O
L
E
H
metabisulfit dan suhu pengeringan terhadap mutu pati biji alpukat yang
dihasilkan.
K4 = 2250 ppm, K5 = 3000 ppm. Faktor II adalah Suhu Pengeringan (S) dengan
15 dengan 2 ulangan.
metabisulfit yang digunakan maka rendemen, kadar air, kadar abu, residu sulfit,
dan nilai organoleptik warna pati biji alpukat semakin besar. Semakin tinggi suhu
pengeringan maka kadar abu dan residu sulfit pati biji alpukat semakin besar,
sedangkan rendemen, kadar air dan nilai organoleptik warna semakin kecil.
berpengaruh nyata terhadap rendemen, kadar abu, dan residu sulfit. Semakin
semakin kecil, sedangkan kadar abu dan residu sulfit semakin besar.
Tulisan berjudul ”Ekstraksi Pati dari Biji Alpukat” ini merupakan hasil
Pada kesempatan ini Penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga
seluruh staf pengajar pada Program Studi Teknologi Hasil Pertanian Fakultas
Pertanian USU yang telah memberikan saran dan arahan kepada Penulis dalam
Penulis tetap berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Prof.Ir. Zulkifli Nasution, M.Sc., PhD Linda Masniary Lubis, STP., M.Si
NIP. 131 570 478 NIP. 132 231 818
Halaman
RINGKASAN ...................................................................................... i
PENDAHULUAN ............................................................................... 1
Biji buah alpukat sampai saat ini hanya dibuang sebagai limbah yang
mengandung zat pati yang cukup tinggi, yakni sekitar 23%. Hal ini
pencemaran lingkungan, juga dapat menciptakan peluang usaha baru. Pati biji
alpukat selanjutnya dapat diolah menjadi berbagai hasil olahan yang mempunyai
nilai jual tinggi, antara lain : dodol, kerupuk, snack, biskuit dan sebagainya
Biji alpukat tergolong besar, terdiri dari dua keping (cotyledon), dan
dilapisi oleh kulit biji yang tipis melekat. Biji tersusun oleh jaringan parenchyma
yang mengandung sel-sel minyak dan butir tepung sebagai bahan cadangan
kandungan air 12,67 %, kadar abu 2,78 %, kandungan mineral 0,54 % lebih tinggi
dari biji buah lainnya. Biji alpukat kaya akan sumber campuran kompleks
tumbuhan, selain buah, batang, dan akar. Pati merupakan penyusun utama
tumbuhan. Pati terdiri atas dua polimer yang berlainan, senyawa rantai lurus,
kimia dan sifat-sifat dari pati biji alpukat dapat dilihat pada Tabel 1.
Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk memanfaatkan biji alpukat
adalah dengan mengekstrak pati dari dalam biji. Masalah utama dalam ekstraksi
pati biji alpukat adalah apabila biji alpukat dihancurkan menghasilkan warna
cokelat sehingga pati yang dihasilkan juga agak cokelat. Untuk menghasilkan pati
biji alpukat dengan warna putih, diperlukan perlakuan khusus pada pengolahan
pati biji alpukat dengan cara perendaman di dalam larutan natrium metabisulfit
(Na2S2O5) agar diperoleh pati biji alpukat dengan mutu yang baik.
Sulfit digunakan dalam bentuk gas SO2, garam Na atau K-sulfit, bisulfit
dan metabisulfit. Bentuk efektifnya sebagai pengawet adalah asam sulfit yang tak
sulfit dapat berinteraksi dengan gugus karbonil. Hasil reaksi itu akan mengikat
dengan asetaldehid membentuk senyawa yang tidak dapat difermentasi oleh enzim
(Cahyadi, 2006).
mengeringkannya. Produk seperti ini mempunyai prospek pasar yang cukup baik.
Kuantitas atau rendemen produk kering dinilai atas dasar kebersihan, kandungan
kebusukan terhambat atau bahkan terhenti sama sekali. Dengan demikian, bahan
volume bahan menjadi lebih kecil sehingga mempermudah dan menghemat ruang
Bahan yang digunakan adalah biji alpukat yang diperoleh dari Pedagang
Kaki Lima Simpang Glugur, Kelurahan Glugur Kota, Medan. Bahan kimia yang
HCl pekat, larutan Natrium tiosulfat 0,1 N. Alat Penelitian yang digunakan adalah
timbangan, oven, beaker glass, aluminium foil, desikator, kain saring, muffle,
krus porselin, gelas ukur, burette, pipet tetes, blender, erlenmeyer, stirrer.
K4 = 2250 ppm, K5 = 3000 ppm. Faktor II adalah Suhu Pengeringan (S) dengan
2 ulangan.
1 liter air). Setiap unit percobaan digunakan 300 gram biji alpukat. Dilakukan
penyaringan dengan menggunakan kain saring untuk mengambil pati dari dalam
jaringan. Apabila endapan telah terbentuk, air bening di atasnya dibuang secara
pelan-pelan agar tidak ada pati yang terbuang. Kemudian dilakukan pencucian
kembali dalam larutan Na2S2O5 sesuai perlakuan pada saat perendaman keempat.
Endapan pati yang diperoleh dikeringkan dalam oven dengan suhu pengeringan
yang sesuai dengan perlakuan. Pati kering digiling dan selanjutnya diayak, dan
dengan parameter, yaitu : rendemen (Rangana, 1987), kadar air (AOAC, 1970),
kadar abu (Soedarmadji, et al., 1989), kadar residu sulfit (AOAC, 1970),
terdapat perbedaan yang nyata, analisis dilanjutkan dengan pengujian beda rataan
nilai organoleptik warna pati biji alpukat. Hasil uji LSR pengaruh konsentrasi
metabisulfit maka rendemen, kadar air, kadar abu, residu sulfit, dan nilai
organoleptik warna pati biji alpukat semakin besar. Rendemen tertinggi terdapat
pada perlakuan K5 (3000 ppm), yaitu sebesar 12,65% dan terendah terdapat pada
(3000 ppm), yaitu sebesar 6% dan terendah terdapat pada K1 (0 ppm) sebesar 4%.
Kadar abu tertinggi terdapat pada perlakuan K5 (3000 ppm), yaitu sebesar 1,2%
dan terendah terdapat pada K1 (0 ppm) dan K2 (750 ppm) sebesar 0,27%.
ppm dan terendah terdapat pada K1 (0 ppm) sebesar 64,46 ppm. Nilai organoleptik
warna tertinggi terdapat pada perlakuan K5 (3000 ppm), yaitu sebesar 3,38 dan
metabisulfit berpengaruh nyata terhadap rendemen, kadar air, kadar abu, residu
sulfit,dan nilai organoleptik warna pati biji alpukat. Hasil uji LSR pengaruh suhu
pengeringan terhadap rendemen, kadar air, kadar abu, residu sulfit,dan nilai
Tabel 3. Uji LSR pengaruh suhu pengeringan terhadap rendemen, kadar air,
kadar abu, residu sulfit, dan nilai organoleptik warna pati biji
alpukat
Suhu Kadar Kadar Residu Organoleptik
Rendemen
Pengeringan Air Abu Sulfit Warna
o (%)
( C) (%) (%) (ppm) (skor)
S1 = 50 oC 14,22 a 6,80 a 0,20 c 68,10 c 2,76 a
o
S2 = 60 C 12,50 b 6,10 a 0,50 b 68,93 b 2,63 b
o
S3 = 70 C 8,72 c 1,50 b 1,02 a 69,76 a 2,52 c
Keterangan : Notasi huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda
nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf
1% (huruf besar) menurut uji LSR
Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa semakin tinggi suhu pengeringan maka
kadar abu dan residu sulfit pati biji alpukat semakin besar sedangkan rendemen,
kadar air, dan nilai organoleptik warna semakin kecil. Rendemen tertinggi
terdapat pada S1 (50oC), yaitu sebesar 14,22% dan terendah terdapat pada
S3 (70oC) sebesar 8,72%. Kadar air tertinggi terdapat pada S1 (50oC), yaitu sebesar
6,80% dan terendah terdapat pada S3 (70oC) sebesar 1,50%. Kadar abu tertinggi
terdapat pada S3 (70oC), yaitu sebesar 1,02% dan terendah terdapat pada S1 (50oC)
69,76 ppm dan terendah terdapat pada S1 (50oC) sebesar 68,10 ppm. Nilai
organoleptik warna tertinggi terdapat pada S1 (50oC), yaitu sebesar 2,76 dan
kadar abu, dan residu sulfit pati biji alpukat. Hasil uji LSR pengaruh interaksi
abu, dan residu sulfit pati biji alpukat ditampilkan pada Tabel 4.
kombinasi perlakuan K4S1 (2250 ppm dan 50oC), yaitu sebesar 14,60% dan
pengeringan terhadap rendemen pati biji alpukat dapat dilihat pada Gambar 1.
15
14
13
12
Rendemen (%)
11
10
S1 S2 S3
pengeringan maka rendemen dari pati biji alpukat semakin meningkat. Menurut
Syafriandi, (2003), kuantitas atau rendemen produk kering dinilai atas dasar
Kadar abu tertinggi terdapat pada kombinasi perlakuan K5S3 (3000 ppm
dan 70oC), yaitu sebesar 2,20% dan kadar abu terendah terdapat pada kombinasi
(750 ppm dan 50oC), K3S1 (1500 ppm dan 50oC), K4S1 (2250 ppm dan 50oC) dan
K5S1 (3000 ppm dan 50oC), yaitu sebesar 0,20%. Hubungan interaksi antara
konsentrasi natrium metabisulfit dan suhu pengeringan terhadap kadar abu dapat
2.5
S1 ; Ŷ = 0.2 ; r = 0
2.0
S2 ; Ŷ = 0.0003 K + 0.06 ; r = 0.7333
S3 ; Ŷ = 0.0007 K + 0.02 ; r = 0.8256
Kadar Abu (%)
1.5
1.0
0.5
0.0
0 750 1500 2250 3000
Konsentrasi Natrium Metabisulfit (ppm)
S1 S2 S3
maka kadar abu semakin meningkat. Menurut Apandi (1984), perlakuan sebelum
pengeringan merusak seluruh thiamin. Yang tidak rusak oleh pengeringan adalah
karoten, riboflavin, niasin dan asam folat; juga Ca dan Fe tidak hilang.
dan 70oC), yaitu sebesar 73,75 ppm dan terendah terdapat pada kombinasi
74
72
70
Residu Sulfit (%)
68
66
S1 S2 S3
maka semakin meningkat residu sulfit pada pati biji alpukat. Menurut Susanto dan
Saneto, (1994), jumlah penyerapan dan penahanan (residu) SO2 dalam bahan yang
dikeringkan dipengaruhi oleh antara lain: varietas, kemasakan dan ukuran bahan,
konsentrasi SO2 yang digunakan, suhu dan waktu sulfuring, suhu, kecepatan
penyimpanan.
Kesimpulan
rendemen, kadar air, kadar abu, residu sulfit, dan nilai organoleptik warna pati
2. Semakin tinggi suhu pengeringan maka kadar abu dan residu sulfit pati biji
alpukat semakin besar, sedangkan rendemen, kadar air dan nilai organoleptik
berpengaruh nyata terhadap rendemen, kadar abu dan residu sulfit. Semakin
semakin kecil, sedangkan kadar abu dan residu sulfit semakin besar.
Saran
biji alpukat dalam natrium metabisulfit dengan konsentrasi 3000 ppm dan
Soekarto, E., 1985. Penilaian Organoleptik untuk Pangan dan Hasil Pertanian.
Bharatara Karya Aksara, Jakarta.
Sudarmadji, S., B. Haryanto dan Suhardi, 1989. Prosedur Analisa untuk Bahan
Makanan dan Pertanian. Liberty, Yogyakarta.