Anda di halaman 1dari 17

SKRIPSI KARYA

TINNITUS
(Musik Elektro-Akustik)

Skripsi karya seni ini diajukan untuk memenuhi


sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana Strata Satu (s-1)
Sarjana seni program studi Seni Musik

Oleh:
Ferdi Pebbrian
NIM. 03204818

PROGRAM STUDI SENI MUSIK


KOMPETENSI MUSIK MULTIMEDIA

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN


RISET, DAN TEKNOLOGI
INSTITUT SENI INDONESIA PADANGPANJANG
FAKULTAS SENI PERTUNJUKAN
2022
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tinnitus adalah sebuah karya komposisi musik multimedia dalam bentuk

Elektro-Akustik, yang terinspirasi dari fenomena gangguan pada telinga manusia

yang menderita gejala Tinnitus. Tinnitus merupakan gangguan pendengaran yang

disebabkan oleh denging pada telinga. Gangguan tersebut berupa sensasi

pendengaran tanpa sumber akustik yang jelas karena mekanis yang tidak sesuai

pada koklea. Bunyi denging yang menjadi gangguan sebagian besar penderita

Tinnitus diantaranya bunyi jangkrik, angin, air keran yang jatuh, baja gerinda, uap

yang keluar, lampu neon, mesin yang berjalan. Umumnya yang sering dirasakan

oleh penderita Tinitus diantaranya mengakibatkan kesulitan konsentrasi,

insomnia, intensitas bicara yang berkurang dan faktor umur. (Jastreboff, 1990).

Fenomena tersebut menjadi ketertarikan pengkarya untuk menggarap

komposisi musik Elektro-Akustik. Musik Elektro-Akustik adalah musik yang

dalam proses penciptaannya dilakukan dengan menggunakan peralatan elektronik

dan menggunakan sumber bunyi yang berasal dari benda atau instrumen akustik.

(Otto Sidharta, 2016). Elektro-akustik sendiri merupakan ilmu yang diukur dari

interaksi manusia dan seni. Bahkan, hubungan terdekat antara manusia dan

sebagian besar instrumen musik, maupun ruang dimana mereka beroperasi bisa

menjadi sangat emosional. Musik Elektro-Akustik berusia kurang dari satu abad

dan synthesizer yang berusia kurang dari 50 tahun. Elektro-akustik relatif baru.

(Martin Russ, 2004).


Dalam karya Tinitus, pengkarya melakukan penggarapan musik elektro-

akustik dengan pengolahan material dari Acousmatic sound. Acousmatic sound,

yaitu bunyi-bunyi yang terdengar tetapi tidak terlihat lagi sumber bunyi aslinya.

Dengan demikian, bunyi yang dijadikan sebagai bahan dalam proses pengolahan

musik Elektro-Akustik bisa dari rekaman alat musik, rekaman vokal, bunyi

lingkungan yang sudah direkam atau apapun, tidak terkecuali Digital Signall

Processing seperti yang dihasilkan oleh komputer dan diproses secara elektronik.

(Collins, 2006). Istilah musik Elektro-Akustik menunjukan semua jenis musik

dimana listrik memiliki peran selain penggunaan sederhana mikrofon atau

aplifikasi untuk produksi musik (Leigh, 1999).

Alasan pengkarya menggunakan konsep musik Elektro-Akustik dengan

material Acousmatic Sound dalam penggarapan karya Tinitus karena pengkarya

dapat mewujudkan ekspresi subjektif dari fenomena yang terjadi oleh penderita

Tinittus. Material bunyi dan rentang frekuensi yang menjadi kebisingan pada

penderita Tinittus dapat diolah pengkarya dengan variatif dan inovatif

menggunakan instrument akustik dalam pengolahan elektronik. Selain itu,

pengkarya dapat melakukan pengolahan Acousmatic Sound yang relevan dengan

kebisingan pada penderita Tinittus secara Digital Signall Processing.

Pengkarya juga menggunakan bentuk musik Experimental music. ialah cara

berkesenian dengan memiliki ekspresi artistik, membiarkan sifat intuitif bekerja

lebih besar namun bukan tidak memikirkan kerasionalan sama sekali. Dalam

konteks ini, ekspresi musik sebagai salah satu bentuk seni yang mampu ditangkap

oleh manusia secara alami dan merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan dari

proses eksperimentasi bunyi-bunyian yang dihasilkan dari lingkungan sehari-hari”

(Austin, Kahn, & Gurusinghe, 2011).


B. Rumusan Penciptaan

Berdasarkan latar belakang penciptaan musik di atas, dapat rumuskan

penciptaan komposisi ini adalah bagaimana membuat sebuah komposisi musik

elektro-akustik yang berangkat dari fenomena gangguan pendengaran pada

penderita Tinnitus.

C. Tujuan dan Manfaat Penciptaan

A. Tujuan penciptaan

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam pembuatan komposisi musik ini

adalah mewujudkan sebuah komposisi musik elektro-akustik yang berangkat dari

fenomena gangguan pendengaran pada penderita Tinnitus.

B. Manfaat penciptaan

Manfaat penciptaan dari komposisi musik Elektro-Akustik dengan judul

Fantasia Tinnitus adalah manfaat teoriti dan manfaat praktis.

1. Manfaat Teoritis Penciptaan

a) Menambah referensi musik elektro-akustik dengan konsep denging dari

Tinnitus.

b) Sebagai bahan inventarisasi dan apresiasi bagi civitas akademika ISI

Padangpanjang, khususnya program studi Seni Musik minat multimedia.

2. Manfaat Praktis Penciptaan

a) Upaya memberikan pertunjukkan yang berbeda terhadap komposisi

modern pada umumnya dan khususnya pada komposisi musik Elektro-

akustik.

b) Menciptakan karya musik yang berangkat Tinnitus dengan pendekatan

musik Acousmatic sound .


c) Meningkatkan dan mengembangkan kreativitas dalam membuat sebuah karya

komposisi musik Elektro-akustik.

D. Tinjauan Karya

Tinjauan karya dari komposisi musik elektro-akustik sebagai referensi

pengkarya dalam karya Fantasia Tinnitus terinspirasi dari beberapa karya akhir

mahasiswa antara lain :

Tinjauan karya pertama, Iran Amri yang berjudul Noise Ambience, 2010.

Karya akhir musik multimedia Institut Seni Indonesia Padangpanjang. Karya ini

merupakan karya musik elektro-akustik dengan penggarapan bunyi feedback

gangguan pada pengoperasian sound system sehingga menimbulkan kebisingan.

Persamaan dan perbedaan dengan Tinnitus adalah sesama musik elektro-akustik

yang mengangkat Noise atau bising dan yang menjadi perbedaan adalah cara

menggarap kebisingan dari Tinnitus menggunakan feedback dari VST Effek

DAW.

Tinjauan karya kedua, Arfa Zaini yang berjudul War of Imagination

World, 2015. Karya akhir ini berbentuk komposisi musik elektro-akustik yang

mencoba menghadirkan suasana bising saat perang . Perangkat multimedia dapat

berupa software dan hardware adalah kesamaan pengkarya dalam menggarap

musik Elektro-Akustik. yang menggunakan DAW. yang menjadi perbedaan adalah

Karya “mimpi” oleh Otto Sidarta, karya ini sama menggunakan konsep

elektro-akustik. Objek material dan dalam pemilihan instrumenpada karya

“mimpi”berbeda dengan karya Tinnitus, karya “mimpi” menggunakan mixer,

saluang, ipad, saxophone dan gendang, sedangkan karya Tinnitus fokus pada
pengolahan. dalam karya ini pengkarya memainkan instrumen dan melakukan

pengolahan secara langsung.

Karya “The Sound Of Gasiang Tangkurak” oleh Andre Wibowo. Karya ini

menggunakan konsep elektro-akustik dan menggunakan ide garapan yang berasal

dari Gasiang Tangkurak yang dimainkan dan efek dari permainan tersebut yang

akan di jadikan ke dalam konsep elektro-akustik. Perbedaan dengan karya

Tinnitus adalah ide garapan yang dipakai dalam karya.

Karya Eggi Sukma yang berjudul Sound Of Black Hawk Down adalah

karya music multimedia yang juga berbentuk musik ilustrasi yang berangkat dari

suasana perang dengan mengekplorasikannya menjadi sebuah karya musik yang

menggunakan sound effect sebagai instrumennya. Perbedaan dari karya Sound Of

Black Hawk Down ini terletak pada ide gagasan karya yang diangkat dan

penggunaan instrument yang digunakan.

E. Landasan Teori

Kajian sumber dari karya musik Multimedia, berangkat dari fenomena

gangguan pada telinga manusia yang menderita penyakit Tinnitus . Tinnitus

barasal dari bahasa Latin Tinnire yang berarti menimbulkan suara atau dering.

Tinnitus adalah suatu gangguan pendengaran berupa keluhan perasaan pada saat

mendengarkan bunyi tanpa ada rangsangan bunyi atau suara dari luar. (Jastreboff

PJ. 1990). Pada umunya, frekuensi gangguan pendengaran pada penderita

Tinnitus berkorelasi dengan karakteristik frekuensi kebisingannya. Intensitas

Tinnitus biasanya kurang dari 10 dB di atas ambang pendengaran penderitanya

pada frekuensi tersebut. (Dobie, 2004). Kebanyakan penderita Tinnitus merasakan


sensasi gangguan pendengaran mereka pada rentang frekuensi di atas 3 kHz.

(Baguley, Williamson, Moffat ,2006).

Musik elektro-akustik adalah musik yang dalam proses penciptaannya

dilakukan dengan menggunakan peralatan elektronik Istilah musik elektro-Akustik

menunjukan semua jenis musik dimana listrik memiliki peran selain penggunaan

sederhana mikrofon atau amplifikasi untuk produksi musik. pengkarya

menerapkan teknik acousmatic sounds untuk menggambarkan tinnitus.

acousmatic sounds yaitu bunyi yang terdengar tapi tidak terlihat lagi sumber

aslinya. (Otto Sidharta, 2018).

Pengkarya juga menerapkan sound design untuk memanipulasi bunyi akustik

ke digital. Sound design memiliki tiga pilar yaitu Physical, Matematis dan

Psikologis, yang menjadi landasan utama untuk technique dan design. Selain itu

esensial teknik dalam sound design diantaranya yaitu waveshapes atau waveform,

envelope (ADSR) serta LFO (low frequency oscillator) (Andy Farnell. 2010).

Proses pengolahan musik Elektro-Akustik bisa dari rekaman alat musik, rekaman

vokal, bunyi lingkungan yang sudah direkam atau apapun, tidak terkecuali Digital

Signall Processing seperti yang dihasilkan oleh komputer dan diproses secara

elektronik. (Collins, 2006).

Bentuk musik yang akan dicapai adalah Experimental music. Experimental

music ialah cara berkesenian dengan memiliki ekspresi artistik, membiarkan sifat

intuitif bekerja lebih besar namun bukan tidak memikirkan kerasionalan sama

sekali. Dalam konteks ini, ekspresi musik sebagai salah satu bentuk seni yang

mampu ditangkap oleh manusia secara alami dan merupakan bagian yang tidak
bisa dipisahkan dari proses eksperimentasi bunyi-bunyian yang dihasilkan dari

lingkungan sehari-hari” (Austin, Kahn, & Gurusinghe, 2011).

BAB II

KONSEP DAN METODE PENCIPTAAN

A. Konsep Penciptaan

1. Kajian sumber penciptaan

Karya Elektro-akustik musik Tinnitus berangkat dari fenomena gangguan

denging pada telinga. Pengkarya tertarik pada bunyi Bising yang putus-putus

dengan frekuensi tinggi, yang dirasakan penderita Tinnitus. Bunyi tersebut dapat

disebabkan oleh beberapa faktor, jadi pengkarya mengambil salah satu yaitu

faktor umur sehingga dapat mengakibatkan berkurangnya itensitas bicara dan

teralih konsentrasi.

Dari penjelasan objek diatas pengkarya mencoba menggarap musik Tinnitus

dengan bentuk Experimental music lalu menggunakan teknik sound design dan

diproses dengan DAW (Digital Audio Workstation) memakai plug-in VSTfx

untuk membuat dan mengolah ekspresi pada karya. dipadu dengan imajinasi

musikalitas pengkarya untuk menciptakan musik Elektro-Akustik yang

menggunakan beberapa alat instrument dan sumber bunyinya direkam secara

langsung.

2. Gaya dan Genre Pertunjukan


Dalam proses penggarapan musik Tinnitus Pengkarya menggunakan dua

penjabaran spesifikasi karya yaitu

a. Bentuk garapan

Tinnitus adalah karya musik dengan konsep elektro-akustik yang

menggunakan Observasi apa yang dirasakan seorang penderita tinnitus sebagai

inspirasi utama. Pengkarya akan menampilkan bunyi instrumen akustik yang

didesain menggunakan audio dengan rentang frekuensi yang luas dan terputus-

putus.

pengkarya ingin membuat musik yang dapat menyampaikan apa yang

dirasakan oleh penderita Tinnitus. Melalui penggambaran imajinasi pengkarya

untuk menyampaikan bunyi bising yang di rasakan penderita Tinnitus ke

pendengar. Objek penciptaan pengkarya adalah musik digital.

Karya ini terdiri dari 2 bagian yaitu

1. Bagian pertama : pada bagian ini pengkarya menggambarkan bunyi

denging sehingga dapat menimbulkan kebisingan.

2. Bagian kedua : pada bagian ini pengkarya menggambarkan bunyi bising

yang mengalihan konsentrasi saat penderita berkomunikasi

Dalam merekam alat instrumen musik menggunakan microphone dan pick up

rakitan yang diolah menjadi sound design sebagai input penangkap suara yang

berasal dari Instrumen. Dengan keterbatasan alat-alat Multimedia , pengkarya

mencoba memanfaatkan fitur-fitur DAW yang tersedia didalamnya. Karya

Tinnitus terbagi menjadi tiga bagian yang setiap bagian mempunyai suasana yang

berbeda
NO BAGIAN MENIT

1 A 0-3.30

2 B 3.30-5.30

3 Repetisi A dan B 5.30-11.00

Tabel 1. Skema alur Tinnitus

b. Pemilihan Instrumen Penciptaan

Karya musik multimedia membutuhkan system kerja elektronik seperti

Digital Audio Workstation (DAW),Virtual Studio Technology Multi Effect

(VSTfx), dapat mendukung perwujudan dari sebuah karya musik multimedia.

Adapun Perangkat lain yang dibutuhkan dalam pembuatan pada karya ini adalah :

- Komputer : Sebagai sarana untuk menyusun dan mengolah data

audio menjadi sebuah musik.

- Earphone : Sebagai sarana monitor untuk pengkarya supaya audio

Yang diolah lebih detail terdengar.

- Microphone : Sebagai media perekam dari beberapa instrument.

- Speaker monitor : Sebagai media pengeluaran suara yang dihasilkan untuk

diperdengar.

- Audio Interface : Sebagai penerima dari instrument yang diteruskan

ke dalam komputer diolah lebih ke dalam DAW.

- Pick up : Sebagai media input pada suatu instrumen yang spesifik

Pemilihan instrument di atas seperti komputer, audio interface, microphone, dan

earphone sebagai media pendukung dalam pengolahan karya ini. ada beberapa

instrumen musikal yang digunakan seperti violin, lonceng, dan vocal. Instrument

tersebut merupakan media pendukung dalam penggarapan elektro-akustik. Alasan


memilih instumen tersebut karena mudah dijumpai dan mampu untuk

menghadirkan bunyi frekuensi dengan jangkauan yang luas. Selain itu instrument

akustik dapat diolah secara eksploratif baik dari teknik, tekstur maupun timbre

yang dihasilkan dari perpaduannya.

B. Metode Penciptaan

Dalam penciptaan karya Tinnitus ada beberapa metode yang digunakan dalam

pengolahan dan penggarapan adalah

1. Persiapan

a. Observasi

Pengkarya melakukan obsevasi di RSUD Mohammad Natsir sebagai bukti

ilmiah yang di rasakan Tinnitus. Dalam menciptakan suatu karya, ide atau gagasan

untuk menciptakan suatu karya musik sangat diperlukan sebagai landasan dari

musik itu sendiri.

b. Wawancara

Pengkarya mendapatkan sumber referensi dari hasil wawancara dengan dokter

Nadya Dwi Karsa dan penderita Tinnitus yaitu Ibu Yuliana untuk mendukung

karya Tinnitus. Beliau menyatakan bunyi Tinnitus terdengar seperti bunyi


“ngong” yang terputus putus dengan frekuensi yang tinggi. Rentang frekuensi

yang di ukur menggunakan audio metri adalah 500-8000hz

Berikut gambar hasil dari audio metri beserta alat pengukur frekuensi.

c. Studi Pustaka

Pengkarya juga menemukan buku-buku, artikel, jurnal dan laporan yang

berhubungan dengan objek material dan objek formal sebagai landasan

penggarapan karya.

2. Tahap Proses Penciptaan

a. Konsep dan Bentuk Karya

Pengkarya menggarap karya Tinnitus kedalam konsep musik elektro-akustik

dengan bentuk Eksperimental music di DAW (digital audio station)dan teknik-

teknik sound design untuk menggambarkan suara dari denging ( Tinnitus).

Pengkarya mempersiapkan alat-alat yang menjadi media untuk membuat

sebuah karya seperti : komputer, DAW (digital audio workstation), audio

interface, microphone, pick up, speaker monitor, dan beberapa instrumen yang
akan dipakai pada karya Tinnitus. Pengkarya juga menggunakan indikator waktu

seperti stopwatch agar bunyi dari setiap instrumen lebih teratur. Selanjutnya karya

ini menggunakan penerapan sound design dalam pengolahan suara seperti VSTfx

yang ada pada DAW yang diterapkan pada karya Tinnitus ini.

Menurut Andy Farnel dalam bukunya yang berjudul designing Audio

memberikan keterangan bahwa sound design memiliki tiga pilar yaitu Physical,

Matematis dan Psikologis, yang menjadi landasan utama untuk technique dan

design.

1. Physical Suara dapat dilihat sebagai fenomena fisik atau sebagai

getaran yang melibatkan pertukaran energi pada subjek mekanik,

dinamika material, osilator dan akustik.

2. Matematis Pilar berikutnya di dalam sound design adalah pilar

mathematical atau matematik. Matematika memainkan peranan penting

didalam pilar sound design untuk memahami bagaimana pembuatan

dinamika dunia nyata melalui sound design.

3. Psychological merupakan pilar psikologis yang ada pada sound design.

Segala suara yang ditangkap oleh indra pendengaran manusia

merupakan fenomena psikoakustik yang menghubungkan sifat fisik dari

geombang suara yang dapat diukur, seperti amplitude dan frekuensi

yang dapat diukur dengan persepsi suara dan fenomena subjektif seperti

kenyaringan dan nada. Semua aspek tersebut merupakan bagian dari

psikologi suara. Aspek-aspek tersebut harus dikombinasikan dengan

menggunakan sound design atau rancangan suara untuk mendapatkan

sebuah gambaran besar. Gambaran yang dimaksud oleh Andy Farnel itu

adalah gambaran yang ada di dalam pikiran manusia ketika mendengar


sebuah suara yang merupakan sebuah hasil dari rancangan suara. (Andy

Farnell, 2010).

Penggarapan musik elektro-akustik ini pengkarya menggarapnya pada

software Digital Audio Work station (DAW) yaitu Ableton live 11 sebagai wadah

tempat penggarapan musik dan pengolahan audio dari hasil live record maupun

sample sound pada track-track instrumen.

b. Eksplorasi

Pada tahap ini , pengkarya melakukan eksplorasi effeck pada DAW

(Digital Audio Workstation) untuk mencari bunyi-bunyi yang sesuai yang

diinginkan pengkarya. Setelah mendapat settingan VSTfx , maka tahap

selanjutnya adalah mencocokkan satu sama lainnya. Pengkarya juga memilah-

milah, berimajinasi tentang tema yang sesuai dengan suasana yang akan

dimunculkan sehingga mendapatkan bunyi yang diharapkan.

c.Eksperimentasi

Pengkarya menggunakan beberapa plug-in VSTfx untuk pengolahan dari

beberapa sample yang udah direkam melalui audio interface. VSTfx yang dipakai

seperti tremolo, distort , Echo, delay, doubler ether, phaser guitar, dan dark hall.

Pengkarya menggunakannya untuk proses teknik-teknik sound design terhadap

instrumen-instrumen dan diolah ke dalam DAW. Pada karya ini, pengkarya


memfokuskan elektroakustik sebagai konsep karya musik ini dengan menjadikan

bunyi-bunyi yang dihasilkan oleh instrumen akustik.

Berikut gambar dan penjelasan dari proses-proses yang akan di

pertunjukan dalam karya musik Tinnitus :

1. Echo

Echo Memberikan effek gema atau gaung pada audio. Pengkarya

melakukan menaikkan sampai penuh pada tombol feedback pada sebuah track

sehingga dapat menyebabkan storing.

2.

DAFTAR PUSTAKA

Buku
Baguley DM, Williamson CA, Moffat DA. 2006. Treating tinnitus in patients 
with otologic conditions. New York. Tyler RS. Tinnitus treatment

Collins, Nicholas. 2006. Handmade Elektronic Music : The Art Of Hardware


Hacking. New York, Roudledge 

Dobie RA. 2004. Overview: suffering fromTtinnitus. In: snow JB. Tinnitus: theory
and management. Ontario, BC Decker Inc.

Farnell, Andy. 2010. Designing Sound. London , England Library Of Congress


Cataloging-inPublication Data
Grimes, Ronald L, tt. Theoring Rituals : Issues, Topics, Approachs, Concepts’’,
Ed Jeans Kreinath, Jan Snoek dan Michael Stusberg, Koninklijke Brill,
Leiden.
Jastreboff PJ. 1990. Phantom auditory perception (Tinnitus): mechanisms of 
generation and perception. New York, Neurosci Res.
Leigh, Landy. 1999. Reviewing The Musicology Of Electroacoustic Music.
London, Cambridge.

Leonard H. 1987.  Synthesizer (Musical instrument). Milwaukee, Duke University


Libraries

Mark, Dieter. 1995. Sejarah Musik Jilid 4. Yogyakarta,Pusat Musik Liturgi

Russ, Martin. 2004. Sound Synthesis and Sampling, 2nd edition. London, Oxford
Elsevier’s Science & Technology.
Sidharta, Otto. 2018. Musik Ekperimental Elektronik .Pekan Komponis
Indonesia. Jakarta, Dewan Kesenian Jakarta.

Syafiq, Muhammad. 2003. Ensiklopedia Musik Klasik. Yogyakarta, Adi Citra

Skripsi
Amri, Iran. 2010. “Noise Ambience”, Laporan Karya Strata-1 Jurusan Seni
Musik Fakultas Seni Pertunjukan ISI Padangpanjang.
Zaini, Arfa. 2015. “War of Imagination World”, Laporan Karya Strata-1 Jurusan
Seni Musik Fakultas Seni Pertunjukan ISI Padangpanjang.

Biodata pengkarya

Nama : Ferdi Pebbrian


Tempat / tanggal lahir : solok, 6 februari 2000
Nim : 03204818
Agama : islam
Alamat : kota solok , kec. Lubuk sikarah , kel. Simpang rumbio no
58
Riwayat pendidikan
1. TK pembina
2. SD Negeri 03 Simpang Rumbio
3. Smp Negeri 2 Kota Solok
4. Smk Negeri 7 Kota Padang

Anda mungkin juga menyukai