Anda di halaman 1dari 5

MASA PEMERINTAHAN BJ HABIBIE

PEMERINTAHAN B.J. HABIBIE


(21-MEI-1998 s/d    21-OKTOBER 1999)
Pada tanggal 20 Mei 1998, Presiden Soeharto mengundang tokoh-tokoh
bangsa Indonesia untuk dimintai pertimbangannya dalam rangka membentuk
Dewan Reformasi yang akan diketuai oleh Presiden Soeharto, namun
mengalami kegagalan. Pada tanggal itu pula, Gedung DPR/MPR semakin penuh
sesak oleh para mahasiswa dengan tuntutan tetap yaitu reformasi dan turunnya
Soeharto dari kursi kepresidenan.
          Pada tanggal 21 Mei 1998, pukul 10.00 WIB bertempat di Istana Negara,
Presiden Soeharto meletakkan jabatannya sebagai presiden dihadapan ketua dan
beberapa anggota dari Mahkamah Agung. Pada tanggal itu pula, dan
berdasarkan Pasal 8 UUD 1945. Presiden menunjuk Wakil Presiden B.J.
Habibie untuk menggantikannya menjadi presiden, serta pelantikannya
dilakukan di depan Ketua Mahkamah Agung dan para anggotanya. Maka sejak
saat itu, Presiden Republik Indonesia dijabat oleh B.J. Habibie sebagai presiden
yang ke-3.
          Naiknya Habibie menjadi presiden menggantikan Presiden Soeharto
menjadi polemik dikalangan ahli hukum. Sebagian ahli menilai hal itu
konstitusional, namun ada juga yang berpendapat inkonstitusional. Adanya
perbedaan pendapat itu disebabkan karena hukum yang kita miliki kurang
lengkap, sehingga menimbulkan interpretasi yang berbeda-beda. Diantara
mereka menyatakan pengangkatan Habibie menjadi presiden konstitusional,
berpegang pada Pasal 8 UUD 1945 yang menyatakan bahwa “Bila Presiden
mangkat, berhenti atau tidak dapat melakukan kewajibannya, ia diganti oleh
Wakil Presiden sampai habis waktunya”. Tetapi yang menyatakan bahwa
naiknya Habibie sebagai presiden yang inkonstitusional berpegang pada
ketentuan Pasal 9 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa “Sebelum presiden
memangku jabatan maka presiden harus mengucapkan sumpah atau janji di
depan MPR atau DPR”. Sementara, Habibie tidak melakukan hal itu dan ia
mengucapkan sumpah dan janji di depan Mahkamah Agung dan personil MPR
dan DPR yang bukan bersifat kelembagaan.
          Dalam ketentuan lain yang terdapat pada Tap MPR No. VII/MPR/1973,
memungkinkan bahwa sumpah dam janji itu diucapkan didepan Mahkamah
Agung. Namun, pada saat Habibie menerima jabatan sebagai presiden tidak ada
alasan bahwa sumpah dan janji presiden dilakukan di depan MPR atau DPR,
Artinya sumpah dan janji presiden dapat dilakukan di depan rapat DPR,
meskipun saat itu Gedung MPR/DPR masih diduduki dan dikuasai oleh para
mahasiswa. Bahkan Soeharto seharusnya mengembalikan dulu mandatanya
kepada MPR, yang mengangkatnya menjadi presiden.
          Apabila dilihat dari segi hukum materiil, maka naiknya Habibie menjadi
presiden adalah sah dan konstitusional. Namun secara hukum formal hal itu
tidak konstitusional, sebab perbuatan hukum yang sangat penting yaitu
pelimpahan wewenang atau kekuasaan dari Soeharto kepada Habibie harus
melalui acara resmi yang konstitusional. Apabila perbuatan hukum itu
dihasilkan dari acara yang tidak konstitusional, maka perbuatan hukum itu
menjadi tidak sah. Pada saat itu memang DPR tidak memungkinkan untuk
bersidang, karena Gedung DPR/MPR diduduki oleh puluhan ribu mahasiswa
dan para cendekiawan. Dengan demikian, hal ini dapat dinyatakan sebagai suatu
alasan yang kuat dan hal itu harus dinyatakan sendiri oleh DPR.
          Habibie yang menjabat sebagai presiden menghadapi keberadaan
Indonesia yang serba parah, baik dari segi ekonomi, politik, sosial dan budaya.
Oleh karena itu, langkah-langkah yang dilakukan oleh Habibie adalah berusaha
untuk mengatasi krisis ekonomi dan politik. Dalam menghadapi krisis itu,
pemerintah Habibie sangat berhati-hati terutama dalam pengelolaannya, sebab
dampak yang ditimbulkannya dapat mengancam integrasi bangsa. Untuk
menjalankan pemerintahan, presiden habibie tidak mungkin dapat
melaksanaknnya sendiri tanpa dibantu oleh menteri-menteri  dan kabinetnya.
Oleh karena itu, Habibie membentuk kabinet.
          Pada tanggal 22 Mei 1998, Presiden Republik Indonesia yang ketiga B.J.
Habibie membentuk kabinet baru yang dinamakan Kabinet Reformasi
Pembangunan. Kabinet itu terdiri atas 16 orang menteri, dan para menteri itu
diambil dari unsur-unsur militer (ABRI), Golkar, PPP, PDI. Pada tanggal 25
Mei 1998 diselenggarakan pertemuan pertama kabinet habibie. Pertemuan ini
berhasil membentuk Komite untuk merancang undang-undang politik yang
lebih longgar dalam waktu satu tahun dan menyetujui pembatasan masa jabatan
presiden yaitu maksimal 2 periode (satu periode lamanya 5 tahun). Upaya
terebut mendapat sambutan positif, tetapi dedakan agar pemerintah Habibie
dapat merealisasikan agenda reformasi tetap muncul.
          Dalam pemerintahannya B.J. Habibie berusaha untuk melakukan
pembaharuan-pembaharuan dalam beberapa bidang demi untuk menciptakan
kehidupan masyarakat yang sejahterah dan sesuai dengan UUD 1945. Adapun
pembaharuan yang dilakukan oleh B.J. Habibie antara lain,
1.)  Bidang Ekonomi
Untuk menyelesaikan krisis moneter dan perbaikan ekonomi Indonesia, B.J.
Habibie melakukan langkah-langkah sebagai berikut :
        Merekapitulasi perbankan.
        Melikuidasi beberapa bank yang bermasalah.
        Menaikkan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika serikat hingga dibawah
Rp.10.000,-.
        Mengimplementasikan reformasi ekonomi yang diisyaratkan oleh IMF.
        Merekonstruksi perekonomian Indonesia.
        Membentuk lembaga pemantau dan penyelesaian masalah utang luar negeri.
        Mengesahkan UU No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktik. Monopoli dan
Persaingan yang Tidak Sehat.
        Mengesahkan UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

2.)   Bidang Politik
        Memberi kebebasan pada rakyat untuk menyalurkan aspirasinya sehingga
banyak bermunculan partai-partai politik yang baru sebanyak 45 parpol.
        Membebaskan narapidana politik seperti Sri Bintang Pamungkas dan Moch.
Pakpahan.
        Mencabut larangan berdirinya serikat-serikat buruh independen.
        Membentuk tiga undang-undang demokratis yaitu,
(1)  UU No. 2 tahun 1999 tentang Partai Politik
(2)  UU No. 3 tahun 1999 tentang Pemilu
(3)  UU No. 4 tahun 1999 tentang Susduk DPR/MPR
        Menetapkan 12 ketetapan MPR dan ada 4 ketetapan yang mencerminkan
jawaban dari tuntutan reformasi yaitu,
(1)  Tap No. VIII/MPR/1998 tentang Pencabutan Tap No. IV/MPR/1983 tentang
Referendum.
(2)  Tap No. XVIII/MPR/1998 tentang Pencabutan Tap No. II/MPR/1978 tentang
Pancasila Sebagai Asas Tunggal.
(3) Tap No. XII/MPR/1998 tentang Pencabutan Tap No. V/MPR/1998 tentang
Presiden Mendapat Mandat dari MPR untuk Memiliki Hak-Hak dan Kebijakan
di Luar Batas Perundang-undangan.
(4)  Tap No. XIII/MPR/1998 tentang Pembatasan Masa Jabatan Presiden dan Wakil
Presiden Maksimal Hanya Dua Kali Periode.

3.)   Bidang Pers
Dilakukan pencabutan pembredelan pers dan penyederhanaan permohonan
SIUUP untuk memberikan kebebasan terhadap pers, sehungga muncul berbagai
macam media massa cetak, baik surat kabar maupun  majalah.

4.)   Bidang Hukum
Untuk melakukan refomasi hukum, ada beberapa hal yang dilakukan dalam
pemerintahan B.J. Habibie yaitu,
a)     Melakukan rekonstruksi atau pembongkaran watak hukum Orde Baru, baik
berupa Undang-Undang, peraturan pemerintah, maupun peraturan menteri.
b)    Melahirkan 69 Undang-undang.
c)     Penataan ulang struktur kekuasaan Kehakiman.
5.)   Bidang Hankam
Di bidang Hankam diadakan pembaharuan dengan cara melakukan pemisahan
Polri dan ABRI.

6.)   Pembentukan Kabinet
Presiden B.J. Habibie membentuk kabinet baru yang diberi nama Reformasi
Pembangunan yang terdiri atas 16 menteri, yang meliputi perwakilan dari
ABRI, GOLKAR, PPP, dan PDI.

7.)   Kebebasan Menyampaikan pendapat


Presiden B.J. Habibie memberikan kebebasan dalam menyampaikan pendapat
di depan umum, baik dalam rapat maupun unjuk rasa. Dan mengatasi terhadap
pelanggaran dalam penyampaian pendapat ditindak dengan UU No. 28 tahun
1998.

8.)   Masalah Dwifungsi ABRI


Ada beberapa perubahan yang muncul pada pemerintahan B.J. Habibie, yaitu :
        Jumlah anggota ABRI yang duduk di kursi MPR dikurangi, dari 75 orang
menjadi 35 orang
        Polri memisahkan diri dari TNI dan menjadi Kepolisian Negara
        ABRI diubah menjadi TNI yang terdiri dari Angkatan Udara, Darat,  dan Laut.

9.)    Pemilihan Umum 1999


Untuk melaksanakan Pemilu yang diamanatkan oleh MPR, B.J. Habibie
mengadakan beberapa perubahan yaitu,
a)     Menggunakan asas Luber dan Jurdil (langsung, umum, bebas, rahasia, jujur,
dan adil)
b)    Mencabut 5 paket undang-undang tentang politik yaitu undang-undang tentang
Pemilu; Susunan, Kedudukan, Tugas, dan Wewenang MPR/DPR; Partai Politik
dan Golkar; Referendum; serta Organisasi Massa
c)     Menetapkan 3 undang-undang politik baru yaitu Undang-undang Partai Politik;
Pemilihan Umum; dan Susunan serta kedudukan MPR, DPR, dan DPRD
d)    Badan pelaksana pemilihan umum dilakukan oleh KPU (Komisi Pemilihan
Umum) yang terdiri atas wakil dari pemerintahan dan partai politik serta
pemilihan umum.

Disamping pembaharuan-pembaharuan di atas, pada masa pemerintahan


Presiden Habibie juga dijumpai adanya permasalahan-permasalahan baru yang
muncul seperti,
1)    Berbagai masalah pelanggaran HAM bermunculan
2)    Masalah Tragedi Trisakti yang tidak terselesaikan dan masalah Semanggi I dan
II
3)    Masalah Bank Bali
4)    Pertikaian antarkelompok yang disebabkan oleh SARA yang mengancam
stabilitas politik
5)    Status hukum mantan Presiden Soeharto yang belum juga jelas
6)    Lepasnya Timor Timur dari wilayah NKRI.

Masalah-masalah tersebut di atas menyebabkan pemerintahan B.J. Habibie


dianggap negative dan pidato pertanggungjawaban Presiden Habibie ditolak
oleh MPR melalui mekanisme votting dengan 355 suara menolak, 322
menerima, 9 abstain, dan 4 suara tidak sah. Akibat penolakan
pertanggungjawaban itu pada Oktober 1999, Habibie tidak dapat untuk
mencalonkan diri menjadi Presiden Republik Indonesia.
     Kegagalan Habibie menjadi calon Presiden Republik Indonesia sebagai
akibat ditolaknya pidato pertanggung jawabannya, memunculkan 3 calon
presiden yang diajukan oleh fraksi-fraksi yang ada di MPR pada tahap
pencalonan presiden diantaranya Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Megawati
Soekarnoputri, dan Yusril Ihza Mahendra.
     Adapun kelebihan-kelebihan dalam masa pemerintahan B.J. Habibie
adalahh berkaitan dengan semangat demokratisasi, Habibie telah melakukan
perubahan dengan membangun pemerintahan yang transparan dan diaologis.
Prinsip demokrasi juga diterapkan dalam kebijakan ekonomi yang disertai
penegakan hukum dan ditujukan untuk kesejahteraan rakyat. Dalam mengelola
kegiatan cabinet sehari-haripun, Habibie melakukan perubahan besar. Ia
meningkatkan koordinasi dan menghapus egosintesmi sekotral antarmenteri.
Selain itu sejumlah kreativitas mewarnai gaya kepemimpinan Habibie dalam
menangani masalah bagsa. Untuk mengatasi persoalan ekonomi, misalnya ia
mengangkat pengusaha menjadi utusan khusus. Dan pengusaha itu sendiri yang
menanggung biayanya.

munirah-amran.blogspot.com

Anda mungkin juga menyukai