Anda di halaman 1dari 3

1.

Makna Keadilan dan Kejujuran dalam al-Qur’an


a. Makna Keadilan
Keadilan adalah kata jadian dari kata “adil” yang terambil dari bahsa Arab
‘adl. kamus-kamus bahasa Arab menginformasikan bahwa kata ini pada mulanya
berarti “sama”. Persamaan tersebut sering dikaitkan dengan hal-hal yang bersifat
immaterial. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, kata “adil” diartikan: 1. Tidak
berat sebelah/tidak memihak. 2. Berpihak kepada keenaran. 3. Sepatutnya/tidak
sewenang-wenang.

Persamaan yang merupakan makna asal kata “adil” itulah yang menjadikan
pelakunya “tidak berpihak”, dan pada dasarnya pula seorang yang adil “berpihak
kepada yang benar” karena baik yang benar maupun yang salah sama-sama harus
memperoleh haknya. Dengan demikian ia melakukan sesuatu yang patut lagi tidak
sewenang-wenang. Keadilan dalam al-Qur’an antara lain dengan kata-kata al-
‘adl, al-qisth, al-mizan, dan dengan menafikan kezaliman, walaupun pengertian
keadilan tidak selalu menjadi antonim kezaliman, ‘adl, yang berarti “sama”,
memberi kesan adanya dua pihak atau lebih; karena jika hanya satu pihak, tidak akan
terjadi persamaan.

Qisth arti asalnya adalah bagian (yang wajar dan patut) ini tidak harus mengantarkan
adanya “persamaan”. Bukankah “bagian” dapat saja diperoleh oleh satu pihak?
Karena itu, kata qisth lebih umum daripada ‘adl, dan karena itu pula ketika al-qur’an
menuntut seseorang untuk berlaku adil terhadap dirinya sendiri, kata qisth itulah
yang digunakannya. Perhatikan firman Allah dalam surat Al-Nisa’ : 135
Artinya
“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak
keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa
dan kaum kerabatmu. jika ia Kaya ataupun miskin, Maka Allah lebih tahu
kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin
menyimpang dari kebenaran. dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau
enggan menjadi saksi, Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui segala
apa yang kamu kerjakan.”

Mizan berasal dari akar kata wazn yang berarti timbangan. Oleh karena itu,
mizan adalah “alat untuk menimbang”. Namun dapat pula berarti “keadilan”, karena
bahasa sering kali menyebut “alat” untuk makna “hasil penggunaan alat itu”. Lebih
tepatnya perbedaan kata al-‘adl, al-Qisth, dan al-Mizan adalah al-‘adl di gunakan
sebagai ayat perintah untuk adil dan kata adil yang terulang 28 kali dalam al-Qur’an
ini tidak ada satupun yang dinisbatkan kepada Allah menjadi sifatnya, berbeda
dengan al-Qisth yang merupakan sifat Allah yang memilki sifat adil, sedang mizan
lebih kepada timbangan (neraca).

b. Makna Kejujuran dalam al-Qur’an


Kejujuran yang dibicarakan dalam makalah ini merupakan terjemahan umum
dari Istilah bahasa arab as-Shidiq. Agar didapatkan pengertian yang tepat tentang
kata as-Shidiq maka pada bagian ini perlu diuraikan pengertian dan gagasan dasar
dari kata Shidiq tersebut baik secara etimologis dan terminologis.

Secara etimologis kata Shidiq adalah bentuk mashdar dari fi’il shodaqo-yasduqu-
shidqon yang berarti lawan dari bohong, awalnya dipergunkan untuk ucapan-ucapan
informatif. Yaitu kesesuaian antara informasi dengan kenyataan atau kesesuaian
pernyataan lisan dengan kenyataan.
Dalam kamus dwi bahasa (Arab-Ingris) didapatkan bahwa as-
Shidiq dipadankan dengan kata-kata
: truth (kebenaran), trueness (betul/benar), truthfullness (keadaan yang
sebenarnya), sincerity (ketulusan, kesungguhan
hati), candor (keterusterangan), waracity (kejujuran, ketelitian), woreetness (cara
yang benar/kebenaran), truly (sungguh-sungguh), realy (benar-benar). As-
shidiq bermakna :
a) kesesuaian antara yang dipersepsi dengan kenyataan.
b) kesesuaian antara informasi disampaikan dengan kenyataan.
c) kesesuaian antara lisan, pikiran, dan perbuatan. As-shidiq juga dimaknai
kejelasan informasi dan kemantapan hati/ sesuatu yang baik yang tidak dikotori oleh
kebohongan dan pengurangan.

Dalam tasawuf as-shidiq dimaknai sebagai.


a) kesesuaian antara yang nampak dan tidak nampak.
b) pernyataan yang benar dalam situasi yang bahaya sekalipun.
c) loyalitas kepada Allah melalui amal.
d) tidak adanya kotoran dalam rohani.
e) ridak adanya keraguan dalam keyakinan dan tidak adanya cacat dalam amalan.

Dalam perspektif tasawuf as-shidiq meliputi aspek mental dan moral. Ia


merupakan pilar segala kebaikan dan merupakan perkembangan dari al-ma’rifah
(pencerahan ruhani).

Berdasarkan keterangan-keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa as-


shidiq (kejujuran) adalah sikap mental dan moral (budaya/kebiasaan) yang
mengedepankan kebenaran, keterusterangan, dan ketulusan. Seseorang dikatakan
jujur apabila dalam menginformasikan sesuatu atau menyatakan sesuatu ia
senantiasa objektif dan apa adanya sesuai dengan fakta. Seseorang dikatakan jujur
dalam berbuat apabila ia melakukan perbuatan tersebut secara sungguh-sungguh dan
tulus sesuai dengan kebenaran yang diyakininya. Seseorang dikatakan jujur dalam
keyakinan apabila loyalitasnya kepada kebenaran yang diyakininya benar-benar
murni, sungguh-sungguh dan tulus.

Orang yang bersikap shidiq disebut shadiq aau shiddiq. Ada beberapa pendapat
tentang perbedaan antara shadiq dan shiddiq, shadiq adalah orang memiliki sifat
jujur dalam salah satu aspek kejujuran saja. Sedangkan shiddiq apabila orang
tersebut jujur dalam seluruh aspek kehidupannya. Adapula yang berpendapat
bahwa shadiq apabila sikap jujur tersebut muncul secara temporal dan belum
menjadi habit, artinya seringkali berlaku jujur tetapi pada saat-saat tertentu iapun
berlaku tidak jujur. Sebaliknya shaddiq berarti kejujuran telah menjadi habitnya

Anda mungkin juga menyukai