Anda di halaman 1dari 3

KARTINI

Raden Ajeng Kartini lahir pada 21 April tahun 1879 di kota Jepara, Jawa
Tengah. Ia anak salah seorang bangsawan yang masih sangat taat pada adat
istiadat. Setelah lulus dari Sekolah Dasar ia tidak diperbolehkan melanjutkan
sekolah ke tingkat yang lebih tinggi oleh orangtuanya. Kartini kecil sangat sedih
dengan hal tersebut, ia ingin menentang tapi tak berani karena takut dianggap
anak durhaka.(Narator)

(Kartini - Kamar)
Kartini merenung di dalam kamar, mengingat perkataan Ayahnya yang
melarangnya untuk bersekolah lagi karena menurut adat istiadat wanita
seumurannya sudah dipingit. Kartini sedih, kesal, dan masih ingin bersekolah
lagi untuk menambah pengetahuan dan teman.
(Ruang Tamu)

Ayah Kartini: (Bertolak Pinggang Marah)


“Kamu itu sudah waktunya untuk dipingit, kamu itu perempuan. Tidak harus
sekolah tinggi-tinggipun tidak apa-apa.”

Kartini: (Menatap Ayah sedih)


“Tapi Romo. Aku ingin mempunyai banyak pengetahuan dan juga banyak
teman apa itu salah!.”

Ibu Kartini :(Membelai rambut Kartini)


“Kanjeng Ibu mengerti maksud kamu Cah Ayu, tapi adat istiadat itu ndak boleh
dilanggar.”

Untuk menghilangkan kesedihannya, ia mengumpulkan buku-buku pelajaran


dan buku ilmu pengetahuan lainnya yang kemudian dibacanya.Usia 12 tahun
Kartini sudah dipingit. Dalam masa pingitannya ini Kartini banyak
menghabiskan waktunya untuk membaca. (Narator)

(Kartini - Kamar)
Kartini membaca buku. Perlahan membuka lembaran-lembaran buku dan kertas
lain satu persatu kemudian menunduk.

Ibu Kartini :“Seandainya saja aku bisa sekolah pasti akan ada banyak ilmu yang
bisa kudapat dan bisa memiliki banyak teman.”
Suatu hari tepatnya pada tanggal 4 Oktober 1901Kartini menuliskan sebuah
surat kepada Tn.J.H Abendanon dan Ny. Abendon

Ibu Kartini :“Kami disini memohon diusahakan pengajaran dan pendidikan


anak-anak wanita, bukan sekali-kali karena kami menginginkan anak-anak
wanita itu menjadi saingan laki-laki dalam hidupnya. Tapi karena kami yakin
akan pengaruhnya yang besar sekali bagi kaum wanita, agar wanita lebih cakap
melakukan kewajibannya yang diserahkan alam (Sunatullah) sendiri ke
tangannya : menjadi ibu, mendidik manusia yang pertama-tama”.

Pada 12 November 1903 saat usianya 24 tahun kartini kemudian dinikahkan


dengan bupati Rembang K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat.
Keinginan Kartini terus memperjuangkan pendidikan untuk kaum wanita tidak
berhenti sampai disitu. Kartini meminta izin pada suaminya untuk membuka
sekolah bagi kaum wanita. Dan suaminyapun mendukung.(Narator)

Suami Kartini. : (Duduk Membaca Koran)

Kartini: (Berdiri Disamping Suami)


“Kalo aku buat sekolah wanita disini, menurut kang mas bagaimana?.”

Suami Kartini : ( Masih Membaca Buku)


“Yok wis, ra opo – opo. Itu keinginan yang bagus. Aku setuju – setuju saja.”

Kartini tertarik pada kemajuan berpikir wanita Eropa (Belanda, yang waktu itu
masih menjajah Indonesia). Timbul keinginannya untuk memajukan wanita
Indonesia. Wanita tidak hanya didapur tetapi juga harus mempunyai ilmu. Ia
memulai dengan mengumpulkan teman-teman wanitanya untuk diajarkan tulis
menulis dan ilmu pengetahuan lainnya.

Kartini : (Memegang buku,mengajar dalam ruang kelas)“Bagaimana,


sudah mengerti?.”

Murid 1 : ( Mencoba memahami) “Sudah , Terima Kasih ya mba yu.”


Murid 2 : ( Bangkit Berdiri) “Wis ,aku pulang dulu sudah sore.”
Kartini : “Iya Benar, Milaya Pimpin doa yo.”
- Pada 13 September 1904 anak pertama Kartini dilahirkan anak itu diber
nama R.M. Soesalit, namun sayang pada 17 September 1904 Kartini Wafat.
Beberapa hari setelah melahiorkan anak pertamanya. Ia meninggal pada usia 25
Tahun. Kartini dimakamkan di Desa Bulu, Kecamatan Bulu, Rembang.

- Akhirnya berkat kegigihan dan dukungan dari suaminya Kartini mendirikan


sekolah wanita pada tahun 1912 di Semarang kemudian Surabaya, Yogyakarta,
Malang, Madiun, Cirebon dan daerah lainnya.

(Mr.J.H Abendanon - Ruang Tamu)

- Setelah Kartini Wafat, Mr.J.H Abendanon mengumpulkan dan


membukukan surat – surat yang ditulis oleh Kartini kepada kawan – kawannya
di Eropa. Buku itu diberi judul Door Duisternis tot Licht yang arti harfiahnya
"Dari Kegelapan Menuju Cahaya".

Mr.J.H Abendanon: (Membereskan kertas - kertas yang berserakan) “Semua ini


adalah pengalaman berharga.”

- Pada tahun 1922, Balai Pustaka menerbitkannya dalam bahasa Melayu


dengan judul yang diterjemahkan menjadi Habis Gelap Terbitlah Terang.

Walaupun Kartini sudah meninggal namun perjuangannya untuk kaum wanita


akan tetap terus berlanjut. Kartinilah yang membuat terjadinya perubahan pada
kaum wanita saat ini. Emansipasi wanita telah terjadi. Perjuangan selanjutnya
akan dilanjutkan oleh seluruh wanita Indonesia selanjutnya.

-Selamat Jalan Raden Ayu. Jasamu takkan dilupakan

Anda mungkin juga menyukai