Anda di halaman 1dari 7

PERISTIWA RENGASDENGKLOK

Pada tanggal 15 Agustus 1945, Kaisar Hirohito memerintahkan penghentian permusuhan


terhadap sekutu. Sebelumnya, pada tanggal 14 Agustus 1945 sekutu menjatuhkan bom atom di
Hiroshima dan Nagasaki. Berita genjatan Jepang inipun terdengar oleh sultan syahrir. Sultan
Syahrir pun memberitahukan kepada teman-temannya.
Sultan Syahrir : Apakah kalian sudah mendengar berita kekalahan dari Jepang?
Sukarni : Belum, Bung. Apa yang terjadi dengan Jepang?
Sultan Syahrir : Dari yang kudengar, Sekutu telah menjatuhkan bom di kota Hiroshima
dan Nagasaki dan Jepang melakukan gencatan senjata
Chairul Saleh : Kalau begitu kita harus segera memproklamasikan kemerdekaan
Sukarni : Betul itu, Jepang sudah tak ada wewenang lagi di negara kita. Kita
harus
memanfaatkan momen ini!

Setelah mendengar berita kekalahan Jepang, Chairul Saleh segera merencanakan pertemuan
dengan anggota golongan muda lainnya untuk membicarakan masalah proklamasi
kemerdekaan. Pertemuan ini dilangsungkan di Jalan Pegangsaan Timur nomor 17 Jakarta.
Chairul Saleh : Teman-teman apakah kalian mendengar berita kekalahan Jepang?
Wikana : Belum kawan, Darimana engkau tahu tentang itu?
Chairul Saleh : Barusan saya dan Sukarni berkumpul dengan Syahrir, ia mendengar siaran
radio Jepang yang mengumumkan berita tentang gencatan senjata itu
Darwis :Jadi, sekarang negara kita sedang vacuum of power?
Chairul Saleh : Benar. Dengan demikian, saya mengumpulkan kalian semua untuk
membicarakan masalah itu. Kita harus memanfaatkan situasi ini untuk memproklamasikan
kemerdekaan kita..
Sukarni: Benar sekali, kalua begitu kita bagi tugas, Wikana dan Chairul, kalian harus pergi ke
kediaman Soekarno untuk membicarakan masalah ini. Saya dan Darwis akan memberitahukan
anggota pemuda lain untuk memerintahkan mereka merebut kekuasaan dari Jepang.

Kediaman Soekarno, Jln. Pegangsaan Timur No.56 Jakarta pukul 22.00 WIB. Terjadi
perdebatan serius antara golongan pemuda dengan Soekarno.
Wikana : Kita harus memproklamasikan sekarang, Bung.
Soekarno : Ini batang leherku! Seret aku ke pojok, dan potong leherku malam ini juga! Tidak
perlu menunggu hari esok!
Chairul Saleh : Tapi ini waktu yang tepat, Bung! Jepang sudah kalah dari sekutu, tidak ada yang
menguasai negara ini! Mengapa kita harus menunggu?! Rakyat sudah banyak menderita
karena penjajahan ini!
Moh.Hatta : Jepang adalah masa yang silam. Belum lagi kita harus menghadapi Belanda yang
hendak kembali menguasai negara ini. Jika anda tidak percaya dengan apa yang saya katakan,
dan jika anda bisa menopang kekuatan sendiri, Mengapa anda datang kepada Soekarno dan
meminta memproklamirkan kemerdekaan ini?
Chairul Saleh : Apa kita perlu menunggu janji Jepang untuk memerdekaan bangsa ini? Kita bisa
memproklamirkan sendiri, Bung. Mengapa harus menunggu janji manis itu?! Bahkan, Jepang
sudah kalah dalam “perang suci” nya
Soekarno : Kekuatan segelintir ini belum mampu mengalahkan Jepang. Bagaimana kita
memproklamirkan negara kita? Bagaimana kita berdiri diatas kaki kita sendiri? Coba perlihatkan
padaku, perhitunganmu itu!
Wikana : Tapi semakin cepat kita memproklamasikan maka semakin cepat kita mengakhiri
penderitaan rakyat Indonesia, inilah saat yang ditunggu-tunggu bangsa kita, Bung.
Moh. Hatta : Baiklah tapi beri kami waktu untuk berunding sebentar

Kemudian para anggota golongan tua yang berada di kediaman Soekarno langsung
membicarakan permasalahan tersebut.
Soekarno : Silahkan duduk, Bung.
Moh. Hatta : Bagaimana ini? Para pemuda menuntut untuk segera memproklamasikan
kemerdekaan.
Soekarno : Tapi kita tidak boleh gegabah bung, kita perlu mempersiapkannya dengan matang.
Jangan sampai terjadi sesuatu yang tidak kita inginkan.
Soebarjo : Saya setuju, menurut saya yang terpenting adalah menghadapi sekutu yang hendak
berkuasa kembali di negeri ini. Selain itu, masalah kemerdekaan sebaiknya dibicarakan kembali
dalam siding PPKI 18 Agustus 1945 mendatang.
Iwa Kusuma : Lalu bagaimana dengan pendapat golongan muda? Apa kita abaikan saja?
Djojo Pranoto : Ya, lagipula mereka masih muda, pemikiran mereka belum terlalu matang. Kita
harus melihat ke depan, mempersiapkannya dengan matang. Kalau tidak bagaimana nanti jika
semuanya berantakan?
Iwa Kusuma : Baiklah, kalua begitu kita telah sepakat mencapai kesepakatan.

Dengan berat hati mendengar keputusan tersebut, para pemuda pun meninggalkan kediaman
Soekarno tetapi mereka tidak putus asa. Mereka pun Menyusun strategi bagaimana membujuk
Soekarno dan Moh. Hatta untuk memproklamasikan kemerdekaan sesegera mungkin. Akhirnya
mereka memutuskan untuk mengasingkan kedua tokoh itu ke Rengasdengklok agar terhindar
dari desakan pemuda dan pengaruh Jepang di Jakarta. Mereka pun mendatangi kediaman
Soekarno dan Hatta.
Chairul Saleh : Assalamualaikum
Moh.Hatta : Waalaikumsalam. Ada apa saudara datang sepagi ini?
Darwis : Kami bermaksud untuk membawa anda untuk ikut kami menuju tempat pengasingan
Moh.Hatta : tempat pengasingan? Apa yang anda maksudkan?
Chairul Saleh: Ya, kami akan membawa anda untuk diasingkan agar terhindar dari ancaman
bentrok rakyat dan Jepang.
Moh.Hatta : Baiklah, saya akan ikut.

(Soekarno dan Fatmawati sedang berbincang)


Chairul Saleh : Assalamualaikum
Soekarno dan Fatmawati : Waalaikumsalam
Soekarno : Ada kepentingan apa kalian datang kemari?
Darwis: Kami ingin membawa anda untuk ikut kami menuju tempat pengasingan
Soekarno : Pengasingan?! Apa yang kalian maksudkan?
Chairul Saleh : Ya, kami ingin membawa anda ke tempat pengasingan untuk diamankan agar
terhindar dari ancaman bentrok antara Jepang dan Rakyat
Soekarno : Baiklah, saya akan ikut.
Darwis : Sebaiknya ibu Fatmawati serta anak anda ikut serta untuk menjamin keselamatan
mereka
Fatmawati ; Ada apa ini pak?!
Soekarno : Tidak ada apa-apa, tapi kita akan diamankan untuk terhindar dari bentrok. Sudah,
tidak perlu khawatir. Kalau begitu cepat kasih tahu anak anak, agar kita cepat berangkat
Fatmawati : Baiklah, Pak

Hilangnya Soekarno dan Moh. Hatta secara misterius pagi itu, menimbukan kepanikan di
kalangan para pemimpin di Jakarta. Peristiwa ini baru diketahui oleh Mr. Ahmad Soebardjo
pukul 08.00 pagi.
Subarjo : Bung, apakah kau tahu, dimana Soekarno dan Bung Hatta?
Wikana : Maaf Bung, saya tidak tahu
Subarjo : Katakanlah kepadaku dimana mereka sekarang, aku akan menjamin keselamatan
mereka Ketika kembali ke Jakarta dan aku akan menjamin kemerdekaan esok harinya
Sudiro : Akankah kau bersumpah untuk itu?!
Subarjo : Kau bisa percaya padaku, nak
Wikana : Baiklah, kami akan menunjukkan tempatnya, di Rengasdengklok

Di Rengasdengklok
Soekarno : Sekarang jelaskan, mengapa saudara sekalian membawa kami ke sini
Chairul Saleh : Maafkan kelancangan kami, Bung. Ini demi kesalamatan anda.
Darwis : Kami ingin membicarakan masalah proklamasi kembali.
Moh.Hatta : Bukankah tempo hari sudah kami katakana bahwa, masalah kemerdekaan masih
akan dibicarakan dalam sidang PPKI?
Chairul Saleh : Memang benar adanya. Tetapi kami semua berpendapat, mengapa menunggu
untuk di merdekakan oleh Jepang? Mengapa menunggu hasil sidang PPKI, kalau kita bisa
bergerak dengan kekuatan sendiri?! PPKI itu bentukan Jepang, Bung. Kita ingin
memproklamasikan kemerdekaan tanpa campur tangan dari Jepang.
Soekarno : Pendapat itu memang benar. Tetapi, kita masih terlalu dini untuk
memproklamasikan kemerdekaan. Kita masih butuh bantuan Jepang untuk memproklamasikan
diri.
Darwis : Tapi, bagaimana bila perkataan Jepang tentang kemerdekaan bangsa kita hanya janji
manis belaka? Apa yang akan anda lakukan?
Sukarni : Apakah akan selamanya menunggu janji itu?! Atas nama rakyat yang telah bertahun
tahun terbelenggu oleh penjajahan di tanah air mereka sendiri?! Mereka berhak bebas! Dan
sekaranglah saatnya!
Syodanco Sanggih : Tenang saudara sekalian. Mari kita bicarakan dengan kepala dingin, tidak
perlu ada ketegangan.

Syodanco Singgih membawa Soekarno dan Moh.Hatta menjauh dari perdebatan itu. Kemudian
mereka berunding.
Syodanco Sanggih : Saya mengerti mengenai perhitungan anda berdua mengenai masalah
proklamasi ini. Tapi memang belum mempertimbangkan semuanya dengan matang. Tapi saya
percaya kita dapat bangkit dan memanfaatkan situasi ini. Kesempatan tidak datang dua kali,
bung. Apa yang mereka katakan benar adanya dan saya mendukung mereka.
Moh.Hatta : Tetapi, apakah kita bisa? Akankah ini semua bisa dilakukan?
Syodanco Sanggih : Tentu mungkin, Bung. Asal kita berusaha kita dapat menemukan jalan
keluarnya. Para pemuda di Jakarta sedang Menyusun strategi pertahanan untuk mencegah
serangan dari Jepang ataupun sekutu yang tidak menerima proklamasi bangs akita.
Soekarno : Baiklah, saya setuju. Kita akan memproklamasikan tanpa ada campur tangan
Jepang.

Setelah tibanya golongan tua di Rengasdengklok, merekapun berunding. Dan selesailah


peristiwa Rengasdengklok. Mereka pun kembali pulang ke Jakarta. Mereka mencari tempat
untuk merumuskan naskah proklamasi.
Subarjo : Bagaimana kita membicarakan naskah proklamasi untuk mendeklarasikan
kemerdekaan kita?
Chairul Saleh : Untuk sekarang, kita membutuhkan tempat untuk membahasnya, Bung.
Subarjo : Saya punya ide. Kita akan meminjam rumah perwira Jepang, Laksamana Maeda.
(Ke rumah Laksamana Maeda)
Ketuk pintu
Laksamana Maeda : Selamat siang, ada apa bung?
Subarjo : Maaf mengganggu, kami butuh tempat untuk membicarakan kemerdekaan yang akan
diselenggarakan esok hari.
Laksamana Maeda : Benarkah itu?! Kalau begitu, masuklah. Silahkan gunakan ruangan apapun
yang ingin kalian gunakan. Saya turut Bahagia untuk kalian, Tapi saya istirahat dulu.
Chairul Saleh : Terima kasih, Pak Perwira

Perumusan Proklamasi di rumah Laksamana Maeda pun segera dilakukan


Chairul Saleh : Menurut saya, sebaiknya naskah ini jangan ditandatangani oleh anggota PPKI.
Karena PPKI itu lembaga bentukkan Jepang. Kita sudah sepakat untuk melaksanakan
proklamasi tanpa campur tangan Jepang.
Subarjo : Saya setuju. Bagaimana ini, Bung?
Soekarno : Adakah diantara kalian yang punya pendapat untuk menyelesaikan masalah ini?
Sukarni : Bagaimana jika naskah ini ditandatangani oleh hadirin yang datang saat ini? Seperti
Amerika menandatangani teks deklarasinya.
Moh. Hatta : Jangan, kita tidak boleh meniru. Kita harus berbeda dengan bangsa lain.
Chairul Saleh : Lalu bagaimana Bung Karno?
Soekarno : Hmm, menurut saya karena ini semua berkat jasa-jasa Indonesia, jadi “Atas nama
bangsa Indonesia”saja.
Sukarni : Saya setuju, dan saya punya usul. Bagaimana jika teks ini ditandatangani oleh Anda,
dan Bung Hatta, atas nama Bangsa Indonesia.
Subarjo : Saya setuju
Soekarno : Bagaimana Hadirin?
Semua : Setuju
Setelah semuanya setuju, Soekarno memerintahkan Sayuti Melik untuk mengetik teks
proklamasi
Soekarno : Bung
Sayuti Melik : Ya?
Soekarno : Tolong kau ketik teks proklamasi ini. Jagalah teks ini baik-baik.
Sayuti Melik : Baik Bung

Sayuti Melik pun mengetik teks tersebut. Semua persiapan proklamasi rampung pada pukul
04.30 WIB. Lalu, semua hadirin pulang ke rumah masing-masing dengan perasaan gembira.
Kemudian para pemuda mengirimkan kurir-kurir untuk menyampaikan bahwa saat proklamasi
telah tiba. Pada saat yang sama, Soekarno dan Ibu Fatmawati sampai di kediaman mereka dan
berbincang sejenak.
Soekarno : Alhamdulillah, akhirnya semua berjalan dengan lancar. Terima kasih ibu telah
menemani saya di saat saat yang cukup menguras pikiran ini.
Fatmawati : Iya, terima kasih Gusti Allah yang telah memberikan jalan pada bangsa kita untuk
memproklamasikan kemerdekaan. Oh iya, apa bapak sudah merencanakan bagaimana
proklamasi besok akan berlangsung?
Soekarno : Tentu saja, besok kita akan proklamasi, diiringi lagu Indonesia Raya buatan bung
Supratman.
Fatmawati : Bukankah kita belum punya bendera? Lantas bagaimana?
Soekarno : Ya ampun, Bapak lupa. Kalau begitu Ibu saja yang menjahitkan benderanya
Fatmawati : Tapi Ibu tidak punya kain, Pak. Kain yang ada hanya berwarna merah dan putih.
Apa tidak apa-apa?
Soekarno : Tidak apa-apa, yang penting kita sudah berusaha untuk menyediakannya
Fatmawati : Baiklah, Pak. Oh iya, Ibu punya ide. Bagaimana jika benderanya kita namakan
sang saka merah putih?
Soekarno : Ide yang bagus, karena merah putih adalah sang saka
Fatmawati : Ya baiklah, sebaiknya bapak bersiap siap sekarang untuk Menyusun pidato yang
akan bapak bacakan besok

Proklamasi siap dibacakan dan bendera pun selesai dijahit dan siap dikibarkan.
Soekarno : Trimurti! Tolong kibarkan bendera merah putih ini sebagai tanda awal kemerdekaan
bangsa kita
Trimurti : Siap, Bung. Saya akan menyuruh anak buah saya untuk mengibarkannya.
Soekarno : Baiklah.
Trimurti : Hei, Latief! Jaga baik-baik bendera ini! Kalian mendapatkan kehormatan untuk
pertama kalinya mengibarkan bendera ini dalam Sejarah Indonesia.
Latief : Siap! Saya dan Suhud tidak akan mengecewakan anda.

Proklamasipun dibacakan
Soekarno : (Baca Teks Proklamasi)
Rakyat : Tepuk tangan dan teriak merdeka

Anda mungkin juga menyukai