Anda di halaman 1dari 37

PENGARUH PENERAPAN ABSENSI ONLINE MENGGUNAKAN METODE LBS

PADA KOORDINAT ABSENSI DALAM MENGHADAPI REVOLUSI INDUSTRI 4.0


TERHADAP KINERJA ASN DI BKPSDM KABUPATEN KLUNGKUNG

OLEH:

Ni Putu Krisna Purnama Sari 19012010092

Lala Dinda Pratiwi 19012010097

Rasyida Nur Izzah 19012010126

Hasynah Puspita Lestaningrum 19012010166

Daffak Amirul Haq 19012010261

PROGRAM STUDI EKONOMI MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UPN VETERAN JAWA TIMUR

2022
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Seiring berkembangnya zaman, suatu perusahaan atau organisasi harus mampu


bertahan dalam teknologi yang semakin berkembang. Suatu perusahaan atau organisasi
harus memiliki manajemen yang baik serta mampu meningkatkan kualitas sumber daya
manusia. Sumber daya manusia juga berperan penting dalam pencapaian tujuan
perusahaan. Pengelolaan sumber daya manusia yang baik akan memberikan kemajuan
pada perusahaan dan kesejahteraan karyawan. Sumber daya manusia merupakan salah
satu unsur yang menentukan keberhasilan organisasi. Sumber daya manusia sebagai
makhluk hidup yang mempunyai pikiran, perasaan, kebutuhan dan harapan - harapan
tertentu. Menurut (Lubis & Onsardi, 2021) Sumber daya manusia adalah salah satu
sumber daya yang penting bagi sebuah perusahaan, karena memiliki bakat, tenaga, dan
kreativitas yang dibutuhkan oleh perusahaan untuk mencapai tujuannya, sehingga
sumber daya manusia atau biasa disebut dengan karyawan memiliki peran yang sangat
dominan dalam suatu perusahaan.

Teknologi informasi memiliki kemajuan yang sangat pesat sehingga menuntut


semua orang maupun perusahaan untuk mengembangkan ilmu demi mempermudah
kinerjanya. Dalam meningkatkan kualitas kinerja pegawai pada perusahaan, sistem
layanan kehadiran merupakan salah satu faktor yang dapat mendorong performa dan
kualitas kinerja pegawai. Kinerja pegawai pada perusahaan dapat berlangsung dengan
baik dan lancar dengan adanya sistem informasi absensi kehadiran pegawai di
perusahaan. Absensi dapat dikatakan suatu pendataan kehadiran yang merupakan
bagian dari aktivitas pelaporan yang ada dalam sebuah institusi. Kehadiran berkenaan
dengan tanggung jawab pegawai saat bekerja, pegawai yang hadir tepat waktu dan tidak
terlambat saat masuk kerja bisa dikatakan mempunyai sifat disiplin. Dalam sebuah
perusahaan memerlukan kebijakan terutama tingkat kedisiplinan pegawai. Kedisiplinan
dari pegawai merupakan tolak ukur utama dalam melihat kinerja pegawai berdasarkan
kehadirannya di perusahaan. Berdasarkan dari data absensi, maka sebuah perusahaan
harus memiliki sistem absensi kehadiran pegawai yang dapat mengatur kehadiran
pegawai berdasarkan kewajiban, larangan, dan sanksi apabila kewajiban seorang
pegawai tidak ditaati atau dilanggar.
Tabel 1.1 Capaian Kinerja

Berdasarkan data capaian kinerja mulai tahun 2017 - 2020 Indikator persentase
ASN dengan Indeks Profesionalitas tinggi sudah sesuai antara target dan realisasi,
namun terbilang menurun pada tahun 2020, karena capaian hanya 60%. Hal ini
membuktikan bahwa terjadi penurunan kinerja pegawai yang cukup signifikan
disebabkan oleh masa transisi dari keadaan normal berubah menjadi pandemi covid-19.
Keadaan itu tentu menjadi kesulitan tersendiri bagi pegawai pelayanan publik
khususnya BKPSDM di Kabupaten Klungkung. Tidak hanya itu, kinerja Aparatur Sipil
Negara (ASN) yang dianggap tidak maksimal dalam menjalankan tugasnya. Hal ini
dapat dilihat dari rendahnya tingkat presensi dan keterlambatan ASN di tempat kerja.
Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah Kabupaten Klungkung telah mencoba untuk
menerapkan absensi online berbasis koordinat bagi ASN. Sehingga dengan adanya
kebijakan ini diharapkan dapat meningkatkan kinerja ASN dan menghilangkan budaya
terlambat sehingga ASN bisa sampai di tempat kerja dengan tepat waktu dan
memaksimalkan waktu kerja. Pada umumnya problema profesionalisme ASN dapat
dilihat dari kurang nya integritas, lambatnya kinerja dan banyaknya pelanggaran
disiplin. Untuk itu, Pemerintah Kabupaten Klungkung mengambil kebijakan untuk
mengubah sistem absensi menjadi sistem aplikasi online yang dapat diakses melalui
smartphone. Hal ini dilakukan untuk mengurangi keterlambatan atau kecurangan yang
mungkin saja dilakukan ASN, sebagai salah satu upaya memperbaiki kinerja
pegawainya.
Berdasarkan latar belakang tersebut, kami tertarik untuk meneliti lebih
mendalam tentang "PENGARUH PENERAPAN ABSENSI ONLINE
MENGGUNAKAN METODE LBS PADA KOORDINAT ABSENSI DALAM
MENGHADAPI REVOLUSI INDUSTRI 4.0 TERHADAP KINERJA ASN DI
BKPSDM KABUPATEN KLUNGKUNG".

1.2. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Tingkat Efektivitas Absensi Online Menggunakan Metode LBS Pada


Koordinat Absensi dalam Menghadapi Revolusi Industri 4.0 Terhadap Kinerja
ASN di BKPSDM Kabupaten Klungkung?

2. Bagaimana Pengaruh Absensi Online Menggunakan Metode LBS Pada


Koordinat Absensi dalam Menghadapi Revolusi Industri 4.0 Terhadap Kinerja
ASN di BKPSDM Kabupaten Klungkung?

1.3. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui Tingkat Efektivitas Absensi Online Menggunakan Metode LBS


Pada Koordinat Absensi dalam Menghadapi Revolusi Industri 4.0 Terhadap
Kinerja ASN di BKPSDM Kabupaten Klungkung.

2. Untuk mengetahui Pengaruh Absensi Online Menggunakan Metode LBS Pada


Koordinat Absensi dalam Menghadapi Revolusi Industri 4.0 Terhadap Kinerja
ASN di BKPSDM Kabupaten Klungkung.

1.4 Manfaat Penelitian


1. Secara teoritis, penelitian ini memberikan manfaat pada bidang ilmu
manajemen khususnya mata kuliah sumber daya manusia.
2. Secara praktis, penelitian ini memberikan manfaat sebagai berikut:
a) Pemerintah Kabupaten Klungkung
Dapat menjadi acuan untuk pemberian masukan- masukan sebagai
perbaikan agar organisasi pemerintah dapat meningkatkan pelayanan
dengan lebih optimal dalam rangka mewujudkan prinsip Good
Government di Pemerintah Kabupaten Klungkung.
b) Warga Kabupaten Klungkung
Bagi masyarakat atau pembaca pada umumnya, penelitian ini
diharapkan dapat memberikan gambaran tentang implementasi
kebijakan absensi berbasis online sebagai bagian dari memonitor kinerja
Aparatur Sipil Negara (ASN).
c) Peneliti Lanjutan
d) Penelitian ini bermanfaat sebagai referensi atau acuan kepada peneliti
lanjutan. Dengan begitu, peneliti lanjutan dapat menggunakan sebagai
bahan acuan dalam membuat pedoman dalam upaya memberikan
kontribusi terhadap pengembangan manajemen Aparatur Sipil Negara
(ASN).
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

Landasan teori pada penelitian ini mencakup tiga hal yang mencakup variabel
dari penelitian ini yaitu Absensi Online menggunakan Metode LBS dan Kinerja
Pegawai.

2.1.1. Absensi Online dan Metode LBS


a. Pengertian Absensi Online dan Metode LBS

Absensi adalah rutinitas yang dilaksanakan setiap orang untuk


menunjukkan bahwa dirinya hadir atau tidak dalam institusi (Prasetyo et al.,
2021). Absensi merupakan suatu metode untuk memantau pegawai apabila
pegawai tersebut berada di tempat kerja atau diluar tempat kerja (Sari et al.,
2022). Menurut (Nurul Faradina, 2019), absensi online diartikan sebagai sistem
yang berfungsi untuk mencocokkan jam ataupun lokasi berdasarkan smartphone
atau desktop yang menggunakan web maupun android untuk menghasilkan
catatan dan informasi kehadiran. Berdasarkan pendapat tersebut, diketahui
bahwa absensi online merupakan sistem berbasis elektronik yang digunakan
untuk mengelola kehadiran sebagai langkah positif yang dapat dilakukan untuk
mengurangi persoalan absensi.

Absensi online adalah pencatatan kehadiran yang memanfaatkan


teknologi modern dengan menggunakan sistem cloud yang terhubung dengan
database secara realtime dimana sistem cloud tersebut menyimpan data secara
otomatis yang kemudian data tersebut bisa diakses dimana saja dan kapan saja
selama terhubung dengan internet, (Tarry Andini, 2019). Sistem cloud adalah
suatu model yang memberikan kenyamanan akses jaringan permintaan
beberapa pengguna untuk berbagai sumber daya komputasi. Sistem cloud pada
dasarnya penggunaan internet service untuk mendukung proses bisnis. System
cloud memberikan solusi pada permasalahan kebutuhan teknologi informasi
baik untuk individu, perusahaan ataupun organisasi pemerintah, (Maulana &
Suharyanto, 2018).
Menurut Editor, (2019) absensi online adalah teknologi yang dapat
digunakan karyawan dalam melakukan absensi tanpa harus menggunakan
mesin yang berfisik seperti fingerprint. Menggunakan aplikasi absensi online
pimpinan perusahaan dapat melihat informasi lokasi, waktu, dan tempat dimana
karyawan tersebut berada secara realtime.

b. Metode LBS

Location Based Service (LBS) adalah suatu layanan untuk menyediakan


informasi atau laporan yang sudah dibuat, disusun, dipilih atau disaring dengan
menggunakan lokasi pengguna atau orang lain atau perangkat mobile (device)
dengan memanfaatkan Global Positioning System atau GPS (Pranatawijaya,
2021). Layanan berbasis lokasi merupakan sebuah layanan informasi yang
dapat dijangkau melalui perangkat bergerak dengan jaringan serta mampu
menampilkan lokasi letak secara geografis keberadaan dari perangkat bergerak
tersebut (Dayumi & mulya 2018).

LBS adalah sebuah layanan informasi yang bisa diakses dengan mobile
android atau perangkat melalui jaringan dan bisa menunjukkan lokasi geografis
dari keberadaan mobile android serta dapat juga digunakan sebagai layanan
untuk mengidentifikasi lokasi dari seseorang atau suatu objek tertentu (Gosal,
2021).

Adapun tujuan dari penerapan absensi online yaitu:

1. Memberikan kemudahan bagi karyawan yang bekerja pada luar kantor.


2. Memberikan kemudahan bagi karyawan dalam pengajuan cuti
3. Memberikan informasi yang cepat kepada karyawan maupun
perusahaan tentang keberlangsungan kinerja

c. Indikator Absensi Online

Indikator absensi online yang dikemukakan oleh Sleekr, (2018) meliputi:

1. Peningkatan Produktivitas

Ada berbagai cara perusahaan dalam meningkatkan


produktivitas karyawan salah satunya ialah melalui perbaikan sistem
pada metode absensi karyawan. Kesuksesan suatu perusahaan tidak lain
dari karyawan. Tingkat keefektifan dan efisiensi metode absensi juga
berdampak pada loyalitas karyawan sehingga bisa mempengaruhi
kinerja seorang karyawan.

2. Praktis

Baik itu Perusahaan kecil ataupun perusahaan besar hendaknya


perlu menerapkan absensi online karena metode tersebut sangat berguna
dalam kemudahan mengorganisir karyawan, khususnya dari segi
administratif. Serta tidak ada biaya perawatan untuk pengadaan
perawatan absensi.

3. Efisien

Absensi online bisa diakses dimana saja dan kapan saja selama
terhubung dengan internet. Sehingga lebih menghemat tenaga dan
waktu apabila akan memulai sebuah proses kinerja.

4. Transparansi

Sistem absensi online menciptakan transparansi antar karyawan.


Karena sistem absensi online dapat memastikan gaji yang diperoleh oleh
karyawan melalui absensi serta mengetahui jumlah izin cuti yang
diperoleh dan dipakai secara otomatis hanya melalui smartphone.

5. Tingkat keamanan tinggi

Tingkat keamanan yang tinggi pada metode absensi online


sangat bisa diandalkan karena pada saat akan melakukan absen
karyawan harus menentukan titik koordinat, lalu melakukan foto secara
langsung yang kemudian baru bisa melakukan absen. Hal tersebut
sangat menekan tidak adanya kecurangan pada saat melakukan absensi
dan pengajuan cuti.

2.1.2. Kinerja Pegawai


a. Pengertian Kinerja Pegawai
Perusahaan dapat dikatakan berhasil apabila kinerja sumber daya
manusia berusaha untuk meningkatkan kinerja karyawan untuk mencapai tujuan
perusahaan yang telah ditetapkan. Menurut Afandi (2018:83) Kinerja adalah
hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu
perusahaan sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing
dalam upaya pencapaian tujuan organisasi secara ilegal, tidak melanggar hukum
dan tidak bertentangan dengan moral dan etika.

Kinerja karyawan merupakan aspek penting yang bersifat individual.


Karena seorang karyawan mempunyai tingkat keahlian dan kemampuan yang
berbeda-beda dalam pekerjaan tersebut. Pekerjaan tersebut didasarkan pada
indikator keberhasilan yang telah ditetapkan oleh perusahaan. hasil dari
pekerjaan tersebut merupakan sebuah hasil kinerja karyawan, (Jenny Tarigan,
2019). Sinambel dalam (Desi permatasari, 2020) mengemukakan bahwa
definisi kinerja karyawan ialah sebuah kemampuan karyawan dalam melakukan
sesuatu keahlian tertentu, kinerja karyawan tergolong baik apabila memiliki
kompetensi yang dibutuhkan oleh perusahaan.

b. Faktor-faktor yang mempengaruhi Kinerja

Menurut Sopiah, Sangadji yang berjudul Manajemen Sumber Daya


Manusia Strategik (2018:352) Amstrong (1998)
1. Personal factors (faktor Individu).
Faktor individu berkaitan dengan keahlian, motivasi, komitmen,
dan lain-lain
2. Leadership factors (faktor kepemimpinan).
Faktor kepemimpinan berkaitan dengan kualitas dukungan dan
penghargaan yang diberikan oleh pimpinan, manajer, atau ketua
kelompok kerja.
3. Team factors (faktor kelompok/rekan kerja).
Faktor kelompok/rekan kerja berkaitan dengan kualitas
dukungan yang diberikan oleh rekan kerja.
4. System factors (faktor sistem).
Faktor sistem berkaitan dengan sistem metode kerja yang ada
dan fasilitas yang disediakan oleh organisasi.
5. Contextual/situational (faktor situasi).
Faktor situasi berkaitan dengan tekanan dan perubahan
lingkungan, baik lingkungan internal maupun eksternal.

Dari pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa faktor yang
mempengaruhi kinerja bukan saja dari seorang pegawai. Bisa saja yang
mempengaruhi kinerja seorang pegawai adalah gaya kepemimpinan, motivasi
yang diberikan, budaya organisasi.

c. Indikator Kinerja Pegawai

Menurut (Mangkunegara, 2017) indikator kinerja karyawan adalah


sebagai berikut:
1) Kualitas saat bekerja
Tingkat dimana hasil aktivitas yang dilakukan mendekati
sempurna, dalam arti menyesuaikan beberapa cara ideal dari penampilan
aktivitas ataupun memenuhi tujuan yang diharapkan dari suatu aktivitas.
2) Kuantitas kerja
Jumlah yang dihasilkan dalam istilah jumlah unit, jumlah siklus
aktivitas yang diselesaikan.
3) Tanggung jawab terhadap pekerjaan
Kesadaran akan kewajiban melakukan dengan akurat atau tidak
ada kesalahan.
4) Kemampuan bekerjasama
Kemampuan karyawan untuk bekerja sama dengan orang lain
dalam menyelesaikan suatu tugas yang ditentukan sehingga mencapai
daya guna dan hasil guna yang sebesar-besarnya.
5) Kemandirian
Tingkat di mana seseorang pegawai dapat melakukan fungsi
kerjanya tanpa meminta bantuan bimbingan dari pengawas atau
meminta turut campurnya pengawas untuk menghindari hasil yang
merugikan.
6) Ketepatan waktu
Tingkat suatu aktivitas diselesaikan pada waktu awal yang
diinginkan, dilihat dari sudut koordinasi dengan hasil output serta
memaksimalkan waktu yang tersedia untuk aktivitas lain.
7) Kehadiran
Setiap pekerjaan harus memenuhi absensi atau kehadiran
karyawan dalam bekerja sesuai waktu yang ditentukan.

2.2 Hubungan Antar Variabel

Misriah, dkk (2021) meneliti tentang pengaruh absensi online terhadap kinerja pegawai.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis Pengaruh E-Absen
dan Tunjangan Tambahan Penghasilan pegawai terhadap Kinerja ( SKP Online).
Penelitian ini dilakukan pada pegawai Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Selatan.
Metode yang digunakan adalah metode deskriptif kuantitatif. Populasi adalah pegawai
yang mempunyai kewajiban untuk melaporkan kinerja (SKP Online) nya, dengan
menggunakan rumus slovin sejumlah 56 orang, dari seluruh populasi. Data diperoleh
dari hasil angket dan wawancara. Teknik analisis data menggunakan program SPSS
versi 17. Pengujian validitas menggunakan dan reliabilitas menggunakan alpha
cronbach. Pengujian asumsi klasik menggunakan uji multikolinearitas,
heteroskedastisitas, dan normalitas dan Autokorelasi. Analisis data menggunakan
regresi linear berganda.Berdasarkan hasil analisis data diperoleh hasil bahwa E-Absen
berpengaruh terhadap kinerja (SKP Online). Absensi online merupakan sistem
pencatatan presensi yang dalam mengaksesnya melalui smartphone. Dengan adanya
absensi online ini tentu membuat aktivitas yang dilakukan pegawai akan jauh lebih
efisien dan efektif dalam menunjang kinerjanya.

2.3 Kerangka Konsep


Kerangka konseptual merupakan sebuah alur pemikiran terhadap suatu
hubungan antar konsep satu dengan konsep yang lain untuk dapat memberikan
gambaran dan mengarahkan asumsi terkait variabel – variabel yang akan diteliti dengan
merencanakan teori atau hipotesis penelitian dengan bentuk bagan dengan penjelasan
objektif. Berdasarkan teori - teori yang dikemukakan, maka model kerangka konseptual
yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Absensi Online
Kinerja Pegawai
Metode LBS

2.4 Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara teoritis dari suatu penelitian yang akan
dibuktikan. Jawaban sementara tersebut didasari dari tinjauan pustaka untuk menjawab
pertanyaan dari rumusan masalah yang belum sesuai dengan bukti empiris yang
diperoleh melalui pengumpulan data penelitian, (Sugiyono, 2017).

H: Diduga terdapat pengaruh antara Absensi Online Metode LBS dengan Kinerja
Karyawan
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis Penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif. Dalam penelitian


kuantitatif ini dominan menggunakan angka-angka yang lebih sistematis. Penelitian ini
menggunakan angket (kuesioner) dalam proses pengumpulan datanya, sedangkan
sumber data yang digunakan yaitu data primer. Data diperoleh melalui kuesioner yang
disebarkan kepada responden yaitu karyawan BKPSDM Kabupaten Klungkung.

3.2 Definisi Operasional


Dalam penelitian ini terdapat satu variabel bebas (X), yaitu : Absensi Online.
Serta satu variabel terikat (Y), yaitu : Kinerja karyawan (Y). Adapun definisi
operasional dari masing-masing variabel sebagai berikut :

3.2.1 Absensi Online (X)

Absensi dapat dikatakan suatu pendataan kehadiran yang merupakan bagian


dari aktivitas pelaporan yang ada dalam sebuah institusi. Pada BKPSDM Kabupaten
Klungkung menurut cara penggunaannya sudah menerapkan absensi non manual
dengan menggunakan teknologi yang digunakan untuk pencatatan kegiatan kehadiran
pegawai. Indikator yang digunakan dalam penelitian ini absensi online menurut Sleekr
(2018) sebagai berikut

1. Peningkatan produktivitas

2. Praktis

3. Efisien

4. Transparansi

5. Tingkat keamanan tinggi

3.2.2 LBS (Location Based Service)


Location Based Service adalah layanan informasi yang dapat diakses melalui
mobile device dengan menggunakan mobile network, yang dilengkapi kemampuan
untuk memanfaatkan lokasi dari mobile device tersebut. Dalam pemanfaatan layanan
location based service untuk memperoleh posisi pengguna ada 2 tipe layanan yang bisa
digunakan, yaitu menggunakan GPS atau A-GPS. Dari kedua layanan tersebut akan
didapatkan posisi pengguna dalam bentuk koordinat longitude dan latitude. Location
Based Service juga bisa dilihat dari sisi layanan yang diberikan, seperti Reactive
Location Based Services dan Proactive Location Based Services.

Reactive Location Based Services adalah layanan yang hanya aktif jika ada aksi
yang dilakukan pengguna. Sedangkan proactive location based services merupakan
layanan yang akan selalu memberi informasi kepada pengguna walaupun pengguna
tidak melakukan permintaan terhadap layanan. Dalam penelitian ini layanan yang
diterapkan dalam penggunaan LBS adalah layanan berbasis lokasi terdiri dari 5
komponen utama yaitu :

1. Mobile devices, Suatu alat yang digunakan oleh pengguna untuk meminta informasi
yang dibutuhkan.

2. Communication Network, Jaringan komunikasi yang mengirim data pengguna dan


informasi yang diminta dari mobile terminal ke Service Provider kemudian
mengirimkan kembali informasi yang diminta ke pengguna. Communication network
dapat berupa jaringan seluler (GSM, CDMA), Wireless Local Area Network (WLAN),
atau Wireless Wide Area Network (WWAN).

3. Positioning Component, Untuk memproses sesuatu dalam mengendalikan layanan


maka posisi pengguna harus diketahui peta.

4. Service and Application Provider, Penyedia layanan menawarkan berbagai macam


layanan kepada pengguna dan bertanggung jawab untuk memproses informasi yang
diminta pengguna.

5. Data and Content Provider, Penyedia layanan tidak selalu menyimpan semua data
yang dibutuhkan yang bisa diakses oleh pengguna. Untuk itu, data dapat diminta dari
content provider.
3.2.3 Kinerja Karyawan(Y)
Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas. Variabel
terikat dalam penelitian ini adalah : kinerja (Y), adalah hasil kerja yang telah dicapai
oleh karyawan BKPSDM Kabupaten Klungkung di dalam melaksanakan pekerjaannya.

Indikator-Indikator :

1. Kuantitas

2. Kualitas

3. Ketepatan Waktu

4. Kehadiran

5. Tanggung Jawab Terhadap Pekerjaan

3.2.4 Pengukuran Variabel

Skala yang digunakan adalah skala Likert yang terdiri atas 5 (lima) skala. Cara
pengukurannya dengan menghadapkan responden pada suatu pertanyaan dan
selanjutnya diminta untuk memilih jawaban yang tersedia. Lima poin skala respon
yang digunakan mulai dari:

1. Sangat Tidak Setuju (STS) skor = 1

2. Tidak Setuju (TS) skor = 2

3. Netral (N) skor = 3

4. Setuju (S) skor = 4

5. Sangat Setuju (SS) skor = 5

3.3 Populasi, Sampel, dan Teknik Penarikan Sampel


3.3.1 Populasi

Menurut Morissan (2012:19) populasi adalah sebagai suatu kumpulan subjek,


variabel, konsep atau fenomena. Kita dapat meneliti setiap anggota populasi untuk
mengetahui sifat populasi yang bersangkutan. Dalam penelitian ini yang menjadi
populasi adalah seluruh karyawan BKPSDM Kabupaten Klungkung sebanyak 30
orang.

3.3.2 Sampel

Menurut Arikunto (2006:131) sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi
yang diteliti. Jika kita akan meneliti sebagian dari populasi, maka penelitian tersebut
disebut penelitian sampel. Sehingga diperoleh responden sebanyak 30 orang
karyawan BKPSDM Kabupaten Klungkung.

3.3.3 Penarikan Sampel

Teknik penarikan sampel menggunakan teknik nonprobability sampling salah


satunya teknik sampling jenuh. Nonprobability sampling adalah teknik pengambilan
sampel yang tidak memberi peluang atau kesempatan sama bagi setiap unsur atau
anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel. Sedangkan teknik sampling jenuh
yaitu teknik penentuan sampel dengan mengambil seluruh anggota populasi sebagai
responden atau sampel, karena pertimbangan sampel yang digunakan dalam
penelitian jumlahnya terbatas sehingga sampel mampu mewakili populasi dengan
baik dan memberikan kesempatan secara proporsional bagi karyawan untuk menjadi
sampel.(Sugiyono, 2013).

3.4 Jenis Penelitian

Jenis Penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif. Dalam penelitian


kuantitatif ini dominan menggunakan angka-angka yang lebih sistematis. Penelitian
ini menggunakan angket (kuesioner) dalam proses pengumpulan datanya, sedangkan
sumber data yang digunakan yaitu data primer. Data diperoleh melalui kuesioner yang
disebarkan kepada responden yaitu karyawan BKPSDM Kabupaten Klungkung.

3.4.1 Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Data Primer, sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul
data (Sugiyono, 2013). Untuk mendapatkan data primer peneliti mengumpulkannya
secara langsung. Teknik yang digunakan peneliti untuk mengumpulkan data berupa
observasi, wawancara, dan kuisioner. Data primer digunakan dengan mengumpulkan
data melalui penyebaran kuesioner kepada subjek penelitian yang akan dituju dan
nantinya kuesioner/angket tersebut diisi oleh responden.

3.4.2 Sumber Data

Jenis sumber data penelitian ini adalah data primer, karena diperoleh secara
langsung dari hasil jawaban responden karyawan BKPSDM Kabupaten Klungkung.

3.4.3 Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan cara kuesioner (angket) sebagai


teknik untuk mengumpulkan data dari responden. Kuesioner merupakan teknik
pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan
tertulis kepada responden untuk dijawabnya. (Sugiyono, 2013).

3.5 Teknis Analisis Data

Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini disesuaikan dengan tujuan
penelitian, dimana penelitian ini bertujuan mencari pengaruh absensi online terhadap
variabel terikat yaitu kinerja karyawan. Adapun sebelum dilakukan analisis terhadap
data yang diperoleh, maka sebelumnya akan dilakukan uji validitas dan reliabilitas
terhadap data tersebut.

3.5.1 Uji Validitas Reliabilitas


3.5.1.1 Uji Validitas

Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau tidaknya suatu kuesioner
(Ghozali & Laten, 2015) . Suatu kuesioner dikatakan valid jika pernyataan pada
kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner
tersebut. Jadi, efektivitas mengukur apakah pertanyaan yang diajukan dalam
kuesioner yang sudah dibuat benar-benar dapat mengukur pertanyaan yang hendak
diukur atau tidak Uji validitas dapat diketahui dengan melihat r hitung, apabila r
hitung sig. ≤ 0,05 = valid dan r hitung sig. > 0,05 = tidak valid (Ghozali, 2014).
Analisis dapat dilakukan melalui cara mengkorelasikan antara skor item dengan
skor total. Dimana, koefisien nilai signifikannya lebih kecil dari 5% yang
menunjukkan bahwa item tersebut sudah dapat dikatakan benar sebagai pembentuk
indikator.
3.5.1.2 Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas digunakan untuk mengetahui apakah instrument memiliki
indeks kepercayaan yang baik jika diujikan berulang sehingga hasil dapat
dipercaya. Reliabilitas menunjukkan tingkat konsistensi instrumen dalam
mengukur suatu konsep. Instrument pengukuran dapat dikatakan reliabel jika hasil
pengukurannya konsisten dan akurat. Instrumen yang valid sudah pasti reliable dan
sebaliknya instrumen yang reliabel belum tentu valid.
3.6 Teknik Analisis dan Uji Hipotesis

3.6.1 Teknik Analisis

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan


SEM (Structural Equation Modeling) berbasis komponen dengan menggunakan
PLS (Partial Least Square). Metode Partial Least Square (PLS) adalah model
persamaan struktural berbasis variance yang mampu menggambarkan variabel laten
(tak terukur langsung) dan diukur menggunakan variabel manifes (indikator-
indikator) (Imam Ghozali, 2013:417). Pemilihan menggunakan alat analisis PLS
karena banyak digunakan untuk analisis kausal-prediktif dan merupakan teknik
yang sesuai digunakan dalam aplikasi prediksi dan pengembangan teori pada
penelitian ini.
PLS merupakan pendekatan yang lebih tepat untuk membantu peneliti untuk
mendapat nilai variabel laten untuk tujuan prediksi. PLS adalah model persamaan
SEM yang berbasis komponen atau varian dan merupakan teknik statistika
multivariat yang digunakan untuk membandingkan antara variabel dependen
dengan variabel independen.
SEM dengan PLS merupakan suatu teknik alternatif analisis SEM dengan
data yang dipergunakan tidak harus berdistribusi normal multivariate dan sampel
tidak harus besar. Pada SEM dengan PLS nilai variabel laten dapat diestimasi sesuai
kombinasi linear dari variabel variabel manifest yang terkait dengan suatu variabel
laten dan diperlakukan untuk menggantikan variabel manifest. Untuk melakukan
pengujian dengan sistem SEM, dilakukan dengan bantuan Smart PLS. PLS
mengenal dua macam komponen dalam model kausal, yaitu measurement model
(model pengukuran) dan structural model (model struktural). Di dalam PLS
variabel laten bisa berupa hasil pencerminan indikatornya, yang diistilahkan dengan
indikator refleksi dan bisa kontrak dibentuk oleh indikatornya yang diistilahkan
dengan indikator formatif.
Beberapa alasan penggunaan teknik analisis PLS pada penelitian ini :

1. PLS bertujuan untuk memprediksi suatu hubungan antar variabel. Hal itu sesuai
dengan tujuan penelitian yaitu melihat pengaruh.

2. PLS dapat digunakan untuk penelitian yang memiliki sedikit landasan teori.

3. PLS tidak membutuhkan banyak asumsi penelitian sehingga sesuai dengan


penelitian bersifat prediksi.

4. PLS dapat menganalisa konstruk dengan indikator reflektif maupun indikator


formatif secara bersama-sama.

3.6.2 Model Indikator Reflektif dan Indikator Formatif

3.6.2.1 Model Indikator Reflektif (Indicator Manifest)

Model refletktif sering disebut principal factor model, dimana kovarian


pengukuran indikator seolah-olah dipengaruhi konstruk laten atau mencerminkan
variasi dari konstruk laten. Pada model indikator reflektif ini, konsistensi internal
harus diperiksa yang mengasumsikan bahwa tiap indikator bersifat homogen dan
unidimensional. Konstruk unidimensional pada model reflektif digambarkan
dengan bentuk elips dan beberapa anak panah dari konstruk ke arah indikator.
Model reflektif menghipotesiskan bahwa perubahan pada konstruk laten akan
mempengaruhi perubahan pada indikator.
Ciri-ciri model indikator reflektif, yaitu:
1. Arah hubungan kausalitasnya seolah-olah dari konstruk ke indikator,
2. Arah indikatornya diharapkan saling berkorelasi,
3. Menghilangkan indikator tidak merubah makna variabel laten,
4. Menghilangkan tingkat kesalahan pengukuran (error) pada tingkat indikator,
5. Seolah-olah mengamati akibatnya.

3.6.2.2 Model Indikator Formatif (Indikator Kausal)

Model formatif juga sering disebut dengan causal indicator atau indikator
penyebab, yang mengasumsikan bahwa semua indikator mempengaruhi single
konstruk. Menghilangkan satu indikator tidak akan mengganggu indikator lainnya,
karena masing-masing relatif independen. Dalam model formatif arah hubungan
kausalitas mengalir dari indikator ke konstruk laten dan indikator secara Bersama-
sama menentukan konsep empiris dari konstruk laten. Diasumsikan bahwa antar
indikator saling berkorelasi, tetapi tidak mengasumsikan perlunya korelasi antar
indikator. Oleh karena itu, ukuran internal konsistensi reliabilitas tidak diperlukan
untuk menguji reliabilitas konstruk formatif.
Untuk menguji validitas konstruk laten, harus menekankan pada nomogical
atau criterion-related validity. Implikasi lain model formatif yaitu dengan
menghilangkan satu indikator dapat menghilangkan bagian unik dari konstruk laten
dan merubah makna. Salah satu sifat indicator formatif adalah akumulasi, karena
menggunakan regresi.
Ciri-ciri model indikator formatif, yaitu:

1. Arah hubungannya dari indikator ke arah variabel laten,

2. Arah indikatornya diasumsikan tidak berkorelasi,

3. Menghilangkan indikator dapat merubah makna variabel laten,

4. Menghitung tingkat kesalahan (error) pada tingkat variabel laten,

5. Seolah-olah mengamati penyebabnya.

3.7. Cara Kerja PLS

Sebagai alat model prediksi, PLS mengartikan variabel laten sebagai liniear
agregat dari indikatornya. Metode estimasi bobot variabel laten dilakukan dengan
membangun inner model dan outner model. Residul varian pada variable dependen
akan diminimumkan untuk menghasilkan skor prediksi (Jogiyanto dan Abdilla,2015).

Parameter estimasi yang dilakukan pada model pengukuran dan structural


dalam PLS dibagi menjdi tiga kategori. Pertama menghasilkan weight estimate,
kedua menghasilkan estimasi means dan lokasi (konstanta). Selama iterasi
berlangsung inner model estimate digunakan untuk mendapatkan outside
approximation weight, sementara itu outer model estimate digunakan untuk
mendapatkan inside approximation weight. Prosedur iterasi ini akan berhenti ketika
presentasie perubahaan setiap outside approximation weight relative terhadap
proses iterasi sebelumnya kurang dari 0,01 (Jogiyanto dan Abdillah, 2015:159 –
162)
3.7.1 Model Spesifikasi PLS

PLS terdiri dari hubungan internal (Inner Model atau Model Structural) dan
hubungan eksternal (Outer Model atau Model Pengukuran). Hubungan tersebut
didefinisikan sebagai dua persamaan linier, yaitu model pengukuran yang
menyatakan hubungan antara perubah laten dengan sekelompok perubah penjelas
dan model structural (Jogiyanto dan Abdillah 2015:159- 1620).

Menurut Jogiyanto dan Abdillah (2015:159-162), model analisis jalur semua


variabel laten dalam PLS terdiri dari tiga set hubungan:
1. Inner model yang menspesifikasi hubungan antar variabel laten (structural model)
2. Outer model yang menspesifikasi hubungan antara variabel laten dengan indikator
atau variabel manifestasinya (measurement model)
3. Weight relation dalam mana nilai kasus dari variabel laten dapat diestimasi.

3.7.2 Langkah-langkah PLS

1. Langkah pertama : Merancang model struktural (inner model)

Perancangan model struktural hubungan antar variabel laten pada PLS


didasarkan pada rumusan masalah atau hipotesis penelitian, yaitu :
a. Teori, jika sudah ada.
b. Hasil penelitian empiris.
c. Analogi, yaitu hubungan antar variabel pada bidang ilmu lain.
d. Normative, contohnya peraturan pemerintah, undang-undang, dan lainnya.

2. Langkah Kedua : Merancang model pengukuran (outer model)


Perancangan model pengukuran dalam PLS sangat penting, karena terkait
dengan apakah indikator bersifat refleksif atau formatif. Merancang model
pengukuran adalah menemukan sifat indikator masing-masing variabel laten,
apakah bersifat refleksif ataukah formatif. Kesalahan dalam menentukan model
pengukuran ini akan bersifat fatal, karena akan memberikan hasil analisis yang
salah.

3. Langkah Ketiga : Mengkonstruksi diagram jalur


Bila langkah satu dan dua sudah dilakukan, maka agar hasil rancangan inner model
dan outer model tersebut lebih mudah dipahami, selanjutnya dinyatakan dalam
bentuk diagram jalur.

4. Langkah Keempat : Konvensi diagram jalur ke dalam sistem persamaan


a. Outer model, merupakan spesifikasi hubungan antara variabel laten dengan
indikatornya, disebut juga dengan outer relation atau measurement model, yang
mendefinisikan karakteristik variabel laten dengan indikatornya.
b. Inner model, merupakan spesifikasi hubungan antar variabel laten (structural
model), atau disebut inner relation yang menggambarkan hubungan antar variabel
laten berdasarkan teori substansif penelitian.
Diasumsikan bahwa variabel laten dan indikator atau variabel manifest di skala
zero means dan unit varian sama dengan satu, lalu parameter lokasi (parameter
konstanta) dapat dihilangkan dari model.

c. Weight relation, merupakan estimasi nilai variabel laten. Inner model dan outer
model memberikan spesifikasi yang diikuti dengan estimasi weight relation
dalam algoritma PLS.

5. Langkah Kelima : Estimasi


Estimasi atau metode pendugaan parameter di dalam PLS adalah metode kuadrat
terkecil (least square methods). Proses perhitungannya mengguanakan cara
literasi, yang akan berhenti jika telah mencapai kondisi konvergen. Pendugaan
parameter meliputi : a. Weight estimate, untuk menghitung data variabel laten.
b. Path estimate, untuk menghubungkan antar variabel laten dan estimasi loading
antara variabel laten dengan indikatornya.
c. Means dan parameter lokasi, untuk indikator dan variabel laten.

6. Langkah Keenam : Goodness of fit


Outer model dengan indikator refleksif dievaluasi dengan convergent dan
discriminant validity dari indikatornya dan composite realibility untuk keseluruhan
indikator. Sedangkan, outer model dengan indikator formatif dievaluasi
berdasarkan pada substantive content-nya yaitu dengan membandingkan besarnya
relative weight
serta melihat signifikansi ukuran weight tersebut.

Model struktural inner model dievaluasi dengan melihat persentase varian yang
dijelaskan yaitu dengan melihat R2untuk variabel laten dependen dengan
menggunakan ukuran Stone-Geisser Q Square test dan juga melihat besarnya
koefisien jalur strukturalnya. Stabilitas dari estimasi ini dievaluasi dengan
menggunakan uji t statistik yang didapat lewat prosedur bootstrapping.

a. Outer Model

Jika indikator bersifat refleksif, maka perlu dilakukan evaluasi dalam bentuk
kalibrasi instrument, yaitu dengan melakukan pemeriksaan keabsahan dan
reliabilitas instrument tersebut. Oleh karena itu pada prinsipnya penerapan PLS
pada data hasil pengujian (uji coba) merupakan kegiatan kalibrasi instrument
penelitian
yaitu melakukan uji validitas dan reliabilitas. Dengan kata lain, PLS dapat
digunakan untuk menguji keefektifan dan reliabilitas alat penelitian seperti
SEM.
1. Validitas konvergensi (Convergent validity)
Korelasi antara skor indeks refleksif dan skor variabel laten. Untuk itu
dianggap loading 0,5 sampai 0,6 dianggap cukup, dan jumlah indikator per
variabel laten tidak besar, berkisar antara 3-7 indikator.
2. Validitas diskriminasi (Discriminaty validaty)

Indikator refleksi diukur berdasarkan cross loading dengan variabel laten.


Bila nilai cross loading setiap indikatornya pada variabel bersangkutan
terbesar dibandingkan dengan cross loading pada variabel laten lainnya
maka dikatakan valid. Dengan membandingkan nilai square root of average
variance extracted (AVE) setiap variabel laten dengan korelasi antara
konstruksi lain dalam model, jika akar kuadrat konstruksi ekstraksi varians
rata-rata (AVE) lebih besar dari korelasi dengan semua konstruksi lainnya,
maka dianggap memiliki validitas diskriminasi yang baik. Nilai pengukuran
yang direkomendasikan harus lebih besar dari 0,50.
3. Composite Reliability (pc)

Kelompok indikator yang mengukur sebuah variabel memiliki reliabilitas


komposit yang baik jika memiliki composit reability ≥ 0,7. Meski bukan
merupakan standart absolut.

b. Inner Model
Goodness of fit model diukur menggunakan R-square variabel laten dependen
dengan interpretasi yang sama dengan regresi, Q-square predictive relevance
untuk model struktural, mengukur seberapa baik nilai observasi yang dihasilkan
oleh model dan juga estimasi parameter. Nilai Q-square > 0 menunjukkan
bahwa model memiliki predictive relevance, sebaliknya jika Q-Square ≤ 0,
menunjukkan model kurang memiliki predictive relevance. Rumus perhitungan
Q-square sebagai
berikut :

Q2 = 1 – ( 1 – R12 ) ( 1 – R22 ) ... ( 1 – RP2)

Dimana R12, R22... Rp2adalah R-square variabel endogen dalam model


persamaan. Besaran Q2 memiliki nilai dengan rentang 0 < Q2 < 1, dimana
semakin mendekati 1 berarti model semakin baik. Besaran Q2ini setara dengan
koefisien determinasi total pada analisis jalur (path analysis).

7. Langkah Ketujuh : Pengujian Hipotesis


Pengujian hipotesis (β, γ, dan λ) dilakukan dengan metode resampling
bootstrap yang dikembangkan oleh Geisser & Stone. Statistik uji yang digunakan
adalah statistic t atau uji t, dengan hipotesis statistic untuk outer model adalah
sebagai berikut : H0 : λi = 0 lawan H1 : λi ≠ 0

Sedangkan hipotesis statistik untuk inner model : pengaruh variabel laten


eksogen terhadap endogen adalah :

H0 : γi = 0 lawan H1 : γi ≠ 0

Sedangkan hipotesis statistik untuk inner model : pengaruh variabel laten


endogen terhadap endogen adalah :
H0 : βi = 0 lawan H1 : βi ≠ 0
Penerapan metode sampling memungkinkan berlakunya data untuk di
terdistribusi secara bebas (tidak ada distribusi), tidak diperlukan asumsui distribusi
normal, serta tidak memerlukakn sampel yang besar (disarankan sampel minimum
30). Uji dengan uji-t, jika diperoleh p-value ≤ 0,05 (alpha 5%), maka nilai tersebut
disimpulkan signifikan. Apabila hasil uji hipotesis pada outer model signifikan, hal
tersebut menunjukkan bahwa indikator dapat digunakan sebagai alat untuk
mengukur variabel laten. Jika hasil pengujian inner model signifikan, maka dapat
diartikan bahwa terdapat pengaruh yang bermakna variabel laten terhadap variabel
laten lainnya.
Sampel bootstrap disarankan sebesar 500, hal ini didasarkan beberapa kajian
yang ada pada berbagai literatur, bahwa dengan sampel bootstrap 500 telah
menghasilkan perkiraan parameter yang stabil. Sedangkan besar sampel pada
masing-masing sampel bootstrap disarankan lebih kecil sedikit dari sampel asli.
Misal jika data yang dianalisis dengan sampel n = 40, maka sampel bootstrap sebesar
500 (jumlah sampel), dan sampel pada masingmasing sampel bootstrap sebesar 35
(case per sample).
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Deskripsi Profil Instansi

Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Daerah


merupakan unsur penunjang urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.
Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Daerah dipimpin oleh
Kepala Badan yang berkedudukan dibawah dan bertanggung jawab kepada Bupati
melalui Sekretaris Daerah. Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya
Manusia Daerah mempunyai tugas membantu Bupati dalam melaksanakan fungsi
penunjang urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah di bidang
kepegawaian, pendidikan dan pelatihan. Berdasarkan Peraturan Bupati Klungkung
Nomor 35 Tahun 2016 tentang Kedudukan Susunan Organisasi Tugas dan Fungsi serta
Tata Kerja Perangkat Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bupati
Klungkung Nomor 70 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Bupati Klungkung
Nomor 35 Tahun 2016 tentang Kedudukan Susunan Organisasi Tugas dan Fungsi serta
Tata Kerja Perangkat Daerah. Dalam menjalankan tugas pokok, BKPSDM mempunyai
fungsi sebagai berikut :

1. Penyusunan kebijakan teknis kepegawaian dan pengembangan sumber daya


manusia;
2. Pelaksanaan tugas dukungan teknis kepegawaian dan pengembangan sumber
daya manusia;
3. Pemantauan, evaluasi, dan pelaporan pelaksanaan tugas dukungan teknis
kepegawaian dan pengembangan sumber daya manusia;
4. Pembinaan teknis penyelenggaraan fungsi-fungsi penunjang urusan
pemerintahan daerah; dan
5. Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh bupati sesuai dengan tugas dan
fungsinya.

Dalam melaksanakan tugas dan fungsi organisasi Perangkat Daerah, Kepala


BKPSDM Kabupaten Klungkung dibantu oleh seorang Sekretaris BKPSDM dan
Kelompok Jabatan Fungsional yang bertanggung jawab langsung kepada Kepala
BKPSDM. Sekretaris BKPSDM membawahkan 2 (dua) Kasubbag, yaitu: 1) Kasubbag
Umum dan Kepegawaian; 2) Kasubbag Perencanaan dan Keuangan. Selain dibantu
oleh Sekretaris BKPSDM, Kepala BKPSDM membawahkan pula 3 (tiga) Kepala
Bidang, yaitu: 1) Kepala Bidang Informasi, Pengadaan dan Pemberhentian; 2) Kepala
Bidang Mutasi, Promosi dan Pengembangan Kompetensi Aparatur; 3) Kepala Bidang
Penilaian Kinerja Aparatur dan Penghargaan. Berdasarkan garis komando organisasi,
Para Kepala Bidang bertanggung jawab langsung kepada Kepala BKPSDM. Dalam
melaksanakan tugas dan fungsi, para Kepala Bidang dibantu oleh masing-masing 3
(tiga) Kasubbid.

Secara umum strata pendidikan PNS di BKPSDM didominasi oleh sarjana (S1)
sebanyak 26 orang dari 37 orang PNS seluruhnya, persentase PNS dengan pendidikan
S1 70,27%, Pascasarjana 8 (delapan) orang nilai 21,62% dan Pendidikan SMA/SMK
sebanyak 3 orang 8,10%. Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya
Manusia Kabupaten Klungkung mempunyai komitmen dan responsif terhadap
pengembangan SDM Aparatur Sipil Negara (ASN) yang menjadi asset Pemerintah
Kabupaten Klungkung. Dalam rangka meningkatkan indeks profesionalisme PNS.
Oleh karena itu pembinaan ASN secara terus menerus dan berkesinambungan
dilakukan dengan memanfaatkan manajemen SDM yang tepat.

4.2. Deskripsi Responden

Pada penelitian ini pengambilan data menggunakan kuesioner. Responden


dalam penelitian ini merupakan pegawai ASN pada BKPSDM Kabupaten Klungkung.
Responden yang diperoleh sebanyak 30 pegawai dengan karakteristik jenis kelamin.
Berdasarkan data primer yang telah diolah, hasil responden dapat dilihat pada tabel
dibawah ini:

Tabel 4.1 Responden Penelitian

Jenis Kelamin Jumlah (Orang) Presentase

Laki-laki 18 60%

Perempuan 12 40%

Total 30 100%
Berdasarkan tabel diatas, diketahui bahwa dari penelitian terhadap 30 responden
menunjukkan bahwa penggolongan berdasarkan jenis kelamin yang paling banyak
adalah laki-laki yaitu 60% dari total responden, sedangkan perempuan 40% dari total
responden.

4.3. Analisis Data Hasil Penelitian

Data hasil penelitian diolah dengan menggunakan SmartPLS 3.0 dengan bagan
sebagai berikut:

Gambar 4.1 Pengolahan Data Tahap 1

4.3.1. Measurement Model (Outer Model)


a. Convergent Validity

Berikut ini adalah pengolahan data pertama berdasarkan 2 variabel


dengan jumlah 10 indikator pernyataan.

Tabel. 4.2 Loading Factor

Variabel Indikator Loading Factor Rule of Thumb Kesimpulan

Absensi X1.1 0.699 0.700 Valid


Online
X1.2 0.424 0.700 Tidak Valid

X1.3 0.824 0.700 Valid

X1.4 0.766 0.700 Valid


X1.5 0.442 0.700 Tidak Valid

Kinerja Y1.1 0.776 0.700 Valid

Y1.2 0.732 0.700 Valid

Y1.3 0.854 0.700 Valid

Y1.4 0.621 0.700 Tidak Valid

Y1.5 0.607 0.700 Tidak Valid

Convergent validity dari model pengukuran dapat dari korelasi antara


skor item/instrumen dengan skor konstruknya (loading factor) dengan kriteria
nilai loading factor dari setiap instrumen > 0.7. Berdasarkan pengolahan data
pertama dengan variabel Absensi Online terdapat 2 instrumen yang tidak valid
(<0.7) yaitu X1.2 dan X1.5 dan selebihnya valid (>0.7). Variabel Kinerja
terdapat 2 instrumen yang tidak valid (<0.7) yaitu YI.4 dan Y1.5 dan selebihnya
valid (>0.7). Sehingga nilai loading factor yang <0.7 harus dieliminasi atau
dihapus dari model. Agar memenuhi convergent validity yang dipersyaratkan,
yaitu lebih tinggi dari 0,7 maka dilakukan pengolahan data yang kedua. Berikut
ini adalah gambar 4.2 dan tabel 4.3 berikut.

Gambar 4.2 Pengelolaan Data Tahap 2

Tabel. 4.3 Loading Factor

Variabel Indikator Loading Factor Rule of Thumb Kesimpulan


Absensi X1.1 0.810 0.700 Valid
Online
X1.3 0.940 0.700 Valid

X1.4 0.899 0.700 Valid

Kinerja Y1.1 0.786 0.700 Valid

Y1.2 0.846 0.700 Valid

Y1.3 0.854 0.700 Valid

Berdasarkan hasil pengolahan data yang ketiga, dengan mengeliminasi


beberapa instrumen yang tidak valid maka nilai instrumen-instrumen diatas
sudah memenuhi kriteria yaitu lebih dari 0.700.

Berdasarkan tabel 4.2 pada variabel Kualitas Produk, nilai loading factor
terbesar terdapat pada pernyataan X1.1 sebesar 0.940 yang berisi pernyataan
“Saya mampu menyelesaikan target pekerjaan yang dibebankan pada saya
semenjak menggunakan absensi online”. Pada variabel Kinerja, nilai loading
factor terbesar terdapat pada pernyataan Y1.3 sebesar 0.854 yang berisi
pernyataan “Saya Bisa mengakses absensi online dari gadget saya dengan
mudah”.

b. Discriminant Validity

Penilaian discriminant validity telah menjadi prasyarat yang diterima


secara umum untuk menganalisis hubungan antar variabel laten. Untuk
pemodelan persamaan struktural berbasis varian, seperti kuadrat terkecil parsial,
kriteria Fornell-Larcker dan pemeriksaan cross-loading adalah pendekatan yang
dominan untuk mengevaluasi validitas diskriminan. Discriminant validity
adalah tingkat diferensi suatu indikator dalam mengukur konstruk instrumen.
Untuk menguji discriminant validity dapat dilakukan dengan pemeriksaan
Cross Loading yaitu koefisien korelasi indikator terhadap konstruk asosasinya
(crossloading) dibandingkan dengan koefisien korelasi dengan konstruk lain
(cross loading). Nilai konstruk korelasi indikator harus lebih besar terhadap
konstruk asosiasinya daripada konstruk lain. Nilai yang lebih besar tersebut
mengindikasikan kecocokan suatu indikator untuk menjelaskan konstruk
asosiasinya dibandingkan menjelaskan konstruk-konstruk yang lain. (Jorg
Henseler et al., 2014)

Tabel 4.4 Fornell-Larcker Criterion Discriminant Validity

Absensi Online X.1 Kinerja Karyawan Y1

Absensi Online X1 0.885

Kinerja Karyawan Y1 0.484 0.826

Dari hasil tabel 4.3 menunjukkan bahwa nilai loading dari masing-
masing item indikator terhadap konstruknya lebih besar daripada nilai cross
loading. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa semua konstruk atau
variabel laten sudah memiliki discriminant validity yang baik, dimana pada blok
indikator konstruk tersebut lebih baik daripada indikator blok lainnya.

c. Composite Reliability

Setelah menguji validitas konstruk, pengujian selanjutnya adalah uji


reliabilitas konstruk yang diukur dengan Composite Reliability (CR) dari blok
indikator yang mengukur konstruk CR digunakan untuk menampilkan
reliabilitas yang baik. Suatu konstruk dinyatakan reliabel jika nilai composite
reliability > 0.6.

Tabel 4.5 Composite Reliability

Variabel Composite Rule of Thumb Kesimpulan


Reliability

Absensi Online 0.783 0.600 Reliabel


X1

Kinerja Y 0.683 0.600 Reliabel

Berdasarkan tabel 4.5. Bahwa hasil pengujian composite reliability


menunjukkan nilai > 0.6 yang berarti semua variabel dinyatakan reliabel.
4.3.2. Analisis Inner Model

Setelah melakukan evaluasi model dan diperoleh bahwa setiap konstruk


telah memenuhi syarat Convergent Validity, Discriminant Validity, dan
Composite Reliability, maka yang berikutnya adalah evaluasi model struktural
yang ,Path Coefficient, dan R².

a. Path Coefficient

Berdasarkan gambar 4.2 yang merupakan hasil dari mengeliminasi


beberapa pernyataan yang tidak valid, pada variabel Absensi Online memiliki
pengaruh terhadap variabel Kinerja Pegawai sebesar 0.484 atau 48.4%.

b. R-Square

Inner model (inner relation, structural model, dan substantive theory)


menggambarkan hubungan antara variabel laten berdasarkan pada teori
substantif.Model structural dievaluasi dengan menggunakan R-square untuk
konstruk dependen. Nilai R² dapat digunakan untuk menilai pengaruh variabel
endogen tertentu dan variabel eksogen apakah mempunyai pengaruh
substantive. Hasil R² sebesar 0.67, 0.33, dan 0.19 mengindikasi bahwa model
“baik”,“moderat”, dan “lemah” (Ghozali, 2014).

Tabel 4.6

Variabel R-Square

Kinerja Y 0.234

Berdasarkan tabel 4.6 diperoleh nilai R Square sebesar 0.234, hal ini
berarti 23.4% variasi atau perubahan Kinerja dipengaruhi oleh Absensi Online
sedangkan sisanya sebanyak 77.6% dijelaskan oleh sebab lain. Sehingga dapat
dikatakan bahwa R Square pada variabel Kinerja adalah moderat.

4.4. Uji Hipotesis


Gambar 4.3 Hasil Pengujian Hipotesis

Untuk mengetahui hubungan struktural antar variabel laten, harus dilakukan


pengujian hipotesis terhadap koefisien jalur antar variabel dengan membandingkan
angka p-value dengan alpha (0.005) atau t-statistik sebesar (>1.96). Besarnya P-value
dan juga t-statistik diperoleh dari output pada SmartPLS dengan menggunakan metode
bootstrapping. Pengujian ini dimaksudkan untuk menguji hipotesis berikut ini:

H1: Terdapat pengaruh Absensi Online terhadap Kinerja Pegawai.

Tabel 4.7 Direct Effect

Kriteria Absensi Online

t-statistik 3.132

P-Value 0.002 Kinerja

Ho1: Tidak ada pengaruh Absensi Online terhadap Kinerja Pegawai.

Ha1: Ada pengaruh Absensi Online terhadap Kinerja Pegawai.

Berdasarkan tabel 4.7. dengan nilai P-Value sebesar 0.002< 0.05 atau dengan
t-statistik sebesar 3.132 > 1.96 maka Ho1 ditolak dan Ha1 diterima yang berarti
bahwa Absensi Online berpengaruh terhadap Kinerja Pegawai. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa terdapat pengaruh positif antara Variabel (X) Absensi Online
terhadap variabel (Y) Kinerja.

4.5. Pembahasan Hasil Penelitian


Hasil penelitian menunjukkan bahwa Absensi Online berpengaruh positif
signifikan terhadap Kinerja Pegawai. Artinya dengan adanya Absensi Online maka
akan semakin meningkatkan Kinerja Karyawan. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian
Misriah, dkk (2021) yang juga menyimpulkan bahwa Absensi Online berpengaruh
positif dan signifikan terhadap Kinerja Pegawai.

Dalam konteks efektivitas, Kegiatan operasional dikatakan efektif apabila


proses kegiatan tersebut mencapai tujuan dan sasaran akhir kebijakan. Penerapan
absensi online di BKPSDM Kabupaten Klungkung sudah dilakukan dengan baik dan
sesuai dengan sasaran yaitu kepada seluruh pegawai serta regulasi yang ada. Pegawai
semakin mahir, mengerti dan menguasai menggunakan absensi online. Dilihat saat
dilakukan pelaksanaan program absensi online disiplin kehadiran seluruh pegawai telah
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan jam kantor. Artinya, absensi online telah
dikatakan efektif dalam penggunaanya, keefektifan tersebut tentu berdampak positif
meningkatkan kinerja pegawai.
BAB V

PENUTUP

5.1 KESIMPULAN

Berdasarkan hasil implementasi teknologi yang telah dilakukan, dengan mengambil koordinat
karyawan ketika melakukan absensi maka instansi mampu untuk mengetahui titik lokasi
karyawannya saat proses absensi tersebut, sehingga pihak instansi tidak perlu untuk melakukan
manual reporting. hal ini menunjukkan bahwa tingkat efektivitas dari penerapan absensi online
menggunakan metode LBS dapat dirasakan dengan baik oleh pihak instansi untuk
mempermudah pengecekan dari kehadiran karyawan.

selanjutnya dalam penerapan absensi online dengan metode LBS ini, kecurangan yang
kemungkinan terjadi di lapangan mampu di minimalisir karena pihak administrasi mampu
memantau langsung koordinat karyawan saat melakukan absensi. hal ini juga memberikan
pengaruh positif pada kinerja karyawan, sehingga para pegawai akan melakukan seluruh
pekerjaannya dengan tepat sesuai prosedur yang ada.

5.2 SARAN

diharapkan pada penelitian selanjutnya, para peneliti mampu untuk melakukan penerapan
menggunakan metode lain dan mengkomparasi hasil penelitian tersebut dengan penelitian yang
sudah ada untuk menghasilkan banyak ilmu pengetahuan yang dapat diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari guna memajukan sistem yang ada.
DAFTAR PUSTAKA

Dayumi, A., & Mulya, M. F. (2018). Sistem Abensi Karyawan Berbasis Location Based
Services (LBS) Menggunakan Platform Android Studi Kasus: PT. Noxus Ideata Prima.
Jurnal SISKOM-KB (Sistem Komputer dan Kecerdasan Buatan), 2(1), 32-41.

Gosal, S. S. Literature Review: Metode Pengembangan dan Penerapan Teknologi


Location Based Services (LBS) Berbasis Mobile Android.

M. A. R. Sikumbang, R Habibi, and S. F. Pane, “Sistem Informasi Absensi Pegawai


Menggunakan Metode RAD dan Metode LBS Pada Koordinat Absensi,” J. Media
Inform. Budidarma, vol. 4, no. 1, p. 59, 2020, doi: 10.30865/mib.v4i1.1445.

Pranatawijaya, V. H. (2021). Penerapan Location Based Serviced (LBS) Dalam Prototipe


Pengenalan Ruangan Dengan Metode Extreme Programming. Jurnal Teknologi
Informasi: Jurnal Keilmuan dan Aplikasi Bidang Teknik Informatika, 15(1), 92-99

Prasetyo, D., Fitri, I., & Rubhasy, A. (2021). Sistem Absensi Online Berbasis Web Dengan
QR Code Secara Real Time Menggunakan Algoritma Vigenere Cipher. INTECOMS:
Journal of Information Technology and Computer Science, 4(1), 88-96.

Qois Naviza, Jumaryadi Yuwan (11 Juli 2021). Implementasi Location Based Service pada
Sistem Informasi Kehadiran Pegawai Berbasis Android. SISTEMASI: Jurnal Sistem
Informasi. Volume 10, Nomor 3, Tahun 2021: 550-561.

Sari, I. P., Azzahrah, A., Qathrunada, I. F., Lubis, N., & Anggraini, T. (2022). Perancangan
Sistem Absensi Pegawai Kantoran Secara Online pada Website Berbasis HTML dan
CSS. Blend Sains Jurnal Teknik, 1(1), 8-15.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai