Anda di halaman 1dari 4

NAMA : Sativa Darma Melani

NO : 30
KELAS : X MIPA 1

BIOGRAFI KARTINI

IDENTITAS BUKU :
Judul : R.A Kartini
Nama Pengarang : Imron Rosyadi
Nama & Kota Penerbit : Garasi, Jogjakarta
Edisi Penerbit : Cetakan I, 2010
Tebal Buku : 135 halaman, 14x21 cm
Harga Buku : Rp. 26.000 (Sumber dari internet)

ISI BUKU :
Kartini adalah seorang perempuan pejuang harkat wanita agar tidak terpasung
dalam tembok tradisi masyarakat Jawa yang begitu kukuh membatasi ruang geraknya.
Ia ingin membebaskan penderitaan wanita dari tradisi pelarangan belajar, pingitan,
hingga harus siap dipoligami oleh suami dengan alih-alih berbakti. Kartini ingin
mengubah tradisi ini demi kemajuan kaumnya mengangkat derajat perempuan,
menuju masa depan yang lebih cerdas, bebas, cemerlang, dan merdeka. Untuk itu, ia
berusaha mengangkat derajat perempuan melalui pendidikan yang secara tidak
langsung akan meningkatkan martabat bangsa. Sebab, “Dari perempuanlah pertamatama
manusia itu menerima didikannya, di haribaannyalah anak itu belajar merasa,berpikir, dan
berkata-kata.” -Pramoedya Ananta Toer-

Kartini lahir di Mayong, Jepara, 21 April 1879. Ia lahir dari keluarga ningrat Jawa.
Ayahnya adalah seorang Bupati Jepara, yang bernama Raden Mas Adipati Ario
Sosroningrat. Sedangkan ibunya bernama M. A. Ngasirah. Ayahanda R. A. Kartini
(Sosroningrat) adalah bupati berpendidikan yang pandai menulis dan berbahasa
Belanda. Sehingga tak heran jika seorang sejarahwa M.C. Ricklefs menyebut
ayahanda Kartini sebagai “one of the most enlightened of Java’s Bupatis” (salah satu
bupati yang berpikiran maju di Jawa).
Kala itu, pemerintah kolonial mengharuskan seorang bupati memperistri
perempuan yang berlatar belakang bangsawan. Sedangkan ibunda Kartini (Ngasirah)
bukan lah bangsawan, sehingga Ayahanda Kartini (Sosroningrat) menikah lagi dengan
Raden Ayu Muryam yang merupakan keturunan Raja Madura. Istri kedua inilah yang
kemudian menjadi garwa padmi (istri pertama) dan Ngasirah menjadi garwa ampil.
Keadaan ini mengharuskan Kartini menerima kehadiran ibu dan saudara-saudara tiri
di sampingnya. Seluruh keluh kesah dan penderitaannya ia tuangkan dalam surat
tertanggal 21 Desember tahun 1900.
Kartini adalah figur seorang wanita idealis yang visioner. Ia selalu
mendambakan dan memperjuangkan nasib wanita supaya dapat mengaktualisasi diri
melalui pendidikan yang maksimal. Ia mampu membagai visi, melakukan lobi-lobi,
dan membina kerja sama dengan orang-orang yang berpengaruh. Ia aktif menulis surat
dengan sahabat penanya yang sebagian besar adalah orang Belanda. Sahabat pena
Kartini seperti: Stella M. Zeehandelaar (seorang aktivis gerakan sosialis di Belanda),
Ir. H.H Van Kol (tokoh sosialis Belanda) dan nyonya, Nyonya M.C.E Ovink (istri
asisten residen yang pernah bertugas di Jepara), Dr. N. Adriani (ahli Bahasa), Nyonya
Civink Soer, Tuan Prof. Anton dan Nyonya, Tuan E. C Abendanon (direktur
Departemen Pengajaran Hindia Belanda) dan Nyonya, serta Nina Zeehandelar.
Selain surat menyurat Kartini juga banyak belajar dari buku-buku Eropa,
karena ia tertarik pada kemajuan berpikir perempuan Eropa. Buku yang ia baca
seperti, Max Hevelaar dan Surat-Surat Cinta karya Multatuli, De Stille Kraacht karya
Louis Coperus, buku bermutu tinggi karya Van Eeden, buku karya Augusta de Witt,
buku roman-feminis karya Goekoop de-Jong Van Beek, dan sebuah roman anti-perang
karangan Berta Von Suttner, Die Waffen Nieder. Dari buku-buku itulah timbul
keinginan Kartini untuk memajukan perempuan pribumi, di saat kondisi sosial
perempuan pribumi berada pada status sosial yang rendah.
Pada Juni 1903, Kartini memasuki usia 24 tahun. Tiba-tiba ayahandanya
(Bupati Sosroningrat) menerima utusan Bupati Djojo Adiningrat dari Rembang yang
membawa surat lamaran untuk Kartini. Kartini tak berdaya menghadapi cobaan ini. Ia
harus menyetujui saran ayahnya untuk menikah karena kedua bupati ini saling
mengenal baik. Toh di Rembang Kartini masih bisa meneruskan cita-citanya untuk
membuka sekolah. Ironisnya, sang bupati calon suami Kartini sudah mempunyai tujuh
anak, dan masih memiliki dua istri, seorang Raden Ayu, telah meninggal dunia,
sementara dua istrinya bukan dari kalangan bangsawan. Karena itu, ia ingin menikahi
Kartini, untuk menggantikan posisi istri pertamanya.
Pengalaman hidup Kartini yang penuh pertentangan antara cita-cita dan
kenyataan berhasil memaksanya untuk merumuskan ulang dirinya dalam menerima
kenyataan. Pernikah poligami ini contohnya. Setelah menjadi istri Bupati Rembang,
hari-harinya tak ubahnya istri biasa; mengurus suami dan anak (tirinya). Ia memang
mendirikan sekolah, tapi tak seberhasil ketika di Jepara. Pada 13 September 1904 ia
melahirkan anak yang dinamai Soesalit. Empat hari kemudian, pada 17 September
1904, Kartini menghembusakan napas terakhir akibat proses melahirkan yang tak
mulus. Seperti apa yang ia ramalkan sendiri, melepas cita-cita memang benar-benar
membuatnya binasa.

HAL HAL YANG DAPAT DITELADANI DARI TOKOH:


1. Berani mengambil keputusan
2. Berani berjuang demi keadilan
3. Tidak putus asa
4. Memiliki semangat yang luar biasa
5. Bersungguh sungguh
6. Rela berkorban
KHAIDAH KEBAHASAAN DALAM BIOGRAFI TERSEBUT :
KAIDAH KEBAHASAAN KUTIPAN TEKS

Menggunakan kata kerja tindakan untuk  Ia aktif menulis surat dengan sahabat
menjelaskan peristiwa atau perbuatan fisik yang penanya yang sebagian besar adalah
dilakukan tokoh orang Belanda.
 Selain surat menyurat Kartini juga banyak
belajar dari buku-buku Eropa,karena ia
tertarik pada kemajuan berpikir
perempuan Eropa.

Menggunakan kata deskriptif untuk  Kartini adalah figur seorang wanita idealis
memberikan informasi rinci tentang sifat sifat yang visioner. Ia selalu mendambakan dan
tokoh memperjuangkan nasib wanita supaya
dapat mengaktualisasi diri melalui
pendidikan yang maksimal.

Menggunakan kata ganti orang ketiga tunggal  Ia harus menyetujui saran ayahnya untuk
menikah karena kedua bupati ini saling
mengenal baik.

Anda mungkin juga menyukai