Anda di halaman 1dari 43

MASA PEMERINTAHAN PRESIDEN B.J.

HABIBIE
TIO SANDIAGO/S/B

Setelah menyatakan mengundurkan diri sebagai presiden RI, Suharto menyerahkan


kekuasaan kepada Wakil Presiden B.J. Habibie. Pada saat itu juga Wakil Presiden B.J. Habibie
diambil sumpahnya oleh Mahkamah Agung sebagai Presiden Republik Indonesia yang baru di
Istana Negara.
Pada masa pemerintahan B.J. Habibie, kehidupan politk di Indonesia Mengalami
beberapa perubahan. Masa pemerintahan Presiden B.J. Habibie ditandai dengan dimulainya kerja
sama dengan Dana
Moneter Internasional (IMF) untuk membantu dalam proses pemulihan ekonomi. Selain itu, B.J.
Habibie juga melonggarkan pengawasan terhadap media massa dan memberikan kebebasan
dalam berekspresi. Beberapa langkah perubahan diambil oleh B.J. Habibie, seperti liberalispartai
politik, pemberian kebebasan pers, kebebasan bependapat, dan pencabutan UU Subversi. Pada
tanggal 20 Mei 1998, Presiden Soeharto mengundang tokoh-tokoh bangsa Indonesia untuk
dimintai pertimbangannya dalam rangka membentuk Dewan Reformasi yang akan diketuai oleh
Presiden Soeharto, namun mengalami kegagalan. Pada tanggal itu pula, Gedung DPR/MPR
semakin penuh sesak oleh para mahasiswa dengan tuntutan tetap yaitu reformasi dan turunnya
Soeharto dari kursi kepresidenan.
Pada tanggal 21 Mei 1998, pukul 10.00 WIB bertempat di Istana Negara, Presiden
Soeharto meletakkan jabatannya sebagai presiden dihadapan ketua dan beberapa anggota dari
Mahkamah Agung. Pada tanggal itu pula, dan berdasarkan Pasal 8 UUD 1945. Presiden
menunjuk Wakil Presiden B.J. Habibie untuk menggantikannya menjadi presiden, serta
pelantikannya dilakukan di depan Ketua Mahkamah Agung dan para anggotanya. Maka sejak
saat itu, Presiden Republik Indonesia dijabat oleh B.J. Habibie sebagai presiden yang ke-3.
Naiknya Habibie menjadi presiden menggantikan Presiden Soeharto menjadi polemik
dikalangan ahli hukum. Sebagian ahli menilai hal itu konstitusional, namun ada juga yang
berpendapat inkonstitusional. Adanya perbedaan pendapat itu disebabkan karena hukum yang
kita miliki kurang lengkap, sehingga menimbulkan interpretasi yang berbeda-beda. Diantara
mereka menyatakan pengangkatan Habibie menjadi presiden konstitusional, berpegang pada
Pasal 8 UUD 1945 yang menyatakan bahwa "Bila Presiden mangkat, berhenti atau tidak dapat
melakukan kewajibannya, ia diganti oleh Wakil Presiden sampai habis waktunya". Tetapi yang
menyatakan bahwa naiknya Habibie sebagai presiden yang inkonstitusional berpegang pada
ketentuan Pasal 9 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa "Sebelum presiden memangku jabatan
maka presiden harus mengucapkan sumpah atau janji di depan MPR atau DPR". Sementara,
Habibie tidak melakukan hal itu dan ia mengucapkan sumpah dan janji di depan Mahkamah
Agung dan personil MPR dan DPR yang bukan bersifat kelembagaan.
Dalam ketentuan lain yang terdapat pada Tap MPR No. VII/MPR/1973, memungkinkan
bahwa sumpah dam janji itu diucapkan didepan Mahkamah Agung. Namun, pada saat Habibie
menerima jabatan sebagai presiden tidak ada alasan bahwa sumpah dan janji presiden dilakukan
di depan MPR atau DPR, Artinya sumpah dan janji presiden dapat dilakukan di depan rapat
DPR, meskipun saat itu Gedung MPR/DPR masih diduduki dan dikuasai oleh para mahasiswa.
Bahkan Soeharto seharusnya mengembalikan dulu mandatanya kepada MPR, yang
mengangkatnya menjadi presiden.
Apabila dilihat dari segi hukum materiil, maka naiknya Habibie menjadi presiden adalah
sah dan konstitusional. Namun secara hukum formal hal itu tidak konstitusional, sebab perbuatan
hukum yang sangat penting yaitu pelimpahan wewenang atau kekuasaan dari Soeharto kepada
Habibie harus melalui acara resmi yang konstitusional. Apabila perbuatan hukum itu dihasilkan
dari acara yang tidak konstitusional, maka perbuatan hukum itu menjadi tidak sah. Pada saat itu
memang DPR tidak memungkinkan untuk bersidang, karena Gedung DPR/MPR diduduki oleh
puluhan ribu mahasiswa dan para cendekiawan. Dengan demikian, hal ini dapat dinyatakan
sebagai suatu alasan yang kuat dan hal itu harus dinyatakan sendiri oleh DPR.[1]
Habibie yang menjabat sebagai presiden menghadapi keberadaan Indonesia yang serba
parah, baik dari segi ekonomi, politik, sosial dan budaya. Oleh karena itu, langkah-langkah yang
dilakukan oleh Habibie adalah berusaha untuk mengatasi krisis ekonomi dan politik. Dalam
menghadapi krisis itu, pemerintah Habibie sangat berhati-hati terutama dalam pengelolaannya,
sebab dampak yang ditimbulkannya dapat mengancam integrasi bangsa. Untuk menjalankan
pemerintahan, presiden habibie tidak mungkin dapat melaksanaknnya sendiri tanpa dibantu oleh
menteri-menteri dan kabinetnya. Oleh karena itu, Habibie membentuk kabinet.
Pada tanggal 22 Mei 1998, Presiden Republik Indonesia yang ketiga B.J. Habibie
membentuk kabinet baru yang dinamakan Kabinet Reformasi Pembangunan. Kabinet itu terdiri
atas 16 orang menteri, dan para menteri itu diambil dari unsur-unsur militer (ABRI), Golkar,
PPP, PDI. Pada tanggal 25 Mei 1998 diselenggarakan pertemuan pertama kabinet habibie.
Pertemuan ini berhasil membentuk Komite untuk merancang undang-undang politik yang lebih
longgar dalam waktu satu tahun dan menyetujui pembatasan masa jabatan presiden yaitu
maksimal 2 periode (satu periode lamanya 5 tahun). Upaya terebut mendapat sambutan positif,
tetapi dedakan agar pemerintah Habibie dapat merealisasikan agenda reformasi tetap muncul.
Kabinet itu terdiri atas 16 orang menteri, dan para menteri itu diambil dari unsur-unsur militer
(ABRI), Golkar, PPP, PDI.
Pristiwa-pristiwa penting yang terjadi pada masa kepemimpinan Presiden Habibie adalah
sebagai berikut.
1. Pelaksanaan Pemilu 1999
Keluarnya kebijakan kebebasan berekspresi ditandai dengan main banyaknya partai
politik baru yang terdiri. Partai-partai plitik tersebut bersiap menyambut datangnya pemilu bebas
pertama dalam kurun waktu 44 tahun. Pemilu 1999 bertujuan untuk memilih anggota MPR,
DPR, dan DPRD. Sementara itu, pemilihan Presiden dan wakilnya masih dilakukan oleh anggota
MPR.
Pemilu tahun 1999 diikuti oleh 48 partai. Kampanyenya secara resmi dimulai pada
tanggal 19 Mei 1999. Pada pemilu 1999, muncul lima partai besar yaitu, Partai Demokrat
Indonesia Perjuangan (PDIP), Golongan Karya (Golkar), Partai Persatuan Pembangunan (PPP),
Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Partai Amanat Nasional (PAN),. Suara terbanyak diraih
oleh partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).
Sebelum berlangsungnya pemilu, para tokoh pemimpin Indonesia melakukan pertemuan
di kediaman K.H. Abdurrahman Wahid di Ciganjur. Para tokoh tersebut adalah K.H.
Aburrahman Wahid (Gus Dur), Megawati Sukarnoputri, Amien Rais, dan Sri Sultan Hamengku
Buwana X. Selanjutnya, pertemuan ini dikenal sebagai pertemuan kelompok Ciganjur.
Pertemuan ini menghasilkan seruan moral agar para pemimpin lebih memikirkan nasib bangsa
dan negara.
2. Pembebasan Tahanan Politik
Pemerintahan B.J. Habibie mengambil prakarsa untuk melakukan koreksi. Sejumlah
tahanan politik dilepaskan. Tiga hari setelah menjabat sebagai presiden, Habibie membebaskan
Sri Bintang Pamungkas dan Muchtar Pakpahan. Tahanan politik dilepaskan secara
bergelombang.akan tetapi, Budiman Sujatmiko dan beberapa petinggi Partai Rakyat Demokrat
(PRD) yang ditahan oleh pemerintah Orde Baru baru dibebaskan pada masa Presiden K.H.
Abdurrahman Wahid.
3. Lepasnya Timor Timur
Sejarah kelam yang terjadi pada masa pemerintahan Presiden B.J. Habibie adalah Timor
Timur dari Indonesia. Pada tanggal 3 Februari 1999, pemerintahan B.J. Habibie mengeluarkan
opsi terhadap masalah timor timur. Opsi pertama menerima otonomi khusus atau tetap menjadi
wilayah RI. Opsi kedua Merdeka dari wilayah Indonesia. Untuk memutuskan masalah timor
timur tersebut, diadakan jajak pendapat yang diikuti oleh seluruh rakyat timor timur.
Menurut hasil jajak pendapat yang dilaksanakan pada 30 Agustus 1999 sebanyak 78.5%
rakyat timor timur memilih untuk memisahkan diri atau merdeka dari indonesia. Pada nulan
oktober 1999 MPR membatalkan dekret 1976 yang berisi tentang integrasi timor timur ke
wilayah Indonesia. Selanjutnya otorita transisi PBB (UNTAET), mengambil alih tanggung jawab
untuk memerintah timor timur sehingga kemerdekaan penuh mencapai pada Mei 2002.
4. Munculnya Beberapa Kerusuhan dan Gerakan Separatis
Kerusuhan terjadi menyangkut kerusuhan antar etnis dan antar agama. Kerusuhan antar
etnis misalnya kerusuhan antar etnis di cilacap dan di jember, serta kekerasan terhadap kaum
pendatang madura dikalimantan barat. Kerusuhan serupa juga terjadi dikampung-kampung dan
dikota-kota diwilayah Indonesia. Serangkaian peristiwa tragis terjadi di Jawa Timur dari Malang
Sampai Banyuwangi pada akhir tahun 1998. Tersebar isu adanya segerombolan orang yang
berpakaian ala Ninja mengancam ketentraman penduduk. Selain itu, muncul ancaman sihir hitam
(Santet) di wilayah Jawa Timur Dan Ciamis. Beberapa kerushan terburuk terjadi pada konflik
antar agama di Ambon.
Kerusuhan bersifat sparatis juga terjadi di Aceh dan Papua. Pada bulan Juli 1998, para
demonstran Papua mengibarkan bendera organisasi papua merdeka (OPM) di Biak. Pada bulan
Mei 1999 oara demonstran dari masyarakat papua barat menuntut kemerdekaan bagi tanah
kemerdekaan mereka. Akan tetapi tuntutan tersebut tidk mendapatkan duukungan dari kekuatan-
kekuatan lain. Kerusuhan terburuk di Papua terjadi pada bulan september 1999. Dalam
kerusuhan tersebut, penduduk setempat membakar gedung DPRD berseta gedung-gedung lain
dan kendaraan bermotor.
5. Sidang Umum (SU) MPR 1999
Pada bulan Oktober 1999, MPR mengadakan sidang umum. Sesuai hasil keputusan SU
Amin Rais terpilih dan ditetapakan sebagai ketua MPR menyisihkan Matori Abdul Jalil dari
Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Adapun akbar tanjung terpilih sebagai ketua DPR.
Pada saat pemilihan Presiden ada 3 tokoh yang mungkin sebagai calon presiden ketiga
tokoh tersebut adalah KH. Abdurrahman Wahid dari partai kebangkitan bangsa (PKB),
Megawati sokarno putri dari partai demokrasi indonesia perjuangan (PDIP), dan Yusril Ihza
Mahendra dari partai bulan bintang (PBB). Namun Yusril Ihza mahendra mengundurkan diri
sebelum diadakn pemungutan suara oleh anggota MPR. Pada saat pemungutan suara KH.
Abdurrahman Wahid mengungguli Megawati Sukarno putri dalam pemungutan suara.
Berdasarkan hasil tersebut KH. Abdurrahman Wahid ditetapkan menjadi wakil Presiden RI
mengalahkan Hamzah Haz dari partai persatuan pembangunan (PPP) dalam pemilihan wakil
presiden.[2]
Pembaharuan yang dilakukan oleh B.J. Habibie antara lain,
1.) Bidang Ekonomi
Untuk menyelesaikan krisis moneter dan perbaikan ekonomi Indonesia, B.J. Habibie melakukan
langkah-langkah sebagai berikut :
· Merekapitulasi perbankan.
· Melikuidasi beberapa bank yang bermasalah.
· Menaikkan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika serikat hingga dibawah Rp.10.000,-.
· Mengimplementasikan reformasi ekonomi yang diisyaratkan oleh IMF.
· Merekonstruksi perekonomian Indonesia.
· Membentuk lembaga pemantau dan penyelesaian masalah utang luar negeri.
· Mengesahkan UU No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktik. Monopoli dan Persaingan
yang Tidak Sehat.
· Mengesahkan UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

2.) Bidang Politik


· Memberi kebebasan pada rakyat untuk menyalurkan aspirasinya sehingga banyak
bermunculan partai-partai politik yang baru sebanyak 45 parpol.
· Membebaskan narapidana politik seperti Sri Bintang Pamungkas dan Moch. Pakpahan.
· Mencabut larangan berdirinya serikat-serikat buruh independen.
· Membentuk tiga undang-undang demokratis yaitu,
(1) UU No. 2 tahun 1999 tentang Partai Politik
(2) UU No. 3 tahun 1999 tentang Pemilu
(3) UU No. 4 tahun 1999 tentang Susduk DPR/MPR
· Menetapkan 12 ketetapan MPR dan ada 4 ketetapan yang mencerminkan jawaban dari
tuntutan reformasi yaitu,
(1) Tap No. VIII/MPR/1998 tentang Pencabutan Tap No. IV/MPR/1983 tentang Referendum.
(2) Tap No. XVIII/MPR/1998 tentang Pencabutan Tap No. II/MPR/1978 tentang Pancasila
Sebagai Asas Tunggal.
(3) Tap No. XII/MPR/1998 tentang Pencabutan Tap No. V/MPR/1998 tentang Presiden
Mendapat Mandat dari MPR untuk Memiliki Hak-Hak dan Kebijakan di Luar Batas Perundang-
undangan.
(4) Tap No. XIII/MPR/1998 tentang Pembatasan Masa Jabatan Presiden dan Wakil Presiden
Maksimal Hanya Dua Kali Periode.

3.) Bidang Pers


Dilakukan pencabutan pembredelan pers dan penyederhanaan permohonan SIUUP untuk
memberikan kebebasan terhadap pers, sehungga muncul berbagai macam media massa cetak,
baik surat kabar maupun majalah.

4.) Bidang Hukum


Untuk melakukan refomasi hukum, ada beberapa hal yang dilakukan dalam pemerintahan B.J.
Habibie yaitu,
a) Melakukan rekonstruksi atau pembongkaran watak hukum Orde Baru, baik berupa Undang-
Undang, peraturan pemerintah, maupun peraturan menteri.
b) Melahirkan 69 Undang-undang.
c) Penataan ulang struktur kekuasaan Kehakiman.

5.) Bidang Hankam


Di bidang Hankam diadakan pembaharuan dengan cara melakukan pemisahan Polri dan ABRI.

6.) Pembentukan Kabinet


Presiden B.J. Habibie membentuk kabinet baru yang diberi nama Reformasi Pembangunan yang
terdiri atas 16 menteri, yang meliputi perwakilan dari ABRI, GOLKAR, PPP, dan PDI.

7.) Kebebasan Menyampaikan pendapat


Presiden B.J. Habibie memberikan kebebasan dalam menyampaikan pendapat di depan umum,
baik dalam rapat maupun unjuk rasa. Dan mengatasi terhadap pelanggaran dalam penyampaian
pendapat ditindak dengan UU No. 28 tahun 1998.

8.) Masalah Dwifungsi ABRI


Ada beberapa perubahan yang muncul pada pemerintahan B.J. Habibie, yaitu :
· Jumlah anggota ABRI yang duduk di kursi MPR dikurangi, dari 75 orang menjadi 35
orang
· Polri memisahkan diri dari TNI dan menjadi Kepolisian Negara
· ABRI diubah menjadi TNI yang terdiri dari Angkatan Udara, Darat, dan Laut.

9.) Pemilihan Umum 1999


Untuk melaksanakan Pemilu yang diamanatkan oleh MPR, B.J. Habibie mengadakan beberapa
perubahan yaitu,
a) Menggunakan asas Luber dan Jurdil (langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil)
b) Mencabut 5 paket undang-undang tentang politik yaitu undang-undang tentang Pemilu;
Susunan, Kedudukan, Tugas, dan Wewenang MPR/DPR; Partai Politik dan Golkar; Referendum;
serta Organisasi Massa
c) Menetapkan 3 undang-undang politik baru yaitu Undang-undang Partai Politik; Pemilihan
Umum; dan Susunan serta kedudukan MPR, DPR, dan DPRD
d) Badan pelaksana pemilihan umum dilakukan oleh KPU (Komisi Pemilihan Umum) yang
terdiri atas wakil dari pemerintahan dan partai politik serta pemilihan umum.[3]
Kegagalan Pemerintahan Presiden BJ.Habibie yaitu :
1. Diakhir kepemimpinannya nilai tukar rupiah kembali meroket
2. Tidak dapat meyakinkan investor untuk tetap berinvestasi di indonesia.
3. Kebijakan yang di lakukan tidak dapat memulihkan perekonomian indonesia dari krisis.[4]

12 ketetapan Sidang Istimewa MPR 1998


September 21, 2014 | Catatan

12 ketetapan Sidang Istimewa MPR 1998 – Dengan tekanan massa yang terus-menerus di luar
gedung MPR, seperti telah dikutip pada artikel Sidang Istimewa 10-13 November 1998, maka
pada tanggal 13 November 1998 Sidang Umum MPR 1998 ditutup. Dalam Sidang Istimewa
MPR tersebut terdapat perombakan besar-besaran terhadap sistem hukum dan perundang-
undangan.
Sidang istimewa MPR berakhir dengan menghasilkan dua belas ketetapan yang diwarnai voting
dan aksi walk out dari FPP MPR menyangkut keberadaan ABRI di dalam lembaga perwakilan.
12 ketetapan MPR 1998 yang dihasilkan tersebut adalah sebagai berikut :

1. Ketetapan MPR No. VII Tahun 1998, mengenai Perubahan dan Tambahan atas Ketetapan
MPR No. I Tahun 1983 tentang Perubahan Tata Tertib MPR.

2. Ketetapan MPR No. VIII Tahun 1998, mengenai Pencabutan Ketetapan MPR No. IV Tahun
1993 tentang Referendum.

3. Ketetapan MPR No. IX Tahun 1998, mengenai Pencabutan Ketetapan MPR No. II Tahun
1998 tentang GBHN.

4. Ketetapan MPR No. X Tahun 1998, tentang Pokok-pokok Reformasi Pembangunan dalam
Rangka Penyelamatan dan Normalisasi Kehidupan Nasional sebagai Haluan Negara.

5. Ketetapan MPR No. XI Tahun 1998, tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas
dari KKN.

6. Ketetapan MPR No. XII Tahun 1998, mengenai Pencabutan Ketetapan MPR No. V Tahun
1998 tentang Pemberian Tugas dan Wewenang Khusus kepada Presiden/Mandataris MPR dalam
Menyukseskan dan Mengamankan Pembangunan Nasional sebagai Pengamalan Pancasila.

7. Ketetapan MPR No. XIII Tahun 1998, tentang Pembatasan Masa Jabatan Presiden dan Wakil
Presiden Republik Indonesia.
8. Ketetapan MPR No. XIV Tahun 1998, mengenai Perubahan dan Tambahan Ketetapan MPR
No. III Tahun 1998 tentang Pemilu.

9. Ketetapan MPR No. XV Tahun 1998, tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah, Pengaturan
Pembangunan dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang berkeadilan serta Perimbangan
Keuangan Pusat dan Daerah dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

10. Ketetapan MPR No. XVI Tahun 1998, tentang Politik Ekonomi dalam Rangka Demokrasi
Ekonomi.

11. Ketetapan MPR No. XVII Tahun 1998, tentang Hak Asasi Manusia.

12. Ketetapan MPR No. XVIII Tahun 1998, mengenai Pencabutan Ketetapan MPR No. II Tahun
1978 tentang Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Eka Prasetya Pancakarsa).

Dari dua belas ketetapan MPR tersebut, terdapat empat ketetapan yang memperlihatkan adanya
upaya untuk mengakomodasi tuntutan reformasi, yaitu sebagai berikut :

1. Ketetapan MPR No. VIII Tahun 1998, yang memungkinkan UUD 1945 diamandemen.

2. Ketetapan MPR No. XII Tahun 1998, mengenai Pencabutan Ketetapan MPR No. IV Tahun
1993 tentang Pemberian Tugas dan Wewenang khusus kepada Presiden/Mandataris MPR dalam
Rangka Menyukseskan Pembangunan Nasional sebagai Pengamalan Pancasila.

3. Ketetapan MPR No. XIII Tahun 1998, tentang Pembatasan Masa Jabatan Presiden dan Wakil
Presiden Maksimal Dua Periode.

4. Ketetapan MPR No. XVIII Tahun 1998, menyatakan bahwa Pancasila Tidak Lagi Dijadikan
sebagai Asas Tunggal. Seluruh organisasi politik tidak lagi wajib menjadikan Pancasila sebagai
satu-satunya asas organisasi.

Demikian 12 ketetapan Sidang Istimewa MPR 1998, semoga menjadi catatan sejarah

Sejarah Negara Com


Website History
Menu
HomeNasionalMasa pemerintahan Presiden B.J. Habibie

Masa pemerintahan Presiden B.J. Habibie


April 7, 2014 | Nasional

Masa pemerintahan Presiden B.J. Habibie – Turunnya Soeharto dari jabatan kepresidenan pada
tanggal 21 Mei 1998 menjadi awal lahirnya era Reformasi di Indonesia. Perkembangan politik ketika
itu ditandai dengan pergantian presiden di Indonesia.
Seperti telah di bahas pada Kronologi reformasi indonesia tahun 1998, bahwa Segera setelah
Soeharto mengundurkan diri, Mahkamah Agung mengambil sumpah Baharuddin Jusuf Habibie
sebagai presiden.Masa pemerintahan Presiden B.J. Habibie berlangsung dari tanggal 21 Mei 1998
sampai 20 Oktober 1999.
Pengangkatan Habibie sebagai presiden ini memunculkan kontroversi di masyarakat. Pihak yang
pro menganggap pengangkatan Habibie sudah konstitusional, sedangkan pihak yang kontra
menganggap bahwa Habibie sebagai kelanjutan dari era Soeharto dan pengangkatannya dianggap
tidak konstitusional.

Pengambilan sumpah beliau sebagai presiden dilakukan di Credential Room, Istana Merdeka.
Dalam pidato yang pertama setelah pengangkatannya, B.J. Habibie menyampaikan hal-hal sebagai
berikut :

1. Mohon dukungan dari seluruh rakyat Indonesia.


2. Akan melakukan reformasi secara bertahap dan konstitusional di segala bidang.
3. Akan meningkatkan kehidupan politik pemerintahan yang bersih dan bebas dari praktik-praktik
KKN.
4. Akan menyusun kabinet yang sesuai dengan tuntutan zaman.
Berikut langkah-langkah yang dilakukan Presiden B.J. Habibie untuk mengatasi keadaan yang
carut-marut dan menciptakan Indonesia baru yang bebas KKN.

1. Membentuk Kabinet Reformasi Pembangunan


Kabinet Reformasi Pembangunan dibentuk pada tanggal 22 Mei 1998, terdiri atas unsur-unsur
perwakilan dari ABRI, Golkar, PPP, dan PDI. Pada tanggal 25 Mei 1998 diadakan pertemuan
pertama.

Pertemuan ini berhasil membentuk komite untuk merancang undang-undang politik yang lebih
longgar, merencanakan pemilu dalam waktu satu tahun dan menyetujui masa jabatan presiden dua
periode. Upaya ini mendapat sambutan positif dari masyarakat.

2. Perbaikan bidang ekonomi


Berikut langkah-langkah yang dilakukan B.J. Habibie agar bangsa Indonesia dapat segera keluar
dari krisis ekonomi.

1. Melakukan rekapitulasi perbankan.


2. Merekonstruksi perekonomian nasional.
3. Menaikkan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat di bawah Rp 10.000,00.
4. Melikuidasi beberapa bank bermasalah.
5. Melaksanakan reformasi ekonomi seperti yang disyaratkan IMF.
3. Melakukan reformasi di bidang politik
Reformasi di bidang politik yang dilakukan adalah dengan memberikan kebebasan kepada rakyat
Indonesia untuk membentuk partai-partai politik, serta rencana pelaksanaan pemilu yang diharapkan
menghasilkan lembaga tinggi negara yang benar-benar representatif.

B.J. Habibie membebaskan narapidana politik seperti Sri Bintang Pamungkas (mantan anggota
DPR yang dipenjara karena mengkritik Presiden Soeharto) dan Muchtar Pakpahan (pemimpin buruh
yang dituduh memicu kerusuhan di Medan tahun 1994). Beliau juga mencabut larangan berdirinya
serikat-serikat buruh independen. Amnesti pembebasan Sri Bintang Pamungkas dan Muchtar
Pakpahan dikukuhkan dalam keppres No. 80 Tahun 1998.

4. Kebebasan menyampaikan pendapat


Presiden B.J. Habibie mengeluarkan kebijakan untuk membuat Tim Gabungan Pencari Fakta
(TGPF). Tugasnya adalah mencari segala sesuatu yang berhubungan dengan kerusuhan 13-14 Mei
1998 di Jakarta. Ketuanya adalah Marzuki Darusman.

Presiden juga mengeluarkan satu kebijakan yang tertuang dalam undang-undang No. 9 Tahun 1998
yang berisi tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum dan Tata Cara
Berdemonstrasi. Bentuk penyampaian pendapat di muka umum dapat berupa unjuk rasa atau
demonstrasi, pawai, rapat umum, dan mimbar bebas.

Ketentuan tersebut dinyatakan pada pasal 9 (2) UU No. 9 Tahun 1998. Presiden B.J. Habibie juga
mencabut UU No. II/PNPS/1963 tentang Pemberantasan Aksi Subversi dengan mengeluarkan UU
No. 26 Tahun 1999.

5. Pelaksanaan Sidang Istimewa MPR 1998


Untuk mengatasi krisis politik berkepanjangan, maka diadakan sidang istimewa MPR yang
berlangsung dari tanggal 10-13 November 1998. Menjelang diselenggarakan sidang tersebut terjadi
aksi unjuk rasa para mahasiswa dan organisasi sosial politik.

Untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan dilaksanakan pengamanan. Jumlah aparat yang
dikerahkan yaitu polisi dan TNI mencapai 150 SSK (Satuan Setingkat Kompi). Untuk pertama
kalinya pengamanan Sidang Istimewa MPR melibatkan warta sipil yang dikenal dengan nama Pam
Swakarsa. Anggota Pam Swakarsa terdiri dari Forum Umat Islam Penegak Keadilan dan Konstitusi
(Furkon) dengan basis di Masjid Istiqlal, organisasi kepemudaan seperti Pemuda Pancasila, Banser
(GP Ansor), AMPI, FKPPI, dan Kelompok Pendekar Banten.

Dengan adanya tekanan massa yang terus-menerus, akhirnya pada tanggal 13 November 1998
Sidang Istimewa MPR 1998 ditutup. Sidang Istimewa MPR berakhir dengan menghasilkan 12
ketetapan yang diwarnai voting dan aksi walk out.

Mengenai kedua belas ketetapan tersebut selengkapnya silahkan baca di 12 ketetapan Sidang
Istimewa MPR 1998

Dari 12 ketetapan tersebut, terdapat empat ketetapan yang memperlihatkan adanya upaya untuk
mengakomodasi tuntutan reformasi. 4 ketetapan tersebut adalah :

 Ketetapan MPR No. VIII Tahun 1998 yang memungkinkan UUD 1945 dapat diamandemen.
 Ketetapan MPR No. XII Tahun 1998 mengenai Pencabutan Ketetapan MPR No. IV Tahun 1993
tentang Pemberian Tugas dan Wewenang Khusus Kepada Presiden/ Mandataris MPR dalam
Rangka Menyukseskan Pembangunan Nasional sebagai Pengamalan Pancasila.
 Ketetapan MPR No. XIII Tahun 1998 tentang Pembatasan Masa Jabatan Presiden dan Wakil
Presiden Maksimal Dua Periode.
 Ketetapan MPR No.VIII Tahun 1998 yang menyatakan Pancasila tidak lagi dijadikan sebagai
asas tunggal. Seluruh organisasi sosial dan politik tidak wajib menjadikan Pancasila sebagai
satu-satunya asas organisasi.
6. Pemilihan umum tahun 1999
Pemilu pertama setelah reformasi bergulir diadakan pada tanggal 7 Juni 1999. Penyelenggaraan
pemilu ini dianggap paling demokratis bila dibandingkan dengan pemilu-pemilu sebelumnya. Pemilu
ini dilaksanakan dengan prinsip luber dan jurdil. Pemilu ini diikuti oleh 48 partai politik yang telah
lolos verifikasi dan memenuhi syarat menjadi OPP (Organisasi Peserta Pemilu) dari 141 partai
politik yang mendaftar di Departemen Dalam Negeri.

Pemenang pertama pemilu tahun 1999 adalah PDIP (Megawati Soekarnoputri) yang memperoleh
33,76% suara, posisi kedua diduduki Golkar dengan 22,46% suara, PKB (K.H. Abdurrahman Wahid)
dengan 12,62% suara. Urutan kekempat adalah PPP dengan 10,71% suara, dan dilanjutkan dengan
PAN (Amien Rais) dengan 7,12% suara. Sisa suara tersebar ke-43 partai lainnya. Hasil pemilu ini
menunjukkan tidak ada satu partai pun yang memperoleh suara mutlak.

MPR yang terbentuk melalui hasil pemilu 1999 berhasil menetapkan GBHN, melakukan
amandemen pertama terhadap UUD 1945, serta presiden dan wakil presiden. Pada tanggal 20
Oktober 1999 MPR berhasil memilih K.H. Abdurrahman Wahid sebagai presiden keempat RI dan
sehari kemudian memilih Megawati Soekarnoputri sebagai wakil presiden.

Selanjutnya baca : Masa pemerintahan K.H. Abdurrahman Wahid

Masa pemerintahan Megawati Soekarnoputri


April 7, 2014 | Nasional

Masa pemerintahan Megawati Soekarnoputri – Megawati Soekarnoputri dilantik sebagai presiden


Republik Indonesia pada tanggal 23 Juli 2001. Adapun wakilnya adalah Hamzah Haz. Untuk gambar
presiden dan wakil presiden silahkan lihat di Gambar presiden dan wakilnya.
Pasangan Megawati – Hamzah Haz mengumumkan kabinetnya pada tanggal 9 Agustus 2001.
Kabinetnya bernama “Kabinet Gotong Royong”. Program Kerja Kabinet tersebut di antaranya
sebagai berikut :

1. Mewujudkan otonomi yang tangguh.


2. Menyehatkan bank.
3. Memantapkan fungsi dan peran TNI dan Polri.
4. Mewujudkan supremasi hukum.
Presiden Megawati Soekarnoputri dan Wakil Presiden Hamzah Haz

Pada masa pemerintahannya, Presiden Megawati menghadapi tiga masalah utama di negeri ini,
yaitu :

1. Adanya pelanggaran hak asasi manusia (HAM).


2. Merosotnya pengangguran dan menurunnya tingkat perekonomian.
3. Merosotnya kewibawaan hukum.
Kabinet Gotong Royong

Pada masa kepemimpinannya, Indonesia memiliki hajat besar, yaitu pemilihan umum. Sistem
pemilu kali ini, rakyat dapat memilih atau menentukan wakilnya dan presiden secara langsung.
Pemilu dilakukan dalam dua tahap.

1. Tahap pertama untuk menentukan para anggota legislatif, pada tanggal 5 April 2004 yang
diikuti oleh 24 partai politik.
2. Putaran kedua untuk memilih Presiden.
Pemilu untuk presiden dan wakilnya pada putaran pertama berlangsung pada tanggal 5 Juli 2004
dengan calon presiden dan wakilnya sebagai berikut :

1. Megawati Soekarnoputri-Hasyim Muzadi diusung PDIP.


2. Wiranto-Salahudin Wahid didukung oleh Partai Golkar.
3. Amien Rais-Siswono didukung Partai Amanat Nasional.
4. Hamzah Haz-Agum Gumelar didukung oleh Partai persatuan Pembangunan.
5. Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla didukung oleh Prtai Demokrat.
Pemilu putaran pertama ini dimenangkan oleh pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla
dan Mega-Hasyim. Oleh karena para pemenang pemilu presiden dan wakil presiden putaran
pertama tidak ada yang berhasil mencapai 50% suara, maka diselenggarakan pemilu putaran kedua
yang diselenggarakan pada tanggal 20 September 2004.

Dalam pemilu ini dimenangkan pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla. Kemenangan ini
merupakan babak baru bagi Indonesia di bawah kepemimpinan presiden dan wakil presiden yang
langsung dipilih rakyat.
Masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono
April 7, 2014 | Nasional

Masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono – KPU menetapkan pasangan Susilo Bambang
Yudoyono – Jusuf Kalla menjadi pemenang pemilu pada tanggal 4 Oktober 2004. Dengan begitu,
mereka ditetapkan menjadi presiden dan wakil presiden. Mereka dilantik pada tanggal 20 Oktober
2004.Kabinet yang dibentuk pasangan Susilo Bambang Yudoyono – Jusuf Kalla dinamakan Kabinet
Indonesia Bersatu. Anggota-anggotanya dilantik pada tanggal 21 Oktober 2004.
Kebijakan soal Aceh, pemerintahan SBY memperpanjang status darurat sipil dan mengadakan
perundingan damai dengan GAM di Helsinki, Finlandia dengan perantara Crisis Management
Initiative yang dipimpin Martti Ahtisari pada tanggal 28 Januari 2005. Dalam perjanjian tersebut
dicapai kesepakatan damai dan penyerahan senjata GAM melalui Aceh Monitoring Mission (AMM).

Presiden Susilo Bambang Yudhayana dan Wakil Presiden Yusuf Kalla

Pada tahun 2009 diadakan pemilu untuk memilih presiden dan wakil presiden. Pasangan calon
presiden dan wakilnya adalah : Megawati Soekarnoputri-Prabowo Subiantoro, Muh. Jusuf Kalla-
Wiranto dan Susilo Bambang Yudoyono – Boediono.

Hasil pemilu 2009 dimenangkan pasangan Susilo Bambang Yudoyono – Boediono untuk periode
2009 – 2014. Kabinet yang dibentuk pasangan ini adalah Kabinet Indonesia Bersatu II.
Presiden Susilo Bambang Yudhayana dan Wakil Presiden Boediono

Sampai saat admin menuliskan artikel sejarah ini, masa jabatan beliau hampir habis. Karena tanggal
9 April 2014 pemilihan wakil rakyat akan segera dilaksanakan. Ini berarti sebentar lagi akan digelar
pemilu untuk pemilihan Presiden dan wakil Presiden masa berikutnya.

asa pemerintahan K.H. Abdurrahman Wahid


April 7, 2014 | Nasional

Masa pemerintahan K.H. Abdurrahman Wahid – K.H. Abdurrahman Wahid terpilih sebagai presiden
pada tanggal 20 Oktober 1999. Pemilihannya berjalan dengan demokratis dan transparan. Beliau
yang biasa disebut Gus Dur dicalonkan sebagai presiden oleh Poros Tengah, yaitu Fraksi Persatuan
Pembangunan, Fraksi Kebangkitan Bangsa dan Fraksi Bulan Bintang. Untuk melihat gambar
presiden dan wakilnya lengkap silahkan lihat di Gambar presiden dan wakil presiden
Pidato pertamanya setelah terpilih sebagai presiden memuat tugas-tugas yang akan dijalankannya,
yaitu sebagai berikut :

1. Peningkatan pendapatan rakyat.

2. Menegakkan keadilan mendatangkan kemakmuran.

3. Mempertahankan keutuhan bangsa dan negara.

Presiden K.H. Abdurrahman Wahid didampingi Megawati Soekarnoputri sebagai wakil presiden.
Mereka bekerja sama membentuk kabinet yang disebut dengan Kabinet Persatuan Nasional.
Kabinet diumumkan pada tanggal 28 Oktober 1999.
Pada masa pemerintahan Gus Dur banyak diwarnai tindakan-tindakan kontroversi. Contohnya
sebagai berikut :

1. Kabinet seringkali mengalami reshuffle (perubahan susunan).

2. Menghapus Departemen Sosial dan Departemen Penerangan.

3. Sering melakukan kunjungan ke luar negeri.

Presiden K.H. Abdurrahman Wahid dan Wakil Presiden Megawati Soekarnoputri

Presiden K.H. Abdurrahman Wahid melakukan pembagian kekuasaan dengan wakil presiden.
Tugas yang menjadi kewenangan wakil presiden, antara lain sebagai berikut :

1. Menyusun program dan agenda kerja kabinet.

2. Menentukan fokus dan prioritas kebijakan pemerintah.

3. Memimpin sedang kabinet.

4. Menandatangani keputusan tentang pengangkatan dan pemberhentian pejabat setingkat eselon


satu.

Pembentukan Dewan Ekonomi Nasional (DEN)


Pembentukan DEN dimaksudkan untuk memperbaiki ekonomi Indonesia yang belum pulih akibat
krisis yang berkepanjangan. Ketua DEN adalah Prof. Emil Salim dengan wakilnya Subiyakto
Cakrawerdaya, Sekretaris Dr. Sri Mulyani Indrawati. Anggota DEN adalah Anggito Abimanyu, Sri
Ningsih, dan Bambang Subianto.

Ketika hubungan Presiden K.H. Abdurrahman Wahid dan Poros Tengah tidak harmonis, DPR
mengeluarkan Memorandum I dan II untuk menjatuhkannya dari kursi kepresidenan. Sebagai reaksi
baliknya, presiden mengeluarkan maklumat pada tanggal 28 Mei 2001 dan menjawab Memorandum
II dengan jawaban yang dibacakan oleh Menko Politik, Sosial dan Keamanan (Menko Polsoskam)
Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 29 Mei 2001, yang antara lain isinya membekukan
lembaga MPR dan DPR.

Akhir jabatan Presiden K.H. Abdurrahman Wahid terjadi ketika berlangsung Rapat Paripurna MPR
pada tanggal 21 Juli 2001. Rapat tersebut dianggap sebagai Sidang istimewa MPR. Keputusan
yang diambil sidang istimewa tersebut sebagai berikut :

1. Presiden K.H. Abdurrahman Wahid diberhentikan secara resmi sebagai presiden berdasarkan
Ketetapan MPR No. II Tahun 2001.

2. MPR mengeluarkan Ketetapan MPR No. III tahun 2001 untuk menetapkan dan melantik Wakil
Presiden Dyah Permata Megawati Setyawati Soekarnoputri sebagai presiden kelima Republik
Indonesia.

K.H. Abdurrahman Wahid meninggal pada umur 69 tahun hari Rabu jam 18.40 WIB tanggal 30
Desember 2009 di RSCM Jakarta, dimakamkan di Pondok Pesantren Tebu Ireng, Jombang, Jawa
Timur.
Masa Pemerintahan Presiden Abdurrahman
Wahid
 Pemilu 1999
Pemilihan Umum Tahun 1999 Pemilihan Umum yang dilaksanakan tahun 1999 menjadi sangat
penting, karena pemilihan umum tersebut diharapkan dapat memulihkan keadaan Indonesia yang
sedang dilanda multikrisis. Pemilihan umum tahun 1999 juga merupakan ajang pesta rakyat Indonesia
dalam menunjukkan kehidupan berdemokrasi. Maka sifat dari pemilihan umum itu adalah langsung,
umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Presiden Habibie kemudian menetapkan tanggal 7 Juni 1999
sebagai waktu pelaksanaan pemiliahan umum tersebut. Selanjutnya lima paket undang-undang tentang
politik dicabut. Sebagai gantinya DPR berhasil menetapkan tiga undang-undang politik baru. Ketiga
udang-undang itu disahkan pada tanggal 1 Februari 1999 dan ditandatangani oleh Presiden Habibie.
Ketiga udang-udang itu antara lain undang-undang partai politik, pemilihan umum, susunan serta
kedudukan MPR, DPR dan DPRD. Munculnya undang-undang politik yang baru memberikan semangat
untuk berkembangnya kehidupan politik di Indonesia. Dengan munculnya undang-undang politik itu
partai-partai politik bermunculan dan bahkan tidak kurang dari 112 partai politik telah berdiri di Indonesia
pada masa itu. Namun dari sekian banyak jumlahnya, hanya 48 partai politik yang berhasil mengikuti
pemilihan umum. Hal ini disebabkan karena aturan seleksi partai-partai politik diberlakukan dengan
cukup ketat. Pelaksanaan pemilihan umum ditangani oleh sebuah lembaga yang bernama Komisi
Pemilihan Umum (KPU). Anggota KPU terdiri dari wakil-wakil dari pemerintah dan wakil-wakil dari partai-
partai politik peserta pemilihan umum. Banyak pengamat menyatakan bahwa pemilihan umum tahun
1999 akan terjadi kerusuhan, namun pada kenyataannya pemilihan umum berjalan dengan lancar dan
aman. Setelah penghitungan suara berhasil diselesaikan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), hasilnya
lima besar partai yang berhasil meraih suara-suara terbanyak di anataranya PDI Perjuangan, Partai
Golkar, Partai Persatuan pembangunan, Partai Pembangkitan Bangsa, Partai Amanat Nasional. Hasil
pemilihan umum tahun 1999 hingga saat terakhir pengumuman hasil perolehan suara dari partai-partai
politik berjalan dengan aman dan dapat di terima oleh suara partai peserta pemilihan umum.
 Sidang Umum MPR
Sidang Umum MPR Hasil Pemilihan Umum 1999 Setelah Komisi Pemilihan Umum berhasil
menetapkan jumlah anggota DPR dan MPR, maka MPR segera melaksanakan sidang. Sidang Umum
MPR tahun 1999 diselenggarakan sejak tanggal 1 – 21 Oktober 1999. Dalam Sidang Umum itu Amien
Rais dikukuhkan menjadi Ketua MPR dan Akbar Tanjung menjadi Ketua DPR. Sedangkan pada Sidang
Paripurna MPR XII, pidato pertanggung jawaban Presiden Habibie ditolak oleh MPR melalui mekanisme
voting dengan 355 suara menolak, 322 menerima, 9 abstain dan 4 suara tidak sah. Akibat penolakan
pertanggungjawaban itu, Habibie tidak dapat untuk mencalonkan diri menjadi Presiden Republik
Indonesia. Akibatnya memunculkan tiga calon Presiden yang diajukan oleh fraksi-fraksi yang ada di MPR
pada tahap pencalonan Presiden diantaranya Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Megawati Soekarnoputri,
dan Yuhsril Ihza Mahendra. Namun tanggal 20 Oktober 1999, Yuhsril Ihza Mahendra mengundurkan diri.
Oleh karena itu, tinggal dua calon Presiden yang maju dalam pemilihan itu, Abdurrahaman Wahid dan
Megawati Soekarnoputri. Dari hasil pemilihan presiden yang dilaksanakan secara voting, Abudurrahman
Wahid terpilih menjadi Presiden Republik Indonesia. Pada tanggal 21 Oktober 1999 dilaksanakan
pemilihan Wakil Presiden dengan calonnya Megawati Soekarnoputri dan Hamzah Haz. Pemilihan Wakil
Presiden ini kemudian dimenangkan oleh Megawati Soekarnoputri. Kemudian pada tanggal 25 Oktober
1999 Presiden Abdurrahman Wahid dan Wakil Presiden Megawati Soekarnoputri berhasil membentuk
Kabinet Persatuan Nasional.

 Masa Kepresidenan

 1999
Kabinet pertama Gus Dur, Kabinet Persatuan Nasional, adalah kabinet koalisi yang meliputi
anggota berbagai partai politik: PDI-P, PKB, Golkar, PPP, PAN, dan Partai Keadilan (PK). Non-partisan
dan TNI juga ada dalam kabinet tersebut. Wahid kemudian mulai melakukan dua reformasi
pemerintahan. Reformasi pertama adalah membubarkan Departemen Penerangan, senjata utama rezim
Soeharto dalam menguasai media. Reformasi kedua adalah membubarkan Departemen Sosial yang
korup.

Pada November 1999, Wahid mengunjungi negara-negara anggota ASEAN, Jepang, Amerika
Serikat, Qatar, Kuwait, dan Yordania. Setelah itu, pada bulan Desember, ia mengunjungi Republik
Rakyat Cina.

Setelah satu bulan berada dalam Kabinet Persatuan Nasional, Menteri Menteri Koordinator
Pengentasan Kemiskinan (Menko Taskin) Hamzah Haz mengumumkan pengunduran dirinya pada bulan
November. Muncul dugaan bahwa pengunduran dirinya diakibatkan karena Gus Dur menuduh beberapa
anggota kabinet melakukan korupsi selama ia masih berada di Amerika Serikat. Beberapa menduga
bahwa pengunduran diri Hamzah Haz diakibatkan karena ketidaksenangannya atas pendekatan Gus Dur
dengan Israel

Rencana Gus Dur adalah memberikan Aceh referendum. Namun referendum ini menentukan
otonomi dan bukan kemerdekaan seperti referendum Timor Timur. Gus Dur juga ingin mengadopsi
pendekatan yang lebih lembut terhadap Aceh dengan mengurangi jumlah personel militer di Negeri
Serambi Mekkah tersebut. Pada 30 Desember, Gus Dur mengunjungi Jayapura di provinsi Irian Jaya.
Selama kunjungannya, Abdurrahman Wahid berhasil meyakinkan pemimpin-pemimpin Papua bahwa ia
mendorong penggunaan nama Papua.

 2000
Pada Januari 2000, Gus Dur melakukan perjalanan ke luar negeri lainnya ke Swiss untuk
menghadiri Forum Ekonomi Dunia dan mengunjungi Arab Saudi dalam perjalanan pulang menuju
Indonesia. Pada Februari, Wahid melakukan perjalanan luar negeri ke Eropa lainnya dengan
mengunjungi Inggris, Perancis, Belanda, Jerman, dan Italia. Dalam perjalanan pulang dari Eropa, Gus
Dur juga mengunjungi India, Korea Selatan, Thailand, dan Brunei Darussalam. Pada bulan Maret, Gus
Dur mengunjungi Timor Leste. Di bulan April, Wahid mengunjungi Afrika Selatan dalam perjalanan
menuju Kuba untuk menghadiri pertemuan G-77, sebelum kembali melewati Kota Meksiko dan Hong
Kong. Pada bulan Juni, Wahid sekali lagi mengunjungi Amerika, Jepang, dan Perancis
dengan Iran, Pakistan, dan Mesir sebagai tambahan baru ke dalam daftar negara-negara yang
dikunjunginya.

Ketika Gus Dur berkelana ke Eropa pada bulan Februari, ia mulai meminta
Jendral Wiranto mengundurkan diri dari jabatan Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan. Gus
Dur melihat Wiranto sebagai halangan terhadap rencana reformasi militer dan juga karena tuduhan
pelanggaran HAM di Timor Timur terhadap Wiranto.

Ketika Gus Dur kembali ke Jakarta, Wiranto berbicara dengannya dan berhasil meyakinkan Gus
Dur agar tidak menggantikannya. Namun, Gus Dur kemudian mengubah pikirannya dan memintanya
mundur. Pada April 2000, Gus Dur memecat Menteri Negara Perindustrian dan Perdagangan Jusuf
Kalla dan Menteri Negara BUMN Laksamana Sukardi. Alasan yang diberikan Wahid adalah bahwa
keduanya terlibat dalam kasus korupsi, meskipun Gus Dur tidak pernah memberikan bukti yang kuat. Hal
ini memperburuk hubungan Gus Dur dengan Golkar dan PDI-P.

Pada Maret 2000, pemerintahan Gus Dur mulai melakukan negosiasi dengan Gerakan Aceh
Merdeka (GAM). Dua bulan kemudian, pemerintah menandatangani nota kesepahaman dengan GAM
hingga awal tahun 2001, saat kedua penandatangan akan melanggar persetujuan. Gus Dur juga
mengusulkan agar TAP MPRS No. XXIX/MPR/1966 yang melarang Marxisme-Leninisme dicabut.

Ia juga berusaha membuka hubungan dengan Israel, yang menyebabkan kemarahan pada
kelompok Muslim Indonesia. Isu ini diangkat dalam pidato Ribbhi Awad, duta besar Palestina untuk
Indonesia, kepada parlemen Palestina tahun 2000. Isu lain yang muncul adalah keanggotaan Gus Dur
pada Yayasan Shimon Peres. Baik Gus Dur dan menteri luar negerinya Alwi Shihab menentang
penggambaran Presiden Indonesia yang tidak tepat, dan Alwi meminta agar Awad, duta besar Palestina
untuk Indonesia, diganti.

Dalam usaha mereformasi militer dan mengeluarkan militer dari ruang sosial-politik, Gus Dur
menemukan sekutu, yaitu Agus Wirahadikusumah, yang diangkatnya menjadi Panglima Kostrad pada
bulan Maret. Pada Juli 2000, Agus mulai membuka skandal yang melibatkan Dharma Putra, yayasan
yang memiliki hubungan dengan Kostrad. Melalui Megawati, anggota TNI mulai menekan Wahid untuk
mencopot jabatan Agus. Gus Dur mengikuti tekanan tersebut, tetapi berencana menunjuk Agus sebagai
Kepala Staf Angkatan Darat. Petinggi TNI merespon dengan mengancam untuk pensiun, sehingga Gus
Dur kembali harus menurut pada tekanan.

Hubungan Gus Dur dengan TNI semakin memburuk ketika Laskar Jihad tiba di Maluku dan
dipersenjatai oleh TNI. Laskar Jihad pergi ke Maluku untuk membantu orang Muslim dalam konflik
dengan orang Kristen. Wahid meminta TNI menghentikan aksi Laskar Jihad, namun mereka tetap
berhasil mencapai Maluku dan dipersenjatai oleh senjata TNI.

Muncul pula dua skandal pada tahun 2000, yaitu skandal Buloggate dan Bruneigate. Pada bulan
Mei, Badan Urusan Logistik (BULOG) melaporkan bahwa $4 juta menghilang dari persediaan kas Bulog.
Tukang pijit pribadi Gus Dur mengklaim bahwa ia dikirim oleh Gus Dur ke Bulog untuk mengambil uang.
Meskipun uang berhasil dikembalikan, musuh Gus Dur menuduhnya terlibat dalam skandal ini. Skandal
ini disebut skandal Buloggate. Pada waktu yang sama, Gus Dur juga dituduh menyimpan uang $2 juta
untuk dirinya sendiri. Uang itu merupakan sumbangan dari Sultan Brunei untuk membantu di Aceh.
Namun, Gus Dur gagal mempertanggungjawabkan dana tersebut. Skandal ini disebut skandal
Bruneigate.

Sidang Umum MPR 2000 hampir tiba, popularitas Gus Dur masih tinggi. Sekutu Wahid seperti
Megawati, Akbar dan Amien masih mendukungnya meskipun terjadi berbagai skandal dan pencopotan
menteri. Pada Sidang Umum MPR, pidato Gus Dur diterima oleh mayoritas anggota MPR. Selama
pidato, Wahid menyadari kelemahannya sebagai pemimpin dan menyatakan ia akan mewakilkan
sebagian tugas. Anggota MPR setuju dan mengusulkan agar Megawati menerima tugas tersebut. Pada
awalnya MPR berencana menerapkan usulan ini sebagai TAP MPR, akan tetapi Keputusan Presiden
dianggap sudah cukup. Pada 23 Agustus, Gus Dur mengumumkan kabinet baru meskipun Megawati
ingin pengumuman ditunda. Megawati menunjukan ketidaksenangannya dengan tidak hadir pada
pengumuman kabinet. Kabinet baru lebih kecil dan meliputi lebih banyak non-partisan. Tidak terdapat
anggota Golkar dalam kabinet baru Gus Dur.

Pada September, Gus Dur menyatakan darurat militer di Maluku karena kondisi di sana semakin
memburuk. Pada saat itu semakin jelas bahwa Laskar Jihad didukung oleh anggota TNI dan juga
kemungkinan didanai oleh Fuad Bawazier, menteri keuangan terakhir Soeharto. Pada bulan yang sama,
bendera bintang kejora berkibar di Papua Barat. Gus Dur memperbolehkan bendera bintang kejora
dikibarkan asalkan berada di bawah bendera Indonesia. Ia dikritik oleh Megawati dan Akbar karena hal
ini. Pada 24 Desember 2000, terjadi serangan bom terhadap gereja-gereja di Jakarta dan delapan kota
lainnya di seluruh Indonesia.

Pada akhir tahun 2000, terdapat banyak elit politik yang kecewa dengan Abdurrahman Wahid.
Orang yang paling menunjukan kekecewaannya adalah Amien. Ia menyatakan kecewa mendukung Gus
Dur sebagai presiden tahun lalu. Amien juga berusaha mengumpulkan oposisi dengan meyakinkan
Megawati dan Gus Dur untuk merenggangkan otot politik mereka. Megawati melindungi Gus Dur,
sementara Akbar menunggu pemilihan umum legislatif tahun 2004. Pada akhir November, 151 anggota
DPR menandatangani petisi yang meminta pemakzulan Gus Dur.

 2001 dan Akhir Kekuasaan


Pada Januari 2001, Gus Dur mengumumkan bahwa Tahun Baru Cina (Imlek) menjadi hari libur
opsional. Tindakan ini diikuti dengan pencabutan larangan penggunaan huruf Tionghoa. Gus Dur lalu
mengunjungi Afrika Utara dan juga Arab Saudi untuk naik haji. Abdurrahman Wahid melakukan
kunjungan terakhirnya ke luar negeri sebagai presiden pada Juni 2001 ketika ia mengunjungi Australia.

Pada pertemuan dengan rektor-rektor universitas pada 27 Januari 2001, Gus Dur menyatakan
kemungkinan Indonesia masuk kedalam anarkisme. Ia lalu mengusulkan pembubaran DPR jika hal
tersebut terjadi. Pertemuan tersebut menambah gerakan anti-Wahid. Pada 1 Februari, DPR bertemu
untuk mengeluarkan nota terhadap Gus Dur. Nota tersebut berisi diadakannya Sidang Khusus MPR
dimana pemakzulan Presiden dapat dilakukan. Anggota PKB hanya bisa walk out dalam menanggapi hal
ini. Nota ini juga menimbulkan protes di antara NU. Di Jawa Timur, anggota NU melakukan protes di
sekitar kantor regional Golkar. Di Jakarta, oposisi Gus Dur turun menuduhnya mendorong protes
tersebut. Gus Dur membantah dan pergi untuk berbicara dengan demonstran di Pasuruan. Namun,
demonstran NU terus menunjukkan dukungan mereka kepada Gus Dur dan pada bulan April
mengumumkan bahwa mereka siap untuk mempertahankan Gus Dur sebagai presiden hingga mati.

Pada bulan Maret, Gus Dur mencoba membalas oposisi dengan melawan disiden pada
kabinetnya. Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Yusril Ihza Mahendradicopot dari kabinet karena
ia mengumumkan permintaan agar Gus Dur mundur. Menteri Kehutanan Nurmahmudi Ismail juga dicopot
dengan alasan berbeda visi dengan Presiden, berlawanan dalam pengambilan kebijakan, dan diangap
tidak dapat mengendalikan Partai Keadilan, yang pada saat itu massanya ikut dalam aksi menuntut Gus
Dur mundur. Dalam menanggapi hal ini, Megawati mulai menjaga jarak dan tidak hadir dalam inaugurasi
penggantian menteri. Pada 30 April, DPR mengeluarkan nota kedua dan meminta diadakannya Sidang
Istimewa MPR pada 1 Agustus.

Gus Dur mulai putus asa dan meminta Menteri Koordinator Politik, Sosial, dan Keamanan
(Menko Polsoskam) Susilo Bambang Yudhoyono untuk menyatakan keadaan darurat. Yudhoyono
menolak dan Gus Dur memberhentikannya dari jabatannya beserta empat menteri lainnya
dalam reshuffle kabinet pada tanggal 1 Juli 2001. Akhirnya pada 20 Juli, Amien Rais menyatakan bahwa
Sidang Istimewa MPR akan dimajukan pada 23 Juli. TNI menurunkan 40.000 tentara di Jakarta dan juga
menurunkan tank yang menunjuk ke arah Istana Negara sebagai bentuk penunjukan kekuatan. Gus Dur
kemudian mengumumkan pemberlakuan dekret yang berisi :

1) Pembubaran MPR/DPR.

2) Mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat dengan mempercepat pemilu dalam waktu satu
tahun, dan

3) Menyelamatkan gerakan reformasi total dari hambatan unsur-unsur Orde Baru dengan
membekukan Partai Golkar sebagai bentuk perlawanan terhadap Sidang Istimewa MPR.

Namun dekret tersebut tidak memperoleh dukungan dan pada 23 Juli, MPR secara resmi
memakzulkan Gus Dur dan menggantikannya dengan Megawati Sukarnoputri. Abdurrahman Wahid terus
bersikeras bahwa ia adalah presiden dan tetap tinggal di Istana Negara selama beberapa hari, namun
akhirnya pada tanggal 25 Juli ia pergi ke Amerika Serikat karena masalah kesehatan.

 Kelebihan dan Kekurangan sistem Pemerintahan


Abdurrahman Wahid
A. Kelebihan sistem Pemerintahan Abdurrahman Wahid
a) Sukses melakukan kesepahaman dengan GAM. Pada Maret 2000

b) Sukses membawa Indonesia ke Forum Ekonomi Dunia.

c) Sukses melaksanakan persamaan hak menyatakan pendapat di muka umum.


d) Etnis Tioghoa yang berpuluh-puluh tahun dikekang diberikan kebebasan sama seperti orang pribumi.

e) Jadwal ketat kunjungan ke luar negeri menghasilkan banyak mitra luar negeri.

f) Sukses menggulingkan unsur-unsur sentrakistis dan hierarkis yang represif (menindas) semasa
pemerintahan Soeharto.

g) Sukses mengurangi dukungan bagi kaum separatis GAM di Aceh.

B. Kekurangan Sistem Pemerintahan Abdurrahman Wahid

a) Semakin maraknya korupsi, kolusi, dan nepotisme.

b) Munculnya berbegai reaksi negatif dari rakyat atas usul Presiden Abdurrahman Wahid mengenai
pembatalan Ketetapan MPRS Tahun 1966 mengenai pelarangan ajaran Marxisme-Leninisme.

c) Kesulitan ekonomi semakin meluas.

d) Kerusuhan antaretnis terus berlanjut.

e) Di Aceh, kekerasan antarkaum separatis dan aparat keamanan terus terjadi.

f) Pemecatan terhadap beberapa menteri yang memunculkan berbagai pro dan kontra di masyarakat.

g) berusaha membuka hubungan dengan Israel, yang menyebabkan kemarahan pada kelompok Muslim
Indonesia.

h) Muncul dua skandal pada tahun 2000, yaitu skandal Buloggate dan Bruneigate.

i) Gus Dur memperbolehkan bendera bintang kejora dikibarkan asalkan berada di bawah bendera
Indonesia yang menimbulkan kritik dari berbagai pihak bahkan Megawati dan Akbar juga mengkritik Gus
Dur karena hal ini.

j) Pada 24 Desember 2000, terjadi serangan bom terhadap gereja-gereja di Jakarta dan delapan kota
lainnya di seluruh Indonesia.

PERKEMBANGAN PEMERINTAHAN PADA ERA REFORMASI

A. Indonesia pada Masa Pemerintahan Presiden BJ.Habibie


Pemerintahan presiden BJ.Habibie yang mengawali masa reformasi belum melakukan manuver-
manuver yang cukup tajam dalam bidang ekonomi. Kebijakan-kebijakannya diutamakan untuk
mengendalikan stabilitas politik. Pada masa kepemimpinan presiden Abdurrahman Wahid pun, belum ada
tindakan yang cukup berarti untuk menyelamatkan negara dari keterpurukan. Padahal, ada berbagai
persoalan ekonomi yang diwariskan orde baru harus dihadapi, antara lain masalah KKN (Korupsi, Kolusi
dan Nepotisme), pemulihan ekonomi, kinerja BUMN, pengendalian inflasi, dan mempertahankan kurs
rupiah. Malah presiden terlibat skandal Bruneigate yang menjatuhkan kredibilitasnya di mata masyarakat.
Akibatnya, kedudukannya digantikan oleh presiden Megawati.
 Kebijakan- kebijakan pada masa pemerintahan B.J. Habibie:
1. Membentuk Kabinet Reformasi Pembangunan
Dibentuk tanggal 22 Mei 1998, dengan jumlah menteri 16 orang yang merupakan perwakilan dari Golkar,
PPP, dan PDI.
2. Mengadakan reformasi dalam bidang politik
Habibie berusaha menciptakan politik yang transparan, mengadakan pemilu yang bebas, rahasia, jujur,
adil, membebaskan tahanan politik, dan mencabut larangan berdirinya Serikat Buruh Independen.
3. Kebebasan menyampaikan pendapat.
Kebebasan menyampaikan pendapat diberikan asal tetap berpedoman pada aturan yang ada yaitu
UU No.9 tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum.
4. Refomasi dalam bidang hukum
Target reformasinya yaitu subtansi hukum, aparatur penegak hukum yang bersih dan berwibawa,
dan instansi peradilan yang independen. Pada masa orde baru, hukum hanya berlaku pada rakyat kecil saja
dan penguasa kebal hukum sehingga sulit bagi masyarakat kecil untuk mendapatkan keadilan bila
berhubungan dengan penguasa.
5. Mengatasi masalah dwifungsi ABRI
Jendral TNI Wiranto mengatakan bahwa ABRI akan mengadakan reposisi secara bertahap sesuai
dengan tuntutan masyarakat, secara bertahap akan mundur dari area politik dan akan memusatkan
perhatian pada pertahanan negara. Anggota yang masih menduduki jabatan birokrasi diperintahkan untuk
memilih kembali kesatuan ABRI atau pensiun dari militer untuk berkarier di sipil. Dari hal tersebut,
keanggotaan ABRI dalam DPR/MPR makin berkurang dan akhirnya ditiadakan.
6. Mengadakan sidang istimewa
Sidang tanggal 10-13 November 1998 yang diadakan MPR berhasil menetapkan 12 ketetapan.
7. Mengadakan pemilu tahun 1999
Pelaksanaan pemilu dilakukan dengan asas LUBER (langsung, bebas, rahasia) dan JURDIL (jujur
dan adil).
 Masalah yang ada:
Ditolaknya pertanggung jawaban Presiden Habibie yang disampaikan pada sidang umum MPR
tahun1999 sehingga beliau merasa bahwa kesempatan untuk mencalonkan diri sebagai presiden lagi sangat
kecil dan kemudian dirinya tidak mencalonkan diri pada pemilu yang dilaksanakan.
B. Indonesia pada Masa Pemerintahan Abdurrahman Wahid
 Kebijakan-kebijakan pada masa Gus Dur:
 Masalah yang ada:
o Gus Dur tidak mampu menjalin hubungan yang harmonis dengan TNI-Polri.
o Masalah dana non-budgeter Bulog dan Bruneigate yang dipermasalahkan oleh anggota
DPR.
o Dekrit Gus Dur tanggal 22 Juli 2001 yang berisikan pembaharuan DPR dan MPR serta
pembubaran Golkar. Hal tersebut tidak mendapat dukungan dari TNI, Polri dan partai politik serta
masyarakat sehingga dekrit tersebut malah mempercepat kejatuhannya. Dan sidang istimewa 23 Juli 2001
menuntutnya diturunkan dari jabatan.
1. Meneruskan kehidupan yang demokratis seperti pemerintahan sebelumnya (memberikan kebebasan
berpendapat di kalangan masyarakat minoritas, kebebasan beragama, memperbolehkan kembali
penyelenggaraan budaya tiong hua).
2. Merestrukturisasi lembaga pemerintahan seperti menghapus departemen yang dianggapnya tidak efesien
(menghilangkan departemen penerangan dan sosial untuk mengurangi pengeluaran anggaran, membentuk
Dewan Keamanan Ekonomi Nasional).
3. Ingin memanfaatkan jabatannya sebagai Panglima Tertinggi dalam militer dengan mencopot Kapolri yang
tidak sejalan dengan keinginan Gus Dur.
C. Indonesia pada Masa Pemerintahan Megawati Soekarno Putri
Masa kepemimpinan Megawati Soekarnoputri masalah-masalah yang mendesak untuk dipecahkan
adalah pemulihan ekonomi dan penegakan hukum. Kebijakan-kebijakan yang ditempuh untuk mengatasi
persoalan-persoalan ekonomi antara lain:
a) Meminta penundaan pembayaran utang sebesar US$ 5,8 milyar pada pertemuan Paris Club ke-3 dan
mengalokasikan pembayaran utang luar negeri sebesar Rp 116.3 triliun.
b) Kebijakan privatisasi BUMN. Privatisasi adalah menjual perusahaan negara di dalam periode krisis
dengan tujuan melindungi perusahaan negara dari intervensi kekuatan-kekuatan politik dan mengurangi
beban negara. Hasil penjualan itu berhasil menaikkan pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 4,1 %.
Namun kebijakan ini memicu banyak kontroversi, karena BUMN yang diprivatisasi dijual ke perusahaan
asing.
c) Di masa ini juga direalisasikan berdirinya KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), tetapi belum ada
gebrakan konkrit dalam pemberantasan korupsi. Padahal keberadaan korupsi membuat banyak investor
berpikir dua kali untuk menanamkan modal di Indonesia, dan mengganggu jalannya pembangunan
nasional.
 Kebijakan-kebijakan lain pada masa Megawati:
o Memilih dan Menetapkan
Ditempuh dengan meningkatkan kerukunan antar elemen bangsa dan menjaga persatuan dan kesatuan.
Upaya ini terganggu karena peristiwa Bom Bali yang mengakibatkan kepercayaan dunia internasional
berkurang.
o Membangun tatanan politik yang baru
Diwujudkan dengan dikeluarkannya UU tentang pemilu, susunan dan kedudukan MPR/DPR, dan
pemilihan presiden dan wapres.
o Menjaga keutuhan NKRI
Setiap usaha yang mengancam keutuhan NKRI ditindak tegas seperti kasus Aceh, Ambon, Papua, Poso. Hal
tersebut diberikan perhatian khusus karena peristiwa lepasnya Timor Timur dari RI.
o Melanjutkan amandemen UUD 1945
Dilakukan agar lebih sesuai dengan dinamika dan perkembangan zaman.
o Meluruskan otonomi daerah
Keluarnya UU tentang otonomi daerah menimbulkan penafsiran yang berbeda tentang pelaksanaan
otonomi daerah. Karena itu, pelurusan dilakukan dengan pembinaan terhadap daerah-daerah.
Masalah yang ada:
Tidak ada masalah yang berarti dalam masa pemerintahan Megawati kecuali peristiwa Bom Bali
dan perebutan pulan Ligitan dan Sipadan.
D. Indonesia pada Masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono

Pada masa Kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono melakukan kebijakan


kontroversial pertama presiden Yudhoyono adalah mengurangi subsidi BBM, atau dengan kata lain
menaikkan harga BBM. Kebijakan ini dilatarbelakangi oleh naiknya harga minyak dunia. Anggaran subsidi
BBM dialihkan ke subsidi sektor pendidikan dan kesehatan, serta bidang-bidang yang mendukung
peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Kebijakan kontroversial pertama itu menimbulkan kebijakan kontroversial kedua, yakni Bantuan
Langsung Tunai (BLT) bagi masyarakat miskin. Kebanyakan BLT tidak sampai ke tangan yang berhak, dan
pembagiannya menimbulkan berbagai masalah sosial.
Kebijakan yang ditempuh untuk meningkatkan pendapatan perkapita adalah mengandalkan
pembangunan infrastruktur massal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi serta mengundang investor
asing dengan janji memperbaiki iklim investasi. Salah satunya adalah diadakannya Indonesian
Infrastructure Summit pada bulan November 2006 lalu, yang mempertemukan para investor dengan
kepala-kepala daerah. Menurut Keynes, investasi merupakan faktor utama untuk menentukan kesempatan
kerja. Mungkin ini mendasari kebijakan pemerintah yang selalu ditujukan untuk memberi kemudahan bagi
investor, terutama investor asing, yang salahsatunya adalah revisi undang-undang ketenagakerjaan. Jika
semakin banyak investasi asing di Indonesia, diharapkan jumlah kesempatan kerja juga akan bertambah.
 Kebijakan-kebijakan lain yang dilakukan pada masa SBY:
• Anggaran pendidikan ditingkatkan menjadi 20% dari keseluruhan APBN.
• Konversi minyak tanah ke gas.
• Pembayaran utang secara bertahap kepada badan PBB.
• Buy back saham BUMN
• Pelayanan UKM (Usaha Kecil Menengah) bagi rakyat kecil.
• Memudahkan investor asing untuk berinvestasi di Indonesia.
• Meningkatkan sektor pariswisata dengan mencanangkan “Visit Indonesia 2008″.
• Pemberian bibit unggul pada petani.
• Pemberantasan korupsi melalui KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi).
 Masalah yang ada:
1. Masalah pembangunan ekonomi yang ala kadarnya sangat memperihatinkan karena tidak tampak strategi
yang bisa membuat perekonomian Indonesia kembali bergairah. Angka pengangguran dan kemiskinan
tetap tinggi.
2. Penanganan bencana alam yang datang bertubi-tubi berjalan lambat dan sangat tidak profesional. Bisa
dipahami bahwa bencana datang tidak diundang dan terjadi begitu cepat sehingga korban kematian dan
materi tidak terhindarkan. Satu-satunya unit pemerintah yang tampak efisien adalah Badan Sar Nasional
yang saat inipun terlihat kedodoran karena sumber daya yang terbatas. Sementara itu, pembentukan komisi
dll hanya menjadi pemborosan yang luar biasa.
3. Masalah kepemimpinan SBY dan JK yang sangat memperihatinkan. SBY yang ‘sok’ kalem dan berwibawa
dikhawatirkan berhati pengecut dan selalu cari aman, sedangkan JK yang sok profesional dikhawatirkan
penuh tipu muslihat dan agenda kepentingan kelompok. Rakyat Indonesia sudah melihat dan memahami
hal tersebut. Selain itu, ketidakkompakan anggota kabinet menjadi nilai negatif yang besar.
4. Masalah politik dan keamanan cukup stabil dan tampak konsolidasi demokrasi dan keberhasilan pilkada
Aceh menjadi catatan prestasi. Namun, potensi demokrasi ini belum menghasilkan sistem yang pro-rakyat
dan mampu memajukan kesejahteraan bangsa Indonesia. Tetapi malah mengubah arah demokrasi bukan
untuk rakyat melainkan untuk kekuatan kelompok.
5. Masalah korupsi. Mulai dari dasar hukumnya sampai proses peradilan, terjadi perdebatan yang semakin
mempersulit pembersihan Republik Indonesia dari koruptor-koruptor perampok kekayaan bangsa
Indonesia. Misalnya pernyataan JK yang menganggap upaya pemberantasan korupsi mulai terasa
menghambat pembangunan.
6. Masalah politik luar negeri. Indonesia terjebak dalam politk luar negeri ‘Pahlawan Kesiangan’. Dalam kasus
Nuklir Korea Utara dan dalam kasus-kasus di Timur Tengah, utusan khusus tidak melakukan apa-apa.
Indonesia juga sangat sulit bergerak diantara kepentingan Arab Saudi dan Iran. Selain itu, ikut serta dalam
masalah Irak jelas merupakan dikte Amerika Serikat yang diamini oleh korps Deplu. Juga desakan peranan
Indonesia dalam urusan dalam negeri Myanmar akan semakin menyulitkan Indonesia di masa mendatang.
Singkatnya, Indonesia bukan lagi negara yang bebas dan aktif karena lebih condong ke Amerika Serikat.
7. Pada pertengahan bulan Oktober 2006 , Indonesia melunasi seluruh sisa utang pada IMF sebesar 3,2
miliar dolar AS. Dengan ini, maka diharapkan Indonesia tak lagi mengikuti agenda-agenda IMF dalam
menentukan kebijakan dalam negri. Namun wacana untuk berhutang lagi pada luar negri kembali
mencuat, setelah keluarnya laporan bahwa kesenjangan ekonomi antara penduduk kaya dan miskin
menajam, dan jumlah penduduk miskin meningkat dari 35,10 jiwa di bulan Februari 2005 menjadi 39,05
juta jiwa pada bulan Maret 2006. Hal ini disebabkan karena beberapa hal, antara lain karena pengucuran
kredit perbankan ke sector riil masih sangat kurang (perbankan lebih suka menyimpan dana di SBI),
sehingga kinerja sector riil kurang dan berimbas pada turunnya investasi. Selain itu, birokrasi pemerintahan
terlalu kental, sehingga menyebabkan kecilnya realisasi belanja Negara dan daya serap, karena inefisiensi
pengelolaan anggaran. Jadi, di satu sisi pemerintah berupaya mengundang investor dari luar negri, tapi di
lain pihak, kondisi dalam negeri masih kurang kondusif.
Masa Pemerintahan Presiden Megawati

Presiden Megawati Soekarno Putri mengawali tugasnya sebagai presiden kelima Republik Indonesia dengan
membentuk Kabinet Gotong Royong. Kabinet ini memiliki lima agenda utama yakni membuktikan sikap tegas
pemerintah dalam menghapus KKN, menyusun langkah untuk menyelamatkan rakyat dari krisis yang
berkepanjangan, meneruskan pembangunan politik, mempertahankan supremasi hukum dan menciptakan
situasi sosial kultural yang kondusif untuk memajukan kehidupan masyarakat sipil, menciptakan kesejahteraan
dan rasa aman masyarakat dengan meningkatkan keamanan dan hak asasi manusia. Tugas Presiden
Megawati di awal pemerintahannya terutama upaya untuk memberantas KKN terbilang berat karena selain
banyaknya kasus-kasus KKN masa Orde Baru yang belum tuntas, kasus KKN pada masa pemerintahan
Presiden Abdurrahman Wahid menambah beban pemerintahan baru tersebut. Untuk menyelesaikan berbagai
kasus KKN, pemerintahan Presiden Megawati membentuk Komisi Tindak Pidana Korupsi setelah keluarnya
UU RI No. 28 tahun 1999 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas KKN. Pembentukan komisi
ini menuai kritik karena pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid telah dibentuk Komisi
Pemeriksa Kekayaan Pejabat Negara (KPKPN).

Masa Pemerintahan Presiden Megawati

Dari sisi kemiripan tugas, keberadaan dua komisi tersebut tersebut terkesan tumpang tindih. Dalam perjalanan
pemerintahan Megawati, kedua komisi tersebut tidak berjalan maksimal karena hingga akhir pemerintahan
Presiden Megawati, berbagai kasus KKN yang ada belum dapat diselesaikan.

a. Reformasi Bidang Hukum dan Pemerintahan

Pada masa pemerintahan Presiden Megawati, MPR kembali melakukan amandemen terhadap UUD 1945
pada tanggal 10 November 2001. Amandemen tersebut meliputi penegasan Indonesia sebagai negara hukum
dan kedaulatan berada di tangan rakyat. Salah satu perubahan penting terkait dengan pemilihan umum adalah
perubahan tata cara pemilihan presiden dan wakil presiden yang dipilih langsung oleh rakyat dan mulai
diterapkan pada pemilu tahun 2004.
Dengan demikian rakyat akan berpartisipasi dalam pemilihan umum untuk memilih calon anggota legislatif,
presiden dan kepala daerah secara terpisah. Hal lain yang dilakukan terkait dengan reformasi di bidang hukum
dan pemerintahan adalah pembatasan wewenang MPR, kesejajaran kedudukan antara presiden dan DPR
yang secara langsung menguatkan posisi DPR, kedudukan Dewan Perwakilan Daerah (DPD), penetapan
APBN yang diajukan oleh presiden dan penegasan wewenang BPK. Salah satu bagian penting amandemen
yang dilakukan MPR terkait upaya pemberantasan KKN adalah penegasan kekuasaan kehakiman sebagai
kekuasaan independen untuk menyelenggarakan peradilan yang adil dan bersih guna menegakkan hukum dan
keadilan yang dilakukan oleh Mahkamah Agung. Amandemen ini memberikan kekuatan bagi penegak hukum
untuk menembus birokrasi yang selama ini disalahgunakan untuk mencegah penyelidikan terhadap tersangka
kejahatan terlebih jika sebuah kasus menimpa pejabat pemerintah yang tengah berkuasa.

Upaya lain untuk melanjutkan cita-cita reformasi di bidang hukum adalah pencanangan pembentukan
Mahkamah Konstitusi selambat-lambatnya tanggal 17 Agustus 2003. Selain beberapa amandemen terkait
masalah hukum dan pemerintahan, pemerintahan Presiden Megawati juga berupaya melanjutkan upaya
reformasi di bidang pers yang ditandai dengan dikeluarkannya Undang-undang Pers dan Undang-undang
Penyiaran. Dilihat dari sisi kebebasan mengeluarkan pendapat, keberadaan kedua undang-undang tersebut
berdampak positif namun di sisi lain berbagai media yang diterbitkan oleh partai-partai politik dan LSM
seringkali melahirkan polemik dan sulit dikontrol oleh pemerintah.

b. Reformasi Bidang Ekonomi

Krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak 1998 belum dapat dilalui oleh dua presiden sebelum Megawati
sehingga pemerintahannya mewarisi berbagai persoalan ekonomi yang harus dituntaskan. Masalah ekonomi
yang kompleks dan saling berkaitan menuntut perhatian pemerintah untuk memulihkan situasi ekonomi guna
memperbaiki kehidupan rakyat.

Wakil Presiden Hamzah Haz menjelaskan bahwa pemerintah merancang paket kebijakan pemulihan ekonomi
menyeluruh yang dapat menggerakkan sektor riil dan keuangan agar dapat menjadi stimulus pemulihan
ekonomi. Selain upaya pemerintah untuk memperbaiki sektor ekonomi, MPR berhasil mengeluarkan keputusan
yang menjadi pedoman bagi pelaksanaan pembangunan ekonomi di masa reformasi yaitu Tap MPR RI No. IV/
MPR/1999 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara 1999-2004. Sesuai dengan amanat GBHN 1999-2004,
arah kebijakan penyelenggaraan negara harus dituangkan dalam Program Pembangunan Nasional (Propenas)
lima tahun yang ditetapkan oleh presiden bersama DPR. Minimnya kontroversi selama masa pemerintahan
Megawati berdampak positif pada sektor ekonomi. Hal ini membuat pemerintahan Megawati mencatat
beberapa pencapaian di bidang ekonomi dan dianggap berhasil membangun kembali perekonomian bangsa
yang sempat terpuruk sejak beralihnya pemerintahan dari pemerintahan Orde Baru ke pemerintahan pada era
reformasi. Salah satu indikator keberhasilan pemerintahan Presiden Megawati adalah rendahnya tingkat inflasi
dan stabilnya cadangan devisa negara. Nilai tukar rupiah relatif membaik dan berdampak pada stabilnya
harga-harga barang. Kondisi ini juga meningkatkan kepercayaan investor terhadap perekonomian Indonesia
yang dianggap menunjukkan perkembangan positif. Kenaikan inflasi pada bulan Januari 2002 akibat kenaikan
harga dan suku bunga serta berbagai bencana lainnya juga berhasil ditekan pada bulan Maret dan April 2002.
Namun berbagai pencapaian di bidang ekonomi pemerintahan Presiden Megawati mulai menunjukkan
penurunan pada paruh kedua pemerintahannya. Pada pertengahan tahun 2002-2003 nilai tukar rupiah yang
sempat menguat hingga Rp. 8.500,- per dolar kemudian melemah seiring menurunnya kinerja pemerintah. Di
sisi lain, berbagai pencapaian tersebut juga tidak berbanding lurus dengan jumlah penduduk yang ternyata
masih banyak berada di bawah garis kemiskinan. Popularitas pemerintah juga menurun akibat berbagai
kebijakan yang tidak populis dan meningkatkan inflasi. Meningkatnya inflasi berdampak buruk terhadap tingkat
inflasi riil. Diantara kebijakan tersebut adalah kebijakan pemerintah yang menaikkan harga bahan bakar
minyak (BBM) dan tarif dasar listrik (TDL) serta pajak pendapatan negara. (Sarwanto, 2004: 50).

Selain itu, persoalan hutang luar negeri juga menjadi persoalan pada masa pemerintahan Presiden Megawati
karena pembayaran hutang luar negeri mengambil porsi APBN yang paling besar yakni mencapai 52% dari
total penerimaan pajak yang dibayarkan oleh rakyat sebesar 219,4 triliun rupiah. Hal ini mengakibatkan
pemerintah mengalami defisit anggaran dan kebutuhan pinjaman baru. c. Masalah Disintegrasi dan Kedaulatan
Wilayah Pemerataan ekonomi di seluruh wilayah Indonesia merupakan salah satu pekerjaan rumah
pemerintahan Presiden Megawati.

Tidak meratanya pembangunan dan tidak adilnya pembagian hasil sumber daya alam antara pemerintah pusat
dan daerah menjadi masalah yang berujung pada keinginan untuk melepaskan diri dari Negara Kesatuan
Republik Indonesia terutama beberapa provinsi yang kaya akan sumber daya alam tetapi hanya mendapatkan
sedikit dari hasil sumber daya alam mereka. Dua provinsi yang rentan untuk melepaskan diri adalah provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan Papua. Kebijakan represif yang diterapkan pada masa pemerintahan
Orde Baru di kedua provinsi tersebut menjadi alat propaganda efektif bagi kelompokkelompok yang ingin
memisahkan diri. Untuk meredam keinginan melepaskan diri kedua provinsi tersebut, Presiden Megawati
melakukan upaya-upaya untuk menyelesaikan permasalahan disintegrasi dan memperbaiki persentase
pembagian hasil sumber daya alam antara pemerintah pusat dan daerah di kedua propinsi tersebut.
Berdasarkan UU No. 1b/2001 dan UU No. 21/2001 baik propinsi NAD dan Papua akan menerima 70% dari
hasil pertambangan minyak bumi dan gas alam. Upaya Presiden Megawati untuk memperbaiki hubungan
pemerintah pusat dan rakyat propinsi NAD juga dilakukan dengan melakukan kunjungan kerja ke Banda Aceh
pada tanggal 8 September 2001. Dalam kunjungan kerja tersebut, presiden melakukan dialog dengan
sejumlah tokoh Aceh dan berpidato di halaman Masjid Raya Baiturrahman. Dalam kesempatan tersebut,
presiden mensosialisasikan UU No. 18 tahun 2001 tentang otonomi khusus Provinsi NAD. Presiden Megawati
juga menandatangani prasasti perubahan status Universitas Malikussaleh Lhokseumawe menjadi universitas
negeri. Upaya Presiden Megawati untuk menjaga keutuhan wilayah NKRI juga diuji saat pemerintah berusaha
untuk menyelesaikan sengketa status Pulau Sipadan dan Ligitan dengan pemerintah Malaysia. Sengketa
status kedua pulau tersebut tidak dapat diselesaikan melalui perundingan bilateral antara pemerintah
Indonesia dan Malaysia.

Kedua negara sepakat untuk membawa kasus ini ke Mahkamah Internasional di Den Haag. Pemerintah
Indonesia sejak tahun 1997 telah memperjuangkan pengakuan internasional bahwa kedua pulau tersebut
merupakan bagian dari wilayah Republik Indonesia. Namun Mahkamah Internasional pada akhirnya
memutuskan bahwa kedua pulau tersebut merupakan bagian dari Malaysia. Dari 17 hakim yang terlibat dalam
proses keputusan Mahkamah Internasional, satu-satunya hakim yang memberikan keputusan bahwa kedua
pulau tersebut merupakan bagian dari wilayah Indonesia adalah Hakim Ad Hoc Thomas Franck yang ditunjuk
oleh Indonesia.Terlepasnya Pulau Sipadan yang memiliki luas 10,4 hektar dan Pulau Ligitan yang memiliki luas
7,9 hektar merupakan pukulan bagi diplomasi luar negeri Indonesia setelah terlepasnya Timor Timur. Kasus ini
juga menunjukkan lemahnya diplomasi luar negeri Indonesia saat berhadapan dengan negara lain terutama
dalam sengketa perbatasan dengan negara-negara tetangga.

d. Desentralisasi Politik dan Keuangan


Terkait hubungan pemerintah pusat dan daerah, pemerintahan Presiden Megawati berupaya untuk
melanjutkan kebijakan otonomi daerah yang telah dirintis sejak tahun 1999 seiring dengan dikeluarkannya UU
No. 2 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan pusat-daerah. Upaya ini merupakan proses reformasi tingkat
lokal terutama pada bidang politik, pengelolaan keuangan daerah dan pemanfaatan sumber-sumber daya alam
daerah untuk kepentingan masyarakat setempat. Upaya desentralisasi politik dan keuangan ini sejalan dengan
struktur pemerintahan di masa mendatang dimana masing-masing daerah akan diberi wewenang lebih besar
untuk mengelola hasil-hasil sumber daya alam dan potensi ekonomi yang mereka miliki.

Otonomi daerah merupakan isu penting sejak bergulirnya reformasi pada tahun 1998. Setelah berakhirnya
pemerintahan Orde Baru, rakyat di beberapa daerah mulai menyuarakan ketidakpuasan mereka terhadap
sistem sentralisasi kekuasaan dan wewenang pemerintah pusat yang sangat kuat. Kepala daerah yang
bertugas di beberapa daerah mulai dari posisi gubernur hingga bupati seringkali bukan merupakan pilihan
masyarakat setempat. Pada masa pemerintahan Orde Baru, para pejabat yang bertugas di daerah umumnya
adalah pejabat yang ditunjuk oleh pemerintah pusat dan memerintah sesuai keinginan pemerintah pusat.
Masalah di daerah semakin kompleks saat pejabat bersangkutan kurang dapat mengakomodasi aspirasi
masyarakat setempat. Faktor inilah yang membuat isu mengenai otonomi daerah menjadi penting sebagai
bagian dari reformasi politik dan sosial terutama di beberapa wilayah yang ingin melepaskan diri dari NKRI.

Proses pelaksanaan otonomi daerah berikut pengadaan perangkat hukumnya berkaitan erat dengan sistem
pemilihan umum berikutnya yang akan diselenggarakan pada tahun 2004. Sejalan dengan rencana
pelaksanaan otonomi daerah, pemerintah secara aktif mengeluarkan beberapa undang-undang yang
mendukung pelaksanaan otonomi daerah sekaligus memberikan pedoman dalam penelitian, pengembangan,
perencanaan dan pengawasan saat undangundang tersebut diberlakukan. Terkait dengan itu, pemerintah
mengeluarkan UU No. 12 tahun 2003 mengenai pemilihan umum anggota DPR, DPD dan DPRD. Penerbitan
undang-undang ini diikuti dengan dikeluarkannya UU No. 22 tahun 2003 tentang susunan kedudukan MPR,
DPR, DPD dan DPRD serta UU No. 23 tahun 2003 mengenai pemilihan presiden dan wakil presiden. Untuk
melengkapi berbagai perangkat hukum mengenai otonomi daerah yang sudah ada, pemerintahan Presiden
Megawati di tahun terakhir masa pemerintahnnya mengeluarkan UU No. 32 tahun 2004 mengenai
pemerintahan daerah yang memuat antara lain kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah, konsep otonomi
dan asas-asas penyelenggaraan pemerintahan. Sistem pemilihan langsung terhadap wakil-wakil rakyat di
daerah dan kepala daerah menjadikan pelaksanaan otonomi daerah semakin memberikan kesempatan bagi
rakyat di daerah untuk berperan lebih besar dalam memajukan wilayah mereka. Terpilihnya wakil rakyat dan
kepala daerah yang dipilih langsung oleh masyarakat setempat diharapkan lebih dapat mengakomodasi
keinginan masyarakat karena memahami seluk beluk masalah dan potensi masyarakat dan sumber daya alam
yang dimiliki oleh wilayah bersangkutan disamping lebih memahami karakter dan adat istiadat yang berlaku di
wilayah tersebut.

e. Upaya Pemberantasan KKN

Kendati berhasil melakukan berbagai pencapaian di bidang ekonomi dan politik terutama dalam menghasilkan
produk undang-undang mengenai pelaksanaan otonomi daerah, pemerintahan Presiden Megawati belum
berhasil melakukan penegakkan hukum (law enforcement). Berbagai kasus KKN yang diharapkan dapat
diselesaikan pada masa pemerintahannya menunjukkan masih belum maksimalnya upaya Presiden Megawati
dalam penegakkan hukum terutama kasus-kasus KKN besar yang melibatkan pejabat negara. Belum
maksimalnya penanganan kasus-kasus tersebut juga disebabkan karena kurangnya jumlah dan kualitas aparat
penegak hukum sehingga proses hukum terhadap beberapa kasus berjalan sangat lambat dan berimbas pada
belum adanya pembuktian dari kasus-kasus yang ditangani. Namun keseriusan pemerintah untuk memerangi
tindak pidana korupsi tercermin dari dikeluarkannya UU No. 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU No. 31
tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Produk hukum tersebut merupakan produk hukum yang
dikeluarkan khusus untuk memerangi korupsi. Pengeluaran produk hukum tentang Tipikor diikuti dengan
dikeluarkannya berbagai produk hukum lain seperti UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia, UU No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, UU No. 22 Tahun 2002 tentang
Grasi, UU No. 30 Tahun 2002 tentang Pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), PP No, 41 Tahun
2002 tentang Kenaikan Jabatan dan Pangkat Hakim, Inpres No. 2 Tahun 2002 tentang Penambang Pasir Laut
dan Inpres No. 8 Tahun 2002 tentang Pemberian Jaminan Kepastian Hukum Kepada Debitur yang Telah
Menyelesaikan Kewajibannya atau Tindakan Hukum Kepada Debitur yang Tidak Menyelesaikan Kewajibannya
Berdasarkan Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham.

f. Pelaksanaan Pemilu 2004

Pemilu tahun 2004 merupakan pemilu pertama dimana untuk pertama kalinya masyarakat pemilik hak suara
dapat memilih wakil rakyat mereka di tingkat pusat dan daerah secara langsung. Pemilu untuk memilih anggota
legislatif tersebut selanjutnya diikuti dengan pemihan umum untuk memilih presiden dan wakil presiden yang
juga dipilih langsung oleh rakyat.

Pemilihan anggota legislatif dan pemilu untuk memilih presiden dan wakil presiden memiliki keterkaitan erat
karena setelah pemilu legislatif selesai, maka partai yang memiliki suara lebih besar atau sama dengan tiga
persen dapat mencalonkan pasangan calon presiden dan wakil presidennya untuk maju ke pemilu presiden.
Jika dalam pemilu presiden dan wakil presiden terdapat satu pasangan yang memperoleh suara lebih dari
50%, maka pasangan tersebut dinyatakan sebagai pasangan pemenang pemilu presiden.

Jika pada pemilu presiden tidak terdapat pasangan yang mendapatkan suara lebih dari 50%, maka pasangan
yang mendapatkan suara tertinggi pertama dan kedua berhak mengikuti pemilu presiden putaran kedua.
Pemilu legislatif 2004 yang diselenggarakan pada tanggal 5 April 2004 diikuti oleh 24 partai politik. Lima partai
politik yang berhasil mendapatkan suara terbanyak adalah Partai Golkar (24.480.757 atau 21,58% suara), PDI-
P (21.026.629 atau 18,53% suara), PKB (11.989.564 atau 10,57% suara), PPP (9.248.764 atau 8,15% suara)
dan PAN (7.303.324 atau 6,44% suara). Berdasarkan perolehan suara tersebut, KPU meloloskan lima
pasangan calon presiden dan wakil presiden yang dianggap memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan
berdasarkan Keputusan KPU no. 36 tahun 2004 untuk mengikuti pemilihan presiden dan wakil presiden yakni:
1. Nomor urut 1: H. Wiranto, S.H. dan Ir. H. Salahuddin Wahid (calon dari partai Golkar). 2. Nomor urut 2: Hj.
Megawati Soekarnoputri dan K.H. Ahmad Hasyim Muzadi (calon dari PDI-P). 3. Nomor urut 3: Prof. Dr. H.M.
Amien Rais dan Dr. Ir. H. Siswono Yudohusodo (calon dari PAN). 4. Nomor urut 4: H. Susilo Bambang
Yudhoyono dan Drs. Muhammad Jusuf Kalla (calon dari Partai Demokrat). 5. Nomor Urut 5: Dr. H. Hamzah
Haz dan H. Agum Gumelar, M. Sc. (calon dari PPP)

Pemilu presiden yang diselenggarakan pada tanggal 5 Juli 2004 belum menghasilkan satu pasangan calon
presiden dan calon wakil presiden yang mendapatkan suara lebih dari 50% sehingga pemilu presiden
diselenggarakan dalam dua putaran. Dalam pemilu presiden putaran kedua yang diselenggarakan pada
tanggal 20 September 2004, pasangan H. Susilo Bambang Yudhoyono dan Drs. Muhammad Jusuf Kalla
mengungguli pasangan Hj. Megawati Soekarnoputri dan K.H. Ahmad Hasyim Muzadi. Pada pemilu putaran
kedua tersebut, pasangan Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla memperoleh 62.266.350 suara atau
60,62% sementara pasangan Hj. Megawati Soekarnoputri dan K.H. Ahmad Hasyim Muzadi memperoleh
44.990.704 suara atau 39,38% . (Gonggong & Asy’arie, 2005: 239).

 Kelebihan dan kekurangan perkembangan ekonomi di pemerintahan SBY diantaranya :

Kelebihan :

 Harga BBM diturunkan hingga 3 kali (2008-2009), pertama kali sepanjang sejarah.
 Perekonomian terus tumbuh di atas 6% pada tahun 2007 dan 2008, tertinggi setelah orde
baru.
 Cadangan devisa pada tahun 2008 US$ 51 miliar, tertinggi sepanjang sejarah.
 Menurunnya Rasio hutang negara terhadap PDB terus turun dari 56% pada tahun 2004
menjadi 34% pada tahun 2008.
 Pelunasan utang IMF.
 Terlaksananya program-program pro-rakyat seperti: BLT, BOS, Beasiswa, JAMKESMAS,
PNPM Mandiri, dan KUR tanpa agunan tambahan yang secara otomatis dapat memperbaiki
tinggkat ekonomi rakyat.
 Pengangguran terus menurun. 9,9% pada tahun 2004 menjadi 8,5% pada tahun 2008.
 Menurunnya angka kemiskinan dari 16,7% pada tahun 2004 menjadi 15,4% pada tahun
2008.
 Pertumbuhan ekonomi Indonesia tumbuh pesat di tahun 2010 seiring pemulihan ekonomi
dunia pasca krisis global yang terjadi sepanjang 2008 hingga 2009.
 Perekonomian Indonesia mampu bertahan dari ancaman pengaruh krisis ekonomi dan
finansial yang terjadi di zona Eropa

Kelemahan :

 Jumlah utang negara tertinggi sepanjang sejarah yakni mencapi 1667 Triliun pada awal
tahun 2009 atau 1700 triliun per 31 Maret 2009. Inilah pembengkakan utang terbesar
sepanjang sejarah.
 Tingkat pengeluaran untuk administrasi yang luar biasa tinggi. Mencapai sebesar 15% pada
tahun 2006 .menunjukkan suatu penghamburan yang signifikan atas sumber daya public.
 Konsentrasi pembangunan di awal pemerintahannya hanya banyak berpusat di aceh, karena
provinsi aceh telah di porak porandakan oleh bencana alam stunami pada tahun 2004.
 Masih gagalnya pemerintah menghapuskan angka pengangguran dan kemiskinan di negeri
ini.
 Dianggap belum mampu menyelesaikan masalah bank CENTURY
 Reformasi di Bidang Politik dan Upaya Menjaga Kesolidan Pemerintahan
 Pemerintahan yang solid berpengaruh terhadap kelancaran jalannya programprogram pemerintah
sehingga upaya untuk menjaga kesolidan pemerintahan menjadi salah satu faktor penting
keberhasilan program pemerintah. Seperti halnya pemerintahan pada era reformasi sebelumnya,
pembentukan kabinet pemerintah merupakan hasil dari koalisi partai-partai yang mendukung salah
satu pasangan calon presiden saat pemilu presiden, dengan demikian keberadaan koalisi dan
hubungan partai-partai yang mendukung pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono harus
dijaga. Salah satu upaya untuk menjaga kesolidan koalisi pada masa pemerintahan Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono adalah pembentukan Sekretariat Gabungan (Setgab) antara Partai Demokrat
dengan partai-partai politik lainnya yang mendukung SBY.

 Kebijakan Pemerintah Masa Presiden SBY
 Pembentukan Setgab juga bertujuan untuk menyatukan visi dan misi pembangunan agar arah koalisi
berjalan seiring dengan kesepakatan bersama. Setgab merupakan format koalisi yang dianggap SBY
sesuai dengan etika demokrasi dan dibentuk sebagai sarana komunikasi politik pada masa
pemerintahan SBY (Suasta, 2013: 25). Sejalan dengan upaya menjaga kesolidan pemerintahan,
pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga melanjutkan reformasi politik seperti yang
telah dirintis oleh pemerintahan sebelumnya pada era reformasi. Upaya untuk penerapan otonomi
daerah dengan cara mengurangi wewenang pemerintah pusat dan memperluas wewenang
pemerintah daerah dilakukan secara proporsional dan seimbang. (Suasta, 2013: 259). Selain itu,
pemerintah juga mengupayakan reformasi birokrasi yang mengedepankan aspek transparansi,
partisipasi dan akuntabilitas demi menciptakan good governance. Reformasi birokrasi tersebut
diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan rakyat terhadap pemerintah karena proses pengambilan
keputusan dilakukan secara transparan dan dapat diakses oleh masyarakat terutama dalam
pengambilan keputusan yang terkait langsung dengan hajat hidup orang banyak seperti masalah
kenaikan BBM dan pengadilan terhadap para koruptor. Untuk membangun komunikasi yang efektif
dengan masyarakat, pemerintah memaksimalkan penggunaan media sosial seperti SMS online dan
twitter. Melalui media tersebut, partisipasi masyarakat dalam perjalanan pemerintahan diharapkan
meningkat. Di sisi lain pemerintah dapat dengan cepat mengetahui pendapat masyarakat terkait
masalah-masalah tertentu termasuk opini masyarakat terhadap berbagai kebijakan pemerintah dalam
kasus-kasus yang dianggap krusial.
 Upaya untuk menyelesaikan konflik dalam negeri
 Selain berupaya untuk menjaga kedaulatan wilayah dari ancaman luar, upaya internal yang dilakukan
pemerintah untuk menjaga kedaulatan wilayah adalah mencegah terjadinya disintegrasi di wilayah
konflik. Konflik berkepanjangan di wilayah Aceh dan Papua yang belum juga berhasil diselesaikan
pada masa pemerintahan presiden sebelumnya, mendapat perhatian serius dari Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono. Kendati telah dilakukan pendekatan baru melalui dialog pada masa
pemerintahan Presiden B.J. Habibie termasuk dengan mencabut status DOM yang diterapkan oleh
pemerintah Orde Baru, namun konflik di Aceh tidak kunjung selesai.
 Pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, pemerintah berupaya untuk lebih
mengefektifkan forum-forum dialog mulai dari tingkat lokal Aceh hingga tingkat internasional. Di tingkat
internasional, upaya tersebut menghasilkan Geneva Agreement (Kesepakatan Penghentian
Permusuhan/Cessation of Hostilities Agreement (CoHA). Tujuan dari kesepakatan tersebut adalah
menghentikan segala bentuk pertempuran sekaligus menjadi kerangka dasar dalam upaya negosiasi
damai diantara semua pihak yang berseteru di Aceh. Namun pada kenyataannya, CoHA dan
pembentukkan komite keamanan bersama belum mampu menciptakan perdamaian yang
sesungguhnya. Belum dapat dilaksanakannya kesepakatan tersebut dikarenakan minimnya dukungan
di tingkat domestik, baik dari kalangan DPR maupun militer selain tidak adanya pula dukungan dari
pihak GAM (Gerakan Aceh Merdeka). (Yudhoyono, 2013). Selain berupaya menyelesaikan konflik
Aceh melalui perundingan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga melakukan pendekatan
langsung dengan masyarakat Aceh melalui kunjungan yang dilakukan ke Aceh pada tanggal 26
November 2004. Dalam kunjungan tersebut, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menekankan
pentingnya penerapan otonomi khusus di Aceh sebagai sebuah otonomi yang luas. Presiden juga
berupaya untuk membicarakan amnesti dengan DPR bagi anggota GAM seraya menekankan bahwa
solusi militer tidak akan menyelesaikan masalah Aceh secara permanen. Selain konflik di Aceh, konflik
lain yang berpotensi menjadi konflik berskala luas adalah konflik bernuansa agama di Poso. Konflik
yang dimulai pada tahun 1998 tersebut terus berlanjut hingga masa pemerintahan Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono. Salah satu kebijakan presiden untuk menyelesaikan konflik Poso adalah
dengan mengeluarkan Intruksi Presiden No 14 Tahun 2005 tentang langkah-langkah komprehensif
penanganan masalah Poso. Melalui Inpres tersebut, Presiden menginstruksikan untuk:
 1. Melaksanakan percepatan penanganan masalah Poso melalui langkahlangkah komprehensif,
terpadu dan terkoordinasi.
 2. Menindak secara tegas setiap kasus kriminal, korupsi dan teror serta mengungkap jaringannya.
 3. Upaya penanganan masalah Poso dilakukan dengan tetap memperhatikan Deklarasi Malino 20
Desember 2001.
 Selain konflik Aceh dan Poso, konflik lain yang mendapat perhatian serius pemerintah adalah konflik di
Papua. Seperti halnya konflik di Aceh, upaya untuk menyelesaikan konflik di Papua juga
mengedepankan aspek dialog dan upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kurangnya
keadilan bagi masyarakat Papua menimbulkan adanya perlawanan dan keinginan sebagian
masyarakat untuk memisahkan diri dari NKRI.
 Perhatian pemerintah sudah sewajarnya lebih diberikan untuk meningkatkan sisi ekonomi dan
pemberdayaan sumber daya manusia masyarakat yang tinggal di wilayah ini melalui pemberian
pelatihan untuk meningkatkan keterampilan mereka di bidang pertanian dan pemahaman birokrasi,
terlebih propinsi Papua memiliki sumber daya alam besar terutama di sektor pertambangan. Terkait
dengan itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga mengeluarkan kebijakan otonomi khusus bagi
Papua. Otonomi khusus tersebut diharapkan dapat memberikan porsi keberpihakan, perlindungan dan
pemberdayaan kepada orang asli Papua. Sejarah Indonesia 181 Kebijakan tersebut didukung oleh
pemerintah melalui aliran dana yang cukup besar agar rakyat Papua dapat menikmati rasa aman dan
tentram di tengah derap pembangunan (Suasta, 2013: 294).
 Pelaksanaan Pemilu 2009
 Berbagai pencapaian pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meningkatkan
popularitas dan kepercayaan masyarakat kepadanya. Hal ini juga tidak terlepas dari gaya
kepemimpinan yang berkorelasi dengan penerapan berbagai kebijakan pemerintah yang efektif di
lapangan. Transparansi dan partisipasi masyarakat juga menjadi faktor penting yang berperan sebagai
modal sosial dalam pembangunan termasuk adanya sinergi antara pemerintah dengan dunia usaha
dan perguruan tinggi.
 Selain itu, situasi dalam negeri yang semakin kondusif termasuk meredanya beberapa konflik dalam
negeri meningkatkan investor asing untuk menanamkan modal mereka di Indonesia sekaligus
membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat Indonesia. Kondisi ini ikut mengurangi angka
pengangguran yang di awal pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono masih sangat tinggi.
keberhasilan beberapa program pembangunan juga tidak terlepas dari adanya stabilitas politik,
keamanan, dan ketertiban serta harmoni sosial.
 Berbagai pencapaian pada masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang dirasakan langsung oleh
masyarakat menjadi modal bagi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk kembali maju sebagai
calon presiden pada pemilu presiden tahun 2009. Berpasangan dengan seorang ahli ekonomi yakni
Boediono, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berhasil mendapatkan kembali mandat dari rakyat
untuk memimpin Indonesia untuk masa pemerintahan berikutnya. Pada pemilu presiden yang
diselenggarakan pada tanggal 8 Juli 2009 pasangan Susilo Bambang Yudhoyono berhasil
memenangkan pemilu hanya melalui satu putaran.
 Euforia Berdemokrasi: Demokrasi Masa Reformasi
 Reformasi 1998 yang menumbangkan pemerintahan Orde Baru memberikan ruang seluas-luasnya
bagi perubahan sistem dan penerapan demokrasi di Indonesia. Pemerintahan Orde Baru yang sangat
sentralistik menimbulkan kesenjangan terutama bagi wilayah-wilayah yang dianggap kurang mendapat
perhatian. Selain itu, pemilihan anggota legislatif dan pejabat eksekutif di daerah-daerah terutama
para kepala daerah yang ditunjuk langsung oleh pemerintah pusat meningkatkan rasa tidak puas
terhadap pemerintah.
 Ketika pemerintah Orde Baru tumbang, keinginan untuk mendapatkan ruang politik dan pemerintahan
untuk mengatur wilayah sendiri menjadi keinginan masyarakat di daerah-daerah yang pada akhirnya
melahirkan Undang-Undang otonomi daerah. Pembagian hasil eksplorasi dan eksploitasi sumber daya
alam antara pemerintah pusat dan daerah juga disesuaikan dengan kebutuhan daerah dan
diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah. Penerapan otonomi daerah
tersebut diiringi dengan perubahan sistem pemilu dan diselenggarakannya pemilu langsung untuk
mengangkat kepala dareah mulai dari gubernur hingga bupati dan walikota. Di bidang pers, euphoria
demokrasi juga melahirkan sejumlah media massa baru yang lebih bebas menyuarakan berbagai
aspirasi masyarakat. Namun, kebebasan di bidang pers harus tetap memperhatikan aspek-aspek
keadilan dan kejujuran dalam menyebarkan berita. Berita yang dimuat dalam media massa harus
tetap mengedepankan fakta sehingga euphoria kebebasan pers yang telah sekian lama terkekang
pada masa pemerintahan Orde Baru tidak menimbulkan keresahan dalam masyarakat.
 Peran Pemuda dan Tokoh Masyarakat dalam perubahan
 Politik dan Ketatanegaraan Tidak dapat dipungkiri bahwa peristiwa Reformasi 1998, seperti halnya
juga terjadi di beberapa negara lain, menunjukkan bahwa sebuah perubahan hingga dapat
mempengaruhi situasi politik nasional bahkan pergantian kepemimpinan, memerlukan energi yang
besar dan ide-ide cemerlang sehingga mampu menarik minat masyarakat untuk berpartisipasi dalam
gerbong perubahan itu sendiri. Pengaruh dan ide-ide tokoh masyarakat yang bersinergi dengan
semangat pemuda dan mahasiswa yang energik melahirkan sebuah kekuatan besar dalam
masyarakat (people power) untuk pada akhirnya melakukan perubahan. Tokoh masyarakat dan
pemuda khususnya mahasiswa memainkan peranan penting sebelum dan sesudah peristiwa
Reformasi 1998. Tidak hanya sebagai pelaku yang berperan dalam menumbangkan pemerintahan
Orde Baru, baik tokoh masyarakat maupun pemuda pada era reformasi juga berpartisipasi secara aktif
dalam melanjutkan upaya untuk mewujudkan cita-cita reformasi. Salah satu upaya untuk memperbaiki
kehidupan berbangsa dan bernegara, reformasi di bidang politik dan ketatanegaraan merupakan salah
satu aspek yang mendapat perhatian besar sejak masa pemerintahan Presiden Habibie hingga
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Banyaknya produk hukum dan undang-undang termasuk Tap
MPR, instruksi presiden dan peraturan pemerintah menyangkut upaya untuk memperbaiki kehidupan
politik dan ketatanegaraan telah dikeluarkan dan sebagian telah berhasil diterapkan. Keberhasilan
tersebut tidak terlepas dari perubahan sistem pemilu. Perubahan sistem tersebut menghasilkan para
anggota eksekutif dan legislatif dalam pemerintahan yang dianggap dapat lebih menyuarakan
kepentingan masyarakat termasuk peran aktif tokoh-tokoh masyarakat dan mahasiswa yang sejak
awal era reformasi telah aktif dalam mengawal perubahan sejak tumbangnya pemerintahan Orde
Baru.
 Beberapa dari mereka bahkan terpilih menjadi anggota legislatif dan menduduki posisi-posisi strategis
dalam partai-partai politik hingga masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Selama
era reformasi, regenerasi kepemimpinan dari tokoh-tokoh senior kepada tokoh-tokoh yang lebih muda
juga memperlihatkan kepedulian organisasi masyarakat dan partai politik terhadap pentingnya peran
serta aktif pemuda untuk memulai lebih dini dalam mengikuti perkembangan dan perubahan politik
yang dalam beberapa hal juga mempengaruhi ketatanegaraan. Selain itu, peran aktif pemuda juga
diharapkan dapat menyuarakan kepentingan generasi mendatang agar dapat lebih kompetitif dengan
bangsa-bangsa lain di tengah arus globalisasi termasuk peningkatan anggaran di bidang pendidikan
yang meliputi sarana dan prasarana serta peningkatan anggaran untuk melakukan penelitian.

 Upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Sejak krisis yang dialami bangsa pada tahun
1998, kondisi perekonomian masyarakat Indonesia belum pulih. Upaya pengentasan kemiskinan yang
juga pernah dicanangkan oleh presiden sebelumnya masih belum terlaksana sepenuhnya. Kondisi ini
diperparah dengan terjadinya sejumlah bencana alam terutama tragedi tsunami di Aceh yang
merenggut banyak korban dengan kerugian material yang sangat besar.

 Presiden SBY bersama Kabinet Indonesia Bersatu segera mengambil langkah-langkah


penanggulangan pasca bencana. Salah satunya adalah dengan menetapkan Keputusan Presiden
Nomor 30 Tahun 2005 mengenai Rencana Induk Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah dan
Kehidupan Masyarakat Aceh dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatra Utara.

 Selain itu dibentuk pula Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah dan Kehidupan Masyarakat
Aceh dan Nias (Yudhoyono, 2013). Pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono,
upaya untuk pengentasan kemiskinan direalisasikan melalui peningkatan anggaran di sektor pertanian
termasuk upaya untuk swasembada pangan. Anggaran untuk sektor ini yang semula hanya sebesar
3,6 triliun rupiah ditingkatkan menjadi 10,1 triliun rupiah. Untuk mendukung perbaikan di sektor
pertanian, pemerintah menyediakan pupuk murah bagi petani. Selain berupaya memperkuat
ketahanan pangan, pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga berupaya memperbaiki
sektor pendidikan dengan cara meningkatkan anggaran pendidikan yang semula berjumlah 21,49
triliun pada tahun 2004 menjadi 50 triliun pada tahun 2007. Seiring dengan itu, program bantuan
operasional sekolah atau BOS juga ditingkatkan.

 Perbaikan di sektor pendidikan ini berhasil menurunkan persentase tingkat putus sekolah dari 4,25%
pada tahun 2005 menjadi 1,5% pada tahun 2006. Selain upaya untuk memperbaiki kelangsungan
pendidikan para peserta didik, pemerintah juga meningkatkan tunjangan kesejahteraan tenaga
pendidik. Di bidang kesehatan, pemerintah memberikan bantuan kesehatan gratis untuk berobat ke
puskesmas dan rumah sakit melalui pemberian Asuransi Kesehatan Masyarakat Miskin dan beberapa
kali menurunkan harga obat generik. (Suasta, 2013: 33-36). Pemerintahan Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono juga memberikan perhatian besar pada permasalahan kesejahteraan rakyat lainnya
seperti sektor perumahan, pengembangan usaha kecil, peningkatan kesejahteraan PNS termasuk
prajurit TNI dan Polri dan juga kesejahteraan buruh. Pelayanan dan fasilitas publik juga ditingkatan. Di
bidang hukum, upaya pemerintah untuk melanjutkan program pemberantasan korupsi dan
penegakkan supremasi hukum juga mendapat perhatian pemerintah.

usilo Bambang Yudhoyono adalah presiden pertama RI yang dipilih secara langsung oleh rakyat.
SBY dan Jusuf Kalla dilantik oleh MPR sebagai presiden dan wakil presiden RI ke-6 pada tanggal 20
Oktober 2004. Tidak lama setelah terpilih, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sendiri segera
membentuk susunan kabinet pemerintahannya yang diberi nama Kabinet Indonesia Bersatu.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memprioritaskan untuk menyelesaikan permasalahan


kemiskinan dan pengangguran serta pemberantasan KKN yang ia canangkan dalam program 100
hari pertama pemerintahannya. Salah satu program pengentasan kemiskinan yang dilakukan
pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono adalah bantuan langsung tunai (BLT). Pada
tahun 2006, BLT dianggarkan sebesar Rp. 18,8 triliun untuk 19,1 juta keluarga.

Upaya Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat


Program 100 hari pertama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga memberikan prioritas pada
peninjauan kembali RAPBN 2005, menetapkan langkah penegakkan hukum, langkah awal
penyelesaian konflik di Aceh dan Papua, stimulasi ekonomi nasional dan meletakkan fondasi yang
efektif untuk pendidikan nasional.

Presiden SBY mengambil langkah-langkah penanggulangan pasca bencana. Salah satunya adalah
dengan menetapkan Keputusan Presiden Nomor 30 Tahun 2005 mengenai Rencana Induk
Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah dan Kehidupan Masyarakat Aceh dan Kepulauan Nias
Provinsi Sumatra Utara. Selain itu dibentuk pula Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah dan
Kehidupan Masyarakat Aceh dan Nias.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga berupaya memperbaiki sektor pendidikan dengan cara
meningkatkan anggaran pendidikan yang semula berjumlah 21,49 triliun pada tahun 2004 menjadi
50 triliun pada tahun 2007. Seiring dengan itu, program bantuan operasional sekolah atau BOS juga
ditingkatkan.

Di bidang kesehatan, pemerintah memberikan bantuan kesehatan gratis untuk berobat ke


puskesmas dan rumah sakit melalui pemberian Asuransi Kesehatan Masyarakat Miskin dan
beberapa kali menurunkan harga obat generik.

Reformasi di Bidang Politik


Salah satu upaya untuk menjaga kesolidan koalisi pada masa pemerintahan Presiden Susilo
Bambang
Yudhoyono adalah pembentukan Sekretariat Gabungan (Setgab) antara Partai Demokrat dengan
partai-partai politik lainnya yang mendukung SBY. Pemerintah juga mengupayakan reformasi
birokrasi yang mengedepankan aspek transparansi, partisipasi dan akuntabilitas demi menciptakan
good governance.

Pada periode kepemimpinannya yang kedua, SBY membentuk Kabinet Indonesia Bersatu II yang
merupakan kabinet pemerintahan Indonesia pimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
bersama Wakil Presiden Boediono. Susunan kabinet ini berasal dari usulan partai politik pengusul
pasangan SBY-Boediono pada Pilpres 2009 yang mendapatkan kursi di DPR (Partai Demokrat, PKS,
PAN, PPP, dan PKB) ditambah Partai Golkar yang bergabung setelahnya.

Upaya untuk menyelesaikan konflik dalam negeri


Konflik berkepanjangan di wilayah Aceh dan Papua yang belum juga berhasil diselesaikan pada
masa
pemerintahan presiden sebelumnya, mendapat perhatian serius dari Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono.
1. Pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menghasilkan Geneva Agreement
(Kesepakatan Penghentian Permusuhan/Cessation of Hostilities Agreement (CoHA). Tujuan dari
kesepakatan tersebut adalah menghentikan segala bentuk pertempuran sekaligus menjadi
kerangka dasar dalam upaya negosiasi damai diantara semua pihak yang berseteru di Aceh. Namun
pada kenyataannya, CoHA dan pembentukkan komite keamanan bersama belum mampu
menciptakan perdamaian yang sesungguhnya.
2. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga melakukan pendekatan langsung dengan masyarakat
Aceh melalui kunjungan yang dilakukan ke Aceh pada tanggal 26 November 2004.
3. Salah satu kebijakan presiden untuk menyelesaikan konflik Poso adalah dengan mengeluarkan
Intruksi Presiden No 14 Tahun 2005 tentang langkah-langkah komprehensif penanganan masalah
Poso. Melalui Inpres tersebut, Presiden menginstruksikan untuk:(1). Melaksanakan percepatan
penanganan masalah Poso melalui langkahlangkah komprehensif, terpadu dan terkoordinasi. (2).
Menindak secara tegas setiap kasus kriminal, korupsi dan teror serta mengungkap jaringannya.
(3). Upaya penanganan masalah Poso dilakukan dengan tetap memperhatikan Deklarasi Malino 20
Desember 2001.
4. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga mengeluarkan kebijakan otonomi khusus bagi Papua.
Otonomi khusus tersebut diharapkan dapat memberikan porsi keberpihakan, perlindungan dan
pemberdayaan kepada orang asli Papua.

Pelaksanaan Pemilu 2009


Berpasangan dengan seorang ahli ekonomi yakni Boediono, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
berhasil mendapatkan kembali mandat dari rakyat untuk memimpin Indonesia untuk masa
pemerintahan berikutnya. Pada pemilu presiden yang diselenggarakan pada tanggal 8 Juli 2009
pasangan Susilo Bambang Yudhoyono berhasil memenangkan pemilu hanya melalui satu putaran.

Anda mungkin juga menyukai