Dosen Pengampu :
Ir. Cokorda Agung Yujana, M.T.
Kadek Windy Candrayana, S.T., M.T.
Oleh :
KELOMPOK 5
I MADE AGUS SAPUTRA WIRYATAMA 202161121067
I KADEK BAGUS THEYO SANJAYA 202161121069
I KADEK SATRIA WIGUNA 202161121071
DENNY ADITYA ARMANDA 202161121074
ANAK AGUNG GEDE SURYA BAGASKARA 202161121075
PUTU MAHENDRA DHARMA PUTRA 202161121076
I MADE DWI AGUSTADANA 202161121078
I NYOMAN ANDI RAHARDI 202161121079
I GEDE DEDI DANUARTA 202161121080
I MADE OKA SUMADI PUTRA 202161121081
I MADE ANGGA SAWITRA 202161121082
IVAN RAYNOLD SOEWARLAN 202161121083
NI WAYAN PANI NADIA SARI 202161121084
UNIVERSITAS WARMADEWA
2022/2023
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI...............................................................................................................II
DAFTAR TABEL.....................................................................................................III
DAFTAR GAMBAR.................................................................................................IV
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................1
LOKASI SURVEY....................................................................................................25
ii
3.4 Analisis Dimensi Saluran.......................................................................................................... 28
5.1 Kesimpulan............................................................................................................................ 44
5.2 Saran...................................................................................................................................... 45
BAB VI LAMPIRAN.................................................................................................46
DAFTAR TABEL
iii
tabe
l2.2. 1 Intensitas Hujan 6
tabel 2.2. 2 koefisien pengaliran...............................................................................10
iv
DAFTAR GAMBAR
v
vi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Saluran drainase adalah salah satu bangunan pelengkap pada ruas jalan dalam
memenuhi salah satu persyaratan teknis prasarana jalan. Saluran drainase jalan raya
berfungsi untuk mengalirkan air yang dapat mengganggu pengguna jalan, sehingga
badan jalan tetap kering. Pada umumnya saluran drainase jalan raya adalah saluran
terbuka dengan menggunakan gaya gravitasi untuk mengalirkan air menuju outlet.
Distribusi aliran dalam saluran drainase menuju outlet ini mengikuti kontur jalan
raya, sehingga air permukaan akan lebih mudah mengalir secara gravitasi. Semakin
berkembangnya suatu daerah, lahan kosong untuk meresapkan air secara alami akan
semakin berkurang. Serta terjadinya kerusakan saluran ini disebabkan umur bangunan
yang sudah terlampaui, kurangnya pemeliharaan yang dilakukan, serta posisi saluran
yang berada di pinggir jalan menerima beban kendaraan. Permukaan tanah tertutup
oleh beton dan aspal, hal ini akan menambah kelebihan air yang tidak terbuang.
Kelebihan air ini jika tidak dapat dialirkan akan menyebabkan genangan. Dalam
perencanaan saluran drainase harus memperhatikan tata guna lahan daerah tangkapan
air saluran drainase yang bertujuan menjaga ruas jalan tetap kering walaupun terjadi
kelebihan air, sehingga air permukaan tetap terkontrol dan tidak mengganggu
pengguna jalan. Genangan di ruas jalan masih sering terjadi di beberapa kota,
khususnya kota padat penduduk. Genangan di ruas jalan akan mengganggu
masyarakat yang menggunakan ruas jalan tersebut untuk melakukan aktivitas
perekonomian. Jika masalah genangan tersebut tidak teratasi, maka dapat
memungkinkan terjadi bencana yang lebih besar hingga merugikan masyarakat
setempat baik harta benda maupun nyawa.
Salah satu ruas jalan di Kota Denpasar yaitu Jalan Hayam Wuruk yang masih
sering mengalami genangan akibat saluran drainase yang tidak dapat menampung
ataupun mengalirkan air permukaan. Berdasarkan permasalahan tersebut, penelitian
ini perlu diidentifikasi penyebab saluran Jalan Hayam Wuruk yang tidak berfungsi
optimal agar dapat ditentukan solusi penyelesaian masalahnya.
1
1.2 Maksud dan Tujuan
Adapun maksud dan tujuan dari pelaksaan tugas Drainase Lingkungan ini yaitu :
1. Untuk melakukan pengembangan drainase jalan agar tidak menimbulkan
genangan, tidak menganggu stabilitas struktur jalan dan melakukan
pengembangan sistem drainase jalan yang berwawasan lingkungan dengan
cara menghemat lahan.
2. Untuk dapat menganalisis debit banjir yang terjadi dari limpasan air
permukaan akibat curah hujan yang membebani saluran drainase jalan serta
menganalisis dimensi saluran
2
BAB II DASAR TEORI
2.1 Pengertian Drainase
Kata “Drainase” berasal dari Bahasa Inggris yaitu “Drainage” yang memiliki
arti mengalirkan, menguras, membuang, atau mengalihkan air. Dalam bidang Teknik
Sipil, Drainase dapat diartikan secara umum sebagai suatu tindakan teknis untuk
mengurangi kelebihan air, baik yang berasal dari air hujan, rembesan maupun
kelebihan air irigasi dari suatu kawasan/lahan, sehingga fungsi kawasan/lahan tidak
terganggu. Selain itu Drainase juga dapat diartikan sebagai usaha untuk mengontrol
kualitas air tanah dalam kaitannya dengan salinitas.
Drainase adalah lengkungan atau saluran air di permukaan atau di bawah tanah,
baik yang terbentuk secara alami maupun dibuat manusia. Dalam bahasa Indonesia,
drainase bisa merujuk pada parit di permukaan tanah atau gorong – gorong dibawah
tanah. Drainase berperan penting untuk mengatur suplai air demi pencegahan banjir.
Drainase mempunyai arti mengalirkan, menguras, membuang, atau mengalihkan air.
Secara umum, drainase didefinisikan sebagai serangkaian bangunan air yang
berfungsi untuk mengurangi dan/atau membuang kelebihan air dari suatu kawasan
atau lahan, sehingga lahan dapat difungsikan secara optimal. Drainase juga diartikan
sebagai usaha untuk mengontrol kualitas air tanah dalam kaitannya dengan sanitasi.
(Dr. Ir. Suripin, M.Eng.2004)
Sedangkan pengertian tentang drainase kota pada dasarnya telah diatur dalam SK
menteri PU No. 233 tahun 1987. Menurut SK tersebut, yang dimaksud drainase kota
adalah jaringan pembuangan air yang berfungsi mengeringkan bagian-bagian wilayah
administrasi kota dan daerah urban dari genangan air, baik dari hujan lokal maupun
luapan sungai melintas di dalam kota.
Dalam perencanaan bangunan pengelak digunakan debit banjir kala ulang 25 th,
sementara untuk pelimpah digunakan debit banjir rancangan idealnya dilakukan
3
melalui data historis kejadian banjir, namun pada kasus tertentu sering digunakan
melalui pendekatan hujan rancangan, sehingga sudah menjadi suatu keharusan
bagaimana menentukan hujan rancangan jika data debit yang tersedia terbatas atau
tidak ada.
Dalam analisis debit banjir data yang digunakan adalah data hujan harian
maksimum. Hujan maksimum harian rata-rata dari ketiga pos hujan yang tersedia.
Hujan harian maksimum rata-rata DAS diperoleh dengan cara berikut (Suripin, 2004):
Tentukan hujan harian maksimum pada tahun tertentu di salah satu pos hujan
Cari besarnya curah hujan pada tanggal- bulan-tahun yang sama untuk pos
hujan yang lain
Hitung hujan DAS dengan salah satu cara menghitung hujan wilayah
(rata-rata aljabar, polygon Thiesen atau Isohyet)
Tentukan hujan maksimum harian (seperti langkah 1) pada tahun yang sama
untuk pos hujan yang lain
Keterangan :
Qr = Debit banjir rencana (m3/dtk)
C = Koefisien pengaliran
I = Intensitas hujan pada periode ulang tertentu (mm/jam)
A = Luas daerah aliran (km2)
2.2.1 Intensitas Hujan
Menurut Suroso (2006), intensitas curah hujan adalah ketinggian curah hujan
yang terjadi pada suatu kurun waktu di mana air tersebut terkonsentrasi, dengan
satuan mm/jam. Intensitas hujan adalah tinggi atau kedalaman air hujan persatuan
waktu. Intensitas hujan tergantung dari lama dan besarnya hujan. Semakin lama hujan
berlangsung maka intensitasnya akan cenderung makin tinggi, begitu juga sebaliknya
4
semakin pendek lamanya hujan maka semakin kecil juga intensitasnya. Intensitas
ditinjau berdasarkan kala ulang juga akan berbanding lurus, semakin lama waktu kala
ulangnya maka akan semakin tinggi pula intensitasnya. Suatu intensitas hujan yang
tinggi pada umumnya berlangsung dengan durasi pendek dan meliputi daerah yang
tidak sangat luas (Sudjarwadi 1987).
Analisis intensitas hujan di suatu Daerah Pengaliran Sungai (DPS) dapat dihitung
dengan beberapa metode, antara lain metode Talbot (1881), Sherman (1905) dan
Ishiguro (1953). Perhitungan dengan metode-metode tersebut memerlukan data hujan
jangka pendek yang dapat diperoleh dari pos penakar hujan otomatis.
Adapun rumus intensitas hujan dinyatakan dengan rumus sebagai berikut :
( )
R 24 24 2 /3
I= ×
24 tc
Keterangan :
I = Intensitas hujan (mm/jam)
R24 = Curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm)
tC = Lamanya hujan / waktu konsentrasi (jam)
Jumlah curah hujan dicatat dalam inci atau milimeter (1 inci = 25,4 mm).
Klasifikasi curah hujan menurut standar internasional World Meteorological
Organization (WMO) (2008) dapat dilihat pada tabel berikut ini:
2.2.1 Tabel Intensitas Hujan
Ringan 5.0 – 20 mm
Sedang/Normal 20 – 50 mm
Lebat 50 – 100 mm
5
intensitasnya. Kala ulang adalah waktu hipotetik di mana hujan dengan suatu besaran
tertentu akan disamai atau dilampaui. Hubungan antara intensitas, lama hujan, dan
frekuensi hujan dinyatakan dalam lengkung IDF (Intensity-Duration-Frequency
Curve). Diperlukan data hujan jangka pendek, misalnya 5, 10, 30 menit dan jam-
jaman untuk membentuk lengkung IDF. Data hujan jenis ini hanya dapat diperoleh
dari pos penakar hujan otomatis. Selanjutnya, berdasarkan data hujan jangka pendek
tersebut lengkung IDF dapat dibuat dengan salah satu dari beberapa persamaan,
antara lain rumus Talbot, Sherman dan Ishiguro.
Rumus Talbot
Rumus Talbot dikemukakan oleh professor Talbot pada tahun 1881. Rumus
ini banyak digunakan di Jepang karena mudah diterapkan. Tetapan-tetapan a
dan b ditentukan dengan harga-harga terukur. Adapun rumus tersebut:
t
I=
a+b
a=
∑ ( I . t ) . ∑ (I ¿¿ 2)−∑ ( I 2 . t ) . ∑ ( I ) ¿
N . ∑ (I ¿¿ 2)−∑ ( I ) . ∑ (I )¿
b=
∑ ( I ) . ∑ ( I . t ) −N . ∑ (I ¿¿ 2 . t) ¿
N . ∑ (I ¿¿ 2)−∑ ( I ) . ∑ ( I) ¿
dengan:
I = intensitas hujan (mm/jam),
t = lamanya hujan (jam),
N = banyaknya data.
Rumus Sherman
Rumus Sherman dikemukakan oleh professor Sherman pada tahun 1905.
Rumus ini mungkin cocok untuk jangka waktu curah hujan yang lamanya
lebih dari 2 jam. Adapun rumus tersebut:
a
I= n
t
a=¿ ¿
6
n=
∑ (logI ) . ∑ (logt)2−∑ (logt . logI ) . ∑ (logt)
N .∑ ¿¿¿
Keterangan :
I = intensitas hujan (mm/jam),
t = lamanya hujan (jam),
N = banyaknya data.
Rumus Ishiguro
Rumus Ishiguro ini dikemukakan oleh Dr. Ishiguro tahun 1953. Adapun
rumus tersebut adalah sebagai berikut:
a
I=
√t +b
a=
∑ ( I . √ t ) . ∑ (I ¿¿ 2)−∑ ( I 2 . √ t ) . ∑ (I ) ¿
N . ∑ ( I ¿¿ 2)−∑ ( I ) . ∑ ( I )¿
b=
∑ ( I ) . ∑ ( I . √ t ) −N . ∑ ( I ¿ ¿ 2 . √t ) ¿
N . ∑ ( I ¿¿ 2)−∑ ( I ) . ∑ ( I )¿
Keterangan :
I = intensitas hujan (mm/jam),
t = lamanya hujan (jam),
N = banyaknya data.
2.2.2 Koefisien Pengaliran
Koefisien pengaliran adalah koefisien yang besarnya tergantung pada kondisi
permukaan tanah, kemiringan medan, jenis tanah, dan lamanya hujan di daerah
pengaliran. Pada daerah layanan dan kemungkinan perubahan tata guna lahan angka
ini akan mempengaruhi debit yang mengalir sehingga dapat diperkirakan daya
tampung saluran. Untuk itu diperlukan peta topografi dan melakukan survei lapangan
agar corak topografi didaerah proyek dapat lebih diperjelas. Diperlukan pula jenis
sifat erosi dan tanah pada daerah sepanjang trase jalan rencana antara lain tanah
dengan permeabilitas tinggi (sifat lolos air) atau tanah dengan tingkat erosi
7
permukaan secara visual akan nampak pada daerah yang menunjukkaan alur-alur
pada permukaan.
Pada wilayah perkotaan, luas daerah pengeringan pada umumnya terdiri dari
beberapa daerah yang mempunyai karakteristik permukaan tanah yang berbeda
sehingga koefisien pengaliran untuk masing-masing sub area nilainya berbeda dan
untuk menentukan koefisien pengaliran pada wilayah tersebut dilakukan
penggabungan dari masing-masing sub area.
Keterangan :
C1, C2, C3 = Koefisien pengaliran yang sesuai dengan tipe kondisi permukaan.
Besarnya angka koefisien pengaliran pada suatu daerah dapat dilihat pada tabel
berikut:
8
Tabel 2.2.2 koefisien pengaliran
No. Kondisi Permukaan Tanah Koefisien Pengaliran (C)
1. Jalan beton dan jalan aspal 0.70-0.95
3. Bahu jalan
9
Selain sungai, kita juga mengenal daerah aliran sungai atau DAS. Sungai
adalah aliran air permukaan yang berbentuk memanjang, dimana sungai adalah
bagian dari DAS. DAS tak hanya meliputi aliran airnya, namun juga bentang alam di
sekitar aliran sungai. Daerah Aliran Sungai menurut PP No. 37 Tahun 2012 tentang
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, DAS merupakan suatu wilayah daratan berupa
satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungai yang berfungsi menampung,
menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau laut
secara alami, dimana batas di darat adalah pemisah topografis dan batas di laut
hingga daerah perairan yang masih terpengaruh oleh aktivitas daratan.
Catchment Area (daerah aliran), ditentukan berdasarkan peta topografi pada wilayah
yang dilalui trase jalan. Pada umumnya peta yang tersedia adalah dalam skala 1 : 50.000
atau 1 : 25.000 yang bisa diperoleh (dibeli) dari pusat penelitian dan pengembangan geologi
atau Topografi Angkatan Darat (nama instansi mungkin sudah berubah). Sering terjadi, tidak
tersedia peta topografi yang diperlukan sehingga sulit untuk menghitung catchment area.
Jika hal ini terjadi maka sebagai gambaran kasar perencana dapat mengambil asumsi bahwa
batas daerah aliran yang diperhitungkan adalah dimulai dari as jalan sampai tepi perbatasan
bahu jalan dengan selokan samping dan kuranglebih areal selebar 100 m (maximum)
dihitung mulai dari tepi luar selokan samping. Perkiraan lebar daerah aliran ini masih perlu
di-check dengan kondisi lapangan yang sebenarnya dan kemudian dikoreksi.
Konsep Konservatif
Keterangan:
10
L1 = Ditetapkan dari as jalan sampai bagian tepi perkerasan.
L2 = Ditetapkan dari tepi perkerasan yang ada sampai tepi bahu jalan.
Untuk daerah yang terdiri dari tanah berumput, luas daerah aliran ditentukan
dengan membuat asumsi garis ketinggian terlebih dahulu, kemudian ditarik garis batas
aliran tegak lurus garis ketinggian yang ada. Hal ini dilakukan karena keadaan tanah
pada daerah tersebut relatif rata.
Drainase alami adalah saluran air yang terbentuk secara alami tanpa
campur tangan dari manusia. Saluran ini terbentuk secara alami karena proses
gravitasi dari bumi, misalnya saja sungai.
11
Saluran Drainase Buatan
Drainase buatan ialah saluran air yang dibentuk oleh manusia untuk
tujuan tertentu. Itu sebabnya, guna mendukung fungsi drainase tersebut,
didirikan juga bangunan penunjang yang mempunyai peranan khusus.
Drainase buatan perlu dirancang berdasarkan analisa tentang ilmu drainase
untuk menentukan dimensi saluran yang ideal dan debit air hujan. Contoh
drainase buatan yaitu kanal, talang, gorong-gorong, terjunan, got, dan
terowongan air.
Drainase terbuka
12
Drainase terbuka cocok digunakan untuk mengalirkan air di wilayah
yang memiliki lahan luas. Saluran air ini juga memiliki bagian atas yang
terbuka. Sehingga saluran air jenis ini digunakan untuk mengalirkan air
yang sifatnya tidak membahayakan lingkungan sekitar.
Drainase tertutup
Drainase ini dibuat di bawah permukaan tanah, atau dengan kata lain
ditanam dalam tanah. Penyebabnya antara lain untuk alasan estetika serta
alasan lokasi yang tidak memungkinkan dibangunnya drainase permukaan
tanah. Konstruksi drainase bawah permukaan tanah juga biasanya dibangun
di area perkebunan, villa.
13
Bentuk penampang yang satu ini berfungsi untuk menampung serta
menyalurkan aliran air hujan, air rumah tangga, hingga air irigasi dengan
jumlah debit yang besar dan memiliki sifat aliran yang terjadi terus menerus.
Bentuk Lingkaran.
Bentuk saluran drainase ini berada di dalam tanah dan umumnya digunakan
untuk pembuatan gorong-gorong.
14
Bentuk yang satu ini berfungsi untuk menampung serta menyalurkan aliran air
hujan dalam jumlah debit yang kecil. Biasanya bentukan ini digunakan
untuk saluran rumah penduduk yang berada di pinggir jalan perumahan.
Saluran drainase yang bentuknya persegi panjang ini tidak banyak memakan
tempat, dengan syarat saluran tersebut harus terbentuk dari pasangan batu
ataupun coran beton. Untuk fungsinya sendiri hampir sama dengan saluran
drainase berbentuk trapesium.
15
Gambar 2.3.4 saluran drainase bentuk setengah empat persegi panjang
Bentuk Segitiga
16
diperkirakan daya tampung salurin. Untuk itu diperlukan peta topografi dan
melakukan survai lapangana agar corak topografi didaerah proyek dapat lebih
diperjelas. Diperlukan pula jenis sifat erosi dan tanah pada daerah sepanjang
trase jalan rencana antara lain tanah dengan permeabititas tinggi (sifat lolos
air) atau tanah dengan tingkat erosi permukaan secara visual akan nampak
pada daerah yang menunjukkaan alur-alur pada permukaan.
17
1. – Batuan 0,60 – 0,75 -
13ndust
lunak
4. Daerah perkotaan 0,70 – 0,95 2,0
Keterangan:
18
A1, A2, A3 = Luas Daerah Pengaliran yang diperhitungkan sesuai
kondisi permukaan
C1, C2, C3 = Koefisien pengaliran yang sesuai dengan tipe kondisi
permukaan.
Keterangan:
Tc = waktu Konsentrasi (menit)
t1 = waktu untuk mencapaai awal saluran dari titik terjauh (menit)
t2 = waktu aliran dalam saluran sepanjang L dari ujung saluran (menit)
L = jarak titik terjauh ke fasilitas drainase (panjangs aluran dalam (m)
nd = koefisien hambatan
i = kemiringasna luran memanjang
V = kecepatan air rata-rata pada saluran drainase (m/detik)
Tabel 2.4.3 Waktu Konsentrasi
Kondisi Lapis Permukaan Nd
19
2. Permukaan licin dan kedap air 0,020
20
7) Saluran drainase yang berada dekat muara sungai dan terpengaruh pasang
surut air laut, perlu diperhitungkan pasang surut air laut dalam perencanaan.
Mengingat apabila terjadi pasang akan terjadi aliran balik (back water effect).
a. Saluran Persegi.
Rumus Saluran Persegi Ekonomis
Jari-jari hidraulis :
Debit aliran akan maksimum apabila jari-jari hidraulis maksimum dan bila P nya
minimum maka
−B+2 y=0
B=2 y
Untuk saluran persegi ekonomis didapat
A=2 y 2
P=4 y
21
22
BAB III METODOLOGI
3.1 Bagan Alir
MULAI
Data diperoleh
SELESAI
23
digunakan untuk mendapatkan data dari temimulai dengan menentukan lokasi
survey
24
Lokasi Survey
Hari/Tanggal : Selasa, 29 November 2022
Waktu : 14.00 – 16.00 WITA
Lokasi : Jl. Hayam Wuruk – Jl. Naga Sari – Gg. Melati – Jl. Akasia –
Gg. Meskipun – Jl. Pakisaji – Jl. Hayam Wuruk
25
Tabel 3.2 Alat-alat yang digunakan
Definisi
26
Debit banjir rencana adalah debit maksimum dari suatu sungai, atau
saluran yang besarannya didasarkan kala ulang tertentu.
a. Data umum :
b. Data khusus :
1) Kertas HVS
2) Penggaris
3) Meteran
27
Tahapan-tahapan pelaksanaan survey :
1. Menyiapkan data dan peta lokasi dari tempat yang akan dilaksanakan survey.
2. Menentukan setiap titik pada peta lokasi untuk dapat dilakukan proses survey.
3. Melakukan pengukuran pada setiap saluran yang ada pada lokasi titik yang akan
dianalisa.
4. Mencatat data – data yang telah didapat dari hasil survey yang telah dilakukan.
Berdasarkan hasil wawancara yang telah kami rangkum dari warga sekitar adalah
terkait dengan wilayah yang telah disurvey bahwa debit air normal ataupun
meningkat tergantung pada kondisi hujan yang terjadi pada daerah survey tersebut.
28
Data dan peralatan yang dibutuhkan untuk melaksanakan perhitungan debit
banjir rencana, sebagai berikut:
a. Data umum:
1) Peta saluran Drainase.
b. Data khusus:
1) Dimensi saluran drainase.
Langkah-langkah pengukuran :
Adapun Langkah – Langkah pengukuran nya yaitu sebagai berikut :
1. Menentukan saluran drainase mana yang akan diukur. Disertakan dengan
sketsa denah terlebih dahulu agar pelaksanaan nya tidak membingungkan dan
jadi lebih mudah
2. Mengukur jarak atau panjang saluran (dari titik awal ke titik akhir)
3. Mengukur elevasi di titik awal dan titik akhir saluran
4. Mengukur elevasi di titik awal dan titik akhir saluran Mengukur dimensi
saluran (tinggi saluran, kedalaman air dan lebar dasar saluran)
Hitunglah dimensi dan debit saluran, sesuaikan dengan rumus dari bentuk saluran
29
Hasil wawancara terhadap penduduk setempat
Berdasarkan hasil wawancara dari warga sekitar adalah terkait dengan
wilayah yang telah disurvey bahwa banyak saluran yang rusak dan terdapat endapan
lumpur serta kurangnya kesadaran masyarakat dengan membuang sampah pada
saluran drainase yang nantinya berujung pada mampatnya saluran drainase yang
menghambat proses laju air hujan yang akhirnya dapat mengakibatkan terjadinya
banjir. Serta saluran drainase yang tidak dibersihkan secara berkala yang membuat
saluran banyak ditumbuhi parasite.
30
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Inventarisasi
No Lokasi Foto Dimensi Bahan Permasalahan
Saluran
1 Jl. Nagasari, B = 0.20 m Beton Terdapat
Sumerta H = 0.50 kerusakan
Kelod, Kec. m pada saluran,
Denpasar dan saluran
Timur, Kota tertutupi
Denpasar, tanaman
Bali ( parasit )
31
4 Gg. Nagasari B = 0.40m Beton Banyak
IV, Jl. H = 0.30m sampah
Nagasari, rumah tangga,
Sumerta dan saluran
Kelod, Kec. terdapat
Denpasar timbunan
Timur, Kota tanah dan
Denpasar, pasir
Bali
32
Jl. Nagasari B = 0.60m Beton Terdapat
V, Sumerta H = 0.50m kerusakan
Kelod, pada saluran,
Denpasar saluran
Timur, Kota tertutupi
Denpasar tanaman
Bali ( parasit ), dan
terdapat
7 timbunan
tanah dan
pasir pada
saluran
33
Denpasar tertutup
Timur, Kota tanah dan
Denpasar, pasir
Bali
34
4.2 Analisis debit banjir
( )
2 /3
162.60 24
I= x = 22.4 mm/dt
24 4
I = 22.4 mm/dt
35
4.2.2 Perhitungan Luas Daerah Pengaliran dan Koefisien Pengaliran
36
Total luas daerah pada Area 3 = 7611 m2
37
Koefisien Total = 0,31 + 0,11 = 0,41
Perhitungan Daerah A3
Berikut tabel hasil Perhitungan Daerah A3 keseluruhan kelompok 3 yang
direkapitulasi dalam tabel berikut:
Tabel 4.2.2 Perhitungan Daerah A3
Are Luas Luas Koef Koef
Pemanfaatan Persentase
a (m2) (Km2) C C Total
Pemukiman 3572 0.003572 46.93% 0.65 0.31
A3
Lahan Kosong 4039 0.004039 53.07% 0.20 0.11
TOTAL 7611 0.007611 100.00% 0.41
38
4.2.3 .Perhitungan Koefisien Pengaliran
Berikut tabel hasil perhitungan koefisien pengaliran keseluruhan kelompok 3
yang direkapitulasi dalam tabel berikut:
Tabel 4.2.3 Perhitungan Koefisien Pengaliran
Perhitungan Luas Area
Luas
No Area Pemanfaatan Luas (m2) Persentase Koef C Koef C total
(km2)
Pemukiman 14274 0.014274 35.52% 0.65 0.23
A1
1 Lahan Kosong 25909 0.025909 64.48% 0.20 0.13
TOTAL 40183 0.040183 100.00% 0.36
Pemukiman 15903 0.015903 59.89% 0.65 0.39
A2
2 Lahan Kosong 10650 0.010650 40.11% 0.20 0.08
TOTAL 26553 0.026553 100.00% 0.47
Pemukiman 3572 0.003572 46.93% 0.65 0.31
A3
3 Lahan Kosong 4039 0.004039 53.07% 0.20 0.11
TOTAL 7611 0.007611 100.00% 0.41
Pemukiman 3515 0.003515 50.99% 0.65 0.33
A4
4 Lahan Kosong 3378 0.003378 49.01% 0.20 0.10
TOTAL 6893 0.006893 100.00% 0.43
Pemukiman 2723 0.002723 47.77% 0.65 0.31
A5
5 Lahan Kosong 2977 0.002977 52.23% 0.20 0.10
TOTAL 5700 0.005700 100.00% 0.41
Pemukiman 8431 0.008431 77.53% 0.65 0.50
A6
6 Lahan Kosong 2444 0.002444 22.47% 0.20 0.04
TOTAL 10875 0.010875 100.00% 0.55
Pemukiman 6889 0.006889 68.87% 0.65 0.45
A7
7 Lahan Kosong 3114 0.003114 31.13% 0.20 0.06
TOTAL 10003 0.010003 100.00% 0.51
Pemukiman 6158 0.006158 37.17% 0.65 0.24
A8
8 Lahan Kosong 10411 0.010411 62.83% 0.20 0.13
TOTAL 16569 0.016569 100.00% 0.37
Pemukiman 2700 0.002700 49.47% 0.65 0.32
A9
9 Lahan Kosong 2758 0.002758 50.53% 0.20 0.10
TOTAL 5458 0.005458 100.00% 0.42
Pemukiman 4472 0.004472 66.14% 0.65 0.43
A10
10 Lahan Kosong 2289 0.002289 33.86% 0.20 0.07
TOTAL 6761 0.006761 100.00% 0.50
Pemukiman 4632 0.004632 56.78% 0.65 0.37
A11
11 Lahan Kosong 3526 0.003526 43.22% 0.20 0.09
TOTAL 8158 0.008158 100.00% 0.46
39
4.2.4 Perhitungan Debit Banjir
Berikut contoh perhitungan debit banjir aliran pada Area 3 dengan menggunakan
metode Rasional:
Diketahui:
A3 = 0,007611 Km2
I = 22,4 mm/jam
C = 0,41
Q = 0,278.C.I.A
40
4.3 Analisis Dimensi Saluran
Pada analisis debit banjir berisikan tentang data perhitungan dari data
hipotesis sebelumnnya yang di dapatkan dari proses survei yang sudah kami lakukan
sebelummnya. Data Analisis Debit Banjir ini berisi tentang Penentuan dan
Perhitungan Daerah pengaliran serta Perhitungan Debit Banjir.
Berikut merupakan informasi saluran eksisting yang ditunjukan pada tabel berikut:
41
4.3.2 Perhitungan Dimensi Saluran
Perhitungan penentuan dimensi saluran dilakukan trial and error nilai H untuk memperoleh
debit yang sesuai sebagai berikut:
Contoh Perhitungan pada Titik lokasi survei ke-3
Data Teknis Saluran : A3
Lebar Rata2 (B) : 0.15
Talud : 1:S S=0
Kemiringan Dasar (S) : 0.96003
Bentuk Penampang : Persegi
Debit Aliran : 0.0195
KS : 70
A3
Try : H Q A=B. P=B+
K R = A/P S^0.5 Qhit (m3/dt)
(m) (m3/dt) H 2H
7 0.00909090 0.9600
0.01 0.0195 0.002 0.22 0.000003703
0 9 3
7 0.02105263 0.9600
0.02 0.0195 0.004 0.19 0.000039713
0 2 3
7 0.08695652 0.9600
0.5 0.0195 0.1 1.15 0.01693816
0 2 3
7 0.66666666 0.9600
0.7 0.0195 0.14 0.21 1.393822381
0 7 3
7 0.09230769 0.9600
0.9 0.0195 0.18 1.95 0.034356602
0 2 3
42
H = 0,50 m
Freeboard = 0,20 m
H Tanggul Rencana + Freeboard = 0,70 m
Maka Direncanakan Dimensi Saluran:
B = 0,15 m = 15 cm
H = 0,70 m = 70 cm
43
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Secara keseluruhan dimensi saluran drainase berlokasi di daerah Desa
Sumerta Kelod di tempat kami melaksanakan Survey telah mencukupi dari
intesitas hujan sebesar I = 22,4 mm/jam dari Data Curah Hujan Rencana di
Stasiun Sumerta periode ulang 5 tahun sebesar 162.60 mm.
2. Berdasarkan data yang kami peroleh, terdapat sebelas area saluran drainase
yang dimensi tingginya perlu di ubah, karena perubahan secara lebar tidak
dimungkinkan untuk dapat menampung debit air hujan yang berlebih, yakni:
Titik 1, dengan Q = 0,0901 m3/dt, dimensi tinggi menjadi 0.90 m
Titik 2, dengan Q = 0,0776 m3/dt, dimensi tinggi menjadi 0.73 m
Titik 3, dengan Q = 0,0195 m3/dt, dimensi tinggi menjadi 0.50 m
Titik 4, dengan Q = 0,0184 m3/dt, dimensi tinggi menjadi 0,90 m
Titik 5, dengan Q = 0,0147m3/dt, dimensi tinggi menjadi 0,88 m
Titik 6, dengan Q = 0,0372 m3/dt, dimensi tinggi menjadi 0,76 m
Titik 7, dengan Q = 0,0318 m3/dt, dimensi tinggi menjadi 0,90 m
Titik 8, dengan Q = 0,0379 m3/dt, dimensi tinggi menjadi 0,85 m
Titik 9, dengan Q = 0,0144 m3/dt, dimensi tinggi menjadi 0,90 m
Titik 10, dengan Q = 0,0210 m3/dt, dimensi tinggi menjadi 0,82 m
Titik 11, dengan Q = 0,0231 m3/dt, dimensi tinggi menjadi 0,90 m
3. Untuk saluran-saluran yg mencukupi daya tampung curah hujan, dapat
difungsikan sebagai saluran multipurpose, sebagai saluran drainase yang
berfungsi mengalirkan campuran air hujan, dan juga air limbah.
44
5.2 Saran
1. Sebaiknya kemiringan saluran (s) dengan pengukuran langsung
menggunakan total station.
2. Perlu dilakukannya analisa lanjutan yang lebih spesifik sehingga didapat
data-data yang lebih akurat sebagai dasar dalam menangani masalah-
masalah yang terjadi pada drainase kawasan Jl. Nagasari – Jl. Pakis Aji
3. Pada perencanaan saluran drainase berikutnya disarankan untuk
menggunakan data curah hujan lebih dari satu stasiun.
4. Diperlukan adanya beberapa perawatan saluran dan kesadaran masyarakat
menjaga dan melakukan maintenance terhadap saluran di sekitar area
rumahnya. Pemeliharan saluran drainase pada wilayah ini perlu di
perhatikan, karena terdapat beberapa pengendapan lumpur dan sampah pada
beberapa titik saluran.
45
BAB VI
LAMPIRAN
46
2
47
3
48
4
49
5
50
6
51
7
52
8
53
9
54
10
55
11
56
DAFTAR PUSTAKA
57