KURIKULUM (2013)
Syafiq Muhammad (51422007)
Universitas Nadhatul Ulama Sidoarjo, Indonesia
Email: tajudinhanif2@gmail.com
ABSTRAK
Artikel ini bertujuan untuk mencari aspek-aspek emotional spiritual quotient (ESQ) dalam
pembelajaran PAI kurikulum 2013 dan relevansinya terhadap pendidikan Islam masa kini.
Dengan pendekatan kualitatif, artikel ini menemukan bahwa aspek-aspek emotional spiritual
quotient (ESQ) dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam Kurikulum 2013 meliputi
keimanan dan ketakwaan, akhlak mulia, jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli (gotong royong,
kerjasama, toleran, damai), santun, responsif dan pro-aktif percaya diri dalam berinteraksi
dengan keluarga, teman, guru, lingkungan dan masyarakat. Adapun relevansi hasil temuan ini
dengan fenomena pendidikan saat ini dapat disimpulkan bahwa dalam dunia pendidikan masa
kini memerlukan sistem pembelajaran yang lebih memprioritaskan keseimbangan antara
kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual.
PENDAHULUAN
Pendidikan, dalam arti umum mencakup segala usaha dan perbuatan dari
generasi tua untuk mengalihkan pengalamannya, pengetahuannya,
kecakapannya serta keterampilannya kepada generasi muda untuk
memungkinnya melakukan fungsi hidupnya dalam pergaulan bersama, dengan
sebaik-baiknya (Ali, 1993, p. 8) Pendidikan dalam Islam, antara lain berusaha untuk mengembangkan
alat-alat potensial dari manusia tersebut seoptimal mungkin untuk dapat
difungsikan sebagai sarana bagi pemecahan masalah-masalah hidup dan
kehidupan, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta budaya
manusia, dan pengembangan sikap iman dan takwa kepada Allah Swt
(Muhaemin, 2004, p. 16).
Pengertian pendidikan bahkan lebih diperluas cakupannya sebagai aktivitas dan fenomena. Pendidikan
sebagai aktivitas berarti upaya yang secara sadar dirancang untuk membantu seseorang atau
sekelompok orang dalam
mengembangkan pandangan hidup (bagaimana orang akan menjalani dan
memanfaatkan hidup dalam kehidupannya), sikap hidup, dan keterampilan
hidup, baik yang bersifat manual (petunjuk praktis) maupun mental dan sosial.
Sedangkan pendidikan sebagai fenomena adalah peristiwa perjumpaan antara
dua orang atau lebih yang dampaknya ialah berkembangnya suatu pandangan
hidup, sikap hidup atau keterampilan hidup pada salah satu atau beberapa
pihak (Muhaemin, 2004, p. 37).
Kata emosi berasal dari bahasa latin, yaitu emovere, yang berarti bergerak
menjauh. Arti kata ini menyiratkan bahwa kecenderungan bertindak
merupakan hal mutlak dalam emosi. Menurut Daniel Goleman emosi merujuk
pada suatu perasaan dan pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan
psikologis dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak (Goleman, 2007,
p. 411). Emosi pada dasarnya adalah dorongan untuk bertindak. Biasanya
emosi merupakan reaksi terhadap rangsangan dari luar dan dalam diri individu.
Sebagai contoh emosi gembira mendorong perubahan suasana hati seseorang,
sehingga secara fisiologi terlihat tertawa, emosi sedih mendorong seseorang
berperilaku menangis. Emosi berkaitan dengan perubahan fisiologis dan
berbagai pikiran. Jadi, emosi merupakan salah satu aspek penting dalam
kehidupan manusia, karena emosi dapat merupakan motivator perilaku dalam
arti meningkatkan, tapi juga dapat mengganggu perilaku intensional manusia
(Prawira, 2012)
Ciri kelima, “mampu standing against the crow (menentang arus)”. Salah
satu ciri manusia modern adalah kecenderungannya mengikti trend, budaya
dan gaya hidup modern. Perkembangan arus informasi yang sarat dengan
budaya Barat, baik melalui media elektronika seperti TV, komputer, internet,
maupun media cetak seperti surat kabar, jurnal, majalah dan sebagainya telah
mempengaruhi manusia modern di manapun mereka berada. Dengan arus
informasi ini kebanyakan orang dengan mudah terpengaruh terhadap trend-
trend budaya yang disiarkan. Tetapi orang yang cerdas secara spiritual bukanlah
orang yang mudah terpengaruh dengan arus informasi dan trend kebanyakan
orang.
Ciri keenam, “merasa bahwa alam semesta ini adalah sebuah kesatuan”,
orang yang cerdas secara spiritual mengganggap bahwa ada keterkaitan antara
sama-sama lainnya. Kalau dia menyakiti orang lain, nanti akibatnya pada
dirinya juga, di mana terjadi polusi yang tak terhindarkan. Kalau ia berpribadi
kasar terhadap murid-muridnya, maka ia dan anaknya akan dikasari orang lain
juga. Jadi orang yang spiritually intelligent memiliki kecerdasan seperti ini,
sehingga ia tidak melakukan sesuatu apapun kecuali perlakuan yang
menyenangkan dan membahagiakan orang lain.
Ciri kecerdasan spiritual yang ketujuh, “orang yang memperlakukan
agama secara spiritually intelligent”. Orang yang cerdas secara spiritual tidak
mesti orang beragama, tetapi orang yang tidak beragamapun kadang-kadang
memiliki kecerdasan spiritual. Orang-orang yang keberagamaannya cerdas
secara spiritual akan selalu menjalankan tradisi agamanya dengan setia, tetapi
juga juga ia idak akan merasa bahwa agamanyalah yang paling benar. Dia tidak
ekstrim atau fanatik terhadap agamanya, sehingga berani menyalahkan agama
atau aliran orang lain. Agamawan yang cerdas secara spiritual senantiasa
mengetahui bahwa jalan menuju Tuhan itu bermacam-macam. Karena inti
dari keberagamaan itu sendiri adalah cinta; dan bahwa yang ia lakukan
hanyalah tradisi yang diyakini paling cocok, tapi ia juga mengakui
keberagamaan orang lain.
Kecerdasan spiritual memiliki beragam keistimewaan dibanding dengan
kecerdasan lainnya (intellectual dan emotional quotient). Di antara kelebihan
kecerdasan spiritual adalah; terletak pada segi prenial, hubungan dan fungsi
atau kegunaannya. Kecerdasan spiritual mampu mengungkap segi prenial (yang
abadi, asasi spiritual dan fitrah). Kecerdasan spiritual mampu mengenal hal-hal
yang bersifat immaterial dan sisi-sisi hakikat manusia. Berbeda dengan
kecerdasan intelektual dan emosional yang hanya mampu mengenal persoalan
empiris dan diverifikasi ilmiah, kecerdasan spiritual bahkan mampu memenuhi dan mengenal persoalan
abstrak, gaib dan misteri kematian sekalipun.
Kecerdasan spiritual bukan hanya bersifat temporer dan dinamis seperti halnya
kecerdasan intelektual dan emosional tetapi juga bersifat abadi dan absolut. Di
sinilah kelebihan kecerdasan spiritual seperti yang disinyalir oleh Danah Zohar
dan Ian Marshall dalam bukunya Spiritual Inteligent, yakni bahwa kedudukan
kecerdasan spiritual merupakan sebagai sentral utama dari kecerdasan-
kecerdasan lainnya (Zohar, 2002, p. 6).
Kecerdasan spiritual memiliki kemampuan untuk melahirkan kesehatan
mental manusia. Dalam kehidupan modern, ketika manusia mengalami
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang ditandai dengan kemajuan
alat transportasi, komunikasi dan informasi global, manusia dihadapkan
kepada beragam krisis spiritual. Kemajuan intelektual yang bewujud ilmu
pengetahun dan tekhnologi, yang tidak dibarengi dengan kemajuan emosional
dan spiritual lebih menyebabkan lahirnya distorsi-distorsi nilai-nilai
kemanusiaan. Kemajuan intelektual yang didak dibarengi dengan emosional
dan spiritual akan menyebabkan ketidak mampuan manusia dalam mengarungi
samudra atau hutan peradaban modern. Bahkan ketidak seimbangan antara
intelektuan, emosional dan spiritual itu juga menyebabkan manusia modern
mengalami kemiskinan spiritual yang ditandai dengan meningkatnya budaya
egoisme, materialisme, dan hedonism.
Modernitas dengan segala kemajuan simbolitasnya lebih menyebabkan
menggejalanya kekosongan dan kerapuhan jiwa manusia. Ketidak berdayaan
manusia bermain dalam pentas peradaban modern yang terus melaju tanpa
dapat dihentika itu lebih menyebabkan sebagian besar “manusia” terperangkap
dalam siatuasi yang menurut Psikolog Humanis terkenal, Rollo May dalam
(Mubarok, 2001, p. 17) disebut sebagai “manusia dalam kerangkeng”. Yakni
manusia yang sudah kehilangan makna, manusia kosong, The Hollow Man.
Tipe manusia yang selalu resah setiap kali mengambil keputusan, tidak tahu
apa yang diinginkan, dan tidak mempu memilih jalan hidup yang diinginkan.
Manusia seperti ini mengidap gejala keterasingan, alienasi, yang disebabkan
oleh perubahan sosial yang cukup pesat, hubungan antar sesama yang gersang,
stabilitas siosial yang berubah menjadi mobilitas dan factor-faktor lainnya. Era
inilah yang menurut Elizabeth Lucas seperti yang dikutip Achmad Mubarok
dikategorikan sebagai era kebebasan (freedom) dalam hampir semua bidang
kehidupan.
Kata “ta’lim” berasal dari kata kerja “‘allama” yang berarti pengajaran.
Pendidikan dan pengajaran dalam bahasa Arabnya adalah “Tarbiyah wa
Ta’lim”. Dari segi bahasa, perbedaan arti dari kedua kata itu cukup jelas,
namun yang lebih banyak digunakan dalam Al-Qur’an, Hadis, atau pemakaian
sehari-hari adalah kata “ta’lim” daripada kata “tarbiyah”.
ۤ
ٰ ال اَ ۢ ْنبِـُٔوْ نِ ْي بِا َ ْس َم ۤا ِء ٰهُٓؤاَل ۤ ِء اِ ْن ُك ْنتُ ْم
َص ِدقِ ْين َ َوعَلَّ َم ٰا َد َم ااْل َ ْس َم ۤا َء ُكلَّهَا ثُ َّم ع ََر
َ َضهُ ْم َعلَى ْال َم ٰل ِٕى َك ِة فَق
Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian
mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman Sebutkanlah kepada-Ku
nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar. (QS. AL Baqarah Ayat 31)
ۤ
ٰ ضهُ ْم َعلَى ْال َم ٰل ِٕى َك ِة فَقَا َل اَ ۢ ْنبِـُٔوْ نِ ْي بِا َ ْس َم ۤا ِء ٰهُٓؤاَل ۤ ِء اِ ْن ُك ْنتُ ْم
َص ِدقِ ْين َ َو َعلَّ َم ٰا َد َم ااْل َ ْس َم ۤا َء ُكلَّهَا ثُ َّم َع َر
ك اَ ْنتَ ْال َعلِ ْي ُم ْال َح ِك ْي ُم
َ َّقَالُوْ ا ُسب ْٰحنَكَ اَل ِع ْل َم لَنَٓا اِاَّل َما َعلَّ ْمتَنَا ۗاِن
“Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian
mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku
nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!. Mereka
menjawab: "Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah
Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi
Maha Bijaksana”. (QS. Al-Baqarah (2) 31-32)
Dari ayat tersebut bisa dijelaskan bahwa: 1) Allah SWT telah bertindak
sebagai pendidik yang memberikan pelajaran kepada Nabi Adam. 2) Karena
Malaikat tidak menerima pelajaran sebagaimana yang diterima Adam, maka ia
tidak dapat menyebutkan isi pelajaran yang diberikan kepada Adam. 3) Allah
meminta Nabi Adam agar mendemonstrasikan pelajaran yang diterimanya di
hadapan para malaikat. 4) Mengisyaratkan perlunya penilaian dilakukan secara sistematis,
konsisten dan sesuai dengan materi yang telah diajarkan pada proses
pembelajaran.
Dalam review Keputusan Menteri Agama Nomor 165 tahun 2014
dijelaskan bahwa Standar Penilaian sebagai salah satu Standar Nasional
Pendidikan yang bertujuan untuk menjamin: 1) perencanaan penilaian peserta
didik sesuai dengan kompetensi yang akan dicapai dan berdasarkan prinsip-
prinsip penilaian; 2) pelaksanaan penilaian peserta didik secara profesional,
terbuka, edukatif, efektif, efisien, dan sesuai dengan konteks sosial budaya; dan
3) pelaporan hasil penilaian peserta didik secara objektif, akuntabel, dan
informatif. Adapun secara prinsip, untuk memperoleh hasil umum evaluasi
yang baik, maka kegiatan penilaian (evaluasi) harus bertumpu pada prinsip
umum yang meliputi 1) Kontinuitas, 2) komprehensif, 3) Adil dan objektif, 4)
Kooperatif dan 5) Praktis (Daryanto & Amirono, 2016, pp. 15–16).
Metode:
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif.
Sementara itu, metode yang digunakan adalah metode penelitian kepustakaan.
Penelitian ini membatasi hanya pada kajian pustaka semata. Paling tidak ada
tiga alasan kenapa melakukan hal ini. Pertama, karena persoalan penelitian
tersebut hanya bisa dijawab lewat penelitian pustaka dan tidak bisa
mengharapkan datanya dari penelitian lapangan. Kedua, studi pustaka ini
diperlukan sebagai satu tahap tersendiri yaitu studi pendahuluan untuk
memahami gejala baru yang terjadi dalam dunia pendidikan Islam. Ketiga, data
pustaka tetap andal untuk menjawab persoalan penelitian ini.
Penelitian ini adalah penelitian (library research) yang berusaha mengkaji
dan menganalisis pemikiran Ary Ginanjar Agustian tentang Kecerdasan
Emotional Dan Spiritual Quotient (ESQ) Dalam Proses Pembelajaran
Pendidikan Agama Islam. Menurut Sutrisno Hadi adalah suatu riset
kepustakaan atau penelitian kualitatif murni (Sukardi, 2003:9) pada penelitian
ini dilakukan kajian mendalam berupa historis, metodologis, analisis kritis atas
buku-buku yang terkait dengan muatan Kurikulum 2013 Pendidikan Agama
Islam. Penelitian juga dilakukan atas buku-buku lain sebagai studi komparatif
dan perbandingan pemikiran yang berhubungan dengan judul.
Menurut jenis dan pengolahan datanya, penelitian ini termasuk
penelitian kualitatif. Melalui penelitian kualitatif, penelitian terhadap
pemikiran dan konsep akan dapat terjangkau berbagai makna dan fenomena
yang lebih substantif dan mendalam mengenai konsep atau ide-ide. Metode
analisis yang dipakai adalah deskriptif.
Metode deskriptif dimaksudkan bahwa pemikiran tentang implementasi
kurikulum 2013 Pandidikan Agama Islam diuraikan kembali, ditelaah dan
dipahami perkembangannya untuk dikaji lebih mendalam. Metode deskriptif di
sini berfungsi bukan hanya untuk memaparkan konsep kurikulum yang
didalamnya memuat konsep pembelajaran Pendidikan Agama Islam, tetapi
juga membuat klasifikasi dan kategorisasi dengan mengelompokkan menjadi
data dan bisa dimasukkan pada Emotional Quotient (EQ) dan Spiritual
Quotient (SQ) dan efektifitas dari metode yang digunakan dalam penerapan
aspek-aspek Emotional Spiritual Quotient (ESQ) dalam proses pembelajaran
Pendidikan Agama Islam Kurikulum 2013.
Data yang akan dikumpulkan dalam artikel ini atas dasar sumber primer,
data sekunder dan data pendukung (Moleong, 2010, p. 171). Data primer
adalah data yang secara langsung diambil dari objek penelitian oleh peneliti
baik secara perorangan maupun organisasi dari sumber utama (Suryabrata,
2014, p. 26). Data primer dalam penelitian ini adalah Emotional Intelligence
karya Daniel Goleman; SQ: Memanfaatkan Kecerdasan Spiritual Dalam Berfikir
Integralistik dan Holistik Untuk Memaknai Kehidupan karya Danah Zohar dan
Ian Marshal; dan Pengembangan Dan Implementasi Kurikulum 2013 karya Mulyasa. Selain
sumber primer tersebut sumber data skunder juga digunakan,
yakni karya orang lain/penulis lain mengenai Emotional Spiritual Quotient
(ESQ), pembelajaran Kurikulum 2013 Pendidikan Agama Islam.
Sedangkan yang dimaksud dengan data skunder adalah data yang
didapat secara langsung dari objek penelitian, biasanya berupa dokumen
(Suryabrata, 2014, p. 39). Dalam penelitian ini yang menjadi data skunder
adalah karya-karya atau buku-buku penunjang yang berkaitan dengan ESQ
yaitu buku tentang Intelligent Qoutinent (IQ), Emotional Quotient (EQ) dan
Spiritual Quotient (SQ) dengan tujuan untuk mempermudah dan memperkuat
isi tulisan dalam artikel ini. Pentingnya sumber skunder dalam penelitian ini
adalah untuk menganalisis lebih mendalam tentang peranan ESQ dalam
pembelajaran Pendidikan Agama Islam.
Mengingat penelitian ini termasuk studi kepustakaan atau library reseach,
maka sebagian besar tugas peneliti adalah mencari bahan-bahan di
perpustakaan, mencari dan menyurat dari bermacam-macam bahan tertulis
yang berhubungan dengan permasalahan yang hendak diteliti (Sukardi, 2005,
p. 34). Pada penelitian ini dilakukan dengan cara membaca, menelaah dan
memahami beberapa sumber antara lain: buku-buku, karya ilmiah, jurnal, dan
sumber lainnya, dengan tujuan mempermudah memperoleh data.
Adapun teknik analisis data yang digunakan adalah content analysis yaitu
analisis ilmiah tentang isi pesan dalam sebuah karya, yakni menganalisis dan
menterjemahkan apa yang telah disampaikan oleh pakar, baik melalui tulisan
atau pesan yang berkenaan dengan apa yang dikaji. Dalam upaya menampilkan
analisis ini harus memenuhi tiga kriteria, obyektif, pendekatan sistematis
generalisasi, dan analisis harus berlandaskan aturan yang dirumuskan secara
eksplisit. Analisis isi dapat dipergunakan jika memiliki syarat berikut. (1) Data
yang tersedia sebagian besar terdiri dari bahan-bahan yang terdokumentasi
(buku, surat kabar, pita rekaman, naskah/manuscrip). (2) Ada keterangan
pelengkap atau kerangka teori tertentu yang enerapkan tentang dan sebagai
metode pendekatan terhadap data tersebut. (3) Peneliti memiliki kemampuan
teknis untuk mengolah bahan-bahan/data-data yang dikumpulkannya karena
sebagian dokumentasi tersebut bersifat sangat khas/spesifik (Pawito, 2008, p.
293)
Sumber data yang dapat digunakan dalam analisis isi punberagam. Pada
prinsipnya, apapun yang tertulis dapat dijadikan sebagai data dan dapat diteliti
dalam analisis isi. Analisis isi memiliki prosedur yang spesifik, yang agak
berbeda dengan metode penelitian yang lain. Beberapa prosedur analisis isi
yang biasa dilakukan adalah sebagai berikut; (1) perumusan masalah: analisis isi
dimulai dengan rumusan masalah penelitian yang spesifik, misalnya bagaimana
kualitas pemberitaan surat kabar di indonesia; (2) pemilihan media (sumber data): peneliti
harus menentukan sumber data yang relevan dengan masalah
penelitian. suatu observasi yang mendalam terhadap perpustakaan dan berbagai
media massa seringkali dakan membantu penentuan sumber data yang relevan.
penentuan periode waktu dan jumlah media yang diteliti (sample), bila
jumlahnya berlebihan, juga penting untuk ditentukan pada tahap ini; (3)
definisi operasional: definisi operasional ini berkaitan dengan unis analisis.
penentuan unit analisis dilakukan berdasarkan topik atau masalah riset yang
telah ditentukan sebelumnya; (4) penyusunan kode dan mengecek reliabilitas:
kode dilakukan untuk mengenali ciri-ciri utama kategori. idealnya, dua atau
lebih coder sebaikya meneliti secara terpisah dan reliabilitasnya dicek dengan
cara membandingkan satu demi satu kategori; (5) analisis Data dan
Penyusunan Laporan: Data kualitatif yang diperoleh dengan analisis isi dapat
dianalisis dengan deskriptif yang baku. Penulisan laporan dapat menggunakan
format akademis yang cenderung baku dan menggunakan prosedur yang ketat
atau dengan teknik pelapora populer versi media massa atau buku. Data
dianalisis juga dalam bentuk Coding Sheets (Pawito, 2008, p. 295)
Dalam penelitian ini, yang diungkap dengan analisisnya adalah tentang
makna data yang akan dibahas lebih rinci dalam pengumpulan data. Analisis
data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikan ke dalam suatu
pola, kategori dan satuan uraian dasar atau menyusun dan menginterpretasikan
data yang sudah didapat, menganalisa data merupakan bagian yang sangat
penting, karena pada bagian inilah data dapat memberikan arti dan makna
untuk memecahkan masalah. Maka untuk mengumpulkan data dan analisis
dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut: (1) Mengkaji kemudian
menganalisis konsep Emotional Quotient (EQ) dan Spiritual Quotient (SQ)
serta mengaitkannya dengan metode content analisis. (2) Mengkaji dan
menganalisis Emotional Spiritual Quotient (ESQ) yang ditanamkan dalam
proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam Kurikulum 2013. (3)
Melakukan analisis terhadap konsep pembelajaran berbasis Emotional Spiritual
Quotient (ESQ) dan penerapannya dalam standar isi kurikulum 2013 yang
memuat kompetensi Spiritual dan Sosial. Dari analisis ini akan diketahui
implementasi Emotional Spiritual Quotient (ESQ) dalam proses pembelajaran
Pendidikan Agama Islam.
Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan di atas, maka ada dua hal yang menjadi tujuan
penelitian ini yaitu aspek-aspek Emotional Spiritual Quotient (ESQ) dalam
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Kurikulum 2013 dan relevansinya
dalam dunia pendidikan masa kini. Berikut kesimpulan dari penelitian ini;
Pertama, aspek-aspek Emotional Spiritual Quotient (ESQ) dalam pembelajaran
Pendidikan Agama Islam Kurikulum 2013 meliputi keimanan dan ketakwaan,
akhlak mulia, jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli (gotong royong,
kerjasama, toleran, damai), santun, responsif dan pro-aktif percaya diri dalam
berinteraksi dengan keluarga, teman, guru, lingkungan dan masyarakat.
Namun diantara beberapa aspek ESQ yang sangat signifikan pengaruhnya
dalam pembelajaran dan penilaian adalah sikap jujur. Kejujuran menjadi
penentu integritas pendidikan sekaligus menjadi penjamin mutu pendidikan.
Kecerdasan emosional juga mengajarkan tentang integritas kejujuran
komitmen, visi, kreatifitas, ketahanan mental kebijaksanaan dan penguasaan.