan untuk mengajukan gugatan guna menuntut
melanggar hukum berupa pencemaran dan/atau ganti rugi dan menuntut supaya pencemar
kerusakan lingkungan hidup yang menimbulkan dan/atau perusak lingkungan melakukan
kerugian pada orang lain atau lingkungan hidup tindakan tertentu berupa pemulihan
wajib membayar ganti rugi dan/atau melakukan lingkungan akibat kerusakan lingkungan hidup.
tindakan tertentu”.
Rumusan pasal 87 ayat (1) UU PPLH tersebut
mengandung unsur terkait dengan subyek 4. Gugatan Perdata oleh Pemerintah dalam
Menuntut Ganti Rugi dan Pemilihan
hukum yang menderita kerugian akibat
Lingkungan Hidup
tercemar dan rusaknya lingkungan hidup, yaitu
kerugian yang diderita oleh orang lain dan Teori hukum pembangunan yang dicetuskan
kerugian yang diderita oleh lingkungan hidup Mochtar Kusumaatmadja juga cukup
itu sendiri. Dengan demikian dapat dipahami berpengaruh Dengan menekankan pada
.

bahwa selain orang sebagai subjek hukum, “hukum sebagai sarana penertiban masyarakat”
lingkungan hidup sendiri juga sebagai subjek - ketertiban dan keteraturan sebagai tujuan
hukum berhak untuk mendapatkan ganti rugi pembangunan dan pembaruan, paradigma ini
akibat pencemaran dan/atau kerusakan mengadopsi positivisme dengan kepastian
lingkungan hidup yang dilakukan oleh hukumnya.42 Di sisi lain, teori ini juga
penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan. mendalilkan hukum sebagai alat pengatur atau
sarana pembangunan, dalam arti penyalur arah
Lingkungan hidup selaku subyek hukum tidak
kegiatan masyarakat yang dikehendaki ke arah
dapat dipersamakan dengan manusia dalam arti
pembaharuan.43 Penormaan pembangunan,
lingkungan hidup tidak dapat berbicara dan
termasuk pula hukum lingkungan, berada di
bertindak sebagaimana layaknya manusia, oleh
depan masyarakat, sebagaimana pemikiran ini
karena itu hak-hak lingkungan hidup untuk
secara parsial berakar pada pemikiran Rescoe
menuntut ganti kerugian lingkungan akibat
Pound, yang menyatakan hukum sebagai “a tool

41Yustisia Rahman (et.al). (2014). Pengantar Redaksi:, 42 Mas Achmad Santosa & Margaretha Quina.
Adakah Demokrasi Lingkungan?. Jurnal Hukum Op.cit.,h. 28
Lingkungan Indonesia, Indonesian Center for 43 Mochtar Kusumaatmadja. (1995). Hukum,
Environmental Law 1(1): vi. Masyarakat, dan Pembinaan Hukum Nasional. Bandung:
Binacipta, h. 13.

Nagari Law Review • Volume 1 Nomor 1, October 2017 9


of social engineering” yang bertindak sebagai alat yang ditetapkan. Dalam pengertian luas,
pembaharuan dalam masyarakat yang penegakan hukum mencakup penataan yakni
diharapkan dapat berperan mengubah nilai- tindakan administratif dan tindakan yustisial,
nilai sosial dalam masyarakat.44 Dalam hal ini, baik keperdataan maupun kepidanaan.
perwujudan demokrasi tampak dari penegakan
Ganti kerugian lingkungan dan pemulihan
hukum (rule of law) yang berwawasan
lingkungan hidup dilakukan dengan instrumen
lingkungan. Dalam penegakkan hukum itu
penegakan hukum perdata lingkungan antara
sendiri, ada tiga unsur yang harus selalu
lain dengan mengajukan gugatan perdata ke
diperhatikan, yaitu kepastian hukum
pengadilan oleh instansi yang
(Rechtssicherheit), kemanfaatan
bertanggungjawab terhadap lingkungan hidup.
(Zweckmassingkeit), dan keadilan
Suatu gugatan perdata timbul dari hak
(Gerechtigkeit). Dalam pencapaiannya tidak
45
seseorang sebagai subyek hukum baik dalam
hanya dilakukan secara represif, melainkan
bentuk individu perorangan (natuurlijke persoon)
secara preventif. Sehingga, sebuah produk
maupun dalam bentuk badan hukum
hukum hendaklah mampu mengarahkan
(rechtpersoon) yang merasa dirugikan akibat
masyarakat sebelum terjadinya pelanggaran
pelanggaran yang dilakukan oleh orang lain
terhadap hukum tersebut. Hal ini sebagaimana
yang berakibat merugikan dirinya atau
dikatakan oleh Mochtar Kusumaatmadja
kepentingannya. Teori yang menjadi dasar
bahwasannya tujuan pokok dan pertama dari
timbulnya hak gugat adalah adanya
hukum adalah ketertiban.46.
kepentingan sebagaimana asas yang dikenal
Penegakan hukum merupakan ujung tombak dengan “point d’ interet point d’ action” yang
terciptanya tatanan hukum yang baik dalam dapat diartikan siapa yang yang mempunyai
masyarakat. Satjipto Raharjo mengemukakan kepentingan, maka dialah yang dapat
bahwa penegakan hukum pada hakekatnya mengajukan gugatan.
merupakan penegakan ide-ide atau konsep-
Dalam perspektif lingkungan hidup
konsep yang abstrak. Penegakan hukum adalah
kepentingan hukum untuk menggugat
usaha untuk mewujudkan ide-ide tersebut
(standing) tersebut diperluas penafsirannya
menjadi konkret.47 Penegakan hukum secara
sehingga tidak hanya dibatasi oleh kepentingan
konkret menurut Sjachan Basah adalah
kerugian yang biasanya bersifat individual dan
berlakunya hukum positif dalam praktik
langsung sebagaimana dalam kasus sengketa
sebagaimana seharusnya patut ditaati. Oleh
keperdataan pada umumnya, tetapi juga
karena itu, memberikan keadilan dalam suatu
meliputi kepentingan-kepentingan yang lebih
perkara berarti memutus perkara dengan
luas. Dalam kasus lingkungan hidup, Undang-
menerapkan hukum dan menemukan hukum in
undang memberikan dasar bagi pihak-pihak
concreto dalam mempertahankan dan menjamin
yang merasa berkepentingan terhadap
ditaatinya hukum materiil dengan
timbulnya kerugian lingkungan hidup dapat
menggunakan cara prosedural yang ditetapkan
mengajukan gugatan terhadap
oleh hukum formil.48
tindakan/kegiatan pencemaran/kerusakan
Secara umum, menurut Moestadji49 penegakan lingkungan hidup. UUPPLH mengenal adanya
hukum dapat diartika sebagai tindakan gugatan kerugian Pemerintah (vide Pasal 90),
menerapkan perangkat sarana hukum yang hak gugat masyarakat atau (class action) (vide
dimaksudkan untuk memaksakan sanksi Pasal 91), hak gugat organisasi lingkungan
hukum guna menjamin penataan ketentuan

44Rescoe Pond. (2006). Social Control Through Law, 46Ibid.

New Brunswick: Yale University Press, Dalam Mas 47A.M. Yunus (et.al). (2015). Penegakan Hukum
Achmad Santosa & Margaretha Quina, Loc. cit. Lingkungan di Sektor Kehutanan (Studi Kawasan
45Sudikno Mertokusumo dalam Fitri Amelina. (2014). Hutan Lindung di Kabupaten Sinjai, Sulawesi
Peran Hukum Indonesia Dalam Penanggulangan Selatan). Hasanuddin Law Review (Halrev) 1(1).
Dampak Perubahan Iklim. Jurnal Hukum Lingkungan 48Ibid.

Indonesia 1(1): 192. 49Ibid.

10 Nagari Law Review • Volume 1 Nomor 1, October 2017


hidup yang biasa disebut “legal standing” (vide Kehutanan diatur bahwa Tugas
Pasal 92). Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan
dibidang lingkungan hidup dan kehutanan
Dengan karakteristik hak gugat tersebut, maka
berada di bawah kewenangan Kementerian
subyek hukum penggugat dalam perkara di
Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK),
bidang lingkungan hiduppun bermacam-
sehingga dengan demikian KLHK adalah pihak
macam tergantung dari gugatan apa yang akan
yang memiliki kepentingan hukum dan diberi
dilakukan. Jenis gugatan apa yang akan
wewenang untuk mengajukan Gugatan atas
ditempuh akan menentukan siapa subyek
nama Pemerintah sebagaimana dimaksud
hukum yang dapat menggugat. Menentukan
dalam Pasal 90 ayat (1) UU PPLH.
siapa yang berhak menggugat dan siapa pihak-
pihak yang harus dijadikan tergugat amat Pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup
penting dalam proses gugatan perdata untuk merupakan perbuatan yang dilarang oleh
menghindari putusan hakim yang tidak Undang-undangan, hal tersebut sebagaimana
menerima gugatan karena adanya kesalahan diatur dalam ketentuan Pasal 69 ayat (1) huruf a
pihak (niet onvankelijk verklaard/NO) yang sering UU PPLH yang menyebutkan Setiap orang
terjadi. dilarang Melakukan perbuatan yang
mengakibatkan pencemaran dan/atau
Salah satu asas yang dianut dalam UUPLH
kerusakan lingkungan hidup. Perbuatan
adalah asas tanggung jawab negara yang artinya
pencemaran dan kerusakan yang berakibat pada
bahwa negara bertanggung jawab menjamin
rusaknya lingkungan hidup merupakan
pemanfaatan sumber daya alam untuk
perbuatan melawan hukum sebagaimana diatur
memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi
dalam ketentuan Pasal 87 ayat (1) UUPPLH
kesejahteraan dan hidup rakyat baik generasi
yaitu setiap penanggungjawab usaha dan/atau
masa kini maupun masa depan, menjamin hak
kegiatan yang melakukan perbuatan melanggar
warga negara untuk memperoleh lingkungan
hukum berupa pencemaran dan/atau
hidup yang baik dan sehat serta untuk
kerusakan lingkungan hidup yang
mencegah kerusakan dan/atau pencemaran
menimbulkan kerugian pada orang lain atau
lingkungan hidup dari kegiatan pemanfaatan
lingkungan hidup wajib membayar ganti rugi
sumber daya alam. Sebagai konsekuensi
dan/atau melakukan tindakan tertentu.
pelaksanaan asas tanggung jawab tersebut,
pemerintah dapat mengambil tindakan hukum Kewajiban bagi penanggung jawab usaha atau
terhadap pelaku usaha yang dianggap telah kegiatan membayar ganti rugi dan tindakan
merusak atau mencemari lingkungan hidup pemulihan terhadap pencemaran atau
sehingga menimbulkan kerugian lingkungan pengrusakan lingkungan merupakan sanksi
hidup; hukum yang diberikan oleh undang-undang.
Menurut Van Wijk,50 sanksi adalah alat
Pasal 90 ayat (1) UU PPLH memberikan
kekuasaan publik yang digunakan oleh
kewenangan kepada Instansi Pemerintah yang
penguasa sebagai reaksi atas ketidaktaatan
bertanggungjawab dalam bidang lingkungan
terhadap norma hukum administrasi. Sanksi
hidup untuk mengajukan gugatan ganti rugi
sebagai alat yang dapat menjamin pelaksanaan
dan tindakan tertentu terhadap usaha dan/atau
norma hukum, tetapi bukanlah ciri yang
kegiatan yang menyebabkan pencemaran
menentukan norma hukum. Penerapan sanksi
dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang
secara bersama-sama antara hukum
mengakibatkan kerugian lingkungan hidup.
administrasi dan hukum lainnya dapat terjadi,
Undang-Undang No. 39 Tahun 2008 tentang
yakni kumulasi internal dan kumulasi ekternal.
Kementerian Negara Juncto Peraturan Presiden
Kumulasi ekternal merupakan penerapan
Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi
sanksi admnistrasi bersama-sama dengan sanksi
Kementerian Negara Juncto Pasal 2 Peraturan
lain seperti sanksi pidana atau sanksi perdata.
Presiden Nomor 16 Tahun 2015 tentang
Adapun kumulasi internal merupakan
Kementerian Lingkungan Hidup dan

50 Ibid.

Nagari Law Review • Volume 1 Nomor 1, October 2017 11


penerapan dua atau lebih sanksi administrasi yang dapat dituntut oleh penggugat.
secara bersama-sama, misalnya pencabutan izin Berdasarkan UUPPLH tuntutan ganti rugi uang
dan pengenaan denda. 51 hanya berlaku untuk gugatan perorangan,
gugatan masyarakat dan gugatan Pemerintah
Ketentuan Pasal 87 ayat (1) UU PPLH mengatur
saja. Sedangkan gugatan organisasi lingkungan
subyek hukum dan unsur-unsur pelaku
hanya dapat menuntut sepanjang terkait
perbuatan, yaitu penanggungjawab usaha
tindakan tertentu saja dalam bentuk antara lain
dan/atau kegiatan, unsur perbuatan melanggar
pemulihan lingkungan.
hukum yaitu pencemaran dan kerusakan
lingkungan, unsur akibat pencemaran dan a. Dasar Gugatan Perbuatan Melawan Hukum
kerusakan yaitu kerugian pada orang lain atau (PMH);
kerugian pada lingkungan hidup, dan unsur Ketentuan Pasal 87 ayat (1) UUPPLH, tidak
pertanggungjawaban hukum menetapkan lebih lanjut mengenai tatacara
penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan menggugat ganti kerugian. Dasar gugatan
untuk membayar ganti rugi dan/atau perdata mengacu pada norma perbuatan
melakukan tindakan tertentu terhadap melanggar hukum (onrechmatig gedaad)
pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup. sebagaimana yang diatur dalam KUHPer. Saat
ini model pertanggungjawaban hukum
Dengan demikian, untuk dapat mengajukan
mengganti kerugian telah berkembang luas
gugatan ganti kerugian dan/atau tindakan
sesuai perubahan dan kebutuhan masyarakat
tertentu haruslah memenuhi unsur-unsur yang
yang dinamis seperti yang terlihat dari berbagai
tercantum dalam Pasal 87 ayat (1) UUPPLH.
norma hukum baru, yurisprudensi, doktrin-
Perbuatan melanggar hukum sebagaimana
doktrin, serta penerapan judicial activism dalam
dimaksud dalam unsur Pasal 87 ayat (1) yaitu
berbagai putusan hakim yang dianggap penting
perbuatan melanggar hukum yang berupa
(landmark decision).
"pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan",
tanpa menimbulkan pencemaran dan atau Tata cara menggugat ganti kerugian,
kerusakan lingkungan tidak cukup melahirkan pengaturan yang berlaku saat ini didasarkan
gugatan lingkungan. Agar pencemaran dan atau pada ketentuan Pasal 1365 KUHPerdata, yang
kerusakan lingkungan memunculkan gugatan berbunyi: "tiap perbuatan melanggar hukum,
lingkungan harus juga "menimbulkan kerugian yang membawa kerugian kepada seorang lain,
pada orang atau lingkungan", sehingga yang mewajibkan orang yang karena salahnya
dikualifikasi sebagai korbannya yaitu orang menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian
maupun lingkungan hidup. Atas dasar tersebut", dengan demikian untuk
"perbuatan melanggar hukum" berupa mendapatkan ganti kerugian, maka harus
"pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan dipenuhi persyaratan: a. perbuatan harus
hidup" yang "menimbulkan kerugian pada bersifat melawan hukum; b. pelaku harus
orang lain atau lingkungan" tersebut, bersalah; c. ada kerugian; dan d. ada hubungan
"penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan" sebab akibat antara perbuatan dengan kerugian.
diwajibkan "membayar ganti kerugian
PMH dalam pengertian yang umum memenuhi
dan/atau tindakan tertentu".
unsur perbuatan baik dalam bentuk aktif
Berbeda dengan konsep gugatan perdata biasa melakukan sesuatu (commission) maupun yang
dimana tuntutan kerugian adalah berbentuk bersifat pasif, tidak melakukan sesuatu yang
pembayaran ganti rugi materil dalam bentuk menjadi kewajiban hukumnya (omission).
sejumlah uang (monetary damage) dan tindakan- Sedangkan unsur melawan hukum dinisbatkan
tindakan tertentu lainnya (specific performance), pada pelanggaran terhadap peraturan
tidak semua jenis gugatan lingkungan hidup perundang-undangan yang berlaku (norma
dapat menuntut pembayaran ganti rugi dalam hukum positif), yang lalu diperluas
bentuk uang. Disini ada titik persinggungan pengertiannya termasuk juga perbuatan yang
antara jenis hak gugat dengan jenis kerugian melanggar hak subyektif seseorang berdasarkan

51 Ibid.

12 Nagari Law Review • Volume 1 Nomor 1, October 2017


prinsip-prinsip kepatutan dan kehati-hatian perdata saja yaitu sebagai bentuk khusus dari
yang berlaku di masyarakat. perbuatan melawan hukum (lex specialis)
sebagaimana diatur dalam Pasal 88 UUPPLH
Rumusan PMH yang terdapat dalam KUHPer
dengan rumusan sebagai berikut:
dituangkan dalam beberapa pasal:
1. Pasal 1365 “setiap orang yang tindakannya, usahanya dan/atau
“Tiap perbuatan melawan hukum yang membawa kegiatannya menggunakan B3, menghasilkan
kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang dan/atau mengelola limbah B3, dan/atau
karena salahnya menerbitkan kerugian itu, menimbulkan ancaman serius terhadap lingkungan
mengganti kerugian tersebut.” bertanggung jawab mutlak atas kerugian yang
Gugatan PMH menggunakan Pasal 1365 harus terjadi tanpa perlu pembuktian unsur kesalahan”.
dapat membuktikan unsur sengaja yang Strict liability sejatinya bukanlah konsep
langsung menimbulkan kerugian. Adanya pembuktian terbalik (tidak ada pengalihan
hubungan kausalitas antara akibat dan beban pembuktian). Menurut Surat Keputusan
perbuatan menjadi elemen yang penting. Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia
2. Pasal 1366 Nomor 36 Tahun 2012 memberikan pedoman
“Tiap-tiap orang tidak saja bertanggungjawab atas
gugatan strict liability harus dinyatakan dengan
kerugian yang disebabkan karena perbuatannya uut,
tegas dalam surat gugatan atau setidak-
tapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena
tidaknya dimintakan dalam petitum bahwa
kelalaiannya atau kekurang hati-hatiannya.”
pembuktian dengan cara strict liability.
Suatu perbuatan yang telah menimbulkan
kerugian meskipun tanpa suatu kesengajaan
5. Penutup
dapat dituntut kerugiannya karena kelalaian
atau kekurang hati-hatiannya dengan Pencemaran dan pengrusakan lingkungan
menggunakan Pasal 1366. mengakibatkan timbulnya kerugian lingkungan
3. Pasal 1367 hidup. Pencemaran dan kerusakan lingkungan
“Seseorang tidak saja bertanggung jawab atas hidup dibuktikan dengan analisa data dari
kerugian yang disebabkan oleh perbuatannya sendiri, media lingkungan yang tercemar dan rusak
tetapi juga perbuatan orang-orang yang menjadi yang diperoleh dari penelitian, pengamatan
tanggungannya atau barang-barang yang berada di lapangan dan pendapat ahli yang dapat
bawah pengawasannya” dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Setiap
PMH ini dikenal dengan konsep penanggung jawab usaha atau kegiatan yang
pertanggungjawaban hukum karena kesalahan mengakibatkan tercemar dan rusaknya
orang lain (vicarious liability) yang selanjutnya lingkungan wajib membayar ganti rugi dan
disebutkan dalam KUHPer macam-macam melakukan pemulihan terhadap lingkungan
tanggung jawab hukum yang lahir dari konsep yang rusak dan tercemar.
ini, yaitu antara lain: hubungan antara majikan Lingkungan hidup selaku subyek hukum tidak
dan pekerja, guru dengan muridnya dan dapat dipersamakan dengan manusia. Dengan
sebagainya. konsep atau gagasan Ekokrasi (Eco-Crasi)
b. Dasar Gugatan Strict Liability (Tanggung lingkungan hidup mempunyai kedaulatan
Jawab Mutlak) sendiri yang disebut dengan kedaulatan
Secara luas Strict Liability sebagai model lingkungan dan menempatkan lingkungan
pertanggungjawaban hukum yang tidak perlu hidup sebagai Subyek hukum dan mempunyai
membuktikan adanya unsur kesengajaan atau hak untuk mendapatkan perlindungan hukum,
kelalaian (liability without fault). Tanggung termasuk hak-hak atas ganti kerugian. Hak-hak
jawab mutlak di berbagai negara diterapkan lingkungan hidup untuk menuntut ganti
baik dalam kasus pidana (crimes) maupun kerugian akibat telah terjadi pencemaran
perdata (tort). dan/atau kerusakan diwakili kepada negara,
karena salah satu asas hukum dalam UU PPLH
Dalam sistem hukum lingkungan Indonesia adalah asas tanggung jawab negara,
penerapannya baru digunakan dalam perkara konsekuensi dari asas tanggung jawab negara

Nagari Law Review • Volume 1 Nomor 1, October 2017 13


tersebut maka pemerintah dapat mengambil Takdir Rahmadi. (2015). Hukum Lingkungan di
tindakan hukum untuk mewakili kepentingan Indonesia, Edisi Kedua, Cetakan kelima.
lingkungan hidup. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Ganti kerugian lingkungan dan pemulihan
lingkungan hidup dilakukan oleh pemerintah
Jurnal dan Internet
dengan instrumen penegakan hukum perdata
lingkungan antara lain dengan mengajukan A.M. Yunus (et.al). (2015). Penegakan Hukum
gugatan perdata ke pengadilan oleh negara Lingkungan di Sektor Kehutanan (Studi
melalui instansi pemerintah yang Kawasan Hutan Lindung di Kabupaten
bertanggungjawab terhadap lingkungan hidup, Sinjai, Sulawesi Selatan). Hasanuddin Law
gugatan diajukan atas dasar Perbuatan Review (Halrev) 1(1).
Melawan Hukum (PMH) yaitu A.M. Yunus Wahid, Naswar Bohari, Achmad.
pertanggungjawaban atas dasar suatu kesalahan (2015). Penegakan Hukum Lingkungan di
dan dapat pula diajukan gugatan Strict Liability Sektor Kehutanan (Studi Kawasan Hutan
(tanggung jawab mutlak) sebagai model Lindung di Kabupaten Sinjai, Sulawesi
pertanggungjawaban hukum yang tidak perlu Selatan), Hasanuddin Law Review,
membuktikan adanya unsur kesengajaan atau Volume 1 No 1, April 2015 online pada
kelalaian (liability without fault). http://dx.doi.org/10.20956/halrev.v1n
1.40
DAFTAR PUSTAKA Al. Andang L Binawan. (2014). “Jalan Terjal
Buku Ekokrasi”, dalam Jurnal Hukum
Lingkungan Indonesia, Jurnal Hukum
Jimly Assiddiqie. (2009). Gagasan Kedaulatan
Lingkungan Indonesia, Indonesian Center
Lingkungan Demokrasi Versus Ekokrasi.
for Environmental Law, 1(1): 9.
Koesnadi Hardjasoemantri. (2016). Hukum Tata
Dani Amran Hakim. (2015). Politik Hukum
Lingkungan, edisi VIII, Cetakan
Lingkungan Hidup di Indonesia
Kesembilan Belas. Yogyakarta: Gadjah
Berdasarkan Undang-undang Nomor 32
Mada University Press.
Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan
Mahfud MD. (1998). Politik Hukum di Indonesia. Pengelolaan Lingkungan Hidup. Fiat
Jakarta: LP3ES. Justisia Jurnal Ilmu Hukum Universitas
Diponegoro, Semarang, 9(2): 121.
Mochtar Kusumaatmadja. (1995). Hukum,
Masyarakat, dan Pembinaan Hukum Fitri Amelina. (2014). Peran Hukum Indonesia
Nasional. Bandung: Binacipta. Dalam Penanggulangan Dampak
Perubahan Iklim. Jurnal Hukum
Munadjat Danusaputro dalam Syahrul
Lingkungan Indonesia 1(1): 192.
Machmud. (2012). Problematika Penerapan
Delik Formil Dalam Perspektif Penegakan Maret Priyatna. (2015). Pembaruan dan
Hukum Pidana Lingkungan di Indonesia. Harmonisasi Peraturan Perundang-
Jakarta: Mandar Maju. undangan Bidang Lingkungan dan
N.H.T. Siahaan. 2011. Perkembangan Legal Penataan Ruang Menuju Pembangunan
Standing Dalam Hukum Lingkungan, Berkelanjutan. Hasanuddin Law Review
(Suatu Analisis Yuridis Dalam Public (Halrev) 1(3).
Participatory Untuk Perlindungan Mas Achmad Santosa & Margaretha Quina.
Lingkungan). (2014). Gerakan Pembaharuan Hukum
Sonny A. Keraf (ed). (2001). Hukum Dan Lingkungan Indonesia dan Perwujudan
Lingkungan Hidup, 75 Tahun Prof Tata Kelola Lingkungan Yang Baik
Dr.Koesnadi Hardjasoemantri. Dalam Negara Demokrasi. Jurnal Hukum
Lingkungan Indonesia, Indonesian Center
for Environmental Law, 1(1): 25.

14 Nagari Law Review • Volume 1 Nomor 1, October 2017


Mas Achmad Santosa dan Sembiring Sulaiman.
(1997). Hak Gugat Organisasi
Lingkungan (Environmental Legal
Standing). Jurnal Hukum Lingkungan
Indonesia, Indonesian Center for
Environmental Law, h.198
Siti Kotijah. (2011). Evaluasi Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2009. Jurnal Hukum, 2
(18): 390.
Yustisia Rahman (et.al). (2014). Pengantar
Redaksi:, Adakah Demokrasi
Lingkungan?. Jurnal Hukum Lingkungan
Indonesia, Indonesian Center for
Environmental Law 1(1): vi.
Yustisia Rahman at al (redaksi). (2014).
Pengantar Redaksi:, Adakah Demokrasi
Lingkungan? Jurnal Hukum Lingkungan
Indonesia Indonesian Center for
Environmental Law 1(1)
http://raiudampo.blogspot.co.id/2014/03/tan
ggung-jawab-perusahaan-
terhadap.html, [diakses Kamis tanggal
30 Maret 2017].
http://www.tugasku4u.com/2013/05/pencem
aran-lingkungan.html, [diakses Kamis
tanggal 30 Maret 2017].
Muhammad Muhdar & Muhamad Nasir,
Rosdiana. (2015). Implikasi Hukum
Terhadap Praktik Pinjam Pakai Kawasan
Hutan Untuk Kegiatan Pertambangan
Batubara”, Hasanuddin Law Review
(Halrev), 1(3).

Perundang-Undangan
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang
Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup
SK Menteri Kependudukan Lingkungan Hidup
No 02/MENKLH/1988.

Nagari Law Review • Volume 1 Nomor 1, October 2017 15


Volume 1 Nomor 1, Oktober 2017
Editorial Office : Faculty of Law, Andalas University
Kampus Pancasila, Jalan Pancasila Nomor 10 Padang, West Sumatera
Phone/Fax : 0751-27404 / 0751-34605
E-mail : nagarilawreview@gmail.com | Website : jalj.fhuk.unand.ac.id

Penerapan Fungsi Sekunder Hukum Pidana Oleh Aparatur Penegak


Hukum Dalam Hukum Pidana Ekonomi
“Yoserwan 1,

ARTICLE HISTORY A B S T R A C T
Received: 28 October 2017;
Reviewed: 29 October 2017; Secondary function of criminal law means that criminal law will only
Accepted: 31 October 2017; be needed if other legal norms, especially private and administrative
Published: 31 October 2017 law, cannot protect the society. However, the reality shows that more
criminal laws enacted and more criminal sanction are applied,
KEYWORDS especially in Economic Criminal Law. That phenomenon may lead to
criminal law officer, economic criminal law; over-criminalization. This cause the problem how is the secondary
secondary function.
function of criminal law implemented by criminal alw officers. The
research was used legal empeherical research method. The result
CORRESPONDENSE
1
concludes that there is no synchronization in the implementation of
Dosen Fakultas Hukum Universitas Andalas,.
Universitas Andalas Kampus Limau Manis, Sumatera secondary function of criminal law both in formulation and
Barat, Padang, Indonesia: implementation of criminal law. Therefore, there should be
yoserwanhamzah@yahoo.com synchronization in implementing the secondary function of criminal
law, in criminal law formation and implementation. The criminal law
officers, investigator, prosecutor and judge should also implement
secondary function of criminal law in porforming their authority.

1. Pendahuluan diperlukan suatu norma untuk


penanggulannya dengan norma hukum
Norma hukum sebagai sebuah pedoman
pidana. Dengan itu diharapkan dapat
perilaku kehidupan bermasyarakat
melindungi kepentingan bersama berupa
memerlukan sanksi terhadap perbuatan yang
pemberian sanksi terhadap pelanggarnya.3
melanggarnya.1 Salah satu bentuk sanksi yang
paling keras yang diberikan oleh hukum adalah Untuk mendorong kepatuhan masyarakat
pelanggaran norma hukum pidana yang terhadap suatu norma, hukum pidana
terhadap pelakunya bisa dikenakan sanksi mempunyai sanksi yang disebut dengan
pidana.2 Norma hukum pidana lahir bila terjadi pidana (straf) atau punishment yang
tindakan yang dipandang mendatangkan mempunyai ciri lebih keras atau yang
kerugian bagi kepentingan masyarakat. mempunyai ciri mendatangkan penderitaan
Dengan terganggunya kepentingan bersama, atau nestapa (leed).4 Salah satu tujuan
1 Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi. (2007). Pengantar 3 Zainal Abidin Farid, (2008), Hukum Pidana I,
Filsafat Hukum. Bandung: Mandar Maju, h. 47. Jakarta, Sinar Grafika, hlm. 4
2 E. Utrecht, (2011), Rangkaian Sari Kuliah Hukum 4 P. A. F. Lamintang, (2012) Hukum Penitensier
Pidana I, Suraabaya, Tinta mas, hlm. 65 Indonesia, Bandung, Armico hlm.47

Nagari Law Review • Volume 1 Nomor 1, October 2017


pemberian sanksi yang lebih keras itu tidak lain disebut dengan overcriminalisation.10 Gejala ini
adalah untuk mendorong kepatuhan terhadap sebenarnya bukan persoalan baru dan bukan
norma hukum pidana.5 pula persoalan suatu negara semata, melainkan
gejala universal. Kondisi ini akan cendrung
Mengingat fungsi dan karakterisitik hukum
meningkat karena aturan hukum pidana
pidana yang demikian, keberadaan norma
mudah diundangkan tetapi jarang sekali yang
hukum pidana baru diperlukan bilamana
dicabut. Keadaan ini selanjutnya juga akan
norma hukum yang lainnya tidak berfungsi
diikuti dengan pemidanaan selalu meningkat.11
untuk melindungi kepentingan masyarakat.
Fungsi hukum pidana yang demikian ini Dengan gambaran seperti tersebut, John
disebut sebagai Fungsi Sekunder Hukum Gardner menggambarkan bahwa kriminalisasi
Pidana,6 dan disebut juga fungsi subsider merupakan praktek yang sangat kasat mata
hukum pidana (subsidiary function), atau dan cendrung sangat mengerikan.12 Di
ultimum remedium. Hal ini sekaligus bertujuan Indonesia, dalam Pertemuan Panitia Ahli
agar lembaga (badan) legislatif yang diberi Hukum Pidana Tahun 1980/1981 yang
wewenang untuk menetapkan suatu norma diadakan oleh Badan Pembinaan Hukum
hukum pidana harus bisa memilih dan Nasional (BPHN), direkomendasikan agar
menetapkan norma hukum pidana dengan dicegah terjadinya overcriminalization
pertimbangan untuk melindungi kepentingan (penciptaan Hukum Pidana yang terlalu
bersama.7 banyak).13 Namun sampai sekarang ini
terdapat sebanyak 118 aturan hukum pidana
Hukum sebagai sebuah gejala sosial akan selalu
khusus. Dengan lahirnya hukum pidana baru
mengalami perubahan sejalan dengan
dengan berbagai kekhususannya dan
perkembangan dan perubah masyarakat.
berkembang ke arah sektoral, seolah-olah
Sebaliknya perkembangan masyarakat selalu
terlepas dari sistem hukum pidana. 14
menghendaki norma hukum baru (ius
constituendum) di luar norma hukum yang Kriminalisasi yang tidak terkontrol selanjutnya
sudah ada (ius constitutum). Kebutuhan tersebut dapat mengakibatkan ketidakharmonisan dan
sebenarnya juga sudah diantisipasi oleh asas lex ketidaksinkronan berbagai aturan yang yang
speciale derogat legi generale, atau undang- ada sehingga menimbulkan kesulitan dalam
undang khusus menyampingkan undang- pelaksanaannya. Hal ini sejalan dengan
undang umum.8 Perkembangan dalam hukum pandangan Robert C. Ellickson yang
pidana, khususnya dalam tradisi hukum mengatakan: “lawmakers who are unappreciative
tertulis atau sistem hukum civil law akan
melahirkan aturan hukum pidana baru atau 10 Sthepen Shute dan A.P. Simister (2002), Criminal
terjadinya proses kriminalisasi.9 Law Theory, Doctrines of General Part, New
York,Oxford University Press, hlm.20
Dengan semakin lahir undang-undang pidana 11 Dampak dari tidak terkontrolnya kriminalisasi di

yang baru, dapat gejala atau peroalan yang Amerika Serikat, sekitar 2.000.000 orang tengah
menjalani pidana di lembaga pemasyarakatan.
5 George P Fletcher, (1998), Basic Concepts of Criminal Jumlah ini meliputi 1 dari 150 penduduk. Sekitar 3
Law, New York, Oxford University Press, hlm. 25 juta orang mendapat pidana bersyarat. Angka
6 P. A. F. Lamintang (2014) Dasar-Dasar Hukum tersebut mencerminkaan 682 orang dari 100.000
Pidana Indonesia, Jakarta, Sinar Grafika, hlm. 17-18 penduduk tengah menjalani pidana. Lihat Ronal
7 Roeslan Saleh (1981) Beberapa Asas-Asas hukum Jl.Allen (2001) Ronal, Comprehensive Criminal
Pidana dalam Perspektif, Jakarta, Aksara Baru, hlm.22 Procedure, New York, Aspen Law and Busines, hlm.
8 Shinta Agustina (2014) Asas Lex Specialis Derogat 1287
Legi Generalis dalam Penegakan Hukum Pidana, 12 Douglas Husak (2009) “Applying Ultima Ratio: A

Jakarta, Themis, hlm.111 Skeptical Assessment”, Ohio Srate Journal of Criminal


9 Sudarto (1977) Hukum dan Hukum Pidana, Alumni, Law, [Vol 2:535 536) ,hlm. 169
Bandung, hlm.39 13 Barda Nawawi Arief (2008), Kebijakan Hukum

Pidana, Kencana Jakarta, hlm.28-29


14 Leden Marpaung (2008) Asas-Asas, Teori dan

Praktik Hukum Pidana, Jakarta, Sinar Grafika, hlm. 3

Nagari Law Review • Volume 1 Nomor 1, October 2017 17


of the social conditions that foster informal Tulisan ini menggunakan metode kajian
cooperation are likely to create a world in which hukum normatif dengan mengkaji bagaimana
there is both more law and less order.”15 regulasi fungsi sekunder hukum pidana dalam
Perkembangan hukum pidana ekonomi hukum pidana ekonomi. Kajian dilakukan
dimulai dengan ditetapkan UU No.7 Drt. dengan mengkaji sinkronisasi hukum secara
Tahun 1955 tentang Pemberantasan Tidak horizontal yakni aturan hukum pidana
Pidana Ekonomi (UUTPE). Perbuatan yang ekonomi serta denga mengkaji asas hukum
dikategorikan sebagai tindak pidana dalam dalam hal ini dengan prinsip fungsi sekunder
undang-undang ini pada dasarnya merupakan hukum pidana. Sampel undang-undang
aturan administratif yang kemudian diperkuat hukum pidana diambil secara acak dari
dengan sanksi administratif. Bahkan ada beberhagai undang-undang pidana ekonomi.
kecendurugan untuk pemberatan sanksi pidana Di samping itu, penelitian juga menggunakan
yang diancamkan.16 Dalam perkembangan metode penelitian hukum empiris yakni untuk
selanjutnya, karena tuntutan perkembangan mengetahui bagaimana penerapan fungsi
kehidupan perekonomian baik nasional, norma hukum oleh aparat hukum khususnya
internasional dalam era global lahir delik-delik dalam penyidikan dan penuntutan. Penelitian
baru di bidang ekonomi seperti di bidang empiris dilakukan di instansi penegak hukum
perbankan, pasar modal dan bidang lainnya. dalam hal ini penyidik baik penyidik Polri
Salah satu akibanya adalah terjadi terdapat ataupun Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS),
disharmoni dan ketidaksinkronan dari aturan dalam hal ini di Direktoral Jenderal Pajak,
hukum pidana umum, baik dalam penyidikan, Direktorat jenderal Bea Cukai, di Komisi
penuntutan dan peradilannya.17. Selanjutnya Pengawas Persaingan Usaha, dan Kejaksaan
keadaan itu akan dapat menyulitkan Agung. Data yang terkumpul dari penelitian
penegakan hukum pidana dan tercapainya dianalisis secara juridis kualitatif.
suatu sistem peradilan pidana terpadu.18
Berbagai kecendrungan, fenomena dan 3. Hasil dan Pembahasan
permasalahan yang dikemukakan di atas
Konsep fungsi sekunder hukum pidana atau
diperlukan adanya kajian yang mendalam
Ultimo Ratio memberikan argumentasi dari
tentang permasalahan untuk dapat
sudut pandang politik yakni dengan melihat
mengungkap bagaimana implemtasi fungsi
kekuasaan atau kewenangan negara yang
sekunder Hukum Pidana dalam formulasi
menurutnya tidak boleh terlalu jauh
hukum pidana ekonomi di Indonensia serta
mencampuri hak-hak warga negara seperti
bagaimana a implementasinya oleh penyidik
dikemukakannya bahwa:
serta bagaimana urgensi fungsi sekunder
“But there must be a basic presumption that
hukum pidna dalam hukum pidana ekonomi.
the State should not interfere at all. If
interference is necessary, then aid, support,
2. Metode Pelitian
care, insurance and license arrangements
should take precedence over coercive measures.
15 Robert C. Ellickson (1991) Law Withouth Order, If coercive measures are necessary, they need
How Neighbors Settle the Dispute, Cambridge, not consist in sanctions. If sanctions are
Harvard University Press, hlm. 286 necessary, private law sanctions might be
16 Salman Luthan (2014) Kebijakan Kriminalisasi di
preferable to administratif sanctions.” 19
Bidang Keuangan, Yogyakarta, UUI Press, hlm.3
17 Wahyu Widiantara (2012) “Masalah Penyidik Dengan pemikiran tersebut diharapkan bahwa
dalam Tindak Pidana Jasa Keuangan”, dalam Jurnal bila negara memang harus mencampuri urusan
Legislasi Indonesia, Vol.9 No.3 Oktober 2012, warganya, maka harus dihindari tindakan yang
hlm.395
18 Jhon E. Conklin (1994) Criminology, Fouth Edition, 19 Nils Jareborg (2005) “Criminal Liability as a last
New York, Macmillian Publishing Company, Resort”, Ohio State Journal of Criminal law, Vol 2:251,
Hlm.391 Moritzlaw.osu.edu/osjcl/Articles2..../Jareborg-
PDF-3-17-05.pdf, , hlm. 253

18 Nagari Law Review • Volume 1 Nomor 1, October 2017


bersifat memaksa (coercive measures). Jika Pemikiran lain dikemukan oleh Sudarto yang
tindakan memaksa itu memang diperlukan, melihat dari sanksi yang berupa pidana yang
maka tidak perlu dengan memberikan sanksi. diancamkan terhadap pelanggaran normanya
Bilamana sanksi itu diperlukan, maka sanksi yang yang bersifat negatif, sehingga hendaknya
keperdataan harus lebih dipilih dari sanksi baru diterapkan apabila sarana atau upaya lain
administratif. Logika selanjutnya adalah bahwa sudah tidak memadai, maka dikatakan pula
bila sanksi administratif harus lebih dipilih dari bahwa hukum pidana merupakan fungsi yang
pada sanksi pidana. Nils Jareborg juga subsider.”23
berkesimpulan bahwa Ultima ratio sebagai:
Dari berbagai pemikiran yang dimekukakan di
“The conclusion of the discussion is that the ultima
atas dapat disimpulkan bahwa hukum pidana
ratio principle has no independent normative
sebagai suatu norma yang paling keras yang
function unless it is interpreted as a metaprinciple
sanksinya berupa penderitaan harus menjadi
summarizing (sufficient penal value) reasons for
upaya yang terakhir dalam mengatasi berbagai
criminalization”20
tindakan yang merugikan masyarakat. Hukum
George P. Fletcher mengkaji fungsi sekunder pidana harus menjadi pilihan terakhir setelah
dari aspek politik. Menurutnya, pertimbangan norma hukum lain tidak dapat berfungsi
politik harus menjadi dasar dalam menentukan dengan optimal.
hukum pidana seperti juga halnya
Salah satu perkembangan dalam masyarakat
pertimbangan filsafat moral. Dengan demikian,
adalah di bidang ekonomi, baik karena
menurut Fletcher penerapan Fungsi Sekunder
tuntutan perkembangan kehidupan
Hukum Pidana harus juga memperhatikan
perekonomian baik nasional, internasional dan
aspek politik:
era global. Hal itu mengakibatakan kian hari
“My plea, then, is for criminal theorists to
pay more attention to political as well as lahir delik-delik baru di bidang ekonomi,24.
moral philosophy. The political theory we Sebagian sarjana melihat dari aspek yang lebih
choose will invariably shape our answers to sempit yakni sebagai kejahatan bisnis. 25Sebagai
innumerable questions about what should be aturan yang bersifat khusus Hukum Pidana
punished, when nominal violations are Ekonomi dapat memuat penyimpangan dari
justified, and when wrongdoing should be asas umum, namun terdapat kemungkinan
excused”. 21 adanya disharmoni dan ketidaksinkronan dari
aturan hukum pidana umum, seperti
Penerimaan Fungsi Sekunder Hukum Pidana sinkronisasi penyidikan, penuntutan dan
juga dapat dicermati dari segi hukum tata peradilannya.26
negara dan hak asasi manusia. Oleg Fedosiuk
yang menggunakan konsep the last reseort. 3.1. Pengaturan Fungsi Sekunder Hukum
mengemukakan bahwa Fungsi Sekunder Pidana
Hukum Pidana dapat dilihat dari sudut Hukum pidana ekonomi sebagai hukum
prinsip-prinsip hukum tata negara berupa rule khusus berkembang dan berubah dengan
of law, keadilan, proporsionalitas dan cepat. Perubahan tersebut terjadi dalam tiga
rasionalitas dari perundang-undangan dan pola Pertama, perubahan menyeluruh dalam
preseden.22
23Soedarto (1977) Hukum dan Hukum Pidana,
20 ibid Bandung, Bandung, Alumni, hlm.30
24 Satya Arinanto dan Ninuk Triyanti (2009),
21 George P Fletcher (2000) “The Nature and
Function of Criminal Law”, California Law Review, Memahami Hukum, Dari Konstruksi Sampai
Vol .88, Issue 3, hlm.687, tersedia di Implementasi, Jakarta, Rajawali Pers, hlm. 78.
25 Lihat, Romli Atmasasmita (2003) Pengantar Hukum
http://scholarship.law.berkeley.edu/californialawr
eview diakses 10 Oktober 2015 Kejahatan Bisnis,Jakarta, Kencana, hlm.35
22 Oleg Fedosiuk (2012) Criminal Liability as a Last
26 Wahyu Widiantara ( 2012) “Masalah Penyidik
Resort (Ultima Ratio): Theory and Reality, tersedia di dalam Tindak Pidana Jasa Keuangan”, dalam Jurnal
https://www3.mruni.eu/ojs/jurisprudence/article Legislasi Indonesia, Vol.9 No.3 Oktober 2012, hlm.,
/view/57 diakses 3 April 2014 395.

Nagari Law Review • Volume 1 Nomor 1, October 2017 19


arti mengganti undang-undang yang ada yang sangat kontras antar pengaturan dalam
dengan undang-undang baru. Kedua, Undang-undang HKI dengan Undang-undang
perubahan yang bersifat parsial. Dalam lingkungan hidup. Dalam Undang-undang
perubahan model ini dengan mengubah aturan HKI penyelesaian keperdataan yakni melalui
hukum yang ada namun hanya sebagian aturan mediasi menghentikan penyelesaian pidana.
yang dirubah. Ketiga, perubahan dengan Sebaliknya dalam Undang-undang Lingkungan
peraturan yang lebih rendah, bisasanya dengan Hidup terdapat aturan yang menegaskan
peraturan pemerintah (PP) atau peraturan bahwa penyelesaian sengketa lingkungan tidak
menteri (Kepmen). berlaku terhadap tindak pidana lingkungan
hidup.
Disamping cepat berubah, Undang-undang
ekonomi seringkali bermuatan aspek perdata, Terkait dengan sanksi pidananya, dalam
administrasi atau pidana. Oleh sebab itu Undang-undang Tindak pidana Ekonomi,
penyelesaianya juga melalui ketiga mekanisme fungsi sekunder hukum pidana tercermin
tersebut, namun tidak semua undang-undang dengan diakomodasinya sanksi tindakan tata
memuat aturan yang sama. Sebagaian undang- tertib yang lebih bersifat admininstratif.
undang tidak memuat penyelesaian Permasalahannya adalah tidak jelasnya aturan
keperdataan dan administrasi sehingga kurang tentang penerapan sanksi tindakan tata tertib
sejalan dengan fungsi sekunder hukum pidana. ini apakah melalui persidang peradilan pidana
atau dapat diambil oleh penyidik dan atau
Dari berbagai perundangan yang ada terdapat
penuntut umum.
ketidakseragaman dalam pemberian kewengan
khusus dalam penyidikan. Sebagian Undang- Undang-undang Pasar Modal ini juga
undang mengatur tentang penyidik khusus dan memungkinkan penyelesaian secara perdata,
sebagian tidak mengaturnya. Undang-undang administratif dan pidana. Walaupun
yang tidak mengatur penyidik khusus berarti mengandung ketentuan pidana, namun
penyidiknya dalah penyidik Polri. penerapan aturan pidana lebih dahulu harus
Dihubungkan dengan fungsi sekunder hukum menggunakan penyelesaian administratif.
pidana, dapat dikemukakan bahwa dalam Kewenangan penyidikan ayang ada pada
tindak pidana yang mengatur penyidik khusus, Pengawas Pasar Modal (Bapepam) (sekarang
penyidik diberikan kewenangan administratif, Otoritas Jasa Keungan/OJK) sangat
sehingga dapat lebih mendahulukan mendukung penerapan fungsi sekunder
administratif sebelum menempuh mekanisme hukum pidana.
pidana.
Dalam Undang-undang No.7 tahun 1992
Dalam aturan penyidikan juga diketahui tentang Perbankan, jo UU No/ 10 tahun 1998,
bahwa terdapat tiga model pengaturan tidak diatur penyidik khusus sehingga tidak
penyidikan. Pertama, Undang-undang mencerminkan fungsi sekunder hukum pidana.
menentukan bahwa penyidik hanya penyidik Kebijakan itu bisa ditemukan dalam Pasal 52
khusus. Kedua, undang-undang menetapkan dan Pasal 53. Kedua pasal tersebut pada
bahwa penyidik adalah penyidik khusus dan dasarnya menyatakan bahwa penegakan
penyidik Polri. Ketiga, undang-undang hukum pidana tidak berdampak kepada
menetapkan bahwa penyidik hanya penyidik penegakan hukum administratif. Begitu pula
Polri seperti dalam Undang-undang sebaliknya, penegakan hukum administratif
Perbankan. tidak mempengaruhi penegakan hukum
pidana. Dapat disimpulkan bahwa kedua
Dari berbagai aturan hukum ekonomi dalam
sanksi baik pidana atau administratif dapat
pengaturan mekanisme keperdataan tidak
digunakan sepanjang perbuatan memenuhi
terdapat sinkronisasi antara berbagai aturan
kedua unsur baik unsur pidana atau
yang ada. Sebagian Undang-undang memuat
administratif.
aturan tentang penyelesaian keperdataan,
seperti dalam Undang-undang Hak Kekayaan Menurut Undang-undang No. 5 Tahun 1999
Intelektual (HKI). Namun terdapat perbedaan tentang Antimonopoli dan Persaingan Usaha

20 Nagari Law Review • Volume 1 Nomor 1, October 2017


Tidak Sehat, hukum pidana baru dilaksanakan sebanyak 430 pelaku.29 Data di atas
bila sanksi administratif yang sudah ditetapkan menunjukkan bahwa Pemberian sanksi di
tidak dilaksanakan oleh pelaku usaha. Dalam Bidang Pasar Modal lebih mengedepankan
Pasal 44 ayat (4) Undang-undang Anti pengenaan sanksi administrasi sesuai dengan
Monopoli dinyatakan bahwa pelaku usaha fungsi sekunder hukum pidana.
yang tidak melaksanakan putusan Komisi
Dalam biang perpajakan penyelesaian
Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)
administrative tidak diatur dengan tegas. Dari
diserahkan kepada penyidik untuk dilakukan
penelitian di Dirjen perpajakan terungkap
penyidikan. Aturan tersebut jelas sangat
bahwa pengenaan sanksi administrasi dan
mencerminkan Fungsi Sekunder Hukum
pidana tergantung pada jenis pelanggarannya.
Pidana. Memang secara umum di banyak
Kalau pelanggaran sifatnya lebih kepada
negara, dalam bidang monopoli dan
kealpaan, atau kelalaian maka penyelselesai
persaingan usaha lebih banyak menggunakan
terebih dahulu melalui administratif beruda
sanksi administrasi27.
pengenaan denda. Kalau proses administratif
Di samping pengaturan yang memungkinkan berjalan dengan baik maka kasusnya tidak
tidak dilaksanakannya proses hukum pidana dilanjutkan ke pidana. Disamping itu kalau
tidak hanya dapat dilakukan dalam tahapan kasusnya yang lebih bersifat pelangaran tata
penyidikan, melainkan dalam tahapan cara atau proses perpajakan maka selalu
penuntutan. Secara umum, jaksa diupayakan penyelesaian secara adminitratif.
dimungkinkan menyampingkan suatu tindak Namun terhadap tindak pidana yang lebih
pidana demi kepentingan umum dengan bersifat pemalsuan faktur pajak yang biasanya
penerapan asas opportunistas, atau melalui bukan dilakukan oleh wajib pajak, maka
proses deponeering atau seponeering. Di Belanda, perkaranya akan langsung dilanjutkan ke
dimungkinkan menerapkan kewenangan penyidikan. 30 Dengan demikian Pendekatan
diskresi untuk tidak melakukan penuntutan yang digunakan di bidang perpajakan lebih
pada skala yang terbatas, namun kemudian mengutamakan pemasukan kepada keuangan
setelah dilakukan banyak penelitian terkait Negara. Sedangkan bila penyelesaian
dengan “on the effects of law enforcement coupled administrasi dapat berjalan maka akan
with the limited resources of law dilajutkan ke tahapan penyidikan.
enforcementagencies” kebijakan untuk tidak
Berbeda dengan Undang-undang Pasar Modal
melakukan penuntutan diterapkan berdasarkan
dalam Undang-undang Kepabeanan tidak
kewenangan diskresi. 28
dikemukakan dasar kapan mekanisme pidana
3.2. Penerapan Fungsi Sekunder Hukum ditegakkan. Dalam undang-undang
Pidana oleh penegak hukum kepabeanan memang sudah dikenal aturan
Penerapan fungsi sekunder hukum pidana oleh penyelesaian pelanggaran hukum kepabeanan
penegak hukum ditentukan oleh kewenangan dengan penyelesaian perkara di luar
yang diberikan oleh undang-undang. Dalam pengadilan yakni dengan membayar denda
pelaksanaanya penyelesaian administrasi lebih damai (schikking). Dalam Undang-undang
didahulukan. Pilihan penyelesaian administrasi kepabeanan sekarang, kewenangan itu tetap
itu terlihat dari data pelanggaran administrasi
tahun 2012, yakni sebanyak 854 pelanggar 29

dengan total denda nda Rp 14,74 miliar. Jumlah http://www.neraca.co.id/article/23394/bapepam-


pelanggaran tersebut meningkat 98,6% dari lk-punya-andil-kegagalan-cgc-di-pasar-modal-fakta-
pelanggaran-pelaku-pasar-meningkat-lebih-98,
jumlah kasus tahun sebelumnya (2011)
diakse 02/08/2015
30 Wawanacara dengan Syamsurya, Penyidik pada
27 Aries Siswanto (2010) Hukum Persaingan Usaha,
Jakarta, Rajawali Pers, hlm. 60 Direktorat Penyidikan Dirjen Perpajakan, 4
28 Agustinus Pohan, Topo Santoso dan Martin September 2006
Moerings (2012) Hukum Pidana dalam Perspektif,
Jakarta, Pustaka Larasan,hlm. 144

Nagari Law Review • Volume 1 Nomor 1, October 2017 21


ada dengan mekanisme pembayaran denda khusus kepada penyidik PPNS dan tidak
administratif.31 kepada penyidik Polri. Dalam model ini,
penyidik PPNS tidak di bawah koordinasi
Menurut Undang-Undang Antimonopoli dan
penyidik Polri. Dengan demikian penyidik
Persaingan Usaha Tidak Sehat, Komisi
PPNS yang bersangkutan bisa langsung
Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)
berkoordinasi atau menyerahkan hasil
mempunyai kewenangan penuh untuk
penyidikan kepada Kejaksaan.
melakukan penegakan hukum administratif.
Namun bila mana sanksi administratif tidak Di bidang perpajakan misalnya penyidik PPNS
dilaksanakan oleh pelaku usaha, maka KPPU perpajakan menyerahkan hasil penyidikan
mempunyai kewenangan untuk melimpahkan kepada kejaksaan melalui penyidik Polri. Hal
perkara ke penyididikan, dengan dasar ini adakalanya menimbulkan persoalan karena
putusan administratif atau putusan pengadilan adakalanya juga penyik Polri tidak hanya
yang sudah tetap. Namun dalam melimpahkan kepada kejaksaan melainkan ikut
perjalanananya KPPU belum pernah dalam melakukan perubahan bila mana perlu.
melimpahkan perkara ke penyidik. Dari data Penyidik Polri tidak bersedia hanya kalau
KPPU terungkap bahwa sejak tahun 2004 berperan sebagai saluran dari penyidik PPNS
terdapat sebanyak 46 kasus yang terlapor tidak ke kejaksaan, namun tetap bereran dalam
melaksanakan putusan KPPU. Namun ternyata penyidikan.33
kasus tersebut tidak dilanjutkan ke penyidik.
Di bidang Kepabeanan, kewenangan
Menurut Kepala Biro Hukum KPPU,
penyidikan hanya ada pada PPNS beacukai.
Mohammad Reza, hal itu disebabkan tidak
Penyidik PPNS memberitahukan dimulainya
jelasnya kewenangan penyidikan dalam
penyidikan dan menyampaikan hasil
Undang-undang Antomonopoli dan
penyidikannya kepada Penuntut Umum.
Persaiangan Usaha Tidak Sehat.32
Dengan demikian koordinasi penyidik PPNS
Dalam pengaturan koordinasi antara hanya dilakukan dengan Kejaksaan. Namun
penyidik dengan penuntut umum, terdapat dalam melakukan upaya paksa, penyidik PPNS
terdapat tiga model hubungan. Pertama, juga tetap minta bantuan kepada penyidik
undang- menetapkan bahwa penyidik dalam Polri. Dengan model pengaturan seperti ini
tindak pidana yang bersangkutan adalah akan lebih memungkinkan implementasi fungsi
penyidik Polri saja. Dalam hal seperti ini, sekunder hukum pidana karena penyidik PPNS
kordinasi langsung dilakukan penyidik Polri dapat melakukan penghentian penyidikan.34
dengan kejaksaan, sama halnya dengan tindak Penghentian penyidikan dapat dilakukan
pidana umum. Kedua, Undang-undang yang setelah tersanagka melunasi bea masuk yang
bersangkutan menetapkan bahwa penyidiknya tidak atau kurang dibayar dan ditambah
adalah penyidik Polri dan penyidik PPNS. dengan denda.
Dalam pengaturan seperti ini, Undang-undang
4. PENUTUP
juga membuat pengaturan yang berbeda.
Sebagian undang-undang menetapkan bahwa 4.1 Kesimpulan
kewenangan penyidik PPNS berada di bawah Implementasi fungsi sekunder hukum pidana
koordinasi penyidik Polri. Dengan demikian dalam hukum pidana ekonomi diwujudkan
koordinasi antara penydidikan dilakukan dalam bentuk dimungkinkannya penyelesaian
antara penyidik Polri dan kejaksaan. Yang secara administratif yang dapat menjadi
ketiga, Undang-undang yang bersangkutan alternatif penyelesaian secara pidana.
memberikan kewenangan penyidikan hanya Pengaturan proses administratif tidak seragam

33Wawanacara dengan Syamsurya, Penyidik pada


31 Wawancara dengan Edi Santoso, dari bagian
Penyidikan Bea Cukai, Dirjen Bea Cukai, 4 Direktorat Penyidikan Dirjen Perpajakan, 4
September 2015. September 2006
32 Wawancara dengan Kepala Biro Hukum KPPU, 34 Wawancara dengan Edi Santoso, dari bagian

Mohammad Reza, 3 September 2015 Penyidikan Bea Cukai, Dirjen Beukai, September
2015.

22 Nagari Law Review • Volume 1 Nomor 1, October 2017


antara satu undang-undang dengan undang- ___________, (2012) Hukum Penitensier Indonesia,
undang lainya. Implementasi fungsi sekunder Jakarta, Citra Aditya Bakti, Jakarta
oleh penegak hukum menunjukkan bahwa
Robert C Ellickson (1991) Law Withouth Order,
penegak hukum yang mempunyai kewenangan
How Neighbors Settle the Dispute,
administratif, lebih mengutamakan
Cambridge, Harvard University Press
peneyelesaian administratif.
Roesland Saleh, Roeslan (1981) Beberapa Asas-
4.2 Saran Asas hukum Pidana dalam Perspektif,
Perlu adanya implementasi fungsi sekunder Jakarta, Aksara Baru
hukum pidana dalam pembentukan hukum Romli Atmasasmita (2003) Pengantar Hukum
pidana ekonomi. Fungsi sekunder hukum Kejahatan Bisnis, Jakarta, Kencana
pidana dalam hukum pidana ekonomi perlu
diimplementasikan oleh aparat penegak Ronal J. Allen, et al, (2001) Comprehensive
khususnya oleh penyidik dan penuntut umum Criminal Procedure, New York,
untuk menciptakan efisiensi dan efektivitas Aspen Law and Busines
dalam penegakan hukum pidana ekonomi, Salman Luthan (2014) Kebijakan Kriminalisasi di
melalui penyelesaian administratif. Mengingat Bidang Keuangan, Yogyakarta, UUI
urgensi fungsi sekunder hukum pidana perlu Press
adanya kebijakan perundang-undangan berupa
regulasi agar pelanggaran hukum ekonomi Satya Arinanto dan Ninuk Triyanti (2009),
lebih memprioritas penyelesaian di luar hukum Memahami Hukum, Dari Konstruksi
pidana. Sampai Penerapan, Jakarta, Rajawali
Pers
Shinta Agustina (2014) Asas Lex Specialis
DAFTAR PUSTAKA Derogat Legi Generalis dalam
Buku Penegakan Hukum Pidana, Jakarta,
Themis
Agustinus Pohan, Topo Santoso dan Martin
Moerings (2012) Hukum Pidana dalam Soedarto (1977) Hukum dan Hukum Pidana,
Perspektif, Jakarta, Pustaka Larasan Bandung, Bandung, Alumni
Aries Siswanto ( 2010) Hukum Persaingan Usaha, Sthepen Shute dan A.P. Simister (2002) Criminal
Rajawali Pers, Jakarta Law Theory, Doctrines of General Part,
New York, Oxford University Press
Barda Nawawi Arief (2008) Kebijakan Hukum
Pidana, Jakarta, Kencana Zainal Abidin Farid (2008) Hukum Pidana I,
Sinar Grafika, Jakarta
E. Utrecht (2011) Rangkaian Sari Kuliah Hukum
Pidana I, Surabaya, Tinta Mas
Jhon E. Conklin (1994) Criminology, Fouth Jurnal
Edition, New York, Macmillian Douglas Husak ( 2005) “Applying Ultima Ratio:
Publishing Company A Skeptical Assessment”, Ohio Srate
Leden Marpaung (2008) Asas-Asas, Teori dan Journal of Criminal Law, [Vol 2:535 536)
Praktik Hukum Pidana, Jakarta, Sinar George P. Flechter, The Nature and Function of
Grafika Criminal Law, California Law
Lili Rasjidid dan Ira Thania Rasjidi (2007) Review, Vol .88, Issue 3,
Pengantar Filsafat Hukum, Bandung, http://scholarship.law.berkeley.edu/
Mandar Maju californialawreview

P.A.F. Lamintang, (2014) Dasar-Dasar Hukum Grant Lamond, (2007), “What is A Crime”,
Pidana Indonesia, Jakrta, Sinar Grafika, Oxford Journal of Legal Studies, Vol. 27,
Jakarta No. 4 pp. 609–632

Nagari Law Review • Volume 1 Nomor 1, October 2017 23


doi:10.1093/ojls/gqm018 Published
Advance Access November 4,
http://ojls.oxfordjournals.org/
Nils Jareborg, (2005), “Criminal Liability as a
last Resort, Ohio State Journal of
Criminal law, Vol 2:251, 2005.
Moritzlaw.osu.edu/osjcl/Articles2..../
Jareborg-PDF-3-17-05.pdf
Oleg Fidosuik, (2005) Criminal Liability as a Last
Resort (Ultima Ratio): Theory and
Reality, //
https://www3.mruni.eu/ojs/jurispru
dence/article/view/57
Wahyu Widiantara (2012) Masalah Penyidik
dalam Tindak Pidana Jasa Keuangan,
dalam Jurnal Legislasi Indonesia, Vol.9
No.3 Oktober 2012

Makalah
Muladi, (2013) Ambiguitas dalam Penerapan
Hukum Pidana: Antara Fungsi Sekunder
Hukum Pidana dan Primum Remedium,
Makalah pada Simposium Mahupiki,
Maksar, 2013
Raimo Lahti (2011) The Principles of Ultima Ratio,
Subsidiarity, and Proportionality in EU
Criminal Law, An EU Approach to
Criminal Law, Hearing in European
Parliament, 8 December, Brussel,
http://www.europarl.europa.eu
Supanto (2013) Antisipasi Hukum Pidana
Menghadapi Perkembangan Kejahatan
Ekonomi Global, Makalah Disampaikan
pada Simposium Mahupiki, Makasar

24 Nagari Law Review • Volume 1 Nomor 1, October 2017


Volume 1 Nomor 1, Oktober 2017
Editorial Office : Faculty of Law, Andalas University
Kampus Pancasila, Jalan Pancasila Nomor 10 Padang, West Sumatera
Phone/Fax : 0751-27404 / 0751-34605
E-mail : nagarilawreview@gmail.com | Website : jalj.fhuk.unand.ac.id

Harmonisasi Hukum Tindak Pidana Eksploitasi Seksual Anak Pasca


Diratifikasinya Protokol Tambahan Konvensi Hak Anak
“Ahmad Sofian1, Batara Mulia Hasibuan2”

ARTICLE HISTORY A B S T R A C T
Received: 30 October 2017;
Reviewed: 30 October 2017; Sexual exploitation of children is a crime that makes children not only
Accepted: 31 October 2017; as sex objects as well as commercial objects. This terminology comes
Published: 31 October 2017 from an international criminal law instrument, Commercial Sexual
Exploitation of Children (CSEC). In the national context, this
KEYWORDS terminology has not been mentioned in national criminal law, even
criminal offense; child exploitation; OPSC; academic studies on this issue have not been widely practiced. In
ratification. addition, the crime of child sexual exploitation has not been regulated
in a special article. The terminology found is only about child sexual
CORRESPONDENSE violence, whose meaning is different from child sexual exploitation.
1 Fakultas Hukum Universitas Bina Nusantara, Indonesia has ratified the Optional Protocol on Sale of Children, Child
Jakarta, Indonesia. Prostitution and Child Pornography (OPSC), it is important to
2 Fakultas Hukum Universitas Bina Nusantara,
harmonize national laws related to the crime of child sexual
Jakarta, Indonesia
exploitation. This research is normative law research, with approach of
legislation. This study found that post-ratification of OPSC through
Law no. 10 Year 2012, no steps have been taken to harmonize national
criminal law related to child sexual exploitation as required in OPSC,
so that measures to improve national law and measures to tackle this
criminal problem have not been followed in accordance with the
standard desired by OPSC. Therefore, it is recommended that the
government immediately take steps to transform the current national
law of child protection by incorporating aspects of child sexual
exploitation as set forth in the OPSC into the R-Criminal Code and in
the revision of the Child Protection Act.

1. Pendahuluan Penjualan Anak, Prostitusi Anak dan


Tanggal 26 Juni 2012 yang lalu merupakan hari Pornografi Anak atau yang lebih dikenal
yang sangat bersejarah bagi perkembangan dengan sebutan OPSC.
hukum pidana nasional khususnya yang terkait
OPSC singkatan dari Optional Protocol on Sale of
dengan tindak pidana seksual pada anak. Pada
Children, Child Prostitution and Child
hari itu, DPR RI bersama Pemerintah
Pornographi. OPSC merupakan satu hukum
menyetujui untuk meratifikasi Protokol
internasional yang memberikan kewajiban
Tambahan Konvensi Hak Anak tentang
(obligations) kepada negara-negara yang telah

Nagari Law Review • Volume 1 Nomor 1, October 2017


meratifikasinya untuk menyesuaikan hukum Secara internasional pengertian tindak pidana
nasional untuk mengkriminalisasi pelaku eksploitasi seksual adalah pelanggaran
kejahatan seksual pada anak, kemudian terhadap hak anak yang mendasar dimana
memperbaiki dan mengharmonisasi hukum anak dijadikan objek seksual dan objek
nasionalnya agar linear dengan OPSC ini serta komersial. Dalam waktu yang bersamaan anak
berkewajiban juga melaporkan implementasi diperlakukan sebagai komoditas seks bagi
dari OPSC ini. keuntungan para pelaku kejahatan ini.
OPSC salah satu instrumen yang sangat spesik Menurut ECPAT internasional1 ada 5 bentuk
mengatur tindak pidana eksploitasi seksual tindak pidana eksploitasi seksual anak2 yaitu
anak dimana hukum internasional yang ada pelacuran anak, pornografi anak, perdagangan
dianggap kurang memadai dalam menekan anak untuk tujuan seksual, pariwisata seks
para pelaku sehingga berhenti melakukan anak dan pernikahan anak. Namun dokumen
eksploitasi seksual pada anak. OPSC ini juga lain membagi eksploitasi seksual dalam tiga
dinilai para praktisi hukum anak dapat bentuk yaitu pelacuran anak, pornografi anak
menekan jumlah anak-anak yang dijadikan dan perdagangan anak untuk tujuan seksual,
korban eksploitasi sehingga pada akhirnya sementara pernikahan dan pariwisata seks
tidak ada lagi anak-anak yang dijadikan anak hanya merupakan cara untuk dapat
korban. mengekploitasi anak-anak tersebut3.
Masyarakat internasional telah menjadikan
Deklarasi dan Agenda Stockholm untuk
tindak eksploitasi seksual menjadi ancaman
Menentang Eksploitasi Seksual Komersial
serius bagi masa depan anak-anak, kejahatan
Anak merupakan instrument yang pertama
ini telah juga menjadi bagian transnational crime
mendefinisikan eksploitasi seksual anak
yang melibatkan sindikasi kejahatan
sebagai :
internasional, dan memberikan keuntungan
“Sebuah pelanggaran mendasar terhadap hak-
yang luar biasa tinggi dengan melakukan
hak anak. Pelanggaran tersebut terdiri dari
eksploitasi yang besar-besaran terhadap anak-
anak dan keluarganya. Karena itu masyarakat 1 ECPAT Internasional singkatan dari End Child
internasional membangun visi untuk segera Prostitution, Child Pornography and Trafficking of
memperkuat upaya dan langkah dalam Children for Sexual Purpuses adalah sebuah
penghapusannya. jaringan global masyarakat sipil yang terdiri dari
individu dan organisasi yang punya keinginan
Tingginya perhatian masyarakat internasional untuk penghapusan prostitusi anak, pornografi
terhadap tindak pidana eksploitasi seksual anak dan perdagangan seks anak di seluruh dunia.
anak dilatarbelakangi oleh: ECPAT internasional pertama kali didirikan pada
a. meningkatnya dengan begitu pesat tahun 1996 dan saat ini berkantor pusat di Bangkok
pertumbuhan industri seks di beberapa dan punya anggota yang tersebar di lebih dari 75
negara yang kemudian memunculkan negara.
pariwisata seks anak dengan tujuan http://www.ecpat.net/EI/Ecpat_vision.asp.
negara-negara berkembang; [diakses 13 Agustus 2012]
2 Terminologi resmi yang dipergunakan oleh
b. kombinasi dari berbagai efek global dari
ECPAT International adalah Eksploitasi Seksual
situasi politik dan kesenjangan struktural,
Komersial Anak (Commercial Sexual Exploitation
kurangnya kesempatan dalam memenuhi Children). Adanya unsur “komersial” menunjukkan
kebutuhan di bidang sosial dan ekonomi; pada “imbalan” yang membedakannya dengan
masih berlangsungnya budaya patriarkhi; bentuk kejahatan seksual lainnya seperti pelecehan
lemahnya pengetahuan untuk seksual atau kekerasan seksual.
menghormati hak-hak anak dan remaja, http://www.ecpat.net/EI/Csec_definition.asp.
adanya kondisi eksploitasi seksual [diakses 13 Agustus 2012].
3 Antarini Arna dan Mattias Bryneson. (2004). Report
komersial anak dan remaja sebagai sebuah
fenomena yang berkembang. on Laws and Legal Procedures Concerning the
Commercial Sexual exploitation of Children in Indonesia.
Jakarta: ECPAT-PLAN International, h. 5

26 Nagari Law Review • Volume 1 Nomor 1, October 2017


kekerasan seksual oleh orang dewasa dan tidak mau melaporkan kasusnya ke penegak
pemberian imbalan dalam bentuk uang tunai hukum dengan berbagai alasan.5
atau barang terhadap anak, atau orang ketiga,
Praktek eksploitasi seksual anak terus menerus
atau orang-orang lainnya. Anak tersebut
berlangsung seolah tidak ada hentinya. Anak-
diperlakukan sebagai objek seksual dan sebagai
anak “dihalalkan” untuk disantap oleh para
objek komersial. Eksploitasi seksual komersial
pegiat seks anak. Seks anak pun menjadi
anak merupakan sebuah bentuk pemaksaan
industri yang luar biasa meraup keuntungan
dan kekerasan terhadap anak dan mengarah
milyaran rupiah, sehingga para pengambil
pada bentuk-bentuk kerja paksa serta
keuntungan ini tidak mau begitu saja
perbudakan modern.”
menghentikan langkah-langkah ‘bisnis” seks
Dari definisi di atas jelas bahwa melalui anak ini. Dalam salah satu bukunya yang best
ekspolitasi seksual anak, seorang anak tidak seller, David Brazil6 pernah mengatakan bahwa
hanya menjadi sebuah obyek seks tetapi juga salah satu pusat pelacuran anak di Indonesia
sebagai sebuah komoditas. Eksploitasi seksual yang terkenal di manca negara adalah Batam
anak adalah penggunaan seorang anak untuk dan Bintan, di dua tempat ini sangat dikenal
tujuan-tujuan seksual guna mendapatkan uang, dengan istilah “kampung cinta” dan
barang atau jasa bagi pelaku eksploitasi, “peternakan ayam” yang setiap hari dikunjungi
perantara atau agen dan orang-orang lain yang laki-laki Singapura yang membelanjakan
mendapatkan keuntungan dari eksploitasi dollarnya untuk kenikmatan seksual. Dan di
seksual pada anak tersebut. Hal ini merupakan dua wilayah ini sangat mudah dijumpai anak-
pelanggaran terhadap hak-hak anak dan anak gadis yang di Singapura sendiri sulit
elemen kuncinya adalah bahwa pelanggaran ini ditemukan.
muncul melalui berbagai bentuk transaksi
Sementara itu kasus-kasus tindak pidana
komersial dimana satu atau berbagai pihak
eksploitasi seksual anak juga muncul ke
mendapatkan keuntungan. Adanya faktor
permukaan, meskipun kasus yang yang
keuntungan ini membedakan antara eksploitasi
muncul ke permukaan yang dilansir media
seksual anak dengan kekerasan seksual anak
belum tentu diproses secara hukum. Kepolisian
karena dalam kekerasan seksual anak tidak ada
daerah Bali berhasil menginventarisasi salah
keuntungan komersial walaupun eksploitasi
satu bentuk tindak pidana eksplotasi seksual
seksual juga merupakan sebuah kekerasan
anak yang dilakukan oleh para paedofilia dari
seksual.
berbagai kewarganegaraan pada kurun waktu
Di Indonesia sendiri jumlah anak-anak yang
2004-2008. Jumlah anak-anak yang menjadi
menjadi korban tindak pidana eksploitasi
korban tindak pidana ini mencapai 30 orang,
seksual menurut catatan resmi ILO
sementara jumlah pelaku yang terlibat adalah 9
(International Labour Organization) dan
orang yang berasal dari Australia, Prancis,
diperkuat oleh UNICEF (United Nation Children
Swiss, Belanda, Jerman dan Italia.
Fund) mencapai 70.000 orang setiap tahunnya
dan dari jumlah tersebut 21.000 diantaranya Salah satu contoh kasus yang telah dihukum
ada di pulau Jawa4. Jumlah ini menurut IOM oleh Pengadilan Negeri Bali adalah kasus yang
sebenarnya jauh lebih kecil dari kenyataan terjadi pada bulan February 2009, Philip Robert
yang sebenarnya karena masalah eksploitasi Grandfield (62 tahun) dihukum oleh
seksual anak merupakan kejahatan yang pengadilan Negeri Denpasar berdasarkan
terselubung dan sulit diangkat ke permukaan Undang-Undang Perlindungan Anak karena
serta pada umumnya korban kejahatan ini tindakannya mengeksploitasi 5 orang anak
laki-laki usia 16-17 tahun secara seksual selama
4 ECPAT International. (2011). Global Report on 6 bulan ketika dia tinggal di Bali. Dia adalah
Situation of Commercial Sexual Exploitation of Children salah satu dari warga negara Australia yang
in Indonesia. Bangkok: ECPAT International, h. 2
5Ibid., h. 2
6 David Brazil. (2005). Bisnis Seks di Singapura.
Jakarta: Pustaka Primata, h. 91.

Nagari Law Review • Volume 1 Nomor 1, October 2017 27


ditangkap di Indonesia karena melakukan tindak pidana eksploitasi seksual anak masuk
eksploitasi seksual terhadap anak-anak.7 Aspek dalam kategori “pelanggaran mendasar pada
lain dari kasus di atas adalah meskipun pelaku hak-hak anak” dan “perbudakan moderen”
dihukum berat, namun korban tindak pidana yang memerlukan perhatian khusus dalam hal
eksploitasi seksual ini tidak menerima ganti penanganannya, dan perlakuan terhadap
rugi untuk proses pemulihan maupun korban.
perawatan medis.
Aspek lain yang perlu dipersoalkan adalah
mengenai minimnya pemberian restitusi pada
2. Hasil dan Pembahasan korban tindak pidana eksploitasi seksual anak.
Restitusi yang merupakan salah satu jenis
2.1 Hukum Nasional Tentang Tindak Pidana
penghukuman masih minim diterapkan dalam
Eksploitasi Seksual Anak
hukum pidana di Indonesia. Undang-undang
Secara khusus tidak ada satu pun pasal dalam
pemberantasan tindak pidana perdagangan
hukum nasional Indonesia yang mengatur
orang telah memasukkan pasal tentang restitusi
tentang tindak pidana eksploitasi seksual.
ini, namun ternyata jenis sanksi ini masih
Sehingga dapat dikatakan terdapat kekosongan
belum populer diterapkan oleh penegak
hukum tentang masalah ini. Namun demikian,
hukum, karena itu perlu diuraikan tentang
beberapa pasal dalam beberapa perundang-
filofis ajaran restitusi, bagaimana evolusinya
undangan telah menyinggung pengaturan
serta bagaimana mekanisme penerapannya.
masalah ini.
Lawrence P. Fletcher mengatakan bahwa
Tindak pidana eksploitasi seksual anak
restitusi itu adalah bagian dari tanggung jawab
merupakan satu konsep yang belum banyak
dan prosedur hukum pidana yang harus
dibahas dalam hukum pidana Indonesia.8
diterapkan oleh pengadilan. Para korban tindak
Berbeda halnya dengan tindak pidana
pidana tidak harus melakukan tuntutan
perdagangan orang, dimana terminologi ini
perdata atas kerugian yang diderita olehnya
telah lebih dikenal dalam KUHP9 maupun di
akibat dari suatu tindak pidana yang menimpa
luar KUHP.10 Dalam tindak pidana eksploitasi
dirinya, karena secara otomatis itu merupakan
seksual anak, sangat minim pengaturan
sudah tanggung jawab dari pelaku, dan negara
perlindungan terhadap korban, dimana tidak
bertindak mewakili kepentingan dari korban
adanya kompensasi maupun sulitnya
untuk mengembalikan kerugian yang dirampas
mendapatkan restitusi dari pelaku. Padahal
11
oleh pelaku tersebut. Jika hal ini tidak bisa
7 Marian Carroll “Australian Pedophile Philip dilakukan oleh negara, maka sebenarnya
Robert Grandfield Jailed in Bali’”, Perth Now, 26 negara telah gagal melindungi hak-hak korban
February 2009. tindak pidana yang dirampas oleh pelaku
8 Undang-undang Perlindungan Anak (UU No.
tindak pidana. Negara tidak harus menunggu
23/2002) hanya ada menyebut satu pasal yaitu pasal adanya tuntututan ganti rugi dari pelaku
88 tentang larangan melakukan eksploitasi seksual melalui mekanisme gugatan ganti rugi di
dan ekonomi pada anak dengan ancaman hukuman pengadilan.12
maksimal 10 tahun dan atau denda maksimal 100
juta. Namun sayangnya undang-undang ini tidak Sejalan dengan pandangan di atas Jocelyn B.
memberikan penjelasan yang terperinci tentang Lamm mengatakan bahwa anak-anak yang
eksploitasi seksual yang dimaksud. menjadi korban kejahatan seksual apakah
9 Pasal 297 KUHP: “Perdagangan wanita dan
perkosaan, incest atau bentuk-bentuk
perdagangan anak laki-laki yang belum eksploitasi seksual anak lainnya jarang sekali
dewasa,diancam dengan pidana penjara paling lama
enam tahun”. tujuan seksual) seperti diatur dalam UU 21/2007
10 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak
korban telah mendapatkan hak restitusi dari pelaku
Pidana Perdagangan Orang telah diundangkan dan pemulihan mental/kesehatan dari negara.
pada tahun 2007 menjadi UU No. 21/2007.10 12 Lawrence P Fletcher. (1984). Restitution in
11 Kecuali untuk tindak pidana perdagangan orang
Criminal Process: Procedures for Fixing the
(termasuk tindak pidana perdagangan anak untuk Offenders Liability. Yale Law Journal, 2189

28 Nagari Law Review • Volume 1 Nomor 1, October 2017


mendapatkan apa yang dia sebut dengan untuk dipertimbangkan dalam penjatuhan
“deserving of legal protection and remedies”. suatu pidana. Fokus perhatian dari pendekaan
Menurutnya hukum telah gagal menyediakan ini meletakkan posisi korban sebagai bagian
apa yang dia sebut dengan “meaningful relief”. penting dari tujuan suatu pemidanaan.
Sementara krimimalisasi tidak memberikan Reparasi dapat diartikan sebagai the act of
efek jera sama sekali kepada pelaku tindak making amends for a wrong (perbuatan untuk
pidana ini, karena itu diperlukan pola-pola mengganti kerugian akibat dari suatu yang
penuntutan yang dapat memberikan efek jera tidak benar).14 Reparasi dikatakan sebagai
dan memberikan rasa “terlindungi” dan rasa suatu jalan yang harus dilalui oleh pelaku
“pemuliaan” yang dihadiahkan kepada korban (upaya perbaikan) sebagai konsekwensi atas
kejahatan ini. Kenapa ini diperlukan ? Karena tindak pidana yang telah dilakukan. Sementara
korban tindak pidana ini telah mengalami dan restitusi dapat diartikan sebagai return of
menderita “psycological injuries”, karena itu restoration of some specific thing to its rightful
sudah sepantasnya korban menerima owner or status (mengembalikan atau
perlakuan kompensasi yang wajar akibat dari memperbaiki beberapa hal yang khusus
tindakan pelaku ini.13 berkaitan dengan kepemilkikan atas status).
Reparasi dapat diterapkan dalam berbagai
Terkait dengan hukum acara, ternyata korban
bentuk dan fomulasi. Dalam hal ini,
harus mengikuti proses pemeriksaan yang
penghilangan kemerdekaan atau pemberian
panjang yang dimulai dari penyidikan hingga
denda dibenarkan sepanjang hal tersebut
yang penjang di kantor kepolisian hingga
menjadi bagian dari upaya perbaikan dan
proses persidangan. Acap kali saksi korban
diperhitungkan keberdayagunaannya serta
harus memberikan kesaksian yang berulang-
kebutuhan yang ingin dicapaikannya. Kunci
ulang dengan hal yang sama sehingga
kesuksesan dalam hal ini adalah apabila
memunculkan traumatis yang berkepanjangan.
subyek perbaikan secara sadar menikmati
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
proses perbaikan tersebut.15
(KUHAP) belum memberikan jaminan
terhadap pemeriksaan yang cepat, biaya murah Soal restitusi yang dikaitkan dengan hukum
dan tidak menimbulkan traumatis kepada pidana sudah mendapat banyak perhatian dan
korban sehingga proses pemeriksaan terhadap pembahasan, salah satunya adalah Anne
korban akan senantiasa memberikan persoalan O’Driscoll. Dia mengatakan bahwa untuk
psikologis kepada korban. Akibatnya korban korban-korban kejahatan terutama kejahatan
merasa tidak untuk hadir ke pengadilan seksual pada prinsipnya tidak selamanya
sehingga berimplikasi pada bebasnya menyetujui pidana yang seberat-beratnya pada
terdakwa. Karena itu perlu diciptakan satu pelaku, tetapi bagaimana agar mereka
mekanisme yang baru lebih memunculkan rasa memperhatikan luka fisik, luka mental dan
keadilan bagi korban, sehingga korban merasa luka seksual yang dialami oleh korban. Hal ini
nyaman dalam memberikan keterangan, dan jauh lebih penting daripada mengirimkan para
keterangan itu tidak perlu disampaikan secara pelaku bertahun-tahun di dalam penjara-
berulang-ulang. penjara yang mewah. Karena itu lebih baik-
baik mereka diperkenankan bekerja dan uang
Hukum pidana nasional kita kurang
hasil kerjanya dipergunakan untuk membayar
memberikan proporsi yang sesungguhnya
sesuatu yang hilang dari diri korban. Dia
dalam mempergunakan pendekatan
mencontohkan anak-anak dan perempuan yang
pemidanaan dalam bentuk reparasi, restitusi
menjadi korban perdagangan orang untuk
dan kompensasi. Dalam pendekatan ini maka
keperluan seksual. Bertahun-tahun anak-anak
perhatian pada korban sebagai bagian penting
14 Bryan A Garner (Ed). (2000). Black’s Law
13 Jacelyn B Lamm. (1991). Easing Acces to the
Dictionary, 7th edition. New York: St Paul, Minn, h.
Courts for Incest Victims: Towarrd An Aquitable
1043
Application of Delayed Discovery Rule”. Yale Law 15 Eva Achjani Zulfa. (2011). Pergeseran Paradigma
Journal, 2189.
Pemidanaan. Jakarta: Lubuk Agung, h. 59-60

Nagari Law Review • Volume 1 Nomor 1, October 2017 29


dan perempuan ini tenaganya diperas, lalu kompensasi. Selain itu mendorong terciptanya
melayani para tetamu, dan ketika polisi suatu kekuatan dalam kerjasama dan bantuan
berhasil membongkar sindikasi dan internasional dalam rangka diadopsinya
menangkap pelaku, maka yang terjadi mereka perundangan-undangan ekstrateritorial (extra-
dipulangkan ke keluarga dan dibiarkan begitu territorial legislation), prinsip ini bukan berarti
saja, dimanakah hasil rampasan dari pelaku?16 menabrak prinsip kriminalisasi ganda (dual
criminality principle). Protokol tambahan ini juga
Memperbandingkan konsepsi, pengaturan dan
melindungi anak dari proses victimisasi ketika
penerapan tindak pidana ekspolitasi seksual
proses peradilan pidana berlangsung. 18
anak dengan OPSC menjadi penting dalam
memperkuat hukum nasional di Indonesa yang Dalam pasal 1 OPSC ditegaskan bahwa “negara
pada akhirnya akan memberikan suatu peserta” harus melarang penjualan anak,
perkembangan baru dalam pelacuran anak dan pornographi anak. Pasal 2
mengkrimininalisasi pelaku dan memperbaiki mendefinisikan penjualan anak, pelacuran anak
mekanisme hukum acara yang melindungi dan pornographi anak sedangkan pasal 3
korban tindak pidana eksploitasi seksual anak. menetapkan langkah-langkah minimum yang
harus dilakukan oleh negara peserta dalam
2.2 Protokol Tambahan Tentang Perdangan sistem hukum pidananya menyangkut soal
Anak, Prostitusi Anak dan Pornografi Anak tindak pidana (penjualan anak, pelacuran anak
Belum banyak artikel yang membahas tentang dan pornographi anak), percobaan dan turut
apa sebenarnya kontens dari protokol serta melakukan, sanksi bagi para pelaku yang
tambahan OPSC sehingga pembahasan di dalamnya termasuk sanksi pidana,
masalah ini masih sangat terbatas. Bukan saja administratif dan restitusi.
pembahasan secara nasional namun juga secara
Negara yang sudah meratifikasi juga
internasional. Belum banyak buku-buku
berkewajiban untuk memberantas kejahatan
maupun artikel yang terbit di jurnal-jurnal
ini, termasuk mengembangkan legislasi yang
ilmiah yang mengupas masalah ini secara
ekstra-teritorial (extraterritorial jurisdiction)
akademik. Karena itu, penulis menggunakan
sebagaimana diatur dalam pasal 8, upaya-
salah satu rujukan yang cukup komprehensif
upaya pencegahan (pasal 9) dan kerjasama
mengupas kontens dari protokol tambahan
internasional (pasal 10).
OPSC ini yaitu “Handbook on the Optional
Protocol on the Sale of Children, Child Prostitution Berikut ini dijelaskan beberapa konsep yang
and Child Pornography”.17 terkait dengan protokol tambahan ini :
OPSC diadopsi oleh Majelis Umum PBB pada
2.3 Penjualan anak (sale of children)
tanggal 25 Mei 2001 dan mulai berlaku pada 18
Definisi penjualan anak ada diatur dalam pasal
Januari 2002. Protokol tambahan ini secara
2 yang diartikan sebagai setiap tindakan atau
spesifik mengkriminalisasi tindak pidana yang
transaksi di mana seorang anak dipindahkan
terkait dengan penjualan anak, pelacuran anak
kepada orang lain oleh siapapun atau
dan pornograpi anak termasuk percoban dan
kelompok, demi keuntungan atau dalam
turut serta melakukan. Protokol ini juga
bentuk lain. Dari definisi ini terlihat bahwa
memberikan standar minimum untuk
OPSC tidak hanya mengatur penjualan anak
melindungi korban dalam rangka memperloleh
untuk tujuan seksual tetapi juga untuk tujuan
keadilan hukum serta memperkenalkan hak-
non-seksual. Defenisi yang terlalu luas ini
hak korban dalam rangka mendapatkan
mengakibatkan munculnya perdebatan tentang
16 Anne O’Driscoll. (2010). AT v Dulgihieru: perbedaannya dengan defeniis perdagangan
Accounting for Profits of Sex Trafficking. Victoria anak (trafficking of children). Namun demikian
University of Wellington Law Review, 695, 2010 tetap terdapat perbedaan defenisi, jika dalam
17 the United National Children’s Fund. (2009). The defenisi perdagangan anak mencakup 4 unsur
Handbook on the Optional Protocol on the Sale of yaitu rekrutment, perpindahan, penerimaan
Children, Child Prostitution and Child Pornography.
Italy: UNICEF. 18 Ibid., h. 13

30 Nagari Law Review • Volume 1 Nomor 1, October 2017


dan eksploitasi maka dalam defenisi penjualan diminta untuk saling membantu dalam
anak keempat unsur itu tidak harus ada. melakukan penyidikan tindak pidana ini,
bahkan saling membantu juga dalam
2.4 Pelacuran Anak (Child Prostitution) melakukan ekstradisi.
Pasal 2 dan 3 OPSC mendefinisikan pelacuran
anak : menggunakan seorang anak untuk 2.7 Transformasi Hukum Nasional Pasca
aktivitas seksual demi keuntungan atau dalam Ratifikasi
bentuk lain termasuk di dalamnya Setelah ratifikasi Protokol Tambahan tentang
menawarkan, mendapatkan dan menyediakan Penjualan Anak, Pelacuran Anak dan
anak untuk pelacuran. “Dalam bentuk lain” Pornographi anak maka memberikan implikasi
diartikan sebagai segala bentuk barang, jasa yang besar dalam hukum pidana nasional
juga uang yang diterima atau dipertukarkan khususnya yang mengatur tentang tindak
untuk mendapatkan seks dari anak-anak, pidana eksploitasi seksual ini. Perundang-
misalnya untuk mendapatkan seks dari anak undangan nasional harus mengkriminalisasi
seseorang memberikan makanan, perlindungan bentuk-bentuk tindak pidana ini dalam
atau malah narkotika. perundang-undanga yang relevan.
Kewajiban Indonesia bukan hanya membuat
2.5 Pornographi Anak (Child Pornography)
peraturan perundang-undangna yang
Pasal 2 OPSC mendefinisikan pornographi
mengesahkan ratifikasi tersebut, tetapi harus
anak sebagai pertunjukan apapun atau dengan
mentransformasikan OPSC pada peraturan
cara apa saja yang melibatkan anak di dalam
perundang-undangan nasional, khususnya
aktivitas seksual yang nyata atau eksplisit atau
untuk melakukan kriminalisasi terhadap
yang menampilkan bagian tubuh anak demi
pelaku penjualan anak, prostitusi anak dan
tujuan seksual. Dalam pasal 3 dijelaskan lebih
pornographi anak. Hal ini penting seklai bagi
lanjut cara-cara pornographi anak yang
Indonesia yang menganut prinsip non-self
meliputi memproduksi, mengirimkan,
executing, artinya bahwa undang-undang yang
menyebarkan, mengimpor, mengekspor,
meratifikasi tidak secara otomatis
menawarkan, menjual atau memiliki untuk
mengimplementasikan OPSC tersebut. Oleh
tujuan pornografi anak. Pornographi anak
karena itu masih diperlukan rumusan undang-
dalam berbentuk pertunjukan langsung, photo,
undang khusus tentang pelaksanaan OPSC di
gambar, rekaman video, atau video/gambar
Indonesia.
digital.
Beberapa undang-undang seharusnya segera
dimandemen sehingga memasukkan unsur-
2.6 Jurisdiksi dan Ekstradisi
unsur tindak pidana penjualan anak, pelacuran
Pasal 4 OPSC mengatur mengenai jurisdiksi.
anak dan pornographi anak. Beberapa produk
Pasal ini menjelaskan tentang kewenangan
undang-undang itu antara lain : Undang-
suatu negara untuk mengadili warga negara
Undang Perlindungan Anak (UU No. 23/2002),
asing yang melakukan tindak pidana
Undang-Undang Pornographi (UU No.
eksploitasi seksual anak di wilayahnya, dikapal
44/2008), Undang-Undang Informasi dan
atau pesawat yang tercatat di negara tersebut.
Transaksi Elektroni (UU No. 11/2008), juga
Di dalam pasal 5 OPSC juga menegaskan
Undang-Undang Pemberantasan Tindak
bahwa kejahatan-kejahatan penjualan anak,
Pidana Perdagangan Orang (UU No. 21/2007).
pelacuran anak dan pornogprahi anak adalah
Keempat undang-undang harus “sepaham”
termasuk kejahatan-kejahatan yang dapat
dan “sejalan” dengan OPSC yang sudah
diekstradisi. Bahkan lebih jauh lagi jika pun
diratifikasi tersebut, sehingga tidak saling
negara-negara yang telah meratifikasi belum
bertubrukan satu sama lain dan juga tidak
memiliki perjanjian ekstradisi maka OPSC yang
menimbulkan kebingungan antar para penegak
diratifikasi ini menjadi dasar untuk
hukum. Keempat undang-undang ini pun
diterapkannya ekstradisi tersebut. Dalam pasal
harus sinergis, misalnya saja tentang
6 ditegaskan bahwa masing-masing negara
mekanisme pemberian restitusi kepada korban

Nagari Law Review • Volume 1 Nomor 1, October 2017 31


tindak pidana eksploitasi seksual, bagaimana Bryan A Garner (Ed). (2000). Black’s Law
prosedur yang mudah dilaksanakan sehingga Dictionary, 7th edition. New York: St Paul,
korban tidak menunggu terlalu lalu dalam Minn.
memperoleh haknya tersebut. Pendefinisian
David Brazil. (2005). Bisnis Seks di Singapura.
penjualan anak, pelacuran anak dan
Jakarta: Pustaka Primata.
pornographi anak harus tegas disebutkan
dalam undang-undang, karena undang-undang ECPAT International. (2011). Global Report on
yang ada saat ini tidak memberikan defenisi Situation of Commercial Sexual Exploitation
sehingga tidak ditemukan unsur-unsur of Children in Indonesia. Bangkok: ECPAT
pidananya. International.
Demikian juga mengenai upaya pencegahan, Eva Achjani Zulfa. (2011). Pergeseran Paradigma
kerjasama dengan negara lain yang Pemidanaan. Jakarta: Lubuk Agung.
menyangkut soal ekstradisi, serta jurisdiksi the United National Children’s Fund. (2009).
yang diperluas ketika tindak pidana eksploitasi The Handbook on the Optional Protocol on
seksual dilakukan oleh warga negara Indonesia the Sale of Children, Child Prostitution and
di luar negeri atau warga negara asing yang Child Pornography. Italy: UNICEF.
korbannnya adalah warga Indonesia.

3. Kesimpulan Jurnal dan Internet


Agar tindak pidana eksploitasi seksual anak Anne O’Driscoll. (2010). AT v Dulgihieru:
menjadi bagian dalam hukum pidana nasional, Accounting for Profits of Sex Trafficking.
maka perlu mempertimbangkan untuk Victoria University of Wellington Law
memasukkannya dalam hukum pidana Review, 695, 2010
material yang terintegrasi dalam R-KUHP. Jacelyn B Lamm. (1991). Easing Acces to the
Mekanismenya tentu saja konsepsi tindak Courts for Incest Victims: Towarrd An
pidana ini bisa dimasukkan dalam buku satu, Aquitable Application of Delayed
yang menjelaskan tentang definisi tindak Discovery Rule”. Yale Law Journal, 2189.
pidana ini serta unsur-unsurnya. Namun
Lawrence P Fletcher. (1984). Restitution in
karena proses perjalanan R-KUHP yang
Criminal Process: Procedures for Fixing
panjang menyebabkan proses kriminalisasi
the Offenders Liability. Yale Law Journal,
akan berposes cukup lama, sehingga langkah
2189
yang strategis adalah dengan melakukan
amandemen terhadap undang-undang yang Marian Carroll “Australian Pedophile Philip
disebutkan di atas. Robert Grandfield Jailed in Bali’”, Perth
Now, 26 February 2009.
Daftar Pustaka http://www.ecpat.net/EI/Ecpat_vision.asp.
[diakses 13 Agustus 2012]
Buku
Antarini Arna dan Mattias Bryneson. (2004).
Report on Laws and Legal Procedures Perundang-Undangan
Concerning the Commercial Sexual Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
exploitation of Children in Indonesia. Jakarta:
Undang-undang Nomor 23/2002 tentang
ECPAT-PLAN International.
Perlindungan Anak (UU)
Arna, Antarini dan Mattias Bryneson, Report on
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang
Laws and Legal Procedures Concerning the
Pemberantasan Tindak Pidana
Commercial Sexual exploitation of Children
Perdagangan Orang
in Indonesia, (Jakarta : ECPAT-PLAN
International, 2004)

32 Nagari Law Review • Volume 1 Nomor 1, October 2017


Volume 1 Nomor 1, Oktober 2017
Editorial Office : Faculty of Law, Andalas University
Kampus Pancasila, Jalan Pancasila Nomor 10 Padang, West Sumatera
Phone/Fax : 0751-27404 / 0751-34605
E-mail : nagarilawreview@gmail.com | Website : jalj.fhuk.unand.ac.id

Kedudukan Negara Sebagai Kreditur Preferen dalam Piutang Pajak


dalam Kasus Kepailitan
“Shafira Hijriya1”

ARTICLE HISTORY A B S T R A C T
Received: 29 October 2017;
Reviewed: 30 October 2017; State has preference right in obtaining repayment of the insolvent
Accepted: 31 October 2017; company. The position of secured creditors are not affected by the
Published: 31 October 2017 bankruptcy. This means that creditors can exercise their rights as if no
bankruptcy occurred, so it will generate inequality among creditors
KEYWORDS tax receivables (state) with secured creditors. After the bankruptcy
Bankruptcy; secured creditor; tax debt. decision handed down, the organization of the bankrupt debtor assets
will switch to a curator under the supervision of the supervisory
CORRESPONDENSE judge. Curator duty to sell or transfer the bankruptcy estate to the
1
Fakultas Hukum Universitas Andalas, Kampus extent necessary to cover the cost of bankruptcy. Sometimes the sale of
Unand Limau Manis, Padang, Indonesia.
E-mail: shafira_hijriya1989@yahoo.com the bankruptcy estate is insufficient to pay the debt debtor bankruptcy,
including tax. The purpose of this research article was to compare the
tax receivable creditor position with secured creditor and other
creditors in case of bankruptcy and to know the completion of the
allocation of the bankruptcy estate if it is not sufficient to pay the tax
debt and other debts under the Bankruptcy and Suspension of
Payment Act and the Taxation General Provisions Act. The results of
this research article showed that, first, the position of the state as
compared to the secured creditor and other creditors in case of
bankruptcy under the Bankruptcy and Suspension of Payment Act
and the Taxation General Provisions Act is at a higher position than
the position of the secured creditor and other creditors because of
preference’s rights that take precedence in the repayment of debt of
debtor. Second, the completion of the allocation of the bankruptcy
estate if it is not sufficient to pay the tax bill and other bills is to give
priority to pay off the tax bill is divided in proportion to the ratio of
the amount of the bill, respectively, although the rest of the tax bill has
not been paid off, is not considered the responsibility of the curator
again because the bankruptcy has ended.

1. Pendahuluan Indonesia telah memiliki peraturan yang


Lembaga kepailitan bukan merupakan lembaga mengatur tentang kepailitan karena diwarisi
yang baru dalam sistem hukum Indonesia. dari zaman Hindia Belanda, yang diatur dalam

Nagari Law Review • Volume 1 Nomor 1, October 2017


Verordening op het Faillissement en de Surseance pailit kepada Pengadilan Niaga apabila
van Betaling de Europeanen in Nederlands Indie memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
(Faillissement Verordening), Staatsblaad 1905 1. Debitor mempunyai dua atau lebih
Nomor 217 juncto Staatsblaad 1906 Nomor 348. kreditor;
Berdasarkan Staatsblaad 1906 Nomor 348 maka 2. Debitor tidak membayar lunas sedikitnya
Peraturan Kepailitan mulai berlaku tanggal 1 satu utang yang telah jatuh tempo dan
November 1906 dan selanjutnya tidak berlaku dapat ditagih.
lagi ketentuan-ketentuan dalam Buku III Kitab
Hal tersebut menunjukkan bahwa perkara
Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD).1
kepailitan bersumber pada masalah utang
Terjadinya krisis ekonomi dan gejolak moneter piutang.
tahun 1997 yang melanda Indonesia telah
Berbagai permasalahan perekonomian yang
menimbulkan kesulitan yang besar terhadap
mempengaruhi dunia usaha secara langsung
perekonomian dan perdagangan nasional.
juga mempengaruhi kelangsungan hidup
Kemampuan dunia usaha dalam
negara karena salah satu sumber penerimaan
mengembangkan usahanya menjadi terganggu,
negara berasal dari rakyatnya melalui pajak.
bahkan untuk mempertahankan kelangsungan
Kepailitan perusahaan merupakan salah satu
kegiatan usahanya tidak mudah, mengingat
permasalahan perekonomian yang tidak dapat
modal yang diperoleh para pengusaha pada
dihindari dalam dunia usaha. Selain
umumnya sebagian besar merupakan pinjaman
berpengaruh terhadap berkurangnya
(kredit) yang berasal dari bank atau lembaga
ketersediaan lapangan kerja, juga berpengaruh
pembiayaan, penanaman modal, penerbitan
terhadap berkurangnya penerimaan negara
saham atau obligasi di pasar modal, maupun
yang diperoleh dari pajak perusahaan-
cara lain yang diperbolehkan, sehingga telah
perusahaan tersebut.
menimbulkan banyak permasalahan utang
piutang. Permasalahan lebih lanjut adalah jika
perusahaan mengalami kepailitan dan utang
Pada tanggal 22 April 1998, Pemerintah
pajaknya masih belum dipenuhi seluruhnya,
mengundangkan Peraturan Pemerintah
terutama apabila kepailitan tersebut terjadi
Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun
pada perusahaan-perusahaan besar yang
1998 Tentang Perubahan Atas Undang-undang
memiliki kontribusi signifikan dalam
Tentang Kepailitan (Faillissement Verordening,
penyetoran pajaknya. Sejak awal kemerdekaan,
Staatsblaad 1905 Nomor 217 juncto Staatsblaad
pemerintah Hindia Belanda telah mengatur
1906 Nomor 348), yang kemudian ditetapkan
mengenai permasalahan hukum untuk kondisi
menjadi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998
perusahaan penunggak pajak yang mengalami
Tentang Kepailitan, karena peraturan yang
kepailitan, yaitu dengan mengeluarkan
lama sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan
Staatsblad Tahun 1944 Nomor 17 Tentang
dan perkembangan hukum masyarakat untuk
Ordonantie Pajak Pendapatan. Pasal 19 ayat (1)
penyelesaian utang piutang. Dalam
dan (2) menyatakan bahwa “Barang-barang
perkembangannya, Undang-Undang Nomor 4
wajib pajak, baik yang berupa benda tetap
Tahun 1998 Tentang Kepailitan mengalami
maupun benda bergerak, menjadi jaminan
perubahan dan penyempurnaan lagi menjadi
pembayaran pajak terutang, dan untuk pajak,
Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004
negara mempunyai hak utama terhadap barang
Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
gerak dan barang tak gerak tersebut”.
Pembayaran Utang (selanjutnya disebut
Sekarang, hal tersebut diatur dalam Undang-
UUKPKPU).
Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang
Menurut Pasal 2 ayat (1) UUKPKPU, kreditor Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang
dapat mengajukan permohonan pernyataan Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan (selanjutnya
1M. Hadi Subhan. (2008). Hukum Kepailitan Prinsip, disebut UUKUP).
Norma, dan Praktik di Peradilan. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, h. 5-6.

34 Nagari Law Review • Volume 1 Nomor 1, October 2017


Pasal 21 ayat (1) dan (3a) UUKUP menyatakan menyebutkan bahwa “Dengan tetap
bahwa : memperhatikan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 56, 57, dan 58, setiap
(1) Negara mempunyai hak mendahulu
kreditor pemegang gadai, jaminan fidusia, hak
untuk utang pajak atas barang-barang
tanggungan, hipotik atau hak agunan atas
milik penanggung pajak.
kebendaan lainnya, dapat mengeksekusi
(3a) Dalam hal wajib pajak dinyatakan pailit,
haknya seolah-olah tidak terjadi kepailitan.”
bubar, atau dilikuidasi maka kurator,
likuidator, atau orang atau badan yang Namun, UUKPKPU terkesan tidak konsisten,
ditugasi untuk melakukan pemberesan karena dalam Pasal 56 ayat (1) dinyatakan
dilarang membagikan harta wajib pajak bahwa, ”Hak eksekusi kreditor sebagaimana
dalam pailit, pembubaran atau likuidasi dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) dan hak
kepada pemegang saham atau kreditor pihak ketiga untuk menuntut hartanya yang
lainnya sebelum menggunakan harta berada dalam penguasaan debitor pailit atau
tersebut untuk membayar utang wajib kurator, ditangguhkan untuk jangka waktu
pajak tersebut. paling lama 90 (sembilan puluh) hari sejak
tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan”.
Pasal 41 ayat (3) UUKPKPU juga memberikan
Pasal 55 ayat (1) UUKPKPU di satu sisi
perlindungan kepada kreditor piutang pajak
menyatakan bahwa kreditor tersebut dapat
(negara) dalam memperoleh hak mendahulu
melaksanakan haknya seolah-olah tidak terjadi
(previlege) atas utang pajak perusahaan yang
kepailitan, sedangkan di sisi lain menurut Pasal
mengalami kepailitan, yang menyatakan
56 ayat (1) UUKPKPU pelaksanaan hak atau
bahwa, “Dikecualikan dari ketentuan
eksekusi dari kreditor harus menunggu selama
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
jangka waktu stay, yaitu paling lama 90
perbuatan hukum debitor yang wajib
(sembilan puluh) hari sejak debitor dinyatakan
dilakukannya berdasarkan perjanjian dan/atau
pailit. Akibat dari ketidakjelasan tersebut akan
karena undang-undang.” Perbuatan yang wajib
menimbulkan ketidakpastian hukum antara
dilakukan karena undang-undang, misalnya
kreditor piutang pajak (negara) dengan
kewajiban pembayaran pajak.
kreditor pemegang jaminan kebendaan
Selain berhubungan dengan pelunasan utang (kreditor separatis), serta kreditor lainnya
pajak kepada negara, maka kepailitan dalam pelaksanaan hak mendahulu tersebut.
perusahaan juga akan berkaitan dengan
Setelah putusan pailit dijatuhkan, maka debitor
masalah jaminan yang dimiliki oleh kreditor,
pailit kehilangan haknya untuk melakukan
baik berupa jaminan yang bersifat umum
pengurusan dan penguasaan terhadap harta
sebagaimana diatur dalam Pasal 1131 dan 1132
kekayaannya. Seluruh harta kekayaannya akan
KUHPerdata maupun yang bersifat khusus,
menjadi harta pailit (failiten boedel), yang
seperti gadai, hipotik, hak tanggungan atau
pengurusan dan penguasaannya dilakukan
jaminan fidusia. Menurut prinsip hukum
oleh seorang kurator di bawah pengawasan
jaminan, kedudukan kreditor pemegang hak
hakim pengawas. Salah satu tugas dan
jaminan kebendaan tidak terpengaruh oleh
wewenang kurator adalah menjual atau
kepailitan.2 Hal tersebut berarti kreditor
memindahtangankan harta pailit sepanjang
pemegang jaminan kebendaan tersebut dapat
diperlukan untuk menutupi ongkos kepailitan.
melaksanakan hak eksekusinya seolah-olah
Terkadang hasil penjualan harta pailit tidak
tidak terjadi kepailitan, sebagaimana diatur di
mencukupi untuk membayar utang debitor
dalam Pasal 55 ayat (1) UUKPKPU, yang
pailit, termasuk utang pajak. Hanya sebagian
2Pupung Faisal. (2008). Kedudukan Kreditor Pemegang utang pajak yang dapat dibayar, bagaimana
Hak Jaminan Kebendaan Dalam Perkara Kepailitan dengan sisa utang pajak yang belum dilunasi
Berdasarkan UUKPKPU tersedia di dan utang terhadap kreditor-kreditor lainnya
http://resources.unpad.ac.id/unpad- akibat harta pailit tidak mencukupi. Undang-
content/uploads/publikasi_dosen [diakses 2 Mei undang pajak tidak mengatur ketentuan
2013]. mengenai hal tersebut, sehingga pajak itu tetap

Nagari Law Review • Volume 1 Nomor 1, October 2017 35


terutang. Apabila di kemudian hari wajib pajak dalam Alinea Keempat Pembukaan Undang-
dapat mulai berusaha lagi dan memperoleh Undang Dasar 1945, yang berbunyi :
keuntungan, maka wajib pajak diberi
“….. membentuk suatu pemerintah
kesempatan untuk melunasi pajaknya yang
negara Indonesia yang melindungi
masih tersisa.3
segenap bangsa Indonesia dan seluruh
Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik tumpah darah Indonesia dan untuk
untuk melakukan penelitian yang dituangkan memajukan kesejahteraan umum,
dalam tulisan dengan judul “Kedudukan mencerdaskan kehidupan bangsa dan
Negara Sebagai Kreditor Piutang Pajak Dalam ikut dalam melaksanakan ketertiban
Hal Terjadinya Kepailitan Perseroan dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
Dihubungkan Dengan Hak Jaminan perdamaian abadi dan keadilan sosial,
Kebendaan”. Tulisan ini lebih menitikberatkan …..“
kepada kedudukan negara sebagai kreditor
Oleh karena itu pembuat undang-undang
piutang pajak dibandingkan dengan kreditor
dalam menyusun undang-undang harus
pemegang jaminan kebendaan serta kreditor
mengusahakan agar tercapainya keadilan
lainnya dalam hal terjadinya kepailitan
dalam pemungutan pajak. Pajak yang dipungut
perseroan serta penyelesaian pembagian harta
berdasarkan undang-undang tersebut juga
pailit apabila tidak mencukupi untuk
harus menjamin adanya kepastian hukum, baik
membayar pajak.
bagi fiskus sebagai pengumpul pajak maupun
wajib pajak sebagai pembayar pajak.
2. Negara Sebagai Salah Satu Kreditor Dalam
Seorang kreditor dalam memberikan pinjaman
Kepailitan Yang Memiliki Hak Mendahulu
pasti tidak akan sembarangan percaya begitu
Pasal 23 A Undang-Undang Dasar 1945 saja kepada debitor yang akan berutang.
menyatakan bahwa, “Pajak dan pungutan lain Seorang kreditor memerlukan kepastian
yang bersifat memaksa untuk keperluan negara hukum dalam pengembalian dana yang telah
diatur dengan undang-undang.” Pajak harus dikeluarkannya untuk debitor tersebut, apalagi
diatur dengan undang-undang karena pajak jika debitor dijatuhi putusan pailit oleh
adalah peralihan hak kekayaan dari sektor pengadilan. Putusan pailit yang dijatuhkan
rakyat ke sektor pemerintah untuk membiayai oleh Pengadilan Niaga terhadap debitor
pengeluaran negara, sehingga tidak dapat membawa konsekuensi bahwa seluruh harta
ditunjuk kontraprestasi secara langsung kekayaan debitor pailit akan berada di bawah
terhadap individu. Pajak sebagai salah satu sita umum dan kewenangan pengurusannya
sumber penerimaan negara digunakan untuk beralih kepada kurator. Hubungan hukum
membiayai pengeluaran-pengeluaran rutin berupa utang pajak yang harus dilunasi oleh
negara dan untuk pembangunan nasional, debitor pailit kepada negara dijamin dalam
mengakibatkan negara pemungut pajak UUKUP.
haruslah mengutamakan kesejahteraan umum.
Pasal 21 ayat (1) dan (3) UUKUP dan Pasal 41
Negara dapat saja membebani rakyatnya
ayat (3) UUKPKPU menetapkan kedudukan
dengan segala macam pajak, namun hal itu
negara sebagai kreditor preferen yang
tidaklah adil jika pengorbanan masyarakat
mempunyai hak mendahulu (previlege) atas
tidak disertai dengan kesejahteraan.4
barang-barang milik debitor pailit yang akan
Hal tersebut sesuai dengan tujuan dilelang di muka umum. Pembayaran kepada
pembentukan negara Republik Indonesia kreditor lain diselesaikan setelah utang pajak
dilunasi. Namun, Pasal 21 ayat (4) UUKUP
3 Rochmat Soemitro dan Dewi Kania Sugiharti. memberikan kemungkinan hilangnya hak
(2004). Asas dan Dasar Perpajakan I. Bandung: Eresco, mendahulu negara untuk menagih utang pajak
h. 14.
4 Sindian Isa Djajadiningrat. (1965). Hukum Pajak dan
perusahaan sebagai kreditor preferen apabila
Keadilan. Bandung: Eresco, h. 6-7.
hak tersebut tidak digunakan dalam jangka
waktu 5 (lima) tahun, sehingga kedudukan

36 Nagari Law Review • Volume 1 Nomor 1, October 2017


negara akan berubah menjadi kreditor perjanjian atau undang-undang dan yang
konkuren yang bersaing dengan sesama wajib dipenuhi oleh debitor dan bila tidak
kreditor lainnya dalam memperoleh pelunasan dipenuhi memberi hak kepada kreditor
utang. untuk mendapat pemenuhannya dari
harta kekayaan debitor.”
Utang yang dimiliki kreditor dalam hukum
perdata juga mengenal masa daluwarsa untuk Utang menurut Sutan Remy Sjahdeini memiliki
ditagih pemenuhan kewajibannya, yaitu setelah 2 (dua) pendirian, yaitu pendirian yang
lewat dari 30 (tiga puluh) tahun. Setelah waktu menganut utang dalam arti sempit yang timbul
daluwarsa tersebut lewat menyebabkan dari perjanjian utang piutang saja dan
hapusya perikatan antara debitor dan kreditor. pendirian yang menganut utang dalam arti luas
Hal ini dinyatakan dalam Pasal yang timbul karena perikatan apapun juga,
1967 KUHPerdata, bahwa : baik yang timbul karena perjanjian utang
piutang atau perjanjian lainnya maupun yang
“Segala tuntutan hukum, baik yang
timbul karena undang-undang.5 Selain itu juga
bersifat kebendaan maupun yang bersifat
utang yang dijadikan dasar untuk mengajukan
perseorangan, hapus karena
kepailitan harus memenuhi unsur sebagai
daluwarsa dengan lewatnya waktu tiga
berikut :6
puluh tahun tahun, sedangkan siapa yang
menunjukkan akan adanya daluwarsa itu 1. Utang tersebut telah jatuh tempo;
tidak usah mempertunjukkan suatu atas 2. Utang tersebut dapat ditagih; dan
hak, lagi pula tak dapatlah dimajukan 3. Utang tersebut tidak dibayar lunas.
terhadapnya sesuatu tangkisan yang
Utang pajak merupakan suatu perikatan
didasarkan kepada itikadnya yang buruk.”
(verbintenis), karena perikatan menurut Pasal
UUKPKPU dan UUKUP memberikan 1233 KUHPerdata bersumber dari perjanjian
kedudukan mendahulu kepada pajak sebagai dan undang-undang. Pajak ditinjau dari segi
kewajiban yang harus didahulukan oleh hukum menurut Rochmat Soemitro adalah
debitor pailit dibandingkan dengan kreditor- perikatan yang timbul karena undang-undang
kreditor separatis, preferen dan konkuren. yang mewajibkan seseorang yang memenuhi
Namun, di sisi lain hal ini bertentangan dengan syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-
kedudukan kreditor pemegang hak jaminan undang (tatbestand) untuk membayar sejumlah
kebendaan karena hak kreditor jaminan uang kepada (kas) negara yang dapat
kebendaan telah dijamin oleh UUKPKPU untuk dipaksakan, tanpa mendapatkan suatu imbalan
dapat melaksanakan hak eksekusi atas harta yang secara langsung dapat ditunjuk, yang
debitor pailit seolah-olah tidak terjadi digunakan untuk membiayai pengeluaran-
kepailitan yang diatur dalam Pasal 55 ayat (1) pengeluaran negara (rutin dan pembangunan)
UUKPKPU. Berdasarkan ketentuan Pasal 56 dan yang digunakan sebagai alat (pendorong-
ayat (1) UUKPKPU, kreditor pemegang hak penghambat) untuk mencapai tujuan di luar
jaminan kebendaan tidak dapat langsung bidang keuangan.7
mengeksekusi haknya, tetapi harus
Rochmat Soemitro8 mengatakan utang dalam
ditangguhkan pelaksanaannya dalam jangka
hukum perdata diartikan sebagai perikatan
waktu 90 (sembilan puluh) hari sejak putusan
pailit ditetapkan. 5 Sutan Remy Sjahdeini. (2009). Hukum Kepailitan,
Utang menurut Pasal 1 angka 6 UUKPKPU Memahami Undang-Undang No. 37 Tahun 2004
Tentang Kepailitan. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti,
adalah :
h.115.
“Kewajiban yang dinyatakan atau dapat 6 Isis Ikhwansyah, (et.al.). (2012). Hukum Kepailitan

dinyatakan dalam jumlah uang baik Analisis Hukum Perselisihan & Hukum Keluarga serta
dalam mata uang Indonesia maupun Harta Benda Perkawinan. Bandung: Keni Media, h. 25.
7 Rochmat Soemitro. (1988). Pengantar Singkat
mata uang asing, baik secara langsung
Hukum Pajak, Bandung: Eresco, h. 12.
maupun yang akan timbul di kemudian 8 Ibid.
hari atau kontingen, yang timbul karena

Nagari Law Review • Volume 1 Nomor 1, October 2017 37


yang mengandung kewajiban bagi salah satu berdasarkan perikatan yang lahir dari
pihak (baik perseorangan maupun badan hubungan hukum di antara para pihak dalam
sebagai subjek hukum) untuk melakukan suatu perikatan tersebut. Jadi, setiap pihak yang
(prestasi) atau tidak melakukan sesuatu, yang memiliki kewajiban juga demi hukum
menjadi pihak lainnya. Artinya adalah apabila bertanggung jawab dengan seluruh harta
pihak yang wajib tidak melakukan sesuatu, kekayaannya atas pemenuhan kewajibannya
tetapi melakukan hal itu, maka akan terjadi tersebut kepada kreditor, sebagaimana yang
suatu contract break sehingga pihak yang terdapat dalam Pasal 1131 KUHPerdata.
dirugikan dapat melakukan penuntutan
Kepailitan sebenarnya merupakan suatu
kepadanya di pengadilan. Rochmat Soemitro9
lembaga hukum perdata sebagai realisasi dari
juga mengemukakan utang pajak adalah utang
dua asas pokok dalam hukum perdata yang
yang timbul secara khusus, karena negara
tercantum dalam Pasal 1131 dan Pasal 1132
(kreditor) terikat dan tidak dapat memilih
KUHPerdata.11 Prinsip paritas creditorium yang
secara bebas siapa yang akan dijadikan
dianut dalam sistem hukum perdata Indonesia
debitornya, seperti dalam hukum perdata. Hal
termuat dalam Pasal 1131 KUHPerdata
ini terjadi karena utang pajak lahir karena
menyatakan bahwa segala kebendaan si
undang-undang.
berutang, baik yang bergerak maupun yang
Utang haruslah lahir dari perikatan alamiah tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun
yang di dalamnya terdapat dua unsur, yaitu yang baru akan ada di kemudian hari, menjadi
schuld dan haftung. Schuld berhubungan dengan tanggungan untuk segala perikatan
persoalan tanggung jawab atas pelaksanaan perseorangan. Prinsip paritas creditorium
prestasi oleh pihak yang berkewajiban. Siapa tersebut menentukan bahwa para kreditor
yang berkewajiban untuk melaksanakan mempunyai hak yang sama terhadap semua
prestasi tanpa mempersoalkan apakah harta benda debitor. Apabila debitor tidak
pemenuhan kewajiban tersebut dapat dituntut dapat membayar utang-utangnya, maka harta
oleh pihak terhadap siapa kewajiban tersebut kekayaan debitor menjadi sasaran kreditor.
wajib dipenuhi (kreditor). Haftung berkaitan Filosofi dari prinsip paritas creditorium adalah
dengan pertangggungjawaban pemenuhan bahwa merupakan suatu ketidakadilan jika
kewajiban tanpa memperhatikan pihak yang debitor masih memiliki harta benda sementara
berkewajiban untuk memenuhinya. Dengan utang debitor terhadap para kreditornya tidak
demikian, schuld berbicara soal kewajiban dari terbayarkan. Hukum memberikan jaminan
debitor untuk memenuhi kewajibannya, haftung umum bahwa harta kekayaan debitor demi
berbicara soal ada tidaknya harta kekayaan hukum menjadi jaminan terhadap utang-
debitor yang dapat dipertanggungjawabkan, utangnya.12
yang dapat disita dan dijual oleh kreditor guna Namun demikian, prinsip paritas creditorium
memenuhi kewajiban debitor kepada kreditor.10 jika diterapkan secara letterlijk, maka akan
menimbulkan ketidakadilan. Ketidakadilan
Pemenuhan prestasi yang berhubungan dengan
prinsip paritas creditorium adalah
kedua unsur tersebut dalam perikaan (schuld
menyamaratakan kedudukan para kreditor,
dan haftung) terletak pada salah satu pihak
tidak membedakan kondisi kreditor, baik itu
dalam perikatan, yang disebut debitor. Setiap
kreditor yang mempunyai piutang besar
pihak yang berkewajiban untuk memenuhi
maupun kecil, baik kreditor yang memegang
perikatan, juga dapat dimintakan
jaminan kebendaan maupun kreditor yang
pertanggungjawabannya untuk memenuhi
memiliki hak preferensi yang telah diberikan
kewajiban yang dibebankan kepadanya
oleh undang-undang. Oleh karenanya prinsip
9 Rochmat Soemitro. (1991). Asas dan Dasar paritas creditorium ini harus digandengkan
Perpajakan I, Bandung: Eresco, h. 1.
10 Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja. (2003).
11 Sri Soemarti Hartono. (1981). Pengantar Hukum
Pedoman Menangani Perkara Kepailitan, Jakarta: Kepailitan dan Penundaan Pembayaran, Yogyakarta:
Rajawali Pers, h. 58. Liberti, h. 3.
12 M. Hadi Subhan, Op.cit., h. 28.

38 Nagari Law Review • Volume 1 Nomor 1, October 2017


dengan prinsip pari passu prorate parte dan mempunyai kedudukan yang sama atas
prinsip structured creditors.13 pelunasan utang dari harta debitor tanpa
ada yang didahulukan.
Menurut Kartini Muljadi, prinsip pari passu
2. Kreditor Preferen
prorate parte berarti bahwa harta kekayaan
Kreditor preferen (yang diistimewakan),
tersebut merupakan jaminan bersama untuk
yaitu kreditor yang oleh undang-undang,
para kreditor dan hasilnya harus dibagikan
semata-mata karena sifat piutangnya,
secara proporsional kepada para kreditor
mendapatkan pelunasan terlebih dahulu.17
tersebut, kecuali jika di antara para kreditor itu
Kreditor preferen merupakan kreditor
ada yang menurut undang-undang harus
yang mempunyai hak istimewa, yaitu
didahulukan dalam menerima pembayaran
suatu hak yang oleh undang-undang
tagihannya.14 Prinsip ini menekankan pada
diberikan kepada seorang berpiutang
pembagian harta debitor untuk melunasi
sehingga tingkatnya lebih tinggi daripada
utang-utangnya terhadap kreditor secara lebih
orang berpiutang lainnya, semata-mata
berkeadilan dengan cara yang sesuai dengan
berdasarkan sifat piutangnya (Pasal 1134
proporsinya (ponds-ponds gewijs) dan bukan
KUHPerdata). Piutang-piutang yang
cara yang sama rata, sebagaimana yang
diistimewakan tersebut terdapat dalam
terdapat dalam Pasal 1132 KUHPerdata.
Pasal 1139 dan Pasal 1149 KUHPerdata.
Prinsip structured creditors atau dikenal juga 3. Kreditor separatis
dengan structured prorata15 adalah prinsip yang Kreditor separatis yaitu kreditor pemegang
mengklasifikasikan dan mengelompokkan jaminan kebendaan yang dapat
berbagai macam debitor sesuai dengan mempunyai hak untuk dengan
kelasnya masing-masing. Ada 3 (tiga) macam kewenangan sendiri mengeksekusi objek
kreditor yang dikenal dalam kepailitan yaitu : jaminan kebendaan, tanpa memperoleh
1. Kreditor Konkuren putusan pengadilan, termasuk kreditor
Kreditor konkuren ini diatur dalam Pasal separatis misalnya gadai, hipotik, jaminan
1132 KUHPerdata. Kreditor konkuren fidusia, dan hak tanggungan.18
adalah para kreditor dengan hak pari pasu Penangguhan eksekusi jaminan utang (stay)
dan pro rata, artinya para kreditor secara dalam hukum kepailitan adalah masa-masa
bersama-sama memperoleh pelunasan tertentu ketika kreditor separatis memiliki hak
(tanpa ada yang didahulukan) yang untuk mengeksekusi jaminan utang yang
dihitung berdasarkan pada besarnya berada di tangannya, namun kreditor tersebut
piutang masing-masing dibandingkan tidak dapat melakukannya karena berada
terhadap piutang mereka secara dalam masa tunggu.19 Setelah masa tunggu
keseluruhan, terhadap seluruh harta tersebut lewat kreditor separatis dibenarkan
kekayaan debitor tersebut.16 Dengan untuk mengeksekusi jaminan utangnya.
demikian, para kreditor konkuren
Menurut Pasal 1133 KUHPerdata, seorang
13Ibid.h. 29. kreditor dapat diberikan kedudukan untuk
14 Kartini Muljadi. (2001). Actio Pauliana dan Pokok- didahulukan terhadap para kreditor lain
Pokok tentang Pengadilan Niaga, dalam Rudhy A. apabila tagihan kreditor yang bersangkutan
Lontoh (et.al.), Penyelesaian Utang Piutang Melalui merupakan tagihan yang berupa hak istimewa,
Pailit atau Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, tagihan yang dijamin dengan hak gadai dan
Bandung: Alumni, h. 300. hipotik. Setelah berlakunya Undang-Undang
15 M. Hadi Subhan, Op.cit., h. 32.
Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan
16 Kartini Muljadi, (2005), “Kreditor Preferens dan

Kreditor Separatis Dalam Kepailitan, Undang- 17 Ibid. h. 165.


Undang Kepailitan dan Perkembangannya” 18 Jono. (2008). Hukum Kepailitan, Jakarta: Sinar
Prosiding Rangkaian Lokakarya Terbatas Masalah- Grafika, h. 7.
Masalah Kepailitan dan Wawasan Hukum Bisnis 19 Munir Fuady. (2010). Hukum Pailit dalam Teori dan
Lainnya Tahun 2004, Jakarta, 26-28 Januari 2004, Praktek, Bandung: Citra Aditya Bakti, h. 95.
Jakarta: Pusat Pengkajian Hukum, h. 164.

Nagari Law Review • Volume 1 Nomor 1, October 2017 39


dan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 undang-undang (tatbestand), tidak ada sama
Tentang Jaminan Fidusia, maka selain kreditor sekali perikatan antara negara dan rakyat yang
yang memiliki tagihan yang dijamin dengan melandasi utang pajak. Hak dan kewajiban
hak gadai dan hipotik, terdapat juga kreditor- antara negara dan rakyat tidak sama. Negara
kreditor yang memiliki tagihan yang dijamin dapat memaksakan utang itu untuk dibayar
dengan hak tanggungan dan hak fidusia, yang apabila seorang wajib pajak berutang kepada
juga memiliki kedudukan yang harus negara.
didahulukan terhadap kreditor-kreditor
Utang pajak timbul apabila terpenuhinya
konkuren.
perbuatan-perbuatan, keadaan-keadaan, dan
Hak istimewa dalam Pasal 1134 KUHPerdata peristiwa-peristiwa yang dapat menimbulkan
yaitu suatu hak yang oleh undang-undang utang pajak seperti, pengusaha yang
diberikan kepada seorang kreditor sehingga mengimpor barang mewah atau melakukan
tingkatannya lebih tinggi daripada kreditor penyerahan barang di daerah pabean dalam
lainnya, semata-mata berdasarkan sifat lingkungan perusahaan akan dikenakan atau
piutangnya. Menurut Pasal 1134 KUHPerdata, terutang pajak pertambahan nilai barang dan
jika tidak dengan tegas ditentukan lain oleh jasa dari pajak penjualan barang mewah,
undang-undang, maka kreditor pemegang hak kepemilikan harta bergerak dan harta tak
jaminan harus didahulukan daripada kreditor bergerak dikenakan atau terutang pajak
pemegang hak istimewa untuk memperoleh penghasilan, atau meninggalnya si pewaris,
pelunasan dari hasil penjualan harta kekayaan maka harta warisan yang belum dibagi
debitor yang menurut Pasal 1131 KUHPerdata merupakan subjek pajak penghasilan dan
menjadi agunan atau jaminan bagi utang- dikenakan pajak.
utangnya. Hak istimewa (piutang yang
Utang pajak perusahaan selalu timbul setiap
diistimewakan) yang oleh undang-undang
tahun pajak, dan meskipun putusan pailit
harus didahulukan daripada piutang atas
dijatuhkan sesaat setelah perusahaan tersebut
tagihan yang dijaminkan dengan hak jaminan
membayar pajak, belum menjamin bahwa
antara lain hak istimewa yang dimaksudkan
semua utang-utang pajaknya telah lunas karena
dalam Pasal 1137 KUHPerdata dan Pasal 21
masih perlu pemeriksaan pajak terlebih dahulu
ayat (1) dan ayat (3a) UUKUP yaitu tagihan
untuk memastikan jumlah utang pajak
pajak, bea, dan biaya kantor lelang, Pasal 1139
perusahaan yang sebenarnya.20 Utang pajak
ayat (1) KUHPerdata yaitu biaya perkara yang
perusahaan timbul apabila telah terpenuhinya
semata-mata disebabkan karena suatu
keadaan, peristiwa, atau perbuatan yang
penghukuman untuk melelang suatu benda
memenuhi syarat untuk dikenakan pajak sesuai
bergerak atau tidak bergerak, Pasal 1149 ayat
dengan undang-undang pajak yang berlaku.
(1) KUHPerdata yaitu biaya-biaya perkara yang
Setiap perusahaan wajib membayar pajak yang
semata-mata disebabkan karena pelelangan
terutang berdasarkan ketentuan perundang-
dan penyelesaian suatu warisan, dan imbalan
undangan perpajakan. Meskipun belum ada
kurator sebagaimana dimaksud dalam
ketetapan dari pihak pemungut pajak (fiskus)
UUKPKPU.
berupa surat ketetapan pajak, namun bukan
Negara sebagai subjek hukum merupakan berarti apabila belum ada surat ketetapan
badan hukum publik yang memiliki hak dan
20Anton Suharyanto. (2013). Implementasi Undang-
kewajiban juga memiliki utang-piutang. Salah
satunya adalah utang pajak dari perusahaan- Undang Kepailitan dan Implikasinya Terhadap Piutang
Negara Workshop Bantuan Hukum Direktorat
perusahaan yang mengalami kepailitan. Utang
Peraturan dan Penerimaan Kepabeanan dan Cukai
dilihat dari penyebab timbulnya utang terbagi
Kantor Pusat DJBC bekerjasama dengan Pusdiklat
menjadi utang dalam hukum perdata dan Bea dan Cukai BPPK 27 s/d 29 Juni 2013, tersedia di
utang pajak. Timbulnya utang dalam hukum http://www.bppk.depkeu.go.id/bdpommagelang/
perdata disebabkan adanya perikatan yang index.php/pojok-sentir/225-implementasi-undang-
dikuasai oleh hukum perdata, sedangkan undang-kepailitan-dan-implikasinya-terhadap-
timbulnya utang pajak disebabkan karena piutang-negara [Diakses 15 Oktober 2017).

40 Nagari Law Review • Volume 1 Nomor 1, October 2017


pajak, maka belum ada utang pajak. Sepanjang Namun setelah perusahaan dinyatakan pailit,
fakta bahwa perusahaan telah memenuhi negara melalui juru sita tidak dapat melakukan
syarat kena pajak sesuai dengan ketentuan penyitaan terhadap harta kekayaan perusahaan
undang-undang perpajakan, maka utang pajak pailit karena dengan dijatuhinya putusan pailit
telah timbul dan perusahaan harus membayar maka seluruh harta kekayaan debitor pailit
pajak terutang tersebut sesuai dengan batas berada di bawah sitaan umum pengadilan.
waktu pembayaran pajak yang telah Penyitaan tidak dapat dilakukan terhadap
ditentukan. barang-barang yang telah disita oleh
Pengadilan Negeri atau instansi lain yang
Utang dalam kepailitan timbul karena adanya
berwenang, termasuk perusahaan yang telah
undang-undang, begitu juga dengan utang
dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga. Juru
pajak timbul karena telah diatur dalam
sita hanya boleh menyampaikan salinan surat
undang-undang perpajakan, sehingga makna
paksa kepada Pengadilan atau kurator atau
utang dalam kepailitan juga mencakup utang
Balai Harta Peninggalan untuk menentukan
pajak yang timbul dari undang-undang.
pembagian hasil penjualan harta pailit
Apabila utang pajak telah jatuh tempo tanggal
berdasarkan ketentuan hak mendahulu yang
pembayarannya tetapi tidak dibayar tepat
dimiliki negara sebagai kreditor preferen.
waktu maka akan diterbitkan surat tagihan
pajak atau surat ketetapan pajak beserta sanksi Cara lain yang dapat dilakukan oleh juru sita
administrasi berupa denda, bunga, atau pajak yaitu melakukan tindakan penagihan
kenaikan, yang mengakibatkan bertambahnya seketika dan sekaligus. Penagihan seketika dan
jumlah pajak yang harus dibayar. Kemudian, sekaligus merupakan tindakan penagihan pajak
apabila utang pajak tersebut telah sampai pada yang dilaksanakan oleh juru sita pajak kepada
tanggal jatuh tempo dan wajib pajak tidak wajib pajak tanpa menunggu tanggal jatuh
melakukan pembayaran maka pihak pemungut tempo pembayaran yang meliputi seluruh
pajak melalui juru sitanya dapat melakukan utang pajak dari semua jenis pajak, masa pajak,
tindakan penagihan dengan surat paksa. dan tahun pajak. Penagihan pajak seketika dan
sekaligus ini dilakukan apabila terdapat tanda-
Adakalanya pada waktu perusahaan
tanda bahwa penanggung pajak akan
dinyatakan pailit ternyata masih ada utang
membubarkan badan usahanya atau berniat
pajak perusahaan yang masih belum diperiksa,
untuk itu, badan usaha akan dibubarkan oleh
yang nantinya utang pajak ini akan diperiksa
negara, atau terjadi penyitaan atas barang
setelah putusan pailit dijatuhkan, yakni pada
penanggung pajak oleh pihak ketiga atau
masa pemberesan oleh kurator, tetapi dengan
terdapat tanda-tanda kepailitan.21
syarat belum melewati masa daluwarsa.
Kedudukan utang pajak sebelum perusahaan Adanya hak mendahulu yang dimiliki negara
dinyatakan pailit berbeda dengan kedudukan berarti negara diberikan kedudukan sebagai
utang pajak setelah perusahaan dinyatakan kreditor preferen yang mempunyai hak
pailit. Pada dasarnya, sebelum perusahaan mendahulu atas barang-barang milik wajib
dinyatakan pailit, negara yang dalam hal ini pajak yang akan dilelang di muka umum.
diwakili oleh Direktorat Jenderal Pajak melalui Setelah utang pajak dilunasi kepada negara,
juru sita memiliki hak untuk melakukan barulah dilakukan pelunasan kepada kreditor-
penyitaan terhadap harta kekayaan wajib kreditor lainnya. Maksudnya adalah untuk
pajak. Penyitaan dilakukan sebagai tindak memberikan kesempatan kepada negara untuk
lanjut dari penerbitan surat paksa, apabila mendapatkan pelunasan utang lebih dahulu
wajib pajak belum juga melunasi utang daripada kreditor lain atas hasil pelelangan
pajaknya sesuai dengan ketentuan Undang- barang-barang milik debitor pailit untuk
Undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. menutupi atau melunasi utang pajaknya.
Penyitaan dilakukan dengan mendahulukan
barang bergerak, namun dalam keadaan 21Gunawan Widjaja. (2009). Resiko Hukum dan Bisnis
tertentu penyitaan dapat dilakukan langsung Perusahaan Pailit. Jakarta: Forum Sahabat, h. 78.
terhadap barang tidak bergerak.

Nagari Law Review • Volume 1 Nomor 1, October 2017 41


Kedudukan negara sebagai pemegang piutang dibarengi dengan peningkatan kesejahteraan
pajak seringkali dihadapkan pada hal-hal yang rakyat banyak.
saling bertentangan. Di satu pihak, negara
Utang pajak mempunyai kedudukan yang
sebagai pemegang piutang pajak mempunyai
sangat penting sehingga kedudukannya tidak
kewenangan penuh terhadap pendapatan yang
dapat dihapuskan begitu saja, termasuk dalam
diperoleh dari pajak, sehingga diberikan hak
keadaan pailit perusahaan. Kedudukannya
mendahulu atas pelunasan piutang pajak. Di
yang sangat penting inilah yang
lain pihak, KUHPerdata dan Undang-undang
mengakibatkan pajak harus didahulukan atau
Kepailitan memberikan kedudukan mendahulu
diutamakan dibandingkan dengan kreditor-
terhadap pemegang hak jaminan kebendaan
kreditor lainnya. Namun, terkadang dapat saja
yang menempatkannya pada posisi sebagai
terjadi kemungkinan bahwa hasil penjualan
kreditor separatis sehingga berhak untuk
harta pailit tidak mencukupi untuk melunasi
melakukan eksekusi terhadap harta debitor
utangnya. Misalnya, debitor pailit mempunyai
pailit. Hal ini berarti kreditor separatis
harta pailit sejumlah Rp 70 milyar, sedangkan
mempunyai kedudukan yang lebih tinggi
utang yang dimilikinya terhadap beberapa
daripada hak-hak istimewa yang lain.
kreditor sejumlah Rp 100 milyar, antara lain
Hak mendahulu tagihan pajak melebihi hak utang pajak (kreditor preferen) sejumlah Rp 30
mendahulu kreditor separatis, seperti gadai, milyar, kreditor separatis sejumlah Rp 50
hipotik, hak tanggungan, dan jaminan fidusia. milyar, dan kreditor konkuren sejumlah Rp 20
Hal tersebut selain diatur di dalam Undang- milyar.
Undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa
Apabila dari keseluruhan utang-utang tersebut,
juga terdapat dalam Penjelasan Umum butir 4
debitor pailit hanya mampu melunasi sebagian
Undang-Undang Hak Tanggungan. Ini berarti
utangnya saja, dikarenakan harta pailit yang
tagihan pajak merupakan hak istimewa yang
tidak mencukupi, maka siapakah yang berhak
harus didahulukan pelunasannya daripada
memperoleh pelunasan piutang terlebih
kreditor separatis yang tagihannya dijamin
dahulu. Sebagaimana diketahui, hak
dengan hak jaminan kebendaan, sehingga
mendahulu yang dimiliki oleh negara akan
menetapkan negara sebagai kreditor preferen
hilang setelah lampau 5 (lima) tahun sejak
yang dinyatakan mempunyai hak mendahulu
tanggal diterbitkannya surat tagihan pajak,
atas barang-barang milik wajib pajak untuk
surat keputusan pajak kurang bayar, surat
menutupi atau melunasi utang pajaknya.
keputusan pajak kurang bayar tambahan, dan
Hak istimewa atas tagihan pajak yang dimiliki surat keputusan pembetulan, surat keputusan
oleh negara didasarkan pada bahwa seorang keberatan, dan putusan banding, yang
debitor bertanggung jawab penuh terhadap menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar
segala utang-utangnya dengan seluruh harta bertambah. Jangka waktu 5 (lima) tahun
kekayaan yang dimilikinya. Negara memiliki tersebut dihitung sejak surat paksa untuk
hak mendahulu (preferensi) atas tagihan pajak membayar itu diberitahukan secara resmi atau
melebihi kreditor-kreditor lainnya karena pajak diberikan penundaan pembayaran. Apabila
yang dikenakan negara kepada rakyatnya terjadi keadaan demikian, maka
adalah demi kepentingan umum. Dalam negara konsekuensinya negara tidak lagi menjadi
modern, tiap-tiap pemungutan pajak kreditor preferen yang memiliki hak
membawa kewajiban untuk meningkatkan mendahulu. Negara akan kehilangan hak
kesejahteraan umum. Negara memungut pajak mendahulunya apabila dalam waktu 5 (lima)
membawa konsekuensi bahwa negara mutlak tahun, negara tidak menggunakan hak
harus berusaha meninggikan kesejahteraan mendahulunya tersebut sehingga kedudukan
masyarakat. Negara dapat saja membebani negara akan berubah menjadi kreditor
rakyatnya berbagai macam pajak yang konkuren.
memberatkan untuk satu dua tahun tanpa
2.1. Kedudukan Negara Dibandingkan
adanya reaksi apapun, akan tetapi tidaklah dengan Kreditor Pemegang Jaminan
adil, jika pengorbanan rakyat itu tidak

42 Nagari Law Review • Volume 1 Nomor 1, October 2017


Kebendaan dan Kreditor Lainnya Dalam dalam lapangan hukum keperdataan
Hal Terjadinya Kepailitan khususnya di bidang hukum harta kekayaan
Sebuah perusahaan pada umumnya memiliki selalu akan membawa akibat terhadap harta
utang kepada dua kreditor atau lebih. Adanya kekayaannya, baik yang bersifat menambah
ketentuan dua kreditor atau lebih karena tujuan jumlah harta kekayaannya, maupun yang
atau maksud dari kepailitan adalah untuk nantinya akan mengurangi jumlah harta
mempergunakan harta debitor yang kekayaannya. Harta kekayaan yang dimiliki
diperkirakan sudah tidak cukup lagi untuk oleh debitor akan selalu berada dalam keadaan
membayar seluruh utang-utang debitor secara yang dinamis dan selalu berubah-ubah dari
adil merata dan berimbang di bawah masa ke masa sehingga setiap perjanjian yang
pengawasan hakim pengawas. Pengertian dibuat maupun perikatan yang terjadi dapat
adanya dua kreditor atau lebih dalam hal ini mengakibatkan harta kekayaan debitor
menjadi penting karena tanpa adanya kreditor bertambah atau berkurang. Akan tetapi, jika
lain, maka aset dan harta kekayaan debitor ternyata dalam hubungan hukum harta
akan berada dalam penguasaan satu kreditor kekayaan tersebut, debitor memiliki lebih dari
saja. Keberadaan dua atau lebih dua orang satu kewajiban yang harus dipenuhi terhadap
kreditor ini dikenal dengan sebutan syarat lebih dari satu kreditor yang berhak atas
concorsus creditorium.22 pemenuhan kewajiban tersebut, maka akan
Salah satu diantaranya berupa utang pajak berlaku ketentuan asas pari passu prorate parte
kepada negara, dalam hal ini diwakili oleh yang termuat dalam Pasal 1132 KUHPerdata.
Direktorat Jenderal Pajak atau Kantor Pasal 1132 KUHPerdata tersebut
Pelayanan Pajak setempat. Utang pajak mengisyaratkan bahwa setiap kreditor
perusahaan timbul setiap tahun pajak dan memiliki kedudukan yang sama terhadap
meskipun putusan pailit dijatuhkan sesaat kreditor lainnya, kecuali ditentukan lain oleh
setelah perusahaan tersebut membayar pajak, undang-undang karena memiliki alasan-alasan
belum menjamin bahwa semua utang pajaknya yang sah untuk didahulukan daripada
telah lunas karena masih perlu pemeriksaan kreditor-kreditor lainnya. Dengan adanya
pajak terlebih dahulu untuk memastikan kalimat dalam Pasal 1132 KUHPerdata yang
jumlah utang pajak perusahaan sebenarnya, berbunyi, “kecuali apabila di antara para
yang mungkin akan terungkap setelah adanya kreditor itu terdapat alasan yang sah untuk
pemberesan oleh kurator. didahulukan daripada kreditor lainnya”, maka
Kedudukan para kreditor berawal dari terhadap kreditor-kreditor tertentu diberi
ketentuan Pasal 1131 dan 1132 KUHPerdata kedudukan hukum lebih tinggi daripada
yang mengatur tanggung jawab debitor untuk kreditor lainnya.
melunasi utang-utangnya. Kedua pasal tersebut Asas paritas creditorium mengandung makna
memberikan kepastian kepada kreditor bahwa bahwa semua kekayaan debitor baik yang
debitor akan melunasi kewajibannya dengan berupa barang bergerak ataupun barang tidak
jaminan seluruh harta kekayaan debitor dan bergerak maupun harta yang sekarang yang
dibagikan secara seimbang sesuai dengan telah dipunyai debitor dan barang-barang di
besarnya utang masing-masing kreditor, kemudian hari akan dimiliki debitor, terikat
kecuali jika di antara para kreditor ada alasan- kepada pelunasan kewajiban debitor.
alasan yang sah menurut undang-undang Berdasarkan asas paritas creditorium,
untuk didahulukan. kedudukan para kreditor adalah sama, baik itu
Pasal 1131 KUHPerdata menunjukkan bahwa kreditor utang pajak (preferen), kreditor
setiap tindakan yang dilakukan oleh debitor pemegang jaminan kebendaan (separatis), dan
kreditor konkuren. Semua kreditor tersebut
22Victorianus M. H. Randa Puang. (2012). Penerapan nantinya akan memperoleh hak yang sama atas
Asas Pembuktian Sederhana dalam Penjatuhan Putusan hasil eksekusi harta pailit sesuai dengan
Pailit. Bandung: PT Sarana Tutorial Nurani kedudukan dan besarnya tagihan mereka
Sejahtera, h. 49. masing-masing.

Nagari Law Review • Volume 1 Nomor 1, October 2017 43


Namun demikian, asas paritas creditorium ini kreditor separatis karena tidak dapat menolak
seolah-olah tidak adil karena menyamaratakan penyitaan tersebut dengan alasan apapun.
kedudukan para kreditor, tanpa
Hal tersebut dibenarkan oleh Kurator
mempertimbangkan hak istimewa yang
Muhammad Ismak (Kantor Ismak Advocaten,
dimiliki oleh masing-masing kreditor.
Jalan Tebet Barat IX No. 7b Jakarta Selatan),
Ketidakadilan itu terlihat apabila seorang
mengapa seseorang menjadi istimewa atau
kreditor yang memiliki piutang sebesar satu
undang-undang memberikan keistimewaan
milyar rupiah diperlakukan dalam posisi yang
kepada satu pihak tertentu untuk didahulukan,
sama dengan kreditor yang memiliki piutang
sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1132
satu juta rupiah. Bahkan kreditor yang dijamin
KUHPerdata, bahwa adanya pembagian yang
dengan hak jaminan kebendaan juga
didahulukan karena diatur oleh undang-
diperlakukan sama dengan kreditor yang sama
undang. Undang-undang memberikan
sekali tidak memegang hak istimewa apapun.
keistimewaan kepada satu pihak tertentu untuk
Oleh karena itu, dalam pelaksanaannya asas
didahulukan, bukan karena undang-undang
paritas creditorium ini harus dilaksanakan
tidak adil dalam memperlakukan kreditor-
bersamaan dengan asas pari passu prorata parte
kreditor tetapi karena ada dasar filosofisnya,
yang memberikan pengecualian terhadap
terutama pajak.
golongan kreditor yang memegang hak
jaminan kebendaan dan golongan kreditor Penulis berpendapat bahwa apabila ditinjau
yang haknya didahulukan berdasarkan dari asas pemungutan pajak yakni asas falsafah
undang-undang kepailitan dan peraturan Pancasila yang tercermin dalam Pasal 23 A
perundang-undangan lainnya. Alasan-alasan Undang-Undang Dasar 1945, pajak sebagai
untuk didahulukan terhadap kreditor lain salah satu sumber penerimaan negara
tersebut dalam pajak dimungkinkan apabila digunakan untuk membiayai pengeluaran-
tagihan kreditor merupakan tagihan hak pengeluaran rutin negara dan untuk
istimewa (previlege) dan tagihan yang dijamin pembangunan nasional sehingga negara
dengan hak jaminan kebendaan. pemungut pajak haruslah mengutamakan
kesejahteraan umum. Hal ini sejalan dengan
Buruh atau karyawan perusahaan pailit dan
tujuan yang ingin dicapai oleh pemerintah
utang pajak secara jelas dinyatakan dalam
sebagaimana yang terdapat dalam konsideran
undang-undang sebagai kreditor preferen.
menimbang dari Undang-Undang Pajak
Kreditor preferen mendapatkan prioritas untuk
Nasional dan juga tujuan pembentukan negara
menerima terlebih dahulu pelunasan utang-
Indonesia. Oleh karena itu, pembayaran pajak
utangnya dari hasil penjualan harta debitor
harus didahulukan daripada kreditor-kreditor
pailit. Meskipun sama-sama berkedudukan
yang lain, karena pajak merupakan salah satu
sebagai kreditor preferen, pada kenyataannya
sumber penerimaan negara yang akan
pajak tetap lebih didahulukan daripada buruh
digunakan untuk kepentingan umum demi
karena Pasal 21 ayat (1) dan (3a) UUKUP telah
mewujudkan kesejahteraan rakyat, seperti
menetapkan kedudukan negara sebagai
membiayai program pembangunan nasional,
kreditor preferen yang memiliki hak
pembangunan sekolah-sekolah, jembatan-
mendahulu atas barang-barang milik debitor
jembatan, rumah sakit dan infrastruktur
yang akan dilelang di muka umum.
lainnya sehingga tercipta perekonomian yang
Bahkan, pajak lebih diutamakan daripada kuat dan kemakmuran rakyat banyak.
kreditor separatis. Adanya pengaturan tersebut
Kreditor separatis mempunyai kedudukan
dalam peraturan perundang-undangan
khusus sebagai pemegang hak jaminan
mengakibatkan utang pajak lebih diutamakan
kebendaan dalam Pasal 55 ayat (1) UUKPKPU
daripada utang debitor yang dijaminkan
yang tidak terpengaruh oleh kepailitan
dengan jaminan kebendaan, sehingga setiap
sehingga dapat mengeksekusi haknya seolah-
saat harta debitor yang dijadikan jaminan
olah tidak terjadi kepailitan. Kreditor separatis
utang-utangnya dapat saja disita oleh juru sita
dapat mengeksekusi haknya atas jaminan
pajak. Hal tersebut tentu saja dapat merugikan

44 Nagari Law Review • Volume 1 Nomor 1, October 2017


kebendaan terlebih dahulu, kecuali uang tunai, rupiah. Negara tidak bisa mengambil
dibandingkan dengan kreditor lainnya pelunasan seluruh utang pajak dan utang pajak
disebabkan karena harta debitor yang dibebani yang dilunasi hanya utang pajak yang masih
dengan jaminan kebendaan, yang berada di berada pada tahun tagih atau tahun aktif.
bawah penguasaan kreditor separatis bukan Apabila harta pailit tidak mencukupi untuk
termasuk dalam harta pailit. membayar seluruh utang-utang debitor
termasuk utang pajak, maka pelunasannya
Pasal 56 ayat (1) UUKPKPU memberikan hak
akan dibagikan berdasarkan asas pari pasu pro
kepada kurator untuk menangguhkan
rate parte dan asas paritas creditorium.
pelaksanaan eksekusi (stay) dalam jangka
Maksudnya pembagiannya dihitung secara
waktu 90 (sembilan puluh hari) terhitung sejak
proporsional berdasarkan pada besarnya
putusan pernyataan pailit diucapkan. Maksud
piutang masing-masing dibandingkan terhadap
penangguhan ini bertujuan untuk
piutang mereka secara keseluruhan, terhadap
memperbesar kemungkinan tercapainya
seluruh harta kekayaan debitor tersebut.
perdamaian atau untuk memperbesar
kemungkinan mengoptimalkan harta pailit UUKPKPU secara tegas menyatakan bahwa
atau untuk memungkinkan kurator pernyataan kepailitan tidak menghilangkan
melaksanakan tugasnya secara optimal. pelaksanaan hak preferen yang diberikan oleh
Maksudnya, dalam praktik seringkali para undang-undang dalam ketentuan Pasal 56 ayat
pemegang hak jaminan kebendaan menjual (2) menentukan bahwa jika hak atas penagihan
benda jaminan dengan harga jual di bawah yang mereka miliki adalah suatu piutang-
harga pasar demi memenuhi kepentingan piutang yang wajib dicocokkan menurut
kreditor pemegang jaminan saja. Apabila ketentuan Pasal 126 dan 127 UUKPKPU, maka
ditangguhkan selama 90 (sembilan puluh) hari eksekusi lainnya dapat dijalankan apabila
memberikan kesempatan kepada kurator untuk tagihan atau piutang telah dicocokkan, dan
memperoleh harga yang layak bahkan harga eksekusi tersebut hanya dapat dipergunakan
terbaik. Penangguhan pelaksanaan eksekusi untuk mengambil pelunasan dari jumlah yang
secara hukum dapat berakhir karena terjadinya diakui (dari pencocokan) atas penagihan atau
perdamaian yang menyebabkan berakhirnya piutang tersebut.
kepailitan atau dimulainya keadaan insolvensi.
Pasal 59 ayat (1) UUKPKPU membatasi
Pasal 56 ayat (1) UUKPKPU tersebut terkesan pelaksanaan eksekusi dalam jangka waktu 2
tidak konsisten dengan ketentuan Pasal 55 ayat (dua) bulan sejak dimulainya insolvensi.
(1) yang mengakui hak mendahulu dari Artinya kreditor separatis tersebut setelah
kreditor preferen. Pasal 56 ayat (1) UUKPKPU biaya lelang dan pajak penjualan objek jaminan
justru mengingkari hak separatis karena dibayar, berhak untuk mengambil pelunasan
menentukan bahwa barang yang dibebani piutangnya dari hasil lelang atau penjualan
dengan hak jaminan kebendaan termasuk ke tersebut kemudian menyerahkan sisanya
dalam harta pailit. Kurator dapat kepada kurator, tetapi tidak ada kewajiban
menggunakan harta pailit berupa benda tidak untuk membayar utang pajak dari debitor
bergerak maupun benda bergerak atau menjual pailit. Sebaliknya apabila hasil penjualan lelang
harta pailit yang berupa benda bergerak yang tidak mencukupi pelunasan utang, maka
berada dalam penguasaan kurator dalam kreditor separatis dapat mengajukan hak atas
rangka kelangsungan usaha debitor, dalam hal pelunasan sisa piutangnya kepada kurator
telah diberikan perlindungan yang wajar bagi untuk didaftarkan, sisa piutang diverifikasi
kepentingan kreditor atau pihak ketiga. sebagai tagihan/piutang konkuren.
Dalam keadaan harta pailit tidak cukup untuk Pasal 59 ayat (1) UUKPKPU menyatakan
membayar seluruh utang-utang debitor, maka bahwa kreditor separatis dapat mengeksekusi
apabila hak mendahulu untuk utang pajak hak jaminan kebendaan dengan tenggang
tetap dilaksanakan, maka buruh dan kreditor waktu paling lama 2 (dua) bulan terhitung
konkuren tidak akan mendapatkan sepeserpun semenjak dimulainya keadaan insolvensi.

Nagari Law Review • Volume 1 Nomor 1, October 2017 45


Apabila kreditor separatis tidak dapat menjual ketiga yang mempunyai hak atas harta
objek hak jaminan kebendaan dalam tenggang tersebut.
waktu 2 (dua) bulan, maka kurator akan
Mahkamah Agung telah beberapa kali
menjual objek hak jaminan kebendaan. Setelah
memutus perkara mengenai kedudukan negara
kreditor separatis atau kurator mengajukan
sebagai kreditor piutang pajak yang lebih
permohonan untuk melakukan penjualan, dan
tinggi dari kreditor separatis dan upah buruh
telah mendapatkan izin dari hakim pengawas,
dalam pembagian harta pailit, yakni Putusan
maka berdasarkan Pasal 16 ayat (1) UUKPKPU
Mahkamah Agung Nomor 070
kurator menjual objek hak jaminan kebendaan.
PK/PDT.SUS/2009 antara KPP Pratama Jakarta
Penjualan obyek hak jaminan kebendaan itu
Tanah Abang Dua melawan Kurator PT Artika
dilakukan dengan tata cara seperti yang
Optima Inti dan Bank Mandiri, bahwa
ditentukan dalam Pasal 185 UUKPKPU, yaitu
“terhadap pelunasan utang pajak harus
dijual melalui pelelangan umum atau dijual di
didahulukan setelah itu baru pelunasan
bawah tangan tetapi harus melalui persetujuan
terhadap gaji karyawan dan piutang Bank
hakim pengawas.
Mandiri". Begitu juga dalam Putusan
Penjualan objek hak jaminan kebendaan Mahkamah Agung Nomor
tersebut tidaklah mengurangi hak kreditor 141PK/PDT.SUS/2011 antara PT Sunton
pemegang jaminan kebendaan untuk melawan KPP Madya Tangerang, bahwa
memperoleh hasil penjualan untuk “terhadap pelunasan utang pajak harus
pembayaran piutangnya. Oleh karenanya, hasil didahulukan setelah itu baru pelunasan
penjualan objek hak jaminan kebendaan terhadap gaji karyawan dan piutang Bank
dibayarkan oleh kurator kepada kreditor BRI”.
separatis sepanjang untuk pembayaran utang
Dalam kasus PT Sunton tersebut, Majelis
dan bunga. Jumlah hasil lelang yang tidak
Hakim tingkat kasasi telah salah menerapkan
mencukupi walau untuk membayar utang
hukum karena menyamakan kedudukan
pajak, maka hasil lelang tetap dibagikan secara
negara dengan kedudukan kreditor separatis,
proporsionalitas berdasarkan asas pari pasu
yakni Bank BRI menempati urutan pertama
prorate parte dan asas paritas creditorium oleh
dan diutamakan hak pembayarannya, bahkan
kurator kepada para kreditor walaupun tidak
Bank BRI juga telah mengeksekusi hak jaminan
mencukupi. Hasil lelang objek jaminan
kebendaan yang dimilikinya melewati batas
kebendaan yang dimiliki kreditor separatis
waktu yang telah ditetapkan oleh undang-
secara otomatis pasti akan diambil terlebih
undang. Seharusnya pembagian harta pailit
dahulu oleh kreditor separatis sesuai dengan
mendahulukan pelunasan terhadap utang
jatahnya. Sisanya akan dikembalikan kepada
pajak, setelah itu pelunasan terhadap gaji
kurator, kurator yang akan melakukan
karyawan, dan piutang Bank BRI.
perhitungan untuk pembagian secara adil dan
merata. Dalam kasus ini, penulis juga menemukan
adanya pelanggaran ketentuan Pasal 59 ayat (1)
Sebagaimana diketahui bahwa pihak kreditor
UUKPKPU, yaitu Bank BRI selaku pemegang
separatis tidak diperkenankan untuk
hak jaminan atas aset PT Sunton seharusnya
mengeksekusi hak jaminan kebendaannya
mengeksekusi haknya dalam jangka waktu
dalam masa penangguhan eksekusi (stay)
paling lambat 2 (dua) bulan sejak insolvensi,
dalam waktu paling lama 90 (sembilan puluh)
yakni paling lambat tanggal 28 Agustus 2010.
hari. Akan tetapi, kurator boleh menggunakan
Namun, Bank BRI sampai batas tanggal yang
bahkan menjual harta pailit yang merupakan
telah ditentukan belum juga mengeksekusi
harta jaminan kebendaan apabila harta tersebut
haknya, sehingga berdasarkan Pasal 59 ayat (2)
berada dalam kekuasaan kurator, dilakukan
UUKPKPU kurator seharusnya menuntut Bank
dalam rangka kelangsungan usaha debitor, dan
BRI untuk menyerahkan benda yang menjadi
telah diberikan perlindungan yang wajar pada
agunan untuk dijual sesuai dengan ketentuan
kepentingan kreditor separatis yang
Pasal 185 UUKPKPU. Kurator justru tidak
bersangkutan atau kepada kepentingan pihak

46 Nagari Law Review • Volume 1 Nomor 1, October 2017


melakukan hal apapun dan bahkan buruh PT. Sindoll Pratama (perusahaan yang
membiarkan Bank BRI melakukan lelang telah dinyatakan pailit tahun 2006) pernah
terhadap aset PT Sunton pada tanggal 4 mengajukan permohonan pengujian Pasal 29,
Oktober 2010. Pasal 55 ayat (1), Pasal 59 ayat (1), dan Pasal
138 UUKPKPU, dengan alasan merugikan hak
Putusan Pengadilan Niaga mengenai eksekusi
konstitusional mereka sebagai buruh atau
yang dilakukan Bank BRI pun dibenarkan oleh
pekerja sehubungan dengan terjadinya
putusan majelis hakim Mahkamah Agung di
pemutusan hubungan kerja oleh perusahaan
tingkat kasasi tanggal 20 Mei 2011, sedangkan
yang dinyatakan pailit. Selain itu, keberadaan
mengenai pengajuan keberatan KPP Madya
pasal-pasal tersebut tidak menjamin kepastian
Tangerang dianggap telah terlambat karena
hukum yang adil bagi buruh, serta perlakuan
telah lewat dari tanggal tenggang waktu
yang sama di hadapan hukum karena hanya
pengajuan keberatan. Putusan tersebut
memberi peluang, serta hak-hak istimewa
kemudian dibantah oleh majelis hakim dalam
kepada kreditor pemegang gadai, jaminan,
putusan peninjauan kembali, dengan
fidusia, hak tanggungan, hipotek, hak agunan
menyatakan bahwa majelis hakim Pengadilan
atas kebendaan lainnya, yang akan
Niaga telah keliru karena mempersamakan
menghapuskan jaminan perlindungan hukum
kedudukan negara dengan kedudukan kreditor
terhadap hak-hak buruh, baik selama
lainnya, dan majelis hakim Mahkamah Agung
berlangsungnya hubungan kerja maupun saat
pada tingkat kasasi telah salah menerapkan
berakhirnya hubungan kerja karena kepailitan.
hukum dengan menguatkan putusan
Seharusnya hak-hak buruh didahulukan
Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri
berdasarkan ketentuan Pasal 95 ayat (4)
Jakarta Pusat, sehingga Bank BRI menempati
Undang-Undang Ketenagakerjaan; serta
urutan pertama dan diutamakan hak
berdasarkan Pasal 28D UUD 1945.
pembayarannya dengan diberikan pembagian
sebesar 92,73% dari saldo harta yang Namun, Mahkamah Konstitusi menolak
dijaminkan atau sejumlah Rp 14.613.915.908,-, permohonan tersebut dalam Putusan Perkara
sedangkan hak atas kas negara (KPP Madya Nomor 18/PUU-VI/2008 Tentang
Tangerang) hanya mendapat bagian terkecil Konstitusionalitas Peletakan Hak Buruh Setelah
sebesar 3,11% dari total piutang pajak sebesar Hak Kreditor Separatis Dalam Kasus
Rp 3.528.058.836,-. Kepailitan, menyatakan bahwa dalam upaya
memberikan jaminan dan perlindungan hukum
Berbeda dengan kreditor separatis, buruh atau
yang lebih baik terhadap buruh dalam hal
karyawan meskipun sama-sama berkedudukan
terjadi kepailitan, pembentuk undang-undang
sebagai kreditor preferen namun ketika
perlu melakukan sinkronisasi dan harmonisasi
dihadapkan dengan pilihan upah buruh atau
undang-undang yang terkait dengan
pajak untuk didahulukan, tetap pajak lebih
pengaturan hak-hak buruh, serta dibutuhkan
diutamakan kedudukannya daripada buruh.
kebijakan konkret negara untuk memberikan
Hal ini dapat dilihat dalam kasus kepailitan
jaminan dan perlindungan terhadap hak-hak
Batavia Air dalam Putusan Renvoi Pengadilan
buruh dalam hal terjadi kepailitan.
Niaga Nomor 77/Renvoi
Prosedur/2013/PN.NIAGA.Jkt.Pst, para Pailitnya suatu perusahaan akan berdampak
pekerja atau karyawan meminta kurator dan langsung terhadap nasib buruh yang bekerja
hakim pengawas mendahulukan upah buruh pada perusahaan tersebut. Pajak memang
daripada utang pajak, karena merasa terancam bukan merupakan satu-satunya sumber
atas tagihan pajak tahun pajak 2010 yang baru penerimaan negara, namun upah merupakan
ditagih KPP Madya Jakarta Pusat ke Batavia satu-satunya sumber penerimaan buruh yang
Air tahun 2013 ini. diperoleh dari pekerjaannya. Menurut Bapak
Dedi Fardiman, SH., MH., Ketua Majelis
Bahkan, Ketua Umum Federasi Ikatan Serikat
Hakim di Pengadilan Niaga dalam kasus
Buruh Indonesia, Sekretaris Umum Federasi
Batavia Air melawan KPP Madya Jakarta Pusat,
Ikatan Serikat Buruh Indonesia, dan mantan
masing-masing pihak berlindung di bawah

Nagari Law Review • Volume 1 Nomor 1, October 2017 47


payung hukum masing-masing, pajak pemohon pailit. Oleh karena itu, negara dalam
dilindungi oleh UUKUP dan buruh dilindungi hal ini diwakili oleh Direktorat Jenderal Pajak
oleh Undang-Undang Ketenagakerjaan. boleh bertindak sebagai kreditor pemohon
Apabila merujuk pada kepentingan orang pailit ataupun kreditor lain dalam proses
banyak, maka pajaklah yang harus pailit.23 Namun, sepengetahuan penulis belum
didahulukan, karena terkadang buruh pernah ada kasus permohonan pailit yang
ditunggangi oleh kepentingan kelompok diajukan oleh Direktorat Jenderal Pajak sebagai
tertentu saja. Namun di sisi lain, kepentingan kreditor pemohon pailit.
buruh juga perlu dipertimbangkan karena
2.2. Penyelesaian Pembagian Harta Pailit
upah buruh merupakan sumber penghidupan Apabila Tidak Mencukupi Untuk
bagi pekerja. Disinilah diperlukan legal Membayar Utang Pajak
reasoning dan pertimbangan hukum yang tepat Kepailitan perseroan ini berakibat bahwa
oleh hakim agar menciptakan keadilan bagi perseroan beserta organ-organnya tidak lagi
semua pihak. dapat melakukan perbuatan hukum yang
Negara selaku kreditor piutang pajak yang mengikat harta pailit perseroan, karena
mempunyai hak mendahulu dalam pelunasan kewenangan untuk melakukan pengurusan
atas harta pailit diatur dalam Pasal 21 UUKUP terhadap harta kekayaannya (boedel pailit)
berada di bawah hukum publik, sedangkan secara eksklusif beralih kepada kurator.
upah buruh atau karyawan juga memiliki hak Namun, ini tidak berarti bahwa kurator
mendahulu yang diatur dalam Pasal 1149 poin selanjutnya menggantikan kedudukan organ-
4 KUHPerdata, Pasal 39 ayat (2) UUKPKPU, organ perseroan pailit. Kurator hanya sebagai
dan Pasal 95 ayat (4) Undang-Undang Nomor wakil perseroan pailit dalam mengurus dan
13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan berada membereskan harta kekayaan perseroan pailit,
di bawah hukum privat. Penulis merujuk sehingga dalam pemenuhan hak dan kewajiban
kepada asas lex specialis derogate lex generalis, wajib pajak perseroan yang dinyatakan pailit
peraturan yang khusus mengenyampingkan juga dilaksanakan oleh kurator.24
peraturan yang umum, sehingga yang berlaku Pertanggungjawaban untuk membayar
adalah ketentuan hukum publik (khusus), yang tagihan-tagihan para kreditor dari perseroan
mengenyampingkan ketentuan hukum privat berada pada perseroan terbatas itu sendiri.
(umum). Dengan demikian, kedudukan negara Menurut Undang-Undang Perseroan Terbatas,
jelas harus didahulukan dibandingkan dengan apabila harta kekayaan perseroan itu tidak
upah buruh. UUKPKPU memang tidak mencukupi untuk membayar tagihan-tagihan
mengatur mengenai kedudukan negara sebagai para kreditor, lebih lanjut harus diselidiki
kreditor. Penulis berpendapat sudah tepat apakah terdapat cukup alasan untuk menuntut
apabila kedudukan negara justru adalah lebih tanggung jawab para pengurusnya. Apabila
tinggi daripada kedudukan pemegang jaminan kepailitan itu disebabkan oleh kelalaian direksi
kebendaan dan negara mempunyai kedudukan dan kekayaan perseroan tidak cukup untuk
yang harus didahulukan dalam pelunasan menutupi kerugian akibat kepailitan tersebut
utang debitor. maka setiap anggota direksi secara tanggung
Walaupun negara memiliki kedudukan renteng bertanggung jawab atas kerugian itu
didahulukan yang diberikan oleh perundang- kecuali para anggota direksi tersebut dapat
undangan dengan peringkat yang sangat tinggi membuktikan bahwa kepailitan bukan karena
dan Kantor Pajak mempunyai peradilan kesalahan atau kelalaiannya maka direksi
tersendiri untuk menyelesaikan permasalahan
utang pajak. Namun demikian, dari sudut
23 Aria Suyudi, (et.al.). (2004). Kepailitan di Negeri
Pailit. Jakarta: Pusat Studi Hukum dan Kebijakan
pandang UUKPKPU sendiri sebenarnya tidak
Indonesia, h. 91.
ada larangan dan pembagian yang tegas 24 Rudhy A. Lontoh (eds). (2001). Penyelesaian Utang
mengenai boleh atau tidaknya pemilik piutang Piutang Melalui Pailit atau Penundaan Kewajiban
yang berdasarkan undang-undang (dalam hal Pembayaran Utang, Bandung: Alumni, h. 180.
ini UUKUP) untuk bertindak selaku kreditor

48 Nagari Law Review • Volume 1 Nomor 1, October 2017


tersebut tidak ikut bertanggung jawab secara dan penjualan harta pailit di muka umum atau
tanggung renteng atas kerugian tersebut.25 di bawah tangan serta menyusun daftar
pembagian dengan izin hakim pengawas,
Penagihan utang dalam kepailitan pada
demikian juga dengan hakim pengawas dapat
dasarnya sangat berbeda dengan penagihan
mengadakan rapat kreditor untuk menentukan
utang dalam perpajakan. Penagihan utang
cara pemberesan.
dalam kepailitan melalui permohonan
pernyataan pailit ke lembaga peradilan yakni Undang-undang tidak mewajibkan
Pengadilan Niaga. Apabila permohonan dibentuknya panitia kreditor, akan tetapi
pernyataan pailit ini diterima oleh hakim maka apabila diperlukan untuk mengurus hal-hal
debitor dinyatakan pailit sehingga seluruh yang berkaitan dengan hak dan kepentingan
harta kekayaannya disita dan digunakan untuk kreditor dalam proses kepailitan, maka hakim
pembayaran utang-utangnya, sedangkan pada pengawas dapat menawarkan kepada para
penagihan utang dalam perpajakan, pihak yang kreditor untuk membentuk panitia kreditor.
berpiutang yaitu negara (fiskus) mempunyai Jumlah kreditor yang berkepentingan dengan
kewenangan langsung untuk menagih utang kepailitan debitor bisa sangat banyak dan jenis
pajak tanpa melalui lembaga peradilan atau kreditor dapat pula beragam. Apabila kreditor
tanpa adanya putusan hakim. Fiskus jumlahnya banyak tentu sangat sulit bagi
mempunyai kewenangan untuk menagih kurator untuk dapat berhubungan dengan
pembayaran utang pajak secara langsung masing-masing kreditor. Untuk mengatasi
kepada wajib pajak karena undang-undang kesulitan tersebut UUKPKPU memungkinkan
perpajakan mengharuskan demikian, tanpa dibentuknya pantia kreditor oleh pengadilan
perlu adanya suatu putusan pengadilan. yang anggotanya diangkat dari para kreditor
Penagihan utang pajak mempunyai kedudukan yang telah ada. Panitia kreditor dibedakan
istimewa dibandingkan dengan penagihan antara panitia kreditor sementara dan panitia
utang dalam kepailitan karena penagihan pajak kreditor tetap. Pembentukan panitia kreditor
ini secara khusus diatur dalam peraturan sementara ditunjuk oleh hakim pengadilan
perundang-undangan tersendiri yaitu Undang- niaga dalam putusan pernyataan pailit,
Undang Ketentuan Umum Perpajakan.26 sedangkan panitia kreditor tetap dibentuk oleh
hakim pengawas apabila dalam putusan pailit
Insolvensi secara umum merupakan keadaan
tidak diangkat panitia kreditor sementara.
suatu perusahaan yang kondisi aktivanya lebih
kecil dari pasivanya atau dengan kata lain Panitia kreditor sementara terdiri atas 3 (tiga)
debitor tidak mampu lagi membayar utang- orang yang dipilih dari kreditor yang dikenal,
utangnya. Keadaan insolvensi menurut yaitu kreditor yang telah mendaftarkan diri
penjelasan Pasal 57 ayat (1) UUKPKPU ialah untuk diverifikasi. Sekalipun pembentukan
keadaan tidak mampu bayar. Insolvensi terjadi panitia kreditor sementara bukan merupakan
apabila dalam rapat pencocokan piutang tidak keharusan bagi pengadilan niaga untuk
ditawarkan rencana perdamaian, rencana membentuknya, namun dapat diartikan para
perdamaian yang ditawarkan tidak diterima, kreditor dapat meminta agar panitia kreditor
atau pengesahan perdamaian ditolak sementara tersebut dibentuk sampai
berdasarkan putusan yang telah memperoleh pembentukan panitia kreditor tetap, terutama
kekuatan hukum tetap, sehingga harta pailit bagi kreditor konkuren yang terkesan selalu
berada dalam keadaan insolvesi. Konsekuensi diabaikan dalam pelunasan piutang karena
yuridis dari insolvensi debitor pailit adalah hanya memperoleh pelunasan dalam jumlah
kurator akan mulai mengadakan pemberesan kecil.

25Ibid. Pembentukan panitia kreditor tetap dilakukan


26 Jerry Hoff. (2000). Indonesia Bankruptcy Law, setelah rapat verifikasi atau pencocokan utang
terjemahan Kartini Muljadi, Undang-Undang selesai dilakukan. Hal ini diatur dalam Pasal 80
Kepailitan di Indonesia (Indonesia Bankruptcy Law). UUKPKPU. Hakim pengawas wajib
Jakarta: Tatanusa, h. 118. menawarkan kepada kreditor untuk

Nagari Law Review • Volume 1 Nomor 1, October 2017 49


membentuk panitia kreditor tetap. Atas 1. Kreditor yang diakui yang kemudian akan
permintaan kreditor konkuren berdasarkan dimasukan kedalam Daftar Piutang Yang
putusan kreditor konkuren dengan suara Diakui;
terbanyak biasa dalam rapat kreditor, hakim 2. Kreditor yang diakui sementara yang
pengawas mengganti panitia kreditor kemudian akan dimasukkan ke dalam
sementara, apabila dalam putusan pailit telah Daftar Piutang Yang Diakui Sementara;
ditunjuk panitia kreditor sementara, atau 3. Kreditor yang dibantah yang kemudian
membentuk panitia kreditor, apabila dalam akan dimasukkan ke dalam Daftar Piutang
putusan pailit belum diangkat panitia kreditor. Yang Dibantah.
Penyelesaian utang pajak dalam kepailitan Rapat verifikasi dihadiri oleh hakim pengawas
diawali dengan diajukannya tagihan pajak sebagai pimpinan rapat, panitera sebagai
kepada kurator untuk kemudian dilakukan pencatat, debitor (tidak boleh diwakilkan),
verifikasi tagihan pajak, yang diatur dalam semua kreditor (baik hadir sendiri atau
Pasal 113 sampai dengan Pasal 143 UUKPKPU. mewakilkan kepada kuasanya), dan kurator.
Paling lambat 14 (empat belas) hari setelah Hal-hal yang dilakukan dalam rapat verifikasi :
putusan pernyataan pailit diucapkan, hakim
1. Hakim pengawas membacakan Daftar
pengawas harus menetapkan batas akhir
Piutang yang Diakui Sementara dan Daftar
pengajuan tagihan, batas akhir verifikasi pajak
Piutang yang Sementara Dibantah oleh
untuk menentukan besarnya kewajiban pajak
kurator.
sesuai dengan peraturan-perundang-undangan
2. Setiap kreditor yang namanya tercantum
di bidang perpajakan, dan hari, tanggal, waktu,
dalam daftar piutang dapat meminta agar
dan tempat rapat kreditor untuk mengadakan
kurator memberikan keterangan mengenai
pencocokan piutang.
tiap piutang dan penempatannya dalam
Pencocokan piutang atau rapat verifikasi daftar.
merupakan salah satu kegiatan yang penting 3. Kurator berhak menarik kembali
dalam proses kepailitan. Acara pokok rapat pengakuan sementara atau bantahannya
verifikasi adalah verifikasi tagihan-tagihan atau menuntut supaya kreditor
yang diajukan. Apabila sebelum rapat verifikasi menguatkan dengan sumpah kebenaran
itu ditawarkan rencana perdamaian (accord), piutang yang tidak dibantah.
maka rencana perdamaian tersebut dibicarakan 4. Jika kreditor telah meninggal dunia, maka
sesudah rapat verifikasi selesai. Dengan adanya kurator dapat minta ahli warisnya yang
verifikasi dapat ditentukan pertimbangan dan berhak untuk menerangkan di bawah
urutan hak dari masing-masing kreditor. sumpah bahwa mereka dengan itikad baik
percaya bahwa piutang itu ada dan belum
Ketiga jenis kreditor berdasarkan tingkatannya
dilunasi.
atau dapat disebut tingkatan para kreditor
5. Terhadap piutang yang dimintakan
kepailitan, yakni kreditor separatis, kreditor
sumpah, sementara sumpah belum
preferen, dan kreditor konkuren tersebut
dilakukan karena kreditor tidak hadir atau
berbeda dengan jenis-jenis atau macam-macam
tidak diwakili, maka piutang tersebut
kreditor dalam kepailitan. Adapun macam-
diterima dengan syarat, sampai sumpah
macam atau jenis-jenis kreditor kepailitan yang
dilakukan pada hari yang ditetapkan.
berhubungan dengan inventarisasi kurator
terhadap piutang kreditor yang akan dibahas Setelah kurator mendata siapa saja yang
dalam rapat pencocokan piutang yang menjadi kreditor, membuat daftar mengenai
dimaksud adalah :27 jumlah utang debitor dan jumlah piutang para
kreditor. Kurator juga harus memeriksa
27Man S. Sastrawidjaja. (2010). Hukum Kepailitan dan keabsahan dari piutang atau tagihan dari
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, h. 130. masing-masing kreditor, memastikan berapa
jumlah atau nilai masing-masing piutang atau
tagihan para kreditor tersebut. Setelah semua

50 Nagari Law Review • Volume 1 Nomor 1, October 2017


tagihan masuk, kurator mencocokkan tagihan- Setelah kurator melakukan verifikasi utang dan
tagihan tersebut dengan catatan-catatan atau piutang serta aset-aset debitor pailit yang
keterangan-keterangan debitor pailit. Makna merupakan boedel pailit, maupun seluruh
filosofis diadakannya rapat verifikasi adalah kreditor beserta besarnya tagihannya masing-
agar harta pailit terbagi secara proporsional di masing, yang diketahui melalui rapat-rapat
antara para kreditor, dan juga untuk yang diadakan kurator dengan para kreditor
menghindari adanya kreditor-kreditor fiktif dari debitor pailit, maka kurator selanjutnya
yang sengaja diadakan oleh debitor yang akan melakukan pembagian hasil penjualan
beritikad tidak baik.28 boedel kepailitan kepada kreditornya.
Setiap rapat verifikasi dibuat suatu berita acara Pada praktiknya, ketika kurator menetapkan
yang ditandatangani oleh hakim pengawas dan Daftar Tagihan, Direktorat Jenderal Pajak
panitera pengganti, serta memuat mengenai selaku kreditor keberatan untuk berbagi secara
daftar piutang yang diakui. Pengakuan atas prorata parte dengan kreditor lainnya.
tagihan-tagihan tersebut memperoleh kekuatan Direktorat Jenderal Pajak akan terus
hukum tetap. Setelah rapat verifikasi selesai, mengajukan bantahan atau perlawanan apabila
kurator membuat laporan mengenai keadaan tagihan pajak yang diperoleh masih kurang.
harta pailit kemudian memberikan semua Hakim Pengawas dalam keadaan demikian,
informasi yang diminta oleh debitor dan berperan untuk mendamaikan kedua belah
laporan beserta berita acara rapat verifikasi pihak, namun apabila ternyata tetap tidak
wajib disediakan di kepaniteraan dan kantor berhasil maka persoalan tersebut oleh Hakim
kurator. Pengawas diserahkan kepada Majelis Hakim
untuk diperiksa dan diputus. Hakim Pengawas
Menurut Marjan E. Pane, bahwa dalam
menetapkan hari persidangannya dengan
melakukan inventarisasi dan verifikasi utang
agenda yang disebut renvooi procedure atau
piutang, kurator harus melakukan
prosedur renvoi. Tujuan dari prosedur renvoi
pengelompokan atas utang debitor pailit
ini adalah untuk menyelesaikan sengketa-
menjadi :29
sengketa yang timbul dalam rapat verifikasi,
1. Utang pailit, yaitu utang yang telah ada yang pemeriksaannya dilakukan secara
pada waktu diputusnya kepailitan sederhana.
termasuk di dalamnya utang yang dijamin
Setelah dilakukan pemberesan terhadap harta
dengan agunan/jaminan khusus.
pailit, maka kemungkinan akan terjadi suatu
2. Utang yang tidak dapat diverifikasi, yaitu
kondisi bahwa harta pailit tersebut mencukupi
utang yang timbul setelah putusan
untuk membayar utang-utang debitor kepada
kepailitan dan karenanya tidak dapat
para kreditornya atau sebaliknya harta pailit
dikelompokkan dalam utang pailit, tetap
tidak dapat mencukupi pelunasan terhadap
mempunyai hak tagih namun
utang-utang debitor kepada para kreditornya.
kedudukannya terbelakang dari utang
Dalam hal harta pailit mampu mencukupi
pailit.
pembayaran utang-utang debitor pailit kepada
3. Utang harta pailit, yaitu utang yang timbul
para kreditornya, maka langkah selanjutnya
setelah keputusan pailit. Utang ini dibuat
adalah rehabilitasi atau pemulihan status
dengan tujuan untuk memperlancar proses
debitor pailit menjadi subjek hukum penuh
pengurusan dan pemberesan harta pailit.
atas harta kekayaannya. Apabila dalam proses
Utang harta pailit akan dilunasi dari harta
pemberesan tersebut, ternyata harta pailit tidak
pailit tanpa perlu diverifikasi dan
dapat mencukupi untuk melunasi pembayaran
mempunyai kedudukan didahulukan atas
utang debitor kepada para kreditornya, maka
utang pailit.
:30
1. Jika debitor pailit itu suatu badan hukum,
28M. Hadi Subhan, Op.cit., h. 139. maka demi hukum badan hukum tersebut
29 Emmy Yuhassarie. (2005). Undang-Undang
Kepailitan dan Perkembangannya, Jakarta: Pusat 30 M. Hadi Subhan, op.cit., h. 146.
Pengkajian Hukum, h. 280.

Nagari Law Review • Volume 1 Nomor 1, October 2017 51


menjadi bubar. Dengan bubarnya badan dapat disertakan dalam daftar dan piutangnya
hukum tersebut maka utang-utang badan diakui, tetapi tidak mendapatkan pembayaran
hukum yang belum terbayarkan menjadi karena boedel pailit hanya mencukupi untuk
utang di atas kertas saja tanpa bisa membayar utang kepada kreditor yang
dilakukan penagihan karena badan preferensinya lebih tinggi. Ketiga, kreditor
hukumnya sudah bubar. Dalam pada itu, dimasukkan dalam daftar dan piutangnya
badan hukum pailit harta kekayaannya diakui, tetapi tidak mendapatkan pembayaran
tidak mencukupi untuk membayar semua karena perhitungan porsi pembagian telah
utangnya kepada para kreditornya, tidak disepakati seluruh kreditor lainnya dan telah
dapat mengajukan permohonan kepailitan. diputuskan dalam rapat akhir. Keempat,
Hal ini karena demi hukum badan hukum kreditor tidak dimasukkan dalam daftar karena
pailit ini menjadi bubar. tidak dapat membuktikan adanya piutang.31
2. Jika debitor pailit itu subjek hukum
Menurut Kurator Muhammad Ismak (Kantor
manusia, maka kepailitan tersebut akan
Ismak Advocaten, Jalan Tebet Barat IX No. 7b
dicabut oleh pengadilan. Atas dicabutnya
Jakarta Selatan), jaminan kebendaan apabila
status pailit terhadap debitor pailit ini,
dieksekusi atau dijual oleh kurator maka
maka debitor pailit menjadi subjek hukum
kurator membuat daftar tagihan dengan
yang sempurna tanpa status pailit,
memperhitungkan adanya tagihan pajak.
sedangkan sisa utang yang belum
Kurator harus aktif dalam mendata daftar
terbayarkan masih tetap mengikuti debitor
tagihan pajak, karena pajak merupakan yang
ini, dan bahkan secara teoritis debitor ini
paling super dan yang paling diatas dari
masih bisa dimohonkan pailit lagi.
tagihan istimewa lainnya, kurator tidak boleh
Menurut Pasal 200 ayat (1) UUKPKPU, kreditor menunggu atau berpangku tangan dalam
yang karena kelalaiannya baru mencocokkan mendata tagihan pajak. Jika kurator
piutangnya setelah dilakukan pembagian, mengeluarkan tagihan pajak dari daftar kurator
kepada kreditor tersebut dapat diberikan karena keterlambatannya mengetahui
pembayaran atas tagihannya dari jumlah yang kepailitan suatu perusahaan, maka kurator
diambil lebih dahulu dari uang yang masih ada tersebut bukanlah kurator yang baik.
(masih tersisa dari hasil pembagian
Kemudian, menurut Bapak Dedi Fardiman,
sebelumnya), seimbang dengan apa yang telah
SH., MH., Ketua Majelis Hakim di Pengadilan
diterima oleh para kreditor lain yang diakui,
Niaga dalam Kasus Batavia Air melawan KPP
yaitu para kreditor yang telah mengajukan
Madya Jakarta Pusat Jika harta pailit berupa
pencocokan piutang sebelum pembagian hasil
barang jaminan yang telah dieksekusi oleh
penjualan harta pailit dilakukan (kreditor
kreditor separatis, kemudian dijual dan telah
preferen) maka mereka itu kehilangan hak
diambil untuk pelunasan utang sesuai dengan
preferennya terhadap hasil penjualan benda
jumlahnya. Jika bersisa maka harus
yang bersangkutan. Apabila hasil penjualan
dikembalikan kepada kurator untuk dibagikan
benda tersebut telah diperuntukkan bagi
secara adil kepada kurator lainnya. Namun,
kreditor lainnya secara mendahulukan
jika hasil penjualan jaminan tersebut tidak
(kreditor preferen lainnya) sebagaimana hal
mencukupi untuk melunasi utang yang ada,
tersebut telah ditentukan dalam daftar
maka kreditor separatis dapat mengajukan
pembagian piutang yang telah dibuat
tagihan pelunasan atas kekurangan harta pailit
sebelumnya.
sebagai kreditor konkuren setelah sebelumnya
Apabila kreditor terlambat mengetahui mengajukan permintaan pencocokan piutang.
mengenai kepailitan suatu perusahaan, maka
Biaya kepailitan dan imbalan jasa kurator
kemungkinan pertama, kreditor dapat
merupakan utang harta pailit yang harus
disertakan dalam daftar yang akan
dikeluarkan dari harta pailit. UUKPKPU
mendapatkan pembayaran dan benar-benar
memberikan hak mendahulu bagi biaya
mendapatkan pembayaran baik sebagian
ataupun seluruh piutangnya. Kedua, kreditor 31 Anton Suharyanto, loc.cit.

52 Nagari Law Review • Volume 1 Nomor 1, October 2017


kepailitan dan imbalan jasa kurator 2. Telah dibayarkan jumlah penuh piutang
sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 191 kreditor yang telah dicocokkan, atau daftar
UUKPKPU dinyatakan bahwa cara pembagian penutup telah mengikat (Pasal
pemotongan dari biaya atau ongkos kepailitan 202 ayat (1) UUKPKPU)
dilakukan pada tiap bagi harta pailit, kecuali 3. Putusan pernyataan pailit dapat dicabut
benda yang dibebani hak jaminan kebendaan pengadilan, dalam hal harta pailit tidak
yang dieksekusi sendiri oleh kreditor cukup membayar biaya kepailitan (Pasal 18
pemegang hak jaminan kebendaan berdasarkan ayat (1) UUKPKPU).
Pasal 55 UUKPKPU.
Kemudian, dengan adanya insolvensi maka
Pengaturan tentang imbalan jasa kurator kepailitan berakhir pada saat kurator telah
terdapat dalam Pasal 75-76 UUKPKPU yang membayar seluruh harta pailit kepada para
menentukan bahwa imbalan jasa kurator kreditor sesuai dengan Daftar Pembagian
ditentukan setelah kepailitan berakhir dan sebagai hasil rapat verifikasi. Apabila harta
ditetapkan berdasarkan keputusan menteri pailit telah habis sedangkan utang pajak
yang ruang lingkup dan tanggung jawabnya di debitor masih belum terbayar lunas, maka
bidang hukum dan perundang-undangan. setelah kurator memberikan laporan
Namun terkadang menurut Bapak Dedi pertanggungjawabannya tentang pelaksanaan
Fardiman, SH., MH., Ketua Majelis Hakim di tugasnya pada hakim pengawas, maka
Pengadilan Niaga dalam Kasus Batavia Air berakhirlah kepailitan debitor tersebut. Sisa
melawan KPP Madya Jakarta Pusat, besarnya utangnya yang tidak terbayar dari harta pailit
imbalan jasa kurator kisarannya mencapai 10 % bukan menjadi tanggung jawab kurator lagi
(persen) dari harta pailit, jumlah yang cukup karena dengan berakhirnya kepailitan tugas
besar bagi kurator mengingat harta debitor kurator juga selesai.
pailit yang jumlahnya sampai milyaran,
Ada beberapa permasalahan yang timbul
sehingga hakim pengawas atau majelis hakim
dalam penagihan utang pajak perusahaan
sepakat untuk menetapkan jumlah imbalan jasa
pailit. Terkadang hasil penjualan aset
kurator terlebih dahulu di awal persidangan.
perusahaan yang kurang sehingga pembayaran
Bagi kurator yang keberatan dengan jumlah utang pajak tidak terpenuhi. Kantor pajak
yang telah ditetapkan hakim pengawas atau sering menentukan secara sepihak dan
majelis hakim, sering mengajukan permohonan seenaknya saja besarnya nilai tagihan pajak
penetapan imbalan jasa kurator dalam dalam yang harus dibayarkan perusahaan tanpa ada
persidangan, yang justru hal ini mengakibatkan transparansi dan aturan yang jelas mengenai
semakin bertambahnya utang debitor pailit. Di mekanisme penghitungan besaran jumlah pajak
sisi lain, usaha kurator untuk melakukan perusahaan pailit. Kurator tidak memiliki data
pengurusan dan pemberesan harta pailit, yakni pembanding dengan yang ada di kantor pajak
mengubah harta pailit menjadi uang tunai dan sehingga kurator sering curiga dengan
membagikannya sesuai dengan porsi masing- penetapan jumlah pajak yang harus dibayarkan
masing pastinya memerlukan usaha, biaya, dan oleh debitor pailit. Kantor pajak terkesan
resiko tinggi sehingga wajar imbalan jasa kurang profesional dalam proses penagihan
kurator cukup besar. utang pajak perusahaan pailit, setelah
menentukan besarnya jumlah pajak secara
Suatu kepailitan menurut UUKPKPU, dapat
sepihak dan ternyata pajak yang dibayarkan
berakhir karena hal-hal sebagai berikut :32
oleh pihak perusahaan tidak sesuai dengan
1. Pengesahan perdamaian telah memperoleh nilai klaim dari kurator, maka kantor pajak
kekuatan hukum tetap (Pasal 166 ayat (1) mengajukan keberatan. Namun, sampai pada
UUKPKPU). tingkat peninjauan kembali, keberatannya tidak
dikabulkan, maka kantor pajak menerima saja
32 Daniel Suryana. (2012). Hukum Kepailitan,
Kepailitan Terhadap Badan Usaha Asing oleh Pengadilan
Niaga Indonesia. Bandung: Pustaka Sutera, h. 48.

Nagari Law Review • Volume 1 Nomor 1, October 2017 53


berapapun jumlah yang dibayarkan sesuai Daniel Suryana. (2012). Hukum Kepailitan,
dengan klaim dari kurator.33 Kepailitan Terhadap Badan Usaha Asing
oleh Pengadilan Niaga Indonesia.
Bandung: Pustaka Sutera.
3. Kesimpulan
Gunawan Widjaja (2009). Resiko Hukum dan
Berdasarkan uraian di atas dapat
Bisnis Perusahaan Pailit. Jakarta: Forum
disimpulkan bahwa pelaksanaan pembayaran
Sahabat.
tagihan utang pajak perusahaan dalam kasus
kepailitan belum optimal karena uang hasil Isis Ikhwansyah, (et.al.). (2012). Hukum
penjualan harta kekayaan perusahaan untuk Kepailitan Analisis Hukum Perselisihan &
membayar tagihan pajak perusahaan pailit Hukum Keluarga serta Harta Benda
tidak mencukupi, bahkan hasil penjualan harta Perkawinan. Bandung: Keni Media.
kekayaan dari beberapa perusahaan pailit Jerry Hoff. (2000). Indonesia Bankruptcy Law,
sudah habis sehingga untuk membayar utang terjemahan Kartini Muljadi, Undang-
pajak tidak tersedia. Selain itu, dalam beberapa Undang Kepailitan di Indonesia (Indonesia
kasus ditemukan adanya fakta bahwa kreditor Bankruptcy Law). Jakarta: Tatanusa.
separatis biasanya lebih dahulu mengeksekusi
seluruh harta kekayaan perusahaan karena Jono. (2008). Hukum Kepailitan, Jakarta: Sinar
kebanyakan aset perusahaan tersebut dibebani Grafika.
dengan hak jaminan kebendaan. Kedudukan Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja. (2003).
negara sebagai kreditor piutang pajak Pedoman Menangani Perkara Kepailitan,
dibandingkan dengan kreditor pemegang Jakarta: Rajawali Pers.
jaminan kebendaan dan kreditor lainnya dalam
hal terjadinya kepailitan perseroan adalah Rudhy A. Lontoh (et.al.). (2001).Penyelesaian
berada pada posisi lebih tinggi daripada Utang Piutang Melalui Pailit atau
kedudukan kreditor separatis dan juga kreditor Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang,
lainnya karena memiliki hak mendahulu yang Bandung: Alumni.
lebih diutamakan dalam pelunasan utang M. Hadi Subhan. 2008. Hukum Kepailitan
debitor pailit. Penyelesaian pembagian harta Prinsip, Norma, dan Praktik di Peradilan.
pailit apabila tidak mencukupi untuk Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
membayar tagihan pajak dan tagihan lainnya
Emmy Yuhassarie. (2005). Undang-Undang
adalah dengan tetap mendahulukan untuk
Kepailitan dan Perkembangannya. Jakarta:
melunasi tagihan pajak yang dibagi secara
Pusat Pengkajian Hukum.
proporsional sesuai dengan perbandingan
besarnya tagihan masing-masing, meskipun Munir Fuady. (2010). Hukum Pailit dalam Teori
sisa dari tagihan pajak belum terbayar lunas, dan Praktek. Bandung: Citra Aditya
dianggap bukan menjadi tanggung jawab Bakti.
kurator lagi karena kepailitan telah berakhir. Rochmat Soemitro dan Dewi Kania Sugiharti.
(2004). Asas dan Dasar Perpajakan 1.
DAFTAR PUSTAKA Bandung: Eresco.
Rochmat Soemitro. (1988). Pengantar Singkat
Buku
Hukum Pajak. Bandung: Eresco.
Aria Suyudi, (et.al). (2004). Kepailitan di Negeri
Pailit. Jakarta: Pusat Studi Hukum dan Rochmat Soemitro. (1991). Asas dan Dasar
Kebijakan Indonesia. Perpajakan I. Bandung: Eresco.
Rudhy A. Lontoh (ed). (2001). Penyelesaian
33 Reynold Martinus Halim. (2012). Pelaksanaan Utang Piutang Melalui Pailit atau
Pembayaran Utang Kreditor Preferen dalam Kepailitan, Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
tersedia di http:// Bandung: Alumni.
d931d3f474825b080159e638fbb19b94 [Diakses 7
April 2017).

54 Nagari Law Review • Volume 1 Nomor 1, October 2017


Sindian Isa Djajadiningrat. (1965). Hukum Pajak http://resources.unpad.ac.id/unpad-
dan Keadilan, Bandung: Eresco. content/uploads/publikasi_dosen , (2
Mei 2013.
Sri Soemarti Hartono. (1981). Pengantar Hukum
Kepailitan dan Penundaan Pembayaran,
Yogyakarta: Liberty.
Sutan Remy Sjahdeini. (2009). Hukum Kepailitan,
Memahami Undang-Undang No. 37 Tahun
2004 Tentang Kepailitan. Jakarta: Pustaka
Utama Grafiti.
Victorianus M. H. Randa Puang. (2012).
Penerapan Asas Pembuktian Sederhana
dalam Penjatuhan Putusan Pailit.
Bandung: PT Sarana Tutorial Nurani
Sejahtera.
Makalah dan Jurnal
Kartini Muljadi, (2005), “Kreditor Preferens
dan Kreditor Separatis Dalam
Kepailitan, Undang-Undang Kepailitan
dan Perkembangannya” Prosiding
Rangkaian Lokakarya Terbatas Masalah-
Masalah Kepailitan dan Wawasan Hukum
Bisnis Lainnya Tahun 2004, Jakarta, 26-
28 Januari 2004, Jakarta: Pusat
Pengkajian Hukum.
Anton Suharyanto. (2013). Implementasi
Undang-Undang Kepailitan dan
Implikasinya Terhadap Piutang Negara,
Workshop Bantuan Hukum Direktorat
Peraturan dan Penerimaan
Kepabeanan dan Cukai Kantor Pusat
DJBC bekerjasama dengan Pusdiklat
Bea dan Cukai BPPK 27 s/d 29 Juni
2013,tersedia di
http://www.bppk.depkeu.go.id/bdpo
mmagelang/index.php/pojok-
sentir/225-implementasi-undang-
undang-kepailitan-dan-implikasinya-
terhadap-piutang-negara (15 Oktober
2017).
Reynold Martinus Halim. (2012). Pelaksanaan
Pembayaran Utang Kreditor Preferen
dalam Kepailitan, tersedia di http://
d931d3f474825b080159e638fbb19b94 (7
April 2017)
Pupung Faisal, (2008), Kedudukan Kreditor
Pemegang Hak Jaminan Kebendaan Dalam
Perkara Kepailitan Berdasarkan
UUKPKPU, tersedia di

Nagari Law Review • Volume 1 Nomor 1, October 2017 55


Volume 1 Nomor 1, Oktober 2017
Editorial Office : Faculty of Law, Andalas University
Kampus Pancasila, Jalan Pancasila Nomor 10 Padang, West Sumatera
Phone/Fax : 0751-27404 / 0751-34605
E-mail : nagarilawreview@gmail.com | Website : jalj.fhuk.unand.ac.id

A Philosophical Analysis To Uncover The Meaning And Terminology


Of Person In Indonesian Criminal Law Context
“Nani Mulyati1, Topo Santoso2, Elwi Danil3”

ARTICLE HISTORY A B S T R A C T
Received: 30 October 2017;
Reviewed: 30 October 2017; Definisi orang dan bukan orang selalu mengalami perubahan dalam
Accepted: 31 October 2017; sepanjang sejarah hukum. Zaman dulu orang tidak mengakui budak
Published: 31 October 2017 sebagai person. Baru-baru ini budak diterima sebagai subjek hukum
secara sah menurut hukum. Artikel ini membahas persyaratan orang
KEYWORDS dihadapan hukum berdasarkan tujuan khusus, dan kemudian
Criminal law; Corporation; Legal person; Legal membahas makna dari manusia sebagai subjek hukum dalam hukum
personality. pidana. Untuk melakukan pembahasan tersebut, metode yang
digunakan dalam kajian ini adalah penelitian doktrinal digabungkan
CORRESPONDENSE dengan pendekatan filosofis. Beberapa teori mengenai orang sebagai
1 Faculty of Law, Universitas Andalas, Padang, subjek hukum dianalisis dan konsen orang dihubungkan dengan
Indonesia definisi tentang subjek hukum yang terima akhir-akhir ini dalam
E-mail: natnoey@gmail.com
2 Faculty of Law, Universitas Indonesia, Indonesia
rancangan KUHP Indonesia. Dari kajian yang sudah dilakukan dapat
3 Faculty of Law, Universitas Andalas, Padang, dikemukakan bahwa orang dalam hukum pidana berkaitan dengan
Indonesia norma yang menjadi tujuan dari hukum, seperti pelaku perbuatan atau
yang melalaikan perbuatan dan tidak hanya sebagai pemegang hak.
Subjek hukum tersebut harus seseorang atau sesuatu dengan
kemampuan untuk berfikir secara rasional dan kemampuan untuk
bertanggung jawab atas pilihannya. Rancangan KUHP mengakui
orang dan korporasi sebagai subjek hukum. Akibatnya, hal itu
memasukkan tidak hanya badan sebagai subjek hukum melainkan juga
kumpulan tanpa person hukum. Lagi pula termasuk korporasi, segala
bentuk perkumpulan seperti negara, lembaga negara, partai
politik,perusahaan negara, sehingga dapat dipidana.

1. Introduction responsibilities that connect action and guilty


When we talk about person in criminal law, mind. However, now criminal law recognizes
traditionally we will only talk about human or person that is not only human but also other
natural person. And as for the common use of type of person. Therefore, criminal law
the word ‘person’, we will never really think nowadays, recognizes real persons, fictitious
about something else besides human being as persons, artificial person, moral persons, juristic
part of homo sapiens species. In criminal law, persons, legal persons, corporations or no
essentially questioned individual person at all.

Nagari Law Review • Volume 1 Nomor 1, October 2017


Indonesia in its drafted penal code states that behaviours and real crimes, which require evil
persons are natural person including mind and mental element of the offenders.
corporations. Who are these other persons that
In order to discover the appropriate meaning of
are recognized by criminal law as persons and
corporation, this paper will explore the legal
non-persons? What are sufficient conditions of
history of the concept, analyse on how experts
being person in the eye of law according to its
define it, and other countries adopt corporation
particular purposes? What exactly is
terminology in their laws and regulations.
corporation? What entities may fall into the
meaning of corporation? How do other
countries apply the concept of corporation as 2. Analysis
responsible subject in criminal law?
2.2.1 Subject and Object in Law
This paper attempts to answer those questions.
In the language of law, there is distinction in
It will examine the meaning of legal person and
addressing object and subject. The discussion
moral person in criminal law particularly from
about subject and object is a vital topic in almost
philosophical perspective. Whether we will just
all legal theories. Because the concept of
have to think in legal formal meaning and
personhood not only affects human interactions,
separate the meaning of legal person and moral
but also determined the rights, obligations, and
person, or is there another theory that can
legal protections given to a subject or object.2
explain the legal personality of an entity to be
Differences about the concept were first
responsible criminally. Matambanadzo asserts
noticeably elaborated on Roman Law
that there are various ways to determine who
Codification.3
counts and how we take account of the meaning
of person. Citizenship, legal rights, and legal Object would generally be thought as property,
subjectivity, are some ways to speak about who such as house, land, money, pet, car, and so
counts in law and how we take account of them; forth.4 Objects can be owned, traded,
another way is accomplished through the transferred, and transposed. If a person owns an
concept of legal personhood.1 Which way is the object, then the owner will have full control of
most appropriate to be adopted to explain the the object, and others must respect its
legal status of legal person in criminal law. There ownership.5 The law provides assurance to the
is something that concerned some legal theorists owner of a property to be able to utilize it, to take
regarding consequences of the different advantage of it, and to ensure that others will not
approach in accepting the meaning of legal and get benefit of it without permission from the
moral person, just like there is debate about owner.6
differences between immoral conducts, illegal

1 Saru M. Matambanadzo, ‘Embodying of a person, with this property-owner


Vulnerability: A Feminist Theory Of The Person’ relationship, other person is forbidden from
(2012) 20 Duke Journal Of Gender Law & Policy accessing this property and is obligated to respect
45 at 46. this proprietary powers. See Hans Kelsen, The
2 Brendan (Bo) F. Pons, ‘The Law and Philosophy of Pure Theory of Law, Its Method and Fundamental
Personhood: Where Should South Dakota Concepts, translated with an introduction by
Abortion Law Go From Here?’ (2013) South Charles H. Wilson (1934) 50 The Law Quarterly
Dakota Law Review at 121. Review at 494.
3 Ngaire Naffine, Legal Theory Today, Law’s Meaning 5 Hans Kelsen, General Theory of Law and State, 6th
of Life: Philosophy, Religion, Darwin and the Legal printing, translated by Anders Wedberg, (The
Person (Hart Publishing 2009) at 48. Lawbook Exchange Ltd, 2003) at 494.
4 The relation between object and subject is a legal 6 Stephen R. Munzer, ‘Theory of Property’, in
relation between persons and those that are Martin P. Golding and William A. Edmundson
considered as things; person and thing relations. (eds), The Blackwell Guide to Philosophy of Law and
If a thing is defined as under the exclusive power Legal Theory (Blackwell Publishing, 2005) at 198.

Nagari Law Review • Volume 1 Nomor 1, October 2017 57


On the other hand, subject is something that can that mask with the characters and roles attached
signify anything that has certain consequences.7 to it. The term person ultimately used as legal
In the field of law, the consequences that are terminology, which means something that can
signified by the subject are social consequences bear legal rights and legal duties. These legal
in character; these consequences are controlled rights and duties are differentiated by certain
and modified because they hold rights and circumstances, similar to actors on the show
obligations, privileges and immunities.8 With with its different characters and roles.11 Almost
this meaning, can be understood that inanimate all legal literatures, both Indonesian and western
objects such as molecules or tables or trees are literatures, define legal subject (subjectum juris,
not qualified to be the subject of law, because rechtpersoonlikheid, or person), as the bearer of
they may have certain social consequences for legal rights and/or duties.12 A legal subject is a
their surroundings, but those social right holder and at the same time is also an
consequences do not appear because they carry obligation holder.13 A subjective right shall not
rights and obligations. Inanimate objects will exist without a parallel obligation relates to it.
continue to behave exactly as they behave with Thus, a right exist only if there are others who
or without the rights and obligations that existed have duty corresponds to that right. For this
at those. In contrast, human, singular person or reason, state passes legal provisions to ensure
group of people, obviously going to act that the natural rights of each individual are
differently, or may bring different protected, by formulating parallel obligations
consequences, depending on certain rights and with those rights.14
obligations they possess, and according to
Where are these rights and duties come from?
certain rights and obligations given to them.9
Some theories say that these rights and duties
Legal subjects are usually referred to as persons. are natural law that vested in person from its
Historically, person meant mask commonly birth.15 It is automatic rights that attach to a
worn by Greek and Roman actors on the stage of person, some example of these rights can be
a show.10 Person then meant actors who wore found on The Universal Declaration of Human

7 The concept of subject does not only apply in legal Legal Studies: A Preliminary to Applicable Sphere of
science but prevails in all sciences. It developed Legal Science), Book I, 3rd printing, (PT. Alumni,
initially in mathematics and physics. The word 2013) at 80; Soebijono Tjitrowinoto, Hukum di
‘subject’ has been used in legal theory as a Indonesia (Law in Indonesia), (Rahma Kongsi, 1953)
descriptive term, meaning a right and duty- at 17; Riduan Syahrani, Seluk-Beluk dan Asas-Asas
bearing unit. But actually word ‘subject’ has not Hukum Perdata (Subtlety and Principles of Private
been widely used in legal discussion. It has been Law), 3rd edition, (PT. Alumni, 2006) at 41. Bryant
considered important particularly in German Smith, ‘Legal Personality’ (1928) 37 Yale Law
theory, which has applied first to describe what Journal 283 at 283: ‘a person is a capable of rights
makes anything appropriately a subject, as a and duties,’ Maitland also states that person is ‘a
qualification of having right and duties, and in right and duty bearing unit,’ see Frederic William
German theory of “subjectivity” is itself discussed Maitland, in H.A.L. Fisher (editor), The Collective
in depth particularly in Kant writings. John Papers of Frederic William Maitland (The University
Dewey, ‘The Historic Background of Corporate Press, 1911), Michoud asserts that ‘for legal
Legal Personality’ (1926) 35 The Yale Law Journal science, the notion of person... signifies simply a
655 at 659-661. subject of rights –duties,’ cited from John Dewey,
8 Ibid. supra note 9 at 659.
9 Ibid. 13 Kelsen, Pure Theory.., supra note 6 at 116.
10 PW Duff, Personality in Roman Private Law 14 Ibid at 118-119.
(Cambridge University Press, 1938) at 3. 15 The theory of natural law can be traced back to the
11 John Austin, in R. Campbell (ed), 5th edition, Greek logic, the theory of Plato, Aristotle and their
Lectures on Jurisprudence (John Murray, 1885) at followers, where each theory had varied widely
164. through history. And according to this theory,
12 Mochtar Kusumaatmdja dan Arief Sidharta, obligation or duty is moral duty, which binds an
Pengantar Ilmu Hukum: Suatu Pengenalan Ruang individual by reason of the validity of a moral
Lingkup Berlakunya Ilmu Hukum (Introduction to order.

58 Nagari Law Review • Volume 1 Nomor 1, October 2017


Rights, for instance right to life, liberty, and secondly, non-persons. To put it simply, legal
security without distinction of any kind, such as persons are someone or something which can act
race, colour, sex, religion and so on.16 Other in law, and non-persons are ones or entities
theory, the legal positivism, asserts that legal which cannot act in law. Fall into first category
rights exist only when legislature codifies the are real persons that are humans or natural
rights, it will not bind the person, unless the law persons;21 and artificial legal persons
already creates it, which is legal right.17 While, (sometimes address as fictitious legal person,
Roscoe Pound argues that the law does not even though these terminologies have different
create them, it only recognizes them. The more meanings), 22 such as corporations, universities,
civilized the notion, the richer he is in rights; states, provinces, municipalities, religious
therefore, it is a pressure upon the law to meet bodies, association of government officials,
these increasing scope and character of legal social associations, etc.23
rights.18
In the second category there are human that are
Brown asserts that there are several classes of not accepted as person in law such as one with
person in law.19 In legal speaking, we can divide insanity,24 slaves and outlaws (outside the
entities into two categories. First, persons20 and protection of law). Some literatures embrace the

16 United Nation, The Universal Declaration of the meaning of born and dead are legally
Human Rights, formulated with certain conditions. For example,
http://www.un.org/en/documents/udhr/. Last do foetus, embryo or zygote be determine as
access at May 15, 2017. person that carry the same constitutional legal
17 This theory is introduced by Kelsen in his famous rights and duties with men who has born? If it is
"`The Pure Theory of Law" or "Legal Positivism" included in the meaning of natural person in law,
where he tried to purify law from natural law, or then, abortion, medical experiments on foetal
moral law, social, anthropological, history, parts will count as illegal activity. See Charles I.
political, and so on. Kelsen unlike natural law that Lugosi, ‘Conforming to the Rule of Law: When
view rights and obligations are two different Person and Human Being Finally Mean the Same
things that come from different resources, asserts Thing in Fourteenth Amendment Jurisprudence’
that right and duty are unity in the sense that it is (2006) 22 Issues in Law and Medicine 119 at 125.
specified by the law, See Hans Kelsen supra note 3 See also Michael Stokes Paulsen, ‘The Plausibility
at 495-496. See also James Goetz, ‘Natural Unity of Personhood’ (2012) 74 Ohio State Law Journal
and Paradoxes of Legal Person’ (2013) 27 The 13.
Journal Jurisprudence at 31. 22 Fictitious will refer to something that is not real
18 Roscoe Pound, ‘Interest of Personality’ (1915) 28 and only there in the fantasy or imagination, like
The Harvard Law Review 343 at 344. fiction novel, the story is there, but we cannot
19 Brown, W. Jethro, ‘Personality of the Corporation really see it in reality. While artificial indicate
and the State’ (1905) 21 Law Quarterly Review 365 something that is made to imitate the real one, like
at 376. Also reprinted in (2008) 4 Journal of artificial lake, it is meant to imitate the real lake
Institutional Economics 255. but it is actually made by men, but we can see the
20 Legal persons are sometime addressed as moral lake, there is this artificial lake in front of our eyes.
persons or jural persons or juridical persons. It is In this sense, of course artificial would be more
used interchangeably. However, those words suitable to address other legal persons besides
have emphasizing meaning, which are different human. However, the realist would not agree
from one to another. French writers prefer to use with the term artificial to address legal entity
‘Les Personnes Morales’ or moral persons, even because according to realist, the development of
until now, their Penal Code recognizes moral normal group personality is essentially growth
persons instead of legal persons. and not manufactured.
21 As noted by Austin that ‘a human being 23 Goetz, supra note 19 at 27
considered as invested with rights, or considered 24 In some cases ‘the insane’ can be held accountable
as subject to duties,’ see Hans Kelsen, General criminally. For example to be put in compulsory
Theory…, supra note 7 at 94. There are many detention, or sometimes the courts take the
debates relating the ability of human being to defence of mental illness as a reason for reducing
qualify as person, the requirement of humanity. the sentence. Wells, Corporations and Criminal
For example they are born and not yet dead, and

Nagari Law Review • Volume 1 Nomor 1, October 2017 59


terminology of human nonperson for this 2.2.2 The Theory of Person and Legal Person
category.25 They are human, but do not get the What requirements do legal theorists provide to
title of person in law. The history of slavery has clarify which substance is person in the eye of
developed issue of legal personality in human. If law, who bear rights and duties, and who is not
slaves are considered as person, how one could included as person, are still very unclear. The
regards them as part of property.26 And the last conception that anything can be a person, must
category is legal non-person that is artificial. The essentially acquire certain conditions, the
examples of this type are partnerships, clubs, existence of which is necessary to constitute
family that are not considered as having anything a person. Particularly for criminal law,
personality in law, particularly in civil law. They this examination will also answer the question of
can acquire property for certain purposes, what kind of entities that can hold responsibility
whether by will or by gift. The ability of for a crime. Naffine in her work "Who are Law's
obtaining this property consequently will arise Persons? From Cheshire Cats to Responsible
rights and duties. They might also have Subjects to Responsible Cats,"29 identifies three
psychological unity like corporations, but the approaches regarding how law defines legal
law do not recognize it as person.27 Therefore person. The first, legal person in the meaning of
legal person do not always human being, and legal formal meaning, secondly, person as a
being human does not guarantee that he/she be reasonable creature, and third, person is a
regarded as a person in law. responsible subject.
To be a person, a particular legal regime may The first theory describes legal personality as the
accommodate different requirements from ability of legal person to have formal capacity to
another legal regime. The concept of who, what bear the legal rights in order to participate in
and what capacities should be possessed to be a legal relations.30 Legal persons are not different
person, can be discussed from historical, entities of their rights and obligations, but it is a
political, moral, philosophical, metaphysical, personification of unity, and because the rights
theological perspective. Theological and obligations of a legal person, in this context
philosophers view person as sacred being that also called unity personification of a set of legal
must be respected and protected. This notion norms.31 According to this definition, we should
tends to include a foetus as person. Health law see physical and juristic person as identical in
often embraces the meaning of person as this nature, because person is not seen from whether
sacred being.28 Liberal moral philosophers claim they have physic or psychological matter, but
that person is a moral agent, an intelligent and person is seen as the bearer of the rights and
reflective being who can make rational choices. duties that is norm complexes.32 Moreover,
This conception greatly influenced the notion of regarding the freedom or autonomy of the
person in the field of law, particularly criminal physical person, which is comparable to
law; with the idea of responsible agent that can freedom of the will, this theory does not accept
be accountable for the crimes they committed. it as part of legal theory, instead it is said to be a
Whereas legalists reject all form of metaphysical political theory as the fundamental quality of the
theories; to them, person simply entities that State.33 Proponents of this definition, tend to
bear legal rights and duties. view purely legal character by separating legal
theory from moral, social, political and historical
aspects. Person exists only as a capacity to

Responsibility, 2cd edition (Oxford Univerisy 28 Naffine, Legal Theory…, supra note 5.
Press, 2001) at 65. 29 Ngaire Naffine, ‘Who are Law’s Persons? From
25 For example Harvard Law Review’s Notes, When Cheshire Cats to Responsible Cats to Responsible
We Talk about When We Talk about Persons: The Subjects’ (2003) 66 Modern Law Review 346.
Language of a Legal Fiction, (2001) 114 Harvard 30 Ibid at 350.
Law Review 1745 at 1747. 31 Kelsen, Pure Theory…, supra note 6 at 91.
26 Ibid. 32 Kelsen , General Theory…, supra note 7 at 496.
27 Brown, supra note 21 at 258. 33 Ibid at 497.

60 Nagari Law Review • Volume 1 Nomor 1, October 2017


operate in law, granted the competence by the Aristotle; regarding the nature of beings, indeed,
law itself. 34 is a very interesting topic for philosophers in the
Middle Ages.
With this understanding, then anything could
possess legal personality because legal persons Reasonable means endowed with a natural
designated or defined by the law. So, it could ability to choose, as described by Aristotle that
include animals, foetuses, dead people, humans, as part of their natural properties must
environment, corporate, whatever according to have free will.39 Similar in many ways is the
law necessary to be included into legal persons. ´principle of alternative possibilities´, according
There is no particular character that makes the to which an individual may proper be held
difference between being and non-being that responsible for conduct only if he or she could
keeps them from becoming persons. There is no have done otherwise. In criminal law, relating to
special character to become persons. One object the theory of responsibility, it is not fair to
can be person enough when legal gives them the punish someone who has no capacity to
ability to bear the formal rights or obligations. understand what he/she is doing or has no
According to Kelsen, ‘persons exist as long as capacity to will something that is evil. Therefore
they have the rights and obligations; regardless one can be liable for an action only if he/she has
of whether they do not even have the fundamental idea of fairness and individual
existence.’35 Ideally, in this condition, law have liberty when did that action. That is why in some
to be responsive to the progress of the situations like self-defending against attack, or
civilization, where the growth of law and the under duress, or suffer mental incapacity may
growth of individual interest walk together. remove criminal liability. 40
However, as Pound said that often the
This human freedom according to Immanuel
recognition of individual or social interests
Kant led to moral and moral determination that
relatively late in the development of law.36
can be said a self-determining moral agent.41
The second definition of legal persons is being Moral in human beings differentiate them from
reasonable. This notion is generally accepted as inanimate objects or living things such as plants
a formal legal sense of the persons. One thing or animals. Therefore, when humans have
that is conventionally accepted in law that a reasonable element with free will; it can be said
person may be subject to law at the time he/she that they are autonomous individual; described
was born and it stops being legal subject as its as a separate, distinct and possess
whole brain dies.37 The dominant conception of individualism. Moore argues that to be the
42

person in this second sense described by subjects of criminal law, it must at least be
Thomas Aquinas (1224-1274) with, vera persona rational agents that possess autonomy in four
est rei rationabilis individua substantia38 In this different senses: emotionality, unified character,
meaning every last word (rationalist, individual,
substantia) has a technical definition where the
discussion back to the concept of metaphysics by

34 Ibid. Sinha, Jurisprudence: Legal Philosophy (West


35 Kelsen, Pure Theory…, supra note 6 at 93. Publishing Co, 1993) at 86-87.
36 Pound, supra note 20 at 348. 40 J. Fischer, ‘Responsibility and Control’ (1982) 79
37 Naffine, Who are Law’s Person…, supra note 30 at Journal of Philosophy 24. See also Nicola Lacey,
357. ‘In Search of the Responsible Subject: History,
38 Cited from Dewey, supra note 9 at 666. Philosophy and Social Science in Criminal Law
39 Aristotle of Greece (385 atau 384 B.C.-322 B.C) Theory, (2001) 64 The Modern Law Review 350 at
affirms ‘man is subject to nature in as much as he is a 353.
part of the universe and, therefore, subject to the laws 41 Immanuel Kant (1724-1808), cited from Freeman,
of matter and creation and man is subject to nature in Llyod’s Introduction to Jurisprudence, 7th edition,
as much as he dominates it by his spirit. His spirit (Sweet & Maxwell Limited, 2004) at 118.
enables him to will freely and, therefore, to distinguish 42 Philippe Ducor, ‘The Legal Status of Human
between good and evil.’ Cited from Surya Prakash Materials’ (1996) 44 Drake Law Review 195 at 200.

Nagari Law Review • Volume 1 Nomor 1, October 2017 61


unified consciousness, and intentionality.43 With adults are potential right holders where
the reason that someone has, he can limit his considerable moral significance attaches and can
personal demand that interfere the interest of personally responsible for his/her civil and
others.44 For example, with the reason that criminal actions.50 When compared with the first
someone has, he/she will not take someone theory, then in this third concept, there is an
else´s property just because he/she wants it. active subject and moral beings that is separated
from the relationship: he who determines his
Since rights and obligations encompass rational
will, which holds and determine its rights and
choice, the involvement of ‘rational
the holder of a separate and distinct rights.
individuated substance’ in the concept of person
survived long after metaphysics and theology. Legal persons according to the third theory is in
French is one of the countries who consistently line with the understanding of person proposed
put moral personhood to be the meeting place by John Locke, in which the actions and
for theories of group personality.45 Although qualifications is owned only by the intelligence
this concept according to Kelsen has the agent, capable of law, can be happy and sad.51 In
ambiguity of the mixing concept between other words, according to the third theory, legal
human and person, humans and persons are person is intelligence agent and moral agent that
different concepts from different can be responsible for his/her actions. In moral
considerations. Human according to him exists
46 context, person is an individual who can make
in biological and psychological concept or in decisions and able to execute that decision
natural sciences, while person is a concept in law independently. Additionally, in legal context,
that refers to a social role, from the analysis of that person has the right to make decisions and
legal norms.47 execute it.52
The third theory about legal personality is the The third theory, which explains person as
responsible subject. According to this responsible subject, who has sufficient mental
understanding, not all men (human beings) are determination to consider his/her actions and
eligible to be the persons, but only a rational and can be accountable for all rational choices that
competent by law. According to Lacey, the he/she made, is the most acceptable concept
second theory that focuses in the idea about about person in criminal law. Because criminal
human being and a set of values as rational and law discuss specifically subject who can commit
self-determining moral agent, fails to account a crime, able to be responsible for that act, and
the idea of responsibility and that the subjective, can bear criminal sanction.
capacity conception is only one among others
As we have discussed some theories about legal
possible interpretations of human
personality, now, we will scrutinize issues
responsibility.48 As Richard Tour employs the
regarding group of people personality, which is
term ‘full legal personality’ which requires the
part of non-human legal subjects. We only focus
person to be able to initiate an action in court,
on this legal person because criminal law accepts
sue and be sued. 49 Meanwhile, according to
both natural person and group of people as
Matthew Kramer, mentally competent human
person. Issue regarding group legal personality

43 Michael S. Moore, Placing Blame: A Theory of the 48 Lacey, supra note 42 at 357.
Criminal law, (Oxford University Press, 2010) at 49 Naffine, Who are Law’s Person…, supra note 30 at
611. 347.
44 Pound, supra note 20 at 355. 50 M. H. Kramer, ‘Do Animals and Dead People
45 In its Penal Code Article 121-2, French defines: Have Legal Rights?’ (2001) 14 Canadian Journal of
“Moral persons (Les personnes morales), with the Law and Jurisprudence 29 at 36.
exception of the State, are criminally liable for the 51 Naffine, Who are Law’s Person…, supra note 30 at
offenses committed on their account by their organs or 347.
representatives . . . in the cases provided for by statute 52 C.N. Nana, Constantine Ntsanyu. Corporate
or regulations.” Criminal Liability in the United Kingdom:
46 Kelsen, Pure Theory...., supra note 6 at 94 Determining the Appropriate Mechanism of
47 Ibid. Imputation (Robert Gordon University, 2009) at 44.

62 Nagari Law Review • Volume 1 Nomor 1, October 2017


observes on how to associate human as natural corporation is a collective of individuals whose
person in law with other juristic persons. This identity is not related to the identities of the
discussion may be parallel to the topic of members. Accordingly, to be a moral agent, a
animal53, intelligent agent54, or foetus55 as legal group of people should be able to have its own
person. However this paper will focus only to intentionality, or corporate intention that can be
the discussion of organizations as person in law. found in the corporation´s internal decision
Organizations are association of people, such as making structure.59 As Austin describes that
business corporations, non-profit oriented responsibility is based on intentionality.
organizations, states, universities, and so forth.
The establishment of legal persons has been
The basic question is, whether this juristic
there for a long time. The state was the first legal
person has mental element that give them the
person that is recognized by law.60 State
ability for moral consideration,56 as being
currently classified as a form of organization
possessed by natural person, so they can be
that has legal personality. This also true for
liable of its conduct.
state’s subordinate, such as provinces, cities,
Corporations have a unique characteristic, as regencies, state’s departments, state’s agencies
Iwai argues that it is at the same time both a and so forth. Looking at a state as a different
person and a thing; because it has the propensity legal person from its constituent is easier than
to own and be owned. Corporation owns all observe it from a business organization. If, for
asset of the corporation, which also can be done example, a state owed some money, its citizens
by a natural person; however, unlike natural would not carry out the loan, and even if half of
person, who cannot be owned, corporation is in its citizen immigrates to another country, no one
fact, and cannot be denied is owned by the would have thought to pursue the citizens to
shareholders.57 pay his/her country´s debt.61
French distinguishes different types of Initially, non-human legal person is addressed
collective, the aggregate and the corporation.58 as juristic person; the term of the fictitious
An aggregate collectivise is a mere collection of person was occupied. The conception of
people such as gang which cannot be seen as a fictitious person is a legacy from the Roman law,
moral agent. An aggregate identity will change constructed and elaborated by the religious
whenever there is a change in its membership. A lawyers of the Middle Ages, and presented on

53 Generally, animals do not account to be a legal who have been born. See further Lugosi, supra
person in criminal law. However, there are some note 23 at 125. See also Paulsen, supra note 23.
rare cases that hold an animal to be liable of a 56 Moral consideration sometimes being discussed
crime. For example, a case in Argentina, a dog was with the topic of ”Moral Considerability”. See for
sentenced to life in imprisonment for killing a example Mark H. Bernstein, On Moral
three years old child of the owner. Cited from Considerability: An Essay On Who Morally Matters
Wells, supra note 26 at 65. (1998).
54 There are some discussion about the possibility to 57 Katsuhito Iwai, ‘Persons, Things and
make computers and robots with its intelligent Corporations: The Corporate Personality
agent may be liable in criminal law because it is Controversy and Comparative Corporate
considered to have the same legal capacity with Governance’ (1999) 47 The American Journal of
human. See for example Andrade, Francisco, et al. Comparative Law 583 at 589-590.
‘Contracting agents: legal personality and 58 French, Collective and Corporate Responsibility
representation’ (2007) 15 Artificial Intelligence (Columbia University Press, 1984), at 8
and Law 357 at 371. See also Peter M. Asaro, 59 Ibid at 39.
‘Robots and Responsibility from a Legal 60 Ugo Pagano, ‘Legal Person: the evolution of
Perspective’ (2007) Working Paper University of fictitious species’ (2010) 2 Journal of Institutional
Umea Sweden, can be accessed at Economics 117 at 119.
http://www.peterasaro.org/writing/ 61 Goerge F. Deiser, ‘The Juristic Person. I’ (1908) 57
55 Many scholars are in the opinion that foetus in the University of Pennsylvania Law Review and
womb should be regarded as a person under the American Law Register 131 at 134.
law, and should get all the rights as human being

Nagari Law Review • Volume 1 Nomor 1, October 2017 63


modern legal thought by Savigny. The theory They are given the position as independent
has no concern for members and accordingly, individual according to the law, as given to
the fictitious person cannot exist except by virtue companies, non-profit institutions, universities,
of some act of the state. In the development, this hospitals, organization with cooperative, such as
theory was evaluated by the reductionist that is insurance, private clubs, and even to
popular in the second half of the nineteenth government agencies, such as city, province,
century that holds that corporations are state institution, state companies such as post
aggregates of natural person.62 And then, the office, state telecommunication, state television
examination of the legal literature criticized and so on.67 Accordingly, corporation is no more
those two theories, by the realist such as Beseler and no less than what the law made it to be
and Gierke who set up an analysis of the
Reductionist explains that organization or entity
conception of the corporation as a personality
refer to aggregate of individuals and the
based not on Roman, but on a priori principle.63
interaction that occur between those individuals
The real entity theory heated discussions from
in that combined entity.68 Further, this
around 1900 to 1930. On this view, the
reductionist theory can be divided into
corporation is neither a fiction nor an aggregate
aggregate view and nexus of contracts view.
but a non-reducible real entity.
According to aggregate view, organization´s
Therefore, generally there are three main property is property of the constituent entities,
approaches to explain the personality of group while in contractual view, the organization is a
of people: formalist (concessionary) theory, contract among the members.69 Contract is
reductionist (atomistic) theory and realist broadly understood as any voluntary agreement
(holistic) theory.64 In the formalist view, the involving some sort of exchange. Therefore
personality of the organization is there because corporation is a voluntary coalition of
it is given by the state, so it is an exclusive individuals, and a collection of contracts
creation of the law. The organization is like a between various owners; it legally treated as
reflection of the political state that gives it persons signing the various contracts involved
existence, constituted an autonomous in the nexus.70 Accordingly, corporations were
institutional actor separable from those with an emerged not because of the state, it was simply
interest in it.65 It is often associated with this as individuals joined together to undertake
view that the entity itself is not real, artificial some business enterprises, the basis is more like
being, invisible, intangible, so it is just a fictitious partnerships.71 Moreover, organization can be
thing. Thus, the organization is simply an said as assemble or collection of wealth or assets
artificial description or an imaginary legal as proposed by Grossman and Hart.72 The
person that exists only in contemplation of law.66 corporation consists of those assets that it owns

62 David Gindis, ‘From Fictions and Aggregates to 65 Larry Catà Backer, ‘The Autonomous Global
Real Entities in the Theory of the Firm’ (2009) 5 Corporation: On the Role of Organizational Law
Journal of Institutional Economics 25 at 26. Beyond Asset Partitioning and Legal Personality’
63 Deiser, supra note 63 at 136-137. (2005) 41 Tulsa Law Review 541 at 542.
64 Meir Dan-Cohen, ‘Epilogue on Corporate 66 Michael Jensen and William Meckling, ‘Theory of
Personhood and Humanity’ (2013) 16 New the Firm: Managerial Behavior, Agency Costs and
Criminal Law Review 300 at 302. See also Jothan Ownership Structure’ (1976) 3 Journal of Financial
A. Marcantel, ‘The Corporation as a ”Real” Economics 305 at 310.
Constitutional Person’ (2011) 11 US Davis 67 Ibid.
Business Law Journal 221 at 222. Sometimes, the 68 Cohen, supra note 66 at 302
reductionist (atomistic) theory also addresses as 69 Ibid.
the partnership theory and realist (holistic) theory 70 Gindis, supra note 64 at 27-29.
that is also called entity theory. See Margaret M. 71 Blair, supra note 66 at 804.
Blair, “Corporate Personhood and the Corporate 72 Sanford J. Grossman dan Oliver D. Hart, ‘The Cost
Persona” (2013) 3 University of Illinois Law and Benefits of Ownership: A Theory of Vertical
Review 785 at 807. and Lateral Integration’ (1986) 94 Journal of
Political Economy 691 at 692.

64 Nagari Law Review • Volume 1 Nomor 1, October 2017


or over which it has control. Therefore, to law regulate act that is prohibited to be done by
identify a corporation, is to look at its assets. its legal subject in social life; it concerns with
individual defendant as author of acts and
The last theory regarding legal entities
omissions. If the subject did what is forbidden or
personality is realist theory. Within the last
abandoned its obligations, then the person will
decade of the nineteenth century, scholars began
get punishment from the state. Thus, in the
to articulate the idea that corporations were real
context of criminal law, the subject of law is
entities that came as a result of the nature
consequently the subject of the norms or
tendency of human beings to organize
addressee of the provision (norm addressat) or
themselves into groups.73 According to realist, a
who is required to do or not to do something.
collective entity is a real and natural entity just
as real as individuals.74 It is an organic social If there is someone who is obligated to do
reality with separate and distinct bodies that something to others, then, the norm addresat is
possessed their own values and desires the first one, the person who is obligated to do
independent of its changing shareholders.75 It is something, and not the last one. In this case, the
an autonomous, self-sufficient and self- person who owns the right is the object of the
renewing body, and it can determine and provision.80 For instance, article 21 of Indonesian
enforce it common will. It regards the law on Conservation of Biological Resources and
corporation as a unit recognized in the law with Ecosystems, declares that ‘everyone is
its individual characteristic, like those of natural prohibited from catching, harming, killing,
person. This theory refuses to reduce reality into storing, processing, maintaining, transporting
individuals and relationship among those and selling protected animals alive.’ Norm
individuals. Corporation is more than either a addressat of this provision is ‘everyone’, while
creation of the state or just an aggregate of the ‘the protected animals’ are object of the norm.
shareholders.76 The protected animals are right holders,
because, under this act, it has right not to be
When we say that corporate person is not a legal
arrested, injured, killed, and so on. If we adopt
fiction, we imply that it is a representation of
formalist view, the protected animal in this case,
physical realities, which the law recognizes
may be referred as the subject of law because it
rather than creates.77 Even Machen argues that
has legal rights or the legal right holder.
the corporation existed prior to law; all the law
Therefore, criminal law subjects are narrower
can do is to recognize it or refuse to recognize
than legal subjects, since, it does not only
it.78 When two, three, four or more body of men
concern with subject with legal rights and/or
unite themselves together to act in a particular
duties, but criminal law also takes into account
way for common purpose, they create a body,
the ability and capacity of the subject to act, be
which by no fiction, but by the very nature of
responsible, and be punishable.
things, differs from the individuals of whom it is
constituted.79 Nowadays, laws regard all natural persons as
having legal personality, although their ability
2.2.3 Persons in Criminal Law
to be responsible criminally may vary according
Somewhat confusing when connecting existing
to their age and status.81 Some individuals, who
legal subject concept, which mean the bearer of
are in fact legal persons, may be excluded from
legal rights and duties, with legal subject within
criminal liability, such as the young and the
the context of criminal law. In general, criminal
lunatic.82 And in the Ancient time for some cases

73 Mark M. Hager, ‘Essays on Bodies Politic: The 76 Blair, supra note 66 at 806.
Progressive History of Organizational "Real 77 Brown, supra note 21 at 372.
Entity" Theory"’ (1988) 50 University of Pittsburgh 78 Machen, supra note 76 at 361.
Law Review 575. 79 Deiser, supra note 63 at 133.
74 Arthur W. Machen, ‘Corporate Personality 80 Kelsen, Pure Theory.., supra note 6 at 128.
(continued)’ (1911) 24 Harvard Law Review 347 at 81 Wells, supra note 26 at 81.
363. 82 Being legal person does not make it automatically
75 Marcantel, supra note 66 at 228. responsible in criminal law. In relation with

Nagari Law Review • Volume 1 Nomor 1, October 2017 65


there were also slaves and women who were The institutions were granted personality by
omitted from the meaning of subject. Moreover, charter issued by local authority or by the king.
in the criminal law of Ancient Roman, the With such charter, the religious institution can
magistrates in office who had imperium, were operate as an independent entity and can hold
totally immune from criminal accusations properties in its own name. With this feature,
during, their term; that is also true for the guaranteed the certainty that the property will
emperor.83 However, nowadays, criminal law not be inherited to the decedents of the member
hold that in the meaning of persons, includes who administered and controlled the property
natural persons and legal persons. It cannot be on behalf of the institutions. Moreover, it will
denied that political pragmatism shapes so ensure that the property will not be returned to
many decisions about criminal policy.84 the authorities if the administers died.87
Therefore, with the issuing of the charter, assert
Pertaining what kind of organization that can be
that institutions are independent entities that
served as criminal legal subject, Indonesian
have long-term sustainability.
drafted Penal Code and some existed
regulations use corporation terminology to This concept, where a group of people can act
accommodate legal person other than natural together as single entity with an unlimited
person. These laws explain corporation as lifetime, at least for the benefit of owning
‘organized group of persons and/or property, property or wealth, then applied to a city or
either has legal personality or no legal municipality or community group. Until the
personality.85 We will scrutinize two aspects of sixteenth century, corporations were used for
this regulation, first, to examine the utilization of various institutions such as cities, districts,
the terminology of corporation, and secondly to universities, colleges, hospitals, social
connect the meaning of corporation that is organizations, bishops, deans, monasteries, and
embraced by the legislators to group personality other institutions.88 Besides the intention of
theories that we have discuss previously. continues sustainability, another goal of the
establishment of a corporation is for the purpose
The concept of corporation is discussed in depth
of self-governance. For example, the charter
because it is the contemporary terminology used
issued to municipalities in the Middle Ages
by many Indonesian new laws to refer to legal
explicitly given for the purpose of this
person. To find out the meaning and definition
management independency.
of corporation, I will investigate the history of
the concept and accumulate many definitions of Margaret M. Blair asserts that the word
this terminology from various academic sources. corporations come from the Latin word corpus,
meaning body, because the law recognized the
Historically, corporations were created to
group of people who formed the corporation
regulate the Roman Catholic Church and other
religious institutions in Europe in middle ages.86

corporations, being legal persons, do not make 85 Indonesian Ministry of Law and Human Rights,
corporations automatically liable, unless it The Draft of National Penal Code, 2015, Article
deserves punishment because of its conduct. See 190, see also Indonesia, Law No. 31/1999 on the
Joan MacLeod Heminway, ‘Thoughts on the Eradication of Corruption art 1.
Corporation as a Person for Purposes of Corporate 86 M. Blair, supra note 66
Criminal Liability, (2011) 41 Stetson Law Review 87 As Mark explains that by giving a charter to an
137 at 144. institution, there will be distinction between
83 O.F. Robinson, The Criminal Law of Ancient Rome public property and private property that cannot
(Duckworth, 1995) at 16. be mixed up. See Gregory A. Mark, ‘The
84 Nicola Lacey, ‘Principles, Policies, and Politics of Personification of the Business Corporation in
Criminal Law’ in Lucia Zedner and Julian V. American Law’ (1987) 54 University of Chicago
Roberts (eds), Principles and Values in Criminal Law Law Review at 1449
88 Ron Harris, Industrializing English Law:
and Criminal Justice: Essays in Honour of Andrew
Entrepreneurship and Business Organizations, 1720 –
Ashworth (Oxford Scholarship Online, 2012) at 20.
1844 (Cambrige University Press, 2000) at 1459.

66 Nagari Law Review • Volume 1 Nomor 1, October 2017


could act as one body or one legal person.89 It engage in mobilizing resources for productive
reveals the process of giving a body to uses in order to create wealth and other benefits
something through the mechanism of for its multiple constituents or stakeholders.’93
incorporation.90 Formally, Robert Hessen Many experts in the United States in discussing
affirms that corporations, unlike other the corporation refer to big business, and not to
organizations, are creature of the state because the other forms of associations. For example,
they require governmental permission to exist.91 Peter F. Drucker affirms that corporations are
This approach also accommodated by Black’s large-scale business enterprise usually owned in
Law Dictionary that states that corporation is an corporate form.94 According to Gower,
entity having authority under law to act as a lawmakers in the United States prefer to use the
single person, a group or succession of persons term of corporation to refer to business entity,
established in accordance with legal rules into a compared to the lawmakers in the United
legal or juristic person that has a legal Kingdom who tend to use the term of
personality distinct from the natural persons company.95 This principle can also be found in
who make it up, and has the legal powers Australia, where experts when discussing
according to its constitution.92 corporation law, refer to big business, which
existence requires the incorporation process.96
From the above meanings, it can be understand
that corporation is legal entity that has legal Although in general the corporation is a group
personality, independent from its members, of persons acting as a legal entity that have legal
obtained its personality in accordance with the personality, there are exceptions to that concept.
applicable law. It is confirmed that not all Maitland clarifies that in history and theory of
collective groups are corporations, such as ‘trust’ law, the terminology of corporation is not
as it is known in Western civil law, cannot be always an aggregate corporation, but it also
called corporation but unincorporated body. recognizes sole corporations, which attached not
This concept is very important to be highlighted to collective but to particular individual.
to provide an understanding that corporations Corporation sole, first applied to a parish church
are not the same as unincorporated bodies or (rector ecclesiae parochialis), and then the title is
groups of peoples, which cannot be called legal also given to king or the crown. Pursuant to
person. Blair, the purpose of establishing corporation
sole is to make clear that the controlled property
Initially, the notion of corporation includes all
is not a private property, but relating to such
forms of organized group that have legal
corporation sole position and all contracts made
personality. For example, states, social purpose
are not in their personal position, but as their
corporations, business oriented corporations, or
official capacity in the corporation sole. So that
corporations engage in religious affairs.
all properties, rights, and obligations arising
However, in economic and business field, the
from contract made by the corporation sole, will
terminology of corporation shaped into a more
be proceeded to the successor of the
narrow meaning. Post, Preston and, Sachs
explain that corporation is ‘an organization

89 M. Blair, supra note 66 at. 788. 93 J.E. Post, L.E Preston, and S. Sachs, Redefining the
90 Christopher Harding, Criminal Enterprise: Corporation (Standford University Press, 2002) at
Individuals, Organisations And Criminal 17.
Responsibility (Willian Publishing. 2007) at 33. 94 See Peter F. Drucker, Concept of the Corporation,
91 Robert Hessen, In Defense of the Corporation, Seventh Printing, (Transaction Publisher, 2008) at
Second Printing (Hoover Institution Press, 1979) 4.
at xiv. 95 See Gower, L.C.B. ‘Some Contrast Between British
92 Bryan A. Garner (editor in Chief), Black’s Law and American Corporation Law’ (1956) 69
Dictionary, ninth Edition (Thomson Reuter, 2009) Harvard Law Review 1369.
at 391. 96 Roman Tomasic, Stephen Bottomley & Rob
Mcqueen, Corporations Law in Australia. Second
Edition. (The Federation Press, 2002) at 5.

Nagari Law Review • Volume 1 Nomor 1, October 2017 67


corporation.97 However, Maitland affirms that The United Kingdom, in its Interpretation Act of
the concept of corporate sole itself is the reckless 1978, explains, ‘The word person includes a
development of the theory of corporation as body of persons corporate or unincorporated.’
persona ficta98. Furthermore, when viewing its Corporate
Manslaughter and Corporate Homicide Act 2007,
Indonesian drafted Penal Code explains
also demonstrate the different position of
corporation as “organized group of persons
corporations and non-legal entities such as
and/or property, either has legal personality or
partnership, trade union, or employers’
no legal personality.”99 This definition gives
associations. This act does not occupy the
broader meaning of corporation, as it is
terminology of corporation or legal person, but
understood earlier, where corporation is legal
organizations. The objective is to accommodate
entity that has legal personality. It may include
not only corporations or legal person but also to
generally, a group of people like clubs,
encompass entities without legal personality as
associations, partnerships, do not have legal
the normadresat of this act.
existence separate from its individual members.
In this meaning corporation of course goes Canadian Penal Code 2004, also embraces the
beyond that definition, and include not only terminology of organization to address group of
profit oriented company, but also states, peoples that can be subject to criminal law. As
governmental bodies, political parties, unions, Section 2, 22.1 states that “everyone, person, and
non-profit organizations, non-economic owner, and similar expressions, include Her
orientation public authorities, all types of Majesty and an organization.” The meaning of
organizations. Organizations that exist for the organizations described by this act is also not
reason of managing governmental powers are equating the corporation (body corporate) with
known as public corporations. Those that are other associations without legal personality. As
organized for the purpose of enriching private this act explains that organizations are: ‘(a) a
individuals are known as private public body, body corporate, society, company,
corporations.100 Therefore subject of criminal firm, partnership, trade union or municipality,
law have autonomous meaning than that of civil or (b) an association of persons that (i) is created
law. for common purpose, (ii) has an operational
structure, and (iii) holds itself out to the public
Countries like the United States, the United
as an association of persons.’
Kingdom, Canada, Singapore, and New
Zealand, accept the distinction between Furthermore, Indonesian drafted penal code
corporations and unincorporated bodies. This section 214 states that persons are natural
can be seen from how these countries elaborate persons including corporations. It is interesting
the meaning of its person. For instance, The to see that not many countries put plainly
United States in its Model Penal Code, §1.13, corporations and natural persons side by side as
General Definitions, subtitle (8) states that subject to criminal law. Countries with civil law
“person, he and actor include any natural person backgrounds do not use this terminology to refer
and, where relevant, a corporation or an to subjects other than human. The terms juristic
unincorporated association.” In US Code, Title 1, person, legal person, or moral person are the
Chapter 1, § 1, describes the “words person and terminologies most commonly used to define
whoever include corporations, companies, the organization through which corporate action
associations, firms, partnerships, societies, and is affected. For example, in Dutch Penal Code,
joint stock companies, as well as individuals.” natural person is contrasted with legal persons or
rechtspersonen, where Dutch Penal Code at

97 M. Blair, supra note 66 at 789-790. 99 Indonesian Ministry of Law and Human Rights,
98 Maitland, State, Trust and Corporation edited by The Draft of National Penal Code, 2015, Article
David Runciman and Magnus Ryan (Cambridge 190 see also Indonesia, Law No. 31/1999 on the
University Press, 2003) at xvi. Eradication of Corruption art 1.
100 Deiser supra note 63 at 135.

68 Nagari Law Review • Volume 1 Nomor 1, October 2017


Article 51 (1) states that “offences can be committed agree with Taslitz stating that corporation is
by natural persons and legal persons undoubtedly the most striking organization
(rechtspersonen)”. French Penal Code occupies treating as legal person and is a legal paradigm
the terminology of moral persons (Les personnes of a collective entity.102 If using the basic theory
morales), it is articulated at Article 121-2 that of personality of corporation, which states that
“Moral persons (Les personnes morales), with the corporation is the result of the process of
exception of the State, are criminally liable for the incorporating where it has the personality before
offenses committed on their account by their organs the law after that incorporation mechanism, thus
or representatives according to the distinctions set it is inappropriate to adopt the term corporation
out in articles 121-4 and 121-7.” for an entity that is not eligible to be called a
Indonesia is comparable to Australia in putting corporation. I argue that term corporation is a
corporation alongside with natural person as term that has been solid for only legal entities
legal subject. In Australian Legislation Act 2001, that have been through a process of
section 160 (1) declares, “References to people incorporation. Whereas associations that have
generally includes a reference to a body politic no status as legal person is usually referred as
or corporate as well as an individual.” More unincorporated body. If we reconsider the
specifically, Australian Criminal Code 2002, theory of legal personality and if we want to
section 49 (1) states, ‘This Act applies to make legal construction by utilizing this theory
corporations as well as individuals.’ Neither seriously, it is imprecise to parallel natural
Australian Criminal Code nor Australian person with corporation. It will be more
Legislation Act provides the meaning of appropriate to embrace legal person or moral
corporation. However, the meaning of person, which includes corporation.
corporation can be found in Australian If we examine article 51 (3) of Dutch Penal Code
Corporation Act 2001, section 57 A states that declares that ‘equal status as a legal person
corporation includes company, body corporate, applies to a company without legal personality,
an unincorporated body that may sue or be a partnership, a firm of ship owners, and a
sued, or may hold property. However, separate capital sum assembled for a special
according to this act, public authority and purposes.’ It can be determined that
corporation sole are excluded from the theoretically organizations without legal
terminology. personality are different with organizations with
It is not easy to give a complete definition of a legal personality. Though, their status is
terminology where it has developed into equalized for the benefit of the practice of
something different from its literal meaning. criminal law in the Netherlands. This is different
Hart affirms that there is often a difference with Indonesia on how it elaborates the status of
between the meanings of a term in law with the legal person, where it embraces the terminology
same term outside the law. Even though they are of corporation and defined it as organized group
interconnected in some aspects. As Hart states of people and/or wealth, with or without legal
that ‘Corporation, right or duty… do not have status. It is clear that corporation is defined and
the straightforward connection with interpreted without full understanding
counterparts in the world of fact which most regarding its history and philosophical
ordinary words have and to which we appeal in development.
our definition of ordinary words.’101 Assuming that the lawmakers wish to remove
From the justifications described, the the dichotomy of the legal personality at all, by
elaboration of the terminology of corporation not discriminating between organizations with
conveyed by some experts, and from the legal personality and organizations without
analysis of several laws from some countries, I legal personality status, and treat them equally

HLA Hart, Definition and Theory in Jurisprudence.


101 102 Andrew E. Taslitz, ‘Reciprocity And The Criminal
(Oxford: Clarendon Press, 1953) at 5. Responsibility Of Corporations’ (2012) 41 Stetson
Law Review 73 at 75.

Nagari Law Review • Volume 1 Nomor 1, October 2017 69


in criminal law, I suggest adopting the term Theoretically, the capacity of an organization to
organizations to refer to collective actors in all its be liable before the law linked to legal
forms. Thus, in elaborating criminal liability to personality. There are at least three legal
an organization, we do not puzzle with the personality theories that serve as the basis for
theory of legal personality, whether an granting the status of independent legal subject
organization has legal personality or not, but the to an organization, namely, formalist, aggregate,
characteristics of organizations that will be the and realist. Although legal personality is an
focused of the consideration. As some countries important ground in the ability of an
with its recent enacted laws, are prefer to adopt organization to incur liability in some legal
the terminology of organizations to refer to regimes, criminal law in its development begins
collective actors. As discussed above, for to eliminate the dichotomy between
instance, Canadian Criminal Code 2004, UK organizations with legal personality and
Corporate Manslaughter and Corporate organizations without legal personality. It can
Homicide Act 2007, UK Bribery Act 2010, and be said that criminal law in recognizing the
United States Guidelines Manual 2005. existence of an organization depend not on its
Corresponding to the legal explanations given legal formal prerequisite, but based on the
by Canadian Department of Justice, the term factual existence and participation of that
person or corporation do not cover all forms of organization in the society. This concept is
bodies that may commit a criminal offence, the closely related to realist legal personality theory.
most suitable form to accommodate all forms of
The latest Indonesian drafted penal code affirms
collective group that is subject to criminal code
that person is human and corporation.
is organization.
Corporation is defined with broad meaning as
3. Conclusion organized group of persons and/or property,
either has legal personality or no legal
Person as the bearer of legal rights and duties
personality. From this definition can be said that
can include many entities that the law perceives
there are some sense of aggregate corporate
sufficient enough to bear it. However, person in
personality theory. Corporations are
criminal law context means someone or
undoubtedly the most noticeable organizations
something with the ability to reason, someone
that are treated as legal persons. Corporation
who can make free choices of some foreseen
obtain its legal personality through the process
consequences. Criminal law theories distinguish
of incorporation. Therefore, it is inappropriate to
offender, responsible agent and punishable
adopt corporation terminology to include
agent. In analysing each subject of the criminal
entities without legal personality in its realm.
law, it is important to be able to identify which
Broad definition that is adopted by drafted
legal subject that can be an offender, responsible
penal code creates confusion about the theory of
agent and punishable agent. Since not all
legal personhood, since it also accommodates
subjects may commit a crime, not all offenders
organizations without legal personality into the
can be criminally liable for their actions, and not
meaning of corporations.
all responsible offenders are punishable.
Criminal law in fact, does not question the
Organizations have been accepted as legal
dichotomy between entities with legal
subject in criminal law regime that may bear
personality and without legal personality and
legal rights and duties, and may engage in legal
treats them equally as both liable and
relations. Organizations as independent legal
punishable agent. Therefore, I argue that the
subjects have specific objectives in interacting
most convenient terminology to refer to
with other legal subjects. They may commit
collective actor in criminal law is organization,
criminal acts to obtain those objectives, so they
instead of corporation. Thus, in constructing
should be accountable for such acts, and incur
criminal liability we do not trapped in the
criminal punishment to ensure the peacefulness
concept of legal personality, but focus on the
of the society.
characteristic of its organization as independent
subject.

70 Nagari Law Review • Volume 1 Nomor 1, October 2017


References: (2009) 5 Journal of Institutional Economics
Asaro, Peter M. ‘Robots and Responsibility from 25.
a Legal Perspective’ (2007) Working Paper Goetz, James. ‘Natural Unity and Paradoxes of
University of Umea Sweden, can be Legal Person’ (2013) 27 The Journal
accessed at Jurisprudence.
http://www.peterasaro.org/writing/ Gower, L.C.B. ‘Some Contrast Between British
Austin, John in R. Campbell (ed), 5th edition, and American Corporation Law’ (1956) 69
Lectures on Jurisprudence (John Murray, Harvard Law Review 1369.
1885). Grossman dan Hart. ‘The Cost and Benefits of
Backer, Larry Catà. ‘The Autonomous Global Ownership: A Theory of Vertical and
Corporation: On the Role of Lateral Integration’ (1986) 94 Journal of
Organizational Law Beyond Asset Political Economy 691.
Partitioning and Legal Personality’ (2005) Hager, Mark M. ‘Essays on Bodies Politic: The
41 Tulsa Law Review 541. Progressive History of Organizational
Bernstein, Mark H. On Moral Considerability: An "Real Entity" Theory"’ (1988) 50 University
Essay On Who Morally Matters (1998). of Pittsburgh Law Review 575.
Blair, Margaret M. “Corporate Personhood and Harding, Christopher. Criminal Enterprise:
the Corporate Persona” (2013) 3 Individuals, Organisations And Criminal
University of Illinois Law Review 785. Responsibility (Willian Publishing. 2007).
Cohen, Meir Dan. ‘Epilogue on Corporate Harris, Ron. Industrializing English Law:
Personhood and Humanity’ (2013) 16 New Entrepreneurship and Business
Criminal Law Review 300. Organizations, 1720 – 1844 (Cambrige
Deiser, Goerge F. ‘The Juristic Person. I’ (1908) University Press, 2000).
57 University of Pennsylvania Law Hart, HLA. Definition and Theory in Jurisprudence.
Review and American Law Register 131. (Oxford: Clarendon Press, 1953).
Dewey, John. ‘The Historic Background of Harvard Law Review’s Notes, When We Talk
Corporate Legal Personality’ (1926) 35 The about When We Talk about Persons: The
Yale Law Journal 655. Language of a Legal Fiction, (2001) 114
Drucker, Peter F. Concept of the Corporation, Harvard Law Review 1745.
Seventh Printing, (Transaction Publisher, Heminway, Joan MacLeod. ‘Thoughts on the
2008). Corporation as a Person for Purposes of
Ducor, Philippe. ‘The Legal Status of Human Corporate Criminal Liability, (2011) 41
Materials’ (1996) 44 Drake Law Review Stetson Law Review 137.
195. Hessen, Robert. In Defense of the Corporation,
Duff, PW. Personality in Roman Private Law Second Printing (Hoover Institution Press,
(Cambridge University Press, 1938). 1979).
Fischer, J. ‘Responsibility and Control’ (1982) 79 Iwai, Katsuhito ‘Persons, Things and
Journal of Philosophy 24.. Corporations: The Corporate Personality
Francisco, et al. ‘Contracting agents: legal Controversy and Comparative Corporate
personality and representation’ (2007) 15 Governance’ (1999) 47 The American
Artificial Intelligence and Law 357 Journal of Comparative Law 583.
Freeman. Llyod’s Introduction to Jurisprudence, 7th Jensen and Meckling. ‘Theory of the Firm:
edition, (Sweet & Maxwell Limited, 2004). Managerial Behavior, Agency Costs and
French Penal Code Ownership Structure’ (1976) 3 Journal of
French, Collective and Corporate Responsibility Financial Economics 305
(Columbia University Press, 1984). Jethro, Brown, W. ‘Personality of the
Garner Bryan A. (editor in Chief), Black’s Law Corporation and the State’ (1905) 21 Law
Dictionary, ninth Edition (Thomson Quarterly Review 365. Also reprinted in
Reuter, 2009). (2008) 4 Journal of Institutional Economics
Gindis, David. ‘From Fictions and Aggregates to 255.
Real Entities in the Theory of the Firm’

Nagari Law Review • Volume 1 Nomor 1, October 2017 71


Kelsen, Hans. General Theory of Law and State, 6th Person’ (2012) 20 Duke Journal Of Gender
printing, translated by Anders Wedberg, Law & Policy 45.
(The Lawbook Exchange Ltd, 2003). Moore, Michael S. Placing Blame: A Theory of the
Kelsen, Hans. The Pure Theory of Law, Its Method Criminal law, (Oxford University Press,
and Fundamental Concepts, translated with 2010) at 611.
an introduction by Charles H. Wilson Munzer, Stephen R. ‘Theory of Property’, in
(1934) 50 The Law Quarterly Review. Martin P. Golding and William A.
Kramer, M. H. ‘Do Animals and Dead People Edmundson (eds), The Blackwell Guide to
Have Legal Rights?’ (2001) 14 Canadian Philosophy of Law and Legal Theory
Journal of Law and Jurisprudence 29. (Blackwell Publishing, 2005).
Kusumaatmdja dan Sidharta, Pengantar Ilmu Naffine, Ngaire. ‘Who are Law’s Persons? From
Hukum: Suatu Pengenalan Ruang Lingkup Cheshire Cats to Responsible Cats to
Berlakunya Ilmu Hukum (Introduction to Responsible Subjects’ (2003) 66 Modern
Legal Studies: A Preliminary to Applicable Law Review 346.
Sphere of Legal Science), Book I, 3rd printing, Naffine, Ngaire. Legal Theory Today, Law’s
(PT. Alumni, 2013) Meaning of Life: Philosophy, Religion, Darwin
Lacey, Nicola ‘Principles, Policies, and Politics of and the Legal Person (Hart Publishing 2009).
Criminal Law’ in Lucia Zedner and Julian Nana, C.N. Constantine Ntsanyu. Corporate
V. Roberts (eds.), Principles and Values in Criminal Liability in the United Kingdom:
Criminal Law and Criminal Justice: Essays Determining the Appropriate Mechanism of
in Honour of Andrew Ashworth (Oxford Imputation (Robert Gordon University,
Scholarship Online, 2012). 2009).
Lacey, Nicola. ‘In Search of the Responsible Pagano, Ugo. ‘Legal Person: the evolution of
Subject: History, Philosophy and Social fictitious species’ (2010) 2 Journal of
Science in Criminal Law Theory, (2001) 64 Institutional Economics 117.
The Modern Law Review 350. Paulsen, Michael Stokes. ‘The Plausibility of
Lugosi, Charles I. ‘Conforming to the Rule of Personhood’ (2012) 74 Ohio State Law
Law: When Person and Human Being Journal 13.
Finally Mean the Same Thing in Pons, Brendan (Bo) F. ‘The Law and Philosophy
Fourteenth Amendment Jurisprudence’ of Personhood: Where Should South
(2006) 22 Issues in Law and Medicine 119. Dakota Abortion Law Go From Here?’
Machen, Arthur W. ‘Corporate Personality (2013) South Dakota Law Review.
(continued)’ (1911) 24 Harvard Law Post, Preston, and Sachs. Redefining the
Review 347. Corporation (Standford University Press,
Maitland, Frederic William in H.A.L. Fisher 2002).
(editor), The Collective Papers of Frederic Pound, Roscoe. ‘Interest of Personality’ (1915) 28
William Maitland (The University Press, The Harvard Law Review 343.
1911). Robinson, O.F. The Criminal Law of Ancient Rome
Maitland. State, Trust and Corporation edited by (Duckworth, 1995).
David Runciman and Magnus Ryan Sinha, Surya Prakash. Jurisprudence: Legal
(Cambridge University Press, 2003). Philosophy (West Publishing Co, 1993).
Marcantel, Jothan A. ‘The Corporation as Smith, Bryant. ‘Legal Personality’ (1928) 37 Yale
a ”Real” Constitutional Person’ (2011) 11 Law Journal 283..
US Davis Business Law Journal 221. Soebijono Tjitrowinoto, Hukum di Indonesia (Law
Mark, Gregory A. ‘The Personification of the in Indonesia), (Rahma Kongsi, 1953).
Business Corporation in American Law’ Syahrani, Riduan, Seluk-Beluk dan Asas-Asas
(1987) 54 University of Chicago Law Hukum Perdata (Subtlety and Principles of
Review. Private Law), 3rd edition, (PT. Alumni,
Matambanadzo, Saru M. ‘Embodying 2006).
Vulnerability: A Feminist Theory Of The

72 Nagari Law Review • Volume 1 Nomor 1, October 2017


Taslitz, Andrew E. ‘Reciprocity And The
Criminal Responsibility Of Corporations’
(2012) 41 Stetson Law Review 73.
Tomasic, Bottomley & Mcqueen. Corporations
Law in Australia. Second Edition. (The
Federation Press, 2002).
United Nation, The Universal Declaration of
Human Rights,
http://www.un.org/en/documents/udh
r/. Last access at May 15, 2017.
Wells, Corporations and Criminal Responsibility,
2cd edition (Oxford Univerisy Press, 2001).

Nagari Law Review • Volume 1 Nomor 1, October 2017 73


Volume 1 Nomor 1, Oktober 2017
Editorial Office : Faculty of Law, Andalas University
Kampus Pancasila, Jalan Pancasila Nomor 10 Padang, West Sumatera
Phone/Fax : 0751-27404 / 0751-34605
E-mail : nagarilawreview@gmail.com | Website : jalj.fhuk.unand.ac.id

Pasal Penghinaan Presiden Dan Urgensi Pembaharuan Kitab Undang-


Undang Hukum Pidana
“Oksidelfa Yanto1”

ARTICLE HISTORY A B S T R A C T
Received: 28 October 2017;
Reviewed: 29 October 2017; As a rule of law state, Indonesia highly upholds the legal values
Accepted: 31 October 2017; existing in societies. By upholding the legal values it indicates that
Published: 31 October 2017 Indonesian is a nation which is abiden by the law. One of the laws that
must be obeyed by people is criminal law which is main source is
KEYWORDS Criminal Cod, usually known as KUHP. As a positive law, Criminal
Insulting President; Urgency; Criminal Law Code (KUHP) is prevailing all over the territorial of Republic of
Renewal. Indonesia and shall be a guide for the entire legal apparatus to impose
sanction for those who violated it. However, such Code is assumed no
CORRESPONDENSE longer appropriates with the current development, especially in term
1. Fakultas Hukum Universitas Pamulang, Jln. of democratization and transparency principle. Actually Criminal
Surya Kencana 1 Pamulang Tangerang Selatan, Code as the colonial law product is not relevant any longer with the
Indonesia
condition of the era and ideology of Indonesian. It is impossible that
E-mail: oksidelfay@gmail.com
Indonesia that have been feeling independence for decades but still use
the law product of the nation who had occupied it. Consequently, it is
urgent that the Criminal Code of Indonesian reformed and replace
with the new one which in line with the principle of democracy.

1. Pendahuluan kesejahteraan umum”. Jika bertitik tolak dari


Dalam pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Dasar Alinea Keempat pembukaan Undang-Undang
(UUD) Negara Republik Indonesia tahun 1945 Dasar 1945 dapat dipastikan bahwa tujuan
ditegaskan bahwa Indonesia adalah negara negara Republik Indonesia adalah
berdasarkan atas hukum (rechsstaat) dan bukan menyelenggarakan kesejahteraan bagi segenap
berdasarkan atas kekuasaan belaka (machsstaat). bangsa Indonesia (kesejahteraan umum).1
Secara konseptual, negara hukum dalam Pasal Dari pernyataan yang terkandung dalam UUD
1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 adalah 1945 tersebut sangat jelas bahwa hukum
konsepsi negara hukum mutakhir. Kepastian memainkan peran yang sangat penting dalam
mengenai konsepsi (asas) negara hukum suatu negara. Hukum tidak bisa dikalahkan
kesejahteraan yang dianut sistem oleh kekuasaan manapun. Sebab jika hukum
ketatanegaraan Indonesia diketahui dari anak dikalahkan oleh kekuasaan, maka kekuasaan
aklimat Alinea Keempat pembukaaan UUD itu cenderung akan otoriter dan sewena-wena.
1945 yang berkaitan dengan tujuan negara
Republik Indonesia yakni “untuk memajukan 1 Hotma P. Sibuea. (2014). Ilmu Negara. Jakarta: Penerbit
Erlangga, h. 143.

Nagari Law Review • Volume 1 Nomor 1, October 2017


Hukum yang demikian bukanlah hukum yang Berdasarkan uraian diatas, tulisan ini akan
mencerminkan rasa keadilan bagi seluruh mencoba menguraikan persoalan diseputar
masyarakat yang menjunjung tinggi nilai-nilai ranah hukum pidana, lebih khusus lagi dalam
persatuan dan bhineka tuggal ika. konteks Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
yang konon berlakunya sudah tidak lagi
Sebagai negara kesatuan masyarakat Indonesia
relevan dengan perkembangan zaman. Tulisan
sangat menjunjung tinggi hukum yang hidup
ini juga mencoba mensisipi pasal penghinaan
ditengah masyarakat untuk menjaga
Presiden sebagai sesuatu yang menarik untuk
keteraturan, keamanan dan kesejahteraan.
disinggung terkait pembaharuan hukum
Hukum pidana menjadi landasan dan pijakan
pidana.
terujudnya ketentraman dan kesejahteraan.
Ketentuan mengenai aturan hukum pidana Namun demikian, tulisan ini jelas tidak akan
tersebut dituangkan dalam Kitab Undang- mampu menjawab semua persoalan yang ada,
Undang Hukum Pidana (KUHP) sebagai khususnya dalam ranah hukum pidana.
bagian dari hukum pidana materil yang Tulisan ini hanya sarana untuk berdialog
berlaku di Indonesia untuk seluruh rakyat dengan banyak pihak secara tidak langsung
Indonesia. Hukum pidana yang berlaku dan juga sebagai sumbang pikir atas kondisi
diseluruh wilayah Indonesia tersebut yang ada.
mengakomodir semua kepentingan publik.
Sementara untuk kepentingan perseorangan 2. Metode Penulisan
diakomodir oleh hukum privat. Dengan Penelitian ini termasuk kategori penelitian
demikian, dalam konteks kepentingan, hukum hukum normatif. Data yang digunakan adalah
dibagi ke dalam hukum publik dan hukum data sekunder yang bersumber dari bahan
privat. hukum primer yang terdiri dari peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan
Pemisahan hukum ke dalam hukum privat dan
pembaharuan hukum pidana dan bahan
hukum publik sebenarnya tidak ada batas yang
hukum sekunder yang terdiri dari jurnal, buku
tajam. Dalam perkembangannya orang
teks dan hasil penelitian yang mengkaji
kemudian tidak lagi memasukkan bidang-
mengenai pembaharuan hukum pidana. Data
bidang hukum yang lahir kemudian ke dalam
yang telah terkumpul kemudian dianalisis
hukum publik atau hukum privat, melainkan
dengan menggunakan penafsiran hukum dan
langsung menyebut nama dari bidang hukum
penafsiran terhadap asas-asas hukum baku
tersebut, misalnya hukum agraria, hukum
terkait dengan permasalahan penelitian.
perburuhan, hukum lingkungan, hukum bisnis,
hukum perlindungan konsumen, hukum
3. Hasil dan Pembahasan
ketenagakerjaan, hukum kependudukan dan
sebagainya. Pembagian hukum ke dalam
3.1. KUHP sebagai Produk Produk Hukum
hukum publik dan hukum privat hanya
Kolonial
dikenal didalam sistem atau tradisi hukum
Sebagai hukum yang bersifat publik, hukum
Eropah Kontinental. Di Dalam sistem atau
pidana mendapatkan tempat dalam pergaulan
tradisi hukum Anglo Saxon atau Anglo
masyarakat, karena dalam hukum pidana itu
American (Common law), tidak dikenal.
terkandung aturan-aturan yang mampu
Pembagian hukum dalam sistem hukum
mengatur tata tertib kehidupan masyarakat.
commom law adalah dengan cara langsung
Ketika aturan itu dilanggar akan ada sanksi
menyebut bidang hukumnya, tanpa harus
berupa ancaman pidana penjara atau pidana
dimasukkan ke dalam kategori publik atau
kurungan bagi pelanggarnya. Sanksi tersebut
privat.2
dipertegas dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana atau yang kita kenal dengan
2 E.Sundari dan M.G. Endang Sumiarni. (2015). Politik KUHP. KUHP tersebut menjadi lebih lengkap
Hukum & Tata Hukum Indonesia. Yogyakarta: Cahaya Atma
Pustaka, h. 71.
karena menentukan syarat-syarat pidana yang

Nagari Law Review • Volume 1 Nomor 1, October 2017 75


dapat dijatuhkan kepada pelaku kejahatan atau Padahal sebagai makhluk sosial. Manusia
pelanggaran, baik dahulu maupun sekarang. tergantung pada manusia lainnya untuk
memenuhi kebutuhannya. Untuk memenuhi
Dengan perkembangan zaman yang ditandai
kebutuhan dan kepentingan tadi, sering
dengan kemajuan teknologi dan ilmu
muncul gesekan dan konflik. Gesekan dan
pengetahuan menjadikan sanksi hukum pidana
konflik harus ada hukum yang membatasinya.
yang tertuang dalam KUHP tidak lagi relevan
Masyarakat harus menjadi target untuk
untuk diterapkan saat ini. Kemajuan zaman
berlakunya hukum yang baik. Hukum yang
dan ilmu pengetahuan telah memunculkan
baik akan menentukan arah dan kesadaran
beragam macam kejahatan. Ketentuan-
hukum masyarakat. Persoalan kesesuaian
ketentuan hukum pidana yang termuat dalam
antara hukum dengan masyarakat akan
KUHP tidak lagi mampu menghukum setiap
menjadi ukuran tegaknya hukum. Salah satu
kejahatan yang terjadi dalam masyarakat.
hukum yang harus ditegakan dalam
Berbagai macam bentuk kejahatan yang secara
masyarakat adalah hukum pidana hasil
eksplisit tidak dapat disentuh oleh KUHP
pembaharuan dan bukan produk hukum
sebagai bagian dari hukum positif.
kolonial. Hukum pidana kedepan harus sesuai
Dengan demikian tepatlah kiranya apa yang dengan kesadaran dan nilai-nilai yang dimiliki
dikatakan oleh Soedjono Dirdjosisworo; masyarakat Indonesia. Hukum pidana
“Seiring dengan perkembangan zaman, dianggap buruk jika tidak sesuai dengan nilai-
kehidupan masyarakat Indonesia sudah nilai dalam masyarakat yang semakin maju dan
semakin maju dan berkembang. Permasalahan- berkembang. Dengan demikian, untuk
permasalahan yang terjadi dalam hukum juga menghasilkan hukum yang baik salah satunya
berkembang seiring dengan perkembangan adalah dengan melakukan pembaharuan
masyarakat Indonesia. Aturan-aturan yang hukum pidana sebagaimana dirumuskan
telah ada sejak dulu sudah tidak sesuai lagi dalam KUHP buatan bangsa Indonesia.
dengan perkembangan kepentingan-
Hal ini sejalan dengan pemikiran Jimly
kepentingan yang ada dalam masyarakat serta
Asshidiqie menyatakan bahwa perumusan
tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman.
ketentuan dalam KUHP baru seyogyanya
Namun bagaimana pun kepentingan masing-
merupakan produk kesadaran hukum
masing haruslah ditentukan batas-batasnya dan
masyarakat Indonesia sendiri atau paling tidak
dilindungi. Membatasi dan melindungi
merupakan perumusan yang dekat dengan
kepentingan-kepentingan manusia dalam
kesadaran masyarakat hukum Indonesia.
pergaulan antar manusia adalah tugas
Artinya perumusan ketentuan hukum baru itu
hukum.”3
jangan sampai semata-mata merupakan produk
Tugas hukum tersebut dilaksanakan oleh kesadaran hukum barat sebagaimana tampil
institusi yang memiliki tanggungjawab moral dalam kenyataan KUHP yang merupakan
berdasarkan ketentuan undang-undang yang warisan penjajahan Belanda di Indonesia.4
ada. Apabila tugas tersebut dilaksanakan
Hal yang sama juga disampaikan oleh
dengan menjunjung kepastian dan keadilan
Ariawan, yang mengungkapkan bahwa
hukum, akan tercipta kehidupan hukum yang
pembaharuan hukum pidana hendaknya
baik dalam masyarakat. Namun jika tugas
memperhatikan 4 (empat) spirit yaitu:5 Pertama,
tersebut tidak terlaksana dengan baik, akan
spirit “forward looking” didukung oleh nilai
menimbulkan berbagai persoalan dalam
kehidupan manusia. 4 Jimly Asshidiqie. (1997). Pembaharuan Hukum Pidana
Indonesia. Bandung: Angkasa, h. 3
Manusia yang hidup dalam kelompok 5 I Gusti Ketut Ariawan. (2005). Sistem Pemidanaan
masyarakat akan kacau, sembraut dan Dalam Delik Adat. Makalah disampaikan dalam seminar
semaunya saja karena hukum tidak berjalan. “Delik Adat Lokika Sangraha Dalam Pembentukan KUHP
Nasional (Ide Terhadap Rumusan Dan Sanksi)”
3 Soedjono Dirdjosisworo. (2005). Pengantar Ilmu Hukum, Deselenggarakan oleh KORMAS Fakultas Hukum
Jakarta: PT Raja Gravindo Persada, h.5. Universitas Warmadewa Tanggal 29 Oktober 2005,
Denpasar, h. 11.

76 Nagari Law Review • Volume 1 Nomor 1, October 2017


bahwa penggunaan hukum pidana hendaknya hukum khususnya hukum pidana. Mereka
jangan semata-mata sebagai sarana balas seperti Andi Hamzah, Mulyatno dan R. Susilo.
dendam. Kedua, spirit “Restoratif justice” di
Dengan demikian, jika merujuk kepada teks
dukung oleh sistem nilai yang menegaskan
yang ada, tidak ada teks resmi terjemahan
bahwa kerugian yang ditimbulkan sebagai
Wetboek van Strafrecht yang dikeluarkan oleh
akibat penggunaan hukum pidana haruslah
negara Indonesia. KUHP yang selama ini ada
lebih kecil dari akibat tindak pidana. Ketiga,
menjadi senjata bagi aparat hukum untuk
spirit “natural crime” dibenarkan sistem nilai
menghukum orang yang melakukan kejahatan
bahwa, baik ‘law making’ maupun ‘law
dan pelanggaran.
enforcement’ harus didukung oleh masyarakat.
Keempat, spirit “integratif” didukung oleh fungsi Menurut Jimly Asshiddiqie penegakan hukum
hukum pidana yang harus mencakup dalam arti luas mencakup kegiatan untuk
pengaturan yang serasi tentang perbuatan yang melaksanakan dan menerapkan hukum serta
bersifat melawan hukum, pertanggungjawaban melakukan tindakan hukum terhadap setiap
pidana pelaku, pidana dan tindakan serta pelanggaran atau penyimpangan hukum yang
perhatian terhadap korban tindak pidana. dilakukan oleh subjek hukum, baik melalui
prosedur pengadilan ataupun melalui prosedur
Dari apa yang diuraikan diatas, maka jelaslah
arbitrase dan mekanisme penyelesaian
bahwa pembaharuan hukum pidana menjadi
sengketa lainnya (alternative desputes or conflicts
sesuatu yang sangat penting sifatnya. Karena
resolution).6
KUHP sebagai pelaksana dari hukum pidana
memiliki peran yang sangat strategis dalam Sementara Moelyatno mengatakan hukum
menciptakan keteraturan masyarakat. Sejatinya pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum
agar masyarakat teratur maka disitu harus ada yang berlaku di suatu negara, yang
hukum. Hukum dan masyarakat tidak dapat mengadakan dasar-dasar dan aturan untuk:7 1)
dipisahkan. Hal ini sesuai dengan adagium Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang
yang dicetuskan oleh Cicero mengenai Ubi tidak boleh dilakukan, yang dilarang, dan
societes ibi ius. Adagium ini muncul karena disertai ancaman atau sanksi yang berupa
hukum ada disebabkan adanya masyarakat. pidana tertentu bagi barangsiapa yang
Masyarakat satu dengan yang lainnya saling melanggar larangan tersebut. 2). Menentukan
berhubungan. Jadi salah satu hukum yang kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka
hidup dalam masyarakat terdapat diantaranya yang telah melanggar larangan-larangan itu
hukum pidana yang segala aturannya dapat dikenakan atau dijatuhi pidana
dituangkan dalam KUHP sebagai produk sebagaimana yang telah diancamkan. 3)
hukum Belanda, dan yang pastinya produk Menentukan dengan cara bagaimana mengenai
tersebut sudah digilas oleh perkembangan pidana itu dapat dilksanakan apabila ada orang
zaman. Dengan demikian ketentuan-ketentuan yang disangka telah melanggar larangan
pidana yang dirumuskan dalam KUHP tersebut.
mendesak untuk segera diselesaikan menjadi Kemudian hukum pidana menjadi dasar aturan
KUHP buatan bangsa Indonesia yang baru, yang utama untuk menghukum seseorang
bukan lagi KUHP produk hukum kolonial yang menuju tegaknya hukum, mengapa Wetboek van
sudah usang dan ketinggalan zaman. Strafrecht yang merupakan hukum asli pidana
Menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun Indonesia dan kemudian di terjemahkan dalam
1946, Wetboek van Strafrecht merupakan hukum KUHP masih juga digunakan untuk
asli pidana Indonesia. Hukum pidana tersebut menerapkan hukum di Indonesia.
biasa disebut dengan Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (KUHP). Dalam naskahnya, 6Jimly Asshiddiqie. (2015). Konstitusi Bernegara Praktis
wujud asli KUHP adalah berbahasa Belanda. Kenegaraan Bermartabat dan Berdemokrastis, Malang: Setara
Press, h. 138.
KUHP tersebut merupakan terjemahan dari 7Ariawan I Gusti Ketut, Op. Cit.
bahasa Belanda oleh mereka yang ahli dalam

Nagari Law Review • Volume 1 Nomor 1, October 2017 77


Bahwa sebenarnya teks yang tertulis dalam 3.2. KUHP dan Pasal Penghinaan Presiden
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana disusun Berdasarkan Pasal 4 Ayat (1) Undang-undang
oleh beberapa ahli hukum sebagaimana Dasar (UUD) 1945 Presiden Republik Indonesia
disebutkan diatas, maka banyak pihak memegang kekuasaan pemerintahan. Pasal
kemudian menilai bahwa terjemahan tersebut itulah yang menjadi dasar Presiden dalam
tidaklah terjemahan resmi sesuai dengan menyelenggarakan pemerintahan. Presiden
Undang-undang yang ada. Dari itulah, adalah pimpinan tertinggi penyelenggaraan
dikarenakan Indonesia sudah sangat lama administrasi negara. Sebagai penyelenggara
merdeka, sudah seharusnya terjemahan KUHP administrasi negara, maka Presiden memiliki
yang sekarang masih diberlakukan cakupan tugas dan wewenang yang sangat
diterjemahkan kembali sebagai bagian dari luas. Seperti misalnya, wewenang administrasi
hukum nasional. Diterjemahkan secara baik di bidang keamanan dan ketertiban umum.
oleh orang yang mengerti bahasa Belanda Tugas dan wewenang dalam
dengan baik. Karena hukum memerlukan menyelenggarakan tata usaha pemerintahan.
bahasa sebagai bentuk artikulasinya, hukum Serta masih banyak tugas dan wewenang yang
tidak mungkin ada tanpa bahasa. Oleh karena lainnya, baik bidang politik, hukum, ekonomi
itu bahasa menjadi suatu hal yang sangat dan budaya.
penting bagi hukum. Peraturan perundang-
Dari beberapa tugas Presiden diatas, sudah
undangan diujudkan dalam bentuk bahasa
jelas akan sangat mungkin ketika Presiden
tertulis, putusan pengadilan disusun dalam
mengeluarkan kebijakan sesuai dengan
bahasa yang logis sistematis, untuk
kewenangannya mendapat penolakan dari
mengadakan perjanjian pun diperlukan bahasa.
rakyat. Hal ini menjadi biasa dalam negara
8
demokrasi. Terkadang kebijakan Presiden
Meskipun sebenarnya hal ini agak sulit, karena kadang dianggap tidak pro-rakyat, sehingga
orang yang mengerti bahasa Belanda dan munculah penolakan atas kebijakan tersebut.
paham sejarah bangsa Indonesia sudah tidak Ketika ada kebijakan Presiden yang tidak pro
ada lagi. Atau kalaupun ada mungkin tidaklah rakyat dalam kenyataannya banyak disikapi
terlalu banyak. Karena jika ingin dengan melakukan unjuk rasa atau demontrasi.
menerjemahkan KUHP maka haruslah dengan Karena memang negara memberikan
orang yang mengerti bahasa Belanda. Sehingga kesempatan tersebut kepada warga negara, asal
KUHP kita menjadi produk nasional. dilakukan dengan cara-cara yang santun dan
tertib serta tidak melakukan keonaran dan
Dalam sejarah berlakunya KUHP, bagi yang
perusakan apalagi kerusuhan.
belajar ilmu hukum di Fakultas Hukum sudah
pasti sangat memahami bahwa sesungguhnya Dalam sistem pemerintahan Republik
teks asli KUHP itu sendiri adalah Wetboek van Indonesia jabatan kepala negara dan kepala
Shafrecht. Sampai detik inipun, teks tersebut pemerintahannya hanyalah dijabat oleh satu
masih digunakan oleh mahasiswa yang belajar orang yang sama, yaitu Presiden. Hal ini
hukum. Memang sudah terdapat beberapa dikarenalan bentuk negara Indonesia adalah
perubahan dari bahasa Belanda menjadi bahasa kesatuan dan bentuk pemerintahannya adalah
Indonesia. Oleh sebab itulah, tidak salah republik. Dalam tataran ini, yang memegang
kemudian, para penegak hukum seperti polisi, kekuasaan sebagai kepala negara sekaligus
jaksa dan hakim serta pengacara sekalipun kepala pemerintahan ialah Presiden.
dalam menjalankan tugas masih berpedoman
Masih ingat dalam memori kita sekitar tahun
kepada yang namanya KUHP dengan teks
2010 lalu saat perayaan 100 hari kepemimpinan
bahasa Belanda dan sedikit ada perubahan ke
Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Para
dalam bahasa Indonesia oleh para ahli.
demonstran turun ke jalan menyampaikan
aspirasi kepada Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono. Para demonstran memenuhi
8H.Muchsin. (2006). Ikhtisar Ilmu Hukum. Jakarta: Badan bundaran Hotel Indonesia dengan membawa
Penerbit Iblam, h. 121.

78 Nagari Law Review • Volume 1 Nomor 1, October 2017


binatang kerbau. Kerbau ditempeli gambar seseorang. Dalam hukum pidana dimasukkan
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai suatu bentuk delik yang diatur di
(SBY). Foto Presiden SBY dibakar. Presiden dalam buku ke II KUHP tentang kejahatan.
SBY tersinggung dengan aksi tersebut dan
Pasca putusan MK tahun 2006 sampai saat ini
mengkritik para demonstran yang dinilai
tidak heran, orang dengan mudahnya
bertindak tidak sesuai dengan negara yang
menghina Presiden, meskipun itu dilakukan
berdasarkan Pancasila, memiliki budaya, dan
sebagai alasan mengkritisi kebijakan dan
nilai peradaban yang baik.
kinerja pemerintah.
Sebagai sebuah negara demokrasi,
Dengan berbagai pengalaman sejarah diatas,
mengkritik adalah sesuatu hal yang
muncul wacana pasal penghinaan Presiden
diperbolehkan selama bertujuan untuk
untuk dihidupkan lagi dalam Rancangan Kitab
kebaikan. Namun tentu harus dillakukan
Undang-Undang Hukum Pidana. Meskipun
sesuai dengan koridor hukum yang ada, penuh
sebetulnya, draff Pasal penghinaan terhadap
santun dan etika serta menjaga martabat
Presiden yang dimasukkan para perancang
Presiden. Ketika pasal-pasal tentang
Undang-Undang (legal drafting) dalam
penghinaan Presiden masih ada, maka
Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-
pelakunya dapat dijerat dengan pasal tersebut,
Undang Hukum Pidana (RUU-KUHP) sudah
misalnya pasal 134, 136 bis dan 137 Kitab
diusulkan sejak pemerintahan Presiden SBY.
Undang-Undang Hukum Pidana. Tapi pasal
tersebut sudah dihapus melalui putusan Adapun Pasal yang disodorkan untuk
Mahkamah Konstitusi (MK). Dengan demikian, diusulkan adalah Pasal 263 ayat 1 RUU KUHP.
apabila ada delik yang berhubungan dengan Pasal tersebut berbunyi; “Setiap orang yang
penghinaan terhadap Presiden atau wakil dimuka umum menghina Presiden atau Wakil
Presiden, maka pelakunya dapat dijerat dengan Presiden, dipidana dengan pidana penjara
pasal 310 KUHP dan juga pasal 312 KUHP. paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda
Pasal ini berhubungan dengan delik yang paling banyak kategori IV. Bahkan kemudian
menyerang kualitas pribadi sang Presiden. jeratan terhadap penghina Presiden diperluas
Namun pelakunya akan dikenakan pasal 207 lewat RUU KUHP Pasal 264-nya. Pasal
KUHP jika penghinaan ditujukan selaku penghinaan Presiden yang sebelumnya
pejabat. dihapus Mahkamah Kosntitusi melalui Putusan
Nomor 013-022/PUU-IV/2006 tercantum pada
Di banyak negara, kepala negara itu sangat
Pasal 134, 136 bis dan Pasal 137 KUHP.
dihormati. Bahkan di negara Indonesia sendiri
kepala negara asing yang berkunjung ke Penghidupan kembali Pasal penghinaan
Indonesia kemudian dihina oleh orang Presiden tentu bukan berarti bangsa ini tidak
Indonesia, maka orang tersebut akan menghormati demokrasi. Semangat demokrasi
mendapatkan sanksi hukum sebagaimana yang sudah dibangun tidak boleh surut.
dijelaskan dalam Pasal 142 KUHP. Kemudian Adalah suatu keharusan bahwa membangun
dalam Pasal 144 KUHP dijelaskan juga pilar demokrasi dan penegakan hukum tidak
mengenai ancaman pidana bagi yang boleh represif terhadap kritik atau pendapat
melakukan penghinaan kepada kepala negara publik. Hanya saja mungkin perlu dipahami
asing yang ada di Indonesia. bahwa cara-cara berdemokrasi harus
disampaikan dengan penuh etika dan tidak
Apabila penghinaan dilakukan atas kepala
bertentangan dengan kaidah hukum yang
negara asing yang kebetulan berada di
berlaku.
Indonesia, bisa ditindaklanjuti kepihak yang
berwajib. Sementara kalau itu terjadi pada Apalagi menyampaikan pendapat atas suatu
Presiden Indonesia, maka pengaduan atas kebijakan yang dibuat oleh Presiden pada
penghinaan tidak bisa ditindaklanjuti. Padahal dasarnya bisa diajukan kritik. Karena hal
penghinaan kepada Presiden tersebut tersebut dijamin oleh Undang-Undang Dasar
merupakan kejahatan atas kehormatan yang merupakan bagian dari hak asasi
manusia. Salah satu hak asasi manusia yang

Nagari Law Review • Volume 1 Nomor 1, October 2017 79


diberikan kepada manusia sejak manusia itu pembaharuan hukum pidana, atau lebih sering
lahir adalah hak untuk mengeluarkan pendapat disebut dengan penal reform.9
atau hak untuk berbicara.
Hakikat pembaharuan hukum pidana meliputi
Dengan demikian maka, kebebasan pembaharuan terhadap substansi hukum
menyampaikan pendapat tidak boleh pidana, pembaharuan terhadap struktur
semaunya saja dengan kebablasan, akan tetapi hukum pidana, pembaharuan terhadap budaya
ada koridor yang mesti kita patuhi. Seorang hukum pidana. Kesemuanya ini melingkupi
Presiden-pun dalam alam demokrasi yang aturan umum dan aturan khusus. Dalam
terbuka seperti saat ini pasti akan terbuka aturan umum dan khusus tersebut terdapat
dengan kritik. Karena dapat dipahami bahwa sanksi. Sanksi dalam pembaruan hukum
sebagai pejabat publik, seorang Presiden tentu pidana menjadi alat terbaik untuk mengatasi
harus berani menerima kritik tajam dari berbagai bentuk kejahatan.
masyarakat. Hanya saja kritik harus
Menyimak persoalan diatas, maka
membangun dan tidak dilakukan dengan
pembaharuan hukum pidana mendesak
menyerang wibawa dan martabat seorang
dilakukan. Sebab hukum pidana menyangkut
Presiden yang mestinya harus dihormati.
pemberian sanksi bagi pelaku kejahatan.
Dengan adanya Pasal Penghinaan Presiden,
justru akan membuat masyarakat untuk lebih Masalah pembaharuan hukum (termasuk di
berhati-hati dan santun dan penuh etika dalam bidang hukum pidana) merupakan "masalah
mengkritisi serta menyampaikan pendapat besar" yang dihadapi bangsa Indonesia sejak
kepada pemerintah sesuai rambu-rambu yang awal kemerdekaan sampai saat ini. Di bidang
dijadikan pedoman. hukum pidana materil, masalah besar yang
dihadapi ialah bagaimana merubah,
3.3. Urgensi Pembaharuan KUHP
memperbaharui dan mengganti produk-
Salah satu upaya konkrit dalam mewujudkan
produk kolonial di bidang hukum pidana,
program legislasi nasional adalah melakukan
khususnya KUHP (WvS) yang merupakan
pembaharuan atau rekonstruksi terhadap
induk dari keseluruhan sistem hukum pidana.10
hukum pidana, atau yang dalam hal ini
dinamakan pembaharuan KUHP. Banyak Kita tahu bahwa saat ini kondisi Pembaharuan
alasan mengapa perlu adanya pembaharuan Hukum Pidana Nasional yang dilakukan masih
hukum pidana karena pada perkembangannya sangat lamban, tidak berkelanjutan, bersifat
KUHP dipandang tidak mampu menampung parsial dan bahkan terkesan tidak berpola atau
berbagai masalah dan dimensi perkembangan tidak konsisten. Padahal dalam upaya
bentuk- bentuk tindak pidana baru. Selain itu pembaharuan hukum pidana terdapat banyak
KUHP dianggap kurang sesuai dengan permasalahan yuridis baik di dalam
perkembangan pemikiran atau ide dan aspirasi penysusunan produk legislatif atau dalam
tuntutan atau kebutuhan masyarakat baik melakukan perubahan atau amandemen
nasional maupun internasional. undang-undang.11
Rekonstruksi mengandung makna membangun Mengenai perlunya pembaharuan ini, Sudarto
kembali. Dalam kaitannya dengan hukum menyampaikan 3 (tiga) alasan: Pertama, politis,
pidana nasional, maka rekonstruksi hukum alasan ini terkait kebangaan kita jika
pidana nasional adalah menata ulang mempunyai hukum pidana nasional sendiri
bangunan sistem hukum pidana Indonesia.
9Barda Nawawi Arief. (2008). RUU KUHP Baru Sebuah
Rekonstruksi hukum pidana nasional pada
Restrukturisasi/Rekonstruksi Sistem Hukum Pidana Indonesia,
hakekatnya sangat berkaitan dengan masalah
Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro, h.1.
10Barda Nawawi Arief. (2007). Beberapa Aspek
Pengembangan Ilmu Hukum Pidana. Pidato Pengukuhan
Guru Besar UNDIP. Semarang: Badan Penerbit UNDIP, h.
11.
11 Barda Nawawi Arief , Op.cit, h.5.

80 Nagari Law Review • Volume 1 Nomor 1, October 2017


sebagai negara yang merdeka dan tentunya Barda Nawawi Arief. (2008). RUU KUHP Baru
hukum tersebut berdasarkan pada Sebuah Restrukturisasi/Rekonstruksi
pancasila. Kedua, sosiologis, alasan ini menitik Sistem Hukum Pidana Indonesia,
beratkan pada nilai-nilai budaya kita yang Semarang: Badan Penerbit
tidak sesuai dengan belanda. Ketiga, praktis, Universitas Diponegoro.
alasan ini terkait dengan kendala kebahasaan E.Sundari dan M.G. Endang Sumiarni. (2015).
yang mana penguasaan bahasa Belanda setiap Politik Hukum & Tata Hukum
orang berbeda-beda ketika menerjemahkan Indonesia. Yogyakarta: Cahaya Atma
WvS, sehingga akan menimbulkan tafsiran Pustaka.
yang berbeda-beda.12
H. Muchsin. (2006). Ikhtisar Ilmu Hukum.
Jakarta: Badan Penerbit Iblam.
4. Kesimpulan
Negara harus bisa menciptakan hukum Hotma P. Sibuea. (2014). Ilmu Negara. Jakarta:
pidananya sendiri. Karena merupakan suatu Penerbit Erlangga.
kebanggaan tersendiri mempunyai KUHP Jimly Asshiddiqie. (2015). Konstitusi Bernegara
nasional yang berasal dari bangsa kita sendiri. Praktis Kenegaraan Bermartabat dan
Pembaharuan hukum pidana Indonesia Berdemokrastis, Malang: Setara Press.
menjadi sebuah keharusan yang tidak bisa
Jimly Asshidiqie. (1997). Pembaharuan Hukum
ditawar-tawar lagi. Masih di gunakannya
Pidana Indonesia. Bandung: Angkasa.
KUHP produk Belanda yang kemudian
diterjemahkan oleh beberapa ahli menjadi tidak Soedjono Dirdjosisworo. (2005). Pengantar Ilmu
relevan lagi dengan kondisi terkini bangsa Hukum, Jakarta: PT Raja Gravindo
Indonesia. Apalagi dengan adanya kemajuan Persada.
yang begitu pesat diberbagai bidang ilmu
pengetahuan dan teknologi. Dengan
perkembangan yang ada memunculkan Pidato Pegukuhan dan Makalah
berbagai macam problematika dalam Barda Nawawi Arief. (2007). Beberapa Aspek
kehidupan masyarakat. Problematika tersebut Pengembangan Ilmu Hukum Pidana.
terkadang menjurus kepada kejahatan yang Pidato Pengukuhan Guru Besar UNDIP.
sangat luar biasa. Adanya kejahatan tersebut Semarang: Badan Penerbit UNDIP,
pada akhirnya mendorong perlunya KUHP h. 11.
sebagai pelaksanaan dari hukum pidana
diadakan pembaharuan. Sekali lagi negara I Gusti Ketut Ariawan. (2005). Sistem
harus dapat merealisasikan pembaharuan Pemidanaan Dalam Delik Adat.
hukum pidana yang bersifat nasional sebagai Makalah disampaikan dalam seminar
hasil jerih payah dan pemikiran bangsa “Delik Adat Lokika Sangraha Dalam
Indonesia sendiri. Bukan lagi KUHP yang Pembentukan KUHP Nasional (Ide
usang buatan bangsa kolonial sebagai suatu Terhadap Rumusan Dan Sanksi)”
peninggalan akibat adanya penjajahan di bumi Deselenggarakan oleh KORMAS
Indonesia beberapa abad tahun lalu. Fakultas Hukum Universitas
Warmadewa Tanggal 29 Oktober
DAFTAR PUSTAKA 2005, Denpasar, h. 11.

Buku
Ahmad Bahiej. (2008). Hukum Pidana.
Yogyakarta: Bidang Akademik UIN
Sunan Kalijaga.

12Ahmad Bahiej. (2008). Hukum Pidana.


Yogyakarta: Bidang Akademik UIN Sunan Kalijaga, h.187.

Nagari Law Review • Volume 1 Nomor 1, October 2017 81


Volume 1 Nomor 1, Oktober 2017
Editorial Office : Faculty of Law, Andalas University
Kampus Pancasila, Jalan Pancasila Nomor 10 Padang, West Sumatera
Phone/Fax : 0751-27404 / 0751-34605
E-mail : nagarilawreview@gmail.com | Website : jalj.fhuk.unand.ac.id

Implementasi Pelayanan Publik di Provinsi Riau dan di Provinsi Jakarta


Berdasarkan UU No. 25 Tahun 2009
“Henny Andriani1

ARTICLE HISTORY A B S T R A C T
Received: 28 October 2017;
Reviewed: 29 October 2017; The implementation of the act of number 25 years 2009 about the public
Accepted: 31 October 2017; services in an effort to create the principle of good governance ( good
Published: 31 October 2017 governance ) in the province of Riau and Jakarta west important
because of anything services for the community of course there has been
KEYWORDS a the command of implementation, procedures and authority so that the
Public Services; Good Governance recipient the service will be satisfied for what he received. The
implementation of law number 25 years 2009 concerning public
CORRESPONDENSE services in west sumatra still has not been effective, because of year to
1 Fakultas Hukum Universitas Andalas, Jln.
year still happens reporting by the community for government agencies,
Universitas Andalas Kampus Limau Manis, soe, who do not give public services such as delays, abuse, received in
Sumatera Barat, Padang, Indonesia exchange for money and services and goods. Constraints that have been
faced in the delivery of public among other: the low the quality of public
services, public service system not clearly regulated, overlapping
authority, the low external supervision from the community, the
ineffectiveness of the decentralised system. The efforts being done to deal
with the obstacles is besides built supervision external by the
community through active provided a report on the ombudsman
representatives to Riau and Jakarta, so internal control each agencies
needs to be improved the system, if a long considered be unable to
improve the quality of public services. The concept of public services
ideal is well applied by ombudsman when is supervision public service
done with activities investigation initiative, supervision public services,
systemic investigation, and the compliance.

1. Pendahuluan bertujuan memaksimalkan pelayanan


pemerintah sehingga menciptakan iklim
1.1. Latar Belakang pelayanan prima pada setiap instansi
Dalam menjalankan fungsinya untuk pemerintah. Selain itu pemerintah juga telah
memberikan pelayanan kepada masyarakat, membentuk sebuah lembaga negara yang
pemerintah sudah mengeluarkan kebijakan mempunyai wewenang mengawasi
dalam bentuk Undang-Undang Nomor 25 tahun penyelenggaraan pelayanan publik yang
2009 Tentang Pelayanan Publik, kebijakan ini diselenggarakan oleh penyelenggara negara dan

Nagari Law Review • Volume 1 Nomor 1, October 2017


pemerintahan termasuk yang diselenggarakan Kota Pekanbaru adalah ibu kota dan kota
oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha terbesar di provinsi Riau, Indonesia. Kota ini
Milik Daerah, dan Badan Hukum Milik Negara merupakan kota perdagangan dan jasa,3
serta badan swasta atau perseorangan yang termasuk sebagai kota dengan tingkat
diberi tugas menyelenggarakan pelayanan pertumbuhan, migrasi dan urbanisasi yang
publik tertentu yang sebagian atau seluruh tinggi.4 Pekanbaru mempunyai satu bandar
dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan udara internasional, yaitu Bandar Udara Sultan
dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Syarif Kasim II dan terminal bus antar kota dan
Pendapatan Dan Belanja Daerah”, yang dikenal antar provinsi Bandar Raya Payung Sekaki, serta
dengan Ombudsman.1 Dalam UU RI No. 25 dua pelabuhan di Sungai Siak, yaitu Pelita
Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik yang Pantai dan Sungai Duku. Saat ini Kota
disahkan pada tanggal 18 Juli 2009, menyatakan Pekanbaru sedang berkembang pesat menjadi
bahwa Ombudsman merupakan salah satu kota dagang yang multi-etnik, keberagaman ini
lembaga pengawas ekternal selain pengawasan telah menjadi modal sosial dalam mencapai
masyarakat dan pengawasan DPR/DPRD yang kepentingan bersama untuk dimanfaatkan bagi
berhak untuk melakukan pengawasan kesejahteraan masyarakatnya.5
pelayanan publik. Hal ini termuat dalam Pasal
Secara geografis kota Pekanbaru memiliki posisi
35 ayat 3 UU RI No. 25 Tahun 2009:
strategis berada pada jalur Lintas Timur
“pengawasan eksternal penyelenggaraan
Sumatera, terhubung dengan beberapa kota
pelayanan publik dilakukan melalui”:2
seperti Medan, Padang dan Jambi, dengan
a. pengawasan oleh masyarakat berupa laporan
wilayah administratif, diapit oleh Kabupaten
atau pengaduan masyarakat dalam
Siak pada bagian utara dan timur, sementara
penyelenggaraan pelayanan publik;
bagian barat dan selatan oleh Kabupaten
b. pengawasan oleh ombudsman sesuai dengan
Kampar. Kota ini dibelah oleh Sungai Siak yang
peraturan perundang-undangan;
mengalir dari barat ke timur dan berada pada
c. pengawasan oleh dewan perwakilan rakyat,
ketinggian berkisar antara 5 - 50 meter di atas
dewan perwakilan rakyat daerah propinsi,
permukaan laut.
dewan perwakilan rakyat daerah
kabupaten/kota. Sebelum tahun 1960 Pekanbaru hanyalah kota
dengan luas 16 km² yang kemudian bertambah
Berdasarkan penelitian sebelumnya di Propinsi
menjadi 62.96 km² dengan 2 kecamatan yaitu
Sumatera Barat, ternyata permasalahan
kecamatan Senapelan dan kecamatan
pelayanan publik ini sudah hampir terjadi di
Limapuluh. Selanjutnya pada tahun 1965
beberapa daerah yang ada di Indonesia. Hanya
menjadi 6 kecamatan, dan tahun 1987 menjadi 8
dua kota di Indonesia yang terbaik dalam hal
kecamatan dengan luas wilayah 446,50 km²,
memberikan informasi dan keterbukaan
setelah Pemerintah daerah Kampar menyetujui
pelayanan publik, yaitu Surabaya dan
untuk menyerahkan sebagian dari wilayahnya
Semarang. Beberapa daerah yang masih
untuk keperluan perluasan wilayah Kota
mendapatkan predikat pelayanan publik yang
Pekanbaru, yang kemudian ditetapkan melalui
masih buruk adalah Kota Pekanbaru dan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Jakarta. Disini penulis melakukan penelitian
lanjutan terkait pelayanan publik pada kedua
kota dengan predikat pelayanan publik yang
buruk tersebut.

1 4 Darmawati. (2008). Determinasi Registrasi Penduduk di


http://artikel/category/kedudukan_dan_kewenangan_o Kota Pekanbaru, Jurnal Teroka Riau, 8(2): 61-71.
mbudsman_republik_Indonesia_dalam_mengawasi_peny 5 Zaenuddin, Dundin. (2005). Modal Sosial dalam
elenggaraan_pelayanan_publik [Diakses 29 April 2014}. Pengembangan Budaya Sipil Komunitas Etnik: Studi Kasus di
2 Ibid. Kota Manado, Sulawesi Utara & Pekanbaru, Riau, Lembaga
3 Profil daerah kabupaten dan kota. Penerbit Buku Kompas. Ilmu Pengetahuan Indonesia, ISBN 979-3673-69-9.
2001. ISBN 979-709-054-X.

Nagari Law Review • Volume 1 Nomor 1, October 2017 83


Nomor 19 Tahun 1987.6 Kemudian pada tahun ada pernyataan untuk membayar sejumlah uang
2003 jumlah kecamatan pada kota ini untuk ‘uang pelicin’ atau sejenisnya.
dimekarkan menjadi 12 kecamatan.
Propinsi DKI Jakarta juga menjadi lokasi
Kembali ke pelayanan publik di Pekanbaru, penelitian pada tahap kedua ini selain Propinsi
menurut Kepala Ombudsman Perwakilan Riau, hal ini dikarenakan Jakarta sebagai ibu
Propinsi Riau, Ahmad Fitri kepada Radio kota negara tentu memiliki masalah yang sangat
Republik Indonesia bahwa, Kota Pekanbaru kompleks terkait pelayanan publik. Dari 11
masuk zona merah atau kategori tingkat sektor pelayanan publik di Jakarta, penelitian
kepatuhan rendah dalam urusan pelayanan menemukan sektor pelayanan administrasi
publik berdasarkan penilaian yang dilakukan birokrasi merupakan sektor pelayanan publik
ORI. Buruknya pelayanan publik di Pekanbaru yang paling signifikan memengaruhi persepsi
itu memang dilihat dari hasil penelitian dan kualitas pelayanan publik Kota Jakarta secara
penilaian tentang tingkat kepatuhan pemerintah keseluruhan dibandingkan 10 sektor lain.
pusat dan daerah terhadap pemenuhan Artinya, perbaikan penanganan sektor
pelayanan publik.7 pelayanan administrasi birokrasi oleh
Pemerintah Kota Jakarta memiliki kontribusi
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Republik
paling besar dalam membentuk persepsi
Indonesia juga telah mengeluarkan hasil survey
kualitas yang baik terhadap pelayanan publik
yang dilakukan terhadap Pekanbaru sekaligus
Kota Jakarta secara keseluruhan. Sayangnya,
menetapkan predikat pelayanan buruk
pelayanan sektor administrasi birokrasi selama
terhadap Kota Bertuah ini. Penilaian tersebut
ini harus diakui masih belum memuaskan.
bukanlah tidak berdasar, melainkan memang
dialami masyarakat secara langsung. Seperti Jakarta, harus memiliki komitmen yang kuat
yang dialami oleh Muslim (47) warga kelurahan untuk meningkatkan kepuasan terhadap
pesisir kecamatan Rumbai Pekanbaru. Meski pelayanan publik dengan cara meningkatkan
berstatus Ketua RT, namun tetap saja kepuasan pada pelayanan administrasi
pengurusan KTP nya tidak tepat waktu dan birokrasi. Sebab, hal itulah yang paling
dinilainya berbelit-belit. Diakuinya, untuk signifikan untuk meningkatkan kepercayaan
mendapatkan identitas diri resmi ini, dia harus masyarakat kepada aparat pemerintah.
menunggu hingga tiga bulan. Padahal, sesuai Kepuasan masyarakat Ibu Kota terhadap
dengan aturan, KTP bisa diterima selambatnya pelayanan publik Kota Jakarta terbukti memiliki
15 hari kerja.8 pengaruh signifikan pada tiga aspek turunan
lain. Ketiga aspek itu adalah kepercayaan
“Saya setuju dengan predikat itu, karena itu
masyarakat kepada aparat pemerintah,
adalah kenyataan. RT saja urus KTP tiga bulan,
keinginan masyarakat untuk pindah ke kota
apalagi masyarakat yang tidak tahu apa-apa.
lain, dan komunikasi lisan yang positif
Banyak alasan mereka dengan masalah itu, janji
mengenai Kota Jakarta.
15 hari jadi tiga bulan. Bagaimana masyarakat
bisa menikmati pelayanan yang maksimal,” Ia Tuntutan masyarakat pada era reformasi
menjelaskan bahwa saat mengurus KTP tersebut terhadap pelayanan publik yang berkualitas
dia selalu disulitkan dengan alasan syarat yang akan semakin menguat. Oleh karena itu,
tak lengkap. Mulai dari surat dari lurah, camat kredibilitas pemerintah sangat ditentukan oleh
maupun surat keterangan lainnya. Tidak hanya kemampuannya mengatasi berbagai
itu, penduduk pindahan juga dipersulit dengan permasalahan di atas sehingga mampu
berbagai alasan. Hanya saja dia mengaku tidak menyediakan pelayanan publik yang
6 "Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 8http://www.rri.co.id/pekanbaru/post/berita/230723/d

Tahun 1987". Badan Pembinaan Hukum Nasional. Diakses aerah/pelayanan_publik_di_pekanbaru_buruk.html,


tanggal 14 Januari 2016. [diakses tanggal 14 Januari 2016].
7http://www.rri.co.id/pekanbaru/post/berita/230723/d

aerah/pelayanan_publik_di_pekanbaru_buruk.html,
diakses tanggal 14 Januari 2016.

84 Nagari Law Review • Volume 1 Nomor 1, October 2017


memuaskan masyarakat sesuai dengan negara. Karena, kemajuan suatu negara
kemampuan yang dimilikinya. tergantung kepada pelaksana pelayanan publik
yang mengaturnya. Hal ini berkaitan dengan
1.2. Rumusan Masalah
bagaimana pelaksana pelayanan publik tersebut
Rumusan masalahnya sebagai berikut :
melaksanakan dan menjalankan tugasnya
1. Bagaimana Implementasi Undang-Undang
dengan disiplin kerja yang baik. Secara yuridis,
Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan
pengertian pelaksana pelayanan publik terdapat
Publik pada Instansi Pemerintah di Propinsi
dalam Pasal 1 angka (5) Undang-Undang
Riau dan Propinsi DKI Jakarta?
Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
2. Apa saja permasalahan yang dihadapi dan
( selanjutnya disebut sebagai Undang-Undang
upaya-upaya yang dilakukan oleh Instansi
Pelayanan Publik) yaitu :
Pemerintah di Propinsi Riau dan Propinsi
DKI Jakarta dalam mengimplementasikan Pelaksana pelayanan publik yang selanjutnya
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 disebut Pelaksana adalah pejabat, pegawai,
tentang Pelayanan Publik dalam rangka tetugas dan setiap orang yang bekerja di dalam
mewujudkan azas pemerintahan yang baik organisasi penyelenggara yang bertugas
(Good Governance)? melaksanakan tindakan atau serangkaian
3. Bagaimana konsep dan model reformasi tindakan pelayanan publik.
birokrasi terkait dengan pelayanan publik
Dalam lingkup regional di Propinsi Riau
yang tepat khususnya instansi pemerintah
implementasi tersebut masih pada tataran
di Indonesia?
norma, artinya tidak seluruh norma yang
termaktub dalam UU Pelayanan Publik tersebut
2. Metode Penelitian
terimplementasi dengan efektif. Karena,
Penelitian ini merupakan penelitian hukum terkendala dengan sumber daya manusia dan
normatif dan penelitian hukum empiris. kendala teknis lainnya. Masing-masing norma
Penelitian hukum normatif dimaksudkan dari perspektif filosofis dan sosiologis pun
sebagai penelitian yang dilaksanakan dengan belum mencerminkan marwahnya.
studi dokumenter. Penelitian hukum empiris
Menurut Ketetapan Menteri Perdayagunaan
dilakukan dengan melihat implementasi
Aparatur Negara No.63/KEP/M.PAN/7/2003,
pelayanan publik pada instansi pemerintah di
pelayanan publik adalah segala kegiatan yang
Propinsi Riau dan Propinsi DKI Jakarta. Dasar
dilakukan oleh penyelenggara pelayanan publik
pertimbangan pemilihan jenis penelitian ini
sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima
dipandang tepat untuk mengungkapkan fakta
pelayanan maupun pelaksana ketentuan
yang ada tentang pelayanan publik, sehingga
peraturan perundang-undangan. Dalam Pasal 1
dapat dijadikan perbandingan dengan Propinsi
angka 1 UU Pelayanan Publik yang berbunyi :
Sumatera Barat. Penelitian ini diharapkan akan
melahirkan suatu konsep atau model pelayanan Pelayanan Publik adalah kegiatan atau
publik yang tepat ke depannya di Indonesia. rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan
ini adalah pendekatan deskriptif-analitis. perundang-undangan bagi setiap warga negara
dan penduduk atas barang, jasa dan/atau
3. Hasil dan Pembahasan pelayanan administratif yang disediakan oleh
penyelenggara pelayanan publik
3.1 Implementasi Undang- Undang Nomor 25
Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik Menurut Pasal 344 ayat (2) Undang- Undang
Pada Instansi Pemerintah Di Propinsi Riau Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
dan Propinsi DKI Jakarta Daerah (selanjutnya disebut dengan Undang-
Implementasi Undang-Undang Nomor 25 Undang Pemerintahan Daerah) sebagai berikut :
Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik pada Pelayanan publik diselenggarakan berdasarkan
sebuah Instansi Pemerintah sesungguhnya pada asas :
memiliki keterkaitan dengan kemajuan suatu a. Kepentingan Umum;

Nagari Law Review • Volume 1 Nomor 1, October 2017 85


b. Kepastian Umum; Keputusan Menteri Pemberdayaan Aparatur
c. Kesamaan Hak; Negara Nomor 63/Kep/M.PAN/7/2003,
d. Keseimbangan hak dan kewajiban; sekurang-kurangnya meliputi hal-hal sebagai
e. Keprofesionalan; berikut :
f. Partisipatif; 1. Prosedur pelayanan
g. Persamaan perlakuan/tidak diskriminatif; 2. Waktu penyelesaian
h. Keterbukaan; 3. Biaya pelayanan
i. Akuntabilitas; 4. Produk pelayanan
j. Fasilitas dan perlakuan khusus bagi 5. Sarana dan Prasarana Kompetensi petugas
kelompok rentan; pelayanan
k. Ketepatan waktu; dan 6. Kompetensi petugas pelayanan
l. Kecepatan, kemudahan dan
Pada daerah Propinsi Riau sendiri yang terdiri
keterjangkauan
dari 13 (tiga belas) kabupaten/kota masih saja
Dalam memberikan pelayanan kepada banyak laporan pengaduan masyarakat yang
masyarakat dibutuhkan standar pelayanan. masuk terhadap persoalan pelayanan publik di
Standar pelayanan merupakan ukuran yang daerah tersebut. Berdasarkan hasil penelitian
dibakukan dalam penyelenggaraan pelayanan dari Ombudsman Perwakilan Riau yang
publik sebagai pedoman yang wajib ditaati dan diuraikan dalam bentuk tabel di bawah ini akan
dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan tampak bahwa implementasi UU Pelayanan
dan menjadi pedoman bagi penerima pelayanan Publik di Instansi Pemerintah, BUMN dan
dalam proses pengajuan permohonan, serta BUMD di Kabupaten/ Kota Propinsi Riau
sebagai alat kontrol masyarakat dan/atau terjadi ketidakefektifan, karena masih banyak
penerima layanan atas kinerja penyelenggara terjadi pelanggaran terhadap pelayanan publik.
pelayanan. Standar pelayanan publik menurut

Tabel 1
Jumlah Laporan Masyarakat Berdasarkan Daerah Instansi Terlapor Tahun 2014
No Instansi Terlapor Jumlah %
1 Kota Pekanbau 41 26,3
2 Kabupaten Rokan Hilir 53 34,0
3 Kabupaten Kampar 4 2,6
4 Kabupaten Siak 4 2,6
5 Kabupaten Pelalawan 2 1,3
6 Kabupaten Rokan Hulu 2 1,3
7 Kabupaten Indragiri Hilir 7 4,5
8 Kabupaten Bengkalis 4 2,6
9 Kota Dumai 1 0,6
10 Kabupaten Indragiri Hulu 1 0,6
11 Kabupaten Kuantan Singingi 1 0,6
12 Kabupaten Kep. Meranti 4 2,6
13 Pemerintah Provinsi 33 21,2
14 Total 156 100

Sumber Data: Ombudsman Republik Indonesia


Perwakilan Riau
pelanggaran pelayanan publik, kecuali
Tabel di atas menunjukkan tiap Kabupaten/
Kabupaten Rokan Hilir mencapai 34,0 %. Bukan
Kota Propinsi Riau memiliki pelanggaran dalam
berarti, sedikit instansi terlapor di Kabupaten/
memberikan pelayanan publik, namun dilihat
Kota yang ada, berarti UU Pelayanan Publik
dari angka yang ada tidak begitu banyak terjadi
telah diimplementasikan dengan baik, dapat

86 Nagari Law Review • Volume 1 Nomor 1, October 2017


saja itu terjadi karena masyarat tidak Riau kepada masyarakat agar mereka tidak
mengetahui prosedur pelaporan. Hal ini senada ragu-ragu lagi untuk melaporkan instansi
dengan pendapat Ahmad Fitri yang pemerintah yang tidak memberikan pelayanan
menyatakan : 9 publik kepada mereka, khususnya prosedur
“Kami dari Ombudsman akan berusaha optimal pelaporan”
mensosialisasikan Ombudsman Perwakilan

Tabel 2
Laporan Masyarakat Berdasarkan Daerah Instansi Terlapor Tahun 2015
No Instansi Terlapor Jumlah %
1 Kota Pekanbaru 36 37,9
2 Kabupaten Rokan Hilir 2 2,1
3 Kabupaten Kampar 9 9,5
4 Kabupaten Siak 9 9,5
5 Kabupaten Pelalawan 1 1,1
6 Kabupaten Rokan Hulu 2 2,1
7 Kabupaten Indragiri Hilir 3 3,2
8 Kabupaten Bengkalis 4 4,2
9 Kota Dumai 3 3,2
10 Kabupaten Indragiri Hulu 2 2,1
11 Kabupaten Kuantan Singingi 0 0,0
12 Kabupaten Kep. Meranti 2 2,1
13 Provinsi Riau 22 23,2
14 Total 95 100

Sumber Data: Ombudsman Republik Indonesia saja sebagaimana yang terdapat di dalam UU
Perwakilan Riau No.37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman.”
Ketidakefektifan UU No.25 Tahun 2009 Tentang Berdasarkan data yang diperoleh dari
Pelayanan Publik masih terjadi di Ombudsman Perwakilan Riau maka yang
Kabupaten/Kota Riau di tahun 2015, namun paling banyak melakukan pelanggaran
telah terjadi penurunan jumlah pelaporan dari terhadap pelayanan publik adalah pemerintah
156 kasus tahun 2014 menjadi 95 kasus di tahun daerah ( tahun 2014 sebanyak 63,4 % dan tahun
2015. Penurunan jumlah pelaporan juga tidak 2015 sebanyak 47,3 %), BPN ( tahun 2014
bisa dijadikan patokan efektif atau tidaknya UU sebanyak 13 % dan tahun 2015 sebanyak 8,5%),
Pelayanan Publik di Masyarakat, dapat saja Kepolisian (tahun 2014 sebanyak 8,9 % dan
terjadi karena masalah malasnya masyarakat tahun 2015 sebanyak 12,4 %), BUMN/BUMD (
melapor karena tidak ada tindak lanjutnya. tahun 2014 sebanyak 5,3 % dan tahun 2015
sebanyak 18,4 % ), lembaga peradilan ( tahun
Selanjutnya Ahmad Fitri juga menyatakan :10
2014 sebanyak 1,6 % dan tahun 2015 sebanyak
“Pelaporan yang tidak ada di dalam masyarakat 1,0 %) , Komisi/ lembaga negara (tahun 2014
selain faktor tidak tau prosedurnya juga sebanyak 4,1 % dan tahun 2015 sebanyak 0%),
disebabkan oleh sifat hasil laporan kajian Kementerian ( tahun 2014 sebanyak 3,7 % dan
Ombudsman terhadap laporan masyarakat tahun 2015 sebanyak 12,4 %. 11 Sedangkan
yang tidak mengikat hanya berupa rekomendasi bentuk pelanggaran yang sering terjadi dalam
memberikan pelayanan publik adalah sebagai
berikut:12
1. Dugaan penyimpangan prosedur

9 Hasil Wawancara dengan Ahmad Fitri selaku Kepala Dokumen Dari Kantor Ombudsman Perwakilan Riau
11

Ombudsman Perwakilan Riau, tanggal 18 Juli 2016 Hasil Wawancara dengan Ahmad Fitri selaku Kepala
12
10 Hasil Wawancara dengan Ahmad Fitri selaku Kepala Ombudsman Perwakilan Riau, tanggal 18 Juli 2016
Ombudsman Perwakilan Riau, tanggal 18 Juli 2016

Nagari Law Review • Volume 1 Nomor 1, October 2017 87


2. Dugaan penundaan berlarut usaha. "DKI itu pengaduan investasi paling
3. Dugaan tidak memberikan pelayanan tinggi, kalau anda mau bangun PT dan CV
4. Dugaan menerima imbalan itu paling banyak pungutan liarnya." 15
uang/jasa/barang Data pengaduan masyarakat terkait pelayanan
5. Penyalahgunaan wewenang publik yang masuk ke Ombudsman RI terkait
6. Tidak Kompeten dengan daerah seluruh Indonesia umumnya
7. Tidak Patut bahwa permasalahan buruknya pelayanan
8. Diskriminasi sebagaian besar diakibatkan ketidakjelasan
standar pelayanan yang menjadi acuan dalan
Tidak beda halnya dengan Propinsi Riau, maka
penyelenggaraan pelayanan publik, seperti
Propinsi DKI Jakarta dalam implementasi UU
ketidakjelasan persyaratan, jangka waktu
Pelayanan Publiknya. Propinsi DKI Jakarta
penyelesaian pelayanan, prosedur dan biaya
terdiri dari :13
pelayanan. UU No. 25 Tahun 2009 mengatakan
1. Kota Jakarta Pusat
bahwa standar pelayanan merupakan ukuran
2. Kota Jakarta Barat
yang dibakukan dalam penyelenggaraan
3. Kota Jakarta Selatan
pelayanan publik yang wajib ditaati oleh
4. Kota Jakarta Timur
penyelenggara dalam melayani masyarakat.
5. Kota Jakarta Utara
Rendahnya kepatuhan terhadap standar
6. Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu
pelayanan publik secara langsung
Propinsi DKI Jakarta sebagai Provinsi mengakibatkan maladministrasi berupa
dengan tingkat pengaduan terbanyak ketidakpastian hukum, ketidakakuratan
sepanjang tahun 2014-2015, hal ini pelayanan dan praktek-praktek pungli pada
diungkapkan oleh Ketua Ombudsman RI penyelenggaraan pelayanan publik dari pusat
Periode 2011-2015 Danang sampai ke daerah. Pengabaian terhadap
Girindrawardana, DKI Jakarta mendapat standar pelayanan mengakibatkan kualitas
pengaduan mencapai 1.100 laporan selama pelayanan publik buruk dan juga akan
2014. Pengaduan itu terkait seputar mendorong terjadinya potensi perilaku
pelayanan masyarakat dan pemberian maladministrasi yang berujung pada inefisiensi
izin bangunan fasilitas publik seperti birokrasi dan perilaku koruptif.
sekolah dan rumah sakit. Itu terkait
Berdasarkan hasil monitoring pelayanan publik
pengaduan tentang izin mendirikan
tingkat propinsi yang dilakukan oleh
bangunan, sekolah, izin investasi," 14
Ombudsman RI tahun 2015 terhadap 33
Danang mengatakan, dari jumlah propinsi di Indonesia melalui beberapa
tersebut, pengaduan terkait buruknya indikator, maka dapat disimpulkan tentang
pelayanan dalam pengurusan izin standar pelayanan publik di Propinsi DKI
investasi. Menurut dia, sebagian besar Jakarta sebesar 61,20 %. Tabel berikut
pengadu mengeluhkan masih banyaknya memperlihatkan posisi DKI Jakarta diantara
pungutan liar dalam pengurusan izin sampel-sampel propinsi lain :

13https://m.tempo.co/read/news/2016/07/26/08379051 14 Ibid
9/ombudsman-panggil-pemprov-dki-bahas-pelayanan- 15 Ibid
publik, [diakses 10 November 2016]

88 Nagari Law Review • Volume 1 Nomor 1, October 2017


Tabel 3
Tingkat Kepuasan Pelayanan Publik Tingkat Propinsi Tahun 2015 16

No Provinsi NIlai No Provinsi Nilai


1 Provinsi Sulawesi Selatan 88.30 18 Provinsi Bangka Belitung 55.31
2 Provinsi Jawa Timur 88.20 19 Provinsi Jawa Barat 52.72
3 Provinsi Kalimantan Selatan 82.00 20 Provinsi D.I Yogyakarta 50.46
4 Provinsi Bali 76.28 21 Provinsi Sulawesi Tenggara 48.05
5 Provinsi Sumatera Utara 75.54 22 Provinsi Maluku 47.66
6 Provinsi Kalimantan Barat 75.11 23 Provinsi Kalimantan Tengah 45.81
7 Provinsi Sumatera Selatan 73.24 24 Provinsi Papua 41.19
8 Provinsi Lampung 72.74 25 Provinsi Sulawesi Tengah 31.25
9 Provinsi Kepulauan Riau 71.88 26 Provinsi Jambi 28.12
10 Provinsi Nusa Tenggara Barat 71.53 27 Provinsi Bengkulu 27.00
11 Provinsi Kalimantan Timur 70.83 28 Provinsi Nusa Tenggara Timur 20.58
12 Povinsi Sumatera Barat 69.22 29 Provinsi Banten 19.47
13 Provinsi Aceh 67.04 30 Provinsi Sulawesi Barat 13.88
14 Provinsi Sulawesi Utara 65.42 31 Provinsi Maluku Utara 13.17
15 Provinsi Jawa Tengah 64.38 32 Provinsi Gorontalo 12.10
16 Provinsi DKI Jakarta 61.20 33 Provinsi Papua Barat 10.00
17 Provinsi Riau 57.05

Berdasarkan tabel di atas tingkat kepuasan rendah dan warna hijau (81-100) bernilai
pelayanan publik Propinsi DKI Jakarta tinggi. Adapun indikator yang digunakan
berada pada penilaian sedang yang diberi adalah :
tanda warna kuning ( 51-80), sedangkan
yang diberi tanda merah (0-50) bernilai

Tabel 4
Variabel Penilaian17
No Variabel Penilaian Kategori Komponen Indikator Bobot
1 Standar Pelayanan Utama Persyaratan 6.0
Sistem mekanisme dan prosedur 6.0
Produk Pelayanan 6.0
Jangka Waktu Penyelesaian 12.0
Biaya/ Tarif 12.0
2 Maklumat Layanan Utama Ketersediaan Maklumat Pelayanan 12.0
3 Sistem Informasi Utama Ketersediaan Informasi Pelayanan Publik 12.0
Pelayanan Publik Elektronik atau Nonelektronik (booklet,
pamflet, website, monitor televisi, dll)

4 Sarana dan Utama Ketersediaan ruang tunggu 3.0


Prasarana Fasilitas Ketersediaan toilet untuk pengguna 2.0
Layanan

Ketersediaan loket/meja pelayanan 3.0

16 Ringkasan Hasil Penelitian Kepatuhan Ombudsman RI Tahun 2015


17 Ibid

Nagari Law Review • Volume 1 Nomor 1, October 2017 89


5 Pelayanan Khusus Utama Ketersediaan Sarana khusus bagi 2.0
pengguna layanan berkebutuhan khusus
(ram, rambatan, kursi roda, jalur
pemandu, toilet khusus, ruang menyusui,
dll)
Ketersediaan Pelayanan khusus bagi 2.0
pengguna layanan berkebutuhan khusus
6 Pengelolaan Utama Ketersediaan Sarana Pengaduan 5.0
Pengaduan (SMS/Telpon/Fax/Email, dll)

Ketersediaan informasi prosedur dan 3.0


tatacara penyampaian pengaduan

Ketersediaan Pejabat /Petugas Pengelola 5.0


Pengaduan

7 Penilaian Kinerja Utama Ketersediaan Sarana Pengukuran 2.5


Kepuasan Pelanggan

8 Visi, Misi dan Tambahan Ketersediaan Visi dan Misi Pelayanan 2.0
Motto Pelayanan Ketersediaan Motto Pelayanan 2.0

9 Atribut Tambahan Ketersediaan Petugas Penyelenggaran 2.5


menggunakan ID Card
Total 100

Berdasarkan hasil monitoring terhadap Provinsi Layanan di Unit Pelayanan Publik Provinsi
maka ditemukan bahwa :18 DKI Jakarta sudah terinformasi. Kesimpang
1. Hanya 52,44% Produk Layanan di Unit siuran alur yang banyak dialami oleh
Pelayanan Publik pada 33 provinsi dan pengguna layanan diharapkan dapat
yang menjadi sampel penelitian yang diminimalisir dengan dipublikasikan nya
menginformasikan persyaratan, hal ini Sistem, Mekanisme, dan Prosedur kepada
menunjukkan masih banyaknya semua pengguna layanan.
pemerintah provinsi yang masih belum 3. Sebesar 63,78% Produk Layanan di Unit
terbuka dalam memberikan informasi Pelayanan Publik pada 32 Provinsi yang
persyaratan. Kejelasan tentang item apa saja menjadi sampel penelitian sudah
yang wajib dipenuhi oleh pengguna menginformasikan produk apa saja yang
layanan menjadi hal yang penting untuk diterbitkan di Unit Pelayanan Publik
diketahui oleh pengguna layanan agar tersebut dan DI DKI Jakarta sebesar
tidak menimbulkan kebingungan dengan 76,02% Produk Layanan yang sudah
syarat yang harus dipenuhi untuk menginformasikan.
mendapatkan layanan yang sesuai. 4. Hanya 42,80% Jangka Waktu Penyelesaian
2. Terdapat 63,78% Produk Layanan di Unit sebuah izin yang dikeluarkan Unit
Pelayanan Publik pada 32 Provinsi yang Pelayanan Publik di 32 Provinsi dan
menjadi sampel penelitian sudah 31,69% di Provinsi DKI Jakarta yang
menginformasikan Sistem, Mekanisme, dan menjadi sampel penelitian sudah
Prosedur. Dan sebesar 57,08% Produk terinformasi, hal ini sangat rendahnya
18 Ibid

90 Nagari Law Review • Volume 1 Nomor 1, October 2017


penyelenggra layanan yang terbuka atas melalui SMS, Email, Fax, Telpon, dll.
waktu penyelesaian sebuah izin. Waktu Untuk ketersediaan Pejabat Pengelola
yang dibutuhkan untuk memproses Pengaduan hanya 33,40% di Unit
layanan yang diajukan oleh pengguna Pelayanan Publik DKI Jakarta, dan 25,74%
layanan dari tahap awal hingga akhir harus ketersediaan Informasi Prosedur dan
diestimasi secara jelas dan dipublikasikan Mekanisme Penyampaian Pengaduan.
secara terbuka agar tercipta efektivitas Pengaduan yang disampaikan oleh
dalam pelaksanaan layanan. pengguna layanan merupakan masukan
5. Sebesar 43,41% Produk Layanan di Unit yang berharga bagi perbaikan kualitas
Pelayanan Publik pada 32 Provinsi dan layanan yang diselenggarakan oleh
74,06% produk layanan di DKI Jakarta masing-masing instansi.
yang menjadi sampel penelitian sudah 9. Masih banyak Produk Layanan di Unit
menginformasikan biaya. Hal ini Pelayanan Publik pada 32 Provinsi yang
mempermudah pengguna layanan dalam dijadikan sampel penelitian yang tidak
mengetahui besaran biaya yang harus menyediakan pelayanan khusus bagi
dikeluarkan jika ingin membuat sebuah pengguna layanan yang berkebutuhan
izin. Hal ini sangat penting diketahui oleh khusus, dan hanya 14,39% yang telah
pengguna layanan sehingga dapat menyediakan pelayanan khusus bagi
menihilkan praktek-peraktek pungutan pengguna layanan yang berkebutuhan
liar diluar biaya yang telah ditentukan. khusus. Dan untuk wilayah DKI Jakarta
6. Hanya 54,15% Produk Layanan di Unit terdapat 10,33% Unit Layanan yang
Pelayanan Publik pada 32 Provinsi dan menyediakan pelayanan khusus bagi
23,27% Produk Layanan di DKI Jakarta pengguna layanan yang berkebutuhan
yang menjadi sampel penelitian khusus. Pelayanan khusus bisa berupa
mengumumkan maklumat pelayanan, dan antrian khusus lansia, loket khusus serta
masih banyaknya Produk Layanan di Unit petugas pemandu khusus layanan bagi
Pelayanan Publik pada Provinsi yang tidak lansia dan difabel
mengumumkan maklumat layanan yang 10. Terdapat 35,12% Produk Layanan di Unit
artinya masih banyak Penyelenggara Pelayanan Publik pada 32 Provinsi yang
Pelayanan yang enggan berjanji untuk menyediakan sarana khusus bagi
melayani masyarakat sesuai dengan pengguna layanan yang berkebutuhan
standar layanan yang dimiliki. khusus seperti ram, rambatan, ruang
7. Hampir seluruh Produk Layanan di Unit menyusui, dll. Untuk Wilayah DKI Jakarta
Pelayanan Publik 32 Provinsi yang 74,86% Unit Pelayanan Publik yang
dijadikan sampel penelitian menyediakan menyediakan sarana khusus bagi
Sistem Pengelola Pengaduan, sangat jelas pengguna layanan yang berkebutuhan
terlihat dari Ketersediaan Sarana khusus. Sarana khusus amat diperlukan
Pengaduan sebesar 70,61% baik melalui dalam menunjang pelayanan bagi orang
SMS, Email, Fax, Telpon, atau datang yang mengalami berkebutuhan khusus
langsung ke Unit Pelayanan Publik. agar mendapatkan perlakuan yang
Namun hanya 46,22% Produk Layanan di berkeadilan dalam suatu proses
Unit Pelayanan Publik terdapat mendapatkan pelayanan publik.
Ketersediaan Pejabat/ Petugas Pengelola
Pengaduan dan masih rendahnya Produk
Layanan di Unit Pelayanan Publik pada
Provinsi yang menginformasikan
prosedur dan tata cara penyempaian
pengaduan sebesar 45,00%.
8. Sedangkan di Provinsi DKI Jakarta
terdapat 71,89% Produk Layanan sudah
menyediakan sarana pengaduan baik

Nagari Law Review • Volume 1 Nomor 1, October 2017 91


3.2 Kendala Yang Dihadapi Dalam seluruh lini pemerintahan dari pusat hingga
Implementasi Undang- Undang Nomor 25 daerah, termasuk di Sumatera Barat. Tuntutan
Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik Pada akan peningkatan profesionalisme sumber daya
Instansi Pemerintah Di Propinsi Riau dan manusia aparatur negara yang berdaya guna,
Propinsi DKI Jakarta dan Upaya produktif dan bebas KKN serta sistem yang
Penyelesaiannya transparan, akuntabel dan partisipatif masih
Secara garis besar persoalan yang dihadapi memerlukan solusi tersendiri. Ini berkaitan
dalam pelayanan publik di Riau dan DKI Jakarta dengan semakin buruknya citra dan kinerja
adalah:19 birokrasi dan rendahnya kepercayaan
masyarakat terhadap penyelenggaraan
A. Rendahnya Kualitas Pelayanan Publik
pemerintahan.
Rendahnya kualitas pelayanan publik
merupakan salah satu sorotan yang diarahkan
C. Birokrasi yang panjang dan adanya
kepada birokrasi pemerintah dalam
tumpang tindih tugas dan kewenangan.
memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Hal inilah yang menyebabkan penyelenggaraan
Perbaikan pelayanan publik di era reformasi
pelayanan publik menjadi panjang dan melalui
merupakan harapan seluruh masyarakat,
proses yang berbelit-belit, sehingga besar
namun dalam perjalanan reformasi yang
kemungkinan timbul ekonomi biaya tinggi,
memasuki tahun ke enam, ternyata tidak
terjadinya penyalahgunaan wewenang, korupsi,
mengalami perubahan yang signifikan.
kolusi, dan nepotisme, perlakuan diskriminatif,
Berbagai tanggapan masyarakat justru
dan lain-lain. Pelayanan (khususnya pelayanan
cenderung menunjukkan bahwa berbagai jenis
publik) pada umumnya dilakukan dengan
pelayanan publik mengalami kemunduran yang
melalui proses yang terdiri dari berbagai level,
utamanya ditandai dengan banyaknya
sehingga menyebabkan penyelesaian pelayanan
penyimpangan dalam layanan publik tersebut.
yang terlalu lama. Dalam kaitan dengan
Sistem dan prosedur pelayanan yang berbelit-
penyelesaian masalah pelayanan, kemungkinan
belit, dan sumber daya manusia yang lamban
staf pelayanan (front line staff ) untuk dapat
dalam memberikan pelayanan, mahal, tertutup,
menyelesaikan masalah sangat kecil, dan dilain
dan diskriminatif serta berbudaya bukan
pihak kemungkinan masyarakat untuk bertemu
melayani melainkan dilayani juga merupakan
dengan penanggungjawab pelayanan, dalam
aspek layanan publik yang banyak disoroti.
rangka menyelesaikan masalah yang ada,
Rendahnya kualitas pelayanan publik yang
kurang mendapatkan kesempatan dan sulit,
dilaksanakan oleh sebagian aparatur
sehingga memerlukan waktu yang berbelit
pemerintahan atau administrasi negara dalam
untuk menyelesaikannya.
menjalankan tugas dan fungsinya. Kondisi ini
karena di dalam kerangka hukum administrasi
D. Rendahnya pengawasan external dari
positif Indonesia saat ini telah diatur tentang
masyarakat
standar minimum kualitas pelayanan, namun
Rendahnya pengawasan external dari
kepatuhan terhadap standar minimum
masyarakat terhadap penyelenggaraan
pelayanan publik tersebut masih belum
pelayanan publik, merupakan sebagai akibat
termanifestasikan dalam pelaksanaan tugas
dari ketidakjelasan standar dan prosedur
aparatur pemerintah.
pelayanan, serta prosedur peyampaian keluhan
B. Tingginya Tingkat Penyalahgunaan pengguna jasa pelayanan publik. Karena itu
Kewenangan dalam Bentuk KKN tidak cukup dirasakan adanya tekanan sosial
Upaya pemberantasan KKN merupakan yang memaksa penyelenggara pelayanan publik
salah satu tuntutan penting pada awal harus memperbaiki kinerja mereka.
reformasi. Namun prevalensi KKN semakin
meningkat dan menjadi permasalahan di
19http://158.blogspot.co.id/2012/03/permasalahan-

pelayanan-publik-di daerah.html, [Diakses tanggal 12


November 2016]

92 Nagari Law Review • Volume 1 Nomor 1, October 2017


E. Belum Berjalannya Desentralisasi karena kondisi yang terjadi selama ini telah
Kewenangan Secara Efektif mengkerdilkan peran serta masyrakat dan telah
Dari sisi manajemen pemerintahan, penerapan terjadi dominasi birokrasi dalam pelaksanaan
desentralisasi dan otonomi daerah merupakan pelayanan serta untuk menciptakan suatu
instrumen utama untuk mencapai suatu negara sistem pelayanan yang akuntabel harus ada
yang mampu menghadapi tantangan-tantangan evaluasi pelayanan yang diberikan oleh para
tersebut. Di samping itu, penerapan pengguna pelayanan yaitu masyarakat yang
desentralisasi kewenangan dan otonomi daerah tercermin dari hasil penelitian yang dilakukan
juga merupakan prasyarat dalam rangka berdasarkan lokasi penelitian yaitu sumatera
mewujudkan demokrasi dan pemerintahan barat dimana buruknya akuntabilitas yang
yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat. dimiliki oleh para birokrasi.

F. Sistem pelayanan publik yang belum diatur Kurangnya kontrol masyarakat dan
secara jelas dan tegas. pengkerdilan partisipasi masyarakat dalam
Unsur terpenting dari sebuah sistem pelayanan pelaksanaan pemerintahaan yang merupakan
publik yang belum diatur secara lebih jelas dan sebagai stakeholder terjadi selama ini dan
tegas di dalam sistem pelayanan publik di banyaknya terjadi penyimpangan-
Indonesia dewasa ini adalah Kode Perilaku penyimpangan didalam tubuh birokrasi
Petugas Pelaksana Pelayanan Publik (Code of pemerintah menyebabkan tugas pokok aparatur
Conduct for Public Servants). Hal ini menjadi negara sebagai abdi negara juga sebagai abdi
salah satu faktor penentu keberhasilan sistem masyarakat yang memiliki tugas pokok
pelayanan publik, terutama bila disadari bahwa melayani masyarakat tidak terwujud yang
sebagian besar dari permasalahan dan keluhan menimbulkan berbagai masalah diantaranya
mengenai pelayanan publik di Indonesia dapat masalah prosedur pelayanan dan mekanisme
dikembalikan pada unsur manusia pengemban palayanan yang berbelit-belit, diskriminatif,
fungsi pelayanan publiknya. Kehadiran sebuah tidak transparan, kurang akomodatif, kurang
perda yang disertai dengan peraturan gubernur inovatif, kurang konsisten dan praktek pungli
yang mengatur tentang pelayanan publik dan KKN (korupsi, Kolusi dan Nepotisme).
sebaiknya memang harus di segerakan
pelaksanaannya. Selain itu masalah-masalah dikotomi politik
birokrasi yang secara tidak langsung dan secara
Buruknya kinerja pelayanan publik yang jelas dapat dilihat mempengaruhi segi
dilakukan oleh birokrasi Indonesia antara lain pelayanan publik dimana intervensi politik
belum dijalankannya apa yang disebut dengan kedalam wilayah birokrasi pelayanan publik
tranparansi dan akuntabilitas dalam sering kali tidak terhindarkan dimana batas-
penyelenggaraan pelayanan publik dimana batas antara birokrasi dengan politik masih
akuntabilitas mempunyai peranan yang sangat belum jelas. Menurut wahyudi kumorotomo
penting dalam menekan tingkat korupsi di Riau ada beberapa hal yang menyebabkan
dan DKI Jakarta. banyaknya kebijakan, program pelayanan
publik kurang responsif terhadap aspirasi
Oleh karena itu pelayanan publik harus masyrakat sehingga kurang mendapatkan
dilakukan dengan transparan dan akuntabel di dukungan secara luas antara lain dikarenakan
setiap unit pelayanan instansi pemerintah para birokrat kebanyakan masih berorientasi
karena kualitas pelayanan publik berimplikasi kepada kekuasaan dan bukannya kepentingan
luas terhadap kesejahteraan masyarakat dan publik secara umum dan terdapat kesenjangan
untuk mencapai suatu pemerintahan yang baik yang lebar antara apa yang diputuskan oleh
atau pemerintahan yang bersih “good pembuat kebijakan dan apa yang benar-benar
governance” serta lemahnya kontrol masyarakat
yang menjelaskan buruknya akuntabiltas dalam
penyelenggaraan pelayanan pubik, karena salah
satu esensi dari akuntabilitas adalah kontrol,

Nagari Law Review • Volume 1 Nomor 1, October 2017 93


dikehendaki oleh rakyat.20 Serta kecenderungan lapisan bawah namun mentalitas pejabat
para birokrasi di indonesia masih menggunakan negara dalam mengelola pelayanan publik
presfektif tradisional dimana masih yang tidak memperhatikan standar
menggunakan kekuasaan dalam melaksanakan pelayanan publik dan tidak
tugas dan fungsinya sebagai pelayanan mengimplementasikan Undang-Undang
masyarakat, yang dilihat dari bagaimana Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan
palayanan yang diberikan. Publik. dengan baik. Selama lima tahun
terakhir, Ombudsman RI menemukan
Adapun upaya yang dapat dilakukan adalah bahwa kepatuhan penyelenggara
memberdayakan masyarakat. Fungsi pelayanan publik terhadap Undang-
Ombudsman Perwakilan Riau dan Ombudsman Undang tersebut masih tergolong rendah,
RI sebagai lembaga pengawas eksternal tidak yakni berkisar antara 18-20 persen. Jadi,
akan berjalan tanpa partisipasi masyarakat. sumber utama masalahnya terletak pada
Tujuan utama dari Ombudsman ini adalah sistem yang diterapkan secara keliru yaitu
menaikkan standar pelayanan publik dan untuk sistem yang dibuat oleh pejabat yang
memberantas korupsi, kolusi dan nepotisme menjadi atasan pelaksana pelayanan
yang sudah menjadi rahasia umum sedang publik. Salah satu cara tercepat untuk
merajalela di seluruh bagian masyarakat. memperbaiki kualitas pelayanan publik di
Indonesia dengan mengganti semua
Apabila negara ini ingin menjadi negara yang pejabat yang tidak mematuhi Undang-
besar maka diperlukan kerjasama antara Undang dalam membuat Standar
masyarakat dan pemerintahan untuk Operasional Prosedur (SOP) pelayanan
memberantas kondisi tersebut dan juga publik.21
diperlukan bantuan dari instansi pelayanan Pengawasan pelayanan publik
publik untuk segera menyadari tugas dan dilaksanakan dengan tujuan:
fungsinya sebagai pelayan publik yang dapat 1. Mengetahui kondisi riil kualitas
memberikan pelayanan terbaik bagi pelayanan pada kantor penyelenggara
masyarakat, karena tidak dapat dipungkiri pelayanan publik yang menjadi obyek
bahwa aparatur instansi pelayanan publik pengawasan.
belum mengetahui standar pelayanan seperti 2. Merumuskan dan memberikan saran
yang diamanatkan UU Pelayanan Publik dan perbaikan pelayanan kepada
bahkan beberapa kasus menunjukkan bahwa penyelenggara pelayanan publik.
banyak instansi pemerintahan tidak mengetahui
bahwa Ombudsman merupakan lembaga Pengawasan pelayanan publik,
negara yang bertugas mengawasi pelayanan dilaksanakan untuk merespon
publik, beberapa dari instansi menganggap permasalahan pelayanan publik yang
bahwa Ombudsman adalah sebuah lembaga dialami masyarakat secara luas. Investigasi
swadaya masyarakat biasa yang cenderung dilakukan untuk mencari sumber data
tidak ditanggapi secara serius. yang seimbang dan obyektif dengan
melihat langsung kondisi pelayanan
3.3 Konsep dan Model Reformasi Birokrasi publik serta meminta keterangan para
Terkait dengan Pelayanan Publik yang pihak yang terkait langsung maupun
Tepat Khususnya Instansi Pemerintah di tidak langsung dengan permasalahan yang
Indonesia. menjadi obyek kegiatan. Hasil investigasi
Menurut Ketua Ombudsman RI, untuk memberikan saran perbaikan
pelayanan publik belum membanggakan kepada instansi penyelenggara. Ruang
di Indonesia tidak hanya disebabkan oleh lingkup tema adalah pelayanan publik
mentalitas aparatur pelaksana birokrasi di tertentu dengan pertimbangan berikut:

20W. Kumorotomo. (2005). Akuntabilitas Birokrasi Publik. 21 Republika, tanggal 16 Desember 2014
Yogjakarta: Pustaka Pelajar Offset, h. 6-7

94 Nagari Law Review • Volume 1 Nomor 1, October 2017


1. Berdampak luas dan merugikan Upaya peningkatan kualitas pelayanan
masyarakat. publik tidak hanya menjadi orientasi hasil
2. Menarik perhatian publik (outcome) dari Ombudsman RI semata,
atau menjadi fokus tetapi juga merupakan keinginan dan
perbincangan media massa. kesadaran yang tumbuh dari internal
3. Terjadi berulang-ulang. unit/satuan kerja penyelenggara
pelayanan publik maka observasi
Pengawasan pelayanan publik
kepatuhan dilaksanakan melalui beberapa
dilakukan dengan kegiatan investigasi
tahapan strategis dengan pendekatan
inisiatif, supervisi pelayanan publik,
intervensi terfokus.
investigasi sistemik, dan penganugerahan
kepatuhan. Investigasi atas inisiatif sendiri 4. PENUTUP
(OMI) dilaksanakan melalui methode 4.1 Kesimpulan
mystery shoppers, investigasi, supervisi Berdasarkan hasil penelitian di atas dapat ditarik
dan kajian, berdasarkan Pasal 7 d UU 37 kesimpulan sebagai berikut:
Tahun 2008 Tentang Ombudsman RI dan 1. Implementasi UU No.25 Tahun 2009
UU 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan tentang Pelayanan Publik di Riau dan DKI
Publik. Pelaksanaan OMI ini untuk Jakarta masih belum berjalan efektif, karena
memperoleh gambaran/ kondisi nyata dari tahun ke tahun masih terjadi pelaporan
tentang pemenuhan standar pelayanan, oleh masyarakat terhadap instansi
transparansi dan kemudahan memperoleh pemerintah, BUMN, BUMD yang tidak
layanan publik, potensi maladministrasi dll. memberikan pelayanan publik seperti
Dan diharapkan dapat menyampaikan penundaan yang berlarut, penyalahgunaan
rekomendasi atau saran perbaikan, baik wewenang, menerima imbalan
perbaikan sistem, perubahan peraturan uang/jasa/barang. Pelaporan yang paling
maupun pelaksanaannya serta perubahan banyak terjadi Di Kota Pekanbaru dan Kota
mindset penyelenggara pelayanan publik.22 Jakarta, sedangkan untuk instansi terlapor
Supervisi pelayanan publik dimaksudkan ada pada BPN, Pengadilan, Rumah Sakit,
untuk mengetahui penerapan standar Pemerintah Daerah.
pelayanan sebagaimana diatur dalam 2. Kendala-kendala yang dihadapi dalam
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 memberikan pelayanan publik antara lain :
tentang Pelayanan Publik. Pelaksanaan rendahnya kualitas pelayanan publik,
supervisi dengan cara melakukan sistem pelayanan publik yang belum diatur
pemeriksaan, observasi, dan pengamatan secara jelas, tumpang tindih kewenangan,
langsung dengan mengutamakan rendahnya pengawasan eksternal dari
keterangan melalui rekaman, gambar, video masyarakat, belum efektifnya sistem
dan gejala- gejala sosial pada saat desentralisasi. Upaya-upaya yang
supervisi.23 dilakukan untuk mengatasi kendala
tersebut adalah selain diperkuatnya
Salah satu upaya Ombudsman RI dalam
pengawasan ekternal dari masyarakat
mendorong peningkatan kualitas pelayanan
melalui aktifnya memberikan laporan
publik adalah dengan melakukan observasi
kepada Ombudsman Perwakilan Riau dan
tingkat kepatuhan kementerian, lembaga
Ombudsman RI, maka pengawasan internal
dan pemerintah daerah terhadap
masing-masing instansi perlu diperbaiki
implementasi Undang- Undang Nomor 25
sistemnya, jika yang lama dianggap tidak
Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik,
mampu meningkatkan kualitas pelayanan
khususnya kewajiban penyelenggara
publik.
pelayanan publik untuk memenuhi
3. Konsep pelayanan publik yang ideal di
komponen standar pelayanan publik.
Indonesia adalah pengawasan pelayanan
22 Laporan Tahunan 2014 Ombudsman RI 23 Ibid

Nagari Law Review • Volume 1 Nomor 1, October 2017 95


publik dilakukan dengan kegiatan Riau, Lembaga Ilmu Pengetahuan
investigasi inisiatif, supervisi pelayanan Indonesia, ISBN 979-3673-69-9.
publik, investigasi sistemik, dan
penganugerahan kepatuhan.
Internet
http://www.rri.co.id/pekanbaru/post/ber
4.2 Saran
ita/230723/daerah/pelayanan_pub
Adapun sarannya adalah :
lik_di_pekanbaru_buruk.html,
1. Revisi segala peraturan perundangan yang
terkait dengan pelayanan publik baik dari diakses tanggal 14 Januari 2016.
tingkat undang-undang sampai peraturan http://www.rri.co.id/pekanbaru/post/ber
daerah. Terutama system dan sanksi ita/230723/daerah/pelayanan_pub
pelanggaran terhadap pelayanan publik. lik_di_pekanbaru_buruk.html,
2. Revisi UU tentang Ombudsman terkait
[diakses tanggal 14 Januari 2016].
dengan daya mengikat rekomendasi dari
Ombudsman terhadap pelaporan https://m.tempo.co/read/news/2016/07/
masyarakat terkait pelayanan publik. 26/083790519/ombudsman-
3. Diharapkan kepada masyarakat untuk panggil-pemprov-dki-bahas-
tidak menempatkan Ombudsman sebagai pelayanan-publik, [diakses 10
lembaga eksekusi tetapi hanya sebagai November 2016]
lembaga pemberi rekomendasi, namun
demikian peran Ombudsman perlu http://158.blogspot.co.id/2012/03/permas
diperkuat sehingga dapat mengubah pola alahan-pelayanan-publik-di
tingkah birokrasi di Indonesia. daerah.html, [Diakses tanggal 12
November 2016]
http://artikel/category/kedudukan_dan_
DAFTAR PUSTAKA kewenangan_ombudsman_republi
k_Indonesia_dalam_mengawasi_pe
Buku nyelenggaraan_pelayanan_publik
A.Hamid S. Attamimi , 1997, Materi Muatan [Diakses 29 April 2014}.
Peraturan Perundang-undangan,
Majalah Hukum Dan Pembangunan, Republika, tanggal 16 Desember 2014
Jakarta Laporan Tahunan 2014 Ombudsman RI
Ibid
Tanpa Pengarang. Profil daerah
(2001).
kabupaten dan kota. Penerbit Buku
Kompas. ISBN 979-709-054-X. Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Dasar Negara Republik
W. Kumorotomo. (2005). Akuntabilitas Indonesia Tahun 1945
Birokrasi Publik. Yogjakarta: Pustaka
Pelajar Offset, h. 6-7 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25
Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
Darmawati. (2008). Determinasi Registrasi
Penduduk di Kota Pekanbaru,
Jurnal Teroka Riau, 8(2): 61-71.
Zaenuddin, Dundin. (2005). Modal Sosial
dalam Pengembangan Budaya Sipil
Komunitas Etnik: Studi Kasus di Kota
Manado, Sulawesi Utara & Pekanbaru,

96 Nagari Law Review • Volume 1 Nomor 1, October 2017


Volume 1 Nomor 1, Oktober 2017
Editorial Office : Faculty of Law, Andalas University
Kampus Pancasila, Jalan Pancasila Nomor 10 Padang, West Sumatera
Phone/Fax : 0751-27404 / 0751-34605
E-mail : nagarilawreview@gmail.com | Website : jalj.fhuk.unand.ac.id

Konstitusionalitas Pengaturan Hak Ulayat Dalam Peraturan Nagari


“Agung Hermansyah1, Romi2”

ARTICLE HISTORY A B S T R A C T
Received: 30 October 2017;
Reviewed: 31 October 2017; Pasca ditetapkannya UU No. 12 Tahun 2011, Peraturan Nagari tidak
Accepted: 31 October 2017; lagi diakui dalam hierarki peraturan perundang-undangan di
Published: 31 October 2017 Indonesia. Padahal jika merujuk pada Pasal 18 B ayat (2) UUD NRI
1945 pemerintah wajib mengakui keberadaan masyarakat hukum adat
berikut hak tradisionalnya. Dalam konteks otonomi daerah, jika
KEYWORDS dikaitkan dengan Pasal 18 ayat (6) UUD NRI 1945 bentuk
Bankruptcy; secured creditor; tax debt. pengakuan pemerintah kepada desa sebagai bagian dari pemerintahan
daerah idealnya berupa hak untuk mengatur dan mengurus sendiri
CORRESPONDENSE urusan rumah tangganya. Sebagai lex specialis, Pasal 26 ayat (2)
huruf d UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa juga menegaskan hak
1 Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Andalas,
nagari untuk membentuk peraturan otonominya. Sebagai solusi,
Kampus Unand Limau Manis, Padang, Indonesi,
25163.
sebenarnya Pasal 8 ayat (1) UU No. 12 Tahun 2011 sebenarnya
2 Fakultas Hukum Universitas Andalas, Sumatera mengakui keberadaan peraturan nagari yang dibentuk atas
Barat, Padang, Indonesia kewenangan yang bersumber dari perundang-undangan. Dalam
implementasinya, pembentukan peraturan nagari terutama yang
berkenaan dengan hak asal-usul/ulayat di Sumatera Barat mengalami
kendala ytang signifikan. Meski MK melalui putusan PUU
No.35/2012 menetapkan kewenangan itu ada di tangan nagari, dalam
pelaksanaannya kewenangan dimaksud dibatasi secara bersyarat oleh
pemerintah.

1. Pendahuluan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai


Salah satu tuntutan pasca bergulirnya urusan Pemerintahan Pusat”. Adanya otonomi
reformasi adalah tuntutan akan otonomi daerah dan desentralisasi dalam urusan
daerah yang seluas-luasnya dalam menjalankan pemerintahan ditujukan agar daerah bisa
sistem pemerintahan negara Republik mandiri, berkreasi dan berinovasi dalam
Indonesia. Otonomi daerah merupakan amanat mengembangkan dan membangun daerahnya
langsung dari Pasal 18 ayat (2)Undang-Undang sesuai dengan potensi daerah yang dimiliki,
Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (UUD demi terciptanya pemerataan pembangunan
NRI 1945) yang menetapkan: “Pemerintah dan tercapainya tujuan negara Republik
daerah provinsi, daerah Kabupaten, dan Kota Indonesia sebagaimana tercantum dalam
mengatur dan mengurus sendiri urusan Alinea ke IV Pembukaan UUD NRI 1945 yakni
pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas memajukan kesejahteraan umum.
pembantuan”. Selanjutnya, Pasal 18 ayat (5)
Guna memenuhi amanat konstitusi dimaksud,
UUD NRI 1945 juga menentukan:
pemerintah kemudian mentapkan regulasi di
”Pemerintahan daerah menjalankan otonomi
bidang pemerintahan daerah, terakhir melalui
seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan

Nagari Law Review • Volume 1 Nomor 1, October 2017


Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 (UU pasang surut2, namun kembali menguat pasca
Pemda). Dalam Pasal 371 ayat (1) UU Pemda diterbitkannya regulasi baru terkait
disebutkan bahwa: “Dalam daerah pemerintahan desa, yakni Undang-Undang
kabupaten/kota dapat dibentuk desa. Nomor 6 Tahun 2014 yang mengganti dan
Selanjutnya Pasal 371 ayat (2) menyatakan mencabut ketentuan UU Desa yang lama,
bahwa: “Desa mempunyai kewenangan sesuai Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979. Pada
dengan ketentuan peraturan perundang- UU Desa yang baru, penguatan penyebutan
undangan mengenai desa”. nagari dapat dilihat dari konsideran
menimbang huruf b yang menyatakan : bahwa
Tindak lanjut atas ketentuan Pasal 371 UU
dalam perjalanan ketatanegaraan Republik
Pemda tersebut telah diatur dengan
Indonesia, Desa telah berkembang dalam
diundangkanya Undang-Undang Nomor 6
berbagai bentuk sehingga perlu dilindungi dan
Tahun 2014 Tentang Desa (UU Desa). Dalam
diberdayakan agar menjadi kuat, maju,
Pasal 2 UU Desa disebutkan: “Penyelenggaraan
mandiri, dan demokratis sehingga dapat
pemerintahan desa, pelaksanaan pembangunan
menciptakan landasan yang kuat dalam
desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan
melaksanakan pemerintahan dan
pemberdayaan masyarakat desa berdasarkan
pembangunan menuju masyarakat yang adil,
Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara
makmur, dan sejahtera.
Republik Indonesia Tahun 1945, Negara
Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Penyebutan nagari sebagai nama lain dari desa
Tunggal Ika”. secara explisit juga diatur dan dijelaskan dalam
Pasal 1 angka 1 UU Desa yang menyatakan:
Di Sumatera Barat, penyelenggaraan
“Desa adalah desa dan desa adat atau yang
pemerintahan desa dikenal dengan nagari,
disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut
sesuai dengan adat istiadat suku Minangkabau.
Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang
Eksistensi pengakuan terhadap penyebutan
memiliki batas wilayah yang berwenang untuk
nagari1 sebagai nama lain dari desa dalam
mengatur dan mengurus urusan pemerintahan,
ketata negaraan Indonesia sempat mengalami
kepentingan masyarakat setempat berdasarkan
1 Pengakuan konstitusional tentang kedudukan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau
nagari pertama kali dapat dilihat dalam Undang- hak tradisional yang diakui dan dihormati
Undang Dasar 1945 sebelum Perubahan yang dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan
berbunyi : Pembagian daerah Indonesia atas daerah Republik Indonesia”. lebih lanjut, Pasal 6 ayat
besar dan kecil, dengan bentuk dan susunan (2) UU Desa menyatakan bahwa: “Penyebutan
pemerintahannya ditetapkan dengan Undang- desa atau desa adat disesuaikan dengan
Undang dengan memandang dan mengingati dasar
penyebutan yang berlaku di daerah setempat”.
permusyawaratan dalam sistem pemerintahan
negara dan hak asal usul dalam daerah yang bersifat Dalam perkembangannya, pelaksanaan sistem
istimewa. Selanjutnya Penjelasan Pasal 18 pemerintahan nagari diatur dalam Peraturan
dinyatakan sebagai berikut : Dalam teori negara Daerah (Perda) Provinsi Sumatera Barat Nomor
Republik Indonesia terdapat lebih kurang 250 2 Tahun 2007 Tentang Pokok-Pokok
zelfbesturrende Landschappen dan Volksgemeenschappen
Pemerintahan Nagari (Perda Nagari). Hal ini
seperti desa di Jawa dan Bali, nagari di Minangkabau,
dusun dan marga di Palembang dan sebagainya. Daerah- sesuai dengan ketentuan dalam dalam UU
daerah tersebut memiliki susunan asli dan oleh karenanya Desa untuk mengakomodir desa-desa yang
dapat dianggap sebagai daerah yang bersifat istimewa. memiliki ciri khas berdasarkan asal-usul, adat
Negara Republik Indonesia menghormati kedudukan istiadat, dan nilai sosial budaya masyarakat
daerah-daerah istimewa tersebut dan segala peraturan kedalam Peraturan Daerah. Dalam Pasal 1
negara mengenai daerah-daerah itu akan mengingati hak
hak asal usul daerah tersebut, dalam Charles Simabura. 2 Sebelumnya, pada zaman Orde Baru melalui
(2013), Kedudukan Nagari Dalam Sistem Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 Tentang
Ketatanegaraan Indonesia. Jurnal Imu Hukum Pokok-Pokok Pemerintahan Desa yang menjadi
Yustisia 20(1) . dasar lahirnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1979 Tentang Desa justru menghilangkan eksistensi
nagari dan daerah khusus lainnya tersebut. Ibid.

98 Nagari Law Review • Volume 1 Nomor 1, October 2017


angka 7 Perda Nagari, disebutkan bahwa bersifat hipotetis dab fiktif yaitu norma dasar
“Nagari adalah kesatuan masyarakat hukum (grundnorm)3.
adat yang memiliki batas-batas wilayah
Dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor
tertentu, dan berwenang untuk mengatur dan
12 Tahun 2012 Tentang Pembentukan
mengurus kepentingan masyarakat setempat
Peraturan Peundang-Undangan, dinyatakan
berdasarkan filosofi adat Minangkabau (Adat
bahwa jenis dan hirarki peraturan perundang-
Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah)
undangan terdiri atas :
dan atau berdasarkan asal usul dan adat
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik
istiadat setempat dalam sistim Pemerintahan
Indonesia Tahun 1945;
Negara Kesatuan Republik Indonesia”.
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan
Pelaksanaan urusan Pemerintahan nagari Rakyat;
dilaksanakan oleh Wali Nagari dan Badan c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah
Pemusyawaratan Nagari (Bamus Nagari). Salah Pengganti Undang-Undang;
satu wewenang pemerintah nagari dalam d. Peraturan Pemerintah;
menyelenggarakan pemerintahan nagari yaitu e. Peraturan Presiden;
menetapkan Peraturan Nagari. Dalam Pasal 14 f. Peraturan Daerah Provinsi; dan
ayat (1) Perda Nagari disebutkan bahwa g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Peraturan Nagari ditetapkan oleh Wali Nagari
Hierarki adalah penjenjangan setiap jenis
dengan persetujuan bersama Bamus Nagari.
peraturan perundang-undangan yang
Peraturan Nagari merupakan instrumen
didasarkan pada asas bahwa peraturan
penyelenggaraan pemerintahan nagari,
perundang-undangan yang lebih rendah tidak
mempunyai kedudukan yang strategis karena
boleh bertentangan dengan peraturan
diberikan landasan konstitusional yang jelas,
perundang-undangan yang lebih tinggi4. Secara
yakni diatur dalam Pasal 18 ayat (6) UUD 1945
normatif, Peraturan Nagari5 sebagai produk
dan juga diakomodir dalam Pasal 26 ayat (2)
hukum nagari tidak termasuk kedalam jenis
huruf d UU Desa. Sebagai salah satu bentuk
peraturan perundang-undangan dalam hierarki
produk hukum, Peraturan Nagari memiliki
peraturan perundang-undangan sebagaimana
kekuatan mengikat keluar, artinya berlaku bagi
dimaksud dalam Pasal Dalam Pasal 7 ayat (1)
masyarakat nagari dan harus ditaati oleh
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
masyarakat nagari. Peraturan Nagari sebagai
Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
produk hukum Pemerintahan Nagari harus
Undangan.
tetap berada dalam satu kesatuan sistem
hukum nasional dan subtansi normanya Namun,secara implisit, eksistensi Peraturan
haruslah merujuk kepada ketentuan Nagari tetap diakui keberadaannya sebagai
perundang-undangan yang lebih tinggi dalam 3 Maria Farida Indrati S. (2007). Ilmu Perundang-
hirarki peraturan perundang-undangan.
Undangan (1). Yogyakarta: Kanisius, h. 41.
Dalam kaitannya denga hierarki norma hukum, 4 Charles Simabura. (2013). Konstitusionalitas
Hans Kelsen mengemukakan teori mengenai Pemabatalan Peraturan Daerah Melalui Keputusan
jenjang norma hukum (stufentheorie). Hans Menteri Dalam Negeri. Jurnal Konstitusi PuSAKO
Kalsen berpendapat bahwa norma hukum itu Universitas Andalas IV (1): 139.
5 Pengakuan terhadap Peraturan Nagari sebagai
berjenjang dan berlapis-lapis dalam suatu
salah satu peraturan perundang-undangan dalam
hierarki (tata susunan), dalam arti, suatu norma hirarki peraturan perundang-undangan dapat
yang lebih rendah berlaku, bersumber dan dilihat dalam Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang
berdasar pada norma yang lebih tinggi, norma Nomor 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan
yang lebih tinggi berlaku, bersumber dan Peraturang Perundang-Undangan sebelum
berdasar pada norma yang lebih tinggi lagi, dieleminasi dalam Undang-Undang Nomor 12
demikian seterusnya sampai pada suatu norma Tahun 2011 sebagai ketentuan terbaru tentang
yang tidak dapat ditelusuri lebih lanjut dan Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
menggantikan Undang-Undang Nomor 10 Tahun
2004.

Nagari Law Review • Volume 1 Nomor 1, October 2017 99


perarturan perundang-undangan yang Nagari tidak lagi merupakan suatu organisasi
ditetapkan oleh Wali Nagari bersama Bamus pemerintahan terendah langsung di bawah
Nagari yang dibentuk berdasarkan camat berlalih ke desa dalam susuna
kewenangan sebagaimana dimaksud dalam ketatanegaraan Indonesia. Undang-Undang
Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Nomor 5 Tahun 1979 ini memisahkan secara
Tahun 2011. Eksistensi keberadaan Peraturan tajam antara unsur adat dengan unsur
Nagari juga merujuk kepada Undang-Undang administrasi pemerintahan. Dengan dipisahkan
Nomor 23 Tahun 2014 yang masih berlaku pemerintahan desa dari adat yang menjiwai
sampai saat ini (lex generalis) yang kemudian tata kehidupan masyarakat desa terjadilah
ditindaklanjuti oleh Undang-Undang Nomor 6 kemunduran dalam potensi untuk
Tahun 2014 (lex specialis) . membangun. Semenjak diberlakukannya
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979,
Sumatera Barat dihadapkan pada masalah
2. Analisis dan Pembahasan
apakah jorong dijadikan desa atau nagari
2.1. Kedudukan Pemerintahan Nagari sebagai unit pemerintahan terendah di bawah
Sebelum kedatangan pemerintah kolonial kecamatan. Akhirnya, pilihan jatuh padan
belanda, Nagari di Minang kabau adalah jorong bukan nagari. Kebijakan pemerintah
‘’Negara’’ yang berpemerintahan sendiri, daerah Sumatera Barat yang menetapkan jorong
merupakan satu kesatuan masyarakat hukum menjadi desa telah mendatangkan persolan,
adat, lengkap dengan kaidah/norma yang karena nagari yang telah hidup lama dipenggal
mengatur masyarakat dan umurnya sudah dan dikeping menjadi desa-desa7.
cukup tua. Pada masa pemerintahan kolonial
belanda, nagari-nagari yang telah ada tetap Pasca bergulirnya reformasi yang membawa
diakui dan diberi dasar hukum formal dengan semangat desentralisasi dalam sistem
keluarnya Inlandsche Gementee Ordinantie pemerintahan di Indonesia yang bertumpukan
Buitengewestern (IGOB) tahun 1983 termuat pada penyelenggaraan sistem pemerintahan
dalam stb 1983 No. 4906. daerah berdasarkan otonomi daerah seluas-
luasnya telah memberikan paradigma baru
Pada masa orde baru, eksistensi nagari sempat terhadap eksistensi nagari dalam ketatanegaran
tereliminasi dengan diundangkannya Undang- Indonesia. Dengan diundangkanya Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1979 yang tidak lagi Undang Nomor 22 Tahun 1999 sebagamina
mengakui keberadaan nagari sebagai kesatuan terkahir diubah dengan Undang-Undang
masyarakat hukum adat yang bersifat khusus Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan
dalam pemerintahan. Hal ini sebagaimana Desa yang secara implisit menyatakan bahwa
dimaksud dalam konsiderans menimbang penyeragaman nama, bentuk, susunan, dan
huruf b Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 kedudukan pemerintahan desa merupakan
yang berbunyi : ‘’bahwa sesuai dengan sifat suatu bentuk kegagalan dan bertentangan
Negara Kesatuan Republik Indonesia maka dengan jiwa Pasal 18 UUD 1945.
kedudukan pemerintahan desa sejauh mungkin
diseragamkan, dengan mengindahkan Dalam UU Pemda diberikan gambaran umum
keragaman keadaan Desa dan ketentuan adat terkait dengan pengaturan desa bahawa
istiadat yang masih berlaku untuk memperkuat peraturan dimaksud selanjutnya diatur dalam
pemerintahan desa agar makin mampu peraturan perundang-undangan mengenai
menggerakkan masyarakat dalam desa8. Menurut Pasal 6 UU Desa disebutkan
partisipasinya dalam pembangunan dan 7 Ibid., h. 186.
menyelenggarakan administrasi Desa yang 8 Bandingkan dengan Pasal 111 Undang-Undang
makin luas dan efektif”. Nomor 22 Tahun 1999 berbunyi: (1) pengaturan
lebih lanjut mengenai desa ditetapkan dalam
6 Helmy Panuh. (2012). Pengelolaan Ulayat Nagari Peraturan Daerah sesuai dengan pedoman umum
Pada Era Desentralisasi Pemerintahan Di Sumatera yang ditetapkan oleh pemerintah berdasarkan
Barat’. Jakarta: PT Raja Grafindo, h.183. undang-undang ini. (2) Pearturan Daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib

100 Nagari Law Review • Volume 1 Nomor 1, October 2017


bahwa: “Desa terdiri dari desa dan desa adat, masyarakat hukum adat keberadaanya
yang mana penyebutannya disesuaikan dengan haruslah diatur dalam peraturan daerah.
penyebutan yang berlaku pada masing-masing Sedangkan nagari sebagai struktur
daerah”. Keuntungan yang didapat dari pemerintahan desa merupakan
pengembalian bentuk dan susunan pengejewentahan dari pengaturan Undang-
pemerintahan desa kepada pemerintahan Undang Nomor 6 Tahun 2014.
nagari antara lain9 :
2.2. Kedudukan Peraturan Nagari
a. Terdapatnya kesatuan penyelengaaran
Kedudukan Peraturan Nagari sebagai produk
pemerintahan yang tidak memisahkan
hukum nagari yang bersifat mengatur
administrasi dengan urusan adat, sehingga
hubungan hukum masyarakat disuatu nagari
menjadikan pemerintahan nagari yang kuat
secara implisit konstitusionalitasnya telah
dan berwibawa.
diakui sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18B
b. Sumber daya manusia dan sumber daya
ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi : ‘’Negara
alam yang tersedia dapat diandalkan guna
mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan
dimanfaatkan dalam rangka terwujudnya
masyarakat hukum adat beserta hak-hak
otonomi nagari.
tradisionalnya sepanjang masih hidup dan
c. Dengan berpemerintahan nagari, sumber-
sesuai dengan perkembangan masyarakat dan
sumber pendapatan dan harta kekayaan
prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia,
nagari yang dikuasai pihak lain seperti
yang diatur dalam undang-undang’’.
tanah, hutan, pasar nagari, dan bahan
galian sebagai ulayat nagari dapat ditata Dalam kerangka otonomi daerah, Pasal 372
dan dikembalikan kepada nagari. ayat (1) UU Pemda menugaskan sebagian
d. Pemerintahan nagari dengan otonomi asli kewenangan urusan pemerintahan kepada
yang dipunyai, dapat mengembangkan desa, baik itu pemerintah pusat, pemerintah
peran serta seluruh masyarakat secara provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota.
demokratis, dengan memanfaatkan nilai- Dalam bidang penyelenggaraan Pemerintahan
nilai budaya yang hidup serta peranan Nagari, menurut Pasal 26 ayat (3) UU Desa,
institusi yang ada dan lembaga lainnya disebutkan bahwa: “Kepala desa atau wali
sebagai mitra kerja dalam rangka negara berhak mengajukan rancangan dan
pemberdayaan masyarakat untuk menetapkan peraturan desa atau peraturan
memperkuat pereknomiannya. nagari”. Kemudian, berdasarkan Perda Nomor
2 Tahun 2007 disebutkan bahwa peraturan
Kembali ke nagari (recreating the nagari) nagari merupakan produk hukum yang
merupakan kesatuan sikap warga ditetapkan oleh waki nagari atas persetujuan
Minangkabau untuk mendambakan kembali bersama dengan Bamus Nagari.
kehidupan sosial budaya dan pemerintahan
Kedudukan Peraturan Nagari dalam hirarki
berdasarkan adat istiadat mereka10. Pemerintah
peraturan perundang-undangan dalam
Daerah Sumatra Barat sendiri telah
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang
menerbitkan Perda Nomor 9 Tahun 2000
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
sebagaimana telah diubah dengan Perda
termasuk kedalam bagian Peraturan daerah
Nomor 2 Tahun 2007 Tentang Pokok-Pokok
sebagaimana tercantum pada Pasal 7 ayat (2)
Pemerintahan Nagari. Saat ini, ada dua bentuk
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004, yakni:
sistem pemerintahan nagari yang ada di
a. Peraturan Daerah provinsi dibuat oleh
Sumatera Barat, yakni nagari sebagai kesatuan
dewan perwakilan rakyat daerah
masyarakat hukum adat dan nagari sebagai
provinsi bersama dengan gubernur;
struktur pemerintahan desa. Pengakuan
b. Peraturan Daerah kabupaten/kota
(recognation) nagari sebagai kesatuan
dibuat oleh dewan perwakilan rakyat
mengakui dan menghormati hak asal-usul dan adat daerah kabupaten/kota bersama
istiada desa. bupati/walikota;
9 Helmy Panuh. Op.cit., h. 192.
10 Ibid. h. 193.

Nagari Law Review • Volume 1 Nomor 1, October 2017 101


c. Peraturan Desa/peraturan yang konstitusional oleh Pasal 28 I UUD NRI 1945.
setingkat, dibuat oleh badan perwakilan Oleh karena itu, keberadaan ulayat harus
desa atau nama lainnya bersama diakui, dilindungi, dan dihormati
dengan kepala desa atau nama lainnya. keberadaannya . Salah satu bentuk pengakuan
11

dan perlindungan terhadap tanah ulayat


Namun, dengan berlakunya Undang-Undang
dilakukan melalui penetapan dalam peraturan
Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Pembentukan
perundang-undangan.
Peraturan Perundang-undangan menggantikan
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tidak Dalam adat Minangkabau dikenal dengan asas
lagi mengakui Peraturan desa atau nagari adaik salingka nagari yang artinya suatu wilayah
sebagai jenis dan hirarki peraturan perundang- yang ada pada suatu nagari berlaku ketentuan
undangan dibawah klasifikasi Peratura Daerah. hukum adat dalam menjalankan kehidupan
Dalam Pasal 7ayat (1) Undang-Undang Nomor bernagari. Ulayat di Sumatera Barat termasuk
11 Tahun 2012, jenis dan hirarki peraturan kedalam harta pusako tinggi. Dalam adat
perundang-undangan terdiri dari : Minangkabau, terdapat sebuah filosofi ndak ado
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik tanah yang indak bapunyo, maksudnya tidak ada
Indonesia Tahun 1945; sejengkalpun tanah yang tidak berpunya,
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan termasuk hutan sebagai kekayaan sumber daya
Rakyat; alam. Berdasarkan Pasal 17 ayat (1) Perda
c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Nagari ditetapkan bahwa: “Pemanfaatan dan
Pengganti Undang-Undang; pengelolaan harta kekayaan nagari
d. Peraturan Pemerintah; dilaksanakan oleh Pemerintah Nagari
e. Peraturan Presiden; berdasarkan Peraturan Nagari”.
f. Peraturan Daerah Provinsi; dan
Pengaturan pengelolaan dan pemanfaatan
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
harta kekayaan nagari tersebut harus tetap
Namun secara terpisah, pada ketentuan Pasal 8 menjabarkan peraturan perundang-undangan
Ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun yang lebih tinggi, sebagaimana dimaksud
2012 tetap mengakui keberadaan Perturan dalam Pasal 14 ayat (3) Perda Nagari.
Nagari sebagai produk hukum berdasarkan Pengakomodiran pengelolaan dan
kewenangan yang ditetapkan oleh undang- pemanfaatan harta kekayaan nagari yang
undang. merupakan ulayat nagari kedalam bentuk
Peraturan Nagari dalam kenyataanya
2.3. Problematika Peraturan Nagari
terhalangi oleh pengaturan perundang-
Peraturan Nagari pada sistem pemerintahan
undangan yang lebih tinggi terkait pengakuan
bernagari di Sumatera Barat banyak diterbitkan
dan eksistensi keberadaan masyarakat hukum
oleh Wali Nagari bersama Bamus Nagari untuk
adat.
mengatur pengelolaan harta kekayaan nagari.
Berdasarkan Pasal 16 Perda Nagari, harta Salah satu contoh pengelolaan dan
kekayaan nagari meliputi : pemanfaatan harta kekayaan nagari sebagai
a. Pasar nagari ulayat nagari yang memerlukan pengakuan
b. Tanah lapang atau tempat rekreasi akan keberadaan kesatuaan masyarakat hukum
c. Balai, mesjid dan/atau surau nagari adatnya adalah hutan adat. Berlakunya
d. Tanah, hutan, sungai, kolam, dan /atau laut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999
yang menjadi ulayat nagari Tentang Kehutan telah mencaplok hutan adat
e. Bangunan yang dibuat oleh pemerintah sebagai hutan negara. Hal ini sebagaimana
nagari, dan atau anak nagari untuk dimaksud dalam Pasal 1 angka 6 Undang-
kepentingan umum. Undang Nomor 41 Tahun 1999 yang
Bagi masyarakat hukum adat Minangkabau, 11 Hengki Andora. (2013). “Penyelesaian Sengketa
ulayat merupakan prestise dan simbol identitas Tanah Ulayat Melalui Mediasi Oleh Kerapatan Adat
yang menunjukkan keberadaan mereka. Tanah Nagari Air Tabit Kota Payakumbuh”. Jurnal Imu
ulayat sebagai simbol identitas ini diakui secara Hukum Yustisia, 20 (1).

102 Nagari Law Review • Volume 1 Nomor 1, October 2017


menyatakan :’’hutan adat adalah hutan negara adat. Putusan MK atas perkara nomor 35/PUU-
yang berada dalam wilayah masyarakat hukum X/2012 (Putusan MK 35) itu menyatakan
adat’’. Norma yang demikian, secara bahwa Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999
konstitusional mengingkari keberadaan hutan tentang Kehutanan Pasal 5 ayat (1) salah secara
adat sebagai kepunyaan masyarakat hukum konstitusional. Secara keseluruhan, Putusan
adat. Noer Fauzi dan Mia Siscawati MK 35 itu mengubah kalimat Pasal 1 butir 6
mengemukakan bahwa menurut Peluso dan menjadi ‘’ Hutan adat adalah hutan yang
Vandergeest (2001 asal usul (geneologi) berada dalam wilayah masyarakat hukum
pembentukan hutan negara (political forest) adat14.
adalah kriminalisasi askses adat atas wliayah
Namun, pengakuan atas hutan adat yang
adat yang ditetapkan sebagai bagian dari hutan
bukan lagi hutan negara oleh MK ditanggapi
negara. Jadi, penyangkalan atas status
secara bersayarat oleh pemerintah. Keberadaan
masyarakat adat sebagai penyandang hak,
hutan adat yang dimiliki oleh masyarakat
subjek hukum tersendiri, dan pemilik wilayah
hukum adat haruslah dibuktikan dulu
adatnya merupakan bentuk praktik-praktik
eksistensi keberadaan masyarakat hukum adat
diskriminasi terhadap masyarakat adat secara
sebagai persekutuan hukum. Sejauh ini,
keseluruhan12.
Pemerintah telah mengeluarkan peraturan
Padahal, kedudukan hutan negara dan hutan teknis terkait pengakuan masyarakat hukum
adat itu jelas berbeda. Hutan negara beralaskan adat, yakni Permendagri Nomor 52 Tahun 2014
‘’hak menguasai negara’’ berkedudukan umum Tentang Pedoman Pengakuan dan
(lex generalis) dan posisi pemerintah didasarkan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat serta
pada pengaturan Pasal 2 ayat (2) Undang- Permen KLHK Nomor 83 Tahun 2016 Tentang
Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok- Perhutanan Sosial.
Pokok Agraria. Sedangkan hutan adat berserta
Pengakuan masyarakat hukum adat sebagai
hak ulayat atau hak tradisionalnya
subjek hukum dalam Pasal 4 Permendagri
berkedudukan khusus (lex specialis) serta
Nomor 52 Tahun 2014 meliputi :
berlaku hukum adat sesuai dengan Pasal 5
a. identifikasi Masyarakat Hukum Adat;
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960.
b. verifikasi dan validasi Masyarakat Hukum
Artinya, hak menguasi negara tidak berlaku
Adat; dan
dalam yuridiksi hak masyarakat hukum adat
c. penetapan Masyarakat Hukum Adat
beserta hak ulayat dan hak tradisonal lainnya,
sekalipun hubungan fungsional keduanya tetap Pengakuan terhadap esksistensi keberadaan
dimungkinkan yang dapat diatur sendiri masyarakat Hukum Adat tersebut diddasarkan
(Achmad Sodiki : 2012)13. atas kriteria sebagai berikut15 :
a. sejarah Masyarakat Hukum Adat;
Atas dasar tersebut, Aliansi Masyarakat
b. wilayah Adat;
Hukum Adat (AMAN) menggugat Undang-
c. hukum Adat;
Undang Nomor 41 Tahun 1999 untuk
d. harta kekayaan dan/atau benda-benda
dilakukan judicial review di Mahkamah
adat; dan
Konstitusi. Pada16 Mei 2013, Mahkamah
e. kelembagaan/sistem pemerintahan adat.
Konstitusi Republik Indonesia telah membuat
satu putusan yang penting, yakni dengan Begitu pula pengaturan dalam Pasal 50 ayat (1)
menetapkan bahwa hutan adat bukan lagi milik Permen KLHK Nomor 83 Tahun 2016 yang
negara yang dikuasai oleh Kementerian menyatakan bahwa ‘’ masyarakat adat dapat
Kehutanan, melainkan merupakan bagian dari mengajukan permohonan hutan hak untuk
wilayah adat, miliknya masyarakat hukum ditetapkan sebagai kawasan hutan hak kepada
menteri’’. Lebih lanjut pengakuan tersebut
12 Noer Fauzi dan Mia Siscawati. (2012). Masyarakat
Hukum Adat. Jakarta: Insist Press 14Noer Fauzi dan Mia Siscawati. Op.cit., h. 1.
13https://geotimes.co.id/opini/menindaklanjuti- 15Pasal 5 ayat (3) Permendagri Nomor 52 Tahun
pengakuan-hutan-adat/amp/a [Diakses Senin 30 2014
Oktober 2017].

Nagari Law Review • Volume 1 Nomor 1, October 2017 103


merujuk pada Permen KLHK Nomor a. kenyataannya masih ada
P.32/Menlhk-Setjen/2015 Tentang Hutan Hak b. harus sedemikian rupa sehingga sesuai
dilakukan dengan mengajukan permohonan dengan kepentingan nasional dan Negara
secara sendiri-sendiri ataupun bersama-sama c. berdasarkan atas persatuan bangsa
dalam kelompok atau badan hukum kepada d. tidak boleh bertentangan dengan undang-
menteri untuk ditetapkan sebagai kawasan undang dan peraturan-peraturan lain yang
hutan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan lebih tinggi
Pasal 4 Permen KLHK Nomor P.32/Menlhk-
Setjen/2015. Di level internasional, pengakuan terhadap
keberadaan masyarakat hukum adat sebagai
Secara deskriptif, adanya pengajuan etentitas khusus melalui United Declaration on
permohonan terhadap hak hutan adat kepada the Right of the Indegenous Peoples (UNDRIP)
menteri menunjukkan bahwa pemerintah pada article 2 menyatakan bahwa ‘’Masyarakat
setengah hati dalam melaksanakan Putusan adat dan individu anggota masyarakat adat
MK 35 untuk mengakui keberadaan hutan adat bebas dan setara dengan semua masyarakat
yang dimiliki oleh kesatuan masyarakat hukum dan individu lainnya dan berhak untuk bebas
adat. Hal ini tak lepas karena secara dari jenis diskriminasi manapun, dalam
konstitusional keberadaan masyarakat hukum pelaksanaan hak-hak mereka, khususnya yang
adatpun diakui secara bersyarat. Hal ini didasarkan atas asal-usul atau identitas
sebagaimana tersirat dalam Pasal 18B ayat (2) mereaka. Dalam bidang pengelolaan sumber
UUD NRI 1945 yang mengkalisifikasikan daya alam, article 32 UNDRIP menyatakan
pengakuan terhadap masyarakat hukum adat bahwa ‘Masyarakat adat berhak untuk
sebagai berikut : menyusun dan mengembangkan prioritas dan
a. Sepanjang masih hidup strategi untuk pengembangan atau
b. Sesuai dengan perkembangan masyarakat pemanfaatan tanah atau wilayah dan sumber
c. Sesuai dengan prinsip NKRI daya alam lainnya.
d. Sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku Jika merujuk pada norma hak-hak asasi
masyarakat hukum adat yang diatur oleh PBB
Meskipun Undang-Undang Nomor 5 Tahun melalui UNDRIP, dapat dikatakan bahwa
1960 sebagai undang-undang payung (umbrella peraturan nagari tentang pengaturan hak
provision) atas pengelolaan sektor agraria dan ulayat merupakan salah satu bentuk
sumber daya alam menyatakan bahwa pemenuhan hak-hak asasi masyarakat adat atas
ketentuan hukum yang berlaku atas bumi, air, sumber daya alamnya. Namun sayangya,
ruang angkasa dan kekayaan yang terkandung Indonesia sampai saat ini masih belum juga
didalamnya adalah hukum adat sebagaimana meratifikasi norma hak-hak asasi masyarakat
dimkasud dalam Pasal 5 Undang-Undang hukum adat yang diatur oleh PBB melalui
Nomor 5 Tahun 1960, tapi perlu disadari UNDRIP kedalam peraturan perundang-
bahwa Pasal Undang-Undang Nomor 5 Tahun undangan nasional. Pemenuhan hak-hak asasi
1960 juga membatasi penguasaan tersebut masyarakat hukum adat di Indonesia atas
dengan kriteria sebagai berikut ; kebijakan pembuatan produk hukum tersendiri
a. Tidak bertentangan dengan kepentingan dalam pengelolaan sumber daya alam di
nasional dan negara wilayah adatnya masih tetap dilakukan
b. Berdasarkan persatuan bangsa bersyarat. Sehingga, peraturan nagari yang ada
c. Berdasarkan sosialisme bangsa Indonesia saat ini yang mengatur pengelolaan hutan
Secara explsit, Undang-Undang Nomor 5 nagari sebagai ulayat nagari tidak bisa
Tahun 1960 juga memberikan pengaturan dikatakan sebagai hutan adat melainkan hutan
bersayarat terhadap pengakuan hak ulayat dan desa. Penetapan hutan nagari sebagai hutan
hak-hak serupa itu sebagaimana dimaksud adat yang beralaskan pada hak ulayat haruslah
pada ketentuan Pasal 3 Undang-Undang dilakukan melalui mekanisme pengakuan oleh
Nomor 5 Tahun 1960 berdasarkan pada : Pemerintah Daerah atas eksistensi keberadaan
masyarakat hukum adat pada daerahnya

104 Nagari Law Review • Volume 1 Nomor 1, October 2017


dalam bentuk Peraturan Daerah. Dan sampai pemerintah daerah Sumatera Barat untuk
saat ini belum ada pengakuan hutan nagari menetetapkan Peraturan Daerah yang
yang beralaskan hak ulayat nagari sebagai mengakui dan melindungi keberadaan
hutan adat di Sumatera Barat, karena masyarakat hukum adat di nagari-nagari
Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Barat beserta hak ulayat sebagai bagian dari
sendiri belum satupun mengeluarkan Perda pemenuhan hak-hak asasi masyarakat hukum
terkait pengakuan masyarakat hukum adat di adat.
wilayahnya.
DAFTAR PUSTAKA
3. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan Buku
bahwa: Aria Suyudi, (et.al). (2004). Kepailitan di Negeri
a. Saat ini, ada dua bentuk sistem Pailit. Jakarta: Pusat Studi Hukum dan
pemerintahan nagari yang ada di Sumatera Kebijakan Indonesia.
Barat, yakni nagari sebagai kesatuan Mia Siscawati & Noer Fauzi. (2012). Indrati S,
masyarakat hukum adat dan nagari sebagai Maria Farida. 2007. Ilmu Perundang-
struktur pemerintahan desa. Pengakuan Undangan (1). Yogyakarta : Kanisius
(recognation) nagari sebagai kesatuan
masyarakat hukum adat keberadaanya Helmi Panuh. (2012). Pengelolaan Tanah Ulayat
haruslah diatur dalam peraturan daerah. Nagari Pada Era Desentralisasi
Sedangkan nagari sebagai struktur Pemerintahan Di Sumatera Barat. Jakarta:
pemerintahan desa merupakan PT Raja Grafindo Persada
pengejewentahan dari pengaturan Undang- Maria Farida Indrati S. (2007). Ilmu Perundang-
Undang Nomor 6 Tahun 2014. Undangan (1). Yogyakarta: Kanisius
b. Meskipun dalam Ketentuan Pasal 7
Noer Fauzi dan Mia Siscawati. (2012).
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012
Masyarakat Hukum Adat. Jakarta: Insist
telah mengeleminasi keberadaan peraturan
Press
nagari dalam hierarki peraturan
perundang-undangan di Indonesia, namun
Jurnal
secara terpisah, pada ketentuan Pasal 8
Charles Simabura. (2013), Kedudukan Nagari
Ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun
Dalam Sistem Ketatanegaraan
2012 tetap mengakui keabsahan Peraturan
Indonesia. Jurnal Imu Hukum Yustisia
Nagari sebagai produk hukum yang
20(1).
berlaku berdasarkan kewenangan yang
ditetapkan oleh undang-undang. ________________. (2013). Konstitusionalitas
c. peraturan nagari yang ada saat ini yang Pemabatalan Peraturan Daerah Melalui
mengatur pengelolaan hutan nagari sebagai Keputusan Menteri Dalam Negeri.
ulayat nagari tidak bisa dikatakan sebagai Jurnal Konstitusi PuSAKO Universitas
hutan adat melainkan hutan desa. Andalas IV (1): 139.

Adapun prasaran yang diberikan terhadap Hengki Andora. 2013. Penyelesaian Sengeketa
kesimpulan dimuka adalah bahwa Keberadaan Tanah Ulayat Melalui Mediasi Oleh
peraturan nagari yang mengatur pengelolaan Kerapatan Adat Nagari Air Tabit Kota
dan pemanfaatan hak ulayat nagari atas Payakumbuh. Padang: Jurnal Ilmu
sumber daya alam di wilayah masyarakat Hukum Yustisia, Fakultas Hukum
hukum adatnya merupakan bagian yang tak Universitas Andalas, Vol. 20 Jilid I
terpisahkan dan penting bagi pelaksanaan Perturan Perundang-Undangan
kehidupan sosial-ekonomi masyarakat adat di United Declaration on the Right of the Indegenous
nagari. Oleh sebab itu, dengan adanya Peoples
momentum pengakuan hutan adat pasca Undang-Undang Dasar Tahun 1945
Putusan MK 35 harus dimanfaatkan oleh

Nagari Law Review • Volume 1 Nomor 1, October 2017 105


Undang-Undang 23 Tahun 2014 Tentang
Pemerintahan Daerah
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang
Desa
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 Tentang
Pokok-Pokok Pemerintahan Desa
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999
Tentang Kehutanan
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang
Pokok-Pokok Agraria
Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat
Nomor 2 Tahun 2007 Tentang Pemerintah
Nagari

Internet
https://geotimes.co.id/opini/menindaklanjuti
-pengakuan-hutan-adat/amp/a
[Diakses Senin 30 Oktober 2017].

106 Nagari Law Review • Volume 1 Nomor 1, October 2017

Anda mungkin juga menyukai