Anda di halaman 1dari 14

PERKEMBANGAN POLITIK DAN EKONOMI PADA MASA

PEMERINTAHAN PRESIDEN B.J. HABIBIE

DISUSUN OLEH :
SANIA RAHMA
XII MIPA 4

SMA NEGERI 3 BANJAR

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya
sehingga makalah Perkembangan Politik dan Ekonomi pada Masa Pemerintahan Presiden B.J. Habibie ini
dapat diselesaikan dengan baik. Tidak lupa shalawat dan salam semoga terlimpahkan kepada Rasulullah
Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya, dan kepada kita selaku umatnya.

Makalah ini kami buat untuk melengkapi tugas mata pelajaran Sejarah Indonesia. Kami ucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah Perkembangan Politik dan
Ekonomi pada Masa Pemerintahan Presiden B.J. Habibie ini. Dan kami juga menyadari pentingnya akan
sumber bacaan dan referensi internet yang telah membantu dalam memberikan informasi yang akan
menjadi bahan makalah.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan arahan serta
bimbingannya selama ini sehingga penyusunan makalah dapat dibuat dengan sebaik-baiknya. Kami
menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah Perkembangan Politik dan Ekonomi pada
Masa Pemerintahan Presiden B.J. Habibie ini sehingga kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun demi penyempurnaan makalah ini.

Kami mohon maaf jika di dalam makalah ini terdapat banyak kesalahan dan kekurangan, karena
kesempurnaan hanya milik Yang Maha Kuasa yaitu Allah SWT, dan kekurangan pasti milik kita sebagai
manusia. Semoga makalah Perkembangan Politik dan Ekonomi pada Masa Pemerintahan Presiden B.J.
Habibie ini dapat bermanfaat bagi kita semuanya.

2
DAFTAR ISI

 KATA PENGANTAR

 DAFTAR ISI

 BAB I  PENDAHULUAN

 A. Biografi BJ HABIBIE

 B. LATAR BELAKANG

 C. Rumusan Masalah

 D. Tujuan

 BAB II  PEMBAHASAN

 A. Pembentukan Kabinet Reformasi Pembangunan

 B. Sidang Istimewa MPR 1998

 C. Reformasi Bidang Politik

 D. Pelaksanaan Pemilu 1999

 E. Pelaksanaan Referendum Timor-Timur

 F. Reformasi Bidang Ekonomi

 G. Reformasi Bidang Hukum

 BAB III  PENUTUP

 A. Kesimpulan

 B. Saran

 DAFTAR PUSTAKA

 Download Contoh Makalah Perkembangan Politik dan Ekonomi pada Masa Pemerintahan
Presiden B.J. Habibie.docx

3
BAB 1

PENDAHULUAN

A.Biografi BJ HABIBIE

Prof. DR (HC). Ing. Dr. Sc. Mult. Bacharuddin Jusuf Habibie atau dikenal sebagai BJ Habibie adalah pria
Pare-Pare (Sulawesi Selatan) kelahiran 25 Juni 1936. Habibie menjadi Presiden ke-3 Indonesia dan
pernah juga sebelumnya menjadi Wakil Presiden RI ke-7.

Di masa kecil, Habibie telah menunjukkan kecerdasan dan semangat tinggi pada ilmu pengetahuan dan
teknologi khususnya Fisika. Selama enam bulan, ia kuliah di Teknik Mesin Institut Teknologi Bandung
(ITB), dan dilanjutkan ke Rhenisch Wesfalische Tehnische Hochscule-Jerman pada 1955. Habibie muda
menghabiskan 10 tahun untuk menyelesaikan studi S-1 hingga S-3 di Aachen-Jerman.

Pak Habibie melanjutkan program doktoral setelah menikahi teman SMA-nya, Ibu Hasri Ainun Besari
pada tahun 1962. Bersama dengan istrinya tinggal di Jerman, Habibie harus bekerja untuk membiayai
biaya kuliah sekaligus biaya rumah tangganya. Habibie mendalami bidang Desain dan Konstruksi
Pesawat Terbang. Tahun 1965, Habibie menyelesaikan studi S-3 nya dan mendapat gelar Doktor
Ingenieur (Doktor Teknik) dengan indeks prestasi summa cum laude.

Berikut biografi singkat BJ Habibie yang perlu kamu ketahui:

Nama Lengkap: Bacharuddin Jusuf Habibie

Alias: Habibie | BJ Habibie

Istri: Hasri Ainun Besari

Agama: Islam

Tempat Lahir: Pare-Pare

Tanggal Lahir: Kamis, 25 Juni 1936

Hobi: Membaca

Warga Negara: Indonesia

A. Latar Belakang

Setelah Presiden Soeharto menyatakan berhenti dari jabatannya sebagai Presiden Republik Indonesia
pada 21 Mei 1998, pada hari itu juga Wakil Presiden B.J. Habibie dilantik menjadi presiden RI ketiga di
bawah pimpinan Mahkamah Agung di Istana Negara. Dasar hukum pengangkatan Habibie adalah
berdasarkan TAP MPR No. VII/MPR/1973 yang berisi “jika presiden berhalangan, maka wakil presiden
ditetapkan menjadi presiden”.

Ketika Habibie naik sebagai Presiden, Indonesia sedang mengalami krisis ekonomi terburuk dalam waktu
30 tahun terakhir, disebabkan oleh krisis mata uang yang didorong oleh hutang luar negeri yang luar
biasa besar sehingga menurunkan nilai rupiah menjadi seperempat dari nilai tahun 1997. Krisis yang

4
telah menimbulkan kebangkrutan teknis terhadap sektor industri dan manufaktur serta sektor finansial
yang hampir ambruk, diperparah oleh musim kemarau panjang yang disebabkan oleh El Nino, yang
mengakibatkan turunnya produksi beras.

Ditambah kerusuhan Mei 1998 telah menghancurkan pusat-pusat bisnis perkotaan, khususnya di
kalangan investor keturunan Cina yang memainkan peran dominan dalam ekonomi Indonesia. Larinya
modal, dan hancurnya produksi serta distribusi barang-barang menjadikan upaya pemulihan menjadi
sangat sulit, hal tersebut menyebabkan tingkat inflasi yang tinggi.

engunduran diri Soeharto telah membebaskan energi sosial dan politik serta frustrasi akibat tertekan
selama 32 tahun terakhir, menciptakan perasaan senang secara umum akan kemungkinan politik yang
sekarang tampak seperti terjangkau. Kalangan mahasiswa dan kelompok-kelompok pro demokrasi
menuntut adanya demokratisasi sistem politik segera terjadi, meminta pemilihan umum segera
dilakukan untuk memilih anggota parlemen dan MPR, yang dapat memilih presiden baru dan wakil
presiden. Di samping tuntutan untuk menyelenggarakan pemilihan umum secepat mungkin, pemerintah
juga berada di bawah tekanan kuat untuk menghapuskan korupsi, kolusi dan nepotisme yang menandai
Orde Baru.

Dalam pidato pertamanya pada tanggal 21 Mei 1998, malam harinya setelah dilantik sebagai Presiden,
pukul 19.30 WIB di Istana Merdeka yang disiarkan langsung melalui RRI dan TVRI, B.J. Habibie
menyatakan tekadnya untuk melaksanakan reformasi. Pidato tersebut bisa dikatakan merupakan
visi kepemimpinan B.J. Habibie guna menjawab tuntutan Reformasi secara cepat dan tepat. Beberapa
poin penting dari pidatonya tersebut adalah kabinetnya akan menyiapkan proses reformasi di ketiga
bidang yaitu:

1. Di bidang politik antara lain dengan memperbarui berbagai perundang-undangan dalam rangka
lebih meningkatkan kualitas kehidupan berpolitik yang bernuansa pada PEMILU sebagaimana
yang diamanatkan oleh Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN).

2. Di bidang hukum antara lain meninjau kembali Undang-Undang Subversi.

3. Di bidang ekonomi dengan mempercepat penyelesaian undang-undang yang menghilangkan


praktik-praktik monopoli dan persaingan tidak sehat.

Di samping itu pemerintah akan tetap melaksanakan semua komitmen yang telah disepakati dengan
pihak luar negeri, khususnya dengan melaksanakan program reformasi ekonomi sesuai dengan
kesepakatan dengan IMF. Pemerintah akan tetap menjunjung tinggi kerja sama regional dan
internasional, seperti yang telah dilaksanakan selama ini dan akan berusaha dalam waktu yang
sesingkat-singkatnya mengembalikan dinamika pembangunan bangsa Indonesia yang dilandasi atas
kepercayaan nasional dan internasional yang tinggi.

Seperti dituturkan dalam pidato pertamanya, bahwa pemerintahannya akan komitmen pada aspirasi
rakyat untuk memulihkan kehidupan ekonomi-sosial, meningkatkan kehidupan politik demokrasi dan
menegakkan kepastian hukum. Maka fokus perhatian pemerintahan Habibie diarahkan pada tiga bidang
tersebut.

B. Rumusan Masalah

5
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan dibahas di dalam makalah tentang
Perkembangan Politik dan Ekonomi pada Masa Pemerintahan Presiden B.J. Habibie ini adalah sebagai
berikut:

1. Bagaimana pembentukan Kabinet Reformasi Pembangunan?

2. Bagaimana jalannya Sidang Istimewa MPR 1998?

3. Bagaimana reformasi bidang politik?

4. Bagaimana pelaksanaan Pemilu 1999?

5. Bagaimana pelaksanaan Referendum Timor-Timur?

6. Bagaimana reformasi bidang ekonomi?

7. Bagaimana reformasi bidang hukum?

C. Tujuan

Adapun tujuan dalam penulisan makalah tentang Perkembangan Politik dan Ekonomi pada Masa
Pemerintahan Presiden B.J. Habibie ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pembentukan Kabinet Reformasi Pembangunan.

2. Untuk mengetahui jalannya Sidang Istimewa MPR 1998.

3. Untuk mengetahui reformasi bidang politik.

4. Untuk mengetahui pelaksanaan Pemilu 1999.

5. Untuk mengetahui pelaksanaan Referendum Timor-Timur.

6. Untuk mengetahui reformasi bidang ekonomi.

7. Untuk mengetahui reformasi bidang hukum.

6
BAB 2

PEMBAHASAN

A. Pembentukan Kabinet Reformasi Pembangunan

Sehari setelah dilantik, B.J. Habibie telah berhasil membentuk kabinet yang diberi nama Kabinet
Reformasi Pembangunan. Kabinet Reformasi Pembangunan terdiri dari 36 Menteri, yaitu 4 Menteri
Negara dengan tugas sebagai Menteri Koordinator, 20 Menteri Negara yang memimpin Departemen,
dan 12 Menteri Negara yang memimpin tugas tertentu. Dalam Kabinet Reformasi Pembangunan
tersebut terdapat sebanyak 20 orang yang merupakan Menteri pada Kabinet Pembangunan era
Soeharto. Kabinet Reformasi Pembangunan terdiri dari berbagai elemen kekuatan politik dalam
masyarakat, seperti dari ABRI, partai politik (Golkar, PPP, dan PDI), unsur daerah, golongan intelektual
dari perguruan tinggi, dan lembaga swadaya masyarakat. Untuk pertama kalinya sejak pemerintahan
Orde Baru, Habibie mengikutsertakan kekuatan sosial politik non Golkar, unsur daerah, akademisi,
profesional dan LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat), sehingga diharapkan terjadi sinergi dari semua
unsur kekuatan bangsa tersebut. Langkah ini semacam rainbow coalition yang terakhir kali diterapkan
dalam Kabinet Ampera.

Pada sidang pertama Kabinet Reformasi Pembangunan, 25 Mei 1998, B.J. Habibie memberikan
pengarahan bahwa pemerintah harus mengatasi krisis ekonomi dengan dua sasaran pokok, yakni
tersedianya bahan makanan pokok masyarakat dan berputarnya kembali roda perekonomian
masyarakat. Pusat perhatian Kabinet Reformasi Pembangunan adalah meningkatkan kualitas,
produktivitas dan daya saing ekonomi rakyat, dengan memberi peran perusahaan kecil, menengah dan
kope Dalam sidang pertama kabinet itu juga, Habibie memerintahkan bahwa departemen-departemen
terkait secepatnya mengambil langkah persiapan dan pelaksanaan reformasi, khususnya menyangkut
reformasi di bidang politik, bidang ekonomi dan bidang hukum. Perangkat perundang-undangan yang
perlu diperbaharui antara lain Undang-Undang Pemilu, Undang-Undang tentang Partai Politik dan
Golkar, UU tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, dan DPRD, UU tentang Pemerintahan Daerah.

Menindaklanjuti tuntutan yang begitu kuat terhadap reformasi politik, banyak kalangan menuntut
adanya amandemen UUD 1945.Tuntutan amandemen tersebut berdasarkan pemikiran bahwa salah satu
sumber permasalahan dalam penyelenggaraan pemerintahan negara selama ini ada pada UUD 1945.
UUD 1945 memberikan kekuasaan yang sangat besar kepada presiden, tidak adanya check and balances
system, terlalu fleksibel, sehingga dalam pelaksanaannya banyak yang disalah gunakan, pengaturan hak
asasi manusia yang minim dan kurangnya pengaturan mengenai pemilu dan mekanisme demokrasi.

rasi, karena terbukti memiliki ketahanan ekonomi dalam menghadapi krisis.

Dalam sidang pertama kabinet itu juga, Habibie memerintahkan bahwa departemen-departemen terkait
secepatnya mengambil langkah persiapan dan pelaksanaan reformasi, khususnya menyangkut reformasi
di bidang politik, bidang ekonomi dan bidang hukum. Perangkat perundang-undangan yang perlu
diperbaharui antara lain Undang-Undang Pemilu, Undang-Undang tentang Partai Politik dan Golkar, UU
tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, dan DPRD, UU tentang Pemerintahan Daerah.

7
Menindaklanjuti tuntutan yang begitu kuat terhadap reformasi politik, banyak kalangan menuntut
adanya amandemen UUD 1945.Tuntutan amandemen tersebut berdasarkan pemikiran bahwa salah satu
sumber permasalahan dalam penyelenggaraan pemerintahan negara selama ini ada pada UUD 1945.
UUD 1945 memberikan kekuasaan yang sangat besar kepada presiden, tidak adanya check and balances
system, terlalu fleksibel, sehingga dalam pelaksanaannya banyak yang disalah gunakan, pengaturan hak
asasi manusia yang minim dan kurangnya pengaturan mengenai pemilu dan mekanisme demokrasi.

B. Sidang Istimewa MPR 1998

Di tengah maraknya gelombang demonstrasi mahasiswa dan desakan kaum intelektual terhadap
legitimasi pemerintahan Habibie, pada 10-13 November 1998, MPR mengadakan Sidang Istimewa untuk
menetapkan langkah pemerintah dalam melaksanakan reformasi di segala bidang. Beberapa hasil yang
dijanjikan pemerintah dalam menghadapi tuntutan keras dari mahasiswa dan gerakan reformasi telah
terwujud dalam ketetapan-ketetapan yang dihasilkan MPR, antara lain:

1. Terbukanya kesempatan untuk mengamendemen UUD 1945 tanpa melalui referendum.

2. Pencabutan keputusan P4 sebagai mata pelajaran wajib (Tap MPR No. XVIII/MPR/1998).

3. Masa jabatan presiden dan wakil presiden dibatasi hanya sampai dua kali masa tugas, masing-
masing lima tahun (Tap MPR No. XIII/ MPR/1998).

4. Agenda reformasi politik meliputi pemilihan umum, ketentuan untuk memeriksa kekuasaan
pemerintah, pengawasan yang baik dan berbagai perubahan terhadap Dwifungsi ABRI.

5. Tap MPR No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia, mendorong kebebasan mengeluarkan
pendapat, kebebasan pers, kebebasan berserikat, dan pembebasan tahanan politik dan
narapidana politik.

C. Reformasi Bidang Politik


Sesuai dengan Tap MPR No. X/MPR/1998, Kabinet Reformasi Pembangunan telah
berupaya melaksanakan sejumlah agenda politik, yaitu merubah budaya politik yang diwariskan
oleh pemerintahan sebelumnya, seperti pemusatan kekuasaan, dilanggarnya prinsip-prinsip
demokrasi, terbatasnya partisipasi politik rakyat, menonjolnya pendekatan represif yang
menekankan keamanan dan stabilitas, serta terabaikannya nilai-nilai Hak Asasi Manusia dan
prinsip supremasi hukum.
Beberapa hal yang telah dilakukan B.J Habibie adalah:
1. Diberlakukannya Otonomi Daerah yang lebih demokratis dan semakin luas. Dengan kebijakan
desentralisasi dan otonomi daerah serta perimbangan keuangan antara pusat dan daerah,
diharapkan akan meminimalkan ancaman disintegrasi bangsa. Otonomi daerah ditetapkan
melalui Ketetapan MPR No. XV/MPR/1998.
2. Kebebasan berpolitik dilakukan dengan pencabutan pembatasan partai politik. Sebelumnya.
Dengan adanya kebebasan untuk mendirikan partai politik, pada pertengahan bulan Oktober
1998 sudah tercatat sebanyak 80 partai politik dibentuk. Menjelang Pemilihan Umum, partai
politik yang terdaftar mencapai 141 partai. Setelah diverifikasi oleh Komisi Pemilihan Umum

8
menjadi sebanyak 95 partai, dan yang berhak mengikuti Pemilihan Umum sebanyak 48 partai
saja. Dalam hal kebebasan berpolitik, pemerintah juga telah mencabut larangan
mengeluarkan pendapat, berserikat, dan mengadakan rapat umum.
3. Pencabutan ketetapan untuk meminta Surat Izin Terbit (SIT) bagi media massa cetak,
sehingga media massa cetak tidak lagi khawatir dibredel melalui mekanisme pencabutan
Surat Izin Terbit. Hal penting lainnya dalam kebebasan mengeluarkan pendapat bagi pekerja
media massa adalah diberinya kebebasan untuk mendirikan organisasi-organisasi profesi.
Pada era Soeharto, para wartawan diwajibkan menjadi anggota satu-satunya organisasi
persatuan wartawan yang dibentuk oleh pemerintah. Sehingga merasa selalu dikontrol dan
dikendalikan oleh pemerintah.
4. Dalam hal menghindarkan munculnya penguasa yang otoriter dengan masa kekuasaan yang
tidak terbatas, diberlakukan pembatasan masa jabatan Presiden. Seorang warga negara
Indonesia dibatasi menjadi Presiden sebanyak dua kali masa jabatan saja.

D. Pelaksanaan Pemilu 1999


Pelaksanaan Pemilu 1999, boleh dikatakan sebagai salah satu hasil terpenting lainnya
yang dicapai Habibie pada masa kepresidenannya. Pemilu 1999 adalah penyelenggaraan pemilu
multipartai (yang diikuti oleh 48 partai politik). Sebelum menyelenggarakan pemilu yang
dipercepat itu, pemerintah mengajukan RUU tentang partai politik, tentang pemilu, dan tentang
susunan dan kedudukan MPR, DPR, dan DPRD. Setelah RUU disetujui DPR dan disahkan menjadi
UU, presiden membentuk Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang anggota-anggotanya terdiri dari
wakil partai politik dan wakil pemerintah. Hal yang membedakan pemilu 1999 dengan pemilu
sebelumnya (kecuali pemilu 1955) adalah dikuti oleh banyak partai politik. Ini dimungkinkan
karena adanya kebebasan untuk mendirikan partai politik. Dengan masa persiapan yang
tergolong singkat, pelaksanaan pemungutan suara pada pemilu 1999 ini dapat dikatakan sesuai
dengan jadwal, 7 Juni 1999.
Tidak seperti yang diprediksi dan dikhawatirkan oleh banyak pihak, ternyata pemilu 1999
bisa terlaksana dengan damai tanpa ada kekacauan yang berarti meski dikuti partai yang jauh
lebih banyak, pemilu kali ini juga mencatat masa kampanye yang relatif damai dibandingkan
dengan pemilu sebelumnya. Berdasarkan laporan Komisi Pemilihan Umum (KPU), hanya 19
orang meninggal semasa kampanye, baik karena kekerasan maupun kecelakaan dibanding
dengan 327 orang pada pemilu 1997 yang hanya diikuti oleh tiga partai. Ini juga menunjukkan
rakyat kebanyakan lebih rileks melihat perbedaan. Pemilu 1999, dinilai oleh banyak pengamat
sebagai Pemilu yang paling demokratis dibandingkan 6 kali pelaksanaan Pemilu sebelumnya.
Berdasarkan keputusan KPU, Panitia Pemilihan Indonesia (PPI), pada 1 September 1999, melakukan
pembagian kursi hasil pemilu. Hasil pembagian kursi itu menunjukkan lima partai besar menduduki 417
kursi di DPR, atau 90,26 % dari 462 kursi yang diperebutkan. PDI-P muncul sebagai pemenang pemilu
dengan meraih 153 kursi. Golkar memperoleh 120 kursi, PKB 51 Kursi, PPP 48 kursi, dan PAN 34 kursi.

E. Pelaksanaan Referendum Timor-Timur

Satu peristiwa penting yang terjadi pada masa pemerintahan Presiden B.J. Habibie adalah diadakannya
Referendum bagi rakyat Timor-Timur untuk menyelesaikan permasalahan Timor-Timur yang
merupakan warisan dari pemerintahan sebelumnya. Harus diakui bahwa integrasi Timor-Timur (Tim-

9
Tim) ke wilayah RI tahun 1975 yang dikukuhkan oleh TAP MPR No.VI/M7PR/1978, atas kemauan
sebagian warga Timor-Timur tidak pernah mendapat pengakuan internasional. Meskipun sebenarnya
Indonesia tidak pernah mengklaim dan berambisi menguasai wilayah Tim-Tim. Banyak pengorbanan
yang telah diberikan bangsa Indonesia, baik nyawa maupun harta benda, untuk menciptakan
perdamaian dan pembangunan di Tim-Tim, yang secara historis memang sering bergejolak antara yang
pro integrasi dengan yang kontra. Subsidi yang diberikan oleh pemerintah pusat bahkan melebihi dari
apa yang diberikan kepada provinsi-provinsi lain untuk mengejar ketertinggalan. Namun sungguh
disesalkan bahwa segala upaya itu tidak pernah mendapat tanggapan yang positif, baik di lingkungan
internasional maupun di kalangan masyarakat Timor-Timur sendiri.

Di berbagai forum internasional posisi Indonesia selalu dipojokkan. Sebanyak 8 resolusi Majelis Umum
PBB dan 7 resolusi Dewan Keamanan PBB telah dikeluarkan. Indonesia harus menghadapi kenyataan
bahwa untuk memulihkan citra Indonesia, tidak memiliki pilihan lain kecuali berupaya menyelesaikan
masalah Timor-Timur dengan cara-cara yang dapat diterima oleh masyarakat internasional. Dalam
perundingan Tripartit Indonesia menawarkan gagasan segar, yaitu otonomi yang luas bagi Timor-Timur.
Gagasan itu disetujui oleh Portugal namun dengan prinsip yang berbeda, yaitu otonomi luas ini sebagai
solusi antara (masa transisi antara 5-10 tahun) bukan solusi akhir seperti yang ditawarkan Indonesia.
Pihak-pihak yang tidak menyetujui integrasi tetap menginginkan dilakukan referendum, untuk
memastikan rakyat ‘Timor-Timur memilih otonomi atau kemerdekaan.

Bagi Indonesia adalah lebih baik menyelesaikan masalah Timor-Timur secara tuntas, karena akan sulit
mewujudkan Pemerintahan Otonomi Khusus, sementara konflik terus berlarut-larut dan masing-masing
pihak yang bertikai akan menyusun kekuatan untuk memenangkan referendum. Karena itu, melalui
kajian yang mendalam dan setelah berkonsultasi dengan pimpinan DPR dan fraksi-fraksi DPR,
pemerintah menawarkan alternatif lain. Jika mayoritas rakyat Timor-Timur menolak Otonomi Luas
dalam sebuah “jajak pendapat”, maka adalah wajar dan bijaksana bahkan demokratis dan
konstitusional, jika pemerintah mengusulkan Opsi kedua kepada Sidang Umum MPR, yaitu
mempertimbangkan pemisahan Timor-Timur dari NKRI secara damai, baik-baik dan terhormat.

Rakyat Timor-Timur melakukan jajak pendapat pada 30 Agustus 1999 sesuai dengan Persetujuan New
York. Hasil jajak pendapat yang diumumkan PBB pada 4 September 1999, adalah 78.5% menolak dan
21,5% menerima. Setelah jajak pendapat ini telah terjadi berbagai bentuk kekerasan, sehingga demi
kemanusiaan Indonesia menyetujui percepatan pengiriman pasukan multinasional di Timor–Timur.

Sesuai dengan nilai-nilai dasar yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945, bahwa kemerdekaan
adalah hak segala bangsa, maka Presiden Habibie mengharapkan MPR berkenan membahas hasil jajak
pendapat tersebut dan menuangkannya dalam ketetapan yang memberikan pengakuan terhadap
keputusan rakyat Timor-Timur. Sesuai dengan perjanjian New York, ketetapan tersebut mensahkan
pemisahan Timor-Timur dan RI secara baik, terhormat dan damai, untuk menunjukkan kepada dunia
bahwa Indonesia adalah bagian dari masyarakat internasional yang bertanggung jawab, demokratis, dan
menjunjung tinggi hak asasi manusia.

F. Reformasi Bidang Ekonomi

Sesuai dengan Tap MPR tentang pokok-pokok reformasi yang menetapkan dua arah kebijakan pokok di
bidang ekonomi, yaitu penanggulangan krisis ekonomi dengan sasaran terkendalinya nilai rupiah dan
tersedianya kebutuhan bahan pokok dan obat-obatan dengan harga terjangkau, serta berputarnya roda

10
perekonomian nasional, dan pelaksanaan reformasi ekonomi. Kebijakan ekonomi Presiden B.J. Habibie
dilakukan dengan mengikuti saran-saran dari Dana Moneter Internasional yang dimodifikasi dengan
mempertimbangkan kondisi perekonomian Indonesia yang semakin memburuk. Reformasi ekonomi
mempunyai tiga tujuan utama yaitu:

1. Merestrukturisasi dan memperkuat sektor keuangan dan perbankan.

2. Memperkuat basis sektor riil ekonomi.

3. Menyediakan jaringan pengaman sosial bagi mereka yang paling menderita akibat krisis.

Secara perlahan presiden Habibie berhasil membawa perekonomian melangkah ke arah yang jauh lebih
baik dibandingkan dengan keadaan ekonomi yang sangat buruk, ketika terjadinya pengalihan
kepemimpinan nasional dari Soeharto kepada Habibie. Pemerintahan Habibie berhasil menurunkan laju
inflasi dan distribusi kebutuhan pokok mulai kembali berjalan dengan baik. Selain itu, yang paling
signifikan adalah nilai tukar rupiah mengalami penguatan secara simultan hingga menyentuh Rp.
6.700,-/dolar AS pada bulan Juni 1999. Padahal pada bulan yang sama tahun sebelumnya masih sekitar
Rp. 15.000,-/dolar AS. Meski saat naiknya eskalasi politik menjelang Sidang Umum MPR rupiah sedikit
melemah mencapai Rp. 8.000,-/dolar AS.

Sesuai TAP MPR No. X/MPR/1998 tentang penanggulangan krisis di bidang sosial budaya yang terjadi
sebagai akibat dan krisis ekonomi, Pemerintah telah melaksanakan Program Jaring Pengaman Sosial
(JPS). Program Jaring Pengaman Sosial, terutama di bidang kesehatan dan pendidikan, telah banyak
membantu masyarakat miskin dalam situasi krisis. Pada masa Presiden B.J. Habibie pembangunan
kelautan Indonesia mendapat perhatian yang cukup besar. Pembangunan kelautan merupakan segala
sesuatu yang berkaitan dengan pembangunan wilayah perairan Indonesia sebagai wilayah kedaulatan
dan yurisdiksi nasional untuk didayagunakan dan dimanfaatkan bagi kesejahteraan dan ketahanan
bangsa Indonesia.

G. Reformasi Bidang Hukum

Sesuai Tap MPR No. X/MPR/1998 reformasi di bidang hukum diarahkan untuk menanggulangi krisis dan
melaksanakan agenda reformasi di bidang hukum yang sekaligus dimaksudkan untuk menunjang upaya
reformasi di bidang ekonomi, politik dan sosial budaya. Keberhasilan menyelesaikan 68 produk
perundang-undangan dalam waktu yang relatif singkat, yaitu hanya dalam waktu 16 bulan. Setiap bulan
rata-rata dapat dihasilkan sebanyak 4,2 undang-undang yang jauh melebihi angka produktivitas legislatif
selama masa Orde Baru yang hanya tercatat sebanyak 4,07 undang-undang per tahun (0,34 per bulan).
Untuk meningkatkan kinerja aparatur penegak hukum, organisasi kepolisian telah dikembangkan
keberadaannya sehingga terpisah dari organisasi Tentara Nasional Indonesia. Dengan demikian, fungsi
kepolisian negara dapat lebih terkait ke dalam kerangka sistem penegakan hukum.

Tekad untuk mengadakan reformasi menyeluruh dalam kehidupan nasional, telah berulang kali
ditegaskan oleh B.J Habibie bahwa Undang-Undang Dasar 1945 sebagai hukum dasar tertinggi negara
yang selama ini seakan-akan disakralkan haruslah ditelaah kembali untuk disempurnakan sesuai dengan
kebutuhan zaman. Penyempurnaan Undang-Undang Dasar dipandang penting untuk menjamin agar
pemerintahan di masa-masa yang akan datang semakin mengembangkan sesuai dengan semangat
demokrasi dan tuntutan ke arah perwujudan masyarakat madani yang dicita-citakan. Untuk itu pada era

11
pemerintahan B.J. Habibie Ketetapan MPR No. 11/1978 mengenai keharusan dilakukannya referendum
terlebih dahulu sebelum diberlakukannya amandemen terhadap Undang-undang Dasar dicabut.

Pada tanggal 1 sampai 21 Oktober 1999, diadakan Sidang Umum MPR hasil pemilu 1999. Tanggal 1
Oktober 1999, 700 anggota DPR/MPR periode 1999-2004 dilantik. Lewat mekanisme voting, Amin Rais
dari Partai Amanat Nasional (PAN) terpilih sebagai Ketua MPR dan Akbar Tanjung dari Partai Golkar
terpilih sebagai Ketua DPR. Pada 14 Oktober 1999, Presiden B.J. Habibie menyampaikan pidato
pertanggungjawabannya di depan Sidang Umum MPR. Dalam pemandangan umum fraksi-fraksi atas
pidato pertanggung jawaban Presiden Habibie tanggal 15-16 Oktober 1999, dari sebelas fraksi yang
menyampaikan pemandangan umumnya, hanya empat fraksi yang secara tegas menolak, sedangkan
enam fraksi lainnya masih belum menentukan putusannya. Kebanyakan fraksi itu memberikan catatan
serta pertanyaan balik atas pertanggungjawaban Habibie itu. Pada umumnya masalah yang dipersoalkan
adalah masalah Timor-Timur, pemberantasan KKN, masalah ekonomi dan masalah Hak Asasi Manusia.

Setelah mendengar jawaban Presiden Habibie atas pemandangan umum fraksi-fraksi, MPR dalam
sidangnya tanggal 20 Oktober 1999, dini hari akhirnya menolak pertanggungjawaban Presiden Habibie
melalui proses voting. Tepat pukul 00.35 Rabu dini hari, Ketua MPR Amin Rais menutup rapat paripurna
dengan mengumumkan hasil rapat bahwa pertanggungjawaban Presiden Habibie ditolak pagi harinya,
20 Oktober 1999, pada pukul 08.30 di rumah kediamannya. Presiden Habibie memperlihatkan sikap
kenegarawanannya dengan menyatakan bahwa dia ikhlas menerima keputusan MPR yang menolak
laporan pertanggung jawabannya. Pada kesempatan itu, Habibie juga menyatakan mengundurkan diri
dari pencalonan presiden periode berikutnya.

Pada 20 Oktober 1999, Rapat Paripurna ke-13 MPR dengan agenda pemilihan presiden dilaksanakan.
Beberapa calon di antaranya adalah Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarnoputri dan Yusril Ihza
Mahendra. Calon yang disebut terakhir menyatakan pengunduran dirinya beberapa saat menjelang
dilaksanakannya voting pemilihan presiden. Lewat dukungan poros tengah (koalisi partai-partai Islam)
Abdurrahman Wahid memenangkan pemilihan presiden melalui proses pemungutan suara. Ia
mengungguli Megawati yang didukung oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang
notabene adalah pemenang pemilu 1999. Peristiwa ini menandai berakhirnya kekuasaan Presiden
Habibie yang hanya berlangsung singkat kurang lebih 17 bulan.

12
BAB 2

PENUTUP

A. Kesimpulan

Tugas yang diemban oleh Presiden B.J. Habibie adalah memimpin pemerintahan transisi untuk
menyiapkan dan melaksanakan agenda reformasi yang menyeluruh dan mendasar, serta sesegera
mungkin mengatasi kemelut yang sedang terjadi. Naiknya B.J. Habibie ke singgasana kepemimpinan
nasional diibaratkan menduduki puncak Gunung Merapi yang siap meletus kapan saja. Gunung itu akan
meletus jika berbagai persoalan politik, sosial dan psikologis, yang merupakan warisan pemerintahan
lama tidak diatasi dengan segera.

Menjawab kritik-kritik atas dirinya yang dinilai sebagai orang tidak tepat menangani keadaan Indonesia
yang sedang dilanda krisis yang luar biasa. B.J. Habibie berkali-kali menegaskan tentang komitmennya
untuk melakukan reformasi di bidang politik, hukum dan ekonomi. Secara tegas Habibie menyatakan
bahwa kedudukannya sebagai presiden adalah sebuah amanat konstitusi. Dalam menjalankan tugasnya
ini ia berjanji akan menyusun pemerintahan yang bertanggung jawab sesuai dengan tuntutan perubahan
yang digulirkan oleh gerakan reformasi tahun 1998. Pemerintahnya akan menjalankan reformasi secara
bertahap dan konstitusional serta komitmen terhadap aspirasi rakyat untuk memulihkan kehidupan
politik yang demokratis dan meningkatkan kepastian hukum.

B. Saran

Memahami sebab dan akibat terjadinya peristiwa reformasi 1998 dapat memberikan pelajaran penting
bagi perubahan sistem demokrasi dan upaya memperbaiki kehidupan berbangsa dan bernegara di masa
mendatang. Pemerintahan pada era reformasi berupaya untuk memberantas berbagai kasus KKN dan
hal ini merupakan langkah yang patut dilanjutkan oleh pemerintahan berikutnya untuk menciptakan
pemerintahan yang bersih dan berwibawa sebagai salah satu upaya untuk menegakkan hukum.

DAFTAR PUSTAKA

Abdurakhman, dkk. 2015. Sejarah Indonesia untuk Kelas XII. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan.

Gonggong, Anhar & Musa Asy’arie. 2005. Sketsa Perjalanan Bangsa Berdemokrasi. Jakarta: Departemen
Komunikasi dan Informatika.

Prawiro, Radius. 2004. Pergulatan Indonesia Membangun Ekonomi, Pragmatisme dalam Aksi. Jakarta:
Primamedia Pustaka.

Ricklefs, MC. 2010. Sejarah Indonesia Modern 1200-2004. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta.

13
14

Anda mungkin juga menyukai