Anda di halaman 1dari 19

RIBA DALAM PERSPEKTIF KEUANGAN ISLAM DAN

PRAKTIKNYA DALAM BISNIS

Siti Masyita1, Saut Sinaga2


sitimasyita242@gmail.com1,Sautsinaga228@gmail.com2

ABSTRAK
Ribai secara ietimoloogisi berartii bertambah i (al-ziyadah), tumbuhi (an-numuw),
meningkati (al-‘uluw). Secara iterminologis, riba iadalah tambahan iatas pokok
utang iyang diperjanjikan iatau dipersyaratkan isebagai iimbalan atas imasa
pembayaran iutang. Ribaisecara mutlak, tegasidan jelasihukumnya haramimenurut
al-Qur-an, iAsSunnah, daniijma ulama. Kajianimengenai ribaisenantiasa menjadi
diskursusi hangat dalam iilmu ekonomi iIslam. Hal iini terlihat idari ipembahasan
mengenai iriba iyang senantiasa imewarnai ikonstalasi ipemikiran iumat Islam
dan perdebatannyai hampir tidaki menemukan ititik temu. Perdebatani pemikiran
mengenaii riba dani bunga banki menunjukkan bahwai persoalani ribaisebenarnya
sangati terkait erati dengani masalahi uang. Secaraiumum ribaidibagi menjadiidua
jenis, yakniiriba dalamiutang-piutangi(riba duyun/riba qardh) daniriba dalamijual-
belii (riba buyu’). Maqashidi (tujuan) diharamkannyairiba: 1) menghindariiterjadi
praktiki kezaliman terhadapi pelaku ibisnis; 2) melanggari kaidah isifat idasar
pinjaman/utangi sebagai itransaksi ikebaikan/sosialiyang diubahimenjadiitransaksi
bermotifibisnis; mencegahi kezaliman yangi dilakukan pihaki kredituri terhadap
debitur idengan imengeksploitasi ibunga iatas utang; menghindarii gharar idalam
pertukaran/jual-beli; idani agar uangi tidak imenjadi ikomoditas iyang
diperjualbelikan. iKriteria riba iqardh dan iriba buyu iyang diharamkanimanakala
tambahan iutang idiperjanjikan di idalam akad iatau hadiah/tambahan itersebut
dibayarkan sebelum pelunasan utang. Dalam praktiknya, riba qardh banyak terjadi
dalamiproduk fintech, iasuransi, pasarimodal, perbankanikonvensional danibisnis
turunannya. iUntuk itu, itulisan ini imencermati idan imenganalisis ipersoalaniriba
dalam iperspektif ikeuangan Islam and praktiknya dalam bisnis, dani di iakhir
tulisan iini menawarkani sistem iprofit-loss isharing sebagai isolusi ialternatif
pengganti isistem bunga idalam sistem iperekonomian iIslam dan idalam ipraktik
bisnis.
Kata kunci: Riba, Keuangan Islam, Bisnis, Riba Qardh

ABSTRACT
Riba ietymologically imeans increasei (al-ziyadah), growthi(an-numuw), increase
(al-'uluw). iIniterminology, usuryiis aniaddition toithe principaliof the debtithat is
agreed iupon or irequired in ireturn for ithe iterm iof idebt repayment. Ribaiis
absolutely, istrictlyi andi clearly iprohibited iaccording to ithe iAl-Qur'an, As-
Sunnah, iand the consensusiofischolars. Theistudy ofiriba hasialways beeniaihot
topiciof discussioniin Islamicieconomics. Thisi can beiseen fromithe discussioniof
usuryiwhich alwaysicolors the iconstellation of iMuslim ithoughts andithe debate
hardlyifinds commoniground. Theidebate oniideas aboutiusury andibankiinterest
showsithat thei issue ofi usury isi actually veryi closelyi related toi theiproblemiof
money. Inigeneral, usury iis dividedi into twoi types, namelyiusury inidebti (usury
duyun/usuryiqardh) andiusury in buyingiand sellingi (usury buyu'). iMaqashid
(objectives) iforbidding iusury: 1) avoidingi tyrannicalipractices againstibusiness
people; i2) violatesithe principleiof the basicinature ofiloans/debt asigood/social
transactionsi that are convertedi intoi business-motivatedi transactions; prevent
tyrannyi by creditorsi againsti debtors by iexploiting iinterest on idebt; iavoiding
gharariiniexchange/buying; and iso thati money doesinot becomeia commodityito
beitraded. Thei criteria fori usury qardhiare forbiddeniwhen additionalidebt is
agreediin theicontract orithe gift/additionaliis paid beforeipaying off theidebt. In
practice, iriba qardhioccurs a lotiin fintechiproducts, insurance, icapitalimarkets,
conventionalibanking and theiriderivative businesses. . Forithis reason, thisipaper
examinesiand analyzes the issuei of usuryv in the perspectivei of Islamicifinance,
andiat the endiof this paperioffers aiprofit-loss sharingisystem as anialternative
solution to the iinterest systemi in the Islamici economic isystem and iin ibusiness
practices.
Keywords: Riba, IslamiciFinance, Business, RibaiQardh

A. PENDAHULUAN
Ribaidikenal sebagaii istilah yang sangatiterkait denganikegiatan ekonomi.
Pelarangani riba merupakani salah satu pilari utama ekonomii Islam, diisamping
implementasii zakat dani pelaranganimaisir, gharari dan ihal-hal yang ibathil.
Secaraiekonomi, pelaranganiriba akan menjaminialiran investasiimenjadi optimal,
implementasiizakat akanimeningkatkan permintaaniagregat danimendorongiharta
mengalirike investasi, sementaraipelaranganimaisir, ghararidan hal-haliyang
bathil akani memastikan investasii mengalir keisektor riiliuntuk tujuaniproduktif,
yang akhirnyaiakan meningkatkanipenawaraniagregat (Ascarya, 2007: 8).
iPelarangan riba, padaihakekatnya adalahipenghapusan ketidakadilanidan
penegakanikeadilan dalamiekonomi. Penghapusaniriba dalam ekonomiiIslam
dapatidimaknaiisebagai penghapusani riba yangi terjadi dalam ijual belii dan
ihutang-pihutang. iDalam konteksi ini, berbagaii transaksi yangi spekulatif
danimengandung unsurigharar harus idilarang. Demikiani pula halnyai dengan
ibunga – yangi merupakan riba nasi’ah --isecara mutlakiharus
dihapuskanidariiperekonomian.
Mencermati ipersoalan ribai ini sebenarnyai sangat terkaiti erati dengan
masalahi keuangan dani perbankan. Belumi lama hilangi darii ingatanikita, tragedi
krisisimoneter 1997 dimanaiekonomi Indonesiaiterpuruk, bahkan telahimenjadi
krisis imultidimensi. Perekonomian iIndonesia yang iikut iterseret dalamikisaran
krisis iyang berkepanjangani ini iditengarai iakibat pengelolaanikebijakan
moneter yangitidak efektifi(Nasution, dkk, 2006: 261). Selainiitu, dipicuijuga
olehimasalah utangi luar negerii yang telahi berubah imenjadi “bom waktu”
isehingga menghancurleburkani perekonomiani Indonesia saati itu.
Pengusahaikonglomerat yangidipuja-puja sebagaii “pembayar pajaki terbesar”,
ternyatai tak iubahnya sebagaii “penjarah-penjarah” tingkati nasional. Bank itidak
dijadikani sebagai lembagai untuk membantui pemerintah dani masyarakat dalam
imembiayai pembangunani nasional, tetapii justru sebagaii alat penjarahani dana-
dana pemerintahidan masyarakatioleh paraikonglomerat (Mubyarto, 2007: 274).
Akibatnya, ipertumbuhan ekonomiiIndonesia yangimencapaiirata-rata 7%
per-tahunitiba-tiba anjloki secara spektakulerimenjadi minusi15% di tahuni1998,
yang iselanjutnya mengakibatkani terjadinya inflasii sebesari 78%, jumlahi PHK
meningkat, ipenurunan dayai beli dani kebangkrutani sebagian ikonglomeratidan
duniai usaha. Dalami waktu singkat, darii Juli 1997 sampaii 13 Mareti 1999,
pemerintahi telah menutupitidak kurangidari 55 bank, diisamping mengambilialih
11 ibank (BTO) idan 9 bank ilainnya idibantu untuk imelakukan irekapitalisasi.
Sedangkani semua banki BUMN dani BPD harusi ikutidirekapitalisasi. Darii240
bankiyang adaisebelum krisisimoneter, padaisaat ituitinggal 73ibank swastaiyang
dapatibertahan tanpai bantuan ipemerintah (Arifin, 1999: v-vii). Faktaiempiris di
atasi menunjukkan bahwai perbankan ikonvensional yangi menggunakan isistem
bunga, ternyatai sangat labili dan tidaki tahan menghadapiigejolak moneteriyang
diwarnaii oleh tingkati suku bungai yangi tinggi, sehingga imengalami inegative
spread. Namuni sebalikya, systemi perbankan isyari’ah telahimenunjukkan
dirinya sebagai isistem yang itangguh idan terbebas idari negatif ispread karena
itidak berbasisipada sistemibunga.
Tulisani ini mencobaiuntuk menguraikanisecara sederhanaisubstansiiriba
yangi dilarang menurutialQur’an, ias-sunnah daniijmaiulama. Konsepiribaiyang
dimaksudi dalam tulisaniini adalahimakna ribaibaik secaraibahasa maupunisecara
istilah, idasar hukumidilarangnyairiba, kriteriairiba yangidiharamkan, kaidahiriba
dalami jual-beli, dan ipraktik iriba idalam itransasksiikeuangan danibisnisiIslam
kontemporer. Ribaimerupakan bagianidari transaksiiyang dilarangidi dalamiajaran
Islam.iDalam kajian fiqihimuamalah imaliyah, ikajian tentang iriba imerupakan
salahisatu topiki yang palingipenting danisubstansial untukidibahas. Pembahasan
ribai menjadi bagiani yang urgenti karenai riba dapati menjadi salahi satui alat
identifikasiidari bolehiatauitidak-nya suatuitransaksi yangidilakukan dalamibisnis
dan ikeuangan iIslam. Artinya, iapabila adaitransaksi yangididalamnyaiditemukan
adanyai unsur iriba, makai transaksi itersebut iterlarang (haram) idalam perspektif
hukumiIslam. Denganidemikian, fokusitulisan ini iadalah menjelaskan imengenai
definisiiriba, dasarihukum dilarangnyairiba, tahapanipengharaman riba, imaqashid
(tujuaniatau target) diharamkannyairiba, ragam danimacam-macamiriba, substansi
ribai qardh dani ribai buyu’, dalili larangani riba, kriteriai atau batasani (dhawabit)
ribai qardh, dan ipraktik ribai qardh dalami transaksii keuangan dani bisnis
kontemporer.

B. METODE PENELITIAN
Jenisipenelitian yangi digunakan dalami penelitian iniiadalah metodeistudi
kepustakaani (library iresearch). Metodei studi ipustaka iberkaitan idengan kajian
teoritisidan beberapaireferensi yang tidakiakan lepasidari literatur-literaturiilmiah
(Sugiyono, 2020). Pendekatani yang digunakani dalam penelitiani inii adalah
pendekatani normatifi yuridis. Adapuni langkahilangkah penelitiani kepustakaan
yang akan idilakukan dalam ipenelitian iini, imeliputi: ipengidentifikasian isecara
sistematik, ianalisis dokumen-dokumen iyang imemuat iinformasi yangiberkaitan
denganimasalahikajian

C. HASIL DAN PEMBAHASAN


1. DefenisiiRiba
Kata Ribai berasal idari bahasai arab, secarai etimologis
iberartiibertambah (al-ziyadah), itumbuh (an-numuw), imeningkat/menjadi
itinggi (al-‘uluw), menjulangi (al-rif’ah) danibertambah (al-rima) i (Jaih
Mubarok & Hasanudin, 2018). Sehubungani denganiarti riba dariisegi
Bahasaitersebut, adaiungkapan orangiArab kunoimenyatakan sebagaii berikut:
“arbai fulan 'ala fulani idza azadai 'alaihi” (seorang imelakukan iriba iterhadap
orangilain jika diidalamnya terdapati unsur itambahan atau idisebut iliyarbu
mai a’thaythum mini syaiin lita’khuzuiaktsaraiminhu (mengambilidari
sesuatuiyang kamuiberikan dengan caraiberlebih dariiapa yangidiberikan)
(Nasution, 1996).
Shalih iMuhammad ial-Sulthan imenjelaskan ibahwa definisi iriba isecara
terminologisi diikhtilafkani (diperselisihkan). Selanjutnyai al-Sulthan
mengemukakan idua pendapat iulama yang iberkaitan dengan idefinisi iriba
secaraiistilah:
a. Ibnu Qudamah dalami kitab al-Mughnii menjelaskan iriba secarai istilah
adalah ipertambahan iatas (pertukaran) iharta ikhusus, yakni iharta iyang
diukuri dengan timbangani dan itakaran, baiki tambahan tersebuti terjadi
sesamai harta yang iditakar atauiditimbang ataui karena ipenangguhan
pembayaraniatas pertukaraniharta sejenis.
b. Menuruti al-Syarbini, ribai secara istilahi adalah imelebihkan hartai yang
dipertukarkani dan penangguhani pembayaran atasi hartai sejenisi yang
dipertukarkani
Secaraiterminologi ilmuifiqih, ribaiadalah tiap tambahanisebagai imbalan
(‘iwadh) idari penangguhaniwaktu tertentu, baik pinjaman itu untuk
kebutuhan konsumtifimaupun untukikebutuhan produktifihukumnya
tetapiharam (Abu Zahrah, 1980). Sejalani dengan pendapati di atas, Abdul
iRahman ial-Jaziri mengatakani para ulama isepakat bahwa itambahan atas
isejumlah ipinjaman ketikaipinjaman itu idibayar dalam itenggang waktu
tertentu, ‘iwadh (imbalan) tersebut iadalah iriba (Wasilul Chair, 2014).
Adapun iMuhammad iAli As-Shabuni idalam Rawa’i ial-Bayan menjelaskan
ibahwa riba iadalahikelebihan (atasi pokok utang) iyang diambil ioleh
kredituri (orang yangimemberiiutang) darii debitur (orangi yang meminjami
utang) sebagaii imbalani atasi masa pembayaraniutang.
Definisii yang dikemukakani Abu Zahrahi dan Ashabunii miripi dengan
definisii riba qardhi atau ribai duyun yaitu itambahaniyang dipersyaratkaniatas
utang ipokok, sedangkani definisi iyang dijelaskan ial-Jaziri ilebih imendekati
definisii riba ijahiliyah, yaitu itambahan iakibat penangguhan iwaktu iatas
pembayaraniutang

2. KonsepiRiba
Konsepi riba sebenarnyai telah lamai dikenal dani telah imengalami
perkembanganidalam pemaknaan. Kajian mengenai riba, ternyata bukan hanya
diperbincangkani oleh umatiIslamisaja, tetapiiberbagai kalanganidi luariIslam-
punimemandang seriusipersoalan ini. Jikaidirunut mundurihingga lebihidari
duairibu tahunisilam, kajianiriba ini telahidibahas olehikalanganinon-Muslim,
sepertiiHindu, Budhai (Rivai, dkk, 2007: 761), Yahudi, iYunani, Romawiidan
Kristeni (Antonio, 2001: 42).

3. Riba daniKeuangan Islam


Pendapatiulama terhadapiriba dan ibunga bank imenunjukkan ibahwa
persoalani riba isebenarnya sangati terkait ierat dengani masalahiuang.
Evolusi konsepi riba kei bunga tidaki lepas darii perkembangani lembaga
ikeuangan. Lembagaikeuangan timbulikarena kebutuhanimodal
untukimembiayaiiindustri daniperdagangan. Untukiitu, perlui dicermati
secarai mendalamipersoalaniriba terkaitidengan masalahikeuangan Islam
a. KonsepiUang dalamiIslam
Uangi dikenal sebagaii sesuatu yangi diterima secarai umum ioleh
masyarakati sebagai alat ipembayaran iyang sah, baiki digunakani untuk
membayari pembelian barangv dan jasaimaupun digunakaniuntukimembayar
hutang. Dengani katai lain, uangi merupakan bagiani yang integrali dari
kehidupani manusia karenai uang adalahi alat pelancari lalu lintasibarangidan
jasaidalam semuaikegiatan ekonomi. Secaraiumum, menurutiRivai (2007: 3),
uangi berdasarkan fungsii atau tujuani penggunaannyai dapat ididefinisikan
sebagaii suatu bendai yang dapati dipertukarkani dengan ibenda lain; dapat
digunakaniuntuk menilai benda lain; dapat digunakan sebagai alat penyimpan
kekayaani dan dapati juga digunakaniuntuk membayarihutang diiwaktu yang
akani datang. Sementarai itu, Samuelson idalam iAscarya (2007: 22), definisi
uangisebagai mediaipertukaran modernidan satuan standariuntuk menetapkan
hargai dan iutang. Senadai dengan definisii di atas, Lawrencei Abbott
mengartikaniuang adalahiapa saja yangisecara umumiditerima olehidaerah
ekonomii tertentu sebagaii alat pembayarani untuk juali beli ataui utang.
Sementaraiitu, beberapailiteratur ekonomiikonvensionali (Rivai: 2005: 3-4)
Mendefinisikani uang darii peran dani fungsi iuang iitu sendiriidalam
ekonomi, yaitui uang isebagai (1) alatitukar (mediumiofiexchange); (2) ialat
penyimpan inilai (storeiofivalue); (3) isatuan hitungiatau alatipengukurinilai
(uniti of accounti / measure ofi value); dan i (4) ukuran istandar iuntuk
pembayaraniyang tertundai (standard for ideferred ipayment). iSedangkan
motif imemegang iuang, menurut iKeynes dalam iKarim (2007:182-183),
terdapati tiga motifi yaitu (1) transactioni motivei (motifiuntukibertransaksi);
(2) precautionaryi motivei (motifi untuk iberjaga- jaga); dani (3) ispeculatif
motivei (motif iberspekulasi). Darii motif iketiga iinilah, suku ibunga
isebagai biayaiopportunity muncul, dimana semakinitinggi sukuibunga, maka
semakinirendah permintaaniuang untukispekulatif, begituijuga sebaliknya.
Konsepi uang inii agak berbedai dengan ikonsep uangidalam ekonomi
Islam isebagai paradigmai baru dalamidunia ekonomi. Dalam ekonomi Islam,
konsepi uang sangati jelas dani tegas bahwai uang adalahi uang, uang ibukan
capital. iSebaliknya, konsepi uang yangi dikemukakan idalam iekonomi
konvensionali sering diartikani secara ibolak-baliki (interchangeability) yaitu
uangisebagai uangidan uangisebagaiicapital (Karim, 2007: 77).
Menuruti Ibn Taimiyahi dalam iIslahi (1988:140), uangi dalam iIslam
adalahi alat tukari dan alati pengukur inilai. Uang idimaksudkan isebagaiialat
pengukuri dari nilaii suatu ibarang, melaluii uang, nilaii suatu ibarang iakan
diketahuii dan merekai tidak imenggunakannya iuntuk diri isendiri iatau
dikonsumsi. Haliyang serupaijuga dikemukakaniolehimuridnya, IbniQayyim
bahwa iuang dan ikeping uang itidak idimaksudkan untuk ibenda ituisendiri,
tetapii dimaksudkan iuntuk imemperoleh ibarang-barang (sebagaiialatitukar).
Dalami kaitannya dengani konsepiuang, al-Ghazalii dalam iMuhammadi
(2005: 46) imengungkapkan ibahwa: “uang ibagaikan kaca, ikaca itidak
memilikii warna, tetapii ia dapati merefleksikan isemua iwarna. Uang itidak
memiliki iharga, tetapiiuang dapatimerefleksikan semuaiharga”. Dariidefinisi
dani teori mengenai iuang di atas, secarai umum uang idalam Islam idiartikan
sebagaii alat tukar dan pengukuri nilai barangi dan jasaiuntukimemperlancar
transaksiiperekonomian. Denganidemikian, uang bukan merupakan komoditi.
Olehi karena iitu, motifimemegang uangidalam Islamiadalah untukitransaksi
daniberjaga-jagaisaja, dan bukaniuntukispekulasii (Ascarya, 2007: 22-23).
Dalam iIslam, capitali is private igoods, sedangkan imoney is ipublic
goods. iUang yangiketika mengaliriadalah publicigoods (flowiconcept) ilalu
mengendapi ke dalami kepemilikan iseseorang (stocki concept) dani uang
tersebutimenjadi milikipribadi (private goods). Uraian mengenai konsep
uang sebagai iflow concept idan publicigoods
dapatidijelaskanisebagaiiberikut:
1) UangisebagaiiFlowiconcept i
Dalam Islam, uangi adalah flowi concepti sedangkani capital
adalahistockiconcept (Muhammad, 2004: 71). Semakinicepatiperputaran
uang, imaka semakini baik. Uang idapat idiibaratkan iseperti iair. Jikaiair
dialirkan, imaka air itersebut iakan bersih idan isehat. Namuni jika iair
dibiarkanimenggenang dalamisuatu tempat, makaiair tersebutiakanikeruh
(kotor). Demikian ijuga halnya idengan iuang, uangiyang berputariuntuk
produksii akan idapatimenimbulkanikemakmuran ekonomiidanikesehatan
masyarakat. iSementara iitu, jika iuang iditahan (menimbuni uang), maka
dapati menyebabkani macetnya rodai perekonomiani sehinggai dapat
menimbulkani krisis iekonomi. Untuki itu, uang iperlu idigunakan iuntuk
investasiidi sektoririil. Jikaiuang hanyaidisimpan, makaibukan sajaitidak
mendapatkanireturn, tetapiijuga dikenakanizakat.
2) UangisebagaiiPubliciGoods
Uang sebagai ipublic goodsi memilikii ciri sebagaii barang iyang idapat
digunakani oleh imasyarakat itanpa menghalangii orang ilain iuntuk
menggunakannya. iUang sebagai ipublic igoods diibaratkani jalani raya
dan icapital sebagaii private igoods diibaratkani dengani kendaraan. Jalan
rayai dapat digunakani oleh siapai saja tanpa terkecuali, tetapi masyarakat
yang imempunyai ikendaraan iberpeluangilebih besaridalamipemanfaatan
jalani raya dibandingkani dengan masyarakati yang tidaki mempunyai
kendaraan. iBegitu pulai dengan iuang. Uangisebagai publicigoodsidapat
dimanfaatkani lebih banyaki oleh masyarakati yang lebihi kaya. Hali ini
bukani karenaiisimpanan merekai di ibank, tetapii karenaiassetimereka,
sepertii rumah, imobil, isaham, dani lain-lain iyang idigunakan idi isektor
produksii sehinggai memberikan ipeluang iyangilebih besarikepadaiorang
tersebuti untuk memperolehi lebih banyaki uang. Jadi, isemakin itinggi
tingkati produksi, makai akan semakini besari kesempatani untuk
memperolehi keuntungan dariiuangi (public goods) itersebut. Oleh
karena itu, ipenimbunan idilarang karenai menghalangii orang laini untuk
menggunakanipublic goodsitersebut.
b. Uangidalam SistemiEkonomiiIslam
DalamisejarahikegiataniekonomiiIslam, pentingnyai keberadaaniuang
ditegaskanv oleh pendapati Rasulullahi SAW yangi menganjurkani bahwa
perdagangani yang lebihibaik (adil) iadalahiperdagangan yang menggunakan
mediai uang (dinari atau idirham), bukani pertukarani barangi (barter) iyang
dapati menimbulkani riba ketikai terjadii pertukarani barang isejenis iyang
berbedaimutu. Denganikeberadaaniuang, hakikatiekonomi (dalamiperspektif
Islam) idapat berlangsungii dengani lebih baik, iyaitu iterpelihara idan
meningkatnyai perputaran iharta i(velocity) dii antara imanusia i (pelaku
ekonomi). Denganikeberadaaniuang, aktivitasizakat, infaq,ishadaqah, wakaf,
kharaj, ijizyah, dan ilain-lain dapati lebih ilancar iterselenggara. iDengan
keberadaani uang ijuga, aktivitasi sektor iswasta, ipublik, dan isosial idapat
berlangsungidengan akselerasiiyang lebihicepat (Ascarya, 2007: 25).
Perbedaanikonsep uang antarai ekonomiikonvensional daniekonomi
Islami berimplikasii terhadap iperekonomian. Dalamiekonomiikonvensional,
sistemi bunga dani fungsii uang yangi dapati disamakani dengani komoditi
menyebabkanitimbulnya pasaritersendiri denganiuang sebagaiikomoditinya
dani bunga sebagaii harganya. Pasariini adalahipasar moneteriyangitumbuh
sejajaridengan pasaririil (barangidanijasa) berupaipasariuang, pasarimodal,
pasariobligasi danipasariderivatif. Akibatnya, idalam ekonomiikonvensional
timbuli dikotomi isektor iriil idan moneter. Lebihijauhilagi, iperkembangan
pesati di sektori moneter telahi menyedoti uang idan iproduktivitasiatauinilai
tambahi yang idihasilkan sektori riil sehinggai sektor imoneter itelah
menghambat ipertumbuhan sektoririil, bahkani telah menyempitkani sektor
riil, menimbulkaniinflasi danimenghambat pertumbuhaniekonomii (Ascarya,
2007: 25-26).
Inflasii ini selanjutnyai akan idijadikan acuaniuntuk menaikkanisuku
bunga. Bilai tingkat ikeuntungan iyang idiharapkan ioleh ipara iinvestoridan
pengusahai lebih rendahi dari sukui bunga iyang iberlaku, makai dapat
dipastikani para pengusahai dan iinvestor akan ienggan iuntuk imelakukan
investasi. iSecara iteoritis, dalami sistem ikeuanganikonvensional, seseorang
akanimelakukan investasiisampai padaitingkat marginali efisiensi dari
modal (marginal iefficiency of icapital) samai dengan itingkat
ipengembalian pembayarani bunga karenai perilaku investasi bergantungii
kepadai tingkat sukuibunga danitingkat ekpektasiikeuntungan.
Semakinitinggi sukuibunga, makav semakini rendah itingkati investasi. Hali
iniitentu akanimemperburuk masalahipengangguran jikai pemilik modali
engganiberinvestasi karenailaba yangiakan diperolehi lebihi kecil dariisuku
bungaiyangiberlaku. Penghentian investasii ini secarai tidaki langsung akani
berakibati padai tidak dimanfaatkannyai sumber dayai ekonomii yangi adai
dani memperkecil kesempatani kerjai bagi masyarakati yangi membutuhkani
pekerjaani atau bahkaniterjadiiPHKi (Mansur, 2005: 206-207).
Dikotomii sektor iriil danimoneter tidakiterjadi dalamiekonomi Islam
karenai absennya isistem ibunga idan idilarangnyaimemperdagangkaniuang
sebagaii komoditii sehinggai corak ekonomi iIslam iadalah iekonomi isektor
riili dengan fungsii uang sebagaii alati tukariuntuk memperlancarikegiatan
investasi, iproduksi daniperniagaan diisektoririil.

c. PelaranganiRiba dalamiSistem KeuanganiIslam


Pelarangani riba, menuruti Qardhawi memilikii hikmahi yang
tersembunyiidi balikipelarangannya yaituiperwujudan persamaani yangiadil
diiantara pemiliki hartai (modal) idengan iusaha, sertai pemikulaniresikoidan
akibatnyai secara beranii dani penuhi rasai tanggungi jawab. Prinsipikeadilan
dalamiIslam iniitidak memihakikepada salahisatuipihak, melainkanikeduanya
beradai pada posisii yangi seimbang. Konsepi pelarangani ribai dalami Islam
dapati dijelaskani dengani keunggulannyai secarai ekonomis idibandingkan
dengani konsep ekonomii konvensional. iRiba isecara iekonomis ilebih
merupakanisebuah upayaiuntuk mengoptimalkanialiran investasiidenganicara
memaksimalkani kemungkinani investasii melaluii pelarangani adanya
pemastiani (bunga). Semakini tinggi itingkat isuku ibunga, semakini besar
kemungkinanialiran investasiiyangiterbendung. Hali ini idapatidiumpamakan
sepertii sebuah ibendungan. iSemakin itinggi idinding ibendungan, imaka
semakinibesar aliraniair yangiterbendungi (Ascarya, 2007: 17).
Lebih ijauh ilagi, ketika iriba ihanya imencakupiusury, makaifokus
pengembangani ekonomii Islamiakan mengarahikepadaipenyempurnaanidan
kelengkapani regulasi darii infrastrukturi ekonomi iIslam isaja, yangi di
dalamnyai mencakupi lembagai keuangan iIslam i (bank syari’ah, iasuransi
syari’ah, ipasar modal isyari’ah, dan isebagainya). Namun, iketika iriba
termasukiinterest, makaifokus pengembanganiekonomi Islamijugaimengarah
kepadaitatanan makroekonomiidan pengelolaanimoneter yangiberbasis emas
(fullibodied money) ipada dimensiijangkaipanjang (Ascarya, 2007: 21).

d. Cara-CaraiPengembangan Uangiyang TidakiMengandungiRiba


Riba imerupakan isuatu bentuk itransaksi ekonomi yang keharamannya
bukan idisebabkan ikarena idzatnya, namunidisebabkaniolehitransaksiiyang
dilakukani (haram ilighairihi). iAjaran iIslam imelarang ipraktik iriba
(membungakan iuang) dani mendorongiumatnya untukimelakukaniinvestasi
karenai terdapati perbedaani mendasari antarai antara iinvestasi idan
membungakaniuang. MenurutiAntonioi (2001: 59), perbedaanitersebutidapat
ditelaahidari definisiihingga maknanyaimasing-masing, iyaitu:
a. Investasii adalah ikegiatan usaha iyang imengandung iresiko ikarena
berhadapanidengan unsuriketidakpastian. Denganidemikian, iperolehan
return-nyaitidak pastiidanitidak tetap.
b. Membungakan iuang iadalah ikegiatan usahaiyang kurangimengandung
resikoi karenaiperolehan return-nyaiberupa bungaiyang relatifipastiidan
tetap.
Investasii ini dapati dilakukan imelalui ikerjasama iekonomi iyang
dilakukanidalam semuailini kegiataniekonomi, baikiproduksi, konsumsiidan
distribusi. Salahi satu bentuki kerjasamai dalamibisnis ekonomiiIslam adalah
musyarakati atau imudharabah. Melaluii transaksii musyarakahi dan
mudharabahiini, keduai belahi pihak yangibermitraitidak akanimendapatkan
bunga, itetapi imendapatkan ibagi ihasil iatau iprofit dan ilossi sharingidari
kerjasamai ekonomi yangi disepakatii bersama. Profit-lossi sharingi ini
dapati dianggapi sebagai sistemi kerjasamai yang lebihi mengedepankan
keadilan dalam bisnis Islam, sehingga dapat dijadikan sebagai solusi
alternatifipenggantiisistemibunga.

4. Profit-LossiSharing: SolusiiIslam terhadapiAlternatifiPengganti


Bunga
Sebagaii alternatif sistemi bungai dalami ekonomii konvensional,
ekonomiiIslam menawarkanisistem bagiihasil (profitiand lossisharing) ketika
pemiliki modal (surplusi spending iunit) bekerjai samai dengani pengusaha
(deficiti spendingi unit) untukiimelakukanikegiataniusaha. Apabilaikegiatan
usahaimenghasilkan, keuntungani dibagiibersama daniapabila kegiataniusaha
menderitaikerugian, kerugianijuga ditanggungibersama. Sistem
ibagiihasiliini dapati berbentuki mudharabahi ataui musyarakah dengan
iberbagai variasinya. iDalam mudharabahiterdapat kerjaisama usahaiantara
duaipihak dimanaipihak (shahibulimal) menyediakaniseluruhimodal,
sedangkanipihak lainnyaisebagai mudharibi(pengelola). Keuntunganiusaha
secaraimudharabah dibagii menuruti kesepakatani yangi dituangkani dalam
ikontrak, isedangkan apabilairugi ditanggungioleh pemilikiimodal selama
ikerugian itu ibukan akibat ikelalaian imudharib. Namun, iseandainya
ikerugian iitu diakibatkan karenai kelalaian imudharib, makaimudharib
jugaiharusibertanggungijawab atasikerugianitersebut (Antonio, 2001: 95).
Alternatifipenggantiibunga yangilain adalahipartisipasiimodal (equity
participation) imelalui ekspektasii ratei of ireturn iyang idisebut isebagai
musyarakah. iSektor riilimerupakan sektoriyang palingipenting disorotidalam
ekonomi iIslam karenai berkaitan ilangsung denganipeningkatanioutputidan
akhirnya ikesejahteraan imasyarakat. Segalaikomponen dalamiperekonomian
diarahkan iuntuk imendorong sektori riili ini, baiki dalami memotivasi
pelaku bisnisimaupun dalamihalipembiayaannya (Masyhuri, 2005: 108-109)
Ekspektasii return, iberbeda dengani suku ibunga iyang iselalu
dijustifikasii oleh timei value iof imoney, namun ijustru idikaitkan idengan
economicivalue ofimoney. Dengan idemikian, faktoriyang menentukaninilai
waktuiadalah bagaimana seseorang memanfaatkan waktu itu. Semakin efektif
daniefisien, makai akan semakini tinggiinilaiiwaktunya. Dengan pemanfaatan
waktui sebaik-baiknyai untuk ibekerja idan iberusaha iakan imenghasilkan
pendapatan iyang idapat idinilai idengan uang. Hal iini ibertentangan idengan
timei value ofi money, yang itidak secarai proporsionalimempertimbangkan
probabilitasi terjadinya ideflasi, selaini adanya iinflasi. iKarena ipada
realitanya, iketidakpastian (uncertainty) iselalu iterjadi, dan isangat imenjadi
tidakiadil jikaihanya menuntutiadanyaikepastian, sepertiiyang berlakuidalam
ekonomiikonvensional melaluiikonsep time value of money-nya. Oleh karena
itu, ipemodal dalamiIslam tidakiberhak memintairate of returniyanginilainya
tetapidan tidakiseorangpun berhakimendapatkan tambahanidari pokokimodal
yangi ditanamkannya tanpai keikutsertaannya dalami menanggungi resiko
(Masyhuri, 2005: 109-110).
Dengan idemikian, menurut iAscarya (2007: 26) ikedua sistemiprofit
and iloss sharing iini, baik imudharabah idan musyarakah iakan imampu
menjamini adanyai keadilan idan tidak iadanya pihak iyang itereksploitasi
(terdzalimi). iMelalui sistem ibagi hasil iini jugaiakan terbangunipemerataan
dani kebersamaan iserta menciptakan isuatu itatanan iekonomi yang ilebih
merata. iSedangkan dalam iperekonomian ikonvensional, isistem iriba, ifiat
money, icommodityimoney, dan pembolehan ispekulasi iakan imenyebabkan
penciptaanv uang (kartali dan igiral) dani tersedotnyaiuang di sektorimoneter
untuki mencari keuntunganitanpairesiko. Akibatnya, uang atauiinvestasi
yang seharusnyai tersalur ke sektori riil untuk itujuan produktifisebagian
besarilari ke isektor moneter idan imenghambat pertumbuhan ibahkan
imenyusutkan sektoririil.

5. Riba QardhiDalam PraktikiBisnis


Riba iqardh terjadi idalam isetiap produki keuangan iyang imenggunakan
sistemi transaksi pinjamani kredit iberbunga, baiki terjadi iantar iindividu
maupuni dengan ilembaga ikeuangan dengan menggunakan nama dan produk
bermacam-macami (Karim & Sahroni, 2016). iContoh praktikiribaiqardh
kontemporeriadalah:
a. Poduk iperbankan ikonvensional, sepertii pembayaran ibunga ikredit idan
pembayarani bungaideposito.
b. Produk-produki lembagaifinance konvensional, seperti kredit pembiayaan
kendaraanibermotor.
c. Praktiki riba jahiliyahidapat ditemuiidalam pengenaanidenda bungaipada
produki kartu krediti yang tidak idibayar ipenuh tagihannya isaat ijatuh
tempo.
d. Ribai nasi’ah dapati ditemui dalami pembayaran ibunga ikredit, ibunga
deposito, idll. Bank isebagai kreditur imemberikan pinjaman iyang
mensyaratkani pembayaran ibunga yang ibesarannya itetap idan
ditentukanidahulu di awalitransaksii (fixed andipredetermind rate).
e. Dalam iasuransi ikonvensional, dimanaidana premiidikeola diilembaga
keuanganikonvensional denganifasilitas pinjamaniberbunga.
Dalam iberbagai icontoh di atas, ilembaga ikeuangan pemberiipinjaman
mensyaratkani memberikan ibunga iyang sifatnyai tetap idan iditentukan
dahului di iawal itransaksi/akad. Padahalinasabah penerimaipinjamanidalam
mendapatkani hasil usahai tidaki mendapatkani keuntungan iyang ifixediatau
predetermindijuga. Di idalam ibisnis selalui ada ikemungkinanuntung, impas,
ataui rugi yangibesarannya tidakidapat ditentukanidiiawal (Karim & Sahroni,
2016). Jadii mengenakan tingkati bungai tertentu untuki suatui pinjaman
merupakanitindakan yangizalim, yangimemastikan sesuatuiyang tidakipasti,
karenaiituidiharamkani (Adiwarman Karim, 2010)

6. Riba Jual-Belii (Riba Buyu’)


Riba ijual ibeli (riba ibuyu’) adalah iriba iyang munculiakibatipertukaran
barangi sejenisi (harta iribawi/ amwal iribawiyat) yangi berbedai kualitas
(mistlanibi mistlin), kuantitas (sawaanibiisawain), atauiwaktuipenyerahannya
tidaki tunaii (yadan bii yadin). Secarai prinsipi jual-beliidiperbolehkan, iakan
tetapii tidak semuai jenisi perniagaan/ipertukaran itersebut idibolehkan. Jika
terdapatiunsur ketidakadilani daniekploitasi dalamitransaksi amwaliribawiyat
(nuqudidan ath’imah) imaka termasukiriba jualibeli.
Ribaibuyu’ disebutijuga ribaifadhl, ribainasa’/ribaiyad, dan ribainasi’ah.
a. Ribai fadhl adalahi pertukarani benda ribawii sejenisi yang inilai, jumlah,
timbangan, iatau itakarannya tidak isama. Riba ifadhl imerupakan
pelanggarani terhadap ketentuani yang berkaitani dengan iharus isamanya
kualitasiatau kuantitasiobjek yangidipertukarkan;
b. Ribai nasa’ atau iriba iyad adalah ipertukaran ibenda iribawiisejenisiyang
nilai/jumlah/takaran/timbangan sama, isedangkan isalah isatu iobjek
pertukarani diserahkan inon-tunaii (tangguh), ataui serahi terimai kedua
obyeki pertukaran dilakukani secarai tangguh. Ribai inii merupakan
pelanggaraniterhadap keharusanitunai dalamipembayaranihargai(yadan bi
yadin);
c. Riba inasi’ah idalam juali beliiadalah gabunganiantara ribaifadhl daniriba
yad. Menuruti Rafiq iYunus ial-Mishri (2012) riba nasi’ahidalamikonteks
inii adalahipertambahan atas harta ribawi sejenis yang dipertukarkan serta
penyerahannyaidilakukan secaraitangguhi (non-tunai/ ta’jil)

7. Praktik RibaiBuyu’ DalamiPraktik Bisnis


Praktik iriba buyu’ iterjadi ipada transaksi iantar barang iribawi i (amwal
ribawiyat) iyang tidak imemenuhi syarat-syarat isebagaimana idijelaskan di
atas. iDalam kehidupan isehari-hari, iriba buyu’ ibiasanya idapat ikita itemui
menjelangiihari rayaiidul fitri, iyaitu pertukaraniuang sejenisi (rupiahidengan
rupiah) iyang tidakisama kuantitasnyaiserta kualitasnya, icontoh: 100irupiah
ditukaridengan 95 ribuirupiah. Uangiyang ditukarkanidengan nominali100
ribu irupiah itidak sama iatau tidak isepadan idengan iuang 95 iribu irupiah,
sehinggai transaksi itersebut itermasuk kategori iriba ijual ibeli. Dewasaiini,
diiIndonesia idihebohkan idengan hadirnya iuang ibaru inominaliRp 75.000
(tujuh ipuluh lima iribu irupiah) iedisi ikhusus iuntuk imemperingati ihari
kemerdekaani Republiki Indonesiai ke-75. Karena idicetaknya ispesial idan
jumlahnyai terbatas, iuang ijenis iini idicari banyak iorang, ibahkan
diperjualbelikani melaluii berbagaii platformi e-commerce danimediaisosial
(Tokopedia, iInstagram, Facebook, idll) denganiharga jualiyangifantastis.
Bila iditeliti secarai seksama, modelitransaksi diiatas dapatidikategorikan
kedalam idua ijenis iriba ijual beli, yakniiriba fadhlidan ribainasi’ahidengan
ketentuan:
a. Disebutiriba fadhlijika pertukaranitidak berimbangitersebut (antaraiuang
75 iribu irupiah dengan iuang i200 iribu irupiah) idilakukan isecara
tunai/langsung, inamun nominaliatau obyekipertukaran tidakisama;
b. Disebut iriba yad iapabila itransaksi dilakukan imelalui iplatform media
sosialiatau e-commercei dengan ipertukaran inominal/nilai iyang isama
yakni i75 ribu irupiah, akan itetapi ipembayarannya idilakukan isecara
tangguh, yaknii pembeli membayari melalui rekeningi banki bersama
ecommerce, ibegitupun uang i75 ribu edisi ikhusus tersebutidibayarkan
tidaki tunai karena imenunggu prosesi pengiriman. Hali ini imelanggar
prinsipipertukaran harusidilakukan secaraitunaii (yadan biiyadin);
c. Disebut iriba nasi’ah iapabila transaksiidilakukan melaluiiplatformimedia
sosiali atau e-commerce, yakni ipembeli membayar isecara tidak itunai
senilaii 200 ribu rupiahi karena melaluii rekening banki bersama e-
commerce, ibegitupun uang i75 ribu edisi ikhusus tersebut idibayarkan
tidak itunai karena imenunggu proses ipengiriman. Hal iini imelanggar 2
prinsipi sekaligus, yakni ipertukaran itidak berimbang i (kualitas idan
kuantitasnya) ijuga dibayarkanisecara tidakitunai

D. PENUTUP
Kata ribaiberasali darii bahasa Arab, secaraietimologis berartiibertambah
(al-ziyadah), itumbuh (an-numuw), imeningkat/menjadi itinggi (al-‘uluw),
menjulangi (al-rif’ah) dani bertambah i(al-rima). Secaraiterminologi ilmuifiqih,
ribai adalah tambahani/ikelebihan atasi pokok utangi yang diperjanjikan
/dipersyaratkani isebagai imbalani atas masai pembayarani utang. Ribai secara
mutlak, ijelas dan itegas hukumnya iharam, baik isedikit imaupun ibanyak, ibaik
untukikebutuhan konsumtifimaupun untukikebutuhaniproduktif. Menurutijumhur
ulama, iriba terbagi imenjadi idua imacam, yakni iriba iyang terjadiiakibatiutang-
piutangidisebut ribaiqardh/ ribaiduyun, dan ribaiyang terjadiiakibatijual-beliiatau
biasai disebut iriba ibuyu’. Adapuni maqashid i (target/tujuan) idilarangnya iriba
menuruti ulama ifiqih iadalah ikarena idi dalam ipraktik iriba mengandungiunsur
kezaliman, imencegah ekpolitasi iterhadap ipeminjam (muqtaridh), imelanggar
kaidah ial-ghunmu ibil ighurmi danikaidah al-kharaj bid dhaman, melanggar sifat
dasar iakad iutang-piutang isebagai akad ikebajikan i (tabaru’at), imenghindari
praktikigharar, danimenyalahi fungsiidan tujuaniuang, yakniisebagai alatitukar
danimedia menyimpaninilai/harga.
Hadirnyai ekonomi Islam idi tengah-tengahi masyarakati adalahiuntuk
menciptakani keadilan ekonomii dan distribusii pendapatan menujui tercapainya
kesejahteraani masyarakat. Ekonomi iIslam imenempatkan keadilaniuntukisemua
pelakuibisnis, tidakimengenal iistilah ”kreditur” idani”debitur”, imelainkan mitra
kerjai yang isama-sama imemikul iresiko dengan ipenuh irasa itanggung ijawab.
Untuk iitu, sistem iprofit-lossi sharing idapat idijadikan isebagai isolusiialternatif
penggantiisistem bungaidalam sistemiperekonomianiIslam.
DAFTAR PUSTAKA
Arif, K. M. (2020). Hakikat Karakter Dan Urgensinya Dalam Perspektif Islam.
Tahdzib Al-Akhlaq: Jurnal Pendidikan Islam, 3(1), 1-19.
Arif, K. M. (2020). Pengaruh Maqashid Syariah Terhadap Fiqh Muamalah Dan
Fatwa Dalam Mewujudkan Moderasi Islam. El-Arbah: Jurnal Ekonomi,
Bisnis Dan Perbankan Syariah, 4(1), 1-16.
Cahyani, D. I., & Sumadi, S. (2015). Alternatif Sistem Ekonomi Islam Untuk
Indonesia Yang Lebih Sejahtera. Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, 1(02)
Frastiawan, D., & Ghozali, M. (2016). Kajian Keharaman Riba dalam Islam dan
Kecenderungan Memilihnya. Islamic Economics Journal, 2(2).
Ghofur, A. (2016). Konsep Riba dalam Al-Qur’an. Economica: Jurnal Ekonomi
Islam, 7(1), 1-26.
Hadi, A., & Uyuni, B. (2021). The Critical Concept of Normal Personality in
Islam. Al-Risalah: Jurnal Studi Agama dan Pemikiran Islam, 12(1), 1-19.
Kalsum, U. (2014). Riba dan Bunga Bank Dalam Islam (Analisis Hukum dan
Dampaknya Terhadap Perekonomian Umat). Al-'Adl, 7(2), 97-83.
Lubis, Z. (2021). Riba In The Economic Life Of The Community. El-Arbah,
5(1), 5-18.
Mahfuz, M. (2020). Produksi dalam Islam. El-Arbah: Jurnal Ekonomi, Bisnis
Dan Perbankan Syariah, 4(1), 17-38.
Munajah, N. (2018). Kebahagiaan Dalam Perspektif Filsafat. Tahdzib Al-
Akhlaq: Jurnal Pendidikan Islam, 1(2), 1-23.
Naufal, A. (2019). Riba Dalam Al-Quran Dan Strategi Menghadapinya. Al
Maal: Journal of Islamic Economics and Banking, 1(1), 100-116
Sajadi, D. (2018). Berhijrah Dari Sistem Ekonomi Sekuler Menuju Sistem
Ekonomi Syari’ah.El-Arbah: Jurnal Ekonomi, Bisnis Dan Perbankan
Syariah, 1(1), 58-81.
Sajadi, D. (2019). Agama, Etika Dan Sistem Ekonomi. El-Arbah: Jurnal
Ekonomi, Bisnis Dan Perbankan Syariah, 3(2), 1-17.
Syarif, Mujar Ibnu. (2011). Konsep Riba Dalam alQur'an dan Literatur Fikih.
Al-Iqtishad: Vol. III, No. 2, Juli
Uyuni, B. (2018). Zakat Uang Elektronik. El-Arbah: Jurnal Ekonomi, Bisnis
Dan Perbankan Syariah, 2(2), 48-62.
Uyuni, B. (2020). Various Types Of Debt: Mawaris Fiqh Review. El-Arbah:
Jurnal Ekonomi, Bisnis Dan Perbankan Syariah, 4(2), 19-36.
Yasin, H. (2019). Ayat-Ayat Akhlak Dalam Al-Quran. Tahdzib Al-Akhlaq:
Jurnal Pendidikan Islam, 2(2),1-15.

Anda mungkin juga menyukai