Anda di halaman 1dari 6

PSIKOLOGI ANAK

(The Psychology 0f The Child)

JEAN PIAGET

Barbel Inhelder

Penerbit : Pustaka Pelajar

Tempat Penerbit : Yogyakarta

Tahun Terbit : Cetakan Pertama, Februari 2010


Pada dasarnya, perkembangan mental anak muncul sebagai satu rangkaian dari tiga
periode. Masing-masing periode ini memperluas periode sebelumnya, merekonstruksinya pada
suatu level baru, yang kemudian bahkan melampauinya dalam tingkatan yang lebih besar. Hal
inipun berlaku pada periode pertama karena evolusi skema sensori-motor mempengaruhi dan
mengungguli struktur organic yang berlangsung selama masa embreogenesis. Relasi semiotic,
penalaran, dan hubungan interpersonal menginternalisasi skema tindakan ini dengan
merekonstruksi mereka ke level representasi baru, dan melampaui representasi baru hingga
semua operasi konkrit dan struktur kooperatif telah terbentuk. Terakhir, setelah usia 11-12 tahun,
penalaran formal yang baru mulai berkembang menyusun ulang operasi konkret dengan
mensubordinasinya menjadi struktur baru yang perkembangannya akan berlangjut hingga
sepanjang masa remaja dan kehidupan kelak ( bersama dengan banyak transformasi lainnya
pula).

Integrasi struktur yang berurutan, yang masing-masing menyebabkan kemunculan


integrasi berikutnya, memungkinkannyya untuk membagi perkembangan anak menjadi peiode-
periode atau tahapan panjang dan sub-sub berikut:

1. Urutan rangkaiannya bersifat konstan, meski usia rata-rata berlangsungnya berbeda-beda


pada tiap individu, menurut tingkatan kecerdasannya atau lingkungan pergaulannya.
Dengan demikian, perkembangan tahapan akan mengakibatkan ekselerasi atau retardasi,
tetapi urutannya tetap konstan dalam area-area (operasi-operasi, dan lain-lain), dimana
tahapan-tahapan semacam itu telah menunjukkan keberadaannya.
2. Tiap tahapan dikarakterisasi oleh keseluruhan struktur yang dengan merujuk kepadanya
pola-pola perilaku utama dapat dijelaskan. Guna membangun tahapan-tahapan
ekspalanatoris tersebut tidaklah cukup merujuk pada pola-pola ini saja atau pada
kelaziman suatu karakteristik tertentu (sebagaimana tahapan-tahapan yang diusulkan oleh
Frued dan Wallon).
3. Struktur-struktur menyeluruh ini bersifat integrative dan tak dapat dipertukarkan. Setiap
hasil dari struktur sebelumnya beritegrasi menjadi struktur subordinat, dan
mempersiapkan struktur yang berikutnya, yang cepat atau lambat berintegrasi dengan
sendirinya.
Berdasarkan keberadaan perkembangannya semacam ini dan arah integrative
yang menunjukkan suatu posteriori, masalahnya adalah memahami mekanismenya. Pada
kenyataannya, hal ini adalah perluasan dari masalah yang diajukan oleh para ahli
embreologi saat mereka ingin tahu apakah organisasi ontogenetis merupakan hasil
praformasi atau epigenetic, dan proses kausal apakah yang dilibatkan. Namun, kami
hanya mencapai solusi sementara, dan teori-teori yang akan datang akan bisa diterima
hanya bila berhasil mengintegrasikan interpretasi atas embreogenesis, pertumbuhan
organik, dan perkembangan mental menjadi suatu keseluruhan yang harmonis. Sementara
itu, kita harus cukup puas dengan diskusi empat factor umum yang sejauh ini diberikan
pada perkembangan mental:
1. Factor pertama adalah pertumbuhan organic dan terutama kematangan sistem
saraf dan sistem endokrin. Tidak diragukan bahwa sejumlah pola perilaku
bergantung pada berfungsinya pertama-tama struktur/sirkuit tertentu. hal ini
berlaku pada koodinasi penglihatan dan pemahaman muncul pada usia 4,5 bulan.
Kondisi organic untuk persepsi visual tidak sepenuhnya disadari hingga masa
remaja, sedangkan berfungsinya retina terjadi cukup dini. Kematangan berperan
sepanjang pertumbuhan mental. Tetapi peran apa? Kami memiliki pengetahuan
yang sedikit terperinci tentang kematangan, dan kami lebih tidak tahu apa-apa
tentang kondisi-kondisi yang akan memunculkan pembentukan struktur operatoris
umum. Pada beberapa data yang kami miliki, kami melihat bahwa kematanagan
pada dasarnya, tercakup dalam terbukanya kemungkinan-kemungkinan baru dan,
oleh karenanya, merupakan kondisi-kondisi yang diperlukan, tetapi tidak dengan
sendirinya mencukupi bagi kemunculan pola perilaku tertentu. kemungkinan-
kemungkinan yang telah terbuka ini juga harus terpenuhi. Agar bisa terjadi,
kematangan perlu dikuatkan dengan latihan-latihan fungsi dan pengalaman
minimum. Disamping itu, semakin jauh kemahiran-kemahiran dipindahkan dari
sensori-motor yang merupakan asal mereka, semakin berubah kronologi-
kronologi mereka, mksudnya bukan serangkaian mereka, tetapi waktu
kemunculan. Kematangan hanyalah satu dari banyak factor yang terlibat dan
terpengaruh oleh lingkungan fisik dan sosial bertambah penting terhadap
pertumbuhan anak.
Tidak diragukan lagi bahwa kematangan organic adalah factor yang diperlukan
dan memiliki peran yang sangat berarti dalam urutan rangkaian tahapan
perkembangan anak yang tidak berubah, tetapi tidak menjelaskan seluruh
perkembangan dan hanya mewakili satu factor di antara beberapa yang lain.
2. Factor pokok kedua adalah peran pelatihan dan pengalaman yang diproleh
dalam tindakan-tindakan yang dilakukan pada objek-objek (yang
dipertentangkan dengan pengalaman sosial). Hal ini juga merupakan factor
mendasar dan diperlukan, termasuk dalam membentuk struktur logika-
matematis. Akan tetapi, situasi ini tidak dengan sendirinya menjabarkan
segala hal, meski demikian yang diklaim oleh para empiris. Sifatnya sangat
konfleks karena ada dua jenis pengalaman:
a. Pengalaman fisik, yang terdiri atas tindakan terhadap objek, yang
bertujuan mengabstaksi sifat-sifat mereka (misalnya, membandingkan dua
beban tanpa mengindahkan volumenya).
b. Pengalaman logika-matematis, yang tercakup dalam tindakan terhadap
obejek dengan maksud mempelajari hasil koordinasi tindakan (contohnya,
saat anak usia 5-6 tahun menemukan secara empiris bahwa sejumlah
kelompok objek tidak terkait dengan disposisi special mereka atau urutan
penghitungan mereka.) dalam (b), pengetahua lebih bersumber pada
tindakan (yang mengatur atau menggabungkan) dibandingkan pada objek.
Pengalaman dalam hal ini, sekedar fase praktis dan quasimotor atas apa
yang nantinya akan menjadi dedukasi operatoris, yang tidak dapat
disamakan dengan pengalaman dalam pengertian tindakan lingkungan
eksternal. Sebaliknya, ini adalah persoalan tindakan konstruktif yang
dilakukan oleh subjek pada objek eksternal. Bagi (a), pengalaman fisik
sama sekali bukan perekaman fenomena yang sederhana, tetapi
merupakansuatu strukturasi aktif karena selalu melibatkan asimilasi ke
struktur-struktur logika-matematis (dengan demikian, membandingkan
dua beban mensyaratkan terjadinya hubungan dan, oleh karenanya,
pengonstruksian suatu bentuk logis).
3. Factor pokok ketiga adalah intraksi dan transmisi sosial. Meski diperlukan dan
sangat penting, factor ini juga tidak cukup dengan sendirinya. Sosialisasi
merupakan suatu strukturasi yang kepadanya individu berkontrubusi sebanyak
yang ia peroleh darinya, dari sinilah terjadi interdependensasi dan
isomorfisme “operas” dan “kooperasi” bahkan, dalam suatu transmisi dimana
subjek tampak sangat pasif, seperti pengajaran disekolah, tindakan sosial tidak
efektif tanpa asimilasi aktif oleh anak, yang mensyaratkan adanya struktur
operatoris yang memadai.
4. Tiga factor yang sangat berlainan tidak menjelaskan perkembangan
berorientasi sama sederhana dan regulernya dengan tiga tahapan berangkai
besar yang sudah dijelaskan. Dengan mempertimbangkan peran subjek dan
koordinasi umum tindakan dalam perkembangan ini, kita dapat terdorong
untuk membayangkan sebuah rencana yang dibentuk sebelumnya dalam
pengertian aprioritas finalitas internal. Akan tetapi sebuah rencana a priori
dapat didasari secara biologis hanya lewat mekanisme-mekanisme bawaan
lahir dan kematangan, dan kami telah menyaksikan bahwa mereka saja tidak
dapat menjelaskan seluruh fakta. Finalitas adalah sebuah konsep yang
subjektif, dan suatu perkembangan berorientasi (perkembangan yang
mengikuti suatu arah: tidak lebih) tidak perlu diartikan menuntut rencana yang
dibentuk sebelumnya: misalnya, entropi dalam termodinamika. Dalam
perkembangan anak, tidak ada rencana yang dibentuk sebelumnya, tetapi
suatu evolusi berangsur-angsur dimasa setiap inovasi bergantung pada
sebelumnya.
Setiap penjelasan tentang perkembangan anak perlu mempertimbangkan dua
dimensi: dimensi antogenetik dan dimensi sosial (dalam pengertian transmisi
karya yang melintasi generasi ke generasi). Bagaimanapun, masalahnya agak
sama dalam kedua kasus tersebut karena pada keduanya persoalan pokoknya
berurusan dengan mekanisme internal seluruh konstruktivisme. Mekanisme
internal ( walaupun tidak dapat direduksi menjadi hereditas saja dan tidak
memiliki rencana yang dibentuk sebelumnya karena sebenarnya ada
konstruksi) dapat diamati pada waktu setiap konstruksi parsial dan setiap
transisi dari satu tahapan ke tahapan berikutnya. Hal ini merupakan suatu
proses enkuilibrium, bukan dalam pengertian keseimbangan kekuatan
sssederhana (sebagaimana dalam mekanika) atau peningkatan entropi (seperti
dalam termodinamika), tetapi dalam pengertian yang sekarang sudah
ditunjukkan dengan begitu jelasnya oleh sibernetika regulasi diri; yaitu
serangkaian kompensasi aktif pada pihak subjek dalam merespon gangguan
eksternal dan suatu penyesuaian diri yang retroaktif (sistem putaran atau
umpan balik) dan juga antisipatoris, yang membentuk sistem kompensasi yang
permanen.
Sebagaimana yang sudah kita lihat berkali-kali, efektivitas membentuk
energetic dari pola perilaku yang asfek kognitifnya merujuk pada struktur
saja. Tidak ada pola perilaku, betapapun intelektualnya, yang tidak mencakup
factor-faktor afektif sebagai motif, tetapi secara resiprokal, tidak mungkin ada
kondisi apektif tanpa intervensi persepsi atau pemahaman yang menyusun
struktur kognitif mereka. Dengan demikian, perilaku berciri sama, sekalipun
strukturnya tidak menerangkan energetiknya dan bila, sebaliknya,
energetiknya tidak menjelaskan strukturnya. Dua aspek, afektif dan kognitif,
pada waktu bersamaan tidak dipisahkan dan tidak dapat direduksi. Justru
kesatuan perilaku inilah yang membuat factor-faktor dalam perkembangan
menjadi umum bagi aspek kognitif dan afektif. Dan, sifat keduanya yang tidak
dapat direduksi tersebut tidak bisa mencegah terjadinya paralelisme
fungsional yang agak mengejutkan, bahkan dalam detailnya (seperti yang
sudah kita lihat dalam hubungannya dengan “relasi objek” koneksi
interpersonal, dan sentiment moral). Tentu saja sentiment-sentimen
melibatkan sumber herediter yang tidak perlu diragukan lagi yang akan
mengalami proses kematangan. Mereka mengalami diversitifikasi selama
pengalaman yang sesungguhnya. Mereka mendapatkan pengkayaan yang
fundamental dari percakapan interpersonal dan sosial. Namun, diluar tiga
factor ini, mereka pasti melibatkan konflik atau krisis, dan ekuilibrasi ulang
karena pembentukan kepribadian didominasi oleh pencarian atas koherensi
dan organisasi nilai yang akan mencegah konflik internal (atau mencari
mereka, tetapi demi suatu perspektif sistematik baru seperti “ambiguitas” dan
sintesis subjek lainnya). Bahkan, jika kita tidak menghiraukan fungsi
sentiment moral, dengan ekuilibrium normatifnya (dimana mereka begitu
dekatnya dengan struktur opratoris, tetap mustahil menafsirkan perkembangan
kehidupan afektif dan motivasi tanpa menitikberatkan pada semua peran
penting regulasi-diri, yang pengaruhnya pun sudah ditekankan seluruh
mazhab pemikiran, meski dengan beragam nama. Interpretasi ini dapat
mengklaim member penjelasan yang cukup layak mengenai fakta yang telah
sangat banyak diketahui ini, pertama-tama karena ekuilibrasi diperlukan untuk
merekonsiliasi peran-peran proses kematangan, pengalaman dengan objek,
dan pengalaman sosial. Selanjutnya, juga struktur-struktur sensori-motor
dimulai dari ritme awal pada regulasi, dan dari regulasi ke permulaan
reversibilitas. Regulasi bergantung langsung pada factor ekuilibrasi, dan
seluruh perkembangan akhir (baik penalaran, resiprositas moral dan
kooperasi) adalah proses berlanjut yang bergerak dari regulasi ke
reversibilitas, dan ekstensi reversibilitas. Eversibilitas merupakan sistem
kompensasi yang lengkap dengan kata lain sepenuhnya seimbang dimana
setiap transformasi diseimbangkan oleh kemungkinan inverse atau resiprokal.
Dengan demikian, ekuilibrasi oleh regulasi-diri menyusun proses
pembentukan struktur yang sudah kami diskripsikan. Psikologi anak
memungkinkan kita mengikuti evolusi mereka setahap demi setahap, bukan
dalam kondisi abstrak, tetapi dalam dialektika subjek yang hidup dan yang
dihidupkan, dalam tiap generasi dengan masalah-masalah yang selalu
berulang tanpa henti dan yang terkadang mencapai solusi sedikit lebih baik
daripada generasi-generasi sebelumnya.

Anda mungkin juga menyukai