Anda di halaman 1dari 10

Nama: Izaaz Daffa Ulhaq

NPM: 19031010179
UTS K3 Paralel C

STUDI KASUS ANALISIS TINGKAT KEBISINGAN PADA KILANG


MINYAK PERTAMINA RU V BALIKPAPAN

I. Identifikasi Masalah
Setiap tempat kerja selalu mengandung berbagai faktor bahaya yang dapat
mempengaruhi kesehatan tenaga kerja. Gangguan ini dapat berupa gangguan fisik
maupun psikis terhadap tenaga kerja. Meskipun demikian, kesadaran akan bahaya
kebisingan masih kurang dipahami baik oleh kalangan masyarakat umum maupun
para pekerja khususnya. Tidak jarang ditemukan bahwa keluhan akibat terjadinya
kebisingan pada kesehatan pekerja tersebut sering terjadi. Paparan terhadap tingkat
bising yang ekstrim menyebabkan beberapa penyakit seperti rusaknya pendengaran
atau terjadinya kenaikan tekanan darah akibat dari kebisingan tersebut. Pada kilang
minyak PERTAMINA RU V di kecamatan Balikpapan Tengah, Balikpapan, terdapat
banyak mesin yang menimbulkan suara bising dan bersumber dari seluruh ‘Rotating
Equipment’ yang ada seperti pompa dan kompressor lalu proses pembakaran dari
equipment pemanas seperti heater & boiler dimana yang dapat menghasilkan
kebisingan sekitar 80-85 dB.

II. Landasan Teori


II.1 Pertamina Refinery Unit V
PT. Pertamina (Persero) merupakan perusahaan minyak dan gas bumi yang
dimiliki oleh Pemerintah Indonesia (National Oil Company). PT. Pertamina (Persero)
berdiri pada tanggal 10 Desember 1957 dengan nama PT. Permina. Nama Pertamina
ini terus dipakai hingga Pertamina berubah status hukumnya menjadi PT. Pertamina
(Persero) pada tanggal 17 September 2003, berdasarkan Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Refinery Unit (RU)
V Balikpapan merupakan salah satu Unit Bisnis Direktorat Pengolahan Pertamina
yang produknya disalurkan ke kawasan Indonesia bagian Timur yang merupakan 2/3
dari NKRI dan beberapa produk disalurkan ke Indonesia bagian Barat dan diekspor.
Sejak pertama kali dibangun RU V telah mengalami beberapa kali perbaikan guna
meningkatkan margin & kapasitas produksi. Produk-produk yang sesuai dengan
Service Level Agreement (SLA) yaitu meliputi Bahan Bakar Minyak/BBM
(Premium, Kero, Solar, Pertadex & Pertamax), Non Bahan Bakar Minyak/NBBM
(Smooth Fluid 05), dan LPG. Seluruh produk yang dihasilkan digunakan untuk
memasok kebutuhan dalam negeri khususnya wilayah Indonesia Bagian Timur.

II.2 Boiler
Boiler pipa api merupakan pengembangan dari ketel lorong api dengan
menambah pemasangan pipa –pipa api, dimana gas panas hasil pembakaran dari
ruang bakar mengalir didalamnya, sehingga akan memanasi dan menguapkan air
yang berada di sekeliling pipa –pipa api tersebut. Pipa - pipa api berada atau terendam
didalam air yang akan diuapkan. Pada boiler terdapat kebisingan 90-100 db. Dalam
perancangan boiler ada beberapa faktor penting yang harus dipertimbangkan agar
boiler yang direncanakan dapat bekerja dengan baik sesuai dengan yang dibutuhkan.
Faktor yang mendasari pemilihan jenis boiler adalah sebagai berikut :
a. Kapasitas yang digunakan
b. Kondisi steam yang dibutuhkan
c. Bahan bakar yang dibutuhkan
d. Konstruksi yang sederhana dan perawatan mudah
e. Tidak perlu air isian yang berkualitas tinggi

II.3 Kebisingan
Kebisingan adalah bunyi atau suara didengar sebagai rangsangan pada sel
saraf pendengar dalam telinga oleh gelombang longitudinal yang ditimbulkan getaran
dari sumber bunyi atau suara dan gelombang tersebut merambat melalui media udara
atau penghantar lainnya, dan manakala bunyi atau suara tersebut tidak dikehendaki
oleh karena mengganggu atau timbul di luar kemauan seseorang. Suara adalah sensasi
yang sewaktu vibrasi longitudinal dari molekulmolekul udara, yang berupa
gelombang mencapai membrana timpani dari telinga. Dalam konteks keselamatan
dan Kesehatan kerja, pembahasan suara (sound) agak berbeda dibandingkan
pembahasanpembahasan suara dalam ilmu fisika murni maupun fisika terapan.
Frekuensi kebisingan juga penting dalam menentukan perasaan yang
subjektif, namun bahaya di area kebisingan tergantung pada frekuensi bising yang
ada. Telinga manusia hanya mampu menangkap suara yang ukuran intensitasnya
berkisar antara 20–20.000 Hertz dan dengan frekuensi suara sekitar 80 desibel (batas
aman). Paparan suara atau bunyi yang melampaui batas aman diatas dalam waktu
yang lama dapat menyebabkan terjadinya ketulian sementara atau permanen.
Kebisingan dapat mempengaruhi kesehatan manusia. Pengaruh berupa peningkatan
sensitivitas tubuh seperti peningkatan sistem kardiovaskular dalam bentuk kenaikan
tekanan darah dan peningkatan denyut jantung. Apabila kondisi tersebut tetap
berlangsung dalam waktu yang lama, akan muncul reaksi psikologis berupa
penurunan konsentrasi dan kelelahan.

II.4 Jenis-Jenis Kebisingan


Jenis kebisigan yang ditemukan menurut Suma’mur (2014) adalah :
1) Kebisingan menetap berkelanjutan tanpa terputus-putus dengan spektrum
frekuensi yang lebar (steady state, wide band noise), misalnya bising
mesin, kipas angin, dapur pijar dan lain-lain.
2) Kebisingan menetap berkelanjutan dengan spektrum frekuensi tipis (steady
state, narrow band noise), misalnya bising gergaji sirkuler, katup gas dan
lain-lain.
3) Kebisingan terputus-putus (intermittent), misalnya lalu lintas, suara kapal
terbang di bandara.
4) Kebisingan impulsif (impact or impulsif noise), seperti bising pukulan palu,
tembakan bedil atau meriam dan ledakan.
5) Kebisingan impulsif berulang, misalya mesin tempa di perusahaan atau
tempaan tiang pancang bangunan

II.5 Sumber Kebisingan


Menurut Dirjen PPM dan PL., DEPKES & KESSOS RI. Tahun 2000, sumber
kebisingan dibedakan menjadi :
1. Bising industri Industri besar termasuk didalamnya pabrik, bengkel dan
sejenisnya. Bising industri dapat dirasakan oleh karyawan maupun
masyarakat disekitar industri.
2. Bising rumah tangga Umumnya disebabkan oleh alat-alat rumah tangga dan
tidak terlalu tinggi tingkat kebisingannya
3. Bising spesifik Bising yang disebabkan kegiatan-kegiatan khusus misalnya
pemasangan tiang pancang tol atau bangunan.
Sedangkan sumber bising yang dilihat dari bentuk sumber suara yang
dikeluarkannya ada dua, yaitu (Men. KLH, 1998):
1) Sumber bising yang berbentuk sebagai suatu titik/bola/lingkaran. Contoh :
sumber bising dari mesin-mesin industri/mesin yang tak bergerak.
2) Sumber bising yang berbentuk sebagai suatu garis, misalnya kebisingan
yang timbul karena kendaraan-kendaraan yang bergerak di jalan

II.6 Nilai Ambang Batas Kebisingan


Nilai Ambang Batas kebisingan sebagai faktor bahaya di tempat kerja adalah
standar sebagai pedoman pengendalian agar tenaga kerja masih dapat menghadapinya
tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan dalam pekerjaan sehari-hari
untuk waktu tidak melebihi 8 jam sehari dan 5 hari kerja seminggu atau 40 jam
seminggu (Suma’mur, 2014). NAB kebisingan di tempat kerja berdasarkan Peraturan
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor Per.
13/MEN/2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Faktor Kimia di
Tempat Kerja, besarnya rata-rata adalah 85 dB(A) jam/minggu.

II.7 Penyakit Akibat Kebisingan


Menurut Anizar (2009) penyakit akibat kebisingan antara lain :
1. Prebycusis
Prebycusis adalah kehilangan pendengaran karena proses menuanya
seseorang. Penyakit ini terjadi karena meningkatnya frekuensi minimal yang
dapat di dengar. Dalam hal ini, pria cenderung mengalami kehilangan
pendengaran jenis ini lebih cepat dari pada wanita. Ini membuktikan bahwa
orang yang sudah berumur mungkin tidak tertawa jika diceritakan hal-hal
yang lucu, bukan karena telah kehilangan rasa humornya, tetapi lebih karena
mereka tidak dapat mendengar cerita tersebut secara sepenuhnya.
2. Tinnitus
Tinnitus dapat dikatan sebagai peringatan ringan terhadap kerusakan
pendengaran. Tinnitus adalah bunyi dalam telinga tanpa rangsangan di luar.
Bunyi-bunyi telah digambarkan sebagai bunyi berdering, mendenging,
berdesis, suara seasheell, cricket sound, motor sound ataupun seperti suara
gemuruh. Titannitus dapat menjadi hal yang paling membuat stress karena
suara telinga ini dapat ada di atu atau kedua telinga atau dimanapu di bagian
kepala. Titannius tidak akan terasa jika penderita sedang melakukan
aktifitasnya. Tetapi akan jelas akan dirasakan jika berada di ruangan yang
sunyi senyap ataupun malam pada waktu tidur. Pada keadaaan yang jarang
dapat menyebabkan bunuh diri.
3. Kerusakan Pendengaran Sementara
Kehilangan pendengaran mungkin saja bukan akibat dari tuanya usia
tetapi juga akibat dari kebisingan yang sangat keras. Kerusakan yang terjadi
akibat dari kebisngan yang sangta keras pertama kali di batas frekuensi 4000
Hz-600 Hz, dan ini adalah batas paling sensitif untuk telinga manusia.
Kerusakan pendengaran ini disebut temporary Threshold Shift (TTS) atau
kelelahan pendengaran. Pemulihan pendengaran jenis ini cukup cepat setelah
bising berhenti.
4. Kerusakan Pendengaran Total
Jika kebisingan yang sangat keras dilanjutkan secara berulang-ulang
sebelum pemulihan kerusakan pendengaran sementara selesai, maka
akibatnya adalah kerusakan pendengaran total. Kerusakan pendengaran total
ini disebut Permanent Threshold Shift (PTS). Dalam proses kerusakan telinga
jenis ini yang mengalami kerusakan adalah saraf telinga pada telinga dalam.
Oleh karena itu, kerusakan telinga ini adalah proses yang irreversible atau
tidak dapat disembuhkan.
5. Kebisingan yang Berakibat Secara Psikis
Kebisingan dapat mengakibatkan stress. Efek awal dari kebisingan
adalah takut dan perubahan kecepatan detak jantung. Kecepatan respirasi,
tekanan darah, metabolisme, ketajaman penglihatan, ketahanan kulit terhadap
listrik dan lain-lain. Kebanyakan dari efek ini akan menghilang dalam
beberapa saat dan akan normal lagi meskipun kebisingan berlanjut. Aka tetapi
ada penelitian yang menunjukan bahwa bising yang berkepanjangan akan
mengakibatkan naiknya tekanan darah secara permanen. Perubahan dalam
tubuh seperti ini akan menurunkan kenyamanan sehingga efektifitas dalam
melakukan pekerjaan pun akan menurun
6. Fisiologi dan Mekanisme Pendengaran
Telinga manusia dibagi menjadi tiga bagian utama, yaitu bagian luar,
bagian tengah, dan bagian dalam. Ketiga bagian telinga tersebut memili
komponen-komponen berbeda dengan fungsi masing-masing dan saling
berkelanjutan dalam menanggapi gelombang suara yang berada disekitar
manusia. Bagian luar telinga terdiri dari daun telinga dan saluran telinga yang
panjangnya kurang dari 2 cm. Fungsi utama bagian luar telinga adalah sebagai
saluran awal masuknya gelombang suara di udara sistem pendengaran
manusia. Bagian tengah terdiri dari gendang telinga dan tiga tulang yaitu
hammer (malleus), anvil (incus), dan stirrup (stapes). Bagian tengah telinga
manusia, tepatnya pada bagian belakang gendang telinga berhubungan dengan
hidung melalui tabung eustachius (arah masuknya gelombang suara dari
saluran telinga luar dianggap sebagai bagian depan gendang telinga).

II.8 Pengendalian Kebisingan


1. Pengurangan Sumber Kebisingan.
Hal ini dapat dilakukan dengan menempatkan peredam suara pada
sumber kebisingan, melakukan modifikasi mesin atau bangunan, dan
mengganti kebisingan, melakukan modifikasi mesin atau bangunan, dan
mengganti mesin dan menyusun perencanaan bangunan baru (Budiman
Chandra, 2007).
2. Penempatan Penghalang Pada Jalan Transmisi
Isolasi tenaga kerja atau mesin unit produksi adalah upaya segera dan
baik dalam upaya mengurangi kebisingan. Untuk itu perencanaan harus
matang dan material yang dipakai untuk isolasi harus mampu menyerap suara.
Penutup atau pintu keruang isolaso harus mempunyai bobot yang cukup berat,
menutup pas lubang yang ditutupinya, dan lapisan dalamnya terbuat dari
bahan yang menyerap suara agar tidak terjadi getaran yang lebih hebat
sehingga merupakan sumber kebisingan (Suma’mur, 2009).
3. Perlindungan dengan Sumber atau Tutup Telinga.
Tutup telinga biasanya lebih efektif dari penyumbat telinga. Alat
seperti itu harus diseleksi agar terpilih yang paling tepat. Alat semacam ini
dapat mengurangi intensitas kebisingan sampai sekitar 20-25 dB. Selain itu,
sebagai akibat penggunaan alat tersebut, upaya perbaikan komunikasi harus
dilakukan. Masalah utama pemakaian alat perlindungan pendengaran adalah
kedisipilan pekerja dalam penggunaannya. Masalah ini dapat diatasi dengan
menyelanggarakan pendidikan pekerja tentang kegunaan alat itu
4. Pengurangan Waktu Pemaran
Pekerja tidak boleh terpapar lebih dari 140 dB, walaupun sesaat bila
pekerja terpapar pada beberapa tempat dengan tingkat kebisingan yang
berbeda, harus diperhatikan efek kombinasinya bukan efek satu per satu, bila
kebisingan pada suatu tempat kerja adalah 115 dB atau lebih, maka tenaga
kerja tersebut tidak boleh masuk ke dalam tempat kerja tersebut tanpa
menggunakan alat pelindung diri yang nila terdapat bunyi impulsive dengan
tingkat kebisingan lebih dari 130 dB atau bunyi yang bersifat fast dengan
tingkat kebisingan 120 dB maka alat pelindung telinga harus dipakai, tidak
seorang pun boleh memasuki area dengan tingkat kebisingan 140 dB dan
diharus dipasang tanda peringatan (Anizar, 2009)

III. Dasar Hukum


a. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup KEP-48/MENLH/11/1996.
b. Keputusan Menteri tenaga Kerja No 51. tahun 1999 tentang Nilai Ambang
Batas (NAB) faktor fisik di tempat kerja
c. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
718/Menkes/Per/XI/1 987
d. Surat Keputusan Dirjen P2M dan PLP Depkes RI Nomor 70-1/PD.03.04.Lp,
tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengawasan Kebisingan yang Berhubungan
dengan Kesehatan.

IV. Data
IV.1 Tingkat Kebisingan Alat dan Pada Ruangan
Alat/Ruangan Tingkat Kebisingan (dB)

Ruang Genset 112.0

Kantor 30-40
Boiler 92.3

Kilang area 87

V. Pembahasan
Pertama-tama, dari sebagian kecil data-data yang sudah dikumpulkan diatas,
terdapat beberapa alat dan ruangan yang memiliki tingkat kebisingan di atas Nilai
Ambang Batas (NAB) yaitu 85 dB, dimana, intensitas kebisingan melebihi 85 dB
dapat menimbulkan gangguan dan batas ini disebut critical level of intensity. Dimana
pengaruh utama dari kebisingan terhadap Kesehatan adalah kerusakan pada indra
pendengaran yang dapat menyebabkan ketulian progresif, Jika telinga selalu terpapar
dengan kebisingan yang melebihi NAB (85 dB untuk 8 jam), maka ada hair cells pada
telingan yang rusak atau mati sehingga suara tadi jadi tidak terdengar. Pada beberapa
ruangan dan alat, belum memenuhi standar yang ditentukan dari Keputusan Menteri
Negara Lingkungan Hidup KEP-48/MENLH/11/1996 atau Permenaker
No.51/MEN/1999 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja,
dimana NAB yang seharusnya diterapkan perusahaan yaitu 85 dB selama 8 jam/hari
atau 40 jam/minggu.
Untuk ruangan-ruangan dan alat yang memiliki tingkat kebisingan di atas
Nilai Ambang Batas yaitu sebagai berikut: ruang Genset, boiler, dan area kilang
secara general. Para pekerja di dalam kilang minyak sendiri dibagi menjadi 3 shift,
yaitu shift pagi (07.00-15.30), sore (15.00-24.00), dan malam (23.00-08.00), dimana
rata-rata pekerja berkerja selama 8-8.5 jam perhari. Untuk menanggulangi hal-hal
yang bersangkutan dengan tingkat kebisingan yang melebihi Nilai Ambang Batas,
perusahaan mewajibkan pekerja yang berkerja di sekitar area kilang yang memiliki
tingkat kebisingan yang tinggi tersebut untuk memakai earplug dan earmuff. Dimana
APD tersebut sudah disediakan oleh perusahaan.

VI. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah dipaparkan, didapatkan kesimpulan
sebagai berikut: Beberapa ruangan-ruangan dan alat-alat pada kilang minyak
Pertamina RU V Balikpapan memiliki tingkat kebisingan yang cukup tinggi dan
melebihi Nilai Ambang Batas yang telah ditentukan oleh Permenaker
No.51/MEN/1999 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja,
dimana NAB yang seharusnya diterapkan perusahaan yaitu 85 dB selama 8 jam/hari
atau 40 jam/minggu.

VII. Saran
1. Dalam upaya pengendalian faktor bahaya kebisingan, sebaiknya perusahaan
memasang lebih banyak safety sign untuk meningkatkan awareness pekerja
tentang permasalahan bahaya dari kebisingan tersebut, serta memperbanyak
APD berupa earplug dan earmuff untuk keselamatan pekerja
2. Pengendalian terhadap faktor bahaya kebisingan pada kilang minyak
Pertamina RU V Balikpapan, sebaiknya dapat dipertahankan atau ditingkatkan
lebih baik lagi, dan diperlukan juga pengawasan yang lebih ketat terkait
tentang pemakaian APD dan hal-hal tentang K3 lainnya.

Anda mungkin juga menyukai