TUJUAN PENDIDIKAN
Menurut Anshory & Utami (2018) Pendidikan dianggap sebagai alat untuk
pembangunan seluruh negara. Pendidikan akan dapat menyediakan tenaga kerja
yang terampil sesuai dengan bidangnya. Pendidikan menawarkan reformasi
dengan mengajarkan generasi baru tujuan yang dicapai oleh seluruh masyarakat
dan sarana untuk mencapainya. (Astuti, W. 2017).
Berdasarkan Jurnal Astuti, W. (2017). Ahmadi (2014) menjelaskan bahwa
tujuan pendidikan menurut beberapa tokoh pendidikan aliran perenialisme adalah
:
1) Plato
Tujuan pendidikan yaitu membina pemimpin yang sadr dengan asas
normatif dan melaksanakannya dalam semua aspek kehidupan.
2) Aristoteles
Tujuan Pendidikan yaitu membentuk kebiasaan pada tingkat pendidikan
usia muda dalam menanamkan kesadaran menurut aturan moral.
3) Thomas Aquinas
Pendidikan bertujuan menuntun kemampuan-kemampuan yang masih
pasif menjadi aktif tergantung pada kesadaran individu.
Tujuan pelatihan adalah komponen Pendidikan, yang menempati
tempat yang sangat penting. Karena semua bagian dari Pendidikan hanya
digunakan untuk mencapai tujuan Pendidikan. Tujuan pendidikan
merupakan batasan yang harus diikuti oleh peserta didik. Meskipun
sifatnya wajib, tujuan pendidikan diterima oleh masyarakat dan tidak
menyimpang dari perkembangan anak didik. Setiap tenaga kependidikan
harus memahami tujuan Pendidikan. Pelaku Pendidikan yang tidak
memahami tujuan Pendidikan mempengaruhi terjadinya kesalahan dalam
penyelenggaraan Pendidikan, sehingga kebutuhan masyarakat yang
diinginkan tidak terpenuhi melalui proses Pendidikan tersebut. Tujuan
Pendidikan nasional Indonesia tertuang dalam UU No.20 tahun 2003
tentang Pendidikan Nasional, yaitu:
“ Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembannya potensi peserta didik afar menjadi manusia yang
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu. Cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis, serta bertanggung jawab.” Astuti, W. (2017).
Agar tidak terjadi kesenjangan dalam menerapkan tujuan
pendidikan nasional yang masih bersifat umum dan abstrak, maka
perlu dibentuk hirarki tujuan pendidikan. Sutirna (2015) menjelaskan
bahwa hirarki tujuan pendidikan di Indonesia yaitu:
1) Tujuan Pendidikan Nasional,
2) Tujuan institusional,
3) Tujuan kurikuler
4) Tujuan instruksional.
Tujuan Pendidikan adalah mengkristalkan nilai-nilai yang
terkandung dalam kepribadian peserta didik, untuk diintegrasikan
dalam model kepribadian dan kehidupan yang ideal dan utuh,
berdasarkan keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Tujuan Pendidikan mencakup beberapa dimensi yang berharga,
filosofis, psikologis, sosiologis, pribadi dan budaya. Pendidikan
bertujuan untuk mengembangkan seseorang untuk mengintegrasikan
kualitas pribadi, moral dan akhlak mulia, dan sumber daya manusia
yang berkepribadian tinggi, pengetahuan dan keterampilan profesional
sehingga pada akhirnya meningkatkan kecerdasan emosional dan
spiritual orang sebagai subyek Pendidikan yang bersinergi dengan
kecerdasan intelektual. (Asfar, A.M.I.T, dkk. 2020).
MANFAAT DAN KEGUNAAN PENDIDIKAN
Pada hakikatnya, setiap manusia dalam hidupnya bersandar atau tidak
bersandar pada kegiatan refleksi pemikiran filosofis. Memang, setiap manusia
dengan tingkat daya pikirnya masing-masing, sepanjang hidupnya selalu berusaha
mencari arti kebahagiaan dan kualitas hidup yang baik, baik dalam hal kebutuhan
pribadi maupun kehidupan kehidupan sosial. (Astuti, W. 2017)
Untuk mencapai apa yang diinginkan masyarakat, termasuk perdamaian.
Dengan pendidikan maka perdamaian akan tumbuh dan berkembang pesat, yang
akan selalu bermuara pada moralitas, estetika dan ketenangan dalam diri
seseorang yang selalu berpegang pada aturan yang berlaku. Fungsi dan kegunaan
pendidikan adalah mempersiapkan peserta didik, yaitu peserta didik tidak siap
kodratnya, tetapi harus dipersiapkan dan dipersiapkan dirinya sendiri. (Astuti, W.
2017)
MAZHAB-MAZHAB DALAM FILSAFAT PENDIDIKAN
Brubacher dalam Suardi (2016) menjelaskan bahwa Filsafat pendidikan
dapat dibagi menjadi dua kelompok dasar, yaitu filsafat pendidikan progresif dan
filsafat pendidikan konservatif, Filsafat progresif didukung oleh filsafat
pragmatisme John Dewey dan romantic naturalisme J.J. Rousseau. Sementara itu,
filsafat pendidikan konservatif didasarkan pada filsafat idealisme, realisme,
humanisme (humanisme rasional), dan realisme supranaturalisme atau religius.
Dari filsafat tersebut muncul filosofi pendidikan esensialisme dan
prenialisme. Adapun mazhab-mazhab dalam filsafat pendidikan menurut Suardi
(2016) adalah :
1) Filsafat Pendidikan Idealisme
Filsafat idealisme melihat bahwa realitas tertinggi adalah ruh,
bukan material, bukan fisik.Parminedes, seorang filsuf dari Elea (Yunani
kuno) mengatakan bahwa “yang tidak dapat dipikirkan, tidak nyata”.
Seperti Plato. Seorang filsuf idealis klasik (Yunani kuno) menyatakan
bahwa "realitas tertinggi adalah dunia pikiran". Dunia roh adalah dunia
yang mutlak, tidak dapat diubah, asli dan abadi. Memang, realitas
pamungkas ini telah ada sejak awal jiwa manusia. Schupenhaur berkata:
"Dunia adalah roh yang memanifestasikan dirinya dari alam dengan
maksud agar roh menyadari dirinya sendiri". Roh dapat mengubah dirinya
menjadi ide atau pemikiran. Mereka mungkin mewakili idealisme
metafisik. Pengertian idealisme meliputi spiritualisme, rasionalisme, dan
supranaturalisme. Bagi kaum idealis, aktivitas mental itulah yang
tercermin dalam perilaku. Oleh karena itu, badan atau badan sebagai
materi merupakan alat jiwa atau ruh untuk mewujudkan tujuan, keinginan
dan dorongan jiwa manusia.
2) Filsafat Pendidikan Realisme
Realisme pada dasarnya adalah filsafat yang menyamakan realitas
dengan dualitas. Realisme berbeda dengan materialisme dan idealisme
yang monistik. Realisme percaya bahwa realitas terdiri dari dunia fisik dan
spiritual. Realisme adalah aliran filosofis yang mengambil berbagai
bentuk. Kneller membagi realisme menjadi dua bentuk, yaitu realisme
rasional dan realisme naturalistik. Realisme rasional terdiri dari realisme
klasik dan realisme religius. Realisme alam ilmiah mengikuti kelahiran
sains di Eropa pada abad ke-15 dan ke-17, yang dipelopori oleh Francis
Bacon, John Locke, Galileo, David Hume, dan John Stuart Mill. Realisme
ilmiah menegaskan bahwa manusia adalah organisme biologis dengan
sistem saraf yang kompleks dan bersifat sosial.
3) Filsafat Pendidikan Materialisme
Pemahaman terhadap filsafat tersebut menegaskan bahwa hakikat
realisme adalah material, bukan spiritual, bukan spiritual, atau
supranatural. Democritus adalah cikal bakal materialisme klasik, disebut
juga atomisme. Democritus dan para pengikutnya percaya bahwa segala
sesuatu terdiri dari bagian-bagian kecil yang tak terpisahkan yang disebut
atom. Cabang materialisme yang banyak mendapat perhatian saat ini dan
dijadikan landasan berpikir adalah positivisme. Menurut positivisme, jika
ada sesuatu, itu banyak. Kuantitas ini dapat diukur. Oleh karena itu, segala
sesuatu yang ada dapat diamati dan diukur. Sebaliknya, segala sesuatu
yang tidak ada tidak dapat diamati atau diukur secara ilmiah, artinya tidak
dapat dipelajari secara positif. Jadi disebut positivisme karena
menganggap bahwa apa yang dapat dipelajari orang hanya berdasarkan
fakta dan informasi yang nyata.
4) Filsafat Pendidikan Pragmatisme
Menurut filsafat ini, orang dapat mengetahui apa yang dialami
orang. Salah satu pendiri filosofi pragmatisme ini adalah John Dewey.
Menurut aliran filsafat ini, manusia dipandang sebagai makhluk fisik yang
merupakan hasil perkembangan, secara biologis, sosial dan psikologis
karena manusia berada dalam keadaan perkembangan yang konstan. Orang
hidup dalam keadaan menjadi (menjadi), terus-menerus "berjalan".
Manusia pada dasarnya elastis, yang bisa berubah. Anak-anak adalah
organisme yang selalu aktif.
5) Filsafat Pendidikan Eksistensialisme
Eksistensialisme adalah filsafat yang melihat semua fenomena
muncul dari keberadaan. Keberadaan adalah cara orang ada di dunia. Cara
mengada berbeda dengan cara mengada benda-benda material.
Keberadaan benda-benda material didasarkan pada kesadaran diri. Selain
itu, tidak ada komunikasi antara satu sama lain. Tidak demikian halnya
dengan keberadaan manusia. Seseorang bersama orang lain. objek material
sama pentingnya ketika ada orang.
6) Filsafat Pendidikan Prenialisme
Progresivisme bukanlah filsafat atau aliran soliter, tetapi sebuah
gerakan dan asosiasi yang didirikan pada tahun 1918. Gerakan progresif
dikenal luas karena reaksinya terhadap formalisme dan sekolah tradisional
yang membosankan yang menekankan disiplin keras, pembelajaran pasif
dan banyak hal kecil yang tidak berguna dalam kehidupan. .Orang yang
progresif merasa hidupnya berkembang ke arah yang positif dan
memimpin umat manusia. , muda dan tua, baik dan amanah untuk
bertindak sesuai dengan kepentingannya sendiri. Dalam hal ini, guru
progresif memberikan kebebasan kepada siswa dalam menentukan
pengalaman sekolahnya.
7) Filsafat Pendidikan Prenialisme
Prenealisme muncul sebagai reaksi terhadap pendidikan progresif.
Prenealisme bertentangan dengan pandangan progresivisme yang
menekankan pada perubahan dan kebaruan. Prenealisme melihat situasi
dunia saat ini penuh dengan kekacauan, ketidakpastian, ketidakadilan dan
kekacauan, terutama dalam kehidupan moral, intelektual dan sosial
budaya. Oleh karena itu, upaya harus dilakukan di Leh untuk memastikan
pelanggaran ini. Dalam pendidikan, anak-anak prasekolah percaya bahwa
di dunia yang tidak pasti dan penuh kekacauan dan bahaya seperti yang
kita kenal sekarang, tidak ada yang lebih berguna daripada kepastian
tujuan pendidikan dan stabilitas perilaku guru.
8) Filsafat Pendidikan Esensialisme
Esensialisme adalah filosofi pendidikan konservatif yang awalnya
dirumuskan sebagai kritik terhadap tren progresif di sekolah. Esensialisme,
seperti prenivisme dan progresivisme, bukanlah aliran filosofis dan tidak
menciptakan landasan filosofis, tetapi merupakan gerakan pendidikan
yang memprotes pendidikan progresif.
9) Filsafat Pendidikan Rekonstruktivisme
Rekonstruksionisme merupakan kelanjutan dari gerakan progresif.
Gerakan ini lahir dari anggapan bahwa kaum progresif hanya berpikir dan
berpartisipasi dalam masalah sosial saat ini. Aliran ini berpendapat bahwa
sekolah harus mengontrol tatanan sosial yang ada atau membawa
perubahan atau rekonstruksi.
UNSUR-UNSUR PENDIDIKAN
Dalam proses pelaksanaan pendidikan melibatkan banyak hal yang disebut
dengan unsur-unsur Pendidikan. Unsur-unsur pendidikan menurut Asnhory &
Utami (2018) yaitu:
1) Peserta Didik
Peserta didik adalah subjek dari siswa. Siswa itu unik, artinya
siswa memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Guru yang baik memiliki
pemahaman yang mendalam tentang karakteristik siswa. Karakteristik
siswa juga mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Kondisi demikian
memungkinkan guru untuk lebih memahami perkembangan anak
didiknya.
2) Pendidik
Pendidik adalah orang yang bertanggung jawab terhadap
pelaksanaan pendidikan. Pendidikdapat berupa guru di sekolah ataupun
orangtua di rumah. Agar seorang guru dapat dikatakan menjadi guru yang
professional seorang pendidik harus memenuhi 3 syarat :
1. Kualifikasi Ijazah
2. Kompetensi
3. Karakter
3) Interaksi Edukasi
Interaksi Edukasi adalah komunikasi antara guru dan siswa yang
mengarah pada tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan tercapai secara
optimal melalui proses komunikasi yang intensif melalui manipulasi isi,
metode dan sarana dan prasarana pendidikan.
4) Tujuan Pendidikan
Setiap sekolah memiliki tujuan kelembagaannya masing-masing
dan tentu saja berbeda. Tujuan kelembagaan sekolah tertuang dalam visi
dan misi sekolah. Pembentukan visi dan misi sekolah tidak dapat
dipisahkan dari tujuan pendidikan nasional. Selain itu, tujuan pendidikan
nasional dan visi misi sekolah direduksi menjadi tujuan pembelajaran.
Oleh karena itu, tujuan pendidikan tidak akan tercapai jika sekolah tidak
memiliki visi dan misi.
5) Materi/ Isi Pendidikan
Bahan ajar yang disajikan dalam kurikulum merupakan sarana
untuk mendorong tercapainya tujuan pendidikan. Materi pelatihan meliputi
materi inti dan materi muatan lokal. Bahan Inti bersifat nasional,
sedangkan bahan lokal bersifat lokal.
6) Alat dan metode
Dalam penyampaian materi pembelajaran diperlukan alat dan
metode agar materi dapat disampaikan sesuai dengan tujuan pembelajaran.
Alat yang digunakan dapat berupa alat peraga yang menarik bagi siswa.
Metode pembelajaran juga mempengaruhi keberhasilan penyebaran materi
pembelajaran. Pemilihan metode pembelajaran harus sesuai dengan materi
dan karakteristik siswa.
7) Lingkungan Pendidikan
Proses pendidikan anak didik berlangsung dalam keluarga, sekolah
dan masyarakat, dan ketiga unsur tersebut saling mempengaruhi.
Pendidikan pertama siswa berasal dari lingkungan keluarga. Namun
lingkungan keluarga tidak dapat menjadi ukuran keberhasilan pendidikan
seorang anak. Karena bisa saja pendidikan di lingkungan keluarga sangat
baik, tetapi lingkungan masyarakat anak kurang mendukung. Karena.
Lingkungan masyarakat ini tentunya berdampak pada proses tumbuh
kembang anak.
Referensi
Anshory, I., dan Utami, I.W.P. (2018). Pengantar Pendidikan. Malang: Penerbit
Universitas Muhammadiyah Malang
Asfar, A.M.I.T, dkk. (2020). Landasan Pendidikan: Hakikat dan
Tujuan Pendidikan (Implicationsof Philosophical Views of People In
Education). Jurnal Researchgate.(Obline).
https://www.researchgate.net/publication/
338832544_LANDASAN_PENDIDIKAN_HAKIKAT_DAN_TUJUAN_PENDI
DIKAN_FOUNDATION_OF_EDUCATION_ESSENCE_AND_EDUCATIONA
L_OBJECTIVES, diakses tanggal 7 Maret 2023
Astuti, W. (2017). Hakikat Pendidikan. Over The Rim, 191-199.
Febriyanti, N. (2021). Implementasi Konsep Pendidikan menurut Ki Hajar
Dewantara. Jurnal Pendidikan Tambusai, 5(1), 1631-1637.
Suban, A. (2020). Konsep Pendidikan Islam Perspektif Al-Ghazali. Idaarah, 4(1),
87-99.
Suardi,M. (2016). Pengantar Pendidikan, Teori dan Aplikasi. Jakarta: PT. Indeks
Sutirna & Samsudin, A. (2015). Landasan Pendidikan: Teori dan Praktek.
Bandung: Refika Aditama.