2
ISSN. 2550-0414 Mei 2019
WAHYUL
DOSEN TETAP SEKOLAH TINGGI ILMU MANAJEMEN SUKMA, MEDAN
ABSTRACT
In business activities, as well as the industrial sector various irregularities are bound to occur. Business
managers certainly try to minimize irregularities when sufficient data is available. Likewise, the budget for
the "TIKKO" shoe business budget is prepared based on predetermined standard costs which include the
use of raw material costs, labor and other indirect expenses, but the standard costs that have been
determined with actual costs have never been analyzed. The research conducted is quantitative
descriptive, and the type of data used is secondary data. By comparing the budget data planned with the
sales realization and operational costs report data.The results of the study show that for income and raw
material costs, overall direct labor wages are good, even though there are deviations in income and costs,
both favorable and unfavorable.
PENDAHULULAN
Setiap usaha yang didirikan memiliki tujuan yang sama yakni ingin mendapatkan keuntungan
semaksimal mungkin, dengan harapan dapat meningkatkan nilai dan kelangsungan hidup sebuah usaha.
Kelangsungan hidup suatu perusahaan bisa dipertahankan apabila perusahaan tersebut mampu
memperoleh keuntungan yang maksimal yaitu dengan memperhatikan besar kecilnya biaya yang
dikeluarkan untuk memproduksi suatu barang supaya biaya lebih efisien dan efektif karena perusahaan
manufaktur dalam kegiatan mengolah bahan baku menjadi produk jadi tidak lepas dari unsur biaya. Hal ini
yang mengakibatkan pengukuran biaya produksi menjadi sangat penting bagi perusahaan. Sebelum
melakukan kegiatan produksi, perusahaan biasanya membuat anggaran (budgeted) yang merupakan alat
pengendalaian/pengawasan (controling) yaitu melakukan evaluasi atas pelaksanaan pekerjaan dengan cara
membandingkan realisasi dengan rencana (anggaran) dan dan jika terjadi selisih atau perbedaan, maka
dilakukan analisis perbedaan (variance) guna perbaikan pada pelaksanaan produksi selanjutnya.
Biaya standard merupakan dasar dalam penyusunan anggaran dimana standard menyatakan
“yang seharusnya”, bila pelaksanaan tertentu tercapai sedangkan anggaran merupakan “yang diharapkan”
pada volume kegiatan tertentu Analisis varians penting dilakukan agar manajemen dapat menilai kembali
penetapan biaya standard yang berkaitan dengan biaya yang dikeluarkan pada proses produksi
berlangsung. Dalam pengendalian biaya dengan menggunakan biaya standard akan menimbulkan selisih
biaya dari biaya sesungguhnya. Selisih yang akan timbul antara lain adalah selisih menguntungkan
(Favorable) dan selisih biaya merugikan (Unfavorable). Apabila terjadi perbedaan antara biaya anggaran
dengan realisasinya, maka selisih (varians) ini perlu dianalisis lebih lanjut, untuk menemukan penyebab
terjadinya selisih dan pihak yang bertanggung jawab atas penyimpangan tersebut. Hal ini akan membantu
6
JURNAL ILMIAH SIMANTEK Vol. 3 No. 2
ISSN. 2550-0414 Mei 2019
perusahaan dalam merencanakan biayanya di periode selanjutnya sehingga efisiensi penggunaan biaya
produksi dapat dicapai.
Pengrajin sepatu tempahan ”TIKO” adalah sebuah usaha pembuatan sepatu tempahan yang
memproduksi sepatu kulit. Usaha ini dalam memproduksi sepatu sudah menerapkan standar biaya, namun
antara biaya standar dan biaya sesungguhnya yang telah ditetapkan belum pernah dianalisis, sehingga
diperlukan analisis biaya standard yang dapat dijadikan sebagai tolak ukur dalam pengendalian biaya
produksi. Dengan membandingkan biaya standard dengan biaya yang sesungguhnya akan dapat diketahui
apakah proses produksi pembuatan sepatu telah berjalan efisien sesuai standard. Atau belum. Untuk itu
penulis tertarik untuk melakukan kajian dengan judul penelitian ”Analisis Varians Anggran
Pendapatan dan Biaya Usaha Pengrajin Sepatu Tempahan ”TIKKO” di Medan. Hasil penenlitian ini
diharapkan dapat digunakan pihak manajemen sebagai dasar untuk melakukan tindakan perbaikan dan
juga sebagai pengambilan keputusan yanag menyangkut biaya standard.
TINJAUAN PUSTAKA
1.1. Anggaran
Anggaran adalah salah satu alat perencanaan dan pengendalian laba perusahaan (Profit Planning
and Controlling). Menurut EllenChristina dkk (2002 : 1) Angagran ialah suatu rencana yang disusun secara
sistematis, dalam bentuk angka dan dinyatakan dalam unit moneter yang meliputi seluruh kegiatan
perusahaan untuk jangka waktu (periode) tertentu dimasa yang akan datang, maka anggaran seringkali
disebut juga rencana keuangan. Dalam anggaran, satuan kegiatan dan sutuan uang menempati posisi
penting dalam arti segala kegiatan akan dikuantifikasikan dalam satuan uang, sehingga dapat diukur
pencapaian efisiensi dan efektivitas dari kegitan yang dilakukan.
3) Anggaran lebih cenderung merupakan batas-batas biaya yang tidak boleh dilampaui, sedangkan biaya
standar adalah mengutamakan tingkatan biaya yang harus bisa ditekan (dikurangi) agar prestasi
pelaksanaan dinilai baik.
4) Anggaran pada umumnya disusun untuk setiap bagian di dalam perusahaan baik yang berhubungan
dengan fungsi produksi, fungsi pemasaran maupun fungsi administrasi dan umum. Sedangkan biaya
standar pada umumnya disusun untuk biaya produksi saja.
5) Selisih biaya yang timbul dari biaya standar akan diinvestigasi (diperiksa) penyebabnya dengan teliti.
Sedangkan anggaran yang tidak didasarkan biaya standar hanya menekankan pada penghematan
biaya dibanding anggaran, selisih umumnya tidak diinvestigasi lebih lanjut.
PENDAPATAN :
- Bila REALISASI > ANGGARAN/BUDGET Varians yang
menguntungkan (Favorable)
BEBAN :
- Bila ANGGARAN/BUDGET > REALISASI Varians yang
menguntungkan (Favorable)
8
JURNAL ILMIAH SIMANTEK Vol. 3 No. 2
ISSN. 2550-0414 Mei 2019
Atau secara gabungan disebut Varians Volume dan Harga yang dirumuskan sebagai
berikut :
Tingkat pencapaian anggaran dan realisasi anggaran dalam penelitian ini dianalisis menggunakan
analisis varians yaitu dengan menghitung selisih baik yang menguntungkan ataupun yang tidak
menguntungkan antara realisasi dan anggaran. Dengan analisis selisih (varians) dapat diketahui tentang
ada tidaknya unsur penyimpangan anggaran, pemborosan keuangan, inefisiensi serta ketidak efektifan
Usaha Pengrajin Sepatu Tempahan “TIKKO”.mencakup pendapatan, beban biaya bahan baku, dan beban
biaya tenaga kerja langsung.
Berikut data laporan laporan Anggaran dan Ralisasi Penjualan Sepatu Tempahan “TIKKO” yang
memberikan gambaran sebagai beikut :
Dari pernitungan, diatas terdapat perbedaan pendapatan atas pemjualan sebesar Rp 9.075.000,-
yang dalam hal ini merupakan perbedaan yang tidak menguntungkan (Unfavorable). Perbedaaan anggaran
terhadap realisasi ini diteliti lebih lanjut untuk mendapatkan informasi tentang penyebabnya melalui analisis
varians sebagai berikut :
Dalam perhitungan ini, terdapat perbedaan atau varians volume sebesar Rp 29.050.000,-
yang tidak menguntungkan (Unfavorable) yang hal ini disebabkan jumlah sepatu yang terjual tidak
tercapai seperti yang dianggarkan yaitu berkurang 83 pasang sepatu.
Dalam perhitungan varians diatas terdapat perbedaan atau varians harga/tarif sebesar Rp 19.975.000,-
yang menguntungkan (Favorable). Hal ini disebabkan adanya perbedaan Tarif Sebenarnya dengan
Tarif yang Dianggarkan.
Selanjutnya perhitungan varians secara gabungan juga dilakukan untuk melihat varians netto :
Bila semua varians digabungkan, akan menghasilkan total varians yang jumlahnya sama seperti yang
dilihat dalam perhitungan dibawah ini :
Varians Volume :
-Volume Sebenarnya = 799 pasang sepatu
-Volume Dianggarkan = 882 pasang sepatu
-Varians-Unfavorable = - 83 pasang sepatu x Rp 350.000 (Tarif Dianggarkan)
11
JURNAL ILMIAH SIMANTEK Vol. 3 No. 2
ISSN. 2550-0414 Mei 2019
= Rp – 29,050,000
Varians Harga :
-Harga Sebenarnya = Rp 375.000
-Harga Dianggarkan = Rp 350.000
-Varians-Favorable = Rp 25.000 x 799 pasang sepatu (vol sebenarnya)
= Rp 19,975,000
Total Varians – Unfavorable (Tidak Menguntungkan) = Rp - 9,075,000
Dari analisis pendapatan penjualan sepatu tersebut jika dipandang dari sudut volume penjualan
ternyata realisasi pendapatan pejualan telah “menyimpang” dari apa yang telah digariskan dalam anggaran
penjualan. Penyimpangan ini bersifat negative (Unfavorable) karena menurunnya volume penjualan
sebesar Rp 29.050.000,- Faktor-faktor yang menyebabkan penyimpangan tersebut, terutama yang
berkaitan dengan kegiatan pemasaran yang dijalankan oleh Bagian Pemasaran. Besar kecilnya volume
sepatu yang terjual sangat tergantung dari pada aktivitas Bagian Pemasaran. Dengan diketahui faktor-faktor
penyebabnya selanjutnya dapat disusun kebijakan tindak lanjutnya agar penyimpangan negative itu tidak
terulang kembali.
Jika dipandang dari sudut harga jual ternyata realisasi penjualan juga telah “menyimpang” dari apa
yang telah digariskan dalam anggaran penjualan. Penyimpangan ini bersifat positif (Favorable) karena
terjadi kenaikan penjualan sebesar Rp 19.975.000,- kebijakan yang diambil manajemen
berkaitan dengan kenaikan harga jual dengan melakukan penyesuaian harga sesuai daya beli konsumen
dan tidak terlalu jauh dari harga yang ditawarkan oleh pesaing yang pada umumnya telah menikkan harga
jual perpasang sepatu.
Dengan demikian secara keseluruhan realisasi anggaran pendapatan terjadi perbedaan atau
varians yang tidak menguntungkan sebesar Rp 9.075.000,- (Unfavorable) seperti yang terlihat dalam
ikhtisar pendapatan penjualan sepatu
Manajemen harus mampu melakukan penyesuaian diri dengan berbagai faktor Bila faktor
penyebabnya adalah controllable bagi manajemen, maka manajemen harus mampu mencari solusi
memecahkan setiap problem yang dihadapi ataupun yang terjadi sebagai tindakan koreksi sebelum
keadaannya menjadi lebih parah. Sedangkan bila problem-problem yang bersifat uncontrollable bagi
manajemen, masalahnya menjadi lain dan tidak membutuhkan tindakan yang spesifik dari manajemen
untuk untuk tujuan perbaikan atau koreksi.
Dari Anggaran produksi tahun 2017 Jumlah produksi yang dianggarkan sebanyak 900 pasang,
diketahui standard pemakaian Bahan Baku Kulit sepatu perpasang dibutuhkan 600 cm2. Harga beli Bahan
Baku Kulit per Cm2 yang dianggarkan sebesar Rp 145,-
Berikut data laporan Anggaran dan Ralisasi Biaya Bahan Baku Sepatu Tempahan “TIKKO” yang
memberikan gambaran :
12
JURNAL ILMIAH SIMANTEK Vol. 3 No. 2
ISSN. 2550-0414 Mei 2019
Jumlah
Pamakaian
produksi Harga bahan Jumlah Biaya
Uraian Bahan Baku
Sepatu Baku per Cm2 (000)
(Cm2)
(Pasang)
ANGGARAN 900 540,000 Rp 145,- Rp 78,300
REALISASI 950 579,500 Rp 130,- Rp 75,335
PERBEDAAN 50 39,500 Rp 15,- Rp 2,965 (F)
Jumlah Bahan Baku Kulit yang dipakai sebanyak = 900 x 600 Cm2 = 540.000 Cm2. Harga beli Bahan Baku
Kulit per Cm2 sebesar Rp 145,- sehingga realisasi jumlah bahan Bahan Baku Kulit yang terpakai sebesar =
540.000 Cm2 x Rp 145,- = Rp 78.300.000,-
Dari catatan akuntansi tahun 2017 realisasi jumlah produksi Sepatu Tempahan ”TIKKO” telah terjadi
kenaikan jumlah produksi, yang semula dianggarkan sebanyak 900 pasang sepatu, meningkat menjadi 950
pasang sepatu, dengan bahan Baku Baku Kulit yang terpakai sebanyak 579.500 Cm2 dengan harga beli
per Cm2 sebesar Rp 130,- Dengan demikian realisasi Biaya Bahan Baku Kulit tahun 2017 sebesar =
579.500 x Rp 130,- = Rp 75.335.00,-
Dari pernitungan, diatas terdapat perbedaan jumlah biaya bahan baku kulit sebesar Rp
2.965.000,- yang dalam hal ini merupakan perbedaan yang menguntungkan (Favorable). Perbedaaan
anggaran terhadap realisasi ini diteliti lebih lanjut untuk mendapatkan informasi tentang penyebabnya
melalui analisis varians sebagai berikut :
Dari laporan anggran Biaya Bahan Baku terjadi kenaikan pemakaian Bahan sebanyak 579.500 Cm2 –
540.000 Cm2 = 39.500 Cm2 disebabkan karena terjadinya kenaikan jumlah produksi yang
dianggarakan sebanyak 900 pasang sepatu, realisasinya naik menjadi 950 pasang sepatu. Berarti
terjadi kenaikan jumlah produk sepatu sebanyak 950 – 900 = 50 pasang sepatu.
Dengan standard pemakaian Bahan Baku Kulit sebesar 600 Cm2 perpasang sepatu, maka terjadi
kenaikan penggunaan Bahan Kulit ysng sebanyak = 50 pasang sepatu x 600 Cm2 = 30.000 Cm2. Atau
dengan kata lain, untuk realisasi produksi sebanyak 950 pasang sepatu dengan standard pemakaian
bahan baku, secara wajar dibutuhkan sebanyak = 540.000 Cm2 + 30.000 Cm2 = 570.000 Cm2.atau
(950 pasang x 600 Cm2) = 570,000 Cm2).
Kenaikan bahan baku Kulit sebanyak 39.500 Cm2 tersebut, yang 30.000 Cm2 merupakan kenaikan
yang wajar, karena produk sepatu yang dihasilkan bertambah 50 pasang. Sedangkan sisanya
sebanyak 39.500 Cm2 - 30.000 Cm2 = 9.500 bekerja Cm2, merupakan kenaikan yang ”tidak wajar”,
yaitu pemborosan pemakaian bahan baku. Hal ini berarti Bagian Produksi telah bekerja secara tidak
efisien didalam menggunakan bahan baku kulit.
13
JURNAL ILMIAH SIMANTEK Vol. 3 No. 2
ISSN. 2550-0414 Mei 2019
Kenaikan pemakaian bahan baku kulit secara wajar sebanyak 30.000 Cm2 dinilai dengan harga beli
menurut anggaran, maka perbedaan volume = 30.000 Cm2 x Rp 145,- = Rp 4.350.000,-
Dari laporan anggran Biaya Bahan Baku terjadi penurunan harga beli bahan baku dari yang
dianggarkan sebesar Rp 145,- - Rp 130,- = Rp 15,- per pasang. Penurunan sebesar Rp 15,- per
pasang dikaitkan dengan pemakaian bahan baku sebenarnya, sehingga terjadi perbedaan harga beli =
Rp 15,- x Rp 579. 500,- = Rp 8,692,500,-
Kenaikan pemakaian Bahan Baku Kulit sebanyak 39.500 Cm2 tersebut tercatat 30.000 Cm2
merupakan kenaikan yang ”wajar”, karena jumlah produk yang dihasilkan naik (50 pasang sepatu x
600 Cm2 = 30.000 Cm2).
Sedangkan sisanya sebanyak 39.500 Cm2 – 30.000 Cm2 = 9.500 Cm2 merupakan kenaikan yang
”tidak wajar” yaitu merupakan ”pemborosan” pemakaian Bahan Baku Kulit. Dengan kata lain bagian
produksi telah bekerja secara tidak efisien dalam penggunaan Bahan Baku Kulit
Pemborosan sebanyak = 9.500 Cm2 x Rp 145,- = Rp 1.377.500,-
Bila semua varians digabungkan, akan menghasilkan total varians yang jumlahnya sama seperti yang
dilihat dalam perhitungan dibawah ini :
14
JURNAL ILMIAH SIMANTEK Vol. 3 No. 2
ISSN. 2550-0414 Mei 2019
Dari Anggaran jumlah sepatu yang diproduksi dan Anggaran Upah Tenaga Kerja Langsung Sepatu
Tempahan “TIKKO” tahun 2017 diketahui rencana produksi sebanyak 900 pasang sepatu., dengan
standard waktu 4 Jam per pasang sepatu.
Berikut data laporan Anggaran dan Ralisasi Biaya Tenaga Kerja Langsung Sepatu Tempahan
“TIKKO” yang memberikan gambaran :
Jumlah
Pamakaian
produksi Tarif /Upah Per Jumlah Upah/ Biaya
Uraian Jam Kerja
Sepatu Pasang Sepatu (000)
(Pasang)
ANGGARAN 900 3.600 Rp 6.250,- Rp 22,500,000
REALISASI 950 3.300 Rp 6.100,- Rp 20,130,000
PERBEDAAN 50 300 Rp 150,- Rp 2.370.000 (F)
Jumlah pemakaian jam kerja Tenaga Kerja Langsung adalah sebanyak = 900 x 4 jam = 3.600 jam. Tarif
(rata-rata) upah per jam sebesar Rp 6.250,- sehingga jumlah upah Tenaga Kerja Langsung = 3.600 jam x
Rp 6.25,- = Rp 22.500.000.
Dari data akuntansi 2017 usaha pengrajin sepatu tempahan “TIKKO” diketahui realisasi produksi 950
pasang sepatu dengan waktu kerja selama 3.300 jam, dengan tarif (rata-rata) sebesar Rp 6.100,- jam.
Dengan demikian realisasi jumlah upah tenaga kerja langsung = 3.300 x Rp 6.100,- = Rp 20.130.000,-
Dari perhitungan, diatas terdapat perbedaan upah Biaya Tenaga Kerja Langsung sebesar Rp
2.370.00,- yang dalam hal ini merupakan perbedaan yang menguntungkan (Favorable). Perbedaaan
anggaran terhadap realisasi ini diteliti lebih lanjut untuk mendapatkan informasi tentang penyebabnya
melalui analisis varians sebagai berikut :
Adanya kenaikan jumlah produksi dari 900 pasang sepatu yang dianggarkan , realisasinya menjadi 950
pasang sepatu, yang berarti telah terjadi kenaikan produksi sebanyak = 950 pasang – 900 pasanag =
50 pasang sepatu.
15
JURNAL ILMIAH SIMANTEK Vol. 3 No. 2
ISSN. 2550-0414 Mei 2019
Dengan standard penggunaan jam kerja 4 jam perpasang, maka terjadi kenaikan penggunaan jam
kerja langsung sebanyak 50 pasang x 4 jam = 200 jam’ dengan kata lain realisasi produk sebanyak 950
pasang sepatu dibutuhkan jam kerja langsung secara “wajar” sebanyak = 3.600 jam + 200 jam = 3.800
jam (atau 950 pasang x 4 jam = 3.800 jam)
Kenaikan jam kerja sebanyak 200 jam, kemudian dinilai dengan tarif (rata-rata) upah menurut anggaran
Upah Tenaga Kerja Langsung, sehingga terjadi perbedaan volume = 200 jam x Rp 6.250,- = Rp
1.250.000,-
Terjadi penurunan tariff (rata-rata) upah Tenaga Kerja Langsung dari yang dianggarkan, yaitu sebesar
= Rp 6.250,- - Rp 6.100,- = Rp 150,- . Penurunan sebesar Rp 150,- per jam dikaitkan dengan
reaalisasi pemakaian jam kerja Tenaga Kerja langsung = Rp 150,- x 3.300 jam = Rp 495.000,-
Jam kerja Upah Tenaga Kerja Langsung Secara wajar dengan produksi sebanyak 950 pasang sepatu x
standard kebutuhan jam kerja = 3.800 jam. Sedangkan berdasarkan catatan Akuntansi usaha sepatu
tempahan “TIKKO” kenyataannya hanya memakai jam kerja sebanyak 3.300 jam kerja saja. Ini berarti
bahwa telah terjadi perbedaan yang “tidak wajar” , yaitu berupa penghematan jam kerja Tenaga Kerja
Langsung sebanyak 3.800 – 3.300 Jam = 500 jam. Dengan demikian Bagian Produksi telah bekerja
secara efisien, sehingga mampu menghemat jam kerja.
Penghematan sebanyak 500 jam, kemudian dinilai dengan tarif (rata-rata) Upah Tenaga Kerja
Langsung terjadi efisiensi sebebesar = 500 jam x Rp 6.250,- = Rp 3.125.000,-
Bila semua varians digabungkan, akan menghasilkan total varians yang jumlahnya sama seperti yang
dilihat dalam perhitungan dibawah ini :
16
JURNAL ILMIAH SIMANTEK Vol. 3 No. 2
ISSN. 2550-0414 Mei 2019
Kesimpulan :
Dari keseluruhan uraian tersebut di atas yang mengambarkan terjadinya penyimpangan-
penyimpangan atau varians dapat simpulkan :
1) Hasil penelitian menunjukkan bahwa terhadap pendapatan maupun biaya bahan baku, upah tenaga
kerja landsung secara keseluruhan sudah baik, walaupun terjadi penyimpangan pendapatan maupun
biaya, baik itu yang favorable ataupun unfavorable.
2) Dalam bisnis usaha sepatu tempahan “TIKKO”, anggaran yang disusun pada umumnya ditetapkan
berdasarkan standar yang telah ada, dan hal ini mencakup pemakaian bahan, tenaga, serta beban-
beban tidak langsung lainnya.
3) Bahwa hasil analisis atas varians tersebut sangat bermanfaat dalam membantu menajemen untuk
tujuan perencanaan dan pengendalian.
4) Agar pengukuran varians yang terjadi dapat dilakukan dengan lebih cermat, maka perlu digunakan
anggaran (budget) serta biaya standar. Dengan cara ini akan diperoleh bentuk perencanaan dan
pengendalian yang sebaik-baiknya, karena yang digunakan sebagai dasar untuk menyusun suatu
rencana serta membuat penilaian biaya yang ditentukan secara ilmiah (biaya standard). Bila anggaran
biaya standard dapat diumpamakan sebagai batu-bata yang dipakai untuk membangun suatu
anggaran.
5) Kegunaan lain dari penggunaan sistem biaya standar :
- Memungkinkan penyusunan laporan manajemen yang lebih bermanfaat. Yang dimaksud dalam hal
ini adalah bahwa sistem biaya standar memungkinkan laporan yang disusun dapat lebih
sederhana namun sangat efektif untuk tujuan pengendalian berdasarkan prinsip “Management By
Exceptions”. Dalam laporan cukup dinyatakan penyimpangan-penyimpangan atau varians saja,
sedangkan angka-angka lainnya dapat diabaikan. Dari varians tersebut perlu dicari atau dikietahui
:
a) Dimana varians tersebut terjadi
b) Mengapa varians atau penyimpangan tersebut terjadi
c) Siapa yang bertanggung jawab atas varians atau penyimpangan tersebut
- Dapat menetapkan atau mengetahui persediaan akhir lebih awal. Karena persediaan akhir dinilai
berdasarkan biaya standar, perhitungannya menjadi lebih sederhana dan dapat diselesaikan lebih
cepat.
- Pembukuannya menjadi lebih sederhana. Karena biaya dicatat berdasarkan biaya standar yang
telah ditetapkan sebelum kegiatan dimulai, maka pencatatan menjadi lebih sederhana dan
penyusunan laporan bagi keperluan menajemen dapat diselesaikan dengan lebih cepat berarti
penghematan biaya. Hal tersebut tentunya bukanlah berarti bahwa biaya yang sesungguhnya
terjadi tidak perlu dibukukan dan dilaporkan kembali, karena untuk keperluan analisis varians,
perlu diketahui biaya standar serta biaya yang sesungguhnya.
DAFTAR PUSTAKA
Armanto Witjaksono. 2013. Akuntansi Biaya. Edisi Revisi. Yogyakarta : Graha Ilmu.
17
JURNAL ILMIAH SIMANTEK Vol. 3 No. 2
ISSN. 2550-0414 Mei 2019
Gunawan Adisaputro dan Marwan Asri, 1990, Anggaran Perusahaan-I, Edisi 3, Yogyakarta : Penerbit
BPFE.
M.Munandar, 2007, Budgeting : Perencanaan Kerja Pengkoordinasian Kerja Pengawasan Kerja, Edisi
Kedua, Yogyakarta : Penerbit BPFE.
18