Anda di halaman 1dari 7

WEEK 6

1. Visus

2. Atopic Keratoconjunctivitis -> lower eyelid lebih affected+ mixed injection


Atopic keratoconjunctivitis (AKC) merupakan kondisi keratoconjunctivitis karena adanya kondisi genetik yang
menyebabkan antibody terproduksi dalam jumlah yang lebih tinggi saat ada paparan allergen sehingga timbul
mediasi reaksi hypersenstivitiy type IV dan type I. AKC merupakan penyakit tahunan yang umumnya memburuk saat
musim dingin + lebih sering timbul pada late adolescence & early adulthood + pria > wanita. Etiologi pasti terjadinya
AKC tidak diketahu tetapi mungkin berhubungan dengan paparan allergen + dermatitis atopic + predisposisi genetik.
Pasien dengan AKC mengalami sedikit peningkatan dari eosinophils & sel mast tetapi dalam air matanya bisa
ditemukan kadar IgE yang tinggi. Gejala yang bisa dikeluhkan pasien adalah nyeri + pandangan kabur + gatal secara
bilateral, white stringy mucoid discharge, photophobia, dan sensasi benda asing, selain itu karena adanya chronic
inflammatory changes terhadap permukaan kornea maka bisa ditemukan corneal scarring & neovaskularisasi
sedangkan pada eyelidnya lebih common masalah pada lower lid. Tanda yang suggest AKC adalah penebalan eyelid
(ada krusta & fissure) + chronic staphylococcal blepharitis + giant papillary hypertrophy pada conjunctiva tarsal +
hyperemis entire conjunctiva + bisa ada punctate epitheliopathy – macro-erosion – plaque formation – corneal
subepithelial scarring – neovaskularisasi – thinning – perforasi.

Terapi pada AKC serupa dengan VKC yakni melakukan general allergic eye care (hindari gosok mata + gunakan
artificial tears + cool compresess + avoid paparan allergen), manajemen farmakoterapinya adalah kombinasi
antihistamine topical & oral serta mast cell stabilizing drops tetapi jika tidak membaik maka bisa rujuk ke spesialis
mata untuk berikan topical corticosteroid.
Prognosis pasien cenderung baik + jarang ada komplikasi tetapi jika untreated maka ada kemungkinan timbul
scarring pada mata + penyebaran infeksi (kalau di progress jadi infective conjunctivitis).
https://webeye.ophth.uiowa.edu/eyeforum/cases/167-atopic-keratoconjunctivitis.htm

3. Vernal keratoconjunctivitis -> upper eyelid lebih affected


Vernal keratoconjunctivitis (VKC) merupakan chronic bilateral allergic conjunctivitis yang sering terjadi pada pria
berusia muda, VKC lebih sering involve upper tarsal conjunctiva + berhubungan dengan kelas sosioekonomi yang
lebih tinggi. VKC ditandai dengan adanya infiltrasi conjunctiva oleh berbagai sel inflamasi (khususnya eosinophils)
terhadap unknown pathogen, selain itu akibat adanya produksi + aktivasi fibroblast maka terbentuk conjunctival
papillae sedangkan limbal conjunctival nodules berhubungan dengan infiltrasi sel inflamasi. Manifestasi dari pasien
dengan VKC adalah sensasi gatal intens + kemerahan + mata berair + mungkin ada photophobia + sensasi seperti ada
benda asing. Tanda klinis yang suggest VKC adalah papillary reaction dari upper tarsal conjunctiva hingga limbus
(makanya VKC bisa diklasifikasikan sebagai tipe tarsal/limbal/mixed) dengan ukuran papillae yang bervariasi dari
1mm hingga giant cobblestone papillae, selain itu bisa ditemukan bulbcar conjunctival hyperemia + thick mucus
discharge + corneal involvement (superficial punctate keratitis/epithelial erosions/shield ulcers/plaques), tanda klasik
dari VKC adalah tranta’s dots (infiltrasi lymphocytic pada conjunctiva limbal), tetapi pada VKC tidak ada involvement
dari eyelid margins seperti pada allergic type lainnya. Pasien dapat diklasifikasikan sesuai gejalanya,
o Grade 0 -> tidak ada gejala
o Grade 1 -> ada gejala + occasional allergic eye drop use tapi tanpa photophobia
o Grade 2 -> ada gejala + photophobia
o Grade 3 -> ada daily anti-allergic treatment & occasional topical steroid use
o Grade 4 -> diffuse punctate keratitis/corneal ulcers + pulsed high-dose topical steroid
Terapi pada kasus ini disesuaikan dengan masing – masing individu + harus follow-up untuk cegah komplikasi ke
kornea tetapi kebanyakan pasien merespon dengan antiallergic eye drops + menghindari allergen + menghindari
frequent touching/rubbing eyes + cold compresses + artificial tears, jika pasien mengalami persistent corneal
complications (non-healing shield ulcers; corneal plaques) maka bisa pikirkan operasi (superficial keratectomy;
cyroablation; dll). Profilaksis pada kasus ini adalah pemberian mast cell stabilizer sedangkan untuk kasus ringan
boleh pertimbangkan antihistamine sedangkan yang severe bisa berikan corticosteroid. Komplikasi yang dapat
timbul jika kondisi ini terjadi berulang adalah pembentukan shield ulcers (biasa 1/3 upper cornea) & plaques.
Prognosis pasien kebanyakan baik tetapi jika ada giant papillae maka cenderung lebih worse.

4. Keratoconjunctivitis
Conjunctiva merupakan lapisan transparan + tipis yang menutupi sclera, lapisan ini extend dari limbus (perimeter of
cornea) + menutupi bulbar conjunctiva & palpebral conjunctiva. Keratoconjunctivitis (kerato = superficial cornea)
merupakan proses inflamasi pada conjunctiva & superficial cornea baik karena bakteri; virus; autoimmune; toxic;
ataupun allergen. Berdasarkan durasinya maka keratoconjunctivitis dapat dibedakan sebagai tipe hyperacute (<1
minggu), akut (<3-4 minggu), dan kronik (>4 minggu). Beberapa klasifikasi lain,
▪ Epidemic keratoconjunctivitis (EKC) -> disebabkan oleh ubiquitous non-enveloped DNA virus yakni
adenovirus (types 8; 19; 37; 54 -> berhubungan dengan EKC) | kebanyakan terjadi unilateral lalu bisa
menyebar kemata sebelah (asymmetric findings) + discomfort ocular + light sensitivity + injeks & chemosis
conjunctival + watery discharge + follicular reaction (petechial hemorrhages & pembentukan
pseudomembranes) + lymphadenopathy yang berlangsung 7-21 hari
▪ Vernal keratoconjunctivitis (VKC) -> disebabkan oleh severe allergic tapi masih unclear, pasien akan
menunjukan strong allergic components (IgE mast cell-mediated pathway) | kebanyakan terjadi bilateral
pruritis + sensasi foreign body + photophobia + mucous discharge + epiphora + injeksi conjunctival + corneal
signs (punctate epithelial erosions & keratitis; akumulasi microerosions -> shield ulcer), gambaran klasik dari
kondisi ini adalah temuan large papillae reaction (epithelial hyperplasia & fibrovascular core) yang bisa
membentuk gambaran cobblestone (kalau sudah banyak) selain itu bisa ditemukan papillae pada area limbal
dengan puncak chalky-white excrescences (Horner-Trantas spots) | vernal = 60% recurrent di musim dingin
▪ Superior limbic keratoconjunctivitis (SLK) -> kondisi inflamasi kronik yang etiologinya tidak dipahami tapi
mungkin berhubungan dengan constant friction antara superior bulbar & tarsal conjunctival | pasien akan
mengeluhkan adanya displays bilateral burning + iritasi + sensasi adanya benda asing secara kronik tapi ada
periode remisi, SLK jarang terjadi unilateral + pada PF ditemukan adanya watery discharge & epiphora serta
superior palpebral & bulbar conjunctival injection + chemosis, jika kondisinya severe bisa ada pannus cornea
karena overgrowth dari conjunctival
▪ Keratoconjunctivitis sicca (dry eye syndrome) -> bisa disebabkan oleh kondisi autoimmune, kondisi sistemik,
dll | pasien datang dengan chronic intermittent bilateral (bisa asimetris) burning/stinging + foreign body
sensation + photophobia + eye fatigue + heavy eyelid sensation + pruritis + epiphora + watery discharge +
blurred vision + natural blink reflex menurun, pada PF ditemukan adanya injeksi conjunctival + inspissated
kelenjar meibom + eyelid margin telangiectasis + erythema + penurunan tear lake + rapid tear break-up time
+ punctate epithelial erosions + penurunan produksi air mata
Gejala umum dari keratoconjunctivitis adalah iritasi mata, pruritis, light sensitivity, minor blurring of vision,
epiphora, injeksi conjunctival, conjunctival chemosis, dan discharge mata. Evaluasi pada pasien harus dilakukan
dengan,
o Cek visus -> best-corrected
o Reaksi pupil
o Extraocular motility
o Confrontational visual fields
o Tekanan intraocular
o Pemeriksaan eksternal -> preauricular lymph nodes & tanda periorbital edema/erythema
o Pemeriksaan eyelid -> hiperpigmentasi, erythema, edema, rash/vesicles, discharge
o Discharge -> purulent (bisa muncul lagi setelah dibersihkan + harus kultur), mucoid (adheres ke eyelashes +
sticky), watery (clear & copious), mucopurulent
o Eversi eyelid untuk periksa palpebral conjunctiva -> evaluasi ada tidaknya folikel, papillae,
pseudomembranes
o Periksa conjunctiva bulbar & forniceal untuk cek injeksi & chemosis + pola geografi dari injeksinya
o Fluorescein staining + wood-lamp/slit-lamp/direct ophthalmoscope -> tanda corneal abrasions,
microtrauma, epithelial defects
o Schirmer test -> evaluasi produksi air mata jika curiga keratoconjunctivitis sicca
o Corneal sensation testing -> suspek herpetic viral infection
o Tear osmolarity -> keratoconjunctivitis sicca ada elevated tear film osmolarity
o Rapid sequence adenoviral testing -> suspek epidemic keratoconjunctivitis
Terapi dilakukan sesuai etiologinya,
▪ Epidermal keratoconjunctivitis -> cegah penyebaran dengan rajin cuci tangan + higenitas, bisa lakukan terap
symptomatic berupa artificial tears; cool compress; topical antihistamines | self-limiting disease dalam 2-3
minggu tapi ada kemungkinan recurrence + komplikasi jangka panjang jarang ditemukan
▪ Vernal keratoconjunctivitis -> biasanya butuh multi-disciplinary approach, first-linenya adalah lubricating
treatment untuk permukaan ocular (preservative-free artificial tears; gels; ointments), terapi lain yang bisa
dipertimbangkan adalah cool compresses + lid scrubs untuk removal allergen + topical antihistamine (mild
cases) + topical mast cell stabilizer (control symptoms in moderate cases) + topical corticosteroid (severe
cases) | benign & self-limiting disease yang membaik seiring usia tapi jika terjadi persistent maka bisa
considered atopic keratoconjunctivitis
▪ Keratoconjunctivitis sicca -> terapi utamanya adalah terapi konservatif dengan pemberian preservative-free
artificial tears/gels/ointment + warm compress + lid scrubs untuk increase produksi minyak dari kelenjar
meibom (help stabilized tear film) + oral flaxseed & fish oil bisa kurangi gejala + insersi punctal plugs untuk
cegah lacrimal drainage dari tear film + topical steroid (short-term) dengan steroid-sparring inflammatory
dampending agent (topical cyclosporine A; tacrolimus; lifitegrast) | bisa symptomatic controlled + kalau
well-controlled maka jarang ada break-through episodes
▪ Superior limbic keratoconjunctivitis -> first-line therapynya juga secara konservatif dengan pemberian
preservative-free artificial teras/gels/ointments + other topical treatment sesuai derajat keparahan, untuk
meningkatkan ocular surface lubrication maka bisa kita lakukan punctal occlusion | biasanya terapi sukses
tetapi kalau not responsive maka bisa terapi secara agresif dengan chemo-cautery/surgical conjunctival
resection
Komplikasi yang dapat timbul karena prolonged inflammation adalah symblepharon, forniceal shortening,
conjunctival scarring, limbal stem cell deficiency, dan cornea scarring | akibat persistent rubbing bisa timbul
acquired eyelid ptosis, eary cataract formation, keratoconus
Red-flag yang harus dirujuk,
√ Riwayat foreign body/trauma
√ Peningkatan IOP
√ Ada asymmetric/non-reactive pupil
√ Ada loss visus
√ Extensive/debilitating pain -> sulit/tidak dapat mempertahankan mata dalam kondisi terbuka
√ Corneal opacity
√ Copious/hyperacute & progressive purulent discharge
√ Tidak membaik setelah 3 hari terapi

5. Conjunctivitis -> kornea & pupil biasanya normal


Conjunctivitis (pink eye) merupakan inflamasi pada conjunctiva (membrane mukosa yang membatasi inside eyelids &
sclera) akibat virus/bakteri/dll. Penyebab conjunctivitis pada orang dewasa,

Gejala yang timbul berupa injeksi conjunctival (conjunctival hyperemia & dilatasi pembuluh darah sehingga ada
hyperemia & kemerahan), discharge, pembentukan crust, chemosis (pembengkakan eyelids/conjunctiva), burning
sensation, foreign-body sensation, photophobia, serta bisa ada rasa gatal (allergic conjunctivitis). Perbedaan
bacterial & viral conjunctivitis,
Tipe conjunctivitis,
♥ Conjunctivitis bakteri
Conjunctivitis bakteri biasanya terjadi unilateral dan dapat disebabkan oleh Staphylococcus; Streptococcus;
Pneumococcus; atau Haemophilus dengan gejala berupa mata merah + discharge purulent (yellow crust) yang
menyebabkan iritasi ocular (gritty; burning; pain), pasien biasanya ada riwayat kontak dengan orang yang
terinfeksi, temuan pada conjunctivitis bakteri adalah chemosis; papillae; round & reactive pupil; normal vision;
dan pada fluorescein drops tidak ditemukan adanya staining pada cornea. Pada conjunctivitis bakteri jarang
dilakukan investigasi khusus dan biasanya bersifat self-limiting tetapi jika gagal membaik maka bisa dilakukan
conjunctival swab. Untuk tatalaksana secara general adalah bersihkan discharge + tidak berbagi handuk untuk
mencegah penyebaran infeksi, tatalaksana spesifik bisa berupa:
o Antibiotic drops -> hasten resolution digunakan day time dengan dosis luas spt: chloramphenicol &
gentamycin
o Antibiotic ointment -> digunakan malam hari saat tidur
♥ Conjunctivitis virus
Conjunctivitis virus dapat disebabkan oleh adenovirus (commonest + highly contagious) seperti coxsackie &
herpes simplex atau akibat infeksi sistemik seperti virus infulenza; EBV; paramyxovirus (measles & mumps);
rubella. Pasien biasanya datang dengan onset akut mata merah secara difus + discharge watery + lakrimasi
berlebih (epiphora) + photophobia + rasa tidak nyaman + batuk & pilek (adenovirus = URTI). Temuan pada
conjunctivitis virus adalah diffuse conjunctival injection, preauricular lymphadenopathy, follicles & chemosis,
serta lid edema yang bertahan lebih lama dari conjunctivitis bakteri. Kondisi ini sifatnya self-limiting tetapi bisa
diberikan antibotik eye drops (chloramphenicol) untuk mengurangi gejala + mencegah infeksi bakteri sekunder
atau bisa diberikan steroid eye drops jika kasusnya chronic; protracted course; atau persistent corneal lesions &
symptoms. Terapi suportif yang dapat diberikan adalah pemberian kompres dingin + lubrikan (artificial tears) +
topical vasoconstrictor & anti-histamine untuk rasa gatal parah + strict hygiene (highly contagious).
♥ Chlamydial conjunctivitis
Ada 2 serotipe yang berperan dalam 2 jenis infeksi ocular yakni inclusion keratoconjunctivitis dan trachoma.
Investigasi pada conjunctivitis akibat chlamydia biasanya sulit + butuh special bacteriological test untuk
konfirmasi diagnosis, pemeriksaan bisa dilakukan dengan kultur scrapes + pewarnaan giemsa untuk screening
intracellular inclusion body dari chlamydia, serta bisa deteksi antigen chlamydial dengan immunofluorescence.
♥ Inclusion keratoconjunctivitis
Inclusion keratoconjunctivitis merupakan STD dengan serotype D-K yang jika tidak di treat secara adekuat dapat
menjadi chronic (hingga >18bulan). Temuan pada kondisi ini adalah palpebral conjunctival follicles, preauricular
lymphadenopathy, watery/stringy mucopurulent discharge, micropannus terkait subepithelial scarring, chemosis,
dan lid edema. Gejala pada genitourinary sistem bisa berupa vaginitis, cervicitis, ataupun urethritis yang tidak
responsive terhadap antibiotik. Management dilakukan dengan pemberian erythromycin/tetracycline
(kontraindikasi neonatal & ibu hamil) secara topical & systemic, kemudian untuk veneral disease terkait juga
harus di treat + periksa partner juga.
♥ Trachoma
Trachoma merupakan infeksi yang paling sering menyebabkan kebutaan. Serotypenya ada A-C dan bersifat
chronic + endemis pada area dengan hygiene yang buruk. Vector untuk pathogen ini adalah housefly +
diperparah oleh poor hygiene; overcrowded; dry & hot climate. Gambaran yang terlihat berupa subconjunctival
fibrosis (hallmark), diffuse inflammation papillary enlargement, follicles, trichiasis (eyelashes mengarah
backwards), dan corneal scaring (recurrent keratitis & trichiasis) yang bisa berujung kebutaan. Management
dilakukan dengan pemberian erythromycin/tetracycline oral ataupun topical, azithromycin single oral dose
sebagai alternatif, atau bisa operasi (entropion & trichiasis).

♥ Allergic conjunctivitis
Conjunctivitis alergi dapat terjadi secara akut atau kronik dan biasanya terjadi bilateral + gatal (gejala utama) +
pembengkakan lid + injeksi conjunctival + chemosis. Conjunctivitis ini biasanya terjadi setelah paparan allergen
dan akan membaik dalam beberapa jam. Pasien biasanya memiliki riwayat keluarga dengan atopy atau pasca
melakukan kontak dengan chemicals/eye drops. Gejala yang timbul bisa terjadi berulang pada saat yang sama
dengan tahun berbeda. Terdapat beberapa tipe conjunctivitis allergen,
√ Seasonal allergic conjunctivitis (SAC)
√ Perennial allergic conjunctivitis (PAC)
√ Vernal keratoconjunctivitis (VKC)
√ Atopic keratoconjunctivitis (AKC)
√ Giant papillary conjunctivitis (GPC)
Conjunctivitis allergic akut onsetnya cepat (mediasi IgE) dengan gambaran berupa gatal + lid swelling + injeksi
conjunctival + edema (chemosis) + lakrimasi. Ada 2 tipe acute allergic conjunctivitis yakni seasonal allergic
conjunctivitis (hay fever saat high environmental pollen + seasonal pattern) dan perennial allergic conjunctivitis
(karena allergen bukan pollen + no seasonal pattern). Management dilakukan dengan pemberian topical
antihistamine (levocabastine), systemic antihistamine (terfenadine), ataupun mast cell stabilizers (sodium
cromoglycate; nodocromyl; iodoxamide). Conjunctivitis allergic kronik bukan merupakan true ocular allergic
reaction dan lebih sering terjadi pada anak laki – laki dengan riwayat atopy. Tanda dan gejalanya berupa rasa
gatal + lacrimation + kemerahan pada kedua mata + photophobia + limbal follicles & white spots + giant
cobblestone (papillary conjunctivitis coalesce) + ulcer & infiltration (vernal keratoconjunctivitis) + mucoid
discharge (giant papillary conjunctivitis -> alergi ke foreign body). Management initialnya diberikan mast cell
stabilizers/antihistamine/agen dengan both properties (olopatadine; dll) kemudian bisa juga diberikan topical
steroids untuk kasus yang parah, selain itu pada GPC bisa diberikan topical mast cell stabilizer dan hentikan
pemakaian lensa sementara/permanent.

6. Cataract
Katarak merupakan kelainan pada mata yang ditandai dengan adanya kekeruhan pada lensa mata ataupun kapsulnya
secara progresif. Kelainan ini dapat terjadi pada segala usia tetapi lebih dominan timbul pada pasien berusia lanjut.
Etiologi terjadinya katarak dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti congenital (maternal nutrition; infeksi; defisiensi
oksigenasi karena pendarahan placental), age-related (senile cataract), cedera (trauma perforasi; trauma tumpul;
electric shock; radiasi UV; radiasi ion; chemical injuries), penyakit sistemik (myotonic dystrophy; atopic dermatitis;
neurofibromatosis type 2), kelainan endokrin (DM; hypoparathyroidism; cretinism), primary ocular disease (chronic
anterior uveitis; acute congestive angle closure; high myopia; hereditary fundus dustrophies), penggunaan obat
tertentu (corticosteroid; anticholinesterase inhibitor), poor nutrition (defisiensi antioxidant & vitamin), penggunaan
alkohol, dan perokok. Pada katarak terjadi kekeruhan lensa karena adanya denaturasi + koagulasi + degenerasi dari
protein lensa akibat gangguan pada pembentukan lensa (congenital), fibrous metaplasia dari epithel lensa
(subcapsular cataract), cortical hydration antara serat lensa (cortical cataract), serta karena deposisi pigment
(nuclear cataract). Pasien akan mengeluhkan penurunan/pandangan yang kabur secaara perlahan tanpa nyeri + bisa
bilateral/unilateral, diplopia/polypia yang kebanyakan uniocular, colored halos (rainbow halos karena kumpulan
water drops antara lapisan serat lensa yang berperan sebagai prisma), sensitivity terhadap cahaya, gangguan
refraksi, perubahan kemampuan melihat warna (pudar/yellowing). Pemeriksaan katarak dilakukan dengan
pemeriksaan visus, proyeksi sinar & persepsi warna, refleks pupil, serta shadow test (derajat kekeruhan lensa).
Penentuan prognosis dilihat dari refleks pupil, proyeksi sinar, persepsi warna tetapi tidak bergantung pada visus
pre-operasi ataupun derajat kekeruhan. Apabila refleks pupil, proyeksi sinar, dan persepsi warna baik maka
prognosis operasi katarak cenderung baik. Katarak imatur merupakan kondisi dimana ditemukan adanya uji
bayangan iris positif pada lensa sementara pada katarak matur akan ditemukan kekeruhan lensa secara total + mata
tenang + pupil kecil yang dibesarkan dengan midriatik. Katarak hipermatur/morgagni ditandai dengan adanya tanda
penyulit glaucoma (kornea keruh & pupil lebar) dan glaucoma sekunder (injeksi siliar; edema kornea; pupil lebar;
lensa keruh total), prognosis visus setelah operasi cenderung buruk. Terapi dilakukan seusai derajat keparahan tetapi
utamanya dilakukan operasi untuk mengangkat katarak, operasi biasanya lebih dipilih ketika visus pasien <6/24,
katarak sudah matur, atau ada indikasi tertentu (phacolytic glaucoma; phacomorphic glaucoma; retinal detachment),
tetapi untuk yang visusnya >6/24 dan kondisinya masih baik maka bisa coba berikan 2.5% phenylephrine;
cyclopentolate; atropine; dan kacamata untuk membantu penglihatan. Pilihan operasi yang dapat dilakukan, 
● Extracapsular cataract extraction -> pilihan utama + bisa tanam lensa setelah kataraknya diambil
● Intracapsular cataract extraction -> sudah jarang digunakan soalnya banyak komplikasi + gabisa tanam lensa
● Phaco-emulsification -> bentuk modifikasi ECCE dengan less astigmatism + early visual recovery 
● Laser phacolysis -> masih under trial 
Setelah operasi kebanyakan pasien akan menunjukan prognosis yang baik tetapi tetap perlu kontrol untuk
memastikan tidak ada perkembangan katarak di sisi mata yang lain. 

7. Steroid
Kontraindikasi untuk pasien dengan kerusakan kornea (nanti hambat regenerasi kornea), kecurigaan infeksi jamur,
IOP pasien tidak boleh tinggi.

Note:
● Gangguan retina kebelakang biasanya konfrontasi udah abnormal
● Fluorescein bisa positif pada keratoconjunctivitis karena ada kornea yang belum selesai perbaikan
● Infeksi -> kompres air hangat sedangkan inflamasi -> kompres air dingin

Anda mungkin juga menyukai