Anda di halaman 1dari 23

MOMENTUM KETUHANAN

SEKEDAR PEMBUKA…

Pada bagian yang lalu kita telah membahas cukup lengkap mengenai kulit bawang
spiritualitas yang isinya antara lain mengupas fenomena-fenomena spiritualitas yang
banyak beredar dalam masyarakat sampai menemukan spiritualitas hakiki yang bukan
lagi berada dalam tataran “kulit bawang”, kemudian ditambah pula dengan artikel
“Antara Asyik, Nikmat, dan Bahagia”. Spiritualitas hakiki itu ternyata hanyalah sebuah
sikap keseharian kita dihadapan Tuhan yang bisa diringkas sebagai seorang hamba yang
bersedia untuk memakai baju “sikap berketuhanan”, sehingga yang muncul adalah
“TUNTUNAN DARI TUHAN” yang dalam bahasa sehari-harinya disebut juga sebagai
ISTI’ANAH, NASTA’IN yang selalu saja kita mohonkan secara berulang-ulang dalam
setiap raka’at shalat kita: “Iyya-Ka na’budu wa iyya-Ka nasta’in (kepada-Mu wahai
Tuhan kami menyembah dan kepada-Mu wahai Tuhan kami minta pertolongan dan
tuntunan)”.

Nah…, pada bagian ini kita akan coba mengupas lebih dalam lagi tentang tuntunan dari
Tuhan ini dengan mengambil beberapa analogi yang muncul dalam keseharian kita yang
kemudian saya istilahkan dengan MOMENTUM KETUHANAN. Dalam membahas
momentum ketuhanan ini marilah sejenak kita mencoba melihat Hukum Tuhan
(sunatullah) yang paling sederhana dalam Ilmu Fisika, yang berhasil diamati (di-
intidzar) oleh Newton sehingga orang yang tercover lalu menamakannya sebagai Hukum
Newton, yaitu tentang perubahan Impuls dan Momentum yang dialami oleh sebuah
benda akibat gaya-gaya yang mengenai benda itu. Dimana apabila pada sebuah benda
bekerja impuls gaya, maka benda itu akan dapat mengalami perubahan momentum
pula. Begitu juga sebuah benda diam akan tetap diam, atau benda yang bergerak
beraturan akan tetap bergerak beraturan jika tidak ada sejumlah gaya lain yang bekerja
pada benda tersebut.

Contoh nyata peristiwa gaya-gaya yang bekerja pada sebuah benda ini dalam kehidupan
kita sehari-hari dapat kita amati pada sebuah kendaraan. Mobil, misalnya, yang pada
awalnya diam akan tetap saja diam selamanya jika tidak ada gaya atau daya lain yang
bekerja padanya yang bisa membuat mobil tersebut beranjak dari tempatnya semula.
Mobil itu lembam ditempatnya. Begitu juga, mobil yang sedang berjalan akan tetap
berjalan jika tidak ada tahanan dari arah berlawanan yang datang dari hembusan angin,
kasarnya aspal jalanan, atau injakan pedal rem yang menahan laju mobil tersebut. Agar
supaya mobil itu tetap dapat berjalan dengan kecepatan tertentu, maka perlu daya lain
yang ditimbulkan dari injakan pedal gas yang akan menyebabkan percepatan tertentu
pula pada jalannya mobil tersebut sehingga mobil bisa berjalan pada kecepatan tertentu
yang diinginkan.

Kemudian ketika mobil tersebut berjalan kedepan, maka mobil itu dikatakan sedang
bergerak menuju “ketempat yang dituju”. Mobil itu sedang didorong oleh sebuah daya
atau gerak untuk mencapai arah tertentu yang dituju, misalnya RUMAH atau
KANTOR tempat kita bekerja. Artinya mobil itu tengah menuju kearah tujuan YANG
BENAR. Ketika mobil mengarah ke rumah atau arah yang dituju itu, maka kita bisa
membawa mobil tersebut dengan sikap yang sangat rileks, nyaris tanpa beban
sedikitpun. Stir mobil bisa kita pegang walau hanya dengan memakai satu tangan saja,
atau bahkan bisa juga dengan sentuhan satu jari tangan saja. Sopir pun bisa menyetir
mobil tersebut sambil menikmati sebatang rokok yang menyelip dibibirnya. Santai
sekali.

Sebaliknya, saat mobil itu berjalan mundur kebelakang, maka mobil itu artinya tengah
bergerak menjauh dari tempat yang dituju. Taroklah mobil itu memang harus mundur
dulu, karena mobil itu sedang parkir, akan tetapi mundurnya mobil itu tetap dikatakan
orang bahwa mobil itu bukan sedang menuju arah tujuan yang sebenarnya. Ya…,
mobil itu sedang dikuasai oleh daya atau gerak untuk menjauh dari tujuan yang
seharusnya. Sang sopirpun akan terlihat agak kerepotan saat mengontrol mobil yang
berjalan mundur tersebut. Sang sopir tidak rileks lagi. Dia harus berkali-kali melihat kiri
dan kanan sambil merasa was-was jangan-jangan mobilnya menabrak tembok atau
mobil lainnya. Akan terasa sekali tidak rileksnya sang sopir ketika memundurkan mobil
itu. Kecuali kalau mobilnya adalah mobil VW Kodok atau VW Kombi yang bagian
belakangnya dibalik dan modifikasi menjadi bagian depan.

Jangankan menyetir mobil ketika mundur, saat kita menyetir mobil dalam sebuah
kemacetan lalu lintas pun sangat terasa sekali capeknya. Apalagi kalau mobilnya itu
adalah mobil manual dan umurnya sudah tua pula. Kaki capek, tangan capek, leher
capek untuk tengak-tengok kiri-kanan. Suasana menyetir di jalanan macet ini akan
sangat berbeda sekali dengan menyetir di jalan bebas hambatan, apalagi yang lengang.
Dijalan tol ini orang bisa menyetir dengan santai, rileks, dan bahkan tak jarang pula
sampai tertidur sehingga menimbulkan kecelakaan lalin.

Nah…, analogi gerak maju atau mundurnya mobil seperti diatas dapat kita pakai untuk
memahami bagaimana sebenarnya Momentum Ketuhanan itu bekerja pada diri kita.
Mari kita mulai mengupasnya secara perlahan-lahan saja.

MOMENTUM AWAL…

Dari DIAM Abadi…


Sebelum ada segala sesuatu…,
Tidak ada rupa tidak ada warna…,
Yang ada adalah Wajah Tunggal Yang Meliputi…,

Kemudian Wajah Itu menarok Momentum Awal.


Melewati sebuah Kehendak yang Tegas:

“Aku ini perbendarahaan tersembunyi,


kemudian Aku ingin dikenal,
Kemudian Aku menciptakan makhluk-Ku,
Dengan Allah-lah mereka mengenal Aku…”. (hadist qudsi)

Dan…, sejak Kehendak ingin dikenal itu ditabuh oleh Sang Wajah Tunggal Maha Meliputi:
“KUN (Jadilah)”, maka Momentum Awal untuk sebuah proses penciptaan Maha
Raksasa segera menggelinding tak tertahankan: “FAYAKUN (maka Jadilah)”. Dan
proses terbentuknya pohon kejadian demi kejadian itu TEPAT berada dalam Liputan
Wajah-Nya, Liputan Dzat-Nya, sehingga secara otomatis dan tepat pula semua itu
berada dalam liputan Sifat-Nya, Kekuasaan-Nya, Kekuatan-Nya, Pengetahuan-Nya.
“Adalah dari Aku kesemuanya itu…!”, kata-Nya dengan Angkuh.

Lalu agar supaya kita tidak lupa akan liputan dan peran Sang Maha Meliputi tersebut
atas semua ciptaan-Nya, maka Dia lalu meninggalkan dua buah catatan kecil di dalam Al
Qur’an yang memang diharapkan akan bisa menjadi peta bagi kita umat manusia ini
dalam menjalani hidup kita. Catatan kecil itu adalah: “…Sesungguhnya Dia Maha
Meliputi segala sesuatu (Al Fushilat 54)”. “…Dan adalah Allah Maha Meliputi
segala sesuatu (An Nissa 126)”.

Lalu segala sesuatunya tumbuh dan bermunculan dari Liputan Wajah Sang Meliputi itu
untuk membentuk Kreasi-kreasi yang tak terbatas dalam bentuk peradaban demi
peradaban lengkap dengan segala pernik-perniknya. Dan kesemuanya itu berlangsung
dalam jangka waktu yang tak henti-hentinya pula. Fajar telah merekah bagi sebuah
kesempurnaan Maha Kreasi dari Sang Maha Kreator Tunggal, ALLAH …!.

Lalu segala sesuatunya itu, sebutlah apapun juga, haruslah tunduk dan patuh, suka
ataupun tidak, rela ataupun tidak, kepada Dzat Yang Maha Meliputi itu. Ya…, segala
sesuatunya itu HARUSLAH TAKLUK untuk digerakkan SEARAH dengan Kehendak Allah,
Sang Maha Kreator. Keharusan takluk segala sesuatu kepada alunan Kehendak Gerak
Allah ini kemudian dalam istilah agamanya disebut dengan “IKUT SUNATULLAH”. Bumi
ikut mau-Nya Allah, Air ikut mau-Nya Allah, Tumbuhan ikut mau-Nya Allah, Jantung ikut
mau-Nya Allah, Nafas ikut mau-Nya Allah, Darah ikut mau-Nya Allah. Ya…, alam
semesta ini, semuanya, termasuk tubuh kita ini ternyata ikut mau-Nya Allah, takluk
kepada Allah. Makanya kalau kita, atau siapa sajalah, ingin coba-coba melawan alam,
merusak alam, menghancurkan alam, merusak jantung, mencemari paru-paru,
mengacaukan aliran darah, maka itu sama saja artinya kita tengah melawan dan
menantang Allah. Dan akibatnya pastilah kita akan dilibas oleh alam dan tubuh kita itu
sendiri. Ya…, kita akan dihancurkan oleh alam itu, kita akan disiksa oleh jantung, kita
akan dirongrong oleh paru-paru dan aliran darah kita. Karena memang alam dan tubuh
kita ini bawaannya (fitrahnya) adalah akan selalu persis sama dengan Fitrah Tuhan.
Semua berada dalam kepatuhan mutlak (the ultimate obedience) atas Kehendak dan
Kendali Gerak Tuhan….!!!.

GERAK KEPATUHAN, ASLAMNA…

“Kemudian Dia menuju langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu Dia berkata
kepadanya dan kepada bumi: "Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku
dengan suka hati atau terpaksa". Keduanya menjawab: "Kami datang dengan suka
hati". (Fushshilat 11).

Wajah Sang Meliputi itu lalu melepas Sabda dan Kehendak-Nya: “KUN (jadilah)…
langit…!!, KUN (jadilah)… bumi…!!!”. Dan…, guncangan kalimat KUN itu telah
merekahkan biji kehidupan alam semesta ini dengan kekuatan yang maha dahsyat dan
tak terperikan. Lalu…, FAYAKUN (maka jadilah)…!!. Lalu berproseslah gumpalan “ASAP”,
substansi yang TIADA arti dan tiada harganya sama sekali itu, menjadi langit dan bumi.
Karena memang asap itu DATANG MENGHADAP dengan suka cita dan tergopoh-gopoh
untuk kemudian BERSEDIA di mplek-mplek, diatur, disusun, dituntun, digerakkan,
bahkan kalau perlu dihancurkan disana-sini lalu dibangun kembali menjadi bentuk-
bentuk yang lebih sempurna oleh Sang Pemilik KUN. Yaa…, kepatuhan total tanpa
reserve segumpal asap yang BERSEDIA untuk menjadi objek Tuhan, tempat Tuhan
menorehkan kreasi-Nya yang tanpa batas.

“Maka Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa dan Dia mewahyukan pada
tiap-tiap langit urusannya. Dan Kami hiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang
yang cemerlang dan Kami memeliharanya dengan sebaik-baiknya. Demikianlah
ketentuan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui”. (Fushshilat 12).

Lalu sabda itu berlanjut bercabang dan bercabang tanpa henti: “Kun… bintang-
bintang…!, Kun… matahari…!!!, Kun bulan… Kun……!!!”. Lalu FAYAKUN…!. Satu persatu
mereka datang menyerahkan dirinya untuk bersedia dituntun dan diberi peran
dengan sangat tepat oleh Sang Pemilik KUN.

Lalu Sang Pesabda meneruskan sabda-Nya:

“Wahai matahari, wahai bintang-bintang…, KUN…!. Aku-lah Yang Aku ini Sang
Pemberi Cahaya bagi sebuah kegelapan total yang maha panjang. Datanglah
kalian kepada-Ku wahai matahari dan bintang-bintang. Datanglah kepada-Ku
untuk Ku-jadikan kalian semua sebagai KURIR-KU dalam menyampaikan cahaya-
Ku bagi terlaksananya sebuah rangkaian kehidupan yang akan Aku anyam.
Janganlah kalian khawatir. Aku-lah yang akan memberimu cahaya. Cahaya-Ku
tidak akan pernah padam selamanya. Karena memang Aku-lah Sang Nurun
‘alan Nur, Cahaya diatas cahaya. Tegasnya…, Aku-lah Sumber dari segala
cahaya. Tugas kalian wahai matahari dan bintang-bintang hanyalah untuk
menyampaikan Cahaya-Ku kepada kegelapan, sehingga gelap itu berubah
menjadi terang dan benderang. Dari-Ku cahaya itu. Kalian hanyalah sebatas
meneruskan cahaya-Ku saja sekedar yang dibutuhkan oleh kehidupan makhluk-
makhluk-Ku nantinya. Kemudian…, Aku pulalah yang akan memegang kalian
agar kalian tidak bertabrakan satu sama lainnya. Ku-tentukan garis edar buat
kalian semua agar kalian tidak usah bersusah-susah mengatur-atur diri lagi.
Kalian hanya tinggal bersandar saja kepada-Ku, kepada Gerak-Ku. Selanjutnya
Aku-lah yang akan sibuk. Karena memang Aku-lah Sang Maha Sibuk untuk
mengatur segenap ciptaan-Ku. Rela sajalah kalian kepada-Ku…!”.

Lalu mataharipun tersenyum diufuknya, dan dengan sukarela serta sukacita pula,
membiarkan dirinya dialiri oleh gerak milik Tuhan, cahaya milik Tuhan untuk kemudian
meneruskan cahaya dan gerak itu buat menyinari bumi dengan segala isinya bagian
perbagian. Habis gelap terbitlah terang…!.

Lalu Allahpun memegang matahari dan bumi sedemikian rupa sehingga sedikit sekali
kemungkinan bagi satu sisi bumi untuk menjadi gosong, terpanggang oleh teriknya
cahaya sinar matahari yang membakar, dan sedikit pula kemungkinan untuk bumi itu
beku serta gelap total disisi yang lainnya. Cukup matahari sajalah yang gosong
membara dialiri oleh aliran cahaya milik Tuhan. Sedangkan bumi memang tengah
bersiap-siap pula menunggu sabda Tuhan untuk menjalani destiny-nya sendiri. Karena
memang Allah tengah menyiapkan sang bumi untuk menjadi sebuah tempat yang cocok
untuk ditempati oleh duta istimewa-Nya yang akan Dia “pamerkan” kepada para
mailaikat-Nya sebentar lagi.

Untuk menyiapkan lahan bagi sang duta istimewa menjalankan tugas menganyam
peradaban yang memang akan di bebankan pula kepada sang duta tersebut, maka sang
bumi haruslah disuburkan-Nya, makanan haruslah di hamparkan-Nya, minuman
haruslah dikucurkan-Nya. Karena Allah memang sudah menjamin bahwa Dia-lah yang
akan sibuk mencukupi segala sesuatu yang akan menjadi bekal bagi sang duta istimewa
menjalankan tugas sucinya.

Lalu sang Wajah Tunggal Yang Maha Meliputi melanjutkan titah Kun-Nya kepada angin
agar segera bersedia pula menyerahkan diri dengan sukarela untuk menjadi kurir-Nya
dalam menebarkan butiran-butiran air kepelosok-pelosok tanah dan bebatuan. Airpun,
nggak mau kalah, dengan sigap sang air datang pula menyerahkan diri kepada Sang
Penitah dengan sukarela untuk menjalankan tugas sebagai kurir-Nya mengantarkan
aliran rahmat-Nya bagi tumbuh dan berkembangnya berbagai tanaman, buah-buahan,
sayuran, dan berjenis-jenis bebungaan….!!.

Demikianlah…, berbilang zaman berlalu. Proses penyempurnaan bumi berlangsung tanpa


henti untuk dijadikan Tuhan sebagai “tanah harapan baru” bagi sang duta istimewa yang
sebentar lagi akan diberikan mandat untuk menjalankan tugasnya. Proses pembentukan
rumah peradaban itu berlangsung dengan sangat presisi sekali. Matahari, bumi, angin,
dan air menjalani destiny-nya dengan sukarela. Semuanya tidak perlu bersusah payah
sedikitpun, karena mereka semata-mata hanya bersandar kepada Gerak dan Daya
Kreasi Tuhan.
“Dan Dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa berita gembira sebelum
kedatangan rahmat-Nya (hujan); hingga apabila angin itu telah membawa awan
mendung, Kami halau ke suatu daerah yang tandus, lalu Kami turunkan hujan di
daerah itu, maka Kami keluarkan dengan sebab hujan itu pelbagai macam buah-
buahan. Seperti itulah Kami membangkitkan orang-orang yang telah mati, mudah-
mudahan kamu mengambil pelajaran. (Al ‘araf 57)”

“Dan Dialah yang menurunkan air hujan dari langit, lalu kami tumbuhkan dengan air
itu segala macam tumbuh-tumbuhan, maka Kami keluarkan dari tumbuh-tumbuhan
itu tanaman yang menghijau, Kami keluarkan dari tanaman yang menghijau itu butir
yang banyak; dan dari mayang kurma mengurai tangkai-tangkai yang menjulai, dan
kebun-kebun anggur, dan (Kami keluarkan pula) zaitun dan delima yang serupa dan
yang tidak serupa. Perhatikanlah buahnya di waktu pohonnya berbuah, dan
(perhatikan pulalah) kematangannya. Sesungguhnya pada yang demikian itu ada
tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang beriman. . (Al An’am 99)”

Ya…, air yang destiny-nya adalah untuk menebarkan aliran Rahmat Tuhan di muka
bumi, ternyata benar-benar telah menjalankan tugasnya dengan sangat sempurna.
Tetes-tetes air tersebut mampu membangunkan sebutir benih dari tidur panjangnya
untuk menjalani takdirnya setelah sang benih disapa pula oleh sabda Tuhan-Nya:

“Kun… benih..!!!, datanglah kepada-Ku untuk-Ku jadikan kalian sebagai sarana-


Ku untuk memberi makanan dan oksigen kepada duta istimewaku yang sebentar
lagi akan kusapa pula dengan sabda-Ku. Datanglah dan bersedialah...!!!”.

Lalu sang benih dengan tepat bersandar kepada sabda KUN itu untuk kemudian
FAYAKUN…!. Sang benih digerakkan oleh Gerak Penciptaan Tuhan menjadi batang,
menjadi ranting, menjadi daun, menjadi bunga, menjadi buah dengan sangat tepat
bagian perbagian. Lalu, pada masanya, sang benih yang telah menjulang tinggi menjadi
pepohonan itu kemudian menjadi layu kembali, dan mati. TIADA, FANA. Bahkan disela-
sela perjalanannya, sang benih yang selalu dihantar oleh gerak penciptaan Tuhan
menjadi pepohonan itu masih saja menebarkan aliran rahmat berupa wangi harum dan
segarnya oksigen dan sekaligus menyapu bersih carbon dioxida dari udara disekitarnya.
Sehingga udara disekitar pepohonan itu, bahkan sampai keujung horizon, menjadi
sangat ideal pula untuk nantinya didorong memenuhi paru-paru sang duta istimewa
Tuhan yang keberadaannya tengah dipertanyakan oleh para malaikat.

Dan tak lupa pula sabda Tuhan menghampiri berbagai jenis hewan untuk datang dan
patuh pula menjalani takdirnya. Ada yang terus menerus, tanpa henti, digerakkan untuk
mengurai berbagai makhluk hidup lainnya dan tumbuhan menjadi tanah kembali setelah
takdir sang makhlik hidup dan tumbuhan itu berakhir. Ada yang selalu digerakkan untuk
menyerahkan hidupnya bagi santapan hewan-hewan lainnya. Sibuk sekali. Silih
berganti, mati, hidup, dan tiada. Lalu muncul lagi yang lain untuk kemudian mati
kembali.

Sungguh sebuah kesibukan yang amat sangat luar biasa dari Sang Maha Sibuk yang
sedang mengatur dan menggerakkan kesemuanya itu dengan sangat teliti dan akurat
dan berlangsung terus menerus pula, tanpa terhenti sedetikpun. Walaupun tengah
diatur dan digerakkan terus menerus sedemikian rupa, akan tetapi matahari, bintang-
bintang, bulan, dan bumi dengan segala isinya itu tidak pernah mengeluh sedikitpun,
tidak pernah merasa capek, tidak pernah protes sekecil apapun atas peran yang telah
mereka sandang sejak Momentum KUN menyapa mereka. Mereka semuanya memang
seperti bersandar saja kepada Sabda KUN itu yang kemudian memutar sebuah Gerak
Raksasa dan Kolosal. Satu gerak yang tidak bisa dipecah-pecah dan dibagi-bagi
sedikitpun yang memegang dan menggenggam segalanya. Allahu Ahad……!!.
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan
siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan
apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan
bumi sesudah mati (kering) -nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan,
dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; Sungguh
(terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.
(al Baqarah 164).”

Demikianlah…., sebuah proses penyiapan dan penyempurnaan rumah peradaban di


bumi untuk menyambut sang duta istimewa Tuhan telah berlangsung dengan sangat
teliti sekali dan memakan waktu yang sangat lama pula. Dan…, hasilnya adalah sebuah
maha karya agung yang penuh dengan suasana dan nuansa taman-taman syurgawi.
Ada sungai-sungai yang mengalirkan beragam warna air didalamnya. Ada anak rusa
yang berlarian ketakutan dikejar oleh sekumpulan serigala. Ada angin yang
menghantarkan hujan untuk menegur benih yang tengah tertidur lelap, agar sang benih
segera mengeliat dan meniti takdirnya ditengah senyuman hangat sang mentari. Sang
benihpun menyambut tarian angin dan hembusan hangat nafas sang matahari itu
dengan menjulurkan pucuknya menjulang tinggi menjangkau ujung langit. Tak lupa pula
sang benih menyapa penghuni bumi dengan senyuman dan lambaian warna-warni
bunga dan buahnya. Indah dan syurgawi sekali…!.

Begitu juga…, sekali-sekali dalam proses “finishing touch” rumah peradaban itu selalu
ada gerak penciptaan, ada gerak penghancuran, ada gerak penciptaan kembali, dan
seterusnya begitu. Semua diatur secara silih berganti dengan teknik yang sangat
kolosal. Cakupan proses penciptaan dan penghancuran itupun bisa menjangkau area
ribuan kilometer persegi luasnya, dan dampaknya pun sungguh memiriskan
pemandangan dan rasa. Tsunami yang melanda negara-negara di seputar Samudra
Hindia diakhir tahun 2004 yang lalu adalah salah satu contoh dari proses penghancuran
itu yang terjadi didepan mata kepala kita.

“Semua itu adalah tanda-tanda bahwa ada Aku diatas kesemuanya itu. Akulah
Yang mengatur semuanya…, Aku lah pemilik kesemuanya itu…, Akulah tempat
bersandar segala sesuatu itu…, Akulah yang menciptakan segala sesuatu, dan
Aku pulalah yang akan menghancurkan segala sesuatunya itu…. Adalah dari-Ku
segalanya…, Aku…, Aku…!!”, sabda Sang Wajah Maha Meliputi itu dengan
keangkuhan dan kesombongan yang amat sangat…!!!.

YANG KEHERAN-HERANAN DAN BERTANYA…

Ditengah-tengah rutinitas para malaikat memuji, sujud dan bertasbih kepada Sang
Wajah Maha Meliputi…, tiba-tiba mereka dikejutkan oleh sabda KUN yang menyapa
sebuah bentuk aneh yang tengah di emplek-mplek oleh Sang Pemilik Wajah Agung itu.
Esensi pembentuk rupa aneh itu diberitahu-Nya dengan tanpa tedeng aling-aling.

“Wahai Malaikat…, bentuk aneh ini berasal dari saripati tanah yang Ku-susun
dengan sangat sempurna dan Ku-tiupkan pula RUH-KU kepadanya. Inilah duta
istimewa-Ku wahai para malaikat…, namanya adalah ADAM…!!. Maka sujud dan
menghormatlah kalian kepadanya wahai para malaikat-Ku…!!!”.

Demikianlah Allah pamer kepada para malaikat-Nya tentang sang duta istimewa-Nya
yang telah difasilitasi-Nya pula tempat keberadaannya sejak cukup lama. BUMI…!.
Akan tetapi ditengah-tengah keheran-heranannya yang dipicu tidak hanya karena esensi
Adam yang berasal dari tanah, akan tetapi juga karena bentuk seperti ini adalah bentuk
yang suka menumpahkan darah, saling berbunuh-bunuhan satu sama lainnya, para
malaikat sempat melayangkan sebentuk pertanyaan protesnya yang cukup pedas:

“Tidakkah cukup kami saja ya Allah…, yang selalu sujud, bertasbih, dan patuh
kepada-Mu…??”.

Akan tetapi dengan kelembutan yang amat sangat, Allah menyambut keheranan
malaikat itu dengan jawaban yang amat sangat tegas:

“Aku lebih tahu atas apa-apa yang tidak kalian ketahui wahai malaikat-Ku…!. Aku
punya rencana besar untuk duta-istimewa-Ku ini. Dia akan kuangkat sebagai
wakil-Ku untuk menganyam peradaban di atas bumi yang telah kupersiapkan
untuknya dengan sangat baik…!”.

Lalu Allah menyatakan sabda-Nya:

“KUN Adam…!!. Diam sajalah engkau wahai Adam. Jangan takut dan jangan pula
engkau khawatir. Karena Ruh-Ku Ku-liputkan kepadamu…!”.

Lalu Allah pamer kembali kepada pada para malaikat-Nya:

“Lihatlah wahai para malaikat-Ku bahwa duta istimewa-Ku ini, dengan adanya
RUH-KU yang kualirkan kepadanya, maka sang duta-Ku ini lalu bisa hidup, bisa
bergerak, bisa melihat, bisa mendengar, bisa berbicara, bahkan bisa tahu pula
nama-nama yang tidak kalian ketahui..?”.

Lalu Allah menyapa sang duta istimewa-Nya dengan sabda yang sangat lembut:
“Alastu bi rabbikum…, bukankah Aku ini Tuhan-Mu wahai Adam…?”. Dengan masih
terheran-heran, Adam yang baru saja keluar dari celupan Allah lalu menjawab dengan
merendah-rendah: “Bala syahidna…, benar wahai Tuhan-Ku, aku bersaksi bahwa
Engkau adalah Tuhan-Ku…!!!”. Dan sejak saat ini pulalah sebenarnya sebuah
momentum awal ketuhanan telah dilepaskan, sehingga sampai kapanpun sang duta
istimewa beserta keturunannya nanti akan selalu dan selalu diingatkan tentang
persaksian awal ini.

Lalu Allah memberikan mandat pertama-Nya kepada Adam, sang duta istimewa-Nya,
untuk menyampaikan aliran tahu yang masuk kedalam otak sang duta istimewa kepada
para malaikat tentang apa-apa yang tidak mereka ketahui:

“Wahai duta-Ku, beritahulah para malaikat itu nama-nama…, pengetahuan-


pengetahuan…!. Karena kepadamu telah kualirkan nama-nama dan pengetahuan
itu melalui otakmu…!. Kabarkanlah kepada mereka, biar mereka bisa menyadari
bahwa Akulah Sang Maha Tahu…!”.

Dengan tubuh bersimbah sinar Cahaya ILAHI, nurun ‘alaa nur, Adam lalu
menyebutkan kepada para malaikat satu persatu aliran nama-nama dan pengetahuan
yang dikucurkan oleh Allah kedalam otak beliau. Sehingga malaikat semakin terheran-
heran saja atas kecerdasan sang duta istimewa tersebut. Dalam keterpukauan sang
malaikat itu, dengan lembut kemudian Sang Wajah Meliputi melanjutkan sabda-Nya:

“Sujudlah kalian wahai malaikat-Ku…!. Sujudlah…, karena pada diri Adam itu ada
tiupan dan liputan RUH-KU…!. Wahai malaikat-Ku, nafikanlah wujud Adam,
fanakanlah wujud Adam, tiadakanlah esensi Adam itu, maka saat itu juga kalian
akan menyadari bahwa yang ada semata-mata hanyalah RUH-KU…!, Maka
sujudlah…!!”.
Lalu seketika itu juga sang malaikat dibukakan oleh Allah tabir (cover) yang
menghalangi pandangannya, sehingga Adam lalu menjadi TIADA. Kini Yang ADA, Yang
Wujud tinggal hanyalah semata-mata liputan dan tiupan RUH-Tuhan. Maka tiada lain
yang bisa dilakukan oleh sang malaikat kecuali hanya sujud dan tersungkur dihadapan
Adam.

Akan tetapi lho…, lho…, ternyata ada yang TIDAK SUJUD…!. Siapa dan ada apakah
gerangan, sehingga ada yang tidak sujud, atau tepatnya tidak disujudkan kepada
Adam ...?. Ada rahasia apa dibalik ketidaksujudan “yang tidak sujud” itu..??.

MENGANTAR SANG DUTA ISTIMEWA…

Bumi sudah disiapkan sebagai tempat bagi sang duta istimewa untuk menjalankan
tugasnya dalam menganyam peradaban. Sang duta istimewapun telah dilengkapi
dengan segala fasilitas yang dibutuhkannya dalam menjalankan tugasnya. “Ada RUH-
KU yang memperkuatmu wahai Adam (…wa ayyadahum bi-RUH-him minhu…!
(al mujadilah 22))”, Sang Wajah Meliputi menghibur Adam.

Lalu untuk mengantar sang duta istimewa ketempat tugasnya yang baru, yaitu bumi
yang telah dihamparkan dan difasilitasi Allah dengan segala sesuatu yang dibutuhkan
sang duta istimewa dalam menjalankan tugasnya, maka Allah telah menyiapkan sebuah
prosesi yang sangat UNIK pula. Dan didalam prosesi pengangkatan dan pengantaran
Adam, sang duta istimewa, ke muka bumi itu haruslah terkandung “pengajaran dasar”
yang sangat amat berharga bagi Adam sendiri dan keturunannya kelak dalam
menjalankan tugasnya. Karena di tempat tugas barunya itu, Adam akan dihadapkan
pada kenyataan, paling tidak, tentang adanya suasana kepatuhan maupun
ketidakpatuhan, suasana baik maupun buruk, dan suasana dituntun maupun dibiarkan
lepas liar tak terkendali.

Semua pasangan kejadian atau suasana itu tak lain dan tak bukan adalah sebagai tanda
akan adanya Allah. “Aku lah Sang Pembuka dada untuk menerima Islam, dan Aku
pulalah Sang Pembuka dada untuk menerima kekafiran…!!, sabda Sang Pemberi
Hidayah dengan sangat tegas.

“Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk (menerima) Islam
lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang membatu
hatinya)? Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah membatu hatinya
untuk mengingat Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata. ( Az Zumar 22)”

“Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman, kecuali orang yang
dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman, akan tetapi orang yang
melapangkan (dibukakan) dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah
menimpanya dan baginya azab yang besar. (An Nahal 106)”.

“Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk,


niscaya Dia melapangkan dadanya untuk Islam. Dan barangsiapa yang dikehendaki
Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-
olah ia sedang mendaki ke langit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang-
orang yang tidak beriman. (Al An’am 125)”.

Oleh sebab itu di dalam prosesi itu haruslah terkandung suasana kepatuhan dan
ketidakpatuhan itu sekaligus, tentunya lengkap pula dengan segala konsekwensi
logisnya. Sehingga diharapkan dari prosesi pengantaran nenek moyang mereka ini ke
tempat tugasnya, mereka bisa mengambil pelajaran.

Untuk itu Sang Wajah Maha Meliputi menyapa pula ciptaan-Nya yang lain, yaitu iblis,
dengan sabda-Nya: “KUN IBLIS…!. Jalanilah destiny kalian sebagai tempat-Ku
menumpahkan kemurkaan dan penyesatan-Ku…!!!”. Lalu Sang Iblis dibuatkan COVER
(tutup) oleh Allah terhadap pandangannya.

Diantara sekian malaikat yang sujud kepada Adam, maka ternyata ada pula yang tidak
sujud. Iblis…!. Ya…, iblis ternyata telah mulai menjalani destiny-nya sebagai makhluk
yang disesatkan oleh Allah. Setiap dia memandang kepada Adam, maka yang nampak
olehnya hanyalah esensi saripati tanah yang membentuk Adam. Setiap diperintahkan
Allah untuk sujud kepada Adam, maka ketika itu pula pandangannya ter-cover untuk
menyadari bahwa ada RUH-Tuhan yang meliputi Adam. Iblis ternyata telah dibuat Allah
untuk tidak mampu menafikan wujud Adam yang esensinya hanyalah dari saripati tanah
itu. Sehingga secara otomatis pula si iblis dihalangi oleh wujud Adam itu untuk
memandang adanya RUH-Tuhan yang menguatkan Adam. Iblis telah menjadi, atau
tepatnya dijadikan Allah sebagai makhluk yang KAFIR, TERCOVER.

Apalagi saat si Iblis memadang dirinya yang dari api, maka semakin kuatlah keter-
cover-annya itu. “Masak sih saya harus sujud kepada tanah.. Bukankah aku lebih baik
dari Adam, karena aku terbuat dari api… wahai Tuhan-Ku…?. Saya tidak mau sujud
sampai kapanpun kepada Adam…!!.”, protes si iblis dengan sangat angkuhnya.

Sabda Allah lalu menghampiri Iblis yang sedang dialiri oleh rasa kesombongan, rasa
keakuannya: "Turunlah kamu dari syurga itu; karena kamu tidak sepatutnya
menyombongkan diri di dalamnya, maka keluarlah, sesungguhnya kamu termasuk
orang-orang yang hina (al A’raf 13)". Karena memang syurga adalah wilayah tempat
dimana yang ada hanyalah semata-mata kepatuhan. Maka yang tidak patuh haruslah
enyah dari dalamnya, karena wilayah untuk ketidakpatuhan tempatnya juga sudah
disediakan Allah, yaitu neraka jahanam.

Demikianlah…, sejak Iblis menyuarakan angkuhannya itu, maka lengkap sudah


pengajaran yang dipetik oleh Adam. Sehingga dengan berbekal pengajaran itu mudah-
mudahan saja Adam, sang duta istimewa, bisa menjalankan tugasnya sesuai dengan
mandat yang dia terima dari Allah.

Sementara Adam, sang duta istimewa pembangun peradaban nantinya, tengah


bergelimang dengan suasana syurgawinya, iblis pun berhasil pula mendapatkan
mandatnya sebagai duta untuk menyesatkan Adam dan keturunannya nanti. Iblis
mendapatkan mandatnya itu karena memang dia memintanya langsung kepada Allah.
Dan Allah memberinya mandat untuk menyesatkan umat manusia itu sampai hari
kiamat nantinya.

Dalam suasana kegalauan yang amat sangat akibat mandat untuk penyesatan umat
manusia itu, iblis masih sempat menyadari bahwa ternyata ada umat manusia yang
tidak dapat digoda dan disesatkannya. “Saya tidak sanggup menggoda hamba-
hambamu yang Engkau buat ikhlas (muhklashin) ya Allah…”, ungkap sang iblis dengan
terus terang dan tanpa ditutup-tutupi sediki tpun. Karena memang orang-orang yang
dibuat ikhlas oleh Allah itu tempatnya adalah di wilayah kepatuhan, di wilayah
KETIADAAN. Sedangkan iblis sudah bertekad bulat untuk TIDAK masuk ke wilayah
kepatuhan itu. Begitu juga iblis tidak akan pernah bisa melepaskan keangkuhannya,
keberadaan akunya. Iblis masih merasa ada. Lalu kalau begitu, bagaimana dia akan
mampu untuk menggoda hamba-hamba Tuhan yang sudah TIADA, FANA. Apanya yang
mau digoda wong hamba Tuhan yang dibuat ikhlas itu sudah TIADA.
SI PELUPA, SI NISYAN…

Ditengah gemerlapan kehidupan syurgawi, Adam yang telah difasilitasi pula dengan
seorang pasangan hidupnya, mulai disapa oleh Allah agar segera menjalani takdirnya
sebagai khalifah Allah dimuka bumi. Adam haruslah meninggalkan kehidupan
syurgawinya untuk masuk kekehidupan yang memang telah dirancang untuknya
sedemikan lamanya.

Lalu dengan sebuah CARA dan PROSES yang SANGAT UNIK, Adam telah dibuat lupa
kepada Allah sehingga dengan segera Allah mengirimkan Iblis kepada Adam sebagai
temannya. Ya…, bertemanlah Adam yang telah dibuat lupa kepada Allah dengan iblis
yang memang telah dibuat tidak patuh pula kepada Allah untuk kemudian masing-
masingnya menjalani takdir mereka.

“Barangsiapa yang berpaling dari sadar dan ingat kepada Yang Maha Pemurah, Kami
akan kirimkan baginya syaitan, maka syaitan itulah yang menjadi teman yang selalu
menyertainya, (az zukhruf 36)”.

“Syaitan telah menguasai mereka lalu menjadikan mereka lupa mengingat Allah;
mereka itulah golongan syaitan. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya golongan syaitan
itulah golongan yang merugi. (al Mujadilah 19)”.

“Sesungguhnya syaitan itu telah menyesatkan sebahagian besar di antaramu. Maka


apakah kamu tidak memikirkan? (Yasin 62)”.

“KUN Adam…!. Karena engkau sudah berada pada wilayah yang sama dengan wilayah
yang ditempati oleh iblis, yaitu wilayah ketidakpatuhan, maka saat ini juga keluarlah
engkau dari kehidupan syurgawi ini..!!. Keluarlah…!!!. Destiny-mu telah kusiapkan
untukmu dan arungilah takdirmu itu..!”, sabda Tuhan menyapa Adam dengan sangat
tegasnya. Seperti dalam surat Thahaa 123-126:

Allah berfirman: "Turunlah kamu berdua dari surga bersama-sama, sebagian kamu
menjadi musuh bagi sebagian yang lain. Maka jika datang kepadamu petunjuk
daripada-Ku, lalu barangsiapa yang mengikut petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan
tidak akan celaka.
Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya
penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat
dalam keadaan buta".

Berkatalah ia: "Ya Tuhanku, mengapa Engkau menghimpunkan aku dalam keadaan
buta, padahal aku dahulunya adalah seorang yang melihat?"

Allah berfirman: "Demikianlah, telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, maka kamu
melupakannya, dan begitu (pula) pada hari ini kamupun dilupakan".

Maka lalu pandangan Adam ditutup (di-cover) untuk memandang kehidupan syurgawi,
pendengaran Adam ditutup untuk mendengarkan suara syurgawi, dan otak Adam juga
ditutup untuk memahami pengetahuan syurgawi. Dalam istilah Al Qur’an, suasana
ketertutupan ini disebut sebagai keadaan dimana Adam dibukakan auratnya. Ya…,
Adam memulai tugasnya dengan tidak membawa apa-apa. Citra syurgawi sudah
terhapus darinya dan digantikan dengan citra duniawi. Dan untuk menutupi auratnya itu
Adam hanya bisa menggunakan dedaunan disekitarnya. Suasana berbajukan dedaunan
ini sepertinya untuk menyitrakan sebuah kebudayaan dan peradaban yang sangat
primitif yang harus diawali oleh Adam ditempat tugasnya yang baru, hamparan bumi.
Dalam menjalankan mandatnya sebagai khalifah (duta istimewa, kurir, kendaraan) Allah
untuk menganyam peradaban di muka bumi ini, Adam tidak dibiarkan atau ditinggalkan
sendirian oleh Allah. Adam telah dibekali dengan 3 buah instrumen yang sangat hebat,
yaitu otak sebagai tempat untuk mengalirnya ide dan kreasi-kreasi pengetahuan, dada
sebagai tempat untuk mengalirnya segala kehendak dan keinginan, dan sulbi sebagai
tempat untuk pengembangbiakan manusia. Ketiga instrumen ini disebut juga sebagai
Rumah Tuhan (Baitullah) yang harus dijaga kesuciannya di setiap saat agar
peradaban yang dibangun itu adalah peradaban yang beradab pula. Sedangkan bahan
baku untuk membangun peradaban itu juga sudah disiapkan Allah dengan sangat
lengkap dan berlimpah ruah.

MASA PEMBELAJARAN…

Demikianlah, Adam dan istrinya mulai mengumpulkan bahan dasar peradaban untuk
dianyamnya sedikit demi sedikit. Allah pun ternyata tidak menggeletakkan Adam begitu
saja. Dengan lancar otak, dada, dan sulbi Adam dialiri oleh Tuhan dengan DAYA-DAYA
dari-Nya. Dada Adam dialiri tanpa henti oleh Kehendak Tuhan untuk menciptakan
peradaban dan keturunan. Otak Adam tanpa henti dialiri oleh kreasi-kreasi, rencana-
rencana, dan pola-pola untuk mewujudkan kehendak dalam membangun peradaban itu.
Sulbi Adam pun dengan tanpa henti dialiri oleh daya-daya dalam mewujudkan kehendak
pengembangbiakan keturunan umat manusia.

Begitulah…, sejak itu Adam dan istrinya berikut dengan keturunannya nantinya akan
selalu berada dalam liputan kesibukan Allah. Sebuah Momentum Ketuhanan telah lepas
bergerak terus dan terus untuk membentuk peradaban manusia melintasi zaman demi
zaman. Adam mulai menjalani hari-harinya untuk merenda ilmu, memintal budaya,
meretas keturunan dengan bersandar kepada kesibukan Tuhan.

Dalam menjalankan tugasnya itu, Adam ternyata masih menyimpan kerinduan yang
amat dalam terhadap suasana kehidupan syurgawi yang pernah Beliau jalani sebelum
mandat sebagai khalifah di muka bumi ini diterima Beliau. Sebuah penyesalan dan
sekaligus kerinduan yang amat sangat dalam. Penyesalan atas pertemanan Beliau
dengan Iblis, dan kerinduan Beliau akan sungai-sungai, buah-buahan, dan harumnya
bunga syurgawi yang suasananya pernah Beliau nikmati pada awal-awal
penggemblengan Beliau.

Harapan Beliau seakan terjawab. Beliau dialiri kesadaran (insigth, enlightment, burhan)
tentang sebab musabab keberhasilan malaikat mendapatkan posisi kepatuhan kepada
Allah disatu sisi dan kegagalan iblis untuk masuk kewilayah ketundukan kepada Allah
disisi yang lainnya. Bahwa hanya dengan sebab rahmat dan karunia Allah yang
mengalir kedalam lubuk kesadaran malaikatlah yang menyelamatkan malaikat bisa
lepas dari keangkuhan dan kesombongan kepada Allah ketika itu. Dan hanya dengan
sebab aliran daya kesombongan dan keangkuhan dari Tuhan yang menyentuh Iblis
pulalah yang membuat iblis tersebut tidak mampu untuk meruntuhkan lambaian nikmat
pengakuan, keangkuhan dan kesombongan itu, sehingga kesombongan dan keangkuhan
itu pulalah nantinya yang akan menyebabkan Iblis diusir oleh Allah dari sisi-Nya.

Benar…., malailat dan Iblis nampaknya memang tengah dijadikan oleh Allah sebagai
tanda atau ayat-ayat Allah bagi Adam dan keturunannya kelak untuk memahami
tentang adanya suasana kebaikan, kepatuhan, ketundukan yang diwakili olah malaikat
disatu sisi, serta keburukan, kesombongan, dan keingkaran yang diwakili oleh Iblis disisi
yang lainnya.

Ya…, Adam berhasil meretas kilas balik fase-fase dialog keheranan Malaikat dan
keangkuhan Iblis atas proses penciptaan diri Beliau sendiri sebagai bahan untuk bisa
keluar dari penyesalan panjang atas pernahnya Beliau bersama-sama dengan Iblis
berada dalam posisi ketidakpatuhan kepada Allah.

Untuk itu…, Beliau lalu berusaha berada dalam posisi mengharap agar Allah masih
mau menerima dan memaafkan rasa bersalah Beliau yang begitu kental menggumpal
didalam dada Beliau. Moga-moga saja Allah bisa menyambut rasa penyesalan Beliau itu
seperti halnya juga Allah telah berkenan menerima penyesalan Malaikat yang pernah
pula hampir jatuh terpuruk kewilayah ketidakpatuhan kepada Allah. Beliau berusaha
mengarahkan kembali kesadaran Beliau kepada Allah (TAUBAT) dalam bentuk DO’A dan
ASA :

“ …Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak
mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk
orang-orang yang merugi". (Al A’raf 23).

“Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, maka Allah menerima
taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang”. (Al
Baqarah 37)

“Kami berfirman: "Turunlah kamu semua dari surga itu! Kemudian jika datang
petunjuk-Ku kepadamu, maka barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya
tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati".
(Al Baqarah 38)

“Adapun orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat Kami, mereka itu
penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya”. (Al Baqarah 39).

Ternyata rintihan ‘asa’ Adam bak gayung bersambut. “Ujiibu da’wata da’i idza
da’aani…”, Aku akan respons permintaan-permintaanmu itu wahai Adam…, Karena
memang Aku lah Sang Penerima Taubat itu, karena Aku memanglah Sang
Maha`Penyayang kepada mu…!”.

Lalu Adam dengan merunduk-runduk dan hati-hati sekali memasuki “RUMAH” yang
penuh dengan petunjuk Tuhan. Dan ternyata di wilayah atau di rumah itu memang
tidak ada lagi kekhawatiran dan tidak ada pula kesedihan hati sedikitpun.
Semua sedih dan khawatir yang sudah mendera Adam begitu lama, seperti sirna disapu
habis oleh limpahan cahaya Tuhan yang memang penuh dengan Rahmat. Adam lalu
bermandikan cahaya Tuhan, sehingga Adam bisa kembali merasakan suasana syurgawi
di BUMI ini, ditanah harapan yang memang telah disiapkan untuk Beliau dan anak cucu
Beliau dalam menjalankan tugas kedutaan Beliau dari dan atas nama Tuhan. Suasana
syurgawi baru yang didapatkan oleh Adam ini dalam istilah Al qur’an dinamakan sebagai
suasana “FID DUNYA HASANAH, SYORGA DUNIA…”, yang padanannya adalah “FIL
AKHIRATI HASANAH, SYORGA AKHIRAT…!. YA… sama-sama syorga saja sebenarnya.

Dan…, dari dalam ‘rumah yang penuh petunjuk itu’, Adam lalu dengan sangat leluasa
bisa memandang keluar ke sekeliling rumah itu yang ternyata penuh dengan
‘pergolakan suasana”. Sebuah suasana yang tidak menentu yang dalam istilah
agamanya disebut juga dengan suasana tersiksa, suasana di dalam neraka…, tidak
hanya di dunia ini, akan tetapi juga neraka di akhirat.

YANG MENITI SINGASANA…


Dengan demikian lengkap sudah bekal Adam dan keturunan Beliau dalam menjalankan
misi sebagai seorang kurir Allah untuk merenda peradaban umat manusia dari zaman
kezaman.

Sebagai bahan bakunya, maka hamparan tumbuhan, hewan dan ratna manikam lainnya
seperti tumpah ruah disuplai tanpa henti-hentinya oleh Tuhan. Semuanya tinggal
menunggu sabda berikutnya…, KUN…, KUN…, KUN…, Jadilah…, Jadilah…, Jadilah…!.
FAYAKUN…, maka jadilah sesuatu itu dalam sebuah proses yang unik pula….!.

Demikian pula…, Adam juga telah dilengkapi dengan alat yang sangat unik untuk
mendeteksi suasana yang muncul selama proses menganyam peradaban itu
berlangsung. Dari detik ke detik, alat itu memberikan sinyal kepada Adam atas setiap
gerak langkah, setiap tarikan nafas, setiap pandangan mata, setiap pendengaran, dan
setiap apapun yang Beliau lakukan. Lalu sinyal itu dirubah menjadi bentuk SUASANA
YANG MENYELIMUTI DADA Adam, suasana syurgawi ataupun suasana neraka, yang
memang telah pernah dirasakan oleh Adam diawal-awal masa pembelajaran Beliau.

Bahkan jalan keluar dari suasana tersiksa (seperti berada diwilayah neraka) menuju
suasana syurgawi (suasana tidak ada kekhawatiran dan kesedihan sedikitpun) itu juga
telah diberi tahu Allah langkah perlangkah. Jalan keluar itu adalah dengan masuk
kembali ke Rumah Allah yang penuh dengan petunjuk dan pengajaran dari dan oleh
Allah sendiri. Rumah tempat persaksian awal kita dihadapan Tuhan: “Alastu bi
rabbikum… Bala syahidna…,”

Sungguh Allah telah memberikan fasilitas yang sangat prima bagi Adam dan
keturunannya nanti dalam meniti singasana sebagai Duta Istimewa Tuhan di muka bumi
ini. Fasilitas yang sungguh sangat sayang kalau disia-siakan dan diterlantarkan begitu
saja…!.

IQRAA’ DI RUMAH KUN….!!!.

Di tanah harapan, Adam baru saja keluar dari CELUPAN TUHAN. Dengan mata dan
telinga yang masih terbungkus gelimangan cahaya Tuhan, otak yang masih sebening
kaca, dan dada yang masih selembut embun pagi, Adampun beranjak menjalankan
tugasnya. Adam mulai bisa melihat indahnya tarian kupu-kupu meliuk-liuk disetangkai
bunga mawar. Sayup-sayup telinga Adam mulai pula bisa mendengarkan harmoni
nyanyian angin yang sahut menyahut tanpa henti. Indah sekali ternyata tanah harapan
ini yang memang telah diserahkan Tuhan kepadanya.

Untuk mengiringi langkah Adam memulai destiny-nya, sabda lembut Tuhan secara utuh
pun bergema direlung pengertian Adam:

“KUN…Adam…, kau lihatlah, amatilah bumi dan segala isinya ini…!. Ini semua
adalah untukmu dan keturunanmu kelak. Kau amati pulalah dirimu sendiri. Tuh
lihat…, dirimu butuh pakaian, butuh makanan, butuh rumah, butuh kehangatan,
butuh tempat berlindung, butuh kegembiraan. Cobalah amati juga, bukankah
pada awalnya kau tidak tahu bagaimana caranya untuk memenuhi seluruh
kebutuhanmu itu walaupun bahan dasar untuk itu telah Ku siapkan untukmu
berupa bumi dan segala isinya ini”. Lihatlah semua itu wahai Adam, Amatilah….!.
Tapi jangan lupa wahai Adam…, dari Ku lah penglihatanmu itu. Aku yang
memberimu penglihatan. Dengan penglihatan yang Kuberikan inilah Aku akan
memberimu pengajaran langkah demi langkah.

Kau amatilah pepohonan itu bagaimana dia Ku besarkan, Ku rantingkan, Ku


daunkan, Ku buahkan…, lalu Ku matikan kembali…!. Kau amatilah sungai-sungai
itu bagaimana dia Ku isi dengan air yang melimpah ruah, Ku belokkan pula
alirannya sekehendak-Ku, lalu Ku satukan aliran sungai sungai itu dilautan yang
luas sehingga sungai-sungai itu tidak ada bekasnya lagi dilautan Ku yang luas itu.
Kau amati pulalah binatang-binatang itu, semut itu bagaimana dia membuat
sarang, mengumpulkan makanan, membela diri, dan berkembang biak.

KUN… Adam…, kau dengarkan pulalah bunyi-bunyian seruling alam semesta ini.
Ada lengkingan suara rusa dan serigala yang saling berkejar-kejaran dipadang
savana itu. Ada suara lirih jangkrik menyambut dinginnya tangan-tangan malam.
Ada kicauan burung menyongsong fajar yang merekahkan bebijian dipagi hari.
Semuanya telah Ku atur dalam bentuk musik simphony kehidupan. Dengarlah
semua itu wahai Adam, Dengarlah keindahannya….!. Tapi jangan lupa wahai
Adam…, dari Ku lah pendengaranmu itu. Aku yang memberimu pendengaran.
Dengan pendengaran yang Kuberikan ini pulalah Aku akan mengalirkan segenap
ilmu-Ku kepadamu nada demi nada.

Wahai Adam…, cobalah perhatikan semua ciptaan-Ku itu dengan perlahan, dan
dengarkan pulalah untaian bebunyian yang mengelilingi ciptaan-Ku itu dengan
seksama, karena di segenap ciptaan-Ku itulah pengajaran Ku Kutuliskan dengan
sangat detail. Akan tetapi…, walaupun semua itu adalah untukmu, hati-hatilah
wahai Adam. Janganlah sekali-kali semua ayat-ayat-Ku, tulisan-tulisan-Ku
(QALAM) itu menutupi kesadaranmu terhadap Aku. Tegasnya…, janganlah sampai
kau KAFIR terhadap Ku hanya karena kau begitu terpesona dengan QALAM-KU
yang memang telah Ku tebarkan disetiap ruang dan waktu”.

Lalu Adampun menyandarkan mata dan telinganya kepada sabda KUN itu. Mata Adam
dengan sukarela telah disiapkan untuk bersedia dialiri oleh “rasa melihat”, seperti halnya
telinga Adam yang juga rela untuk dialiri oleh “rasa mendengar” yang telah di
anugerahkan Tuhan kepadanya. Ya…, Adam tidak harus capek-capek sedikitpun lagi untuk
“bisa” melihat dan mendengar QALAM Tuhan yang bertebaran dialam semesta ini maupun
didalam tubuhnya sendiri. Karena memang bisanya Adam untuk mendengar dan melihat itu
hanya dengan sebab adanya Rahmat dan Karunia dari Tuhan semata.

“Dari-Ku lah semua pendengaran dan penglihatan itu” tegas sang Maha Melihat
dan Maha Mendengar itu tak mau dibantah sedikitpun.

Kemudian Tuhanpun melanjutkan sabdanya kepada otak Adam yang memang telah
dicerahi sejak dari awal penciptaannya untuk mau pula menjalani destinynya:

“KUN…otak…!, mulai pulalah jalani nasibmu sebagai alat-Ku yang berguna bagi
Adam untuk menyimpan segala pengajaran-Ku kepadanya. Kau wahai otak
tenang-tenang sajalah. Akulah yang akan merendamu. Akulah yang akan
mengukirmu. Aku yang akan menarok pengetahuan itu kepadamu melalui aliran
melihat dan mendengar yang telah Ku alirkan kepada mata dan telinga Adam.
Aku yang akan menulisimu dengan tinta hormon dan enzim tertentu yang Ku
alirkan pula melewatimu. Ya…, Akulah yang akan membentuk anyaman ingatan
atas peristiwa-peristiwa itu yang akan menjadi jalinan ilmu pengetahuan Bagi
Adam sebagai bekalnya untuk menjawab segala problematika kehidupan yang
akan dihadapinya kelak.

Tenang-tenang sajalah engkau wahai otak seperti tenangnya jantung, tenangnya


paru-paru, tenangnya aliran darah, tenangnya ginjal menghadap patuh kepada-
Ku. Tidakkah kau lihat wahai otak, bahwa jantung itu bergerak hanya karena Aku
telah mengalirkan gerak kepadamu yang kemudian engkau teruskan gerak itu ke
jantung, ke paru-paru, ke ginjal, dan kesegenap aliran darah Adam. Tepatnya,
engkau tidak perlu capek-capek sedikitpun untuk menjalankan tugasmu untuk
memnyimpan file-file semua pengetahuan yang Ku alirkan kepada mata dan
telinga Adam. Aku yang akan menganyammu.

Demikianlah…, dengan melalui kombinasi-kombinasi yang sangat tepat dan akurat antara
aliran melihat yang melewati mata Adam dan aliran mendengar yang menyusupi telinga
Adam, maka otak Adampun diaktifkan bagian perbagian untuk kemudian dianyam dengan
sangat teliti oleh Sang Maha Pengayam menjadi simpul-simpul pengetahuan bagi Adam.
Ya…, tiba-tiba Adam dialiri pengetahuan tentang hubungan titik-titik kehidupan dialam
semesta ini. Adam dialiri oleh aliran TAHU yang cemerlang yang selalu akan berkembang
seiring dengan hirupan keluar masuk nafasnya. Tahu inilah yang akan dipakai oleh Adam
sebagai senjata saktinya dalam menjalankan fungsinya sebagai Duta Istimewa Tuhan.
Benar…, TAHU ini sedang menunggu pemanfaatannya ditangan Adam.

“Namun begitu, sadarilah wahai Adam…, TAHU itu adalah milik-Ku yang Ku alirkan
kepadamu. Kau hanya menerimanya saja dari-Ku kesemuanya itu. Sadarilah itu…”, sapa
Sang Maha ‘ALIM masuk sangat lembut kerelung kesadaran Adam dan langsung
meruntuhkan kesombongan Adam.

Dalam selang hanya hitungan sehirupan nafas, Allah pun menarok sabda-Nya yang
penuh daya dorong yang dahsyat kedalam DADA Adam:

“KUN Adam…!. Diamlah sejenak wahai Adam…, amatilah dadamu, sudurmu itu.
Sekarang didadamu telah kutarok pula Kehendak-Ku. Kau mulailah memintal
pakaianmu, Kau mulailah menanam sayur-sayuran, buah-buahan, dan
makananmu. Kau mulailah membangun rumahmu. Kau mulailah berlayar. Kau
mulailah merenda dan melukis muka bumi ini dengan bekal tahu yang telah
kualirkan kepadamu. Mulailah…!. Aku telah siapkan DAYA dari-Ku agar engkau
bisa melaksanakan semua Kehendak-Ku itu. Karena Aku memang ingin
merangkai peradaban umat manusia ini sebagai tempat-Ku mencurahkan kasih
sayang-Ku kepada Alam semesta ini.

Lalu Aku aliri dirimu dengan Daya-daya yang datang dari Ku itu. Dan Daya dari-
Ku itulah yang telah membuatmu bisa BERGERAK. Dengan Daya dari Akulah
kakimu bisa melangkah kegaris tujuanmu. Dengan aliran Daya dari Akulah
tanganmu bisa bergerak. Kau tinggal bersandar saja pada Daya-daya-Ku itu.
Dengan Daya dari-Ku jugalah kau bisa merangkai logika demi logika berdasarkan
file pengetahuan yang telah Ku alirkan kedalam otakmu. Dengan Daya dari-Ku
kau lalu seperti bisa merencana, menyusun hubungan sebab dan akibat atas
persoalan-persoalan yang nantinya kau hadapi”.

“KUN Adam…!. Diamlah sejenak wahai Adam, lihatlah kembali dadamu. Aku telah
simpan pula disana Kehendak-Ku agar kau punya keinginan untuk berkembang
biak. Ku tarok disana rasa sayang dan cintamu kepada Istri-istrimu. Tidak hanya
itu, untuk terlaksananya Kehendak-Ku itu, maka Aku juga telah membekalimu
dengan DAYA dari-Ku yang menyelimuti FARJI mu. Ku lengkapi Farji mu itu
dengan aliran kekuatan dan rasa enak yang akan membuatmu mabok dan akan
menggiringmu untuk selalu memenuhi keinginan-Ku dalam mengembangbiakkan
umat manusia ini”.

“Akan tetapi…, hati-hatilah wahai Adam. Daya itu adalah milik-Ku…!. Janganlah
engkau sekali-kali menjadi sombong dan angkuh atas daya milik-Ku itu” sabda
Sang Pemilik Daya, Sang Maha Kuat, dengan sangat tegas.

“KUN Adam…!, siapkanlah dadamu dengan diam. Aku akan isi pula dadamu
dengan berbagai perasaan. Aku akan tarok didalam dadamu itu rasa cinta, rasa
bahagia, rasa enak, rasa luas, rasa rela, rasa tenang. Dan sekaligus Aku juga
akan menarok didalamnya rasa-rasa lainnya yang berlawanan, seperti rasa takut,
rasa rasa benci, rasa marah, rasa iri, rasa sempit, rasa tersiksa, rasa terpaksa.
Segala rasa ini ada gunanya bagimu. PASTI. Karena rasa-rasa itu tadi adalah
sebagai indikator system peringatan dini (early warning system) atas segala
pemenuhan dan pelaksanaan “Kehendak” yang Ku tarok kedalam dadamu.

Karena…, ingatlah bahwa Aku lah yang memberi petunjuk dan Aku pulalah yang
menyesatkan umat manusia ini. Akulah yang mengilhamkan kedalam dirimu
akan perilaku KEFUJURAN dan Aku pulalah yang mengilhamkan kedalam dirimu
akan perilaku KETAQWAAN. Oleh sebab itu hati-hatilah. Aku memang Maha
Berkehendak dengan cara-Ku sendiri.

Nanti wahai Adam…, setiap kau Ku aliri dengan sebuah kehendak dari-Ku, maka
buru-burulah amati sinyal yang dipancarkan oleh dadamu yang mengiringi
munculnya kehendak Itu. Disitu ada peringatan. Karena sinyal tentang rasa
kefujuran itu sangat jelas rasanya. Sama jelasnya dengan sinyal tentang rasa
ketaqwaan. Jelas sekali..!!. Kedua sinyal yang berlawanan itu tidak akan pernah
bersatu sampai kapanpun. Karena saat kau Ku aliri dengan ilham ketaqwaan
dari-Ku, maka saat itu pula kau sebenarnya tengah Ku singkirkan dari ilham
kefujuran.

Akhirnya…, dengan segenap rasa rela, lalu Adam menjalankan tugas kedutaan
istimewanya dengan menyandarkan matanya kepada aliran melihat dari Tuhan,
telinganya kepada aliran mendengar dari Tuhan, otaknya kepada aliran Tahu dari Tuhan,
sehingga Adam tidak lagi direpotkan sedikitpun oleh semua fasilitas fisiknya untuk
meramaikan dunia itu.

Tidak hanya itu…, untuk berkehendakpun, Adam tidak usah capek-capek lagi. Kehendak
demi kehendak ditarok oleh Allah kedalam dadanya. Kehendak untuk membangun,
berkarya, berkreasi, menghancurkan, merusak, dan lalu merencana serta membangun
lagi. Kehendak untuk berkembang biakpun mengalir dengan deras ke dalam dada Adam.

Untuk melaksanakan kehendak demi kehendak itupun Adam hanya tinggal bersandar
saja kepada Daya-daya yang telah difasilitasi oleh Tuhan. Bahkan untuk sekedar
merasakan hasil atas terlaksananya kehendak demi kehendak itu, Adam juga hanya
bersandar saja kepada RASA yang ditarok oleh Allah kedalam dadanya.

Sungguh Adam telah menjadi duta istimewa dari Dzat yang Maha Melengkapi segala
sesuatu bagi dutanya. Ternyata Adam menjalankan tugasnya hanya semata-mata
dengan bersandar pada kesibukan Tuhan. Bertengger diatas Daya Momentum
Ketuhanan. Karena memang Adam telah menjadi duta Tuhan yang sebelumnya telah
DICELUP (di shibghah) oleh Tuhan Sendiri.

“Shibghah Allah. Dan siapakah yang lebih baik shibghahnya daripada Allah? Dan
hanya kepada-Nya-lah kami menyembah”, (Al Baqarah 138).

MENJAGA RUMAH KUN…

Demikianlah, generasi demi generasi berlalu. Adam pun berhasil mewariskan tongkat
estafet sebagai Duta Istimewa Tuhan kepada anak keturunannya. Kita pun, masing-
masing sebagai keturunan Adam, tidak dapat menghindar sedikit pun dari destiny kita
sebagai penerus tongkat estafet itu. Suka atau tidak suka, kita memang sudah
diwariskan oleh Adam tanggung jawab untuk menyemai peradaban di muka bumi yang
kita pijak dan di langit yang kita junjung ini.
Tuhan pun, sebagai Dzat Yang Maha Sibuk, telah dan akan selalu MEMFASILITASI segala
sesuatunya yang dibutuhkan sang duta-duta istimewa-Nya itu dalam menjalankan
tugasnya. Umat manusia yang sudah berkembang biak dengan kecepatan yang sangat
mengagumkan ini, dengan TELATEN tetap disapa oleh Tuhan dengan sabda-Nya:
“Kun…, Kun…, Kun…, jadilah…,”, lalu tak tertahankan “Fayakun…, maka
jadilah…!”.

DAYA sapaan KUN dari Tuhan itu mengalir melintasi zaman dengan smooth, unstopable,
dan predictable ke Rumah Kun yang berada di dada, di otak, dan di farji anak cucu
Adam. Sehingga DADA umat manusia itu akan selalu penuh dengan berbagai
“kehendak” untuk membangun, menganyam, merangkai, dan merombak peradabannya
sendiri. Begitu juga…, OTAK manusia itu akan selalu PENUH dan RAMAI dengan berbagai
rencana, logika, strategi, teknis, dan pengaturan lainnya agar semua kehendak
membangun peradaban yang telah dialirkan Tuhan kedalam dada umat manusia itu bisa
terlaksana. Dan…, FARJI anak Adam itu juga akan selalu GAGAH PERKASA dalam
memenuhi kehendak Tuhan untuk memancarkan jutaan benih yang akan melahirkan
generasi-generasi baru umat manusia sebagai penerus tongkat estafet duta istimewa
Tuhan.

Nah…, tugas kita, sebagai anak cucu Adam, ini sebenarnya sangat sederhana saja,
yaitu:

1. Tugas pertama dan utama kita adalah: bagaimana agar kita tetap bisa
menjaga KELEMBUTAN DADA kita setiap saat, sehingga kita bisa memonitor
kehendak Tuhan yang mengalir masuk ke dalamnya. Dada yang lembut
pastilah bisa merasakan dan membedakan bahwa saat ini kita SEDANG didorong
oleh Allah kearah perlaku FUJUR atau kearah perilaku TAQWA…?!.

Indikatornya juga sangat sederhana sekali. Cobalah AMATI dada kita. Saat kita
tengah didorong oleh Allah ke arah perilaku FUJUR, yang sebabnya adalah karena
kita berpaling dan melupakan Allah, bisakah saat itu juga kita merasakan adanya
rasa sakit, rasa tersiksa, rasa tidak enak yang mengiringi perilaku kita itu. Meskipun
kita berhasil melakukan perbuatan fujur itu dengan sukses, akan tetapi selalu saja
ada muatan rasa negatif yang menggandoli dada kita. Ya… tetap saja itu namanya
siksaan.

Begitupun sebaliknya, saat kita tengah didorong oleh Allah ke arah perilaku TAQWA,
sebagai buah dari kesadaran, kebergantungan kita yang kuat kepada Allah, bisakah
saat itu juga kita menyadari dan merasakan kebahagian, kegembiraan, kesenangan,
ketenangan yang mengalir bersama apa-apa yang kita lakukan itu.

Dengan DADA kita yang hidup dan lembut, tatkala kita mampu mengamati dada kita
yang sedang dialiri oleh rasa tersiksa, karena memang saat itu kita tengah didorong
Allah ke arah perilaku FUJUR, maka kita akan sangat mudah sekali untuk sadar dan
kembali (TAUBAT) menuju ke arah kebaikan. Artinya…, saat kita merasakan bahwa
ketika itu kita tengah dicampakkan oleh Allah, di tendang oleh Allah, di istidraj oleh
Allah, karena berpalingnya kita (YA’SYU) dari Allah, maka saat itu juga kita mampu
untuk buru-buru kembali berlari ke Allah agar supaya Allah mengambil rasa tersiksa
itu untuk kemudian diganti-Nya dengan rasa bahagia, agar Allah mengganti
kehendak ke arah kefujuran yang mengalir ked alam dada kita itu dengan kehendak
ke arah ketaqwaan. Proses kembali seperti ini disebut dengan TAUBAT. Dan…,
ternyata kita TIDAK akan pernah bisa untuk bertaubat kalaulah tidak ada daya dan
rahmat dari Allah.

Begitu juga…, dengan dada kita yang lembut dan hidup, kita akan mampu
mengamati dada kita yang sedang dialiri oleh rasa bahagia, tenang, dan damai. Dan
seketika itu juga kita buru-buru kembali ke Allah menghantarkan ungkapan RASA
SYUKUR kita kepada-Nya, sehingga dada kita akan dialiri oleh rasa bahagia yang
bertambah dan bertambah setiap kali kita mengembalikan rasa syukur itu kepada
Allah.

Kembalinya kita ke Allah saat kita ditimpa rasa tersiksa akibat musibah maupun saat
diberi rasa bahagia karena nikmat, sebenarnya hanyalah sebuah keniscayaan saja.
Karena kalau tidak, maka kita akan diikat, dikuasai oleh rasa tersiksa, maupun rasa
bahagia itu. Tidak jarang kita mendengar ada orang yang mati gara-gara tersiksa
ataupun gembira. Mati kesedihan atau mati kesenangan.

Nah…, dada yang lembut, hidup, dan luas, inilah modal utama yang harus kita
pelihara setiap saat agar kita selalu BISA MEMILIH PERAN yang akan kita ambil
dalam meramaikan dunia ini. Begitu ada sebuah kehendak yang ditarok kedalam
dada kita, maka baik atau buruknya pelaksanaan atas kehendak itu kita sudah bisa
merabanya, sehingga kita bisa mengambil sikap atas kehendak yang muncul
tersebut.

Andaikan kehendak yang ditarok di dada kita itu adalah kehendak untuk berbuat
baik, dan pemenuhan kehendak itu mengarah pada perbuatan TAQWA, maka dada
kita yang sudah lembut tersebut akan dibuat bahagia, sehingga orang yang bekerja
dengan berbahagia akan dialiri oleh DAYA BAHAGIA itu. Kita tidak capek, tidak lelah,
tidak terpaksa sedikitpun dalam melaksanakan kehendak itu. Kita akan bekerja
dengan semangat dan kekuatan penuh. Motivasi kita akan membakar semangat
siapapun juga dalam upaya mewujudkan kehendak itu. Sungguh…!, bisa bersandar
pada daya kebahagiaan itu merupakan salah satu anugerah yang terbesar yang
diberikan Tuhan kepada kita. Dan orang yang berbahagia, tidak mungkinlah dia akan
berbuat fujur, atau tidak baik. Dia akan terpisah dengan perilaku tidak baik itu tanpa
membutuhkan tenaga sedikitpun. Suasana seperti ini disebut juga dalam istilah
agamanya dengan suasana di TUNTUN, di I’ANAH. Suasana pengharapan kita
disetiap shalat kita: “Iyyaa ka na’ budu wa iyya ka nasta’in”.

Begitupun sebaliknya…, tatkala sebuah kehendak yang tidak baik tiba-tiba muncul
juga di dalam dada kita yang sudah hidup dan lembut itu, dan pelaksanaan atas
kehendak itu mengarah kepada perbuatan FUJUR, maka seketika itu juga akan
muncul rasa tidak enak yang mengalir ke dalam dada kita. Rasa tidak enak inilah
yang kemudian yang akan menyadarkan kita bahwa saat itu sebenarnya kita tengah
didorong oleh Tuhan menjauh dari-Nya, sehingga kita buru-buru berlari mengarah
kembali ke Allah (taubat) dan berdialog dengan-Nya:

“Ya Allah…, ada apa ini ya Allah kok saya di dorong mengarah kepada kefujuran
seperti ini….??,
Apa ada yang keliru pada saya saat ini ya Allah…?.
Tuntunlah saya kembali kearah ketaqwaan ya Allah, dan rahmatilah kehendak
yang muncul di dada saya ini ya Allah…!”.

Lalu kita diam, menunggu respon dan jawaban Allah atas keheran-heranan kita itu.

Karena kita berlari kembali (taubat) kearah Allah Yang Maha Hidup untuk minta
kejelasan dan petunjuk, maka biasanya respon Allah itu adalah berupa ditahannya
kita (DI ISYMAT) dari perbuatan fujur itu, untuk sebaliknya kita di dorong kembali
kepada pemenuhan kehendak tadi dengan cara-cara yang dikategorikan sebagai
perbuatan taqwa. Berpindahnya dorongan dari kefujuran menjadi dorongan kearah
ketaqwaan tadi itu terjadi begitu cepatnya, seketika, yang dalam istilah agamanya
disebut sebagai suasana di beri BURHAN, di CERAHKAN, di RAHMATI. Daya hasil
pencerahan ini begitu besarnya, sehingga kita tinggal bersandar saja kepada daya
itu untuk keluar dari dorongan kefujuran. Dan dengan daya itu jugalah kita
bersandar untuk melakukan perbuatan ketakwaan dengan tanpa bersusah-payah
sedikitpun.

Suasana serba di isymat ketika kita menghindari perbuatan buruk maupun di


isti’anah ketika kita melakukan perbuatan baik, TIDAK akan pernah kita rasakan
sedikitpun tatkala dada kita ini KERAS MEMBATU. MATI…!. Kalau sudah begini, maka
sebenarnya saat ini juga kita tengah meniti sebuah tragik hidup yang sangat
menyedihkan. Betapa tidak…, early warning system yang seharusnya sejak awal-
awal memberikan sinyal peringatan dini agar kita tidak terperosok ke jurang
keangkaramurkaan perbuatan fujur, malah tidak berfungsi sama sekali. Macet…!.
Akibatnya…, sungguh mengerikan…!.

Akibat itu misalnya…, ketika ke dalam dada kita yang sudah membatu dan mati itu
ditarok sebuah kehendak, dan untuk pemenuhan kehendak itu kita didorong pula
kearah perbuatan fujur, misalnya perbuatan maksiat, maka tidak sedikitpun kita bisa
menghindar dari pelaksanaan perbuatan fujur itu. Tidak ada rasa malu dan tidak
pula sedikit pun muncul rasa bersalah ketika kita melakukan perbuatan fujur itu.
Seperti ada daya yang sangat kuat yang mendorong kita ketika kita melakukan
perbuatan fujur itu, dan kita seperti bersandar saja kepada daya itu. Malah anehnya
lagi ada pula rasa nikmat yang muncul mengiringi pelaksanaan perbuatan fujur itu.
DUAAR…!. Maka terjadilah perbuatan maksiat itu dengan segala akibatnya yang
biasanya sangat merepotkan sekali. Tersiksa sekali. Dan perbuatan maksiat itu akan
kita lakukan lagi…, lagi…, lagi…, dan lagi…!. Seperti tak henti-hentinya kita di dorong
untuk silih berganti melakukan satu perbuatan maksiat ke perbuatan maksiat
lainnya.

Tragik hidup ini akan bertambah buruk lagi tatkala kita tengah di dorong untuk
melakukan perbuatan fujur itu, kita tidak sedikitpun bisa menghindarinya. Walaupun,
misalnya, ada rasa menyesal atau rasa ingin berbalik arah untuk kembali kepada
perbuatan TAQWA, akan tetapi untuk kembali menjadi baik itu alangkah sulitnya,
kalau tidak mau dikatakan tidak bisa. Kita seperti dihalangi Tuhan untuk menjadi
baik, karena memang saat itu kita tengah dituntun untuk menjadi tidak baik. Semua
itu terjadi karena kita didorong Tuhan menjauh dari Tuhan sendiri akibat dari
berpalingnya kita dari Dia. Sehingga dengan daya dorong dari Tuhan itu, kita
menjadi lancar sekali dalam melakukan perilaku ketidakbaikan itu. Lancar tapi
bermasalah, karena kita memang didorong Allah kepada perilaku yang bertentangan
dengan FITRAH…!.

Logis sekali sebenarnya hubungan sebab akibat diatas. Karena memang Tuhanlah
yang menarok setiap kehendak ke dalam dada kita, karena memang Dia adalah
Sang Maha Berkehendak. Dan Tuhan pulalah yang memberikan setiap daya kepada
kita untuk mewujudkan kehendak itu. “Laa haula wala quwwata illa billah…,
tidak ada daya dan upaya kecuali hanya dengan sebab adanya DAYA dan
KEKUATAN dari Allah”.

Daya dan kekuatan dari Allah itulah yang kemudian mengalir ke dalam OTAK kita
untuk kemudian otak melakukan proses koordinasi yang sangat unik agar kehendak
itu bisa terlaksana. Dengan menyisir kumpulan file pengetahuan yang sudah ada di
dalam otak, kita kemudian mampu menyusun logika-logika, rencana-rencana, cara-
cara, metodologi, gerakan-gerakan, mobilitas, dan berbagai kegiatan lainnya untuk
mewujudkan kehendak tadi menjadi kenyataan. Proses terstruktur seperti ini dalam
istilah agamanya disebut sebagai kegiatan MAKAR.

Tatkala daya-daya itu mendorong kita kearah kefujuran, maka logika yang keluar
dari otak kita juga adalah logika-logika yang mendukung agar perbuatan fujur itu
bisa terlaksana dengan mantap. Alasan-alasan, uraian-uraian, dan dalil-dalil yang
muncul juga sangat meyakinkan sekali dan dengan kualitas seorang pakar pula.
Bahkan ayat-ayat kitab suci pun bisa pas dan cocok pula dilekatkan pada logika-
logika tersebut yang sebenarnya hanyalah alasan untuk NGELES saja. “Ha… ha…
ha…, kutipu kau…!”, kata kita di dalam hati kepada masyarakat yang terkagum-
kagum dengan logika-logika ngeles tersebut.

Sebaliknya…!. Ketika daya itu mendorong kita ke arah perbuatan baik dan taqwa,
maka logika yang lahir pun adalah logika-logika yang cemerlang. Kita seperti bisa
melihat hubungan keterikatan yang sangat indah diantara titik-titik logika,
anyaman pengetahuan, dan kumpulan pengertian yang ada di alam semesta
ini. Subhanallah…, Laa ilaha illa anta…!!.

Dan sebagai alat peringatan dini untuk membedakan perbuatan itu apakah bersifat
fujur atau taqwa, dibutuhkan dada yang hidup dan lembut. Karena dada yang mati
dan keras membatu tidak akan pernah bisa sedikitpun untuk memilah-milah mana
sinyal untuk perbuatan taqwa dan mana yang untuk perbuatan fujur. Dada yang
mati akan menerjemahkan taqwa dan fujur itu dengan cara yang keliru. Perbuatan
baik dikiranya tidak baik, sebaliknya perbuatan buruk ditangkapnya sebagai sinyal
perbuatan baik. Terbalik-balik memang, dan buahnya pun hanyalah munculnya rasa
capek, rasa terpaksa, dan rasa tersiksa yang berkepanjangan…!. Anehnya walaupun
kita tahu semua itu adalah salah, terbalik-balik dan membuat kita capek pula, akan
tapi kita tidak berdaya apa-apa untuk merubahnya…

2. Tugas kedua kita yang tak kalah pentingnya adalah: bagaimana agar kita
bisa menjaga OTAK kita ini untuk tidak dimonopoli oleh file-file pemikiran
dan persepsi yang amburadul, ngeles, ruwet, murahan dan rendahan yang
hasilnya juga pasti akan membawa kita sendiri maupun orang lain kepada
keburukan, keangkaramurkaan, dan kesengsaraan. Boleh memang kita tahu tentang
persepsi yang rumit-rumit maupun yang rendahan sekalipun, akan tetapi jadikanlah
kesemuanya itu hanya sebagai bahan pembanding saja.

Isilah otak kita dengan file-file segala pengetahuan yang memenuhi pojok-pojok
jagad raya ini. Kita bebas saja memilih mana-mana yang ingin kita pakai sebagai
bekal kita dalam menjalankan fungsi kekhalifahan kita di muka bumi ini. Amatilah
seluk beluk alam semesta ini. Bacalah angin, gunung, segala tumbuhan, dan
binatang berjasad renik sampai dengan dinosaurus. Telitilah cahaya, unsur-unsur,
atom, proton, netron, dan gaya-gaya yang memegang alam semesta ini. Galilah
perut gunung, telusurilah lembah yang terdalam dan panjatlah puncak dunia yang
penuh dengan tebaran ratna mutu manikam. Tengok pulalah diri kita sendiri, tubuh
kita, dada kita, otak kita, jantung kita, darah kita, jiwa kita yang memang sangat
sempurna ini. Ternyata semuanya adalah ayat-ayat Tuhan, tulisan Tuhan, omongan
Tuhan dengan cara yang sangat pasti dan sangat jelas sekali. Semua tidak ditutup-
tutupi Tuhan sedikitpun.

Juga…, saat kita bingung dengan berbagai masalah kesehatan, perekonomian,


kebudayaan, atau masalah peradaban lainnya, maka Tuhan pun akan menjawabnya
dengan jawaban KEKINIAN. Selalu ada jawaban Tuhan buat mengobati kegundahan
kita atas peran peradaban yang sedang kita jalankan. Dan jawaban Tuhan itu PASTI
SELALU BARU, up to date, sesuai zaman, dan selalu lebih baik dari solusi-solusi
masa lalu yang telah Dia beritahukan sebelumnya. Tidak mungkinlah Dzat Abadi,
Yang Maha Terdahulu dan Maha Terakhir, ALLAH, akan memberikan jawaban yang
OBSOLET untuk masalah-masalah yang kita hadapi saat ini dan yang akan datang.
Nggak lah…!.

Misalnya, saat kita bingung tentang masalah catat-mencatat ketika kita


bermu’amalah seperti yang diperintahkan Tuhan secara sederhana dalam surat Al
Baqarah ayat 282, yang ternyata semakin rumit saja karena volume dan
intensitasnya yang meningkat sangat luar biasa, maka Tuhan lalu mengalirkan
jawaban demi jawabannya ke dalam otak kita. Jawaban Tuhan itu adalah dalam
bentuk pengertian-pengertian yang kemudian melahirkan ilmu akunting, ilmu
hukum, ilmu komputer, ilmu sosial, dan sebagainya.

Begitu pun dengan masalah-masalah kita yang lainnya, Tuhan akan tetap menjawab
setiap permasalahan kita itu dengan mengalirkan pemahaman demi pemahanan
baru ke dalam otak kita. Sehingga kemudian lahirlah berbagai ilmu pengetahuan.
Ilmu aordinamika, ilmu fisika, ilmu kimia, ilmu biologi, ilmu kedokteran, ilmu
perdagangan, dan ilmu sosial, adalah sedikit saja dari sekian banyak ilmu-ilmu
pengetahuan yang dihamparkan Tuhan yang bebas kita punguti sesuai dengan peran
yang akan kita pilih sebagai bekal kita untuk mewujudkan kehendak demi kehendak
yang ditarok Allah ke dalam dada kita.

Dengan bekal file-file ilmu pengetahuan inilah kita akan menentukan peran seperti
apa yang akan kita jalankan sebagai khalifah Tuhan di muka bumi ini. Kehendak
demi kehendak misalnya untuk berkarya, untuk membangun, untuk bisa memberi
manfaat bagi orang lain, dan berbagai kehendak universal lainnya, baru akan
terwujud kalau ada file tentang cara-cara pelaksanaannya di dalam otak kita.

Untuk memenuhi kehendak pemenuhan kebutuhan sandang dan pangan, misalnya,


ada orang yang file di dalam otaknya berisikan cara-cara berdagang, atau menjadi
dokter, atau menjadi ahli hukum, atau dengan cara-cara buruk lainnya seperti
mencuri, korupsi, merampok, dsb. Nanti… berdasarkan file cara-cara yang ada di
dalam otak kita inilah kita akan didorong oleh Tuhan ketika kita ingin memenuhi
kebutuhan hidup kita.

Oleh sebab itu hati-hatilah kita dalam memasukkan file-file cara dan metoda
menjalani kehidupan ini ke dalam otak kita. Karena…, begitu suatu cara kita
masukkan ke dalam otak kita dan kita binding pula kepada cara tersebut, maka saat
itu juga kita sebenarnya tengah memilih peran yang akan kita jalankan dalam
kehidupan kita ini. File-file pengetahuan itulah yang akan menentukan peran
peradaban seperti apa akan kita pilih.

Nah…, siapapun yang berhasil membaca kalimat-kalimat Tuhan, bahasa dan


omongan Tuhan yang digeletakkan Tuhan begitu saja di sembarangan tempat di
alam semesta ini, maka dialah yang yang akan menguasai dunia ini. Dia akan
menguasai peradaban. Sedangkan siapa pun yang LALAI, siapapun yang tidak mau
membaca (IQRAA) bahasa dan omongan Tuhan, walau hanya di sebatang pohon
pisang sekali pun, maka dia akan menjadi penonton saja, atau paling tinggi dia
hanya akan menjadi pengekor saja dalam menyusun peradaban umat manusia ini.
Kasihan sekali sebenarnya…!.

Yang tak kalah pentingnya berkenaan dengan file yang harus kita simpan di dalam
otak kita adalah file tentang RASA HATI (SUASANA, HAL, KEADAAN) yang mengalir
di dalam DADA kita dalam merespon suatu aktivitas yang kita lakukan maupun
peristiwa-peristiwa yang menimpa diri kita. Rasa-rasa itu, yang dinamakan orang
juga sebagai suasana emosi seseorang, adalah rasa bahagia, sedih, jijik, takut,
marah, dan terkejut. Inilah yang disebut sebagai enam bentuk emosi dasar umat
manusia yang sangat universal. Siapa pun akan dapat merasakannya tanpa
terkecuali.

Ketika kita membantu orang lain, kemudian ada rasa bahagia yang mengalir di
dalam dada kita yang kalau dibahasakan bisa saja disebut sebagai rasa senang,
simpati, empati, cinta, atau apa sajalah istilahnya, maka rasa bahagia itu lalu
disimpan di dalam otak kita untuk kemudian di retrieve dan dialirkan kembali
kedalam dada kita tatkala kita membantu orang yang lainnya lagi.
Hal yang sama juga akan terjadi seperti itu untuk peristiwa emosional yang lainnya.
Ketika kita beraktivitas atau dikenai sebuah aktivitas, lalu ada suasana berupa rasa
sedih yang mengalir ke dalam dada kita yang pada puncaknya bisa saja membuat
kita menangis, maka suasana sedih itu akan disimpan pula di otak untuk
dimanfaatkan di lain waktu. Rasa jijik, takut, marah dan terkejut yang muncul di
dada kita yang ekpresinya sangat jelas di wajah kita, dan puncaknya juga bisa
menimbulkan rasa tangis, juga akan berulang di lain waktu sebagai respon terhadap
apa-apa yang kita lakukan berikut-berikutnya.

Kejadian pengambilan ulang file-file suasana-suasana RASA HATI ini persis sama
dengan proses saat kita makan jeruk nipis yang sangat asam. Cuma alat yang
dipakai saja yang berbeda. Kalau untuk merasakan masalah-masalah emosional
alatnya adalah DADA, maka untuk menyicipi rasa suatu benda alatnya adalah LIDAH.
Makanya…, sekali kita makan jeruk nipis, dan lidah kita dapat merasakan sentuhan
rasa asamnya, maka di lain waktu kita akan bisa memanggil kembali rasa asam itu
walau hanya dengan sekedar melihat orang lain yang memakan atau mengupasnya.
Iiiicchh…, ngiler juga !.

Begitulah…, ternyata hidup ini, hanyalah proses dimana kita bergerak dari satu
peristiwa emosional ke peristiwa emosional yang lainnya. Dari senang, lalu beralih ke
sedih, kadang-kadang marah, adakalanya jijik, di lain waktu marah pula, sekali-
sekali takut, dan kembali lagi ke rasa senang. Mengalir silih berganti dan terbolak
balik dari waktu kewaktu. Suasana emosi yang berubah-ubah ini dalam bahasa
Arabnya disebut juga dengan istilah QALB (si bolak balik). Untuk menerangkan sifat
saja sebenarnya istilah QALB (QALBU, HATI dalam bahasa Indonesia) itu. Sedangkan
bentuk fisiknya ya…, seluruh DADA kita itulah, yang dalam bahasa Arabnya disebut
dengan SUDUR…!.

Makanya tatkala otak kita hanya dijejali dengan file-file suasana yang sedih-sedih
saja terus menerus, ketika suatu saat kita dihadapkan kepada sebuah permasalahan
yang rumit dan sulit, kita akan lari ke suasana sedih itu kembali, sehingga kita akan
kembali menangis dan meraung-raung tak terkendali.

Sering kita perhatikan di sekeliling kita, misalnya, saat seseorang kehilangan anak
yang dicintainya, mati, maka dia akan menangis hebat dan meronta-ronta tak
terkendali. Bahkan malah ada yang sampai pingsan segala karena tidak kuat
menahan kesedihannya. Dan jika kemudian dia dihadapkan kepada masalah-
masalah berat lainnya, maka dia akan kembali masuk ke ruangan rasa sedih itu
yang telah tersimpan di otaknya dan telah diperkuat pula dari waktu ke waktu setiap
kali dia mengalami permasalahan hidup. Sedih terus. Orang yang terlalu sering
berada dalam ruangan sedih itu, dan dia tidak bisa keluar lagi dari sana, maka
adakalanya syaraf-syaraf otaknya tidak kuat menahan daya rusak rasa kesedihan
itu, sehingga dia kemudian menjadi Gila.

Begitu juga, ketika file suasana emosi puncak yang ada di ruangan otak kita
adalah suasana marah, marah dan marah…. Maka setiap kita dihadapkan kepada
permasalahan hidup, kita akan lari dan lari lagi masuk ke ruangan suasana marah
tersebut. Beda pendapat sedikit saja, marah-marah. Dilihat orang dengan tak
sengaja saja, marah-marah. Beda konsep saja marah-marahan. Dan marah yang
berkepanjangan, seperti halnya juga takut, jijik, dan terkejut berkepanjangan, dan
kita tidak berhasil keluar dari ruangan suasana-suasana itu tadi, maka kita akan
disiksa oleh rasa-rasa itu tadi. Bisa-bisa kita gila pula dibuatnya.

Oleh sebab itu hatilah-hati pulalah kita dalam menyimpan file-file suasana hati itu di
dalam otak kita. Sering-seringlah kita berada di wilayah suasana rasa berbahagia
yang ruangannya adalah sangat luas. Sehingga begitu kita jatuh ke ruangan yang
sempit, yaitu rasa sedih, rasa takut, rasa marah, maka kita akan segera tahu, dan
kita lalu buru-buru untuk mencari tahu tentang bagaimana caranya untuk masuk ke
ruangan bahagia yang begitu luasnya. Dan dari keluasan wilayah bahagia itu,
dengan leluasa kita akan bisa MERAHMATI rasa sedih, rasa takut, rasa marah itu
untuk menghasilkan hal-hal yang bermanfaat.

Proses untuk merahmati suasana-suasana emosional ini disebut juga dengan proses
TADZKIYATUN NAFS, peristiwa Penyucian Diri (Jiwa), yang akan diuraikan pada
bagian lain. Yang intinya adalah bagaimana caranya agar DADA kita bisa berada
dalam suasana lembut, cair, hidup, dan luas yang bukan disebabkan oleh karena
pengaruh benda-benda ataupun alam-alam ciptaan lainnya, ataupun usaha-usaha
kita untuk melembutkannya. Akan tetapi kelembutan dada itu lebih disebabkan oleh
karena semata-mata adanya rahmat dari Tuhan.

Subhannallah…!.

3. Tugas kita yang ketiga sebenarnya cukup sederhana saja, akan tapi dalam
kesederhanaan itu terkandung muatan yang sangat menentukan pula atas peran
yang akan kita ambil dalam merangkai peradaban ini. Tugas itu adalah: “untuk
menjaga agar kita TIDAK mengotori FARJI kita dengan perbuatan zina dan
perbuatan-perbuatan maksiat yang sejenisnya”. Karena farji kita ini ternyata
adalah Baitullah, Rumah Tuhan yang SUCI sebagai tempat Tuhan
mengembangbiakkan umat manusia. Jadi kerjaan kita ini hanyalah untuk menjaga
Rumah Allah yang suci ini agar tetap terjaga kesuciannya sepanjang masa. Simple
saja bukan…?.

Namun begitu, percayalah, bahwa dalam tugas yang kelihatannya sangat sederhana
ini pulalah umat manusia ini banyak, sangat banyak malah, yang keliru dan
terperosok ke dalam lumpur kemaksiatan. Kita keliru dalam menempatkan Daya
Kehendak Suci Tuhan yang mengalir ke dalam farji kita itu ke alamat yang tidak
semestinya, yaitu kepada yang selain suami atau istri (istri-istri, bagi yang
berpoligami) kita.

Sekali kita keliru dalam penempatan daya penciptaan manusia ini, maka file tentang
kekeliruan dan penyelewengan itu akan disimpan pula di dalam otak kita. Dan file
ini secara teratur akan kembali di retrieve pada waktu-waktu dimana daya kehendak
Tuhan untuk menciptakan manusia kembali mengaliri farji kita. Begitu daya itu
muncul, maka file yang ada di otak kita dipanggil. Ada cara seperti apa yang ada di
sana untuk memenuhi kehendak itu. Kalau file yang dominan menyatakan bahwa
pemenuhan dengan cara maksiat jauh lebih menimbulkan sensasi dari pada cara
dengan pasangan kita yang sah, maka seketika itu juga kita akan didorong Tuhan
untuk bermaksiat lagi. Kita seperti punya daya lebih untuk bermaksiat itu. Terus
begitu…, sehingga jadilah kita menjadi ahli maksiat.

Kalau sudah begini, maka kiamat, atau paling tidak prahara, keluarga pastilah akan
segera terjadi. Nggak perlu lama-lama kok untuk terjadinya kehancuran keluarga
itu. Segera…!.

Selesai

Wassalam
Deka

Anda mungkin juga menyukai