Anda di halaman 1dari 3

ESSAY

STUDI KASUS ACUTE MOUNTAIN SICKNESS (AMS)

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat Diklat Anggota Muda

Pecinta Alam Sejati Mahasiswa Keguruan

Abi Marwa Hapid

2007648

PECINTA ALAM SEJATI MAHASISWA KEGURUAN

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

KAMPUS PURWAKARTA
2021
STUDI KASUS ACUTE MOUNTAIN SICKNESS (AMS)
Acute Mountain Sickness atau biasa dikenal dengan sebutan Hipoxia merupakan
suatu kondisi dimana tubuh manusia kekurangan oksigen yang terjadi ketika berada pada
ketinggian atau tekanan tertentu. Kondisi ini biasanya dialami oleh pendaki yang berada di
ketinggian lebih dari 3000 mdpl, namun tidak semua kasus hipoxia terjadi di ketinggian
tersebut. Kasus yang dialami oleh beberapa orang terjadi di ketinggian di bawah 3000 mdpl.
Hal ini disebabkan oleh adaptasi tubuh yang lambat dalam mencari oksigen dalam tekanan
dan situasi tertentu. Perubahan ketinggian yang dialami oleh para pendaki berbanding lurus
dengan perubahan tekanan di sekitarnya, sehingga AMS merupakan hal yang mungkin terjadi
selain kecelakaan lainnya.

Kekhawatiran yang terjadi di kalangan pendaki tidak hanya terfokus pada AMS saja,
namun masih terdapat berbagai ancaman bahaya yang mungkin saja terjadi. Insiden
kecelakaan, terpeleset, terjatuh, bahkan hingga mengalami luka ringan hingga luka parah
sangatlah mungkin terjadi. Berdasarkan studi kasus yang diberikan, dalam sebuah perjalanan
menuju Gunung Wayang salah satu rombongan mengalami insiden yaitu terpeleset dan jatuh
ke dalam jurang dengan kedalaman 15 meter. Korban mengalami luka yang cukup serius
yaitu patah pada lengan kiri dan benturan kepala bagian kiri serta korban mengalami pingsan.
Lalu bagaimana penanganannya? Pertama - tama selamatkan korban dengan segera melalui
jalur yang aman lalu evakuasi terlebih dahulu dari lokasi insiden jatuhnya korban ke tempat
yang lebih aman. Perlu diperhatikan karena lokasi korban berada di jurang yang cukup
dalam, maka rombongan yang lain diharapkan tidak panik dan tetap berhati – hati dalam
mencari jalur penyelamatan yang aman supaya tidak membahayakan. Sementara beberapa
orang mengevakuasi korban, yang lainnya mempersiapkan penanganan pertama dengan
mempersiapkan obat – obatan dan peralatan medis yang lainnya jika ada.

Setelah korban berhasil dievakuasi ke tempat yang lebih aman, baringkan korban
dalam posisi mendatar dan pastikan rombongan lainnya tetap waspada. Jangan mengerubungi
korban, berikan ruang yang cukup untuk korban dan berikan posisi khusus pada lengan yang
patah agar tidak mengalami kontak fisik dengan apapun, sambil membersihkan luka agar
tidak terjadi infeksi. Periksa apakah korban masih bernafas atau tidak, jika tidak ada nafas
lakukan langkah ABC, namun karena terdapat benturan pada kepala bagian kiri jangan
berikan tekanan berlebih pada kepala saat memberikan jalan nafas. Jika korban telah bernafas
dan tersadar maka berlanjut untuk penanganan patah tulang pada lengan kiri, namun
tenangkan korban terlebih dahulu dengan mengatur nafas. Setelah luka korban dibersihkan,
persiapkan bidai dengan menggunakan tongkat bidai ataupun benda panjang lainnya serta
perban gulung atau kain untuk membalut lengan korban yang patah.

Pembidaian dilakukan oleh 2 orang dengan cara meluruskan tangan korban dan
letakkan tongkat bidai di kedua sisi lengan, lalu ikat dan kuatkan dengan perban gulung.
Jangan membuat ikatan di area patah tulang, melainkan hanya di bagian atas dan bawah
lengan agar tongkat bidai dapat menopang lengan dengan seimbang. Jika tidak terdapat
tongkat untuk membidai maka pembidaian bisa dilakukan dengan cara lain. Posisikan lengan
secara menekuk dengan posisi telapak tangan berada di dada. Hal ini dimaksudkan supaya
aliran darah tetap dekat dengan jantung. Persiapkan kain atau baju yang bisa digunakan untuk
membalut seluruh bagian lengan korban. Balut seluruh bagian lengan dengan mengikatkan
kain tersebut pada bahu kiri agar menopang posisi lengan kiri. Jangan ada bagian lengan yang
tidak tertutup kain, hal ini dimaksudkan agar menghindari kontak langsung dengan lengan
korban. Cara yang kedua ini lebih baik dilakukan dalam posisi korban terduduk agar ikatan
kain yang menopang lengan dapat benar – benar kuat.

Setelah keadaan korban menjadi lebih baik, jangan lupa memberikan penanganan
pada benturan di kepala kiri dengan mengkompresnya agar mengurangi memar yang terjadi.
Jika memungkinkan hubungi instansi terkait untuk penanganan selanjutnya. Perlu adanya
rencana lain dari rombongan untuk melanjutkan perjalanan atau tidak. Namun tentunya ini
hal yang tidak diinginkan oleh siapapun, walaupun selama perjalanan sudah berhati – hati,
sayangnya kecelakaan seperti itu bisa terjadi kapanpun, dimanapun, dan kepada siapapun.
Maka dari itu, penanganan pertama pada korban merupakan salah satu kesiapan yang harus
dikuasai oleh pendaki, baik untuk dirinya sendiri maupun untuk rekannya lain.

Anda mungkin juga menyukai