Anda di halaman 1dari 8

1

FILSAFAT PENDIDIKAN
I. PENDIDIKAN DAN PENDIDIKAN DASAR
A. Pengertian Pendidikan
Dalam Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem
pendidikan nasional pasal 1 ayat 1, pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa, dan negara.
Menurut Kosasih Djahiri (1980:3) pendidikan merupakan upaya
yang terorganisir, berencana, berlangsung kontinyu (terus menerus
sepanjang hayat) kearah membina manusia / anak didik menjadi insan
paripurna, dewasa, dan berbudaya (civilized).
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan
merupakan usaha sadar dan terencana untuk mengembangkan potensi
anak didik secara aktif agar menjadi insan yang memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa,
dan negara.
B. Pengertian Pendidikan Dasar
Dalam Undang-undang nomor 20 tahun 2003 pasal 14 tentang
sisdiknas disebutkan bahwa pendidikan dasar merupakan salah satu bentuk
pendidikan formal. Lebih lanjut dalam Undang-undang nomor 20 tahun
2003 pasal 17 ayat 1 dan 2 dijelaskan bahwa pendidikan dasar merupakan
jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah.
Pendidikan dasar berbentuk sekolah dasar (SD) dan madrasah ibtidayah
(MI) atau bentuk lain yang sederajat serta sekolah menengah pertama
(SMP) dan madrasah tsanawiyah (MTs, atau bentuk lain yang sederajat.
Sekolah dasar diselenggarakan oleh pemerintah maupun swasta.
Sejak diberlakukannya otonomi daerah pada tahun 2001, pengelolaan
2

sekolah dasar negeri di Indonesia yang sebelumnya berada dibawah


kementerian pendidikan nasional, kini menjadi tanggung jawab
pemerintah daerah kabupaten/kota. Sedangkan kementerian pendidikan
nasional hanya berperan sebagai regulator dalam bidang standar nasional
pendidikan. Secara struktural, sekolah dasar negeri merupakan unit
pelaksana tekhnik dinas pendidikan kabupaten/kota.

II. KAJIAN ONTOLOGI, EPISTIMOLOGI, DAN AKSIOLOGI


PENDIDIKAN DASAR
A. KAJIAN ONTOLOGI PENDIDIKAN DASAR
Istilah ontologi berasal dari bahasa Yunani, yang terdiri dari dua
kata, yaitu taonta berarti “yang berada”, dan logi berarti ilmu pengetahuan
atau ajaran. Maka ontologi adalah ilmu pengetahuan atau ajaran tentang
keberadaan, term ontologi pertama kali diperkenalkan oleh Rudolf.
Dalam pendidikan manusia terbagi menjadi dua kelompok, yaitu
peserta didik dan pendidik. Dalam UU Nomor 20 tahun 2003 pasal 1 ayat
4 dan 6 dijelaskan bahwa :
Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha
mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang
tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu. Pendidik
adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru,
dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara,tutor, instruktur,
fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya,
serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.

Menurut Al-azis, pendidik adalah orang yang bertanggungjawab


dalam menginternalisasikan nilai-nilai religius dan berupaya menciptakan
individu yang memiliki pola pikir ilmiah dan prinadi sempurna.
Sedangkan anak didik adalah makhluk yang sedang berada dalam proses
perkembangan dan pertumbuhan menurut fitrahnya masing-masing.
Mereka memerlukan bimbingan dan pengarahan yang konsisten menuju
kearah titik optimal kemampuan fitrahnya.
3

Seorang guru harus memahami betul karakteristik dari peserta didik


yang merupakan obyek dan subyek pendidikan dan yang akan diajarnya.
Andi (2014: 35) menjelaskan karakteristik anak SD yaitu:
Kecenderungan anak usia SD ketika belajar mempunyai tiga
karakteristik yang menonjol, yaitu: (1) Konkret, konkret maksudnya
proses belajar beranjak dari hal-hal yang konkret (dapat dilihat,
didengar, diraba dan diotak-atik) dengan titik penekanan pada
pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar yang dapat
dioptimalkan untuk pencapaian proses dan hasil pembelajaran yang
berkualitas bagi anak usia SD/MI. (2) Integratif, integratif
maksudnya adalah memandang sesuatu yang dipelajari sebagai
suatu keutuhan dan terpadu. Anak usia SD/MI belum mampu
memilah-milah konsep dari berbagai disiplin ilmu, hal ini
menggambarkan cara berpikir deduktif. Dengan demikian
keterpaduan konsep tidak dapat dipilah-pilah dalam berbagai
disiplin ilmu, tetapi dikait-kaitkan menjadi pengalaman belajar yang
bermakna (meaningfull learning). (3) Hierarkis, hierarkis
maksudnya adalah berkembang secara bertahap dari hal-hal yang
sederhana ke hal-hal yang lebih kompleks. Oleh karena itu, dalam
hal ini persoalan-persoalan seperti urutan logis, keterkaitan antara
mata pelajaran, dan cakupan keluasan materi pelajaran menjadi
penting dan sangat perlu untuk diperhatikan.
Pada akhirnya, dengan memahami ontologi pendidikan tersebut,
maka diharapkan bisa menumbuhkan kesadaran para pendidik dan peserta
didik untuk menjalankan peran dan fungsinya dalam keberlangsungan
pendidikan di tengah-tengah peradaban manusia yang dari waktu ke waktu
semakin berkembang. Tentu pendidikan tidak akan mengalami
perkembangan yang berarti dan signifikan jika tidak dibarengi oleh
perkembangan manusianya. Namun, tanpa manusia, maka sistem dan pola
pendidikan tidak akan pernah terwujud. Oleh sebab itu, pendidikan
sebagai produk dan manusia sebagai creator-nya tidak bisa, bahkan tidak
4

akan pernah bisa dipisahkan. Ibarat dua sisi mata uang, maka jika satu sisi
saja tidak ada, maka sisi yang lain pun jadi tidak berarti. Sehingga kedua
unsur ini (manusia dan pendidikan) harus selaras, sejalan dan seiring
dalam gerak dan laju yang harmonis, sehingga menciptakan sebuah
“irama” yang indah sekaligus menginspirasi.

B. KAJIAN EPISTIMOLOGI PENDIDIKAN DASAR


Istilah epistemologi pertama kali dipakai oleh L.F Ferier pada abad
ke-19 di Institut of Metaphisics (1854). Epistimologi berasal dari kata
episteme (pengetahuan) dan logos (ilmu yang sistematis, teori). Secara
terminologi, epistimologi adalah teori atau ilmu pengetahuan tentang
metode dan dasar-dasar pengetahuan, khususnya yang berhubungan
dengan batas-batas pengetahuan dan validitas atau sah berlakunya
pengetahuan itu.
Dalam Encyclopedia of Philosophy, epistemologi didifenisikan
sebagai cabang filsafat yang bersangkutan dengan sifat dasar dari ruang
lingkup pengetahuan praanggapan dan dasar-dasarnya serta realitas umum
dari tuntutan pengetahuan sebenarnya. Epistemologi ini adalah nama lain
dari logika materiil atau logika mayor yang membahas dari isi pikiran
manusia, yakni pengetahuan (Dardini, 1986:18). Sementara itu, Brameld
mendifinisikan “epistemologi memberikan kebenaran kepada murid-
muridnya.
Am Syaifuddin menyebutkan bahwa epistimologi mencakup
pertanyaan yang harus dijawab, apakah ilmu itu, dari mana asalnya, apa
sumbernya, apa hakikatnya, bagaimana membangun ilmu yang tepat dan
benar, apa yang dapat kita ketahui, dan sampai manakah batasannya.
Epistemologi diperlukan dalam pendidikan antara lain dalam
hubungannya dengan penyusunan dasar kurikulum. Pengetahuan apa yang
harus diberikan pada anak didik, diajarkan di sekolah dan bagaimana cara
memperoleh pengetahuan dan cara menyampaikannya seperti apa? Semua
itu adalah epistemologinya pendidikan.
5

C. AKSIOLOGI PENDIDIKAN DASAR


Istilah aksiologi berasal dari kata axio dan logos, axio berarti nilai
atau sesuatu yang berharga dan logos artinya akal, teori. Aksiologi artinya
akal, teori, nilai, penyelidikan mengenai kodrat, kriteria dan metafisik
nilai.
Nilai dan implikasi aksiologi di dalam pendidikan ialah pendidikan
menguji dan mengintegrasikan semua nilai-nilai yang baik dalam
kehidupan manusia dan membinanya di dalam kepribadian peserta didik.
Sekolah dasar dijadikan lembaga pendidikan yang berfungsi untuk
menanamkan kemampuan dasar bagi setiap warga negara indonesia yang
masih dalam batasan sekolah dasar. SD juga berfungsi untuk menuntaskan
wajib belajar pada tingka sekolah dasar.
Fungsi dan tujuan pendidikan dasar mengacu kepada fungsi dan
tujuan pendidikan nasional yang tercantum dalam undang-undang nomor
20 tahun 2003 pasal 3 tentang sitem pendidikan nasional. Pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Untuk sekolah dasar tujuan pendidikan dapat dikelompokkan
menjadi tiga bagian yaitu:
a) Menanamkan Kemampuan Dasar Baca-Tulis-Hitung
Kemampuan baca-tulis-hitung merupakan prasyarat utama
dalam berkomunikasi dan menjalankan tugas hidup yang paling hakiki.
Pada hakikatnya belajar apapun modal utamana adalah siswa harus
memiliki kemampuan baca-tulis. Khususnya keterampilan membaca,
harus segera dikuasai siswa di SD karena langsung berhubungan
dengan seluruh proses pembelajaran di sekolah.
6

b) Memberikan, menanamkan pengetahuan dan keterampilan yang


bermanfaat bagi siswa sesuai dengan tingkat perkembangannya
Tekanan utama dalam tujuan ini adalah pengetahuan dan
keterampilan dasar. Sehingga diharapkan, guru jangan sampai
mengajarkan hal-hal yang terlampau teoritis yang berada di luar
kemampuan anak. Karena anak kurang mampu dalam menangkap hal-
hal yang berbau teori.
c) Mempersiapkan siswa untuk mengikuti pendidikan di SLTP
Kegiatan ini tentu dilaksanakan di kelas tinggi, terutama kelas
VI. Sehingga mereka memiliki gambaran seperti apa kegiatan
pembelajaran di SLTP, yang tentu saja berbeda dengan pembelajaran
di sekolah dasar.

III.FILSAFAT PENDIDIKAN DASAR


Menurut Prof. Imam Barnadib “ Filsafat Pendidikan pada dasarnya
merupakan penerapan suatu analisis filosofis terhadap lapangan pendidikan.
Sedangkan John Dewey menjelaskan filsafat merupakan teori umum dari
pendidikan, landasan dari semua pemikiran mengenai pendidikan.
Hubungan filsafat dan pendidikan adalah hubungan keharusan.
Berfilsafat berarti mencari nilai-nilai ideal (cita- cita) yang lebih baik,
sedangkan pendidikan mengaktualisasikan nilai-nilai ini dalam kehidupan
manusia. Pendidikan bertindak mencari arah yang terbaik, dengan berbekal
teori-teori pendidikan yg diberikan antara lain oleh pemikiran filsafat .
Ruang lingkup filsafat pendidikan adalah sebagai berikut:
1. Merumuskan secara tegas sifat hakiki pendidikan
2. Merumuskan hakikat manusia sebagai subjek dan objek pendidikan.
3. Merumuskan hubungan antara filsafat, filsafat pendidikan, agama dan
kebudayaan
4. Merumuskan hubungan antara filsafat, filsafat pendidikan dan teori
pendidikan.
7

5. Merumuskan hubungan antara filsafat negara (ideologi), filsafat


pendidikan dan politik pendidikan (sistem pendidikan)
6. Merumuskan sistem nilai dan norma atau isi moral pendidikan yg menjadi
tujuan pendidikan.
8

DAFTAR RUJUKAN
Jalaluddin I.A. 1997. Filsafat Pendidikan. Jakarta: Gaya Media Pratama.

Muhmidayeli. 2011. Filsafat Pendidikan.Bandung: Refika Aditama.

Nuraini S. 2011. Pengantar Filsafat Umum. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Jurnal di website http://anakpesisirlaut.blogspot.co.id/2012/11/ontologi-epistemo-


logi-dan-aksiologi.html?m=1

‌Jurnal di website http://hariszubaidillah.blogspot.co.id/2015/10/makalah-ontologi-


epistemologi-dan.html?m=1

Anda mungkin juga menyukai