Setelah mendengar berita kekalahan Jepang, Chairul Saleh segera merencanakan pertemuan
dengan anggota golongan muda lainnya untuk membicarakan masalah proklamasi
kemerdekaan. Pertemuan ini dilangsungkan di Jalan Pegangsaan Timur nomor 17 Jakarta.
Chairul Saleh : Teman-teman apakah kalian mendengar berita kekalahan Jepang?
Wikana : Belum kawan, Darimana engkau tahu tentang itu?
Chairul Saleh : Barusan saya dan Sukarni berkumpul dengan Syahrir, ia mendengar siaran
radio Jepang yang mengumumkan berita tentang gencatan senjata itu
Darwis :Jadi, sekarang negara kita sedang vacuum of power?
Chairul Saleh : Benar. Dengan demikian, saya mengumpulkan kalian semua untuk
membicarakan masalah itu. Kita harus memanfaatkan situasi ini untuk memproklamasikan
kemerdekaan kita..
Sukarni: Benar sekali, kalua begitu kita bagi tugas, Wikana dan Chairul, kalian harus pergi ke
kediaman Soekarno untuk membicarakan masalah ini. Saya dan Darwis akan memberitahukan
anggota pemuda lain untuk memerintahkan mereka merebut kekuasaan dari Jepang.
Kediaman Soekarno, Jln. Pegangsaan Timur No.56 Jakarta pukul 22.00 WIB. Terjadi
perdebatan serius antara golongan pemuda dengan Soekarno.
Wikana : Kita harus memproklamasikan sekarang, Bung.
Soekarno : Ini batang leherku! Seret aku ke pojok, dan potong leherku malam ini juga! Tidak
perlu menunggu hari esok!
Chairul Saleh : Tapi ini waktu yang tepat, Bung! Jepang sudah kalah dari sekutu, tidak ada yang
menguasai negara ini! Mengapa kita harus menunggu?! Rakyat sudah banyak menderita
karena penjajahan ini!
Moh.Hatta : Jepang adalah masa yang silam. Belum lagi kita harus menghadapi Belanda yang
hendak kembali menguasai negara ini. Jika anda tidak percaya dengan apa yang saya katakan,
dan jika anda bisa menopang kekuatan sendiri, Mengapa anda datang kepada Soekarno dan
meminta memproklamirkan kemerdekaan ini?
Chairul Saleh : Apa kita perlu menunggu janji Jepang untuk memerdekaan bangsa ini? Kita bisa
memproklamirkan sendiri, Bung. Mengapa harus menunggu janji manis itu?! Bahkan, Jepang
sudah kalah dalam “perang suci” nya
Soekarno : Kekuatan segelintir ini belum mampu mengalahkan Jepang. Bagaimana kita
memproklamirkan negara kita? Bagaimana kita berdiri diatas kaki kita sendiri? Coba perlihatkan
padaku, perhitunganmu itu!
Wikana : Tapi semakin cepat kita memproklamasikan maka semakin cepat kita mengakhiri
penderitaan rakyat Indonesia, inilah saat yang ditunggu-tunggu bangsa kita, Bung.
Moh. Hatta : Baiklah tapi beri kami waktu untuk berunding sebentar
Kemudian para anggota golongan tua yang berada di kediaman Soekarno langsung
membicarakan permasalahan tersebut.
Soekarno : Silahkan duduk, Bung.
Moh. Hatta : Bagaimana ini? Para pemuda menuntut untuk segera memproklamasikan
kemerdekaan.
Soekarno : Tapi kita tidak boleh gegabah bung, kita perlu mempersiapkannya dengan matang.
Jangan sampai terjadi sesuatu yang tidak kita inginkan.
Soebarjo : Saya setuju, menurut saya yang terpenting adalah menghadapi sekutu yang hendak
berkuasa kembali di negeri ini. Selain itu, masalah kemerdekaan sebaiknya dibicarakan kembali
dalam siding PPKI 18 Agustus 1945 mendatang.
Iwa Kusuma : Lalu bagaimana dengan pendapat golongan muda? Apa kita abaikan saja?
Djojo Pranoto : Ya, lagipula mereka masih muda, pemikiran mereka belum terlalu matang. Kita
harus melihat ke depan, mempersiapkannya dengan matang. Kalau tidak bagaimana nanti jika
semuanya berantakan?
Iwa Kusuma : Baiklah, kalua begitu kita telah sepakat mencapai kesepakatan.
Dengan berat hati mendengar keputusan tersebut, para pemuda pun meninggalkan kediaman
Soekarno tetapi mereka tidak putus asa. Mereka pun Menyusun strategi bagaimana membujuk
Soekarno dan Moh. Hatta untuk memproklamasikan kemerdekaan sesegera mungkin. Akhirnya
mereka memutuskan untuk mengasingkan kedua tokoh itu ke Rengasdengklok agar terhindar
dari desakan pemuda dan pengaruh Jepang di Jakarta. Mereka pun mendatangi kediaman
Soekarno dan Hatta.
Chairul Saleh : Assalamualaikum
Moh.Hatta : Waalaikumsalam. Ada apa saudara datang sepagi ini?
Darwis : Kami bermaksud untuk membawa anda untuk ikut kami menuju tempat pengasingan
Moh.Hatta : tempat pengasingan? Apa yang anda maksudkan?
Chairul Saleh: Ya, kami akan membawa anda untuk diasingkan agar terhindar dari ancaman
bentrok rakyat dan Jepang.
Moh.Hatta : Baiklah, saya akan ikut.
Hilangnya Soekarno dan Moh. Hatta secara misterius pagi itu, menimbukan kepanikan di
kalangan para pemimpin di Jakarta. Peristiwa ini baru diketahui oleh Mr. Ahmad Soebardjo
pukul 08.00 pagi.
Subarjo : Bung, apakah kau tahu, dimana Soekarno dan Bung Hatta?
Wikana : Maaf Bung, saya tidak tahu
Subarjo : Katakanlah kepadaku dimana mereka sekarang, aku akan menjamin keselamatan
mereka Ketika kembali ke Jakarta dan aku akan menjamin kemerdekaan esok harinya
Sudiro : Akankah kau bersumpah untuk itu?!
Subarjo : Kau bisa percaya padaku, nak
Wikana : Baiklah, kami akan menunjukkan tempatnya, di Rengasdengklok
Di Rengasdengklok
Soekarno : Sekarang jelaskan, mengapa saudara sekalian membawa kami ke sini
Chairul Saleh : Maafkan kelancangan kami, Bung. Ini demi kesalamatan anda.
Darwis : Kami ingin membicarakan masalah proklamasi kembali.
Moh.Hatta : Bukankah tempo hari sudah kami katakana bahwa, masalah kemerdekaan masih
akan dibicarakan dalam sidang PPKI?
Chairul Saleh : Memang benar adanya. Tetapi kami semua berpendapat, mengapa menunggu
untuk di merdekakan oleh Jepang? Mengapa menunggu hasil sidang PPKI, kalau kita bisa
bergerak dengan kekuatan sendiri?! PPKI itu bentukan Jepang, Bung. Kita ingin
memproklamasikan kemerdekaan tanpa campur tangan dari Jepang.
Soekarno : Pendapat itu memang benar. Tetapi, kita masih terlalu dini untuk
memproklamasikan kemerdekaan. Kita masih butuh bantuan Jepang untuk memproklamasikan
diri.
Darwis : Tapi, bagaimana bila perkataan Jepang tentang kemerdekaan bangsa kita hanya janji
manis belaka? Apa yang akan anda lakukan?
Sukarni : Apakah akan selamanya menunggu janji itu?! Atas nama rakyat yang telah bertahun
tahun terbelenggu oleh penjajahan di tanah air mereka sendiri?! Mereka berhak bebas! Dan
sekaranglah saatnya!
Syodanco Sanggih : Tenang saudara sekalian. Mari kita bicarakan dengan kepala dingin, tidak
perlu ada ketegangan.
Syodanco Singgih membawa Soekarno dan Moh.Hatta menjauh dari perdebatan itu. Kemudian
mereka berunding.
Syodanco Sanggih : Saya mengerti mengenai perhitungan anda berdua mengenai masalah
proklamasi ini. Tapi memang belum mempertimbangkan semuanya dengan matang. Tapi saya
percaya kita dapat bangkit dan memanfaatkan situasi ini. Kesempatan tidak datang dua kali,
bung. Apa yang mereka katakan benar adanya dan saya mendukung mereka.
Moh.Hatta : Tetapi, apakah kita bisa? Akankah ini semua bisa dilakukan?
Syodanco Sanggih : Tentu mungkin, Bung. Asal kita berusaha kita dapat menemukan jalan
keluarnya. Para pemuda di Jakarta sedang Menyusun strategi pertahanan untuk mencegah
serangan dari Jepang ataupun sekutu yang tidak menerima proklamasi bangs akita.
Soekarno : Baiklah, saya setuju. Kita akan memproklamasikan tanpa ada campur tangan
Jepang.
Sayuti Melik pun mengetik teks tersebut. Semua persiapan proklamasi rampung pada pukul
04.30 WIB. Lalu, semua hadirin pulang ke rumah masing-masing dengan perasaan gembira.
Kemudian para pemuda mengirimkan kurir-kurir untuk menyampaikan bahwa saat proklamasi
telah tiba. Pada saat yang sama, Soekarno dan Ibu Fatmawati sampai di kediaman mereka dan
berbincang sejenak.
Soekarno : Alhamdulillah, akhirnya semua berjalan dengan lancar. Terima kasih ibu telah
menemani saya di saat saat yang cukup menguras pikiran ini.
Fatmawati : Iya, terima kasih Gusti Allah yang telah memberikan jalan pada bangsa kita untuk
memproklamasikan kemerdekaan. Oh iya, apa bapak sudah merencanakan bagaimana
proklamasi besok akan berlangsung?
Soekarno : Tentu saja, besok kita akan proklamasi, diiringi lagu Indonesia Raya buatan bung
Supratman.
Fatmawati : Bukankah kita belum punya bendera? Lantas bagaimana?
Soekarno : Ya ampun, Bapak lupa. Kalau begitu Ibu saja yang menjahitkan benderanya
Fatmawati : Tapi Ibu tidak punya kain, Pak. Kain yang ada hanya berwarna merah dan putih.
Apa tidak apa-apa?
Soekarno : Tidak apa-apa, yang penting kita sudah berusaha untuk menyediakannya
Fatmawati : Baiklah, Pak. Oh iya, Ibu punya ide. Bagaimana jika benderanya kita namakan
sang saka merah putih?
Soekarno : Ide yang bagus, karena merah putih adalah sang saka
Fatmawati : Ya baiklah, sebaiknya bapak bersiap siap sekarang untuk Menyusun pidato yang
akan bapak bacakan besok
Proklamasi siap dibacakan dan bendera pun selesai dijahit dan siap dikibarkan.
Soekarno : Trimurti! Tolong kibarkan bendera merah putih ini sebagai tanda awal kemerdekaan
bangsa kita
Trimurti : Siap, Bung. Saya akan menyuruh anak buah saya untuk mengibarkannya.
Soekarno : Baiklah.
Trimurti : Hei, Latief! Jaga baik-baik bendera ini! Kalian mendapatkan kehormatan untuk
pertama kalinya mengibarkan bendera ini dalam Sejarah Indonesia.
Latief : Siap! Saya dan Suhud tidak akan mengecewakan anda.
Proklamasipun dibacakan
Soekarno : (Baca Teks Proklamasi)
Rakyat : Tepuk tangan dan teriak merdeka