Anda di halaman 1dari 17

STATUS PASIEN

A. Identitas Pasien
Nama : Ny.
Umur : …. Tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah tangga (IRT)
Agama : Islam
Pendidikan : Sekolah ….
Alamat : …..

B. Anamnesa Penyakit
1) Keluhan Utama :
Keluar darah dari vagina.
2) RPS :
Pasien datang ke Rumah Sakit dengan keluhan keluar darah dari vagina, hal
ini dialami 1 hari ini.Sebelumnya os selesai melahirkan anak ke…… dengan
BB … gram. Os juga memiliki riwayat partus lama dan Kala II memanjang.

Riwayat haid
 Menarche : 12 tahun
 Siklus : 28 hari
 Lamanya : 7 hari
 HPHT : …..
3) Riwayat Persalinan
a. Tahun….,Jenis Kelamin BB …. gram, pervaginam
b. Tahun….,Jenis Kelamin BB …. gram, pervaginam
c. Tahun….,Jenis Kelamin BB …. gram, pervaginam
dst
d. Riwayat Penyakit Keluarga : tidak ada
e. Riwayat Penyakit Gynekology : tidak ada
f. Riwayat Penggunaan Obat : tidak ada

C. Pemeriksaan Fisik
Status Present
1) Keadaan Umum
 Sensorium : Compos Mentis
 Tekanan darah : ……….mmHg
 Respirasi Rate : …..x/menit
 Heart Rate : …..x/menit
 Suhu : …...0 C
 Berat Badan : …. kg
 Tinggi Badan : …. cm
2) Keadaan Lainnya
 Anemia :
 Sianosis :
 Dyspnoe :
 Ikterus :
 Edema :

Status Lokalisata
A. Kepala
 Mata : Conjungtiva
 Telinga : Tidak ditemukan kelainan
 Hidung : Tidak ditemukan kelainan
 Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-/-)
B. Thorax
 Inspeksi : Simetris
 Palpasi :
 Perkusi :
 Auskultasi :
C. Abdomen
 Inspeksi : Simetris
 Palpasi : Nyeri tekan abdomen ?
 Perkusi : Timpani?
 Auskultasi : Peristaltic usus ?
D. Ektremitas
 Superior :
 Inferior :

Status ObstetridanGinekologi
1. Abdomen
 Inspeksi : Simetris
 Palpasi : Fundus uteri tidak teraba
 Perkusi : Tidak dilakukan pemeriksaan
 Auskultasi : Denyut jantung janin (-)
2. Genitalia Ekterna
 Inspeksi : Perdarahan

Genetalia Interna
 Vaginal Toucher : Teraba masa seukuran bola pimpong, darah
merembes dari perineum, Endometrium uterus.

D. Pemeriksaan Penunjang
1. USG
 Tidak tampak uterus intra abdomen
 Kantong kemih terisi minimal
 VT: Teraba masa
 Kesan: Inversio Uteri

2. Laboratorium
 Darah rutin
Hb : …..gr/dl
Leukosit : ….. mm3
Hematokrit : ….. %
Trombosit : ….. mm3
 Golongan Darah : ….
Inversio Uteri

Definisi

Inversio uteri adalah suatu keadaan dimana bagian atas

uterus (fundus uteri) masuk ke kavum uteri, sehingga fundus uteri

sebelah dalam menonjol ke dalam kavum uteri, bahkan kedalam

vagina dengan dinding endometrium sebelah luar.

Klasifikasi

Ada beberapa macam klasifikasi dari inversio uteri.

A. Berdasarkan gradasi beratnya:

1. Inversio uteri ringan: jika fundus uteri terputar balik


menonjol ke dalam kavum uteri, tetapi belum keluar
dari kavum uteri.

2. Inversio uteri sedang: jika fundus uteri terbalik


masuk ke dalam vagina.
3. Inversio uteri berat: bila semua bagian fundus uteri
bahkan terbalik dan sebagian sudah menonjol keluar
vagina atau vulva.
B. Berdasarkan derajat kelainannya:
1. Derajat satu (inversio uteri subtotal/inkomplit):
penonjolan sampai ke kanalis servikalis.

2. Derajat dua (inversio uteri total/komplit): penjolan


sudsh sampai ostium uteri eksternum.

2
3

3. Derajat tiga (inversio uteri total): penjolan sudah


mencapai vagina atau keluar vagina

C. Berdasarkan pada waktu kejadian:

1. Inversio uteri akut: suatu inversio uteri yang terjadi


segera setelah kelahiran bayi atau plasenta sebelum
terjadi kontraksi cincin serviks uteri.

2. Inversio uteri subakut: yaitu inversio uteri yang


terjadi hingga terjadi kontraksi cincin serviks uteri.

3. Inversio uteri kronis: yaitu inversio uteri yang terjadi

selama lebih dari 4 minggu ataupun sudah

didapatkan gangren

Etiologi

Penyebab terjadinya inversio uteri belum dapat diketahui


sepenuhnya dengan pasti dan dianggap ada kaitannya dengan
abnormalitas dari miometrium. Inversio uteri sebagian dapat
terjadi apontan dan lebih sering terjadi karena prosedur tindakan
persalinan dan kondisi ini tidak selalu dapat dicegah.
Inversion uteri biasanya terjadi pada kala III persalinan atau
sesudahnya. Tekanan yang dilakukan pada fundus uteri ketika
uterus tidak berkontraksi baik, tarikan pada tali pusat, hipotonia
uteri dapat merupakan awal masuknya fundus uteri kedalam
kavum uteri, dan dengan adanya kontraksi yang berturut-turut,
mendorong fundus yang terbalik kebawah. Inversion uteri dapat
juga terjadi diluar persalinan misalnya pada myoma gebiirt yang
sedang ditarik untuk dilahirkan.
4

Ada beberapa faktor penyebab yang mendukung untuk


terjadinya suatu inversio uteri yaitu:

D. Faktor predisposisi

1. Abnormalitas uterus

a. Plasenta adhesiva

b. Tali pusat pendek

c. Anomali kongenital (uterus bikornus)

d. Kelemahan dinding uterus

e. Implantasi plasenta pada fundus uteri (75% dari


inversio spontan)

f. Riwayat inversio uteri sebelumnya

2. Kondisi fungsional uterus

a. Relaksasi miometrium

b. Gangguan mekanisme kontraksi uterus

c. Pemberian MgSO4

d. Atonia uteri

E. Faktor pencetus, antara lain:

1. Pengeluran plasenta secara manual

2. Peningkatan tekanan intraabdominal, seperti batuk-


batuk, bersin, mengejan dan lain-lain.

3. Kesalahan penanganan pada kala uri, yaitu:

a. Penekanan fundus uteri yang kurang tepat


5

b. Penarikan tali pusat yang kuat

c . Penggunaan oksitosin yang kurang bijaksana

4. Partus presipitatus

Gejala Klinis

Inversio uteri sering kali tidak menampakkan gejala yang

khas, sehingga dignosis sering tidak dapat ditegakkan pada saat

dini. Syok merupakan gejala yang sering menyertai suatu inversio

uteri. Syok atau gejala-gejala syok terjadi tidak sesuai dengan

jumlah perdarahan yang terjadi, oleh karena itu sangat bijaksana

bila syok yang terjadi setelah persalinan tidak disertai dengan

perdarahan yang berarti untuk memperkirakan suatu inversio

uteri. Syok dapat disebabkan karena nyeri hebat, akibat

ligamentum yang terjepit di dalam cincin serviks dan rangsangan

serta tarikan pada peritoneum atau akibat syok kardiovaskuler.

Perdarahan tidak begitu jelas, kadang-kadang sedikit, tetapi

dapat pula terjadi perdarahan yang hebat, menyusul inversio uteri

prolaps dimana bila plasenta lepas atau telah lepas perdarahan

tidak berhenti karena tidak ada kontraksi uterus. Perdarahan

tersebut dapat memperberat keadaan syok yang telah ada

sebelumnya bahkan dapat menimbulkan kematian. Dilaporkan

90% kematian terjadi dalam dua jam postpartum akibat

perdarahan atau syok.


6

Inversion uteri yang terjadi akut pada akhir persalinan

menimbulkan gejala misalnya, syok, nyeri keras, dan pendarahan.

Keadaan inversion ini sering akibat dari plasenta akreta. Pada

inversion uteri yang kronik gejalanya dapat berupa metroragia,

nyeri punggung, anemia, dan banyak keputihan.

Mengingat kasus ini jarang didapatkan dan kadang-kadang

tanpa gejala yang khas maka perlu ketajaman pemeriksaan

dengan cara :

1. Meningkatkan derajat kecurigaan yang tinggi


2. Palpasi abdomen segera setelah persalinan
3. Periksa dalam menyingkirkan kemungkinan adanya ruptur

uteri

Diagnosis

Untuk menegakkan diagnosis inversio uteri didapatkan

tanda-tanda sbb :

F. Pada penderita pasca persalinan ditemukan :


1. Nyeri yang hebat

2. Syok / tanda-tanda syok, dengan jumlah perdarahan yang


tidak sesuai

3. Perdarahan

4. Nekrosis / gangren / strangulasi

G. Pada pemeriksaan dalam didapatkan :

1. Bila inversio uteri ringan didapatkan fundus uteri cekung


ke dalam
7

2. Bila komplit, di atas simfisis uterus tidak teraba lagi,


sementara di dalam vagina teraba tumor lunak

3. Kavum uteri tidak ada ( terbalik )

Penatalaksanaan

Mengingat bahaya syok dan kematian maka pencegahan

lebih diutamakan pada persalinan serta menangani kasus secepat

mungkin setelah diagnosis ditegakkan.

H. Pencegahan

1. Dalam memimpin persalinan harus dijaga kemungkinan


timbulnya inversio uteri, terutama pada wanita dengan
predisposisinya.

2. Jangan dilakukan tarikan pada tali pusat dan penekanan


secara Crede sebelum ada kontraksi.

3. Penatalaksaan aktif kala III dapat menurunkan insiden


inversio uteri.

4. Tarikan pada tali pusat dilakukan bila benar-benar


plasenta sudah lepas.

I. Pengobatan

1. Perbaikan keadaan umum dan atasi komplikasi

2. Reposisi.

Pada kasus yang akut biasanya dicoba secara


manual dan bila gagal dilanjutkan metode operatif,
sedangkan pada kasus yang subakut dan kronis biasanya
dilakukan reposisi dengan metode operatif.
8

a. Manual : cara Jones, Johnson, O’Sullivan

b. Operatif:

- Transabdominal : cara Huntington, Haulstain

- Transvaginal : cara Spinelli, Kustner, Subtotal


histerektomi

Keberhasilan penatalaksanaan dari inversio uteri


tergantung dari deteksi penyakit yang lebih cepat. Semakin lama
uterus terbalik maka semakin sulit untuk mengembalikannnya.
Terapi terhadap hipovolemia dan syok sebaiknya diberikan segera
dengan jarum intravena dan penggantian cairan. Penggantian
cairan yang hilang diberikan dengan larutan kristaloid selama 15-
30 menit. Volume dari resusitasi awal dihitung sebanyak tiga kali
dari perkiraan darah yang hilang. Dipertimbangkan untuk
memasang akses intravena tambahan, kesiapan anestesia,
persiapan kamar operasi, dan asisten bedah. Lakukan pemeriksaan
hemoglobin dan hematokrit dan faktor pembekuan, golongan
darah. Lakukan transfusi darah. Monitor tanda vital ibu sesering
mungkin oleh satu individu. Pasang kateter menetap untuk
menilai pengeluaran urin. Pemberian antibiotika bermanfaat untuk
mencegah timbulnya sepsis paskapersalinan.

Oksitosin sebaiknya ditunda dan dicoba resposisi uterus


secara manual melalui vagina. Kebanyakan penulis
merekomendasikan usaha reposisi secara manual sebelum
plasenta dilepaskan dan sebelum tindakan reposisi secara operatif
dilakukan. Bila plasenta dilepaskan sebelum reposisi intrauterin,
pasien beresiko untuk mengalami kehilangan darah dan syok.
Plasenta biasanya akan mudah dilepaskan setelah reposisi.
9

A. Reposisi manual cara Johnson

Pada kebanyakan kasus plasenta telah lepas, jika


plasenta belum lepas atau sudah lepas tetapi belum dilahirkan
maka plasenta dilepaskan setelah reposisi berhasil atau
dilakukan bersama-sama. Bila plasenta dilepaskan sebelum
reposisi maka dapat terjadi perdarahan hebat. Reposisi
manual yang tervaforit adalah dengan metode Johnson
(1949). Teknik dari metode Johnson yaitu memasukkan
seluruh tangan ke dalam jalan lahir, sehingga ibu jari dan jari-
jari yang lain pada cervical utero junction dan fundus uteri
dalam telapak tangan. Uterus diangkat ke luar dari rongga
pelvis dan dipertahankan di dalam rongga abdomen setinggi
umbilikus. Tindakan ini membuat peregangan dan tarikan
pada ligamentum rotundum akan memperlebar cincin servik,
selanjutnya akan menarik fundus uteri ke arah luar melewati
cekungan. Bila spasme miometrium dan kontriksi cincin
menghambat reposisi dapat diberikan anestesi seperti
halothane atau tokolitik . MgSO4 dapat diberikan intravena 1
g permenit selama 4 menit. Bila tidak efektif dapat diberikan
terbutaline 0,125-0,25 mg intravena, ritrodrine 0,150 mg
intravena. Bahkan nitroglycerin dapat digunakan untuk secara
efektif merelaksasikan cincin konstriksi menggantikan
kebutuhan akan anestesia umum.Untuk mendapatkan hasil
yang memuaskan maka posisi tersebut dipertahankan selama
3 – 5 menit hingga fundus uteri berangsur – angsur bergeser
dari telapak tangan. Setelah uterus direposisi, tangan operator
tetap didalam kavum uteri hingga timbul kontraksi uterus
yang keras dan hingga diberikan oksitosin intravena.
10

B. Reposisi manual cara Jones

Jari tangan yang terbungkus handscoen ditempatkan


pada bagian tengah dari fundus uteri yang terbalik, sementara
itu diberikan tekanan ke atas secara lambat. Sementara itu
serviks ditarik dengan arah yang berlawanan dengan ring
forceps.

C. Reposisi manual cara O’Sullivan

O’Sullivan pertama kali menggunakan tekan hidrostatis


untuk mereposisi inversio uteri pueperalis (1945). Dua liter
cairan garam fisiologis ditempat pada tiang infus dan lebih
kurang dua meter dari permukaan lantai. Dua buah tube karet
ditempatkan pada fornik posterior vagina. Sementara itu
cairan dibiarkan mengalir cepat, dan tangan operator
menutup introitus untuk mencegah keluar cairan. Dinding
vagina mulai teregang dan fundus uteri mulai terangkat.
Setelah inversio terkoreksi, cairan dalam vagina dikeluarkan
secara lambat. Kemudian pasien diberi 0,5 mg ergonovine
intravena. Lalu diberikan infus 1000 cc dekstrose 5% dengan
oksitosin 20 unit. Reposisi dari uterus biasanya didapatkan
dalam 5-10 menit.

D. Reposisi operatif cara Huntington

Pada tindakan reposisi operatif perabdominam


sebaiknya dicoba dahulu dengan cara Huntington.
Pendekatan Huntington yaitu setelah tindakan laparatomi
dilanjutkan dengan menarik fundus uteri secara bertahap
dengan bantuan forsep Allis. Forsep Allis dipasang + 2 cm di
bawah cincin pada kedua sisinya, kemudian ditarik ke atas
secara bertahap sampai fundus uteri kembali pada posisinya
semula.
11

Selain tarikan ke atas maka dorongan dari luar (


pervaginam ) oleh asisten akan mempermudah pelaksanaan
prosedeur tersebut.

E. Reposisi operatif cara Haultin

Pada reposisi dengan cara Haultin, dilakukan insisi


longitudinal sepanjang dinding posterior uterus dan melalui
cincin kontriksi. Jari kemudian dimasukkan melalui insisi ke
titik di bawah fundus uteri yang terbalik dan diberikan
tekanan pada fundus atau tekanan secara simultan dari
tangan asisten. Bila reposisi telah komplit, luka insisi dijahit
dengan jahitan terputus dengan chromic.9,35

F. Reposisi operatif cara Spinelli

Tindakan operatif menurut Spinelli dilakukan


pervaginam yaitu dengan cara dinding anterior vagina dibuat
tegang berlawanan dengan arah tarikan dari retraktor dan
dilakukan insisi transversal tepat di atas portio anterior.
Kemudian plika kandung kemih dipisahkan dari serviks dan
segmen bawah rahim. Insisi mediana dibuat melalui serviks
pada jam 12, secara komplit membagi cincin konstriksi. Insisi
dilakukan pada linea mediana sampai fundus uteri. Uterus
dibalik dengan cara telunjuk mengait ke dalam insisi pada
permukaan endometrium yang terbuka dan membuat tekanan
yang berlawanan dengan ibu jari pada bagian peritoneal.

G. Reposisi operatif cara Kustner

Tindakan operatif menurut Kustner dilakukan pada


inversio uteri kronis. Dengan cara membuka dinding
posterior kavum douglas. Dilakukan kolpotomi transversa
transvaginal dengan insisi sedalam ketebalan serviks pada
12

jam 6 sampai dinding posterior uterus. Insisi dibuat sepanjang


garis putus-putus seperti pada gambar 8. Kemudian dengan
menggunakan ibu jari uterus direversi sepanjang sisi insisi.
Setelah uterus direversi, insisi dinding posterior uterus dan
servik diperbaiki, demikian juga dengan insisi transversa dan
kolpotomi pada vagina. Luka ditutup dengan jahitan terputus
dan uterus ditempatkan kembali ke dalam kavum pelvis.

Bila inversio uteri sudah terjadi gangren atau inversio


uteri terjadi pada wanita yang usianya sudah mendekati akhir
masa reproduksi dapat dilakukan histerektomi pervaginam.

Kerugian dari teknik ini adalah mempunyai resiko yang


besar untuk terjadinya perlengketan pelvis. Pada kehamilan
selanjutnya dapat terjadi ruprura uteri yang tersembunyi.

H. Subtotal vaginal histerektomi

Dilakukan jahitan seperti rantai melingkari korpus

uterus dengan benang zeyde no.1 untuk hemostasis.

Kemudian dilakukan sayatan melingkar pada korpus uterus

distal dari jahitan sedikit demi sedikit sehingga tidak

mengenai organ adneksa yang terperangkap di kantung

inversio. Perdarahan yang terjadi dirawat. Keadaan pangkal

tuba ovarium, ligamentum rotundum dan jaringan lain

dievaluasi. Dengan bantuan sonde transuretra diidentifikasi

vesika urinaria. Selanjutnya dilakukan jahitan seperti rantai

melingkari korpus uterus tahap II kurang lebih 2 cm di luar

introitus vagina. Setelah itu dilakukan pemotongan melingkar


13

lagi terhadap korpus uterus di bagian distal jahitan tahap II.

Langkah selanjutnya kedua ligamen rotundum diklem,

dipotong dan dijahit dengan chromic catgut no.2. Jika

diyakini tidak ada perdarahan, tunggul uterus dimasukkan ke

dalam vagina.

Prognosis

Walaupun inversio uteri kadang-kadang terjadi tanpa

banyak gejala dan penderita tetap dalam keadaan baik, tetapi

sebaliknya dapat pula terjadi keadaan darurat sampai terjadi

kematian penderita baik karena syoknya sendiri ataupun karena

perdarahannya. Kematian karena kasus inversio uteri cukup

tinggi yaitu 15 – 75% dari kasus. Oleh karena itu makin cepat

dan tepat diagnosis ditegakkan dan segera dilakukan tindakan

reposisi, maka prognosisnya makin baik. Sebaliknya makin

lambat diatasi maka prognosisnya menjadi buruk. Akan tetapi

bila penderita dapat bertahan dengan keadaan tersebut setelah 48

jam maka prognosisnya berangsur – angsur menjadi baik.


DAFTAR PUSTAKA

1. Eastman Nj, Hellman LM. Inversion of the uterus. In: William

obstetrics. 18th ed, New York: Appleton & Lange, 1989; 1005-10

2. Beck AC, Rosenthal AH. Inversion of the uterus obstetrical practice. 7 th

ed, Toronto: Baltimore, Williams & Wilkins Co, 1958: 866-71

3. Mochtar R. Sinopsis obstetri I. Edisi kedua, Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteraan EGC, 1998; 304-6

4. Hakimi M. Ilmu kebidanan patologi & fisiologi persalinan. Edisi bahasa

Indonesia, Jakarta: Yayasan Essentia Medica, 1990; 475-80

5. Tala MR. Inversio uteri. Workshop vaginal surgery. Jakarta: Subbagian

Uroginekologi Rekonstruksi Departemen Obstetri & Ginekologi

FKUI/RSUPN-CM

6. Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan. Edisi ketiga, Jakarta: Yayasan Bina

Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 1997: 880-2

7. Supono. Ilmu kebidanan. Edisi pertama. Bagian Obstetri & Ginekologi

RSU/FK UNSRI, 1984; 293-295

8. Sakala. The puerpurium. In: Obstetric and gynecology. Maryland:

Williams and Wilkins, 1997: 195-198

9. Wiknjosastro H, Saifuddin BA, Rachimhadhi T. Ilmu bedah kebidanan.

Edisi pertama, Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo,

1996; 195-6

10. Wiknjosastro H. Ilmu kandungan. Edisi kedua, Jakarta: Yayasan Bina

Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 1997; 442-7

Anda mungkin juga menyukai