Anda di halaman 1dari 10

PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT KASIH HERLINA

NOMOR :...................

TENTANG
KEBIJAKAN PELAYANAN RUMAH SAKIT KASIH HERLINA

Menimbang a. bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan Rumah Sakit Kasih
Herlina, maka diperlukan penyelenggaraan pelayanan yang bermutu
tinggi;
b. bahwa agar pelayanan di Rumah Sakit Kasih Herlinadapat terlaksana
dengan baik, perlu adanya Peraturan Direktur tentang Kabijakan
pelayanan Rumah Sakit Kasih Herlina sebagai landasan bagi
penyelenggaraan seluruh pelayanan di Rumah Sakit Kasih Herlina;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam butir
a dan b, perlu adanya Peraturan Direktur Rumah Sakit Mardi Waluyo.

Mengingat 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang


Kesehatan.
2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang
Rumah Sakit.
3 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1438/Menkes/Per/IX/2010 tentang Standar Pelayanan Kesehatan.
4 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1691/Menkes/Per/VIII/2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit.
5 Surat Keputusan Pengurus Yayasan Kristen Untuk kesehatan Umum
(YAKKUM) Nomor 1487-PS / PENGANGKATAN DIR RSMW / III / 2011
tentang Pengangkatan Dr. Paran Bagionoto, Sp.B. sebagai Direktur
Rumah Sakit Kasih Herlina Yakkum di Lampung periode 2011-2016.

MEMUTUSKAN

Menetapkan :

Pertama : Kebijakan Pelayanan Rumah Sakit Kasih Herlinasebagaimana


tercantum dalam lampiran peraturan ini.

Ketiga : Pembinaan dan Pengawasan penyelenggaraan pelayanan Rumah Sakit


Kasih Herlinadilaksanakan oleh Direktur dan Manajemen Rumah Sakit
Kasih Herlina.
Keempat : Peraturan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dan apabila dikemudian
hari ternyata terdapat kekeliruan dalam penetapan ini, akan diadakan
perbaikan sebagaimana mestinya.

Ditetapan : Timika
Pada tanggal :
Direktur RS Kasih Herlina

dr. Leonard Pardede,SPOG(K)


Lampiran
Peraturan Direktur RS Kasih Herlina
Nomor :...............................
Tanggal :..................................

KEBIJAKAN PELAYANAN
RUMAH SAKIT KASIH HERLINA

1. Pelayanan Unit :
 Pelayanan Unit Gawat Darurat, Rawat Inap, rawat Intensif, dan Laboratorium
dilaksanakan dalam 24 jam.
 Pelayanan Rawat jalan dilaksanakan dalam jam kerja. Pelayanan diluar jam
kerja sesuai dengan jadwal praktek dokter yang bersangkutan.
 Pelayanan kamar operasi dilaksanakan dalam jam kerja, dan dilanjutkan
dengan system on call.
 Pelayanan harus selalu berorientasi pada peningkatan mutu dan keselamatan
pasien.
 Seluruh staf Rumah Sakit harus harus bekerja sesuai dengan standar profesi,
pedoman/panduan dan standar prosedur operasional yang berlaku, serta
sesuai dengan etika profesi, etika Rumah Sakit dan etika yang berlaku.
 Seluruh staf Rumah Sakit dalam melakukan pekerjaanya wajib selalu sesuai
dengan ketentuan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3), termasuk dalam
penggunaan Alat Pelindung Diri (APD).

2. Skrining dan Triase :


 Skrining dilakukan pada kontak petama untuk menetapakan apakah pasien
dapat dilayani oleh Rumah sakit.
 Skrining dilaksanakan melalui kriteria triase, visual atau pengamatan,
pemeriksaan fisik, psikologik, laboratorium klinik dan diagnostik imajing
sebelumnya.
 Kebutuhan darurat, mendesak atau segera diidentifikasi sesuai dengan
proses triase berbasis bukti untuk memprioritaskan pasien dengan
kebutuhan emergensi.
3. Identifikasi Pasien :
 Setiap pasien yang masuk rawat inap harus di pasangkan gelang idntitas
pasien.
 Pasien selalu diidentifikasi sebelum pemberian obat, sebelum transfuse darah
atau produk lainya, sebelum pengambilan darah dan specimen lain unruk
pemeriksaan laboratorium klinis, sebelum pemeriksaan radiologi serta
sebelum dilakukan tindakan.

4. Transfer Pasien :
 Transfer dilaksanakan sesuai kriteria yang telah ditetapkan.
 Pasien yang ditransfer harus dilakukan atabilisasi terlebih dahulu sebelum
dipindahkan.

5. Transfer Keluar Rumah Sakit / Rujukan :


 Dilakukan stabilisasi terlebih dahulu sebeluk dirujuk
 Rujukan di rumah sakit ditujukan kepada individu secara spesifik
 Merujuk berdasarkan atas kondisi kesehatan dan kebutuhan akan pelayanan
berkelanjutan.
 Rujukan menunjuk siapa yang bertanggung jawab selama proses rujukan
serta perbekalan dan peralatan apa yang dibutuhkan selama trasnportasi.
 Kerjasama yang resmi atau tidak resmi dibuat dengan rumah sakit penerima.
 Proses rujukan didokumentasikan dalam rekam medis pasien.

6. Penundaan Pelayanan :
 Memperhatikan keadaan klinis pada waktu menunggu atau penundaan untuk
pelayanan diagnostik atau pengobatan
 Memberikan informasi apa bila akan terjadi penundaan pelayanan atau
pengobatan.
 Member informasi alasan penundaan atau menunggu dan memberikan
informasi tentang alternatif yang tersedia sesuai dengan keperluan klinik
mereka.
7. Pemulangan Pasien :
 DPJP yang bertanggung jawab atas pelayanan pasien tersebut, harus
menentukan kesiapan pasien untuk dipulangkan.
 Keluarga pasien dilibatkan dalam perencanaan proses pemulangan yang
terbaik atau sesuai kebutuhan pasien.
 Rencana pemulangan pasien meliputi kebutuhan pelayanan penunjang dan
kelanjutan pelayanan medis.
 Identifikasi organisasi dan individu penyedia pelayanan kesehatan
dilingkunganya yang sangat berhubungan dengan pelayanan yang ada di
Rumah Sakit serta populasi pasien.
 Resume pasien pulang dibuat oleh DPJP sebelum pasien pulang.
 Resume berisi pula instruksi untuk tindak lanjut.
 Salinan resume pasien pulang didokumentasikan dalam rekam medis.
 Selain resume pasien pulang diberikan kepada praktisi kesehatan perujuk.

8. Transportasi :
 Transportasi milik Rumah Sakit harus sesuai dengan hukum dan peraturan
yang berlaku berkenaan dengan pengoperasian, kondisi dan pemeliharaan.
 Transportasi disediakan atau diatur sesuai dengan kebutuhan dan kondisi
pasien.
 Semua kendaraan yang dipergunakan untuk transportasi, baik kontrak
maupun milik Rumah Sakit, dilengkapi dengan peralatan yang memadai,
perbekalan dan medikamentosa sesuai dengan kebutuhan pasien yang
dibawa.

9. Hak Pasien dan Keluarga :


 Menghormati kebutuhan privasi pasien.
 Melindungi barang milik pasien dari pencurian atau kehilangan.
 Melindungi dari kekerasan fisik.
 Anak-anak, individu yang cacat, lanjut usia dan lainya yang beresiko,
mendapatkan perlindungan yang layak.
 Membantu mencari second opinion dan kompromi dalam pelayanan didalam
maupun diluar Rumah Sakit.
 Pernyataan persetujuan (Informed Consent) dari pasien didapat melaui suatu
proses yang ditetapkan Rumah Sakit dan dilaksanakan oleh staf yang terlatih,
dalam bahasa yang mudah dipahami pasien.
 Informed Consent diperoleh sebelum operasi, anestesi, penggunaan darah atau
produk darah dan tindakan serta pengobatan yang beresiko tinggi.

10. Penolakan Pelayanan dan Pengobatan :


 Memberitahukan hak pasien dan keluarga untuk menolak atau tidak melanjutkan
pengobatan.
 Memberitahukan tentang konsekuensi, tanggungjawab berkaitan dengan
keputusan tersebut dan tersedianya alternatif pelayanan dan pengobatan.
 Memberitahukan pasien dan keluarganya tentang menghormati keinginan dan
pilihan pasien untuk menolak pelayanan resusitasi atau menghentikan
pengobatan bantuan hidup dasar (Do Not Resuscitate).

11. Pelayanan Pasien tahap Terminal :


 Mendukung hak pasien untuk mendapatkan pelayanan yang penuh hormat dan
kasih saying pada akhir kehidupanya.
 Perhatian terhadap kenyamanan dan martabat pasien mengarahkan semua
aspek pelayanan pada tahap akhir kehidupan.
 Semua staf harus menyadari kebutuhan unik pasien pada akhir kehidupanya
yaitu meliputi pengobatan terhadap gejala primer dan sekunder, manajemen
nyeri, respon terhadap aspek psikologis, social, emosional, agama dan budaya
pasien dan keluarganya serta keterlibatanya dalam keputusan pelayanan.

12. Asesmen Pasien :


 Semua pasien yang dilayani Rumah Sakit harus harus diidentifikasi kebutuhan
pelayananya melalui suatu proses asesmen yang baku.
 Asesmen awal setiap pasien meliputi evaluasi faktor fisik, psikologis, social dan
ekomomi, termasuk pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan.
 Hanya mereka yang kompeten sesuai perijijan dan undang-undang dan
peraturan yang berlaku dan sertifikat dapat melakukan asesmen.
 Asesmen awal medis dilaksanakan dalam 24 jam pertama sejak rawat inap atau
lebih dini/cepat sesuai kondisi pasien atau kebijakan Rumah Sakit.
 Asesmen awal keperawatan dilaksanakan dalam 24 jam pertama sejak dirawat
inap atau lebih cepat sesuai kondisi pasien atau kebijakan Rumah Sakit.
 Asesmen awal medis yang dilakukan sebelum psien dirawat inap, atau sebelum
tindakan pada rawat jalan di Rumah Sakit, tidak boleh lebih dari 7 hari, atau
riwayat medis telah diperbaharui dan pemeriksaan fisik telah diulangi.
 Untuk asesmen kurang dari 7 hari, setiap perubahan kondisi pasien yang
signifikan, sejak asesmen dicatat dalam rekam medis pasien pada saat masuk
rawat inap.
 Asesmen awal termasuk menetukan kebutuhan rencana pemulangan pasien
(discharge)
 Semua pasien dilakukan asesmen ulang pada interval tertentu atas dasar kondisi
pasien dan pengobatan untuk menetapkan respons terhadap pengobatan dan
untuk merencanakan pengobatan atau untuk pemulangan pasien.
 Data dan informasi asesmen pasien dianalisis dan diintegrasikan.

13. Manajemen Obat :


 Elektrolit konsentrat tidak berada di unit pelayanan pasien kecuali bila
dibutuhkan secara klinis dan tindakan diambil untuk mencegah pemberian yang
tidak sengaja di area tersebut, bila diperkenankan kebijakan.
 Elektrolit konsentrat yang disimpan diunit pelayanan pasien diberi label yang
jelas dan disimpan dengan cara yang membatasi akses (restrict access).

14. Manajemen Nutrisi :


 Pasien diskrining untuk status gizi.
 Respon pasien terhadap terapi gizi di monitor.
 Makanan disiapkan dan disimpan dengan cara mengurangi resiko kontamisasi
dan pembusukan.
 Produk nutrisi enteral disimpan sesuai rekomendasi pabrik.
 Distribusi makanan secara tepat waktu, dan memenuhi permintaan khusus.

15. Manajemen Nyeri :


 Semua pasien rawat inap dan rawat jalan diskrining untuk rasa sakit dan
dilakukan asesmen apabila ada rasa nyerinya.
 Pasien dibantu dalam pengelolaan rasa nyeri secara efektif.
 Menyediakan pengelolaan nyeri sesuai pedoman dan protocol.
 Komunikasi dengan dan mendidik pasien dan keluarga tentang pengelolaan nyeri
dan gejala dalam konteks pribadi, budaya dan kepercayaan agama masing-
masing.

16. Surgical Safety Checklist :


 Digunakan suatu tanda yang segera dikenali untuk diidentifikasi lokasi operasi
dan melibatkan pasien dalam proses penandaan/pemberi tanda.
 Menggunakan suatu checklist untuk melakukan verifikasi praoperasi tepat lokasi,
tepat prosedur, tepat pasien dan semau dokumen serta peralatan yang
diperlukan tersedia, tepat.benar dan fungsional.
 Tim opersi yang lengkap menerapkan dan mencatat / mendokumentasikan
prosedur “sebelum insisi / time out” tepat sebelum dimulainya suatu prosedur /
tindakan pembedahan.

17. Hand Hygiene :


 Mengadaptasi pedoman hand hygiene terbaru yang diterbitkan dan sudah
diterima secara umum (antara lain dari WHO Patient Safety).
 Menerapkan program hand hygiene secara efektif.

18. Resiko Jatuh :


 Penerapan asesmen awal resiko pasien jatuh dan melakukan asesmen ulang
terhadap pasien bila diindikasikan terjadi perubahan kondisi atau pengobatan.
 Langkah-langkah diterapkan untuk mengurangi resiko jatuh bagi mereka yang
pada hasil asesmen dianggap beresiko.
 Langkah-langkah dimonitor hasilnya, baik tentang keberhasilan pengurangan
cidera akibat jatuh maupun dampak yang berkaitan secara tidak disengaja.
19. Komunikasi Efektif :
 Perintah lisan dan yang melalui telepon ataupun hasil pemeriksaan dituliskan
secara lengkap oleh penerima perintah atau hasil pemeriksaan tersebut.
 Perintah lisan dan yang melalui telepon ataupun hasil pemeriksaan dibacakan
kembali oleh penerima perintah atau hasil pemeriksaan tersebut.
 Perintah atau hasil pemeriksaan dikonfirmasi oleh individu yang memberi
perintah atau hasil pemeriksaan tersebut.

20. Manajemen di Unit / Bagian :


 Semua petugas intalasi / bagian harus memiliki izin sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.
 Penyediaan tenaga harus mengacu pada pola ketenagaan.
 Melaksanakan koordinasi dan evaluasi wajib dilaksanakan rapat rutin minimal
satu bulan sekali.
 Setiap bulan wajib membuat laporan.

21. Peralatan diUnit / bagian harus selalu dilakukan pemeliharaan dan kaliberasi sesuai
dengan ketentuan yang berlaku, untuk menjamin semua sediaan peralatan tetap
dalam yang baik.

22. Dalam melaksanakan tugasnya setiap petugas wajib mematuhi ketentuan dalam K3
(Keselamatan dan Kesehatan Kerja).

Metro, Februari 2014


Direktur RS Kasih Herlina

dr. Leonard Pardede,SPOG(K)

Anda mungkin juga menyukai