Anda di halaman 1dari 2

Dahulu kala, di kota Jepara terdapat kerajaan Jawa yang baru saja mendapat karunia seorang

bayi cantik. Bayi cantik tersebut bernama Raden Ajeng Kartini. Raden Adjeng Kartini, biasa
dipanggil Kartini merupakan putri seorang duke yang kemudian menjadi bupati Jepara, Raden
Mas Adipati Ario Sosroningrat. Ibu dari Kartini adalah Ngasirah, istri pertama Sosroningrat yang
bekerja sebagai guru di sekolah di Telukawur, Jepara.

Ayah Kartini merasa sangat senang karena mendapatkan anak secantik ia. Ayah kartini berkata
kepada istrinya "Istriku, lihatlah dia begitu cantik, wajahnya halus seperti madu,sangat mirip
denganmu". Ibu Kartini pun tersenyum bangga dan berkata "Ya dia sangat menawan, semoga
Tuhan membuat dia setia kepada keluarga kita dan berguna untuk banyak orang". Kedua
orangtuanya berharap, semoga kelak saat dewasa Kartini menjadi sosok yang baik, menebar
kebaikan, dan bermanfaat untuk orang banyak.

Semasa kecil, Kartini tumbuh menjadi gadis ceria, ia bermain dengan yang lain walaupun ia
tumbuh di keluarga kerajaan. Sejak kecil ia tidak pernah membedakan derajat dan sangat ramah
kepada orang lain. Kartini juga tumbuh menjadi anak yang rajin dan bersemangat dalam
menuntut ilmu. Ketika dia berumur 12 tahun, ia dilarang melanjutkan studinya di
Europese Lagere School (ELS) di mana dia juga belajar bahasa Belanda. Larangan untuk
mengejar cita-cita sekolahnya berasal dari orang terdekatnya, ayahnya, karena pada saat itu ia
adalah seorang gadis yang berusia 12 tahun dan ia harus menjalani pengasingan atau kita
bisanya menyebutnya “dipingit”. Kartini merasa tidak terima dengan keputusan ayahnya, ia pun
mencoba berbicara dengan sopan santun kepada ayahnya.
"Bolehkah saya meminta maaf kepada ayah saya karena mengganggu Anda, saya ingin
menanyakan sesuatu untuk Anda." Ucap Kartini kepada ayahnya.

"tidak apa-apa sayang, apa yang ingin kamu tanyakan ?." Balas ayahnya kepada Kartini, ia
merasa Kartini akan mengatakan hal yang begitu penting.

"Maaf ayahku, maukah kau memberitahuku mengapa kau melarang aku untuk pergi ke
sekolah ? Biarkan aku pergi ke sekolah. " Ucap kartini, ayahnya yang mendengar hal itu hanya
bisa menghembuskan nafasnya,ia mencoba untuk memberi pengertian kepada Kartini.
"Sayangku, kamu sekarang berusia 12 tahun, dan sudah waktunya kamu
melakukan pengasingan, ini sudah biasa, kamu harus mengikuti aturan." Kata ayah Kartini
dengan nada tegas, namun itu tidak menciutkan niat Kartini untuk pergi ke sekolah. Ia mencoba
memperjuangkan haknya. “Saya minta maaf ayah, tetapi saya masih ingin pergi ke sekolah,
saya akan merindukan
mereka, guru saya, saya masih ingin belajar, dan saya masih ingin bermain dengan saudara
perempuan saya, Roekmini dan Kardinah.” Setelah Kartini mengatakan hal tersebut, Ayahnya
marah, ia merasa Kartini sudah melawan perintahnya.
“Anda harus mengikuti aturan! Apakah Anda berani menentang kebiasaan kami! " ucapnya
dengan nada keras dan tegas. Mendengar nada kemarahan ayahnya, Kartini hanya bisa pasrah
dan bersedih. Mau tidak mau ia harus mengikuti perintah ayahnya. Karena tidak ada kekuatan
padanya terhadap keinginan ayahnya, Kartini muda terpaksa
melakukan pengasingan. Namun, kartini muda tetap ingin mencari ilmu, menggali keingintahuan
mereka, dan tetap ingin bermanfaat bagi banyak orang.

Selama pengasingan dia menulis surat kepada teman-teman belanda untuk mendapatkan
pengetahuan tentang Eropa tentang hak sebagai manusia terutama wanita.

Kartini: “Saya harus memperbaiki hidup saya, meskipun saat ini saya tidak memiliki hak untuk
berdebat, setidaknya setidaknya wanita lain tidak menderita seperti saya. Ya dan saya harus
memulainya dengan menulis. ” “sepertinya menarik ketika saya mulai menulis surat kepada
teman saya Rosa Abendanon untuk membagikan ilmunya kepada saya.” Ucap Kartini kepada
dirinya sendiri. Walaupun ia sudah dalam pengasingan, ia tetap mencari cara agar tetap bisa
belajar dan mendapatkan ilmu.

Sejak saat itu hubungan antara Rosa dan kartini bekerja terus menerus, Rosa Abendanon
juga sering mengirim mengirim buku dan surat kabar dari Eropa ke Kartini muda agar
pemikirannya menjadi lebih maju. Di surat kabar Eropa mengatakan bahwa perempuan memiliki
posisi yang sama untuk mencapai hak mereka sementara di Indonesia, perempuan berada pada
strata sosial yang sangat rendah.

Kartini: “Rosa kamu adalah sahabat terbaik, nah, sepertinya tidak cukup kalau aku belajar dari
Rosa, aku harus berbagi ini Rosa, aku harus berbagi ini dengan wanita lain, me reka harus
memiliki ini.” ucapnya kepada Rosa melalui surat. Ia pun bertekad untuk membagikan ilmunya
kepada wanita wanita lainnya.

Setelah melakukan pengasingan, ia menikah dengan seorang bupati Rembang bernama


Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat atas pilihan orang tuanya. Pada saat itu Kartini berstatus
sebagai istri kedua dari Bupati Rembang. Namun suaminya sangat mendukung cita-citanya dan
bahkan mengizinkan Kartini membangun sekolah wanita.

Saat sedang duduk berdua, Kartini bertanya kepada suaminya,“Suamiku, maaf jika saya
mengganggu Anda, jika saya boleh bertanya sebagai istri
sang duke, apakah Anda mengizinkan saya membangun sekolah untuk seorang wanita ?".
Suaminya pun tersenyum dan mendukung keinginan istrinya tercinta. “Kartini, jika itu adalah
keinginan Anda, saya akan melakukannya.” ucap suaminya dengan halus. Kartini merasa lega,
dan ia sangat berterimakasih kepada suaminya karena telah mendukungnya.

Selama pernikahannya, Kartini dikaruniai seorang putra bernama Soesalit


Djojoadhiningrat. Kartini meninggal pada usia 25 tahun, empat hari terakhir setelah melahirkan.

Perjuangan Kartini tidak berhenti bahkan setelah kematiannya. Perjuangan dilanjutkan


oleh temannya Rosa Abendanon yang memposting kedua surat itu ke dalam sebuah buku. Buku
itu berjudul "Door Duisternis tot Licht" yang berarti "From the Darkness Int ti "From the Darkness
Into the Light". o the Light".

Pada tahun 1964, Presiden Ir. Soekarno mendeklarasikan tanggal lahir Kartini, pada 21
April sebagai "Hari Kartini" hari nasional Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai