Anda di halaman 1dari 6

Critical Review Artikel Jurnal :

IMPLEMENTASI PELAYANAN PUBLIK BERBASIS TEKNOLOGI


INFORMASI (STUDI KASUS DI BADAN PELAYANAN
PERIZINAN TERPADU DAN PENANAMAN MODAL KOTA
BOGOR)

Dibuat oleh :
Albertus Aryobimo Bagas Amandaru
08211840000059

Dosen :
Arwi Yudhi Koswara, S.T., M.T.

INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA


2019
Penggunaan teknologi dalam kehidupan sehari-hari sudah menjadi hal yang
lumrah di tengah masyarakat. Tak terkecuali di dalam pelayanan publik, banyak daerah
di Indonesia yang sudah menggunakan teknologi informasi di dalam pelayanan publik.
Di dalam artikel ini, dibahas mengenai implementasi di Kota Bogor, khususnya di
Badan Pelayanan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal (BPPTPM) Kota Bogor.
BPPTPM Kota Bogor menerapkan sistem daring (online) yang dimaksudkan untuk
mempermudah masyarakat dalam mengurus perizinan karena semua formulir dan data
bisa dimasukkan secara online. Selain itu, sistem online ini juga memperkecil peluang
korupsi dan pungutan liar karena berkurangnya tatap muka antara masyarakat dengan
aparatur sipil. Sistem online ini diluncurkan pada 30 April 2015 dengan nama SMART,
sesuai dengan motto BPPTPM Kota Bogor, yaitu sederhana, mudah, akuntabel, ramah,
juga tepat waktu. Secara umum, sistem ini sudah dirancang dengan baik dan memiliki
tujuan yang baik pula, namun pada prakteknya masih ada beberapa masalah yang timbul
dari penerapan sistem online ini.
Ada beberapa faktor yang menjadi perhatian di dalam studi kasus ini,
diantaranya komunikasi, sumberdaya, disposisi, dan struktur birokrasi. Keempat faktor
ini merupakan indikator kesuksesan atau kegagalan implementasi pelayanan publik
sebgaimana dikemukakan Edward III dalam Tahir (2011:96-109).
Dari faktor komunikasi, berdasarkan hasil temuan di dalam studi kasus ini,
komunikasi sudah berjalan dengan baik, dimana sudah terjadi komunikasi dua arah
antara pegawai dengan masyarakat yang seimbang. Masyarakat sudah bisa mengakses
seluruh informasi mengenai pelayanan perizinan melalui website BPPTPM yang bisa
diakses kapan saja. Prosedur hingga persyaratan mengenai pengurusan perizinan juga
sudah tercantum secara jelas. Namun demikian, kebiasaan masyarakat yang masih
menggunakan pelayanan manual menjadikan sistem online ini sepi peminat, karena
masyarakat masih menganggap pelayanan lebih mudah dan jelas jika dilakukan di
kantor BPPTPM.
Faktor kedua yaitu sumberdaya. BPPTPM Kota Bogor sudah memiliki
sumberdaya yang cukup baik. Sumberdaya anggaran dan peralatan sudah dapat
menunjang kebutuhan penggunaan peralatan pelayanan teknologi informasi dalam
pelayanan perizinan. Sumberdaya informasi dan kewenangan dalam pemberian
informasi yang relevan juga sudah baik. Hal ini dibuktikan dengan Peraturan Walikota
Bogor No. 30 tentang Pelimpahan Kewenangan Pelayanan Perizinan dan Non Perizinan
di Lingkungan Pemerintah Kota Bogor sehingga BPPTPM Kota Bogor cukup leluasa
dalam memberikan pelayanan. Berbeda dengan sumberdaya sebelumnya, sumberdaya
manusia di BPPTPM masih kurang memadai, baik dari segi kuantitas maupun kualitas.
Sebagai contoh, pegawai teknis survei lapangan yang masih kurang, lalu juga pegawai
masih kurang memaksimalkan penggunaan teknologi informasi sehingga menghambat
pelayanan. Untuk hal yang mengenai kurang maksimalnya penggunaan teknologi ini
dikarenakan tidak adanya pendidikan dan latihan khusus terkait dengan penerapan
sistem online kepada para pegawai. Pegawai yang ada di bagian kritik dan saran online
juga dapat dikatakan masih kurang berdasarkan temuan di lapangan. Hal ini mungkin
disebabkan oleh kebiasaan masyarakat yang masih cenderung menggunakan pelayanan
manual dibanding pelayanan online.
Selanjutnya yaitu faktor disposisi. Pegawai di BPPTPM Kota Bogor sudah
memberikan pelayanan yang baik, mulai dari keramahan, sampai ke pengetahuan para
pegawai yang memadai terkait dengan pelayanan perizinan. Namun kembali lagi,
pegawai masih belum mengoptimalkan peralatan teknologi informasi. Kesalahan
manusia (human error) juga masih terjadi, seperti kesalahan dalam proses input data
dan juga proses perbaikan sistem yang masih memakan waktu yang lama. Selain
masalah tadi, BPPTPM Kota Bogor masih kurang dalam sosialisasi kepada masyarakat
terkait dengan sistem online, sehingga sitem online ini menjadi tidak efektif dan efisien.
Lalu yang terakhir adalah struktur birokrasi. Secara umum, standar operasional
prosedur di BPPTPM sudah baik. Koordinasi dan komunikasi sudah terjalin dengan
baik. Namun kerjasama tim teknis yang diperlukan dengan badan lain yang perlu
ditingkatkan.
Dapat disimpulkan dari hasil penelitian ini bahwa implementasi teknologi
informasi di BPPTPM Kota Bogor belum terlaksana dengan baik. Memang dari
beberapa hal, seperti komunikasi dan birokrasi, itu sudah tergolong baik. Namun
demikian, beberapa aspek masih belum berjalan sesuai yang diharapkan. Sumberdaya
manusia di dalam BPPTPM sendiri masih belum semuanya siap dalam melaksanakan
implementasi ini. Selain itu, partispasi masyarakat juga masih minim, karena
masyarakat masih memilih pelayanan secara manual. Dari kedua aspek ini, maka
berdampak pada efisiensi pelayanan perizinan itu sendiri, teknologi informasi yang
dimaksudkan untuk mempercepat pelayanan malah tidak berjalan semestinya dan
terkadang malah menambah birokrasi.
Oleh karena permasalahan yang ada, menurut saya perlu dilakukan sosialisasi
yang lebih menyeluruh dan mendalam, baik internal BPPTPM Kota Bogor itu sendiri
maupun kepada masyarakat umum. Aparatur sipil BPPTPM Kota Bogor perlu dilatih
melalui pelatihan khusus mengenai pengoperasian dan pemanfaatan teknologi informasi
di dalam pelayanan perizinan. Masyarakat perlu diedukasi, misalnya melalui kampanye
di media sosial atau di tempat-tempat umum secara masif oleh instansi terkait dan juga
oleh tokoh-tokoh masyarakat di Kota Bogor. Teknologi informasi kedepannya akan
masuk ke dalam sendi-sendi kehidupan masyarakat, tak terkecuali di dalam
pemerintahan dan pelayanan publik. Maka dari itu, perlu dimulai implementasi
teknologi informasi dengan segera, termasuk di dinas-dinas dan badan-badan
pemerintahan, seperti BPPTPM, disertai dengan evaluasi dan peningkatan dari waktu ke
waktu. Selain evaluasi dan peningkatan, perlu juga peran serta masyarakat yang
memberikan kritik dan saran agar menjadi kontrol dari BPPTPM Kota Bogor itu sendiri.
Disamping saran di atas, BPPTPM Kota Bogor bis melakukan studi banding
atau mempelajari cara daerah lain untuk menyikapi masalah-masalah dalam
implementasi teknologi informasi di dalam pelayanan perizinan. Menurut saya,
BPPTPM Kota Bogor dapat mencontoh sistem yang diterapkan di Surabaya, yaitu
Surabaya Single Window (SSW). SSW merupakansistem pelayanan perizinan online
yang dilakukan oleh Unit Pelayanan Terpadu Satu Atap (UPTSA) Kota Surabaya.
Menurut penelitian yang berjudul “Efektivitas Layanan Perizinan Online Surabaya
Single Window di Unit Pelayanan Terpadu Satu Atap Kota Surabaya”, SSW memiliki
tingkat efektivitas sebesar 87,02% atau dapat dikatakan “Sangat Efektif” jika mengacu
pada Budiani (2007) yang terdiri atas 4 indikator yakni ketepatan sasaran program,
sosialisasi program, tujuan program, dan pemantauan program. Kota Surabaya mampu
membuat suatu sistem yang efektif dan efisien. UPTSA Kota Surabaya melakukan
pelatihan rutin terhadap pegawai, baik aparatur sipil negara maupun teknisi OS
(Operating System). Dalam hal ini, BPPTPM Kota Bogor perlu mencontoh Kota
Surabaya, karena di BPPTPM Kota Bogor sendiri kekurangan tenaga ahli ataupun
pegawai yang cakap dalam implementasi teknologi informasi. Dengan adanya pelatihan
rutin, maka akan menciptakan sumberdaya manusia yang cakap dan handal, sehingga
akan berdampak pada penerapan layanan perizinan, khususnya di BPPTPM Kota
Bogor. Lalu selain aspek sumberdaya manusia, masyarakat di Kota Surabaya sudah
memiliki kesadaran dan kepedulian akan program SSW ini. Hal ini yang masih belum
ditemukan di Kota Bogor. Di Kota Surabaya sendiri, Pemerintah Kota Surabaya secara
terus-menerus melakukan sosialisasi terhadap masyarakat terkait dengan SSW ini.
Masyarakatnya pun antusias dan menanggapi secara positif, karena masyarakat
sebelumnya merasa sangat kesulitan dalam hal pelayanan perizinan di Kota Surabaya.
Maka dilihat dari hal tersebut, kembali lagi perlu dilakukan sosialisasi terhadap
masyarakat Kota Bogor secara terus-menerus agar masyarakat memahami mengenai
program SMART dari BPPTPM Kota Bogor. Pemerintah Kota Bogor perlu mengubah
pola pikir serta kebiasaan masyarakat dalam hal pengurusan perizinan, dari yang tadinya
mengurus secara manual menjadi online. Jika BPPTPM Kota Bogor mampu
memperbaiki atau mengatasi dua aspek ini, maka menurut saya, pelayanan perizinan di
Kota Bogor akan berjalan secara efektif dan efisien, sebagaimana yang terjadi di Kota
Surabaya.
Hal yang dapat dipelajari atau lesson learned dari artikel jurnal ini adalah
teknologi informasi merupakan suatu keniscayaan di masa serba cepat ini. Teknologi
informasi dibutuhkan untuk memangkas birokrasi agar pelayanan publik dapat
dilaksanakan secara cepat, tepat, efektif, dan efisien. Lalu dalam
pengimplementasiannya tidak bisa hanya menyediakan infrastruktur atau peralatannya
saja, tetapi dibutuhkan pelatihan bagi pada sumberdaya manusia yang
mengoperasikannya agar dapat berjalan dengan baik dan lancar. Selain itu, sosialisasi
kepada publik juga memegang peran penting dalam suatu kebijakan. Sosialisasi
bertujuan agar sasaran dari kebijakan tersebut dapat terlaksana dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Febryan, D., Erviantono, T., & Winaya, I. K. (2016). Implementasi Pelayanan Publik Berbasis
Teknologi Informasi (Studi Kasus di Badan Pelayanan Perizinan Terpadu dan
Penanaman Modal Kota Bogor). Citizen Charter FISIP Universitas Udayana. Dipetik 8
Maret 2019 Pukul 10.32, dari ojs.unud.ac.id

Prasetya, Y. B. (2017). Evaluasi Pelaksanaan Program Surabaya Single Window (SSW) di Unit
Pelayanan Terpadu Satu Atap (UPTSA) Kota Surabaya. Dipetik 17 Maret 2019 Pukul
17.25, dari resporitory.unair.ac.id

Ramadhan, F. P., & Niswah, F. (2016). Efektivitas Layanan Perizinan Online Surabaya Single
Window di Unit Pelayanan Terpadu Satu Atap Kota Surabaya. Dipetik 17 Maret 2019
Pukul 17.40, dari jurnalmahasiswa.unesa.ac.id

Anda mungkin juga menyukai