Anda di halaman 1dari 39

Toksisitas Kronik

Tahoma Siregar
Toksisitas kronik
• Toksisitas jangka lama, pemberian obat secara
berulang selama 1-3 bulan (percobaan sub akut), 3-
6 bulan percobaan kronik atau seumur hewan
(lifelong studies). Memperpanjang toksisitas kronik
lebih dari 6 bulan tidak memberikan efek manfaat
lebih baik, kecuali untuk uji karsinogenitas.
• Tujuan uji tokisistas kronik adalah menguji
keamanan obat.
• Data dari hewan ke manusia ditafsirkan/ekstrapolasi
tidak boleh dilakukan begitu saja, tanpa
mempertimbangkan berbagai faktor perbedaan
antara manusia dan hewan.
Toksisitas kronik
• Penilaian keamanan obat/zat kimia dengan tahapan
:
1. Menentukan LD50
2. Melakukan toksisitas sub akut dan kronik untuk
menentukan NOEL
3. Melakukan percobaaan karsinogenitas, teratogenitas,
dan mutagenitas.
• Fakta bahwa agen-agen dalam lingkungan
kemungkinan membawa bermacam-macam bentuk
penyakit, misal kanker telah diketahui sejak abad
ke-18
Sejarah penemuan dari antigen lingkungan yang
menyebabkan kanker pada manusia

Penyebab Organ Penemu Tahun


Tembakau Hidung Hill 1761
Jelaga Kantung kemaluan Pott 1775
Cangklong rokok Bibir Sommering 1795
Aspal batubara Kulit Volkman 1875
Pewarna/pencelup textil Kandung kemih Rehn 1895
Sinar x Kulit Van trieben 1902
Getah tembakau Lubang oral/nafas Abbe 1915
Lempeng Radioaktif Tulang Martland 1929
Sinar matahari Kulit Moleswath 1937
Asap rokok Paru-paru Mullen 1939
Asbes Paru-paru Wagner 1960
Kadmium Prostat Kipling-water 1967
Cara pemberian, dosis dan masa uji
• Sifat pemberian seperti pada pemberian jangka
pendek
• Kriteria dosis seperti juga di jangka pendek,
diberikan dosis berulang.
• Masa uji untuk hewan tikus 2 tahun, Anjing 7 tahun.
Tujuan utama uji toksisitas kronik
• Menentukan sifat toksisitas zat kimia dan
menetapkan NOEL (No observed effect level),
acceptable intake.
• Spektrum efek toksik terkait dengan organ
sasaran
• Hubungan dosis dengan spektrum efek toksik
• Reversibilitas spektrum efek toksik
Pengamatan dan pemeriksaan
• Bobot badan
• Konsumsi makanan
• Pemeriksaan laboratorium
• Pemeriksaan pasca kematian
Mekanisme terjadinya toksisitas obat
Mekanisme terjadinya toksisitas obat
• Reaksi toksik biasanya kelanjutan efek farmakodinamik.
Gejala toksik efek farmakodinamik berlebihan. Contoh :
– Obat jantung menghambat konduksi atrioventrikuler akan
menimbilkan blok AV pada keracunan.
– Obat hipnotip dapat menimbulkan koma.
– Kelainan disebabkan oleh antigen-antibody bermanifestasi
sebagai reaksi alergi.
– Gugus kimia tertentu menimbulkan reaski toksik yang sama.
– Zat pengisi laktosa dapat meningkatkan bioavailabilitas fenitoin,
dapat meningkatkan risiko keracunan fenitoin (ambang batas
sempit (10-20 μg/ml).
– Dekomposisi tetrasiklin menjadi epi-anhidrotetrasiklin (produk
jadi berwarna coklat), merusak ginjal-tidak boleh digunakan.
– Kerusakan jaringan Ginjal, hati, memudahkan terjadinya toksisitas.
Tata Laksana Uji Toksisitas Kronis (1)
 1 spesies atau lebih
 Jantan / betina, satu galur, dewasa
 Sehat, variasi bobot tidak boleh ≥10%
 ≥3 kelompok + 1-2 kontrol negatif (@≥10 ekor)
 Kisaran dosis diperkirakan …. tertinggi ada yang
toksik/mati, terendah tidak ada gejala, meliputi
dosis terapi
Tata Laksana Uji Toksisitas Kronis (2)
 Sesuai rencana rute pemberian pada manusia
 Sebagian dari setiap kelompok dikorbankan di
akhir uji
 Sisanya (terutama dosis tertinggi & terendah)…..uji
reversibilitas (2-4 minggu).
Wujud Efek Toksik
• Perubahan biokimiawi, fungsional, &/ structural
(kualitatif & kuantitatif)
• Pemeriksaan & pengamatan:
–Gejala & tanda toksik, system hematologi, fungsi
organ secara biokimiawi, morfologi organ
(histopatologi), dan analisis urin
Pengamatan umum, uji lab klinik dan pemeriksaan
patologi, dalam toksisitas subronik/kronik
Organ/sistem Pengamatan Uji lab klinik pada darah Pemeriksaan patologi
Hati Perubahan warna SGOT, SGPT, fosfatase Hati
membrane mukosa, alkalin, kolesterol,
edema, asites protein total, albumin,
globulin
Sistem Saluran Diare, muntah, tinja, Na⁺, K⁺ Lambung, sal cerna,
cerna nafsu makan kandung empedu (jika
ada), kelenjar ludah,
pankreas
Sistem Saluran Vol urin, konsistensi, Nitrogen urea. protein Ginjal, kandung kemih
Kemih warna total, albumin, globulin
Sistem Perubahan warna Vol sel darah merah, Hb, Limpa, timus, kel limfa,
hematopoetik membrane mukosa, eritrosit, leukosit, sum sum tulang
letargi, kelemahan trombosit, waktu
prorombin, waktu
protrombin parsial
teraktivasi/APTT
Pengamatan umum, uji lab klinik dan pemeriksaan
patologi, dalam toksisitas subronik/kronik
Organ/sistem Pengamatan Uji lab klinik pada Pemeriksaan
darah patologi
Sistem saraf Sikap tubuh, gerakan Otak, sum sum
respon, perilaku tulang belakang,
saraf
Mata Penampilan mata, Mata, saraf optik
pemeriksaan
oftalmologik
Sistem Frekuensi nafas, Paru, bronkus
pernapasan batuk, sekret
Sistem Kulit, bulu, berat Glukosa, Na. K, Tiroid, adrenal,
endokrin badan, sifat urin, tinja kolesterol pankreas
Sistem Penampilan dan Testis, ovarium,
reproduksi palpasi alat uterus, prostat
reproduksi
Manfaat Uji Toksisitas Berulang
• Dasar evaluasi batas aman
• Panduan perancangan uji toksisitas selanjutnya,
teratogenitas, dan farmakokinetika dosis berulang
terutama dalam pemilihan hewan uji dan peringkat
dosis)
• Panduan dalam menjalankan uji klinik (efek toksik
& berbagai tolak ukur klinis)
Toksisitas Kronis
• Data toksisitas jangka panjang perlu untuk obat
yang digunakan berulang
• Hewan : minimal 2 spesies, satu roden satu non
roden
• Lama pemberian :
Lama Pada Manusia Anjuran Lama Pada Hewan
< 4 minggu 3 bulan
> 4 minggu 6 bulan tidak termasuk karsinogenik
Cara pemberian obat : sesuai pemberian pada manusia
Pemberian pada manusia 7 hari / minggu
Dosis : sekurang-kurangnya 3 tingkatan dosis
Toks Kronik

1n (terendah):
Efek farmakologi dengan efek samping minimal

10 n (menengah)
Memperlihatkan efek toksik minimal
3 dosis
100 n (teringgi)
Memperlihatkan efek toksik, tetapi hanya,
mematikan sebagian kecil

Kelompok control (tanpa obat / placebo)


Melihat kelaia disebabka obat / hal lain

•Observasi = tingkah laku, pemeriksaan darah (hematology) urin, sistem


kardiovaskuler, dan lain-lain. Autopsy pada hewan mati / dibunuh.
Toks kronik-Toks khusus

Toksisitas kronik
• Hampir sama dengan sub akut, bedanya yaitu ;
waktu 1-2 tahun
Tosisitas khusus
• Uji toksisitas teratogenik (cacat terhadap bayi)
• Uji toksisitas karsinogenik (kanker), untuk zat
yang dicurigai menyebabkan kanker.
• Uji toksisitas mutagenik (kelainan gen)
• Uji toksisitas terhadap sistem reproduksi
Toksisitas Khusus

Lama penggunaan pada Lama uji toksisitas pada


manusia hewan

•Dosis tunggal / beberapa •Tidak kurang dari 3


dosis (1 hari) minggu
•Beberapa hari •2 bulan
•2 minggu •3 bulan
•3 minggu •6 bulan
•7/6 bulan •12 bulan non roden
8 bulan roden
Pemilihan Spesies
•Umur/usia : muda / sebelum dewasa
•Dewasa : sistem endokrin
•Kelamin : jantan / betina
•Bobot badan :
–Mencit 17-25 gram, Tikus 150-200 gram,
–Marmot 1,5-2 kg, Kelinci 1,8-2 kg,
–Kucing <2,5 kg. Merpati 100-200 gram
•Syarat : SPF, spesifik pathogen free
•Lingkungan : sanitasi, cahaya, suplai makanan /
minuman, kelembapan / temperatur
•Volume pemberian
Toksisitas Khusus-Kontrol

Selama uji dilakukan kontrol


• Kontrol negatif : hanya diberikan pembawa (plasebo)
Contohnya : larutan suspensi gom arab (tanpa zat aktif)
• Kontrol positif : diberikan pembanding
Contoh : Rancangan penelitian
• Kontrol negatif
• Uji dan kontrol positif diberi induktor (zat menginduksi
nyeri : fenilkuinon, asam asetat, prostaglandin) pada
mencit.
• Mencit mengalami reaksi geliat (menggesekkan perut
ke permukaan)
Contoh hasil pengamatan Geliat setelah pengobatan pada
hewan coba yang diinduksi

Kelompok Geliat

Kontrol negatif +++

Zat uji I +++

Zat uji II ++

Zat uji III +

Kontrol positif / +
pembanding
Kelompok Zat Perlu Diuji Toksisitasnya

Zat yang perlu diuji toksisitasnya (ada 7 kelompok)


1. Zat yang langsung diperlukan pada manusia
- Contoh, obat, zat-zat tambahan pada obat dan
makanan.
2. Zat yang digunakan secara luas
- Contoh, pestisida, bahan kimia dalam rumah tangga
3. Zat yang digunakan dalam industry, memasuki
lingkungan kerja / hidup
4. Zat diduga mempunyai toksisitas akut / kronik tinggi,
toksisitas tertunda, yang tahan lama dalam lingkungan
Kelompok Zat Perlu Diuji Toksisitasnya
5. Zat yang menghambat proses biotransformasi dari zat
xenobiotika karena zat tersebut memperpanjang masa
aktif
6. Zat yang resisiten terhadap metabolisme khususnya
oleh mikroflora yang akan tahan lama di dalam
lingkungan, Contoh: senyawa-senyawa yang
terhalogenasi (mendapatkan subtitusi F, Cl, Br, I).
7. Zat yang terakumulasi di dalam rantai makanan / yang
ditimbun dalam tubuh. Terakumulasi dalam makanan,
seperti merkuri pada ikan. Tertimbun dalam tubuh,
contoh DDT.
Teratogenik
• Dilakukan apabila potensi obat menimbulkan
kelainan cacat bawaan pada janin
• Data teratogenik perlu dilampirkan bila obat
digunakan wanita dalam masa reproduksi
• Hewan : 2 spesies roden dan non roden
• Kelinci, tikus, mencit (10-20 betina), sering
digunakan, karena berkembang biak cepat dan hasil
cepat didapat.
• Diberikan selama kehamilan. Dosis 3 variasi, masih
dapat ditolerir, toksik minimal dan dekat dengan
dosis terapi. Digunakan kelompok kontrol
Kasus 1

• Sediaan kapsul kombinasi dari ekstrak daun A dan


ekstrak buah B. Akan digunakan sebagai food
supplement.
• Bagaimana rancangan uji toksisitas kronik?
–Uji potensiasi
Beda Uji Toksisitas
Tunggal
• Beberapa fungsi vital
• Terkait penyebab kematian (spt gerak, perilaku, dan
pernafasan)
Berulang
• Semua organ & kelenjar
• Keterkaitan dengan dosis
• Reversibilitas
• 10% harapan hidup (subkronis) s.d. seumur hidup
Kasus 2
Senyawa baru, Zat X, akan digunakan sebagai
antidiabetika oral.
Dosis untuk tikus 5 mg/kgBB
• Bagaimana rancangan uji toksisitas subkronik,
toksisitas kronik?
Gejala dan Diagnosa Keracunan
• Semakin banyak jumlah golongan obat beredar,
makin beragam gejala keracunan/toksik.
• Suatu gejala sering spesifik seperti koma dapat
disebabkan : hipnotip, perangsang SSP, Salisilat,
antidepresi, dan lain lain.
• Anamnesis dapat membantu diagnosis, namun
harus selalu dicocokkan dengan tanda yang
ditemukan. Misalnya botol yang digenggam pasien,
belum tentu isi botol penyebab keracunan.
Sehingga perlu dikaji semua obat/zat yang potensial
penyebab keracunan (perlu diketahui efek
farmakodinamik semua penyebab potensial).
Gejala dan Diagnosa Keracunan
• Obat tertentu dapat menyebabkan gejala yang khas/pasti,
misalnya ;
– hipnotip menimbulkan koma dengan tonus & reflex otot
menurun seperti dampak anesthesia.
– Antikolinergik gejala khasnya ; midriasis, takikardi, kulit
merah dan panas.
– Lainya lihat tabel.
• Penanganan pasien keracunan, penting adalah penilaian
klinis, walau sebab belum diketahui. Karena pengobatan
simptomatik sudah dapat dilakukan terhadap gejala-
gejalanya.
• Penting ditangani pada permulaan keracunan ialah derajat
kesadaran, respirasi, …
Gejala dan Diagnosa Keracunan
Kesadaran
• Penting untuk ukuran beratnya keracunan
• Makin dalam koma, makin berat keracunan, risiko kematian
meningkat. Derajat koma sebanding dengan kadar obat/zat
racun dalam darah.
• Derajat kesadaran dalam toksikologi : Tingkat -
I. Pasien mengantuk, masih mudah diajak bicara
II. Pasien dalam keadaan sopor, mudah dibangunkan. Misal dengan
suara keras.
III. Pasien dalam soporkoma, hanya dapat respon dengan
rangsangan maksimal, menekan sternum dengan kepalan
tangan.
IV. Pasien dalam keadaan koma. Tidak ada reaksi dengan
dengasangan di atas, keadaan paling berat.
Gejala dan Diagnosa Keracunan
Respirasi
– Hambatan pusat napas seringkali penyebab kematian. Frekuensi
dan voluke napas semenit harus diperhatikan. Volume semenit
diukur dengan Wright′s spirometer diletakkan di atas mulut dan
hidung pasien. Bila kurang 4 liter/menit diperlukan oksigen dan
respirator mekanik.
– Sekret juga bisa menghambat jalan napas, seperti keracunan
insektisida organopospat atau karbamat, harus segera
dibersihkan.
Tekanan darah
Kejang
– Petanda adanya perangsangan SSP (misal oleh amfetamin),
medulla spinalis (oleh striknin), hubungan saraf otot (oleh
insektisida organoposfat).
– Harus dibedakan dengan penyakit yang dapat meneybabkan
kejang seperti; epilepsy, kejang demam
Gejala dan Diagnosa Keracunan

• Pupil Refleks Ekstremitas


• Bising usus
• Jantung
• Lain-lain
Peran Data Laboratorium
• Diagnosis akhir ditentukan oleh pemeriksaan
analisis darah, urin atau muntahan, diare serta
kelainan sepesifik lain missal pada X-foto tulang dan
lain lain.
• Pemeriksaan tidak mudah, karena obat didalam
tubuh mengalami perubahan akibat proses
biotransformasi/metabolisme.
Terapi Intoksikasi
• Selain penanganan gejala/simtomatik.
• Sekitar 5% memerlukan hemodialysis.
• Antidotum hanya tersedia untuk kurang dari 2-3 %.
Misalnya pada keracunan Pb, As, Hg, sianida,
organoposfat, karbamat, derivate morfin dan
warfarin.
Terapi Intoksikasi
Keadaan darurat
• Pertimbangan pertama, apakah diperlukan tindakan segera pada
fungsi vital. Tindakan darurat meliputi ; penanganan gagal napas
dan syok, serta mencegah absorbsi racun.
Gagal Napas
• Gangguan napas/hambatan respirasi berakibat anoksia dan
gangguan keseimbangan asam basa.
• Sekresi saliva dan bronkus menyumbat jalan napas (cth ;
keracunan kolinergik). Pertolongan dengan bersihkan mulut dan
jalan napas, pasien selalu dibaringkan posisi miring kanan kiri
bergantian.
• Evaluasi napas dengan respirometer. Pengukuran pH, PCO₂, PO₂
dan standar bikarbonat dari darah dan arteri.
• Perangsang napas dapat diberikan dalam keadaan darurat yaitu
Niketamid, satu kali 2 ml.
Terapi Intoksikasi
Syok
• Syok oleh keracunan barbiturate karena depresi
jantung dan berkurangnya curah jantung. Obat
diberikan untuk mengatasi :
– Metaraminol 5 mg IM, bila perlu diulangi 2-3 kali dengan
interval 20 menit.
– Bila tidak tertangani berikan infus dekstran (BM 60-
70.000).
– Oksigen selalu diberikan.
– Hidrokortison 100 mg tiap 6 jam dapat diberikan untuk
kasus resisten
Terapi Intoksikasi
Pencegahan Absorbsi
• Keracunan melalui kulit, tidak boleh dibersihkan dengan pelarut
organik. Sabun dan air merupakan pembersih yang baik.
• Keracunan perinhalasi, pasien dipindahkan ke ruangan yang segar.
• Keracunan per oral / ditelan. Ada 3 jalan mengeluarkannya yaitu ;
– Menimbulkan muntah. Bila pasien sadar, dikorek dinding faring
belakang dengan spatel atau diberikan apomorfin 5-8 mg SC.
– Membilas lambung, tindakan medis ini dilakukan dalam 4 jam
setelah keracunan. dan
– Memberikan pencahar, meningkatkan peristaltic sehingga
absorbs berkurang. Karbon aktif dapat berguna untuk
menyerab obat/racun dalam saluran cerna atau yang diekskresi
melalui empedu.
• Tindakan lain pelajari
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai