Anda di halaman 1dari 4

2.

7 Sejarah Ringkas Baitul Mal


Kebijakan pada masa Rasulullah (1-11 H/622-632 M)
Menarik untuk diketahui, bagaimana kira-kira bentuk kebijakan fiskal dimasa Rasulullah yang
memegang kekuasaan pemerintah pertama di kota Madinah. Ketika itu negara tidak
mempunyai kekayaan apa pun, karena sumber penerimaan negara hampir tidak ada.

Segala yang dilakukan Rasulullah dalam awal masa pemerintah dilakukan berdasarkan
keiklasan sebagai bagian dari kegiatan dakwah yang ada. Umumnya para sahabat tidak
meminta balasan material dari segala kegiatan meraka dalam dakwah tersebut.

Dengan adanaya perang Badar pada abad ke-2 Hijriah., negara mulai mempunyai pendapatan
dari perlima rampasan perang(ghanimah) yang disebut dengan khums, sesuai dengan firman
Alah dalam QS. Al-Anfaal ayat 41.

Selain dari khums, akibat peperangan tersebut diperoleh pula pendapatan dari tebusan
tawanan perang bagi yang ditebus (rata-rata 4.000 dirham untuk tiap tawanan), tetapi bagi yang
tidak ditebus diwajibkan mengajar membaca masing-masing sepuluh orang muslim. Kemudian
sebagai akibat penghianatan Bani Nadhir terhadap nabi setelah perang Uhud, Rasulullah
mendapatkan tanah wakaf yang pertama dalam sejarah Islam.

Dengan adanya harta tersebut, dibuatlah Baitul Mal. sesuatu yang revolusioner yang dilakukan
Rasulullah SAW adalah pembentukan lembaga penyimpanan yang disebut Baitul Mal. Apa
yang dilakukan Rasul itu merupakan proses penerimaan pendapatan  (revenue collection) dan
pembelanjaan (expenditure) yang transparan yang bertujuan apa yang disebut sekarang ini
sebagai welfare oriented. Ini sangat asing pada waktu itu, karena umumnya pajak-pajak yang
dikumpulkan oleh para penguasa di kerajaan-kerajaan tetangga sekitar Jazirah Arabia seperti
Romawi dan Persia umumnya dikumpulkan oleh seorang mentri dan dipergunakan untuk
memenuhi kebutuhan kaisar dan raja.

Pada masa Rasulullah, pemasukan Baitul Mal juga sudah ada dari zakat, jizyah, kharaj, ushr,
dan pendapatan lain. Penerimaan dan pengeluaran negara seluruhnya dikelolah oleh Baitul Mal
dengan menganut asas anggaran berimbang (balence budget) artinya semua penerimaan habis
digunakan untuk pengeluaran negara(government expenditure).
2.7 Sejarah Ringkas Baitul Mal
Kebijakan pada masa Rasulullah (1-11 H/622-632 M)
Menarik untuk diketahui, bagaimana kira-kira bentuk kebijakan fiskal dimasa Rasulullah yang
memegang kekuasaan pemerintah pertama di kota Madinah. Ketika itu negara tidak
mempunyai kekayaan apa pun, karena sumber penerimaan negara hampir tidak ada.

Segala yang dilakukan Rasulullah dalam awal masa pemerintah dilakukan berdasarkan
keiklasan sebagai bagian dari kegiatan dakwah yang ada. Umumnya para sahabat tidak
meminta balasan material dari segala kegiatan meraka dalam dakwah tersebut.

Dengan adanaya perang Badar pada abad ke-2 Hijriah., negara mulai mempunyai pendapatan
dari perlima rampasan perang(ghanimah) yang disebut dengan khums, sesuai dengan firman
Alah dalam QS. Al-Anfaal ayat 41.
Selain dari khums, akibat peperangan tersebut diperoleh pula pendapatan dari tebusan
tawanan perang bagi yang ditebus (rata-rata 4.000 dirham untuk tiap tawanan), tetapi bagi yang
tidak ditebus diwajibkan mengajar membaca masing-masing sepuluh orang muslim. Kemudian
sebagai akibat penghianatan Bani Nadhir terhadap nabi setelah perang Uhud, Rasulullah
mendapatkan tanah wakaf yang pertama dalam sejarah Islam.

Dengan adanya harta tersebut, dibuatlah Baitul Mal. sesuatu yang revolusioner yang dilakukan
Rasulullah SAW adalah pembentukan lembaga penyimpanan yang disebut Baitul Mal. Apa
yang dilakukan Rasul itu merupakan proses penerimaan pendapatan  (revenue collection) dan
pembelanjaan (expenditure) yang transparan yang bertujuan apa yang disebut sekarang ini
sebagai welfare oriented. Ini sangat asing pada waktu itu, karena umumnya pajak-pajak yang
dikumpulkan oleh para penguasa di kerajaan-kerajaan tetangga sekitar Jazirah Arabia seperti
Romawi dan Persia umumnya dikumpulkan oleh seorang mentri dan dipergunakan untuk
memenuhi kebutuhan kaisar dan raja.

Pada masa Rasulullah, pemasukan Baitul Mal juga sudah ada dari zakat, jizyah, kharaj, ushr,
dan pendapatan lain. Penerimaan dan pengeluaran negara seluruhnya dikelolah oleh Baitul Mal
dengan menganut asas anggaran berimbang (balence budget) artinya semua penerimaan habis
digunakan untuk pengeluaran negara(government expenditure).

Bu Hadîs-i Şerîfin şerhinde denilmiştir ki;

‫ومنع العامل من قبول الهدية ممن له عليه حكم‬

"Sadaka toplamakla vazifeli olan memurun (vergi memuru) hediye kabul etmesinin men edilmesi, o
memurun hediye veren üzerine hüküm verme hakkı ve vazifesi bulunduğu zamandır (Hâkim, väli, kādi
veya ver gi memuru olduğu zamandır)."29

Bu husus şöyle izah edilebilir; memur olan kimsenin hediye alması rüşvete benzediği için yasaklanmıştır.
Zira memur, insanların emval-i za hiresini kayıt altına almak ve onların hesabını yaparak zekât (İslam
devle tindeki vergi) almak ile vazifelidir.

İhtimaldir ki aldığı hediye karşılığında kayıt altına alması gereken mallardan bazılarını kaydetmeyerek
hediye veren kişiye muhabat göste rerek (iltimas geçerek) kayırabilir. Bu ise memur olduğu vazifesinde
bir hiyanet olması hasebiyle rüşvet kabul edilir. Bu ihtimale binaen insanlar üzerinde hüküm ve saltanat
sahibi olan amirler (Sultan, Vali, Kadi) ve on ların memurlarının hediye kabul etmeleri yasaklanmıştır."
Ancak zikri geçen âmil: İslâm Devletinin resmi memuru olarak zekât toplamak ile vazifeli olanlara denilir.
Fahruddin er-Razi Hazretleri Mesärif-i Zekâtın beyan olunduğu Tevbe Sûresi'nin 60. Ayet-i Kerimeni ‫هذا‬
‫ )الزمان‬efsirinde Amil ve miellefe-i kulip b (‫ ان العامل والمؤلفة مفقودان في‬zamanda yoktur." buyurmuştur.

Yine Hatimetü'l-Muhakkıkin olan İbn-i Abidin Hazretleri de bu husu su şöyle hulasa etmişlerdir; ‫فإن الفرق‬
‫بينه وبين القاضي واضح فإن القاضي ملزم وخليفة عن رسول هللا في تنفيذ األحكام فأخذه الهدية يكون رشوة على الحكم الذي يؤمله‬
‫المهدي‬

‫ويلزم منه بطالن حكمه والمفتي ليس كذلك وقد يقال إن مرادهم بجوازها‬

‫للمفتي إذا كانت لعلمه ال إلعانته للمهدي‬

Muhakkak kâzî ile müftü arasındaki fark açıktır. Zira kâzî ilzam edici dir ve ahkamı icra hususunda
Resûlullah Efendimiz (sallallahü aleyhi ve sellem)'in halifesidir. Onun hediye alması hediyeyi veren kişinin
istediği şekilde hükmetmesi için alınmış bir rüşvet olur. Bundan dolayı hükmünün batıl olması lazım gelir.
Müftü ise böyle değildir. Bu hususta da denilir ki "müftü için hediye kabul etmenin cevazından maksat: o
hediye, ilmi için verildiği zamandır. Yoksa hediye verene yardım için değil.

‫ فيحتمل أن يكون المفتي مثله في ذلك ويحتمل أن ال يكون‬... ‫قلت والظاهر عدم المخالفة ألن القاضي منصوص على أنه ال يقبل الهدية‬
‫وهللا سبحانه أعلم بحقيقة الحال‬

Ben derim ki; zahir olan burada bir muhalefet bulunmamasıdır. Çün kü kâzînin hediye kabul
edemeyeceği ile alakalı nas vardır. Müftünün de kâzînin misli olma ihtimali olduğu gibi olmama ihtimali
de vardır. İşin hakikatini Allâhü Teâlâ daha iyi bilir.

‫وال يلحق بالقاضي فيما ذكر المفتي والواعظ ومعلم القرآن والعلم ألنهم ليس لهم أهلية اإللزام واألولى في حقهم إن كانت الهدية ألجل ما‬
‫يحصل منهم من اإلفتاء والوعظ والتعليم عدم القبول ليكون علمهم خالصا هلل تعالى وإن أهدى إليهم تحينا وتوددا لعلمهم وصالحهم‬
‫فاألولى القبول‬

Zikrolunan meselede müftü, váiz, Kur'ân-ı Kerim ve ilim muallimi kaziye mülhak değildir (kâzinin
hükmüne dahil değildir). Çünkü bu kim seler için ilzam etme ehliyeti yoktur. Onlar hakkında evla olan;
eğer hediye kendilerinden alınacak fetva, vaaz ve ta'lim için olursa kabul etmemektir ki ilimleri halis
olarak Allah nzası için olabilsin. Ama ilim ve salahlarına teveddüd ve tehabbüb (ma habbet ve iyilik)
kasdıyla hediye edilirse evla olan kabul etmeleridir."
Buna göre; böyle bir vazife ile memur olmayan, kendisi dahi zekat verilmeye müstehak olan ve Mesârif-i
Zekât nevilerinden olan insanlara vekâleten yardım toplayan ve yerlerine ulaştıranlar, Allah yolunda
teberru hizmetinde bulunanlar bu sınıftan hariçtirler. Bunlara da her türlü yardım yapılabilir ve hediye
verilebilir.

Anda mungkin juga menyukai