Anda di halaman 1dari 5

Memperkenalkan Kembali Tari Sajo Wowine Pada Generasi Muda

Sajo Wowine merupakan tarian tua pulau Tomia yang kini keberadaannya hampir punah, mengingat
saat ini yang lihai dalam menarikan tarian ini hanya perempuan berusia lanjut 70 tahun ke atas. Tari
Sajo Wowine mempunyai keunikannya tersendiri yaitu menari sambil bersyair, dalam syairnya
menggunakan bahasa Tomia kuno. Selain menggunakan Bhanti Lama dalam syairnya penari Sajo
Wowine boleh meyelipkan bhanti yang dikarang sendiri bersama guru, isi bhanti boleh berupa
pujian, kritik, nasehat dan lain sebagainya. Lewat pesan dalam bhanti Sajo Wowine menjadi simbol
kekuatan perempuan pada zamannya yaitu dalam menyuarakan nilai-nilai kehidupan. Sekitar tahun
40-an hingga 60-an menjadi masa kejayaan tari Sajo Wowine, terbukti dengan tersebarnya banyak
Bhakkala (Kelompok) Sajo Wowine dibanyak kampung malai dari kampung Onemai hingga Kulati.
Wa Ncaa (80) mengatakan zaman dulu belum ada acara joget, dulu masih Manari Banda dan Sajo
Wowine yang menjadi hiburan rakyat, Sajo ditampilkan pada berbagai acara misalnya pernikahan,
sunatan, pesta kampung dan lain sebagainya. Sajo Wowine memiliki banyak jenis tergantung Bhanti,
beda bhanti maka nada bhanti dan gerakan tarinya juga berbeda begitu pula dengan tabuhan
gendangnya. Menurut H. Djunaedi salah satu sejarawan Tomia bahwa ada kurang lebih sekitar 20
jenis tari Sajo Wowine diantaranya Mangu-mangu, Bositti, Maraha, Pujanggano, Turuki,
Marahuluhakku, Rampelo, Sanggolonggolo, ana-ana moilu, Mborira dan lain sebagainya.

Menampilkan Kembali Tari Sajo Wowine

Sebagai cara memeperkenalkan lagi Tari Sajo Wowine Komunitas Lekasura dalam kegiatan Sekolah
Pulau berinisiatif mengundang nenek penari Sajo Wowine untuk ditampilkan pada acara pembukaan
kegiatan Sekolah Pulau pada tanggal .... November 2022. Dalam penampilannya, walaupun para
penari sudah tidak selihai dulu ketika mememainkan selendang dan kipasnya namun tetap membuat
pemuda dan pemudi yang mengikuti kegiatan Sekolah Pulau terpukau. Syair Mangu-mangu yang
didendangkan seakan membawa penonton pada kehidupan masalalu. Tak disangka diantara sekian
peserta hanya sebagian kecil yang tau bahwa selain Sajo Moane (Eja-eja) bahwa ternyata di Tomia
ada juga tari Sajo Wowine.

Jufi salah satu guru sekolah dasar yang mengikuti kegiatan Sekolah Pulau, mengaku baru mengetahui
dan baru pertamakali menonton.

"Karna Sekolah Pulau ini saya baru tau kalau ada tarian ini, dan yang saya sukai adalah ternyata
penonton boleh masuk menari (Ngifi) dan memberikan uang pada penari." Ungkap Jufi

Senada dengan yang di sampaikan oleh Iman Tim Sekolah Pulau bahwa sesuai dengan tujuan
komunitas Lekasura dalam kegiatan Sekolah Palau yaitu untuk mengenalkan budaya kepada generasi
muda.

"Kita sengaja mengundang para nenek-nenek itu untuk menari Sajo Wowine, karena kita sudah
terlalu sering disuguhkan dengan tari kreasi, sudah saatnya kita menampilkan hal yang berbeda."
Ungkap iman dalam suatu diskusi santai.

Perempuan Muda Pewaris Tari Sajo Wowine


Jufiana atau yang biasa disapa Jufi oleh kawan-kawannya, perempuan muda yang juga merupakan
guru sekolah dasar ini menyempatkan waktunya untuk mengikuti sekolah pulau. Jufi dikenal juga
dengan kemampuan dalam koreografi suatu tarian, sebelumnya jufi sudah sering melatih tari.
Setelah melihat penampilan Sajo Wowine oleh para nenek-nenek Jufi mengaku tertarik untuk ingin
lebih mngenal dan melestarikan tarian lokal asli pulau Pulau tomia, mengingat tari Sajo Wowine
hampir punah. Jufi menyukai tarian yang mendidik dan menurut Jufi Tari Sajo Wowine memiliki nilai
mendidik karena sesuai dengan nilai-nilai kearifan lokal Tomia.

“Saya seorang guru SD 4 Usuku, dan untuk pelajaran SBDP saya suka bikin koreo Tari dengan
memilih dan memperhatikan lirik lagu, saya suka lagu-lagu yang lebih mendidik seperti lagu tanah
airku atau wonderland indonesia biasanya untuk praktek atau untuk kegiatan pentas seni di sekolah
dan lomba-lomba, saya memang senang membuat koreo tari untuk anak-anak. Sekarang untuk
tarian lokal yang saya bimbing baru 2 tarian yaitu tari Topa khas Togo Binongko dan Tari sajo
wowine ini.”

Jufi mengaku prihatin terhadap tarian asli Tomia ini dan sempat mendengar cerita dari ayahnya La
Ode Jali bahwa ayahnya terakhir melihat tarian ini sekitaran tahun 1965. Berangkat dari semangat
melestarikan Sajo Wowine kemudian Jufi menuju Onemai tepatnya di Lingkungan Gayabaru untuk
menemui Wa A'isa (70) untuk mempelajari tarian Sajo Wowine. Ada satu ungkapan yang membuat
Jufi mengaku tersentuh, Jufi mendengar pesan tersebut seusai para nenek menampilkan tari Sajo
Wowine di pembukaan Sekolah Pulau.

“Meammo na dumahani te taria miana, fanakua demo ikami ana na dumahani na ane’e tu tumbu,
poolimo nikami sisingamo ikomiu.” (Tidak ada yang tau lagi tarian ini, sepertinya hanya kami yang
tau yang masih hidup, kami sudah selesai belajarlah kalian)

Jufi melanjutkan bahwa upaya nyata yang telah dilakukan adalah mengajak beberapa siswi SMA 2
Tomia untuk belajar Sajo Wowine, dan jufi mengaku terkejut saat belajar karena menurut
pengakuan nenek-nenek penari sajo, bahwa dulu mereka butuh waktu lama untuk belajar yaitu
sekitar 3 bulan.

“Dulu mereka belajar butuh waktu 3 bulan sementara kami hanya punya waktu 2 minggu untuk
ditampilkan dalam kegiatan pameran Sekolah Pulau di puncak waru. ungkap Jufi

Jufi mengaku dalam dari Sajo Wowine ada beberapa kesulitan misalnya bahasa yang ada dalam
Bhanti (syair) masih menggunakan bahasa jaman dulu serta nada nayianya tidak pernah didengar
oleh generasi muda sehingga membuat penari kesusahan untuk menirunya. Menurut jufi bahwa tari
Sajo Wowine masih bisa dihidupkan walau sudah lama tidak di tarikan lagi, jufi mengaku menjadi
optimis setelah melihat minat penari dan penonton saat menampilkan tari sajo wowoine di puncak.

"Saya rasa akan makin mudah untuk dilestarikan karna penari yang belajar bersama saya telah
mnguasai, baik nyanyian maupun gerakannya dan antusias penonton Juga sangat mensuport
dilestarikannya tarian lokal." Ungkap jufi
Tutorial Tari Sajo Wowine

Dalam tari Sajo Wowine jumlah penari harus genap terdiri dari 8 orang atau lebih. Berikut ini cara
mempelajari tari Sajo Wowine. Jufi memilki beberapa tips dalam belajar sajo Wowine,

“Kalau mau belajar kuasai bhanti terlebih dulu, bhantinya dihafal dan nadanya harus sesuai, Setelah
menguasai nyanyian maka selanjutnya belajar gerakan tari. Selanjutnya menyatukan 3 unsur dalam
Sajo Wowine yaitu nyayian (Bhanti), gerakan (felle) dan musiknya (Rambi). Dalam menyatukan 3
unsur dilakukan latihan berulang-ulang sampai semua serasi.” Unkap jufi

Jenis Sajo Wowine yang dipelajari Jufi adalah jenis Sajo Wowine bhanti Mangu-mangu, menurut La
Ode Djafar Mangu-mangu adalah bahasa kuno Tomia yang berarti Isyarat tentang nilai-nilai
kehidupan, Berikut Bhanti Mangu-mangu Sajo Wowine dari Wa A’isa :

1. “Leee.” (Kata pembuka sebagai tanda bahwa tarian akan dimulai)

2. “Mangu-mangutoraja, Mangu pasolle arabu, Ladhi kunye eye.” (Bhanti pembuka Sajo Wowine
untuk banti mangu-mangu)

3. “La Ode Pili di wayansemu, kalambe ndeu sapisi na inolono (La Ode pilih yang kau kenang,
perempuan baik yang kecil pinggangnya)

Makna : Laki-laki mulia pilihlah perempuan yang akan kau kenang yaitu perempuan yang tidak
menarik perhatian laki-laki dengan kemolekannya.

4.“Gaferi Naya saleyendano, anti masoi, anti bunga nu pahala” (Mengibaskan selendangnya,
harum semerbak, wangi bunga pala)

Makna : Setiap perilakunya menyenangkan orang disekitarnya

5.“Koni na kene tokoyonimo, Ikita na dingkoninanko” (Orang tertawa kita tertawa, sebenarnya kita
yang ditertawakan)

Makna : Yang saling meremehkan dan berbangga diri mereka sama saja

6.“Ara no koninnakoyo kita, to ballasi tongkoniduka” (Jika kita ditertawakan, kita balas tertawa
juga)

Makna : Kita diremehkan membalas dengan berbangga diri

7.“Te ana mokangkodaomo, dihia buntu di kami” (Sekarang kita rusak, dulu hanya kami)

Makna : Mereka yang berbangga diri dan suka meremehkan semua orang dianggap buruk
namun sebenarnya merekalah yang buruk
8. “Leee” (Kata penutup sebagai tanda bahwa tarian telah selesai)

Bhanti pertama dan kedua wajib ada dalam bhanti mangu-mangu sebagai ciri khas dari banti mangu-
mangu dan juga sebagai cara untuk menetapkan nada banti mangu-mangu. Sementara untuk isi
bhanti setelah no 1 dan 2 boleh dikarang sendiri atau mengutip dari pepatah Tomia lama dan
biasanya isi bhanti diwariskan dari guru ke murid. La Ode Djafar menjelaskan bahwa secara
keseluruhan makna dari bhanti Mangu-mangu Wa A’isa tersebut memilki makna pesan moral bahwa
gadis muda yang cantik kelak akan tua dan tidak diperdulikan lagi.

Jufi menjelaskan berikut gambaran dalam penampilan Sajo Wowine :

1. Dimulai dengan iringan musik gendang yang mengiringi penari saat memasuki tempat
(lapangan/panggung) yang sudah di sediakan.
2. Ketika memasuki lapangan atau panggung penari membentuk 2 barisan melebar menghadap
penonton.

(Gambar posisi awal tari sajo wowine berbaris ketika memasuki lapangan)

3. Setelah berbaris kemudian penari hormat menghadap penonton dengan arahan gendang.
4. Setelah hormat kemudian penari berteriak "Leeeeee" pertanda bahwa mereka sudah siap untuk
menari.
5. Setelah teriakan “Leee” pande rambi mulai menabuh gendang untuk mengiringi hingga akhir
tarian dan penari mulai menari sambil melantunkan Bhanti.
6. Dalam gerakannya hanya ada satu jenis gerakan tari saja yaitu memainkan kipas dan selendang,
lalu dengan perlahan mereka bernyanyi langsung membentuk lingkaran atau mebentuk
lingkaran pada satu lirik yang disepakati. Dalam membentuk lingkaran arah gerakan memutar
kekanan, jufi dalam penampilan kelompok Sajo Wowine menetukan putaran dimulai pada bhanti
“Gaferi Naya saleyendano, anti masoi, anti bunga nu pahala”.

“Kalau yang kami tampilkan kemarin, kami sepakat pas di lirik gaferi barulah kami mulai
membentuk lingkaran.” Ungkap jufi
(Gambar posisi kedua tari sajo wowine membentuk lingkaran)

7. Jika sudah mmbentuk lingkaran sempurna maka bagi siapa saja boleh masuk ngifi (menari
bersama penari) dengan syarat memberikan hadiah berupa uang untuk menari.
8. Terakhir saat selesai satu putaran maka penari sudah sampai ditempatnya semula dengan
membentuk barisan memanjang seperti diawal. Jika isi banti telah selesai namun belum sampai
ke tempat semula maka bantinya diulangi lagi hingga penari sampai diposisi semula. Kembalinya
penari ke posisi awal dan teriakan "leeeeee" menjadi penanda bahwa tarian telah berakhir, maka
musikpun berhenti, setelah itu penabu gendang kembali mengiringi hormat dan keluarnya penari.

Jufi berharap tari asli Tomia seperti Sajo Wowine ini agar diperhatikan misalnya diberi ruang atau
kesempatan untuk ditampilkan pada saat acara besar.

“Harapan saya para pecinta seni Tari di Tomia selain belajar tarian modern (Kreasi) juga dapat terus
melestarikan tarian lokal.” Ungkap jufi

Anda mungkin juga menyukai