Anda di halaman 1dari 4

Landasan Filosofis, dan Psikologis-Pedagogis Pendidikan SD

1. Pandangan filosofis dan psikologis-pedagogis mewakili cara


pandang pakar dalam bidang filsafat, psikologi, dan pedagogik/ilmu
mendidik terhadap keniscayaan proses pendidikan untuk usia
sekolah 6-13 tahun. Dikatakan suatu keniscayaan karena pendidikan
untuk anak usia tersebut berlaku universal dan telah menjadi
kenyataan atau sering disebut juga sebagai conditio sine quanon.
Contohnya, di semua Negara di dunia dikenal adanya primary
education atau elementary education seperti SD/MI di Indonesia. Kita
semua pasti pernah menempuh pendidikan SD/MI sebelum
melanjutkan sekolah ke SLTP/SMP/MTs, bukan?
2. Ada beberapa argumen tentang keniscayaan pendidikan untuk usia
itu. Pertama, pelembagaan proses pendidikan untuk usia dalam
sistem pendidikan persekolahan atau schooling system, diyakini
sangat strategis, artinya sangat tepat dilakukan, untuk
mempengaruhi, mengondisikan, dan mengarahkan perkembangan
mental, fisik, dan sosial anak dalam mencapai kedewasaannya
secara sistematik dan sistemik. Kedua, proses pendewasaan yang
sistematik dan sistemik itu diyakini lebih efektif dan bermakna,
artinya lebih memberikan hasil yang baik dan menguntungkan,
daripada proses pendewasaan yang dilepas secara alami dan
kontekstual melalui proses sosialisasi atau pergaulan dalam keluarga
dan masyarakat dan enkulturasi atau pembudayaan interaktif dalam
kehidupan budaya semata-mata. Ketiga, berbagai teori psikologi
khususnya teori belajar yang menjadi landasan konseptual teori
pembelajaran, seperti teori behaviorisme, kognitifisme, humanisme;
dan sosial (Bell-Gredler:1986), filsafat pendidikan seperti
perenialisme, yang menekankan pentingnya pewarisan kebudayaan,
esensialisme, yang menekankan pada transformasi nilai esensial,
progresifisme, yang menekankan pada pengembangan potensi
individu, dan rekonstruksionalisme sosial, yang menekankan
pengembangan individu untuk perubahan masyarakat (Brameld,
1965) sangat mendukung proses pendewasaan anak melalui
pendidikan persekolahan. Tentu saja tanpa mengesampingkan
teori socio-historical dari Vigotsky, (Moll: 1990) dan teori experiential
learning (Kolb: 1986), yang menekankan pada proses belajar melalui
interaksi sosial-kultural dan belajar melalui pengalaman.
3. Terkait pada berbagai pandangan pakar tersebut di atas, marilah ada
tiga landasan teori yang mendasarinya yaitu: teori Kognitifisme, teori
Historis-Kultural, dan teori Humanistik. Ketiga teori ini sangat relevan
untuk menggali landasan filosofis dan psikologis-pedagogis
pendidikan di SD/MI. Teori lainnya dianjurkan untuk Anda pelajari
sebagai pengayaan terhadap ketiga teori tersebut, sebagai Latihan
untuk kasus tersebut. Untuk itu Anda bisa datang ke Perpustakaan
PTN Pembina, Perpustakaan Wilayah, atau bila mungkin Anda coba
membahasnya dalam kelompok belajar Anda.

A. Landasan Historis, Ideologis, dan Yuridis Pendidikan Sekolah Dasar


1. Landasan Historis, dan Ideologis Pendidikan Sekolah Dasar (SD)
Landasan historis dan ideologis adalah dasar pemikiran yang diangkat dari
fakta sejarah yang relevan tentang pertumbuhan dan perkembangan
pendidikan Sekolah Dasar beserta ide-ide atau pertimbangan yang
melatarbelakanginya. sejak pada masa Hindia Belanda sampai saat ini.

2. Landasan Historis-Ideologis dan Yuridis Pendidikan SD


Landasan ini akan ditinjau dari sudut pandang pemikiran tentang sistem
pendidikan nasional sejak Indonesia merdeka tanggal 17 Agustus 1945
sampai dengan sekarang. Selanjutnya dituntut memahami secara utuh
perkembangan SD di zaman kemerdekaan seperti sekarang ini yang
berhubungan dengan perundang-undangan. Semuanya itu sebagai
landasan yuridis formal pendidikan nasional. Landasan ideologis dan
yuridis pendidikan pada dasarnya merupakan komitmen politik Negara
Republik Indonesia yang diwujudkan dalam berbagai ketentuan normatif
konstitusional yang mencerminkan bagaimana sistem pendidikan nasional
dibangun dan diselenggarakan untuk mewujudkan fungsi dan tujuan
pendidikan nasional.

B. Fungsi dan Tujuan Pendidikan Sekolah Dasar


Sejak dicanangkannya wajib belajar enam tahun pada tahun 1984, SD
menjadi lembaga pendidikan yang berfungsi untuk menanamkan
kemampuan dasar bagi setiap warga negara Indonesia yang masih berada
pada rentang usia Sekolah Dasar.
Selanjutnya, dengan dicanangkannya Pendidikan Dasar sembilan tahun
dalam Rancangan UU sebagai bagian pendidikan dasar mempunyai fungsi
untuk menuntaskan wajib belajar pada tingkat Pendidikan Dasar sembilan
tahun, yaitu enam tahun di SD dan tiga tahun di SLTP. namun harapan
agar anak-anak usia 6-15 tahun dapat mengenyam pendidikan dasar yang
bermutu tetap harus mampu diwujudkan oleh lembaga pendidikan , dalam
hal ini oleh SD dan SMP.
Fungsi dan tujuan pendidikan SD bersumber dari fungsi dan tujuan
pendidikan nasional yang tercantum dalam Pasal 3 Undang-undang Nomor
20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam Pasal 3 UU
tentang Sisdiknas tersebut ditetapkan bahwa: “Pendidikan nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, ber-tujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab
Jika disimak secara cermat, tujuan pendidikan SD dapat dipilah menjadi
tiga kelompok sebagai berikut.

1. Menanamkan kemampuan dasar baca-tulis-hitung.


2. Menanamkan pengetahuan dan keterampilan dasar yang bermanfaat
bagi siswa sesuai dengan tingkat perkembangannya.
3. Mempersiapkan siswa untuk mengikuti pendidikan di SMP.

Karakteristik Pendidikan Sekolah Dasar


Pada dasarnya, karakteristik pendidikan SD tercermin dalam berbagai
komponen pendidikan, seperti siswa, guru, kurikulum, pembelajaran,
gedung, dan fasilitas/peralatan. Komponen-komponen ini terdapat pada
berbagai satuan pendidikan dengan karakteristik yang berbeda-beda.
1. Karakteristik Umum Pendidikan SD
Pendidikan SD mempunyai ciri khas yang membedakannya dari satuan
pendidikan lainnya. Paling tidak, ada empat sasaran utama dalam
pendidikan SD, yaitu sebagai berikut. (Ditjen Dikti, 2006).

1. Kemelekwacanaan (literacy). Pendidikan SD diarahkan pada


pembentukan kemelekwacanaan, bukan pada pembentukan
kemampuan akademik. Kemelekwacanaan merujuk kepada
pemahaman siswa tentang berbagai fenomena/gagasan di
lingkungannya dalam rangka menyesuai-kan perilaku dengan
kehidupan.
2. Kemampuan berkomunikasi. Pendidikan SD diarahkan untuk
pembentukan kemampuan berkomunikasi, yaitu mampu mengomuni-
kasikan sesuatu, baik buah pikiran sendiri maupun informasi yang
didapat dari berbagai sumber, kepada orang lain dengan bahasa
Indonesia yang baik dan benar.
3. Kemampuan memecahkan masalah (problem solving), yang
mencakup merasakan adanya masalah, mengidentifikasi masalah,
mencari informasi untuk memecahkan masalah, mengeksplorasi
alternatif pemecahan masalah, dan memilih alternatif yang paling
layak.
4. Kemampuan bernalar (reasoning), yaitu menggunakan logika dan
bukti-bukti secara sistematis dan konsisten untuk sampai pada
kesimpulan. Pendidikan SD diarahkan untuk mengembangkan
kemampuan siswa berpikir logis sehingga kemampuan bernalarnya
berkembang. Siswa yang terlatih daya nalarnya, tidak akan cepat
percaya pada sesuatu yang tidak masuk akal. Coba Anda temukan
contoh untuk hal ini.

2. Karakteristik Khusus Pendidikan SD


Ada 5 karakteristik khusus pendidikan SD
Silahkan Anda cari lima ciri tersebut dan diskusikan dengan teman-teman
Anda

Anda mungkin juga menyukai