Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di era globalisasi dan pesatnya perkembangan teknologi.
Permainan tradisional mulai tergilas oleh adanya permainan-permainan
modern seperti game online, PlayStation (PS), dan lain-lain. Padahal
game-game tersebut hanya menonton dan tidak memuat aspek
pendidikan di dalam diri anak tersebut, anak dituntut untuk mematuhi
aturan di games online tersebut. Games itu pun tidak membawa efek baik
bagi tubuh karena games online hanya menggerakan tangan dan mata
tidak jasmani seluruhnya. Berbeda dengan permainan tradisional seperti
permainan kelereng, delikan, dakon, dan lain sebagainya permainan itu
menggerakan semua anggota tubuh, sehingga badan menjadi sehat,
kuat dan bergairah. Disamping permainan tradisional yang menyehatkan,
ternyata dibalik itu permainan tradisional yang diciptakan nenek moyang
kita tersimpan banyak hikmah untuk membangun karakter anak agar
bisa pandai baik dalam aspek kognitif maupun emosional .
Namun pada kenyataannya sekarang ini orang tua sering
melalaikan untuk mengajarkan permainan tradsional dan lebih
mengenalkan pada games online, sehingga anak ketagihan memainkan
games online. Maka dari itu penting juga bagi orang tua dan guru
untuk memperkenalkan permainan tradisional kepada anak-anak dan
memberi penjelasan hikmah apa yang dapat diambil dari permainan
tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, yang menjadi rumusan
masalah dari penelitian ini adalah
Bagaimana dampak permainan tradisional dalam membentuk karakter
anak?

1
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, yang menjadi tujuan dari
penelitian ini adalah
Untuk mengetahui dampak permainan tradisional dalam membentuk
karakter anak.
1.4 Manfaat
Manfaat dalam penelitian ini adalah
1. Bagi masyarakat, untuk menambah ilmu pengetahuan dan wawasan
untuk mengetahui dampak permainan tradisional dalam membentuk
karakter anak.
2. Bagi peneliti, memberikan informasi baru tentang dampak permainan
tradisonal dalam membentuk karakter anak.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep dasar permainan tradisional


Permainan tradisional adalah permainan yang dimainkan oleh
anak- anak zaman dulu. Kebanyakan permainan ini dilakukan dengan cara
berkelompok. Kehidupan masyarakat dimasa lalu bisa dibilang tidak
mengenal dunia luar telah mengarahkan dan menuntun mereka pada
kegiatan sosial dan kebersamaan yang tinggi. Terlebih kebudayaan
Indonesia pada umum nya sangat menjunjung tinggi nilai nilai kebersamaan.
Hal ini yang kemudian mendorong terciptanya jenis permainan tradisional.
Permainan tradisional memiliki jenis dan karakteristik berbeda-
beda, anak-anak tidak pernah bermain dengan satu jenis permainan
tradisional dalam jangka waktu yang lama, setiap jenis permainan
tradisional dimainkan oleh anak-anak sesuai dengan musimnya.
Permainan tradisional Indonesia atau permainan rakyat jelas
terlihat bahwa semua mainan ini mengandung gerakan gerakan tangan,
kaki, dan tubuh lain untuk berinteraksi bersama teman-teman sepermainan,
sehingga banyak manfaat dari permainan tradisional tersebut di antaranya;
2.1.1 Belajar sportifitas (Beller & Stoll, 1993 : 75).
Dengan bermain permainan tradisional anak akan lebih memiliki
sportifitas. Sportifitas didentifikasikan sebagai perilaku yang
menunjukan sikap hormat dan adil terhadap orang lain serta sikap
menerima dengan baik apapun hasil dari suatu pertandingan.
2.1.2 Melatih kemampuan fisik ( Misbach, 2006)
Kemampuan fisik akan terlatih sejak dini melakukan permainan
tradisional.
2.1.3 Mengasah kecerdasan ( Dharmamulya, 2008)
Pada saat bermain permainan tradisional seperti bermain kelereng
akan membantu mereka melatih kecerdasannya, seperti bagaimana
harus mengatur dan melempar kelereng agar mengenai kelereng

1
lain.Tentu hal ini sudah menjadi bakal untuk anak agar mau berfikir
dan mengatur strategi.
2.1.4 Sosialisasi ( Misbach, 2006)
Anak yang melakukan permainan tradisional tidaklah sendirian,
tentu anak membutuhkan teman untuk bermain, hal ini akan
mengajarkan pada anak-anak untuk bersosialisasi dengan baik.
2.1.5 Anak lebih kreatif ( Dharmamulya, 2008)
Seorang anak menjadi lebih kreatif, ketika anak bermain permainan
tradisional ini seperti bermain layang atau pesawat-pesawatan
secara otomatis akan mengasah kreatifitas mereka bagaimana
caranya agar pesawat bisa terbang serta bisa menjadi bagus.
2.1.6 Mampu bekerjasama ( Misbach, 2006)
Adakalah permainan tradisional membutuhkan kerja sama, hal ini
tentu sangat dibutuhkan untuk anak belajar mengenai masa depan,
karena dimasa esok anak membutuhkan kerjasama.
2.1.7 Belajar mengelola emosi ( Dharmamulya, 2008)
Pada saat anak bermain seorang anak tentu akan mengutarakan
emosinya, seperti berteriak, bergerak, melompat, tertawa, dan
menangis. Hal ini akan membantu anak untuk memberikan mereka
stimulasi untuk berekspresi. Salah satunya adalah manfaat teriak
untuk kesehatan, jadi selain senang anak juga akan menjadi anak
yang sehat.
2.1.8 Meningkatkan kepercayaan diri ( Kurniati, 2011)
Seorang anak membutuhkan rasa percaya diri untuk bekerja dimasa
depan. Seorang anak dengan melakukan permainan tradisional
otomatis mengatur anak untuk melatih berkomunikasi dan
bersosialisasi dengan orang lain. Dengan demikian ia akan mampu
untuk mengutarakan emosinya, bekerja sama meminta tolong atau
hal lainnya. Jika hal ini sudah terasah sejak kecil maka anak akan
berani melakukannya ketika besar.Termasuk percaya diri untuk
semangat dan percaya bahwa dirinya dapat menjadi pemenang.

1
2.1.9 Anak akan saling menghargai (Kurniati, 2011)
Seorang anak akan belajar bagaimana cara nya menghargai prestasi
orang lain. Seperti halnya dalam bermain seorang anak akan
menghargai ketika ada temannya yang menang, tidak iri ataupun
tidak benci, karena semua itu adalah permainan jadi pastilah ada
yang menang dan ada yang kala.
2.1.10 Bersikap demokratis ( Kurniati, 2011)
Seorang anak akan memiliki sifat demokratis. Permainan tradisional
tentu ada ketentuan yang dibuatnya bersama, permainan yang dibuat
bersama ini harus disepakati bersama. Sebelum kesepakatan pasti
ada perundingan-perundingan yang dilakukan. Tentu hal itu banyak
mengajarkan pada anak mengenai arti demokratis itu sendiri.
Demokratis ini pun diartikan dalam musyawarah, sejatinya manfaat
musyawarah dalam kehidupan sehari-hari ini dapat didapatkan dari
permainan tradisional dengan melakukan perundingan membuat
peraturan, jadi jangan sekali-kali meninggalkan permainan
tradisional karena ia memiliki banyak manfaat.
2.1.11 Anak lebih aktif ( Dharmamulya, 2008)
Permainan tradisional tentu lebih menuntun anak untuk lebih aktif,
aktif dalam bermain, aktif dalam bertanya, aktif dalam melakukan
eksplorasi dengan sekitarnya.
2.1.12 Mengajarkan tanggung jawab ( Kurniati, 2011)
Permainan tradisional akan membantu anak untuk belajar tanggung
jawab, hal ini akan membantu anak untuk melatih tanggung
jawabnya setelah bermain, sehingga anak akan lebih mudah
bertanggung jawab ketika besar nantinya. Tanggung jawab ini pun
berkaitan dengan harga diri, bagi seseorang anak perlu memiliki
harga diri. Manfaat harga diri yang ditanamkan pada anak adalah
melatih mereka untuk tidak berbuat semena-mena terhadap orang
lain. Itulah manfaat dari permainan tradisional yang harus diketahui.

1
2.2 Jenis-Jenis Permainan Tradisional
2.2.1 Permainan kelereng
Dampak dari permainan kelereng adalah :
a. Dapat melatih kemampuan motorik halus anak
b. Meningkatkan kosentrasi anak dalam bermain
c. Mengembangkan bahasa anak
d. Dapat menjalin komunikasi dengan teman sebayanya. Kerja
sama dalam tim serta dapat menyelesaikan masalah pada saat
bermain dan sebagainya.
2.2.2 Permainan Delikan (petak umpet)
Dampak dari permainan ini adalah :
a. Dapat mengajarkan anak untuk kreatif dan kerjasama
b. Dapat mengajarkan untuk lapang dada dalam menerima kekalahan
c. Dapat mengasah daya ingat untuk mencari dan mengetahui
keberadaan temannya.
d. Bergaul pada banyak orang
2.2.3 Permainan Dakon ( dongklak )
Dampak dari permainan ini adalah :
a. Anak dapat belajar berhitung
Dalam permainan ini pertama-tama pemain diperbolehkan untuk
menghitung tiap biji-bijian atau batu-batu kecil yang ada dilubang
dakon sebelum dijalankan biji-bijian atau batu-batu kecil tersebut.
Hal ini lah yang kemudian dapat merangsang anak untuk belajar
berhitung sambil bermain.
b. Anak dapat belajar mematuhi aturan
Dalam permainan ini ada aturan yang harus dipatuhi para pemain
yaitu : tidak boleh memasukan biji-bijian atau batu-batu kecil ke
lubang dakon milik kawan atau lawan. Secara tidak langsung anak
akan belajar memahami aturan yang berlaku.

c. Anak dapat belajar jujur

1
Dalam permainan ini anak harus memasukan satu biji-bijian atau
batu-batu kecil tidak boleh memasukan lebih dari satu biji per
lubangnya. Dengan bermain ini anak akan belajar jujur untuk
meletakkan satu biji atau batu kedalam tempatnya.
d. Anak dapat belajar sabar
Dalam permainan ini ditahap pertama para pemain harus
menjalankan biji-bijian atau batu-batu kecil secara beriringan,
namun ditahap selanjutnya para pemain harus menjalankan biji-
bijian atau batu-batu kecil secara bergantian hingga sampai dengan
salah satu pemain mati. Hal ini lah yang membuat anak belajar
bersabar dan menunggu giliran.
2.3 Permainan tradisional dalam membentuk karakter anak

2.3.1 Dolanan tradisional


Kata” dolanan “ berasal dari bahasa jawa. Memiliki arti mainan
atau permainan. Sedangkan kata tradisional adalah cara berfikir
dan tingkah laku yang sesuai dengan adat yang sudah ada sejak
zaman dahulu. Dolanan anak atau mainan anak sebagai simbol
pengetahuan bersifat warisan yang turun-temurun.
2.3.2 Pendidikan karakter
Pendidikan karakter adalah segala usaha yang dapat dilakukan
untuk mempengaruhi karakter anak. Prinsip pendidikan karakter di
sekolah yang dapat dijadikan sebagai pedoman agar mudah
dimengerti dan dipahami oleh anak.
2.3.3 Konsep Dasar Karakter
Karakter atau watak adalah suatu kalimat yang memang sulit
didefinisikan, tetapi lebih mudah dipahami melalui uraian-uraian
berisikan pengertian. Berikut beberapa pengertian karakter
diantaranya :
a. Menurut Sigmund Freud, “ character is a stringving system
underly behavior” maksudnya karakter dapat diartikan sebagai
kumpulan tata nilai yang mewujud dalam suatu sistem daya juang
yang melandasi pemikiran, sikap dan perilaku.

1
b. Menurut Soemarno Soedarsono “ karakter merupakan nilai-nilai
yang terpatri dalam diri kita melalui pendidikan, pengalaman,
percobaan, pengorbanan, dan pengaruh lingkungan, dipadukan
dengan nilai-nilai dari dalam diri manusia imajinasi semacam nilai
intrinsik yang mewujud dalam sistem juang, melandasi pemikiran,
sikap, dan perilaku kita.

c. Menurut Prof. DR. Conny R. Semiawan,” karakter adalah


keseluruhan kehidupan psikis seseorang hasil interaksi antara
faktor-faktor endosin dan faktor eksogin atau pengalaman seluruh
pengaruh lingkungan.

Didalam Kamus Besar Bahasa Indonesia sudah dimasukan kata karakter


atau watak yang diartikan sebagai sifat batin manusia yang mempengaruhi
segenap pikiran dan tingkah laku,budi pekerti, dan tabiat. Ada 18 nilai dalam
pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa yang dibuat kemendiknas.
Mulai tahun ajaran 2011 diinstruksikan kepada seluruh tingkat pendidikan di
Indonesia harus menyisipkan pendidikan berkarakter tersebut dalam seluruh
proses pendidikan. Pada jalur formal, pendidikan karakter tidak tertumpu pada
satu mata pelajaran khusus, misalnya PPKn, tetapi juga harus terintegrasi dalam
seluruh mata pelajaran. Nilai nilai dalam pendidikan karakter menurut
kemendiknas adalah religius, jujur, toleran, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri,
demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai
prestasi, bersahabat atau komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli
lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab.

Pembangunan karakter anak bangsa seharusnya diutamakan agar bangsa


Indonesia terhindar dari krisis. Karakter manusia secara individu dapat diartikan
sebagai sifat yang merupakan kekuatan dari dalam (innerpower) yang keluar
(insideout) sebagai daya dorong manusia dalam mewujudkan kebajikan. Seorang
yang berkarakter akan selalu tampil sebagai seorang yang mewujudkan kebajikan.
Dengan demikian seorang yang berkarakter juga akan selalu mendapatkan
kebajikan yang berasal dari Tuhan. Misalnya, seorang yang menyakini adanya
hukum karma. Menurut hukum karma, seorang yang memberikan kebajikan juga

1
akan mendapatkan kebajikan dari Tuhan. Dengan kata lain, karakter merupakan
nilai-nilai yang terpatri dalam diri kita melalui pendidikan, pengalaman,
pengorbanan dan pengaruh lingkungan yang dipadukan dengan nilai-nilai dari
dalam diri manusia yang menjadi semacam nilai-nilai instrinsik yang mewujud
dalam sistem daya juang yang melandasi pemikiran, sikap, dan perilakunya.
Karakter tidak dating dengan sendirinya, tetapi dibentuk dan dibangun secara
sadar dan sengaja, berdasarkan jati diri masing-masing.

Karakter adalah hasil dari kebiasaan yang ditumbuh kembangkan. Yang


perlu dilakukan untuk membentuk karakter adalah membentuk kebiasaan (habits
forming) yang berarti harus menanamkan kebiasaan-kebiasaan baik. Karakter itu
perlu sengaja dibangun, dibentuk, ditempa, dan dikembangkan serta dimantapkan.
Pembentukan karakter sangat dipengaruhi oleh lingkungan, dari lingkungan yang
kecil (keluarga), sekolah dan masyarakat, kemudian meluas dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara.

Bull (196:18) menyatakan ada empat tahap pembentukan nilai yang


dilalui seseorang:

1. Tahap anatomi yaitu tahap nilai baru merupakan potensi yang siap
dikembangkan. Pada tahap ini nilai-nilai budaya, baru dikenalkan sebagai
tahap knowledge dimana anak-anak diajarkan untuk memahami perbedaan
core value apa di tiap-tiap suku bangsa. Dengan cara tersebut, anak-anak
akan mengenal adanya perbedaan, dimana perbedaan itu dapat dijadikan
ajang saling mengenal, bekerja sama, bahkan untuk menyayangi dengan
mengembangkan intellektual empathy. Dilain pihak ditumbuhkan pada
anak-anak kebanggaan akan identitas etniknya.

2. Tahap heteronomy yaitu tahap nilai berpotensial yang dikembangkan


aturan dan pendipsilinan. Pada tahap ini nilai-nilai budaya sudah dikenal
melalui aturan permainan dimana anak diarahkan untuk mematuhi aturan
permainan jika ingin terlibat didalamnya.

3. Tahap sosionomi yaitu tahap nilai berkembang ditengah-tengah teman


sebaya dan masyarakatnya. Pada tahap ini, proses nilai-nilai budaya sudah

1
dilakukan melalui aturan permainan dimana anak sudah dapat berbagi
aturan dengan teman sebaya sebagai role model yang mengikuti permainan
yang sama. Jika proses ini terus berulang (repetitive) dan
berkesinambungan, maka anak akan terbiasa menghormati aturan main
yang akan membantunya kelak untuk beradaptasi dengan aturan
masyarakat. Dalam permainan tradisional, penanaman nilai-nilai moral
tidak hanya berupa nilai- nilai sebagai slogan hafalan, melainkan secara
langsung anak mengembangkan ketaatan serta keterampilan dalam
perilaku bermoral melalui aturan bermain. Dalam aturan bermain, anak-
anak diperkenalkan syarat-syarat untuk mengikuti permainan berupa
pedoman perilaku tertentu yang telah disepakati bersama dan tidak lepas
dari pesan - pesan moral yang dikemas dengan warna budaya nenek
moyang yang telah diturunkan dari generasi ke generasi. Melalui aturan
permainan ini, anak-anak sejak dini diperkenalkan untuk memasuki dunia
nilai yang ditandai dengan dapat membedakan antara yang baik dan yang
buruk. Sebagai ilustrasi dapat disimak contoh mengembangkan nilai
kejujuran dan tenggang rasa berikut ini:

a. Kejujuran, strategi pembelajaran yang dikembangkan dapat melalui


permainan sebab akibat, perjanjian untuk berbuat jujur, dan
penghargaan atas kejujuran.

b. Tenggang rasa, strategi pembelajaran yang dikembangkan dapat


melalui penghayatan pihak yang menang untuk tidak mengejek
pihak yang kalah, karena sewaktu-waktu mereka bisa berganti posisi
dimana pihak yang kalah bisa menjadi pemenang, dan sebaliknya.

c. Penghargaan terhadap alam, strategi pembelajaran yang


dikembangkan berupa permainan untuk memperhatikan
sesuatu(pemandangan).

d. Konsep diri, strategi pembelajaran yang dikembangkan


memperhatikan bentuk muka dan tubuh.

e. Mengasah empati, strategi pembelajaran yang dikembangkan adalah


permainan memperhatikan kebutuhan orang lain. Peran permainan
tradisional yang bermuatan edukatif dalam menyumbang
pembentukan karakter dan identitas bangsa.

1
4. Tahap otonomi yaitu tahap nilai mengisi dan mengendalikan kata hati dan
kemauan bebasnya tanpa tekanan lingkungannya. Pada tahap ini, seiring
dengan proses yang berlangsung berkesinambungan dan menetap, maka
nilai-nilai moral dalam permainan tradisional akan terinternalisasi
sehingga individu sudah terbiasa mengendalikan diri lebih disebabkan
karena anak mampu mematuhi aturan berdasarkan pengalaman
menyenangkan saat bermain yang telah terekam dalam memori dialam
bawah sadarnya.

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

1
Jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penelitian
deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif kualitatif adalah penelitian yang
menggambarkan atau melukiskan objek penelitian berdasarkan fakta-fakta
yang tampak atau sebagaimana adanya (Nawawi & Martini, 1996).
Adapun hal yang dianalisis dalam penelitian ini adalah dampak permainan
tradisional dalam membentuk karakter anak.
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian
3.2.1 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan 7-8 Mei 2022
3.2.2 Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di sekolah Paud Imanuel Puan
3.3 Populasi dan sampel
3.3.1 Populasi
Populasi dalam penilitian merupakan wilayah yang ingin diteliti
oleh peneliti seperti menurut Sugiyono, populasi adalah wilayah
generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai
kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulanya. Populasi dari
penelitian ini adalah seluruh anak usia dini (4-5 tahun) Paud
Imanuel Puan yang berjumlah 15 orang dan 1 orang guru Paud
Imanuel Puan..
3.3.2 Sampel

Sampel merupakan bagian dari populasi yang ingin diteliti oleh


peneliti teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini
menggunakan “Sampling Purposive”adalah teknik penetuan
sampel dengan pertimbangan tertentu. Sampel yang diambil
berjumlah 15 orang dan 1 orang guru Paud Imanuel Puan.

3.4 Instrumen Penelitian


Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti
dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih lebih muda dan hasilnya

1
lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap dan sistematis sehingga lebih
mudah diolah (Arikunto, 2014). Instrumen yang digunakan dalam penelitian
ini, meliputi instrumen utama dan instrumen pendukung. Instrumen utama
dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri. Adapun instrumen pendukung
yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :
• Pedoman wawancara
Pedoman wawancara yang digunakan sebagai panduan untuk melakukan
wawancara. Tujuannya adalah agar dalam proses wawancara tidak ada
informasi yang terlewatkan dan pertanyaan yang diajukan tidak melenceng
dari topik permasalahan.
3.5 Teknik Pengumpulan Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah jenis data kualitatif. Adapun
data yang dikumpulkan dalam penelitian ini yaitu data hasil wawancara yakni
informasi-informasi yang diperoleh dari guru TK yang dijadikan subjek
wawancara.
Menurut Arikunto (2014) metode penelitian adalah cara yang
digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data penelitiannya. Dalam
penelitian ini pengumpulan data melalui beberapa metode yakni:
a. Metode wawancara

Wawancara adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh


pewawancara (interviewer) untuk memperoleh informasi dari
terwawancara. Wawancara digunakan oleh peneliti untuk menilai
keadaan seseorang, misalnya untuk mencari data tentang variabel
latar belakang murid, orang tua, pendidikan, perhatian, dan sikap
terhadap sesuatu (Arikunto, 2014). Wawancara yang digunakan
adalah wawancara semi terstruktur yaitu yang tidak menggunakan
pedoman wawancara yang telah terstruktur sistematis dan lengkap
untuk pengumpulan data. Pedoman wawancara yang digunakan
berupa garis`-garis besar permasalahan yang kemudian dinyatakan
(Sugiyono, 2016). Wawancara dilakukan untuk memperoleh
informasi dari guru Tk untuk mengenai dampak permainan
tradsional.

1
b. Dokumentasi
Dokumentasi adalah catatan peristiwa yang telah terjadi (Sugiyono,
2016). Data dokumentasi digunakan untuk memperkuat data yang
telah diperoleh sebelumnya. Dokumentasi dalam penelitian ini
dilakukan pada saat tes dan wawancara berupa foto dan rekaman.

3.6 Teknik Analisis Data


Analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja
dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang
dapat dikelola, mensistensikannya, mencari dan menemukan pola. Sehingga
dapat diikhtisarkan hal yang penting untuk diceritakan dan dapat dipelajari
oleh orang lain. Pada penelitian ini akan digunakan teknik menganalisis hasil
wawancara.
Teknik yang digunakan untuk menganalisis hasil wawancara adalah
teknik yang mengadopsi dan dikembangkan oleh Miles dan Hiberman yaitu:
1. Reduksi Data
Reduksi data merupakan suatu kegiatan memilah, memusatkan perhatian
pada penyerdehanaan pengabstrakan dan transformasi data mentah yang
didapat dari catatan-catatan penting dilapangan. Reduksi data dimulai dari
awal kegiatan sampai dilanjutkan selama kegiatan pengumpulan data
dilaksanakan.
2. Penyajian Data
Data yang disajikan berupa hasil pekerjaan siswa yang disusun menurut
urutan obyek penelitian. Kegiatan ini menunjukkan kumpulan data atau
informasi yang terorganisasi dan terkategorisasi yang memungkinkan
penarikan suatu kesimpulan dan tindakan. Bentuk penyajian data dalam
penelitian ini meliputi Penyajian hasil wawancara. Data hasil penyajian
data dilakukan analisis kemudian disimpulkan berupa data temuan untuk
menjawab rumusan masalah dalam penelitian ini.
3. Menarik Kesimpulan

1
Pada tahap penarikan kesimpulan ini dilakukan dengan melihat hasil
wawancara sehingga dapat ditarik kesimpulan bagaimana dampak
permaianan tradisional dalam membentuk karakter anak.

BAB IV

1
PEMBAHASAN

4.1 Dampak Permainan Tradisional Dalam Membentuk Karakter


Anak
Berdasarkan hasil penelitian di Tk Efata Huruoe ada 3 jenis permainan
tradisional yang sering dimainkan yaitu:
1. Permainan Kelereng
Dampak dari permainan ini adalah :
a. Mengatur emosi (relaks)
Bermain kelereng sangat menyenangkan bagi anak. Kesenangan
inilah yang memunculkan unsur relaks yang membantu anak
keluar sebentar dari rutinitasnya sehari-hari untuk “merecharge’
kemballi baterei energinya. Bila energinya kembali penuh, tentu
baik sebagai persiapan menghadapi hal-hal yang serius, seperti
belajar.
b. Melatih kemampuan motorik
Kegiatan-kegiatan dalam permainan ini, seperti melempar dan
menyentil kelereng, dapat melatih keterampilan motorik halus dan
kasar di usia dini. Makin baik kemampuan motorik,koordinasi
visual dan kosentrasinya maka anak pun semakin mahir untuk
menembakannya kelereng-kelerngnya.
c. Melatih kemampuan berpikir (Kognitif)
Kemampuan berpikir anak ikut dirangsang dalam permainan ini.
Misalnya, jika ia ingin memenangkan permaianan maka harus
memecahkan masalah dan menggunakan strategi dengan
menggunakan teknik-teknik tertentu.
d. Kemampuan berkompetensi
Keberhasilan anak dalam menjalani suatu teknik yang lantas
memperoleh tanggapan dari para lawannya merupakan hadiah
tersendiri bagi anak. Adanya perasaan bersaing di usia dini
sangat penting untuk membentuk perasaan harga diri.
e. Kemampuan sosial (menjalin pertemanan)

1
Yang paling penting dari kegiatan ini bermain adalah anak
mampu menjalin pertemanan dengan kawan mainnya.
Misalnya ia jadi belajar bekerja sama, belajar mengatasi
konflik ketika terjadi pertengkaran pada saat bermain dengan
temannya, serta belajar mengomunikasikan keinginan dan
pikirannya.
f. Bersikap jujur
Anak juga punya kesempatan mengembangkan karakter dan
kepribadian yang positif ketika bermain, seperti pentingnya
kejujuran dan fairness. Kecintaanya pada nilai-nilai yang
benar landasan dalam menjalin hubungan dengan orang lain
dimasa yang akan datang.
g. Melatih taraf kecermatan dan ketelitian
Permainan ini dapat melatih otak kita menjadi lebih cermat
dalam bertindak dan menjadi lebih teliti dengan hal-hal yang
akan dia kerjakan nanti. Dengan cara memikirkan langkah-
langkah yang harus diambil dengan kondisi yang sedang dia
alami saat bermain.
2. Permainan Delikan (petak umpet)
Dampak dari permainan ini adalah :
a. Mengembangkan daya ingat
Saat bermain, tentu anak berusaha mengingat aturan-aturan apa
yang ada di dalam permainan sehingga ia dapat memenangkan
permainan tersebut. Nah, pada saat itulah anak mengembangkan
kemampuan daya ingatnya.
b. Meningkatkan kemampuan memecahkan masalahu untuk menang
dalam permainan petak umpet, anak dihadapkan pada berbagai
tantangan yang memaksanya untuk berpikir. Misalnya ketika ia
harus mencari tempat persembunyian yang tidak bisa ditemukan
oleh penjaga, dan bagaimana ia bisa menyelinap ke tempat jaga
tanpa ketahuan oleh si penjaga.

1
c. Mengembangkan kemampuan sosial petak umpet adalah
permainan yang dimainkan oleh lebih dari satu orang. Semakin
banyak, semakin seru. Saat anak bermain petak umpet, otomatis ia
berinteraksi dengan teman-temannya. Anak juga dapat belajar
bagaimana cara bekerja dalam tim lewat permainan sederhana ini.
d. Mengenal kontrol impuls bermain petak umpet dapat mengajari
anak tentang bagaimana mengontrol impuls dengan belajar untuk
berpikir sebelum bertindak. Sebab, tindakan yang tidak dipikirkan
matang-matang dapat membuatnya kalah dalam permainan.
e. Belajar cara mengontrol emosi selain berlajar mengontrol impuls,
bermain permainan petak umpet juga dapat membantu belajar cara
mengontrol emosi. Saat sedang bersembunyi, mungkin anak
merasa takut, tetapi ia harus tetap bersembunyi agar tidak
tertangkap.
f. Menstimulasi kemampuan sensorik anak belajar merasakan apa
yang ada di sekitarnya dengan menggunakan panca indera. Saat
bersembunyi, anak secara aktif menggunakan indera
pendengarnya, seperti ketika berusaha mendengar apakah ada
langkah kaki yang mendekat ke tempat persembunyiannya. Di saat
itu juga anak belajar membedakan berbagai jenis suara dan bunyi.
g. Melatih motorik kasar permainan ini banyak menggunakan otot-
otot besar pada anak. Misalnya ketika anak berlari dan melompat
ketika mencari tempat persembunyian atau ketika berusaha
menyentuh tempat jaga sebelum si penjaga.
h. Memberikan kebahagiaan dan yang utama adalah, bermain petak
umpet dapat memberikan kebahagiaan untuk anak. Ada rasa puas
tersendiri ketika ia berhasil memenangkan permainan tersebut
yang dapat menghasilkan serotonin pada otak anak.
3. Permainan Dakon ( dongklak )
Dampak dari permainan ini adalah :

1
a. Melatih motorik halus
Tangan-tangan mungil anak-anak akan menggenggam biji dakon,
lalu bergerak diatas setiap cekungan dan menjatuhkannya satu
persatu. Diperlukan koordinasi yang bagus diantara jari jemari dan
juga pergerakan lengan, agar biji dakon tepat jatuh ke dalam
cekungan dan jumlahnya hanya satu.
b. Belajar berhitung
Setiap anak harus memasukkan 7 biji dakon pada awal permainan.
Pada akhir permainan, anak-anak harus menghitung jumlah biji
dakon yang diperoleh mereka masing-masing dalam cekungan
besar. Jumlah kedua nya harus genap 98. Disinilah anak akan
belajar berhitung, dan juga menelusuri apakah ada biji dakon yang
hilang.
c. Belajar bersabar
Karena permainannya dilakukan oleh dua orang secara bergantian,
maka anak akan belajar bersabar juga untuk menunggu gilirannya
bermain. Bersabar menunggu biji dakon dalam genggaman lawan
habis dan berhenti pada cekungan yang kosong.
d. Belajar mengatur strategi
Permainan ini sebenarnya juga melibatkan pengaturan strategi, yaitu
menentukan cekungan mana dulu yang harus diambil agar saat biji
dakon dalam genggaman habis, selalu bertemu dengan cekungan
yang ada isinya. Masalah strategi ini dulu yang membuat saya selalu
kalah saat main dakon dengan kakak saya. Dia itu selalu berhenti
dan berpikir dulu sebelum mengambil biji dakon saat tiba
gilirannya. Sedangkan saya, saaat tiba giliran, pasti mengambil di
cekungan yang paling banyak isinya.
e. Belajar jujur
Belajar jujur ini yang paling penting, jadi kalau tangan sudah
terlatih, bisa saja lewat cekungan sambil menjatuhkan dua biji atau
bahkan tidak menjatuhkan, lawan tidak bisa melihat karena gerakan
tangannya cepat. Disinilah anak-anak diajarkan jujur dan juga

1
sportif. Jujur untuk hanya menaruh satu biji dakon saja di tiap
cekungan. Sportif untuk menerima kalau memang dirinya kalah.

Karakter adalah sifat, watak, tabiat, budi pekerti atau akhlak yang dimiliki
seseorang yang merupakan ciri khas yang dapat membedakan perilaku, tindakan
dan perbuatan antara yang satu dengan yang lain. Oleh karena itu anak usia dini
diharapkan mempunyai karakter yang positif sehingga berguna untuk kehidupan
dimasa mendatang.
Menurut pengamatan penulis selama 1 bulan ini penulis dapat menemukan
adanya dampak permainan tradisional dalam membentuk karakter anak. Ciri -ciri
permainan tradisional dalam membentuk karakter anak
a. Permainan tradisional mempunyai karakteristik yang berdampak positif pada
perkembangan anak
b. Permainan tradisional memiliki nilai-nilai luhur dan pesan moral seperti nilai
kebersamaan, kejujuran, tanggung jawab, lapang dada, percaya diri dan taat
terhadap aturan
c. Sosialisasi antar anak semakin baik, dalam berkelompok pun harus
menentukan strategi, mengembangkan sikap sportif, menghargai orang lain
dan mampu bekerja sama

BAB V

1
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Permainan tradisional yang diturunkan dan diciptakan oleh nenek moyang
kita tidak asal-asalan dalam pembuatannya. Dibalik permainan itu tersimpan
kandungan moral yang berguna untuk membentuk karakter anak. Selain itu
banyak manfaat anak dalam bermain karena bermain itu merupakan kebutuhan
pokok setelah sibuk dengan pelajaran maka anak membutuhkan penyegaran.
Manfaatnya bermacam-macam dari aspek kognitif, emosional, bahkan
spiritual.
5.2 Saran
Permainan tradisional yang diturunkan dari nenek moyang harus kita
lestarikan keberadaannya agar tidak luntur. Upaya melestarikan baik oleh
orang tua maupun tenaga pendidik perlu adanya penyisipan nilai-nilai moral
yang terkandung agar dapat membentuk karakter anak dan tidak sekedar
permainan yang melelahkan. Ditempat-tempat hiburan di perkotaan perlu
adanya penambahan permainan tradisional dan tidak hanya permainan modern
saja agar masyarakat perkotaan mengetahui dan dapat memainkan permainan
tradisional yang beragam modelnya

DAFTAR PUSTAKA

1
Khasanah, Ismatul, Agung prasetyo, Ellya Rakmawati. Permainan Tradisional
Sebagai Media Stimulasi Perkembangan anak Usia Dini. 2011. Jurnal Penelitian
PAUDIA.1(1) 101- 103
Legowo, Edi dkk. 2009. Perkembangan Peserta Didik: Surakarta. UNS press
http: ( tanggal 14 februari 2021) // permata-nusantara. Blogspot.Com/2009/ 02/
gobag-sodor. Html
http : // permata-nusantara. Blogspot.Com/ 2009/ 08 / dakon-pdjogdja-tempo-
doeloe-permainan.html
Arismantoro. 2008. Tinjauan Berbagai Aspek Character Building; Bagaimana
Mendidik Anak Berkarakter. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini. 2006. Pedoman Teknis Penyelenggaraan
Pos PAUD.
Doni Koesoema. 2007. Pendidikan Karakter. Strategi Mendidik Anak di zaman
Global. Jakarta: Grasindo.
UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
http://elementary-education-schools.blogspot.com/2011/08/all-about-elementary-
education-in.html
http://www.anneahira.com/permainan/permainan-tradisional.htm
http://www.simpuldemokrasi.com, Talkshow RRI X “Menggali Permainan Anak
Tradisional Dalam Pembentukan Karakter Anak”.
Hernowo. 2004. Self Digesting : Alat Menjelajahi dan Mengurai Diri. Bandung.
Mizan Media Utama.
Sofia Hartati. 2005. Perkembangan Belajar Pada Anak Usia Dini. Depdiknas,
DIRJEN
Sukirman, dkk., 2004, Permainan Tradisional Jawa, Kepel Press, Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai