Anda di halaman 1dari 66

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia termasuk kedalam sepuluh negara kepulauan terbesar di


dunia karena memiliki laut yang luas dan terdiri dari banyak pulau, dengan
luas wilayah sekitar 1,904,569 km2 dan 3,25 juta km2 luas lautan
Indonesia. Hal itu membuat Indonesia menjadi negara dengan sumber daya
kelautan yang besar seperti kekayaan keanekaragaman hayati dan non
hayati, dan menunjukan bahwa potensi dari komoditas perikanan
Indonesia melimpah. Sektor perikanan merupakan salah satu bidang yang
menjadi tumpuan pembangunan nasional dan memiliki potensi yang besar
terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Menurut Undang – undang
Nomer 45 Tahun 2009 Pasal 1 Ayat 1 tentang perikanan, perikanan adalah
semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan
sumberdaya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi,
pengolahan, sampai dengan pemasaran yang dilaksanakan dalam suatu
sistem bisnis ikan. Secara potensi perikanan Indonesia merupakan negara
terbesar di dunia, baik dari sektor perikanan tangkap maupun sektor
perikanan budidaya.

Sumber: https://wantimpres.go.id/id/potensi-perikanan-indonesia/.

Perikanan adalah salah satu sektor yang menjadi tumpuan


pembangunan nasional dimana penyedia bahan baku perikanan di
Indonesia dilakukan oleh nelayan, nelayan adalah sebagai rantai pasok
penyedia supply bahan baku perikanan paling awal, dimana jika tidak ada
nelayan maka tidak ada supply bahan baku perikanan di Indonesia, maka
dari itu dalam perindustrian sector perikanan, nelayan menjadi salah satu
aspek penting dalam bergeraknya industri perikanan yang ada di
Indonesia, dengan demikian hal untuk menjaga stabilitas jumlah supply
bahan baku perikanan dan juga pemintaan bahan baku perikanan yang ada
di pasar, maka jumlah nelayan yang bertugas untuk menyediakan bahan
baku ikan di Indonesia harus di jaga dengan sebaiknya.
Perikanan tangkap adalah kegiatan menangkap ikan serta organisme
lain yang terdapat di laut, sungai, danau, dan lainnya. Area yang menjadi
tempat tangkapan biasanya dilakukan di laut, terutama di sekitar pantai
dan landasan kontinen. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS)
hasil produksi tangkapan ikan laut pada tahun 2018 hingga 2020 di
Indonesia berfluktuasi yang artinya tidak tetap atau berubah-ubah tiap
tahunnya, di tahun 2018 tercatat hasil tangkapan ikan laut di Indonesia
sebesar 6.696.336,11 ton, tahun 2019 sebanyak 7.813.550,00 Ton dan pada
tahun 2020 sebanyak 7.749.963,00 ton, hasil tangkapan ikan laut di
Indonesia sangat beragam dan setiap daerah pesisir pantai memiliki hasil
tangkapan ikan unggulan berbeda-beda, salah satu ikan yang mempunyai
pasar ekspor ialah ikan layur.

Ikan layur atau Trichius Sp adalah salah satu ikan demersial yang
biasa ditemukan di pantai selatan Pulau Jawa khususnya di Palabuhanratu,
ikan tersebut merupakan ikan unggulan karena ikan ini termasuk dalam
komoditas ikan ekonomis penting sebab adanya permintaan ekspor dari
beberapa Negara di Asia, biasanya ikan layur diekspor atau dijual
langsung kepada masyarakat sekitar, Harga ikan layur ditingkat nelayan
sekitar Rp 8.000-15.000, sementara itu di pasar ekspor sekitar US$ 3-4,5
per kg. dengan harga ekspor yang baik ikan layur menjadi komoditas
penting pada daerah penghasil ikan layur di Indonesia.

Ikan layur banyank terdapat pada Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa


Barat. Secara Geografis, Palabuhan ratu terletak pada posisi 6° 57’-7° 07’
LS dan 106° 22’-106° 33’ BT dengan panjang garis pantai 105 km, luas
wilayah 1.023.220 Ha. (DKP Kabupaten Sukabumi, 2013). Hal ini
mengakibatkan palubahratu menjadi salah satu daerah penghasil ikan layur
di Indonesia.

Permintaan ikan layur pada Palabuhanratu sangat besar, dikarenakan


ikan layur adalah komidtas ekspor, dan juga ikan layur di gemari oleh
masayrakat lokal dari palabuhanratu, namun supply ikan layu yang
fluktuatif mengakibatkan harga ikan layur yang menjadi tidak terkendali,
hal ini di karenakan ikan layur layur adalah ikan yang musiman dan juga
berkurangnya jumlah nelayan ikan layur di Palabuharatu, hal ini
mengakibatkan harga pada konsumen ikan layur sangat tinggi namun
nelayan penjual ikan layur tidak dapat merasakan harga ikan layur yang
tinggi, hal ini berakibat nelayan ikan layur merasa kurang diuntungkan
dalam posisi harga pasar yang tinggi namun harga bahan baku ikan layur
yang di bayarkan kepada nelayan. Adapun harga ikan layur pada tingkat
nelayan berkisar Rp26.000/kg, pada tingkat pengepul berkisar
Rp40.000/kg, dan harga jual pada tingkat pengecer pada Rp 65.000/kg.

Tingkat selisih harga penjualan ikan layur antar nelayan ke penngepul


ikan layur sebesar Rp. 15.000/kg, sedangkan selisih harga penjualan ikan
layur dari nelayan ke pengecer sebesar Rp. 40.000, dengan adanya seleisih
harga yang besar membuat nelayan kurang diuntungkan dalam proses jual
beli yang selama ini terjadi, fenoemena ini membuat nelayan merasa tidak
diuntungkan dalam proses rantai pasok ini, dan ini mengakibatkan jumlah
nelayan ikan layur berkurang. Pada tahun 2017 jumlah nelayan di
palabuhan ratu mencapai 4.072 orang dan jumlah nelayan pada tahun 2020
mencapai 1.897 orang, selisih jumlah nelayan pada tahu 2017 dan 2020
sebesar 2.175 orang, dengan adanya penurunan jumlah nelayan yang rugi
sebesar 20% dalam pertahun, maka hal ini membuktikan bahwa
ketidakpuasan nelayan dalam melakukan transaksi jual beli ikan layur di
palabuhanratu.

Jumlah penururnan nelayan juga terjadi dikarenakan nelayan masih


belum mengetehaui biaya operasional yang pasti dalam melakukan proses
penangkapan ikan, dari data hasil wawancara kepada beberapa nelayan,
para nelayan mempunyai biaya Rp 2.015.000, dan jika di bagikan dalam
tangkapan ikan yang sudah nelayan lakukan sebesar 400 kg, maka jumlah
per Kg untuk biaya biaya operasional nelayan akan sebesar 5.037,
sedangkan biaya bahan bakar solar saja dengan data periode 2021 sebesar
Rp. 5.150, dengan perbandingan harga solar dan biaya operasional saja,
dapa dilihat bahwa biaya operasional nelayan tidak mencukupi untuk biaya
solar, maka dari itu dibutuhkan perhitungan yang baik dalam menganalisis
biaya operasional nelayan serta pola saluran pemasaran dari proses
penjualan ikan layur yang berada di Palabuhanratu.

Pada proses penjualan ikan layur dari nelayan terhadap pengepul


kerap sekali nelayan meminjam uang modal pada pengepul, setelah selesai
menadapatkan ikan maka nelayan harus menjual kepada pengepul, dan
nelayan harus mengikuti harga dari pihak pengepul, hal ini membuat
nelayan tidak diuntungkan. Namun terjadi juga nelayan tidak dapat
menjual langsung kepada konsumen akhir, hal ini dikarenakan konsumen
akhir tidak dapat menampung pembelian sekala besar, dan juga nelayan
tidak mempunyai tempat untuk menyimpan ikan yang sudah mereka
tangkap.

Pada saat ini juga para nelayan ika layur masih tidak mengetahui
berapa jumlah biaya operasional yang pasti pada saat mereka melakukan
penangkapan ikan, hal ini akan berdampak pada nelayan tidak ngetahui
apakah nilai penjualan ikan yang di hasilkan oleh pihak nelayan menutupi
biaya operasional mereka dan juga tidak mengetahui persentase dari
keuntungan mereka, maka dari itu nelayan harus mengetahui operasional
pasti agar dapat menetukan harga yang tepat dalam menetukan harga ikan
layur yang akan mereka jual kepada konsumen akhir maupun pedangan,
ataupun pengepul ikan layur di daerah palabuhanratu.

Ikan layur menjadi salah satu aspek pengerak roda ekonomi bagi
masyarakat palabuhanratu, dimana ikan layur yang banyak diknsumsi
masayarakat lokal dan juga menjadi komoditas eskspor, dan jika daeran
palaburahanratu kehilangan supply bahan baku dari nelayan ikan layur
maka tentunya akan berdampak pada sektor ekonomi dari palabuhanratu,
fenomena ini didasari oleh Kurangnya informasi nelayan dalam hal
pemasaran hasil tangkapan mereka membuat mereka terbiasa menjadi
penerima harga dalam kegiatan jual beli hasil tangkapan mereka,
khususnya dalam hal perbedaan harga ikan. Selain itu nelayan tidak
memiliki akses langsung untuk menjual hasil tangkapannya ke luar kota,
karena hampir seluruhnya diatur oleh pengepul. Oleh karena itu, perlu
dilakukan perhitungan agar tingkat pendapatan dan efisiensi dari usaha
penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan ikan layur di Kecamatan
Pelabuhan Ratu, Kabupaten Sukabumi dapat diketahui.

Berdasarkan penjelasan dari uraian masalah di atas, maka penulis


akan melakukan penelitian dengan judul “Analisis Biaya Operasional
Nelayan Ikan Layur Dan Saluran Pemasaran Ikan Layur Di
Kecamatan Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka rumusan


masalahnya sebagai berikut:

1. Berapa biaya operasional nelayan ikan layur di Kecamatan


Palabuhanratu?
2. Pola saluran mana yang menguntungkan dari pemasaran ikan layur di
Palabuhanratu untuk meningkatkan keuntungan nelayan?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian dari rumusan tersebut ialah :

1. Untuk mengetahui biaya operasional nelayan ikan layur di Kecamatan


Palabuhanratu.
2. Mengetahui pola saluran pemasaran ikan layur yang paling
menguntungkan untuk nelayan di Kecamatan Palabuhanratu.

1.4 Manfaat Penelitian

Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah, dan tujuan dari


diadakannya penelitian ini, maka manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini dapat meningkatkan wawasan dan pengetahuan bagi
peneliti berkaitan dengan analisis biaya operasional dan saluran
pemasaran komoditi ikan layur di Kecamatan Palabuhanratu,
Kabupaten Sukabumi.
3. Bagi Akademis
Bagi akademis diharapkan laporan ini dapat bermanfaat sebagai sumber
informasi dan referensi untuk penelitian selanjutnya.
4. Bagi Pelaku Usaha
Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu para pelaku usaha ikan
layur di Palabuhanratu untuk mengetahui biaya operasional dan pola
saluran pemasaran mana yang terbaik untuk meningkatkan keuntungan
nelayan ikan layur di Kecamatan Palabuhanratu.

1.5 Batasan Penelitian

Batasan penelitian diperlukan agar tidak terjadi penyimpangan


terhadap masalah yang diteliti dengan tujuan penelitian dan pembahasan.
Untuk itu, batasan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Peneliti hanya melakukan penelitian pada jenis ikan layur.


2. Penelitian ini hanya dilakukan di Kecamatan Palabuhanratu,
Kabupaten Sukabumi.
3. Peneliti hanya membahas mengenai biaya operasional dan pola
saluran pemasaran ikan layur ikan layur.
4. Data di dapatkan dari Kantor Pelabuhan Perikanan Nusantara
Palabuhanratu (PPNP) dan hasil observasi serta wawancara lansung
kepada para pelaku saluran pemasaran ikan layur di Palabuhanratu.
5. Penelitian ini hanya sebatas memberikan usulan kepada nelayan ikan
layur di Kecamatan Palabuhanratu.

1.6 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan laporan penelitian ini sebagai berikut:


BAB I PENDAHULUAN
Bab I ini berisi mengenai latar belakang, perumusan masalah, tujuan
penelitian, batasan penelitian dan sistematikan penulisan.
BAB II STUDI PUSTAKA
Bab ini berisi tentang teori-teori pendukung yang relevan dalam penelitian
yang berlangsung.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III berisi mengenai metodologi penelitian yang mendeskripsikan alur
serta penjelasan mengenai Langkah-langkah pengerjaan yang dilakukan
penulis dalam melakukan penelitian ini.
BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
Bab IV berisi mengenai pengumpulan data yang diperoleh setelah
melakukan penelitian, serta pengolahan data yang telah didapatkan untuk
menjadi suatu informasi yang bisa disajikan.
BAB V ANALISIS
Bab V berisi tentang analisa dari pengumpulan data dan pengolahan data
yang telah dilakukan.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
Bab VI ini berisi mengenai kesimpulan dan saran dari hasil analisis
penelitian yang ada pada bab sebelumnya. Serta saran yang bersumber
pada pelaksanaan selama penelitian atau saran untuk melakukan penelitian
lebih lanjut.
DAFTAR PUSTAKA
Bab ini memberikan informasi mengenai dari mana saja bahan yang
didapat selama penelitian.
BAB II
STUDI PUSTAKA

2.1 Manajemen Rantai Pasok


Dalam dunia bisnis saat ini, manfaat manajemen rantai pasokan
bagi perusahaan berkisar dari penghematan biaya hingga peningkatan
kepuasan pelanggan. Proses memasok barang dan jasa, mengubah bahan
mentah menjadi komoditas jadi, dan kemudian mendistribusikannya
kepada klien secara tepat waktu dan tepat sasaran disebut sebagai
manajemen rantai pasokan. Penyedia dan pelanggan harus menjaga
hubungan yang kuat yang dikenal sebagai manajemen rantai pasokan
untuk memberikan nilai yang sangat optimal kepada klien dengan biaya
yang wajar sambil memberikan manfaat rantai pasokan secara keseluruhan
(Christopher, 2011). Manajemen rantai pasokan, menurut Heizer dan
Render (2015), adalah proses yang terdiri dari koordinasi semua kegiatan
rantai pasokan, mulai dari akuisisi bahan baku hingga kepuasan pelanggan.
Manajemen rantai pasokan berusaha untuk mengkoordinasikan kegiatan
rantai pasokan untuk memaksimalkan keunggulan kompetitif. Definisi
operasional rantai pasokan yang menyertai harus terdiri dari tiga elemen
berikut:
a. Manajemen Rantai Pasokan adalah sarana untuk mengintegrasikan
pemasok, produsen, distributor, pengecer, dan pelanggan dengan sukses.
Untuk mencapai efisiensi biaya sistem secara keseluruhan dan kualitas
layanan yang sesuai, proses manufaktur harus akurat dalam hal jumlah
item, durasi aktivitas, dan tujuan.
b. Manajemen Rantai Pasokan berdampak pada pengendalian biaya.
c. Manajemen Rantai Pasokan sangat penting untuk meningkatkan kualitas
layanan pelanggan perusahaan.
Untuk memenuhi permintaan konsumen, manajemen rantai
pasokan berkolaborasi dengan banyak mitra, baik secara langsung maupun
tidak langsung. Konsumen, pengecer, grosir, produsen, dan pengangkut
produk adalah beberapa pihak yang terlibat dalam rantai pasokan ini,
selain produsen dan pemasok biasa.
Manajemen rantai pasokan berfokus pada pengintegrasian dan
pengorganisasian aliran barang, jasa, dan informasi di sepanjang rantai
untuk membuat rantai pasokan lebih responsif terhadap permintaan
konsumen sekaligus menurunkan total biaya (Chopora, Shweta, dkk.
2017). Selain produsen dan pemasok, rantai pasokan juga dapat
melibatkan transportasi, gudang, pengecer, dan pelanggan atau konsumen
yang sebenarnya. Rantai pasokan organisasi produsen mencakup semua
proses yang terlibat dalam menerima atau menolak permintaan konsumen.
Rantai pasokan bersifat dinamis, dengan pergerakan informasi,
produk, dan keuangan yang konstan di setiap tahap. Ada tiga jenis aliran
yang harus diatur dalam rantai pasokan. Pertama, pertimbangkan aliran
komoditas dari hulu ke hilir, seperti bahan baku biji plastik yang
dipindahkan dari pemasok ke pabrik. Setelah produk selesai dalam tahap
produksi, produk tersebut akan dikirim ke distributor, kemudian ke
pengecer atau retailer, dan akhirnya ke pengguna akhir atau pelanggan.
Yang kedua adalah pergerakan uang dan barang lainnya dari hulu ke hilir.
Yang terakhir adalah aliran informasi, yang sering terjadi dari hulu ke hilir
atau sebaliknya. Kegiatan utama yang termasuk dalam klasifikasi SCM
ketika mengacu pada perusahaan manufaktur adalah (Pujawan &
Mahendrawathi, 2017):
1. Kegiatan perancangan produk baru (Product Development)
2. Kegiatan mendapatkan bahan baku (Procurement, Purchasing, atau
Supply)
3. Kegiatan merencanakan produksi dan persediaan (Planning Control)
4. Kegiatan melakukan produksi (Production)
5. Kegiatan melakukan pengiriman/distribusi (Disribution)
6. Kegiatan pengelolaan pengembalian produk/barang (Return)
2.1.1 Tujuan Supply Chain Management

Tujuan dari manajemen rantai pasokan adalah untuk mengatur dan


meningkatkan organisasi melalui konsep dan proses manajemen
seperti menerapkan kegiatan PODEC, di mana P adalah singkatan
dari perencanaan, O adalah singkatan dari pengorganisasian, D
adalah singkatan dari pengarahan, E adalah singkatan dari eksekusi,
dan C adalah singkatan dari pengendalian.

2.1.2 Kinerja Manajemen Rantai Pasok

Semua langkah yang diambil untuk memenuhi permintaan


klien dikuantifikasi sebagai kinerja manajemen rantai pasokan.
Hasil akhirnya adalah persentase atau peningkatan upaya
pemenuhan permintaan klien perusahaan. Berikut ini adalah tujuan
pengukuran kinerja:
a. Untuk mengembangkan prosedur pengiriman fisik (arus barang
lancar dan persediaan tidak terlalu tinggi).
a. Memperbaiki aliran informasi (aliran informasi antara setiap
saluran).
c. Arus kas yang positif di setiap saluran rantai pasokan.
Istilah "rantai pasok" mengacu pada sebuah rantai panjang
yang membentang dari pemasok ke klien dan melibatkan
entitas atau pelaku dalam sebuah jaringan rantai pasok yang
sangat rumit. Pelaku utama rantai pasok adalah sebagai berikut
(Indrajit dan Djokopranoto, 2002):
a. Pemasok (rantai 1)
Rantai rantai pasok pertama dimulai dari rantai 1 yang
merupakan sumber pertama penyedia bahan baku. Rantai
distribusi komoditas akan dimulai dari rantai ini. Contoh
umum dari bahan pertama adalah bahan mentah, bahan baku,
bahan penolong, komponen cadangan, dan produk.
b. Produsen-pemasok (rantai 1-2)
Selanjutnya, rantai kedua, yaitu produsen, merupakan lokasi di
mana komoditas diubah atau diselesaikan (finishing). Kedua
mata rantai ini terhubung karena memiliki potensi untuk
menghemat biaya. Menghemat biaya penyimpanan persediaan,
misalnya, dengan mempromosikan gagasan kemitraan
pemasok, mencoba membantu pemasok meningkatkan kinerja.
c. Pemasok-Produsen-Distributor (Rantai 1-2-3) Barang jadi
yang dibuat pada tahap ini dipasok ke konsumen, biasanya
melalui jasa grosir atau distributor.
d. Pemasok-Produsen-Distributor-Pengecer (rantai 1-2-3-4)
Komoditas disalurkan ke gerai-gerai ritel dari pedagang grosir
pada tahap ini. Pada tingkat ini, beberapa pabrik biasanya
menawarkan produk mereka secara langsung kepada
pelanggan, tetapi jumlah produk yang dijual biasanya tidak
banyak.
Supplier-Manufacturer-Distribution-RetailOutlets-
Customer (chain 1- 2-3-4-5)
Pelanggan adalah mata rantai terakhir dalam rantai pasokan,
bertindak sebagai pengguna akhir dalam hal ini. Transaksi
terjadi antara pengecer dan pelanggan dalam rantai ini, yang
meliputi proses mendapatkan barang sekaligus memenuhi
permintaan pelanggan. Model rantai pasok dapat
dikembangkan dengan menggunakan deskripsi pelaku rantai
pasok, yang merupakan gambaran hubungan berantai mereka,
yang dapat berbentuk seperti rantai yang terhubung satu sama
lain 2019 (Guritno dan Harsasi)
2.2 Biaya Operasional
Biaya operasional merupakan biaya berkelanjutan guna menghasilkan
suatu produk ataupun melaksanakan kegiatan bisnis atau sistem kerja.
Biaya operasional memiliki keterkaitan dengan pengeluaran modal untuk
suatu kegiatan produksi atau pelaksaan kegiatan tertentu.
Menurut Sari (2003) Biaya Operasional Kendaraan (BOK) ialah biaya
keseluruhan yang dibutuhkan guna mengoperasikan kendaraan pada suatu
kondisi lalu lintas dan jalan untuk satu jenis kendaraan per kilometer jarak
tempuh yang dihitung dalam satuan rupiah per seat kilometer. Dalam
penentuan biaya operasional kendaraan, perhitungan biaya tetap, biaya
variabel, dan biaya kepemilikan aset ini dapat dilakukan.
Total biaya pengoperasian kendaraan untuk tujuan tertentu dalam
kondisi normal dikenal sebagai biaya pengoperasian kendaraan. Jumlah
tarif (pendapatan) sangat baik dari sudut pandang ekonomi. Pengusaha
akan mendapatkan keuntungan dari hal ini dan memastikan bahwa
penyedia transportasi umum terus beroperasi dan mengembangkan bisnis
mereka. Elemen-elemen biaya operasional kendaraan dibagi menjadi tiga
kategori: biaya overhead, biaya tidak tetap (biaya operasional), dan biaya
tetap (biaya tetap). Biaya yang dikeluarkan untuk membuat satu unit
layanan transportasi, seperti biaya produksi, biaya dasar, atau biaya
operasional. Pembagian ini dibentuk menjadi tiga bagian ketika biaya yang
terkait dengan penyediaan layanan transportasi yang dijual kepada
pengguna jasa diperhitungkan:
1. Biaya yang terkait dengan manajemen bisnis;
2. Biaya yang terkait dengan pengoperasian kendaraan
3.pungutan, iuran, sumbangan, dan pengeluaran lain yang terkait
dengan kepemilikan dan pengoperasian bisnis.
Keseluruhan biaya yang ditanggung oleh pengguna jalan ketika
menggunakan moda transportasi tertentu untuk melakukan perjalanan dari
satu lokasi ke lokasi lain disebut sebagai biaya operasional kendaraan.
Baik biaya tetap maupun biaya tidak tetap termasuk dalam kategori biaya
operasional kendaraan. Berbeda dengan biaya variabel yang berubah
seiring dengan perubahan volume jasa yang dihasilkan, biaya tetap adalah
biaya yang tidak berubah dari waktu ke waktu (tetap konstan meskipun
terjadi perubahan jumlah output jasa ke tingkat tertentu). Harga untuk
layanan transportasi ditetapkan dengan tujuan untuk mempertimbangkan
kepentingan publik dan kepentingan penyedia layanan (maksimalisasi
kesejahteraan). Long Run Marginal Cost, atau kondisi ini akan tetap stabil
sepanjang waktu (LRMC). Dengan memperhitungkan biaya modal atau
biaya tetap lainnya yang berdampak pada kelangsungan hidup kendaraan
dalam jangka panjang, komponen biaya LRMC mempengaruhi harga
(Button, 1993). Biaya operasi dasar kendaraan dibagi menjadi 1 kategori
berdasarkan seberapa erat hubungannya dengan produksi jasa yang
dihasilkan, menurut Keputusan Menteri Perhubungan No. 89 Tahun 2002,
tentang mekanisme penetapan tarif dan formula perhitungan biaya pokok
angkutan penumpang dengan mobil bus umum kelas ekonomi. Biaya
langsung adalah biaya yang dikeluarkan secara langsung sehubungan
dengan penyediaan layanan dan mencakup biaya tetap dan biaya variabel.
Sementara harga tertentu dapat langsung diperkirakan per mil yang
ditempuh kendaraan, harga lainnya harus dihitung terlebih dahulu setelah
mengetahui biaya per tahun.
2. Biaya tidak langsung, seperti biaya tetap dan biaya variabel, adalah
biaya yang tidak secara langsung terkait dengan layanan atau komoditas
yang dikirimkan. Karena biaya-biaya ini mencakup komponen yang tidak
terkait langsung dengan operasional kendaraan, seperti total biaya tahunan
pekerja selain awak kendaraan dan pengeluaran manajemen seperti pajak
perusahaan, pajak kendaraan, penyusutan gedung kantor, dan lain-lain,
maka biaya-biaya ini tidak dapat dihitung per kilometer kendaraan.
3. Biaya Dasar adalah total pengeluaran langsung dan tidak langsung
yang diperkirakan per kilometer kendaraan.
Tabel 2. 1 Komponen Biaya Langsung dan Tidak Langsung Berdasarkan Pengelompokan
Biaya

Biaya Langsung Biaya Tidak Langsung


1. Biaya karyawan awak non-
kendaraan.
1. Penyusutan kendaraan produktif
2. Bungan modal kendaraan a. Upah / gaji
produktif b. Tunjangan sosial
3. Awak kendaraan
a. Gaji/ Upah
b. Tunjangan kerja operasi (uang
dinas) 2. Biaya Manajemen
c. Tunjangan sosial
3. Bahan Bakar Minyak
4. Service Kecil
5. Service Besar
6. Pemeriksaan (Overhaul)
7. Penambahan Oli
8. Suku Cadang dan Body

Biaya operasional kendaraan dibagi menjadi dua kategori: biaya variabel


(biaya operasional) dan biaya tetap (biaya tetap atau biaya tetap). Daftar harga
satuan pada penggunaan komponen sebagai unit perhitungan biaya operasional
diperlukan untuk perhitungan biaya operasional. Berikut ini adalah elemen-
elemen yang digunakan untuk menghitung biaya operasional.
1. Penyusutan kendaraan
Harga Kendaraan−Nilai Residu
Masa Ppenyusutan
2. Nilai Residu
100 %
LifeTime
3. Depresiasi
Harga Perolehan−Nilai Residu
Umur Ekonomis
4. Nilai sisa aktiva
= Nilai sisa aktiva tahun tersebut – biaya penyusutan
5. Biaya pemeriksaan umum (overhaul)
6. Biaya penyusutan persekali keberangkatan
Biaya penyusutan perthahun
=
52

Biaya pemeriksaan umum perkendaraan-KM


Biaya pemeriksaan per tahun
Produksi mikrolet KM −Pertahun
7. Asuransi
Biaya asuransi diperhitungkan 2,5% dari harga kendaraan.
Biaya asuransi perkendaraan-KM =
Harga Perolehan−Nilai Residu
Umur Ekonomis
2.3 Pengertian Pemasaran
Melalui pertukaran barang dan jasa yang berharga dan penggunaan
orang lain sebagai perantara, Melalui proses sosial dan manajemen
pemasaran, orang dan organisasi dapat memuaskan kebutuhan dan
keinginan mereka. Pemasaran bukan hanya tentang menyampaikan barang
atau jasa ke tangan pelanggan, tetapi juga tentang bagaimana barang atau
jasa tersebut dapat terus memuaskan pelanggan. 2017: 1 (Budi Rahayu).
R. Zulki Zulkifli Noor menyatakan bahwa pemasaran adalah suatu
kegiatan ekonomi yang memberikan kontribusi pada penciptaan nilai
ekonomi. Harga barang dan jasa ditentukan oleh nilai ekonominya. Unsur-
unsur produksi, pemasaran, dan konsumsi juga mempengaruhi
pertumbuhan nilai. Kegiatan produksi dan konsumsi dihubungkan melalui
pemasaran.
Menurut William J. Stanton (2001), pemasaran adalah suatu sistem
keseluruhan dari kegiatan-kegiatan bisnis/usaha yang berbeda dengan
tujuan-tujuan merencanakan, menentukan harga/menyediakan jasa barang,
mengiklankan, menyebarkan, dan memuaskan para pelanggan. Karena
berbagai sudut pandang dan analisis pemasaran, ada sejumlah perbedaan
dalam definisi pemasaran.
Tujuan pemasaran saat ini adalah mempertahankan pelanggan yang
sudah ada dengan berpegang pada ide kebahagiaan pelanggan. Ini berarti
bahwa selain memberikan barang atau jasa kepada konsumen, pemasaran
juga harus mempertimbangkan bagaimana barang atau jasa tersebut dapat
memuaskan pelanggan baru dan memberikan nilai yang lebih tinggi
(Shinta, 2011)

2.4 Manajemen Pemasaran


Manajemen pemasaran terdiri dari dua kata: manajemen dan
pemasaran, dan mengacu pada tindakan perencanaan, pengorganisasian,
pengarahan, dan pengelolaan. Pemasaran, di sisi lain, adalah studi,
perencanaan, pelaksanaan, dan pengelolaan program yang bertujuan untuk
menghasilkan, mengembangkan, dan mempertahankan pertukaran yang
menguntungkan dengan pelanggan sebagai cara untuk mencapai tujuan.
Manajemen pemasaran adalah aktivitas perencanaan, pelaksanaan,
pengawasan, atau pengelolaan operasi pemasaran secara efektif dan efisien
untuk mencapai tujuan organisasi.
Gambar 2. 1 Konsep Manajemen Pemasaran

Sumber: Karina Dwi Agustina, 2022

Tujuan dari pemasaran adalah mempertahankan pelanggan yang


sudah ada dengan berpegang pada prinsip kepuasan pelanggan dan juga
menarik pelanggan baru dengan menciptakan barang yang memuaskan
kebutuhan konsumen. Pemasaran terjadi karena adanya kebutuhan,
keinginan, dan permintaan akan suatu produk, baik produk maupun jasa
(Budi Rahayu: 10) (2017)
Organisasi tentunya melakukan kegiatan yang memiliki fungsi
tertentu. Berikut merupakan fungsi dari manajemen pemasaran.
1. Mengukur Peluang Pasar
Manajemen pemasaran dilakukan dengan meriset informasi mengenai
kebutuhan dan permintaan konsumen. Tak hanya itu, strategi
pemasaran dan target konsumen juga dapat dilihat dengan meriset
kompetitor.
Hal tersebut digunakan saat Organisasi melakukan penentuan
yerhadap tujuan pemasaran serta identifikasi peluang pasar. Misal,
pada remaja dengan usia 17 hingga 21 tahun sebagai target.
Berdasarkan rentang usia tersebut, organisasi dapat memperoleh
informasi mengenai apa yang dibutuhkan serta hal yang dapat
mempengaruhi tingkat penjualan produk.
2. Merancanakan Aktivitas Pemasaran
Merencanakan aktivitas pemasaran merupakan menjadi fungsi
penting. Tercapainya tujuan pemasaran dilakukan dnegan
merencanakan harga produk atau jasa yang akan ditentukan,
pencapaian atau target penjualan, target customer, strategi promosi,
media pemasaran yang akan digunakan, dan lainnya.
3. Menjalankan Aktivitas Pemasaran
Manajemen pemasaran berperan penting juga dalam pemasaran.
Aktivitas pemasaran dapat dijalankan dengan pemilihan orang yang
tepat untuk melakukannya. Kegiatan yang berjalan tidak semua
berjalan sesuai harapan. Dengan kondisi ini, tercapainya tujuan
pemasaran yaitu dengan pengambilan keputusan dengan manajemen
pemasaran terlebih dahulu sehingga hal yang menjadi masalah dapat
teratasi.
4. Melakukan Koordinasi
Bentuk koordinasi dilakukan dengan komunikasi. Pada dasarnya,
manusia akan melekat pada berbagai bentuk komunikasi karena
dengan berkomunikasi manusia akan berinteraksi antar sesama.
Hubungan dapat terjalin dengan komunikasi. Hubungan yang baik
akan menguntungkan banyak pihak. Hal ini sejalan dengan manajemen
pemasaran, apabila perencanaan telah matang dan strategi telah baik
namun jika koordinasi dengan anggota maka rencana tidak akan
berjalan dengan lancar dan dapat berdampak pada pemasaran.
Tentunya, diperlukan koordinasi yang baik sehingga tujuan dapat
tercapai.
5. Melakukan Kontrol dan Evaluasi dari Aktivitas Pemasaran
Setiap menjalankan pemasaran ini merupakan hal penting,
dikarenakan setiap kegiatan yang direncanakan pasti terdapat
perbedaan dengan tujuan awal. Maka hal itu dengan adanya control
dan evaluasi kekurangan atau masalah yang ada saat proses pemasaran
dapat segera diselesaikan. (Agustina, 2022)

2.5 Saluran Pemasaran


Perpindahan barang dari produsen ke konsumen disebut sebagai
pemasaran. Peran lembaga perdagangan, yang secara aktif membantu
pemasaran, adalah yang menyebabkan aliran barang. Fungsi lembaga ini
ditentukan oleh karakteristik sistem pasar. Oleh karena itu, lembaga ini
disebut sebagai saluran pemasaran (Soekartawi, 2002).
Saluran pemasaran adalah jenis bisnis yang terhubung dengan
tujuan umum untuk mendapatkan barang dan jasa di depan konsumen.
Saluran pemasaran langsung dan saluran pemasaran tidak langsung adalah
dua kategori saluran pemasaran yang berbeda. Saluran pemasaran tidak
langsung mengandung satu atau lebih tingkatan perantara, sedangkan
saluran pemasaran langsung tidak (Kotler, 2008).
Tingkatan-tingkatan saluran pemasaran tersebut adalah sebagai
berikut (Laksana, 2008:124):
Saluran pemasaran langsung atau saluran tingkat nol (Zero Level
Channel). Penjualan langsung dari produsen ke konsumen.
1. Saluran dengan satu tingkat. Terdapat satu perantara penjualan.
Perantara ini berfungsi sebagai pengecer dan perantara di pasar konsumen
dan industri.
2. Saluran dua tingkat. memiliki dua perantara penjualan. Mereka dapat
menjadi pedagang grosir atau grosir dan pengecer di pasar konsumen,
sementara mereka dapat menjadi distributor perumahan dan industri di
pasar industri.
3. Saluran dengan tiga tingkatan. Seorang jobber biasanya berada di antara
pedagang grosir dan pengecer di antara tiga perantara penjualan dalam
industri, yaitu pedagang grosir, jobber, dan pengecer.

2.6 Pemasaran Hasil Perikanan


Karena rantai agribisnis perikanan terdiri dari rantai pra-produksi,
rantai produksi (penangkapan ikan dan budidaya ikan), dan rantai
pascaproduksi, maka pemasaran ikan merupakan kegiatan yang sangat
penting dalam sektor perikanan (pengolahan dan pemasaran). Melalui
distribusi, utilitas waktu dan bentuk melalui pengolahan, utilitas prossetion
melalui kegiatan jual beli adalah beberapa kegunaan yang dihasilkan oleh
kegiatan pemasaran ini.
Peran pemerintah dalam pemasaran adalah untuk memediasi dan
menjaga keseimbangan antara dua pelaku pasar utama, yaitu produsen dan
konsumen, serta pedagang perantara, penyedia layanan, dan organisasi
pendukung. Melalui berbagai saluran pemasaran dan keterlibatan berbagai
lembaga pemasaran, pemasaran memindahkan barang dari produsen ke
konsumen akhir.
Dua kategori utama adalah produsen dan konsumen. Sementara
produsen terus berupaya meningkatkan hasil panen dan produksi dengan
harga jual yang tinggi, konsumen mencari produk berkualitas tinggi
dengan biaya serendah mungkin. Produk perikanan berbeda dengan
produk lainnya karena sifatnya yang musiman, mudah rusak, bentuknya
tidak beraturan, diproduksi di daerah pedesaan, dan membutuhkan banyak
pendingin untuk menjaga kesegaran ikan.
2.5.1 Karakteristik Hasil Perikanan
a. Mudah rusak (perishability)
Ikan mudah rusak karena, rata-rata, air membentuk sekitar 60%
dari berat badan mereka. Karena air berfungsi sebagai media
utama bagi keberadaan jamur, bakteri, dan organisme lainnya,
maka kualitas air yang digunakan dapat berdampak pada
kualitas ikan. Oleh karena itu, konsumsi air harus
diperhitungkan untuk kelangsungan hidup ikan. Ikan dengan
kualitas yang lebih rendah akan memiliki berat yang lebih
rendah, sehingga harga jualnya pun akan berubah.
b. Musiman (seasonal)
Kesulitan akan dialami oleh produsen dengan ikan yang hanya
panen pada saat musimnya. Produsen akan mengalami kesulitan
seperti penjual hasil produksi dan penentuan harga jual. Saat
musim panen tiba, harga jual ikan menurun karena stok ikan
yang cukup banyak. Sehingga biasanya, produsen akan
menyediakan stok lebih untuk melewati musim panen dan
menjualnya saat harga kembali naik. salah satu proses
pengadaan fisik yang menciptakan dilakukan melalui kegiatan
penyimpanan time utility.
c. Membutuhkan banyak ruang (bulkiness)
Bulkiness memiliki dampak terhadap keperluan biaya
transportasi dalam pengangkutan ikan dengan jumlah yang
terbatas karena ruang dan berat ikan tersebut. Sehingga, biaya
yang lebih banyak sangat diperlukan.
d. Tidak seragam (non homogenity)
Ketidakseragaman ikan ini akan mempengaruhi biaya
penanganan yang dibutuhkan. Jumlah ini digunakan untuk
penyortiran serta penanganan padat karya dan penurunan
kualitas yang dihasilkan. Untuk mengatasi masalah pemasaran
ini, diperlukan fungsi grading dan standardisasi.
2.5.2 Efisiensi Pemasaran
Pendekatan efiseinsi pemasaran merupakan pendekatan
yang sering digunakan untuk mengukur market performance.
Penampilan pemasaran yang efisien merupakan tujuan utama yang
hendak dicapai oleh nelayan, pedagang, pembudidaya dan pelaku
pemasaran secara luas, serta konsumen sebagai anggota
masyarakat. Semakin tinggi tingkat efisiensi, maka semakin baik
performa usahanya. Sedangkan jika level efisiensi menurun maka
usaha tersebut melemah. Ada empat faktor yang membuat
pemasaran menjadi tidak efektif.
1. Seberapa panjang saluran pemasarannya
Saluran pemasaran yang panjang adalah penyebab tingginya
biaya pemasaran.
2. Kurangnya infrastruktur dan fasilitas transportasi antara
produsen dan konsumen membuat kegiatan transportasi
menjadi lebih menantang, memakan waktu, dan mahal.
3. Biaya pemasaran yang terlalu tinggi
Jika rasio input terhadap output lebih besar sementara harga
jual tetap, itu berarti upaya pemasaran tidak efisien.
4. Pasar yang gagal
Harga pasar yang tidak mencerminkan kekuatan penawaran
dan permintaan yang teratur terjadi karena adanya kolusi,
peraturan pemerintah yang lemah, praktik perdagangan
yang tidak adil, dan asimetri pengetahuan.
Pemasaran produk makanan berbahan baku ikan, minuman,
rumput laut, dan lain lain bisa dikemukakan sebagai sistem input-
ouput. Input pemasaran meliputu sumberdaya yang digunakan utuk
menjalankan fungsi dari pemasaran. Sedangkan output pemasaran
meliputi kegunaan waktu, bentuk, tempat dan kegunaan
kepemilikan yang dapat menciptakan kepuasan konsumen. Dengan
demikian, rasio antara benefit terhadap sumberdaya.
Rasio efisiensi pemasaran dapat ditingkatkan dengan 2
cara, yaitu dengan cara meminimasi biaya biaya pemasaran tanpa
merubah utilitas pemasaran, dan memaksimasi utilitas-output
proses pemasaran tanpa dibarengi dengan peningkatan biaya
pemasaran.
Diketahui dapat menilai efektivitas pemasaran dengan cara-
cara berikut.
1. Keuntungan pemasaran
Margin pemasaran adalah perbedaan antara harga yang
dibayarkan konsumen dan harga yang diterima produsen. Ada
dua komponen yang membentuk marjin pemasaran (Sudiyono,
2002):
a. Biaya yang harus dikeluarkan oleh organisasi pemasaran untuk
menyelesaikan tugas-tugas pemasarannya. (functional cost)
b. Penghasilan perusahaan pemasaran
Biaya dari semua tugas dan operasi yang meningkatkan
utilitas yang digunakan oleh perusahaan yang memasarkan
produk makanan dikenal sebagai margin pemasaran. Penetapan
harga ini mencerminkan keuntungan yang diperoleh organisasi
pemasaran produk makanan serta biaya yang dikeluarkan
untuk menjalankan fungsi pemasaran (Kohls dan Uhl, 2002).
Margin adalah keseluruhan strategi yang digunakan dalam
sistem pemasaran produk, mulai dari tingkat dasar dan terus
berlanjut hingga konsumen akhir menerima produk tersebut.
Perbedaan harga antara tingkatan lembaga pemasaran
hingga konsumen akhir diukur dengan menggunakan analisis
margin pemasaran. Secara sistematis, algoritma yang dapat
digunakan untuk menentukan marjin pemasaran (Arinong dan
Kadir, 2008):
M = Hp – Hb
Dimana:
M = Margin Pemasaran (Rp/Kg)
Hp = Harga Penjualan di Tingkat Produsen (Rp/Kg)
Hb = Harga Pembelian di Tingkat Konsumen Akhir (Rp/Kg)
1. Efisiensi Pemasaran
Menurut jurnal timbul rasoki 2006, fisherman share
merupakan salah satu indikator efisiensi pemasaran untuk
mengetahui seberapa besar bagian yang diterima oleh nelayan
dari harga yang dibayar konsumen akhir. Fisherman share
dirumuskan sebagai berikut:

Pp
Ps ¿ x 100 %
Pk

Keterangan:
Ps: Fisherman share
Pp: Harga di tingkat produsen
Pk: Harga di tingkat konsumen

Menurut Downey dan Erickson 1992 didalam buku Manajemen


Agribisnis, kaidah keputusan untuk produsen share adalah
sebagai berikut:
Jika Ps > 40% dikatakan efisien
Jika Ps < 40% dikatakan tidak efisien
2.7 Layur
Layur (Trichiurus Lepturus) termasuk dalam keluarga ikan
komersial. Ikan komersial adalah ikan yang hidup di dasar laut, tidak
bergerombol, dan memiliki kadar minyak ikan yang rendah. This fish is a
type of saltwater fish with a long, flat body, a silver color, and a smooth,
scale-free skin. Almost all tropical and subtropical waters across the world
often contain this fish. This kind of fish may be found in practically all of
Indonesia's coastal waters, including those at Tuban Beach, Pangandaran,
Cilacap, Jampang, Ujung Genteng, and Palabuhanratu.
Trichiurus Lepturus memiliki kandungan yang bermanfaat untuk
kesehatan tubuh, didalam 100gr ikan layur mengandung energi 82 kkal,
18gram protein, 0,4gram karbohidrat, kalsium sebesr 48 mili gram, dan
memiliki kandungan vitamin A, B1, B2, B12, C dan vitamin D. Dagingnya
memiliki tekstur yang lembut, tidak berbau amis seperti ikan laut lainnya,
tidak berminyak, dan tidak memiliki banyak duri, membuatnya populer di
kalangan masyarakat dan menjadi salah satu barang ekspor. Orang-orang
di negara-negara Asia paling menyukai jenis ikan ini.
(Nilai Gizi Layur. 20 Juli 2021. Portal Nilai Gizi.
https://nilaigizi.com/gizi/detailproduk/898/nilai-kandungan-gizi-ikan-
layur-segar).
Kehidupan ikan layur akan dijumpai di daerah perairan dengan
tingkat dalam dan dasar berlumpur. Tetapi, ikan ini akan memunculkan
dirinya kepermukaan saat senja dengan tujuan mencari makanan.
Sehingga, pada saat itulah nelayan akan menangkapnya. Ikan layur dari
keluarga Gempylidae juga biasanya ditemukan pada kedalaman lebih dari
150 m dan ikan layur dari keluarga Trichiuridae dapat ditemukan sampai
kedalaman 2000m (Nakamura dan Parin, 1993).
Sumber: greeners.co, 2021

Gambar 2. 2 Ikan Layur

Ikan ini ditangkap dengan alat tangkap yang bernama gillnet dan
pancing rawai. Penggunaan alat tersebut membuktikan keberhasilan
penangkapan ikan layur pada beberapa kasus. Di Pulau Jawa, penangkapan
ikan layur sebagian besar dilakukan oleh nelayan di pesisir selatan pulau
ini. Nelayan tersebut hanya menangkap ikan ini pada waktu tertentu
karena ikan layur merupakan ikan musiman yang hanya berkembang biak
selama enam bulan sekali. Di Sukabumi sendiri, ikan layur biasa ditangkap
pada bulan Desember-April di pesisir selatan pantai.
2.6.1 Morfologi Ikan Layur
Ikan layur dapat tumbuh hingga mencapai panjang 2,5 m,
dengan panjang normal 60-110 cm, berat maksimum 5 kg, dan
umur hingga 15 tahun. Penjelasan singkat mengenai morfologi ikan
layur diberikan oleh Nakamura pada tahun 1993, seperti yang
dimuat di perikanan38.blogspot.com:
1. Ikan layur memiliki 130 sampai 135 digit sirip punggung
(Dorsal soft rays).
2. Ikan layang memiliki 100 sampai 105 jari sirip dubur (Anal
soft rays).
3. Tubuh ikan layur agak panjang, memadat dan meruncing di
bagian ujungnya, serta pipih seperti pita (oleh karena itu, sebagian
besar orang menyebutnya ikan pita).
4. Sirip punggung ikan layang-layang memanjang dan bergerigi,
membentang dari bagian belakang kepala hingga mendekati ujung
ekor.
5. Ketika ikan ini masih hidup, ikan layang-layang berwarna
biru baja atau perak; ketika mati, warnanya berubah menjadi abu-
abu keperakan atau ungu.
6. Ikan layur dapat dikatakan memiliki perut atau tidak memiliki
perut sama sekali, karena perutnya berubah menjadi seperti sisik.
Ikan layur memiliki sirip dubur yang kuat dan sirip dada yang
pendek. Dan hanya memiliki sedikit atau tidak memiliki sirip ekor.
8. Jumlah ruas tulang belakang berkisar antara 100 sampai 160
buah. (Alamsjah dan Ridwan, 1980; Suhardini, 1993).
9. Taring yang kuat pada kedua rahang layur ini
memudahkannya untuk menangkap mangsa. Rahang bawah
mendominasi rahang atas. Siripnya berwarna kekuningan dengan
pinggiran berwarna hitam (Saanin, 1984).
Jari-jari sirip yang keras dapat ditemukan di bagian depan sirip
punggung. Terdapat lekukan yang berbeda antara dua sirip
punggung yang keras dan sirip yang lemah. Daerah punggung
sedikit lebih gelap dari bagian tubuh lainnya.
2.8 State of The Art
Pada penelitian ini penulis mengambil beberapa referensi
penelitian atau jurnal yang mendukung dalam penyusunan. Berikut
merupakan referensi penelitian dan jurnal yang ditunjukkan pada tabel di
bawah ini:
Tabel 2. 2 State of The Art

No Judul Penelitian, Hasil Penelitian Persamaan Perbedaan


Nama, Sumber,
Tahun
1 Analisis Distribusi Di PPN Pekalongan, Menggunakan 1. Objek dan
dan Margin saluran pemasaran analisis tempat penelitian
Pemasaran Hasil ikan kembung saluran terdahulu dan saat
Tangkapan Ikan diklasifikasikan pemasaran. ini berbeda
Tenggiri menjadi empat 2. Peneliti saat ini
(Scomberomorus kelompok. Nilai menghitung biaya
commerson) di marjin keseluruhan operasional
PPN Pekalongan. ikan kembung dari nelayan.
Peneliti: Bambang saluran pemasaran 1
Argo Wibowo, sampai saluran
Hendrik Anggi pemasaran 4 adalah
Setyawan, Aufa Rp. 28.079,00 - Rp.
Linda Ardian 38.754,00, dengan
Tahun: 2021 saluran IV memiliki
Penerbit: marjin pemasaran
Departemen yang paling besar.
Perikanan Farmer's share
Tangkap, Fakultas berkisar antara 12
Perikanan dan Ilmu hingga 34%. Nilai
Kelautan, farmer's share
Universitas berbanding terbalik
Diponegoro dengan besarnya
marjin pemasaran.
Nilai margin
pemasaran. Saluran
pemasaran 1-4
memiliki nilai
efisiensi pemasaran
sebesar 1-7%.
Karena nilai
efisiensi pemasaran
adalah 5%, maka
hanya saluran
pemasaran II yang
diklasifikasikan
sebagai saluran
pemasaran yang
efisien berdasarkan
statistik ini.
2 Judul: Analisis Desa Pitue, Menggunakan 1. Lokasi peneliti
Pemasaran Ikan Kecamatan Ma'rang, analisis terdahulu berada di
Bandeng di Desa Kabupaten farmer’s Kabupaten
Pitue Kecamatan Pangkajene dan share, Margin Pangkep,
No Judul Penelitian, Hasil Penelitian Persamaan Perbedaan
Nama, Sumber,
Tahun
Ma’rang Kepulauan memiliki Pemasaran sedangkan peneliti
Kabupaten saluran pemasaran dan efisiensi saat ini melakukan
Pangkep bandeng sendiri. pemasaran. penelitian di
Peneliti: Nurdiana Saluran pemasaran Kecamatan
dan Maharwati kedua merupakan Pelabuhanratu Kab.
Tahun: 2018 saluran pemasaran Sukabumi.
Penerbit: yang paling efektif 2. Objek yang
Pendidikan karena melibatkan digunakan peneliti
ekonomi sedikit lembaga terdahulu adalah
Universitas Negeri pemasaran, terutama ikan bandeng,
Makassar petani tambak, sedangan objek
pedagang yang digunakan
pengumpul, dan penulsi adalah ikan
konsumen, sehingga layur.
biaya pemasaran 3. Peneliti saat ini
lebih rendah dan menghitung biaya
efektif. Sedangkan operasional
saluran pemasaran nelayan.
pertama memiliki
jumlah lembaga
pemasaran yang
banyak, seperti
petani tambak dan
pedagang
pengumpul,
sehingga kurang
berhasil karena
harus melalui
lembaga-lembaga
tersebut sebelum
sampai ke tangan
konsumen.
Saluran I memiliki
margin pemasaran
yang lebih besar
daripada saluran II.
Margin pemasaran
bandeng di saluran I
adalah Rp 6.500/kg,
di mana
pembudidaya
memegang 72%
saham perusahaan.
Sementara itu,
margin pemasaran
No Judul Penelitian, Hasil Penelitian Persamaan Perbedaan
Nama, Sumber,
Tahun
bandeng di saluran
II adalah Rp
5.000/kg. Petambak
memegang 79
persen dari
perusahaan. Hal ini
terjadi karena
panjangnya saluran
pemasaran dan
tingginya biaya
pemasaran yang
dibutuhkan oleh
lembaga-lembaga
pemasaran yang
terlibat. Pemasaran
ikan bandeng di
Desa Pitue,
Kecamatan Ma'rang,
Kabupaten
Pangkajene dan
Kepulauan sudah
efisien karena nilai
efisiensi pemasaran
pada saluran
pemasaran I dan II
kurang dari 50%,
yaitu masing-
masing sebesar
11,52% dan 7,10%.
3 Judul: Analisis Ada tiga saluran Menggunakan 1. Penulis meneliti
Efisiensi Saluran pemasaran, dengan analisis tenatng komoditas
Pemasaran Ikan pedagang farmer’s ikan layur,
Cakalang di Desa kecamatan share, Margin sedangkan peneliti
Dongkala mendapatkan Pemasaran. terdahulu meneliti
Kecamatan Pasar Rp5.814 dan tentang gula aren
Wajo Kabupaten pedagang eceran 2. Peneliti
Buton mendapatkan Rp terdahulu hanya
Peneliti: Ririn 3.386 dari setiap menghitung
Safitri, Haji lembaga pemasaran. analisis efisiensi
Saediman, Pemerintah desa saja, sedangkan
Muhammad Aswar harus mendorong penulis menghitung
Limi partisipasi nelayan biaya operasional
Tahun: 2019 untuk menjual ikan nelayan.
Penerbit: Jurusan langsung ke
Agribisnis, konsumen, termasuk
No Judul Penelitian, Hasil Penelitian Persamaan Perbedaan
Nama, Sumber,
Tahun
Fakultas Pertanian partisipasi istri atau
UHO keluarga. Karena
saluran pemasaran
tersebut memiliki
pangsa nelayan
yang tinggi yaitu
100,00% dan nilai
margin yang rendah
yaitu 0,00%
berdasarkan studi
margin pemasaran.
4 Judul: Analisis Pemasaran ikan teri Margin 1. Peneliti
Efisiensi segar hasil Pemasaran terdahulu
Pemasaran Ikan tangkapan nelayan dan Efisiensi melakukan
Teri Segar Hasil di Desa Pemasaran penelitian di Desa
Tangkapan Sanggalangit, dihitung Sanggalangit
Nelayan Di Desa Kecamatan dengan Kabupaten
Sanggalangit Gerogak, Kabupaten menggunakan Buleleng,
Kabupaten Buleleng memiliki 3 analisis sedangkan penulis
Buleleng pola saluran pangsa petani. melakukan
Peneliti: I Wayan pemasaran. Hasil penelitian di TPI
Sudana dari saluran I Palabuhanratu,
Tahun: 2019 menunjukan nilai Kabupaten
Penerbit: Dinas margin terkecil, Sukabumi.
Kelautan dan farmer share 2. Objek penelitian
Perikanan Provinsi terbesar serta penulis ikan layur
Bali tingkat efisiensi sedangkan objek
pemasaran <5%. penelitian
Dibandingkan sebelumnya ikan
dengan pola saluran teri.
pemasaran II dan 3. Peneliti saat ini
III, disamping itu menghitung biaya
pola saluran operasional
pemasaran I nelayan.
merupakan saluran
pemasaran yang
paling pendek.
5 Judul: Pengaruh Persamaan 1. Peneliti saat ini
Harga Ikan, Biaya dengan menghitung biaya
Operasional Dan penelitian ini operasional
Biaya Solar yaitu, nelayan ikan layur
Terhadap menghitung dan menganalisis
Pendapatan biaya pola saluran
Nelayan Di Desa operasional pemasaran ikan
Lebak Kelurahan nelayan layur guna
No Judul Penelitian, Hasil Penelitian Persamaan Perbedaan
Nama, Sumber,
Tahun
Pangeranan meningkatkan
Kecamatan keuntungan
Bangkalan nelayan ikan layur.
Kabupaten 2.Peneliti terdahulu
Bangkalan menggunakan uji
Peneliti: Lailatul hipotesis.
Hasanah
Tahun: 2022
Penerbit: STKIP
PGRI Bangkalan

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Kerangka Pemikiran


Dengan menghubungkan teori atau konsep dengan fenomena yang akan
diteliti, kerangka pemikiran menggambarkan sikap peneliti.

Gambar 3. 1 Kerangka Pemikiran

Pada Gambar 3.1 maka dapat diketahui bahwa masalah yang dialami
oleh nelayan ikan layur di Kecamatan Palabuhanratu adalah adanya
perbedaan pendapatan yang tinggi antar saluran pemasaran ikan layur yang
berdampak pada keuntungan yang didapatkan oleh nelayan.
Tingkat selisih harga penjualan ikan layur antar nelayan ke pengepul
ikan layur sebesar Rp. 15.000/kg, sedangkan selisih harga penjualan ikan
layur dari nelayan ke pengecer sebesar Rp. 40.000, dengan adanya selisih
harga yang besar membuat nelayan kurang diuntungkan dalam proses jual
beli yang selama ini terjadi, fenoemena ini membuat nelayan merasa tidak
diuntungkan dalam proses rantai pasok ini, dan ini mengakibatkan jumlah
nelayan ikan layur berkurang. Pada tahun 2015 jumlah nelayan di
Palabuhanratu mencapai 4.072 orang dan jumlah nelayan pada tahun 2018
mencapai 1.897 orang, selisih jumlah nelayan pada tahu 2015 dan 2018
sebesar 2.175 orang, hal ini membuktika bahwa ketidakpuasan nelayan
dalam melakukan transaksi jual beli ikan layur di Palabuhanratu. Selain itu
dikarenakan oleh nelayan yang belum mengetahui pasti mengenai biaya
operasional yang mereka keluarkan.
Berdasarkan hal tersebut penulis membuat penelitian dengan harapan
bisa meningkatkan keuntungan nelayan ikan layur di Kecamatan
Palabuhanratu dengan menganalisis biaya operasional nelayan serta
menganalisis pola saluran pemasaran dengan marjin pemasaran sebagai
metodenya.

3.2 Metodologi Penelitian


Salah satu pendekatan dalam mengumpulkan data untuk penelitian
adalah melalui metodologi penelitian. Penelitian ini harus dilakukan
dengan cara yang terencana dan terorganisir agar dapat tersusun dengan
baik. Adapun langkah-langkah penyelesaian penelitian ini adalah sebagai
berikut:
Gambar 3. 2 Flowchart Penelitian

3.3 Penjelasan Flowchart


Flowchart merupakan sistematika penelitian yang dilakukan peneliti.
Peneliti melakukan penelitian secara runtut seperti yang tertera pada
Flowchart. Berikut ini adalah penjelasan mengenai flowchart penelitian,
yaitu sebagai berikut:
1. Mulai
Pada tahap ini peneliti mulai mengamati objek apa yang akan diteliti
atau digunakan untuk penelitian tugas akhir.
2. Studi Pustaka
Studi Pustaka merupakan langkah terpenting dalam melakukan
penelitian. Tujuan dari studi pustaka ini adalah untuk mengumpulkan
informasi dan teori-teori yang mendukung. Pada tahapan ini, peneliti
mencoba untuk mencari dan membaca jurnal-jurnal sesuai dengan
konsep terkait dan sesuai dengan metode yang digunakan. Literatur
yang digunakan tentunya harus relevan dan sesuai dengan tema
penelitian, hal ini bertujuan agar dapat memberikan jawaban sementara
terhadap rumusan masalah yang digunakan.
3. Studi Lapangan
Studi lapangan merupakan studi yang dilakukan untuk
mengidentifikasi masalah yang terjadi di tempat yang dijadikan
penelitian tersebut dan untuk pencarian data yang berkaitan dengan
masalah, yang mana nantinya mungkin bisa dijadikan sebagai objek
penelitian. Pada tahapan ini, peneliti melakukan observasi terhadap
ikan layur di Kecamatan Palabuhanratu. Peneliti melakukan studi
lapangan untuk mendapatkan informasi yang aktual mengenai aliran
rantai pasok ikan layur dan biaya operasional nelayan ikan layur di
Kecamatan Palauhanratu.
4. Rumusan Masalah
Pada titik ini, peneliti akan berbicara tentang masalah yang akan
diteliti berdasarkan studi lapangan dan analisis literatur sebelumnya.
Oleh karena itu, untuk mendapatkan tanggapan yang akurat, masalah
harus dinyatakan secara spesifik. Tantangan umum dalam penelitian
adalah perumusan masalah. Masalah ini melibatkan penentuan keadaan
dan situasi aktual berdasarkan fakta dan hipotesis yang terkait dengan
tantangan penelitian.
5. Tujuan Penelitian
Setelah merumuskan tujuan penelitian yang dibahas yaitu untuk
mengetahu saluran pemasaran ikan layur di Kecamatan Palabuhanratu
serta mencari tahu biaya operasional nelayan ikan layur, marjin
pemasaran, dan efisiensi pemasaran untuk meningkatkan keuntungan
ikan layur di kecamatan palabuhanratu ini.
6. Pengumpulan Data
Observasi dan wawancara dengan pelaku usaha ikan layur di
Kecamatan Palabuhanratu digunakan untuk mengumpulkan dan
memperoleh data. Wawancara dan Observasi dilakukan pada bulan
Agustus 2021.
7. Pengolahan Data
Pengolahan data pada laporan tugas akhir yang disusun oleh penulis
menggunakan pengolahan data dengan menghitung biaya operasional
nelayan, di Kecamatan Palabuhanratu, marjin pemasaran layur, pangsa
nelayan, dan efektivitas pemasaran diperiksa.
8. Analisis dan Pembahasan
Analisis dilakukan untuk memperjelas pembahasan permasalahan yang
ada berdasarkan tujuan penelitian yang dilakukan. Dalam analisis dan
pembahasan ini yang menjadi inti permasalahannya adalah melakukan
analisis terhadap biaya operasional nelayan dan menganalisispola
saluran pemasaran nelayan ikan layur di Kecamatan Palabuhanratu.
9. Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan dan saran merupakan tahap akhir dalam upaya melakukan
penelitian, pada tahap ini merupakan hasil akhir dari semua proses
yang dilakukan. Kesimpulan merupakan jawaban dari tujuan penelitian
dan saran diberikan untuk dapat dijadikan solusi pada permasalahan
yang sedang dibahas oleh penulis agar memberikan saran yang
membangun terhadap pihak terkait.
10. Selesa
BAB IV
PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

4.1 Lokasi Penelitian

4.1.1 Geografis Wilayah Kabupaten Sukabumi

Salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Barat adalah Sukabumi.


Kabupaten yang memiliki luas wilayah terbesar kedua setelah Banyuwangi
di Pulau Jawa ini terletak di bagian barat pulau Jawa. Secara geografis,
Sukabumi terdiri dari 5 desa, 47 kecamatan, dan luas wilayah 4145,7 km2.
Batas-batas wilayah Kabupaten Sukabumi adalah sebagai berikut
berdasarkan lokasinya:

1. Batas Utara : Kabupaten Bogor


2. Batas Timur : Kabupaten Cianjur
3. Batas Selatan : Samudera Hindia
4. Batas Barat : Kabupaten Lebak

Gambar 4. 1 Peta Kabupaten Sukabumi


Sumber: Badan Pusat Statstik Kabupaten Sukabumi, 2021

Batasan wilayah tersebut 40% berbatasan dengan lautan, dan batas


daratan sebesar 60%. Ketinggian dari permukaan laut tiap kecamatan

VI-1
cukup beragam antara 0-2.958 m. Untuk daerah Kabupaten Sukabumi
bagian utara merupakan dataran tinggi, sebagian wilayahnya termasuk
kedalam wilayah pegunungan, diantaranya Gunung Halimun, Gunung
Salak, Gunung Gede dan Gunung Pangrango, sedangkan bagian selatan
Kabupaten Sukabumi ialah dataran rendah dikarenakan berbatasan
langsung dengan laut. Panjang garis pantai di Kabupaten Sukabumi
mencapai 117 km, yang terbentang dari Kecamatan Tegalbuleud,
Cibitung, Surade, Ciracap, Ciemas, Simpenan, Palabuhanratu, Cikakak
hingga Cisolok.

4.1.2 Gambaran Umum Wilayah Penelitian

Palabuhanratu termasuk kedalam salah satu kecamatan yang berada


di Kabupaten Sukabumi, tepatnya berada di pesisir Samudera Hindia.
Secara geografis Kecamatan Palabuhanratu berada diantara 106°33′0.35
Bujur Timur dan 6°59′17.19 Lintang Selatan, dengan luas daerah sekitar
91,86 km2, terdiri dari 10 desa yaitu Buniwangi, Cibodas, Cikadu,
Cimanggu, Citarik, Citepus, Jayanti, Palabuhanratu, Pasirsuren, dan
Tonjong. Selain itu Kecamatan Palabuhanratu merupakan ibu kota dari
Kabupaten Sukabumi, hampir sebagian kantor pemerintahan Kabupaten
Sukabumi terletak di Palabuhanratu.

Gambar 4. 2 Peta Kecamatan Palabuhanratu

Sumber: Jurnal Sosial Ekonomi Kelautaan dan Perikanan, 2016


Bagi perikanan tangkap Teluk Palabuhanratu memiliki lokasi yang
sangat strategis dan memiliki potensi perikanan tangkap yang tinggi, hal
ini didukung oleh hasil tangkapan yang diperoleh di Pelabuhan Perikanan
Nusantara Palabuhanratu (PPNP) termasuk kedalam ikan yang bernilai
ekonomis tinggi, seperti ikan layaran, tuna, cakalang, layur, tenggiri,
tongkol, peperek dan berbagai jenis ikan lainnya.

4.2 Pengumpulan Data

Pengumpulan data biaya operasional kendaraan nelayan diperoleh


dengan cara mewawancarai dan obsevarsi langsung nelayan pada Juli
2021. Adapun data – data yang diperoleh adalah :
Tabel 4. 1 Data Biaya

Barang Satuan Sumber


Harga Kapal Nelayan 3 GT Rp. 45.000.000 Wawancara
Jumlah Tonase 2,6 GTM/ Nelayan Wawancara
1 GTM 1000kg Wawancara
BBM Rp 910000/Nelayan Wawancara
ES Rp 100000/Nelayan Wawancara
Oli Rp 125000/Nelayan Wawancara
Umpan Rp 4.300.000/Nelayan Wawancara
Konsumsi Nelayan Rp 150000/Nelayan Wawancara
Alat Tangkap Rp 300000 Wawancara
UPT PPP
Service Perbulan Rp.381.000
Palabuhanratu
UPT PPP
Service Per 6 Bulan Rp.247.500
Palabuhanratu
UPT PPP
Service Overhaul Rp.299.000
Palabuhanratu
Nelayan 1 kali per minggu
Penghasilan Nelayan 400Kg
Biaya Pemasaran Tinkat Nelayan
Biaya Pemasaran Ke Pengumpul 200
Biaya Pemasaran Ke Pedagang Eceran 400
Biaya Pemasaran Ke Konsumen 600
Biaya Pemasaran Tingkat Pengepul
Biaya Angkut 25000
Es Batu 25000
Biaya Pemasaran Tingkat Pedagang Ecer
Biaya Angkut 500
Es Batu 200
Plastik Kresek 100
Biaya Retribusi 500

4.2.1 Aliran Rantai Pasok Ikan Layur di Kecamatan Palabuhanratu

Pola aliran rantai pasok ikan layur di Palabuhanratu menjelaskan


beberapa elemen supply chain beserta peranannya dalam supply chain ikan
layur. Gambar berikut menunjukan pola aliran rantai pasok ikan layur di
Palabuhanratu.

Gambar 4. 3 Rantai Pasok Ikan Layur di Palabuhanratu


Setiap kegiatan rantai pasok di Kecamatan Palabuhanratu
menjalankan kegiatannya masing-masing. Kegiatan para pelaku tersebut
dijelaskan pada tabel dibawah ini:

Tabel 4. 2 Pelaku Supply Chain Ikan Layur di Kecamatan Palabuhanratu

Tingkat Anggota Aktivitas


Pemasok Nelayan Menyuplai hasil tangkapan ikan
kepada tengkulak
Pengecer Pengumpul Memasok hasil tangkapan ikan
dari nelayan ke perusahaan dan
menjual kepada pedagang eceran
Pendistributor Perusahan Menyalurkan ikan layur hasil
tangkapan nelayan kepada
konsumen ekspor
Pengecer Pedagang Membeli ikan dari pengumpul
Ecer lalu dijual kepada konsumen
lokal
Tingkat Anggota Aktivitas
Pelanggan Konsumen Membeli dan mengkonsumsi
hasil tangkapan ikan layur.
4.2.2 Harga Jual Ikan Layur di Kecamatan Palabuhanratu Tahun 2017-
2020

Harga jual adalah jumlah dari seluruh biaya produksi ditambah


dengan keuntungan yang akan disimpan oleh pelaku usaha. Berikut
merupakan harga ikan layur dari tiap pelaku anggota rantai aliran ikan
layur.

1. Harga Jual Ikan Layur di Tingkat Nelayan Tahun 2018-2021


Pada tahun 2018, nelayan menerima Rp 25.000 per kilogram untuk
hasil tangkapan layur mereka; pada tahun 2019, harga ini turun menjadi
Rp 22.000 per kilogram; pada tahun 2020, harga ini meningkat menjadi Rp
23.000 per kilogram; dan pada tahun 2021, harga ini mulai naik menjadi
Rp 26.000 per kilogram. Harga jual layur di tingkat nelayan dapat dilihat
pada Tabel 4.3.

Tabel 4. 3 Harga Jual Layur di Tingkat Nelayan


Tahun 2018-2021

Harga Jual Layur di Tingkat Nelayan Tahun 2018-2021

Tahun Harga Jual Nelayan (Kg)

2018 25000

2019 22000

2020 23000

2021 26000

2. Harga Jual Layur di Tingkat Pengumpul Tahun 2018-2021

Berikut merupakan harga ikan layur di Kecamatan Palabuhanratu


pada tingkat pedagang pengumpul tahun 2018-2021.
Tabel 4. 4 Harga Jual Ikan Layur di Tingkat Pengumpul

Harga Jual Layur di Tingkat Pedagang Pengumpul Tahun 2018-2021

Tahun Harga Jual Peadagang Pengumpul (Kg)

2018 39000

2019 30000

2020 35000

2021 42000

3. Harga Jual Ikan Layur di Tingkat Pedagang Ecer

Berikut merupakan harga ikan layur ditingkat pedagang ecer di


Kecamatan Palabuhanratu pada tahun 2018-2021.

Tabel 4. 5 Harga Jual Ikan Layur di Tingkat Pengumpul

Harga Jual Layur di Tingkat Pedagang Ecer Tahun 2018-2021

Tahun Harga Jual Pedagang ecer (Kg)

2018 55000

2019 48000

2020 58000

2021 65000

4.2.3 Pola Saluran Pemasaran Ikan Layur di Kecamatan Palabuhanratu


Tahun 2021

Pola saluran pemasaran ikan layur di Kecamatan Palabuhanratu


berdasarkan hasil wawancara ditemukan tiga saluran yang terlibat dalam
proses pemasaran tersebut, mulai dari nelayan sampai kepada konsumen
akhir. Berikut merupakan beberapa saluran tersebut.
1. Saluran Pemasaran Tingkat Satu
Saluran pemasaran tingkat satu ini pada umumnya hanya
mencakup antara nelayan dan konsumen. Sistem saluran ini termasuk
kedalam sistem pendistribusian yang paling pendek dan memiliki
keuntungan yang cukup besar dibanding dengan saluran tingkat lainnya.
Tetapi biasanya hasil tangkapan ikan yang dijual langsung ke konsumen
tidak banyak, dikarenakan nelayan sudah terikat dengan para pedagang
pengumpul atau tengkulak selain itu juga karena apabila dijual langsung
ke konsumen biasanya konsumen membeli ikan tidak dalam jumlah yang
banyak, karena yang menjadi konsumen pada tingkat ini hanya para
tetangga nelayan atau warga lokal. Harga ikan layur yang dijual pada
saluran tingkat satu ini sebesar Rp 60.000/Kg. Pada Gambar 4.3
merupakan pola saluran pemasaran ikan layur tingkat satu di Kecamatan
Palabuhanratu.

Gambar 4. 4 Pola Saluran Tingkat Satu

2. Saluran Pemasaran Tingkat Satu


Saluran pemasaran ikan layur tingkat satu. Dalam saluran tikat dua
ini peran pedagang pengecer mulai terlihat dan melibatkan tigak pihak
untuk menjualikan layur di Kecamatan Palabuhanratu. Saluran jenis ini
disebut dengan saluran distribusi sedang, karena berawal dari Nelayan
kemudian Pedagang Pengecer dan berakhir ke konsumen akhir. Berikut
merupakan gambar pola saluran pemasarang ikan layur tingkat dua di
Kecamatan Palabuhanratu.
Gambar 4. 5 Pola Saluran Tingkat Dua

Harga yang didapatkan pedagang pengecer dari nelayan yaitu Rp


34000/Kg, kemudia pedagang pengecer akan menjual ikan layur ke
konsumen dengan harga Rp 65.000/Kg. namun pada saluran tingkat ini
jarang terjadi, karena Sebagian besar ikan hasil tangkapan nelayan
langsung dijual ke pengepul.

3. Saluran Pemasaran Tingkat Dua

Saluran pemasaran tingkat dua adalah yang terpanjang dalam


hirarki ini karena saluran ini menggabungkan semua peserta, mulai dari
nelayan, pengepul, pedagang eceran, hingga konsumen akhir. Pola saluran
pemasaran layur tingkat tiga ditunjukkan pada Gambar 4.6.
Gambar 4. 6 Pola Saluran Tingkat Tiga

Nelayan menjual hasil tangkapan layur mereka ke pengepul


seharga Rp. 26.000/kg; pengepul kemudian menjualnya ke pengecer
seharga Rp. 30.000; dan pengecer kemudian menawarkan layur ke
konsumen akhir seharga Rp. 65.000/kg.

4.2.4 Biaya Pemasaran Ikan Layur di Kecamatan Palabuhanratu

Biaya pemasaran merupakan semua biaya yang dikeluarkan dalam


pergerakan barang-barang dari produsen hingga ke konsumen, seperti
biaya es batu,biaya transportasi, dan upah angkut. Dalam penelitian ini
besar biaya yang dikeluarkan oleh setiap saluran pemasaran dapat dilihat
berikut ini.

1) Biaya Pemasaran di Tingkat Nelayan

Nelayan biasanya dalam satu kali melaut mendapatkan hasil


tangkapan sebesar 400 kg. hasil tangkapan tersebut biasanya sudah ada
pengepul langganan yang akan membeli langsung hasil tangkapannya. Jadi
pada proses ini nelayan tidak membutuhkan banyak biaya promosi.
Namun lain halnya apabila nelayan akan menjual sebagian hasil
tangkapannya kepada konsumen langsung dan ke pedagang eceran.
Tabel 4. 6 Biaya Pemasaran Ikan Layur di Tingkat Nelayan

No Biaya Pemasaran Jumlah (Rp)

1 Biaya Pemasaran Ke Pengepul 200

2 Biaya pemasaran ke pedagang


ecer

Es batu Rp. 400

3 Biaya Pemasaran Ke konsumen

Es batu Rp. 500

Plastik Kresek Rp. 100

2) Biaya Pemasaran Di Tingkat Pedagang Pengumpul


Pedagang pengumpul merupakan orang yang membeli hasil
tangkapan nelayan dalam jumlah besar. Biasanya pedagang pengumpul
akan menjual ikan tersebut ke perusahaan. Pedagang pengumpul hanya
mengeluarkan biaya angkut sebesar 25000 untuk satu kali kirim biasanya
menggunakan mobil pick-up dengan mengangkut ikan sekitar 200-600kg,
ikan yang diangkut biasanya menggunakan box fiber. Untuk es batu
membutuhkan satu balok es batu dalam satu kali pengantaran.

Tabel 4. 7 Biaya Pemasaran di Tingkat Pedagang Pengumpul

No Uraian Jumlah (Rp)

1 Biaya Angkut 25000

2 Es Batu 25000

Total Rp 50.000

3) Biaya Pemasaran di Tingkat Pedagang Pengecer

Biaya pemasaran di tingkat ini, ikan akan dijual langsung oleh


pedagang pengecer ke konsumen atau masyarakat. Biasanya ikan ini
dijual di tempat pelelangan ikan atau di pasar. Biaya ini untuk
perhitungan per 1kg ikan.
Tabel 4. 8 Biaya Pemasaran di Tingkat Pedagang Ecer

No Uraian Jumlah (Rp)

1 Biaya Angkut 500

2 Es batu 200

3 Plastik Kresek 100

4 biaya retribusi 500

Total 1300

4.3 Pengolahan Data

Komponen Biaya Operasional Nelayan


Komponen biaya operasional kendaraan yang digunakan dalam
pengolahan data ini adalah sebagai berikut:

 Biaya Tetap (Fixed Cost)


o Penyusutan Kendaraan (Depresiasi)
 Biaya Variabel (Variable Cost)
o BBM
o ES
o Oli
o Umpan
o Konsumsi Nelayan
o Alat Tangkap
o Service Perbulan
o Service Per 6 Bulan
o Service Overhaul
4.3.1 Menghitung Biaya Operasional Nelayan
4.3.1.1 Biaya Tetap (Fixed Cost)
Dalam perhitungan biaya tetap hanya terdiri dari biaya penyustan
kapal nelayan saja, maka dari itu perhitungan penyusutan kapal nelayan
ialah sebagai berikut:

Harga Perolehan (2022) = Rp. 45.000.000


Jumlah Kapal = 1 buah
Lifetime (asumsi) = 8 tahun
100 % 100 %
Nilai Residu = = = 12,5%
LifeTime 8
= Harga Perolehan x 12.5%
= Rp. 45.000.000x 12.5%
= Rp. 5.625.000/kapal

Umur Ekonomis = 8 Tahun

Harga Perolehan−Nilai Residu


Depresiasi/kapal =
Umur Ekonomis

Rp . 45.000 .000−Rp . 5.625 .000


=
8

= Rp. 4.921.875/kapal/tahun

Nilai sisa pada tahun 2022 sampai dengan tahun 2030

 Nilai sisa pada tahun 2022


Nilai sisa aktiva 2022 – biaya penyusutan

= Rp. 45.000.000 – Rp. 4.921.875

=Rp 40.078.125

Maka dari itu nilai sisa aktiva dari tahun 2022 sampai dengan 2030 ialah seperti
tabel dibawah ini:

Nilai sisa Aktiva Tahun


Rp. 40.078.125 2022
Rp. 35.156.250 2023
Rp. 30.234.375 2024
Rp. 25.312.500 2025
Rp. 20.390.625 2026
Rp. 15.468.750 2027
Rp. 10.546.875 2028
Rp. 5.625.000 2029
Rp.703.125 2030
Dan biaya penyusutan terhadap berat angkut dengan asumsi nelayan memenuhi
kapasitas angkutnya penuh dengan ikan, maka dari perhitungannya ialah sebagai
berikut

Diketahui

Maka dari pehitungannya menjadi sebagai berikut:


biaya Penyusutan Per tahun
biaya penyusutan per Sekali Nelayan=
52
Rp . 4.921875
biaya penyusutan per Sekali Nelayan=
52
biaya penyusutan per Sekali Nelayan=Rp . 94.651
biaya Penyusutan Per Sekali Nelayan
biaya penyusutan per Kg=
400

Rp . 94.651
biaya penyusutan per Kg=
400

biaya penyusutan per Kg=Rp .237

4.3.1.2 Biaya Tidak Tetap (Variabel Cost)


Dala pernitungan biaya opranional nelayan pada biaya tidak tetap mempunyai
banyak perhitung biaya, Adapun perhitungan akan di tampilkan seperti di bawah:

Diketahui:

1. BBM
Dalam perhitungan penulis mendapatkan data bahwa per sekali nelayan,
seorang nelayan harus membawa 177liter atau bernilai Rp. 910.000, maka
dilakukan perhitungan dengan asumsi kapasitas angkutan kapal nelayan
penuh dengan ikan, maka perhitunganya ialah sebagai berikut:
Rp.910 .000
BBM per Kg=
400
BBM per Kg=Rp .2.275
2. ES
Dalam perhitungan ini penulis mendapatkan data bahwa per sekali
nelayan, seorang nelayan menghabiskan uang sebanyak Rp.1.000.000
untuk membeli es, maka dilakukan perhitungan dengan asumsi kapasitas
angkutan kapal nelayan penuh dengan ikan, maka perhitunganya ialah
sebagai berikut:
Rp .1.000 .000
ES per Kg=
400
ES per Kg=Rp.2 .500
3. Umpan
Dalam perhitungan ini penulis mendapatkan data bahwa per sekali
nelayan, seorang nelayan menghabiskan uang sebanyak Rp.4.300.000
untuk membeli umpan, maka dilakukan perhitungan dengan asumsi
kapasitas angkutan kapal nelayan penuh dengan ikan, maka perhitunganya
ialah sebagai berikut:
Rp .4 .300 .000
Umpan per Kg=
400
Umpan per Kg=Rp .10 .750
4. Konsumsi Nelayan
Dalam perhitungan ini penulis mendapatkan data bahwa per sekali
nelayan, seorang nelayan menghabiskan uang sebanyak Rp.1.500.000
untuk membeli konsumsi nelayan, maka dilakukan perhitungan dengan
asumsi kapasitas angkutan kapal nelayan penuh dengan ikan, maka
perhitunganya ialah sebagai berikut:
Rp .1 .500.000
Konsumsi Nelayanper Kg=
400
Konsumsi Nelayan per Kg=Rp .3 .750
5. Alat Tangkap
Dalam perhitungan ini penulis mendapatkan data bahwa per sekali
nelayan, seorang nelayan menghabiskan uang sebanyak Rp.300.000 untuk
membeli atau menyewa alat tangkap, maka dilakukan perhitungan dengan
asumsi kapasitas angkutan kapal nelayan penuh dengan ikan, maka
perhitunganya ialah sebagai berikut:
Rp.300 .000
Alat Tangkap per Kg=
400
Alat Tangkap per Kg=Rp .750
6. Service Perbulan
Dalam perhitungan ini penulis mendapatkan data bahwa per bulan seorang
nelayan menghabiskan uang sebanyak Rp.381.000 untuk biaya service
perbulan, dimana perbulan nelayan melakukan 4x proses penangkapan
ikan, maka dilakukan perhitungan dengan asumsi kapasitas angkutan kapal
nelayan penuh dengan ikan, maka perhitunganya ialah sebagai berikut:
Rp.381 .000
Biaya Service Per Nelayan=
4
Biaya Service Per Nelayan=Rp . 95.250
Rp.95 .250
Biaya Service Per Nelayan per Kg=
400
Biaya Service Per Nelayanper Kg=Rp.239
7. Service Per 6 Bulan
Dalam perhitungan ini penulis mendapatkan data bahwa per 6 bulan sekali
seorang nelayan menghabiskan uang sebanyak Rp.247.500 untuk biaya
service 6 bulan sekali, dimana dalam 6 bulan nelayan melakukan 24x
proses penangkapan ikan, maka dilakukan perhitungan dengan asumsi
kapasitas angkutan kapal nelayan penuh dengan ikan, maka perhitunganya
ialah sebagai berikut:
Rp .247 .500
Biaya Service 6 bulan Per Nelayan=
24
Biaya Service 6 bulan Per Nelayan=Rp . 10.313
Rp.10 .313
Biaya Service Per Nelayan per Kg=
400
Biaya Service Per Nelayanper Kg=Rp.26
8. Service Overhaul
Dalam perhitungan ini penulis mendapatkan data bahwa service overhaul
sebanyak 1 tahun sekali, dan seorang nelayan menghabiskan uang
sebanyak Rp.299.000 untuk biaya service overhaul 1 tahun sekali, dimana
dalam 1 tahun nelayan melakukan 52x proses penangkapan ikan, maka
dilakukan perhitungan dengan asumsi kapasitas angkutan kapal nelayan
penuh dengan ikan, maka perhitunganya ialah sebagai berikut:
Rp.299 .00
Biaya Service Overhaul Per Nelayan=
52
Biaya Service Overhaul Per Nelayan=Rp . 5.750
Rp.5 .750
Biaya Service Overhaul Per Nelayan per Kg=
400
Biaya Service Overhaul Per Nelayanper Kg=Rp.15
4.3.2 Menghitung Tarif Dasar Operasional Nelayan
Dalam perhitungan tarif dasar operasional nelayan penulis ingin
menghasilkan nilai penjualan ikan layur per Kg, dan nilai nelayan per 1
kali melakukan proses penangkapan ikan, maka dari itu perhitungannya
kan di tampilkan seperti dibawah:

Tarif Dasar Operasional Per Nelayan( Nelayan)=¿ Cost +Variabel Cost

Tarif Dasar Operasional Per Nelayan ( Nelayan ) =Rp . 94.651+ ( Rp .910.000+ Rp .1 .000.000+ 4.300 .0
Tarif Dasar Operasional Per Nelayan ( Nelayan ) =Rp . 9.032 .151
Tarif Dasar Operasional Per Nelayan( Kg)=Fixe d Cost +Variabel Cost

Tarif Dasar Operasional Per Nelayan( Kg)=Rp .237+( Rp.2 .275+ Rp.2 .500+ Rp .10.750+ Rp .3 .750
Tarif Dasar Operasional Per Nelayan ( Kg )=Rp . 20.542

4.3.3 Menghitung Margin Pemasaran


Dalam peneilitian ini, pengolahan data yang digunakan
menggunakan metode marjin pemasaran. Penggunaan metode ini terdapat
beberapa tahap perhitungan seperti mencari marjin pada setiap tingkat
saluran pemasaran, persentase marjin pada tingkat saluran pemasaran dan
efisiensi salura pemasaran. Tahapan pertama menghitung margin
pemasaran nelayan ialah menghitung level 0, perhitungan pada level 0
dilakukan perhitungan dari nelayan terhadap konsumen. Adapun rumus
yang digunakan ialah sebagai berikut:
Rincian Perhitungan Marjin Pemasaran Tingkat Nol:
a. Keuntungan: Harga jual – Biaya Pemasaran – Produksi
b. Distribusi Margin Pemasaran: Keuntungan + Biaya pemasaran
Distri busi Margin Pemasaran
c. Presentase Margin: 100 x
Total Distribusi Margin Pemasaran
d. Fisherman Share sudah pasti 100% karena tidak ada perantara lain antara
produsen dengan konsumen

Tabel 4. 9 Marjin Pemasaran Tingkat 0

Distribusi
Lembaga Biaya Dan Presentas Fisherma
Saluran Majin
Pemasaran Harga e Marjin n Share
Pemasaran
Biaya Produksi Rp 20.542 Rp 39.458
Biaya
Rp 100
Pemasaran
0 Harga Jual Rp 60.000 100% 100%
Keutungan Rp 39.358
Total Rp 39.458

Pada tahap selanjutnya ialah menghitung margin pemasaran pada


level 1, dimana pada level ini dilakukanlah perhitungan dari nelayan ke
pedagang pengecer, Adapun rumus yang digunakan ialah sebagai berikut:
Rincian Perhitungan Marjin Pemasaran Tingkat Satu:
a. Keuntungan: Harga jual – Biaya Pemasaran – Produksi
b. Distribusi Margin Pemasaran: Keuntungan + Biaya pemasaran
Distribusi Margin Pemasaran
c. Presentase Margin: 100 x
Total Distribusi Margin Pemasaran
Harga jual di tingkat produsen
d. Fisherman Share: x 100
Harga jual di tingkat pengecer
e. Harga Beli di tingkat pengecer berasal dari Harga Jual di tingkat
produsen
f. Keuntungan di tingkat pengecer: Harga jual – Harga beli – Biaya
pemasaran.
Tabel 4. 10 Marjin Pemasaran Tingkat 1

Distribusi
Salura Biaya Dan Presentas Fisherma
Lembaga Pemasaran Majin
n Harga e Marjin n Share
Pemasaran
Nelayan
Biaya Produksi Rp 20.542 Rp 13.458
Biaya Pemasaran Rp 400
30,3%
Harga Jual Rp 34.000
Keutungan Rp 13.058
1 Pedagang Pengecer
52,3%
Biaya Produksi Rp 34.000 Rp 31.000
Biaya Pemasaran Rp 1.300
69,7%
Harga Jual Rp 65.000
Keutungan Rp 29.700
Total Rp 44.458 100%
Pada tahap selanjutnya ialah menghitung fisherman share pada level
2, dimana pada level ini dilakukanlah perhitungan margin fisherman share
dari nelayan ke pengepul dan pedagang pengecer, Adapun rumus yang
digunakan ialah sebagai berikut:
Rincian Perhitungan Marjin Pemasaran Tingkat Dua:
- Keuntungan: Harga jual – Biaya Pemasaran – Produksi
- Distribusi Margin Pemasaran: Keuntungan + Biaya pemasaran
Distribusi Margin Pemasaran
- Presentase Margin: 100 x =
Total Distribusi Margin Pemasaran
Presentase Margin
Harga jual di tingkat produsen
- Fisherman Share: x 100
Harga jual di tingkat pengecer
- Harga Beli di tingkat pengumpul berasal dari Harga Jual di tingkat
produsen
- Keuntungan di tingkat pedagang besar: Harga jual – Harga beli –
Biaya pemasaran
- Harga Beli di tingkat pedagang besar berasal dari Harga Jual di tingkat
pengumpul
- Keuntungan di tingkat pengecer: Harga jual – Harga beli – Biaya
pemasaran.
Tabel 4. 11 Marjin Pemasaran Tingkat 2

Distribusi
Salura Biaya Dan Presentas Fisherma
Lembaga Pemasaran Majin
n Harga e Marjin n Share
Pemasaran
Nelayan
Biaya Produksi Rp 20.542 Rp 5.458
Biaya Pemasaran Rp 400
12,28%
Harga Jual Rp 26.000
Keutungan Rp 5.058
Pengepul
Biaya Produksi Rp 26.000 Rp 24.000
Biaya Pemasaran Rp 1.300
2 53,98%
Harga Jual Rp 50.000 40%
Keutungan Rp 22.700
Pedagang Ecer
Biaya Produksi Rp 50.000 Rp 15.000
Biaya Pemasaran Rp 1.300
33,74%
Harga Jual Rp 65.000
Keutungan Rp 13.700
Total Rp 44.458 100%

4.3.4 Distribusi Marjin Pada Setiap Tingkat Saluran Pemasaran


Berikut merupakan hasil dari perhitungan Distribusi Marjin Pada Setiap
Tingkat Saluran Pemasaran:
 Tingkat Nol
Rp39.358 + Rp100 = Rp 39.458 (Nelayan)
 Tingkat Satu
Rp13.058 + Rp 400 + Rp29.700 + Rp1.300 = Rp44.458 (Nelayan+
Pengecer)
 Tingkat Dua
Rp5.058 + Rp400 + Rp22.700 + Rp1.300 + Rp13.700 + Rp1.300 =
Rp. 44.458 (Produsen + Pengepul + Pengecer)
Berikut adalah tabel 4.12 untuk melihat penjelasan yang lebih
mudah.

Tabel 4. 12 Distribusi Marjin Pada Setiap Tingkat Saluran Pemasaran

Distribusi
No Marjin Harga
Pemasaran
1 Tingkat Nol Rp39.45
8
Rp44.45
2 Tingkat Satu
8
Rp44.45
3 Tingkat D ua
8

Sumber: Data Primer (Diolah, 2021)

4.3.5 Presentase Marjin Pada Setiap Tingkat Saluran Pemasaran


Berikut merupakan hasil dari perhitungan Presentase Marjin pada setiap
tingkat saluran pemasarannya:
 Tingkat Nol
 Produsen
100%
 Tingkat Satu
 Produsen
Rp13.058
100 x = 30,3%
Rp 44.458
 Pengecer
Rp31000
100 x = 69,7%
Rp 44.458
 Tingkat Dua
 Produsen
Rp5.458
100 x = 12,28%
Rp 44.458
 Pengepul
Rp24.000
100 x = 53,98%
Rp 44.458
 Pengecer
Rp 15.000
100 x = 33,74%
Rp . 44.458

4.3.6 Marjin Pemasaran Pada Setiap Saluran Pemasaran


Berikut merupakan rumus dari Marjin Pemasaran dan
perhitungannya.

 Tingkat Nol: Rp60.000 – Rp20.542= Rp39.358,-


 Tingkat Satu: Rp65.000 – Rp 34.000 = Rp31.000 ,-
 Tingkat Dua: Rp65.000 – Rp50.000 = Rp15.000,-

4.3.7 Marjin Lembaga Saluran Pemasaaran


Marjin pemasaran pada setiap lembaga saluran pemasaran
digunakan untuk melihat selisih harga setiap pelaku pada saluran
pemasaran. Berikut merupakan tabel 4.13 yang memperlihatkan marjin
pada lembaga pemasaran berdasarkan pelaku dan tingkat salurannya.

Tabel 4.13 Marjin Pemasaran Pada Setiap Lembaga Saluran Pemasaran

Pelaku Saluran
No Level Harga
Pemasaran

Saluran Produsen Dengan


1 Rp60.000
Tingkat Nol Konsumen

Pengecer Dengan
Rp34.000
Saluran Produsen
2
Tingkat Satu Konsumen Dengan
Rp65.000
Pengecer

Pedagang Besar Dengan


Rp26.000
Produsen

Saluran Pedagang Besar dengan


3 Rp50.000
Tingkat Dua pengecer

Konsumen Dengan
Rp65.000
Pengecer
Sumber: Data Primer (Diolah, 2021)

4.3.8 Bagian Harga yang Diterima Produsen (Fisherman Share)


Berikut merupakan hasil dari perhitungan fisherman share pada
setiap tingkat saluran pemasarannya:

 Tingkat Nol: 100%


Rp 34.000
 Tingkat Satu: x 100 % = 52.3%
Rp 65.000
Rp 26.000
 Tingkat Dua: x 100 % = 40%
Rp 65.000

Berdasarkan perhitungan diatas, maka dapat diketahui bahwa


pada pola saluran pemasaran ikan di Kecamatan Palabuhanratu
memiliki presentase sebesar 100% di Tingkat Nol. Kemudian di tingkat
Satu memiliki presentase sebesar 52.3% dan pada tingkat dua memiliki
presentase sebesar 40%

4.3.9 Analisis Profit Marjin


Berikut merupakan hasil dari perhitungan pada Analisis Profit
Marjin di setiap tingkat saluran pemasarannya:

a. Analisis Profit Margin Produsen / Nelayan


 Tingkat Nol
Rp60.000 - (Rp20.542 + Rp100) = Rp39.358
 Tingkat Satu

Rp34.000 - (Rp20.542 + Rp400) = Rp13.058

 Tingkat Dua

Rp26.000 - (Rp20.542 + Rp200) = Rp5.258

b. Analisis Profit Margin Pengecer


 Tingkat Satu
Rp65.000 - (Rp34.000 + Rp1.300) = Rp29.700
 Tingkat Dua
Rp65.000 - (Rp50.000 + Rp1300) = Rp13.700
c. Analisis Profit Marjin Pedagang Besar
 Tingkat Dua
Rp50.000 - (Rp26.000 + Rp500) = Rp23.500
BAB V

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Pada bab analisis penulis melakukan perbandingan antara


fenomena yang ada pada latar belakang dengan pengolahan data yang
sudah penulis lakukan, Adapun analisis yang dapat dilakukan menjadi dua
tahap, tahapan yang dilakukan sebagai berikut:
dibagi 3 bagian sesuai dengan rantai pasok ikan layur yang
mempunya 3 tahapan, dan setiap tahapan mendapatkan 30% profitshare,
maka dari level 1 dari marjin pemasaran masih menguntungkan terhadap
nelayan.

5.1 Analisis Situasi Masalah


Pada tahap ini penulis menganalisis feneomena yang terjadi pada
nelayan di Palabuhanratu, diman kejadian pada nelayan ialah nelayan tidak
merasa diuntungkan dalam masalah penangkapan ikan layur, dimana ikan
layur tersebut adalah kooditas expor dan juga sangat digemari pada
masyarakat lokal, hal ini menyebabkan ikan layur mempunyai demand
yang sangat tinggi di Palabuhanratu, dan ikan layur juga ialah ikan yang
musiman yang mana ikan tersebut tidak mudah untuk di dapatkan Ketika
sedang tidak musimnya.

Adapun harga ikan layur pada tingkat nelayan berkisar Rp25.000/kg,


pada tingkat pengepul berkisar Rp50.000/kg, dan harga jual pada tingkat
pengecer pada Rp 65.000/kg, Tingkat selisih harga penjualan ikan layur
antar nelayan ke penngepul ikan layur sebesar Rp. 15.000/kg, sedangkan
selisih harga penjualan ikan layur dari nelayan ke pengecer sebesar Rp.
40.000, dengan adanya seleisih harga yang besar membuat nelayan kurang
diuntungkan dalam proses jual beli yang selama ini terjadi, sedangkan
biaya oprasional nelayan dari hasil wawancara ialah sebesar Rp 2.015.000
per sekali nelayan, dan jika di bagikan dalam tangkapan ikan yang sudah
nelayan lakukan sebesar 400 kg, maka jumlah per Kg untuk biaya biaya
oprasional nelayan akan sebesar 5.037, sedangkan biaya bahan bakar solar
saja dengan data periode 2021 sebesar Rp. 5.150, dengan membandingkan
biaya oprasional dan harga solar pada tahun 2021, kita dapat melihat
bahwa terdapat selisih sebesar Rp 113 dalam perbandingan biaya
oprasional dan harga solar pada tahun 2021, dimana solar jauh lebih mahal
dari pada harga ikan layur, fenomena ini membuktikan adanya terjadinya
kesalahan perhitungan oprasional yang dilakukan nelayan ikan layur di
palabuhan ratu.

Akibat dari tidak adanya biaya oprasional yang baik dari nelayan ikan
layur di Palabuhanratu mengakibatkan terjadinya penuruna jumlah nelayan
ikan layur di palabuhanratu, dimana Pada tahun 2015 jumlah nelayan di
palabuhan ratu mencapai 4.072 orang dan jumlah nelayan pada tahun 2018
mencapai 1.897 orang, selisih jumlah nelayan pada tahu 2015 dan 2018
sebesar 2.175 orang, dengan adanya penurunan jumlah nelayan yang rugi
sebesar 20% dalam pertahun. Maka dari itu dibutuhkan analisis
keuntungan nelayan yang ada pada palabuhanratu, gara mendapatkan hasil
yang pasti dalam keuntungan nelayan .

melakukan analisis dari metode biaya oprasional nelayan, dimana


pada latar belakang yang sudah penulis ungkapkan bahwa nelayan
mempunyai biaya oprasiona nelayan Rp 2.015.000 per sekali nelayan, dan
jika di bagikan dengan hasil tangkapan ikan maka biaya oprasional
nelayannya akan sebesar Rp. 5.037 per Kg, sedangkan setelah menulis
melakukan perhitungan baiya oprasional nelayan didapatkanlah bahwa
dalam per Kg ikan layur biaya oprasional nelayan ialah sebesar Rp.
20.542, dengan ini didapatkan bahwa sebenarnya nelayan setiap melaut
akan mendaptakan kerugian sebesar Rp. 15.505 per Kg, hal ini yang
menyebabkan nelayan merasa tidak diuntungkan dalam proses
penangkapan ikan layur yang terjadi di Palabuhanratu. Karena merasa
tidak diuntungkannya posisi nelayan, maka dapat dipastikan lambat laun
nelayan iakn layur di Palabuhanratu akan terus berkurang.

Efek dari berkurangnya nelayan ikan layur di Palabuhanratu akan


mengakibat tidak terkendalinya harga produk ikan layur di pasaran,
sedangkan ikan layur adalah produk unggulan di Palabuhanraut dan juga
ikan layur ter,asuk dalam komoitas expor, dimana komoditas expor harus
terus dijaga agar dapat memberikan dampak positif ekonomi bagi daerah
Palabuhanratu dan masyarakat di Palabhuan ratu.

5.2 Analisis Proses


Pada tahap ini penulis melakukan proses perhtiungan biaya oprasional
nelayan yang mana akan berguna untuk nelayan menjalan bisnis mereka, serta
dapat mengetahui harga biaya produksi per kg dari ikan layur, yang nantinya
biaya produksi di pergunakan dalam memproses analisis profit margin dan
fisherman share dari nelayan ikan layu yang berada di Palabuhanratu.
sedangkan analisi profit margin dan fisherman share dari nelayan agar dapat
mengetahui pola saluran yang mana agar mendapatkan keuntungan yang
maksimal bagi nelayan ikan layur di Palabuhanratu.

5.3 Analisis Biaya Oprasional


Melakukan analisis dari metode biaya oprasional nelayan, dimana pada
latar belakang yang sudah penulis ungkapkan bahwa nelayan mempunyai
biaya oprasiona nelayan Rp 2.015.000 per sekali nelayan, dan jika di bagikan
dengan hasil tangkapan ikan maka biaya oprasional nelayannya akan sebesar
Rp. 5.037 per Kg, sedangkan setelah menulis melakukan perhitungan baiya
oprasional nelayan didapatkanlah bahwa dalam per Kg ikan layur biaya
oprasional nelayan ialah sebesar Rp. 20.542, dengan ini didapatkan bahwa
sebenarnya nelayan setiap melaut akan mendaptakan kerugian sebesar Rp.
15.505 per Kg, hal ini yang menyebabkan nelayan merasa tidak diuntungkan
dalam proses penangkapan ikan layur yang terjadi di Palabuhanratu. Karena
merasa tidak diuntungkannya posisi nelayan, maka dapat dipastikan lambat
laun nelayan iakn layur di Palabuhanratu akan terus berkurang.

Efek dari berkurangnya nelayan ikan layur di Palabuhanratu akan


mengakibat tidak terkendalinya harga produk ikan layur di pasaran,
sedangkan ikan layur adalah produk unggulan di Palabuhanraut dan juga ikan
layur ter,asuk dalam komoitas expor, dimana komoditas expor harus terus
dijaga agar dapat memberikan dampak positif ekonomi bagi daerah
Palabuhanratu dan masyarakat di Palabuhanratu.

5.4 Analisis Profit Margin dan Fisherman Share


Tahapan ini penulis ingin mengulas Kembali bahwa harga jual dari
nelayan ke customer pada level 0 ialah sebesar Rp. 60.000, sedangkan pada
level 1 harga jual dari nelayan ke pedagang ecer ialah sebesar Rp. 34.000,
lalu pada level 2 harga jual dari nelayan ke pengepul ialah sebesar Rp.
26.000, sedangkan dari pengepul ke pedangan ialah sebesar Rp. 50.000, dan
harga yang di beli konsumen dari setia pedagang ecer ialah sebesar
Rp.65.000.

Lalu pada tahapan analisis profit share akan diberlakukan analisis per
level, dimana analisis tersebut ia

lah sebagai berikut:

5.4.1 Level 0
Pada level 0 nelayan mendapatkan keuntungan 100% atau sebesar
Rp. 39.458, hal ini dikarenakan nelayan langsung menjual kepada
konsumen dengan harga Rp. 60.000, namun pada level 0 sendiri nelaya
tidak bisa menjual langsung kepada konsumen dikarenakan keterbatas dari
nelayan yang tidak mempunyai mesin pendingin ikan layur, dan daya
tampung konsumen dari setiap pembeliannya sangat sedikit, maka dari itu
agar ikan layur dapat bertahan lama nelayan harus dapat mempunyai mesin
pendingin ikan yang baik.

5.4.2 Level 1
Pada level 1 nelayan mendapatkan keuntungan 30,3% atau sebesar
Rp. 13.058 per Kg, hal ini dikarenakan nelayan menjual langsung kepada
pedagang ecer dengan harga Rp. 34.000 per Kg, dan pedagan ecer menjual
kepada konsumen dengan harga Rp.65.000 per Kg, sedangkan keuntungan
dari pedagang ecer ialah sebesar 69.7% atau seharga Rp.29 700 per Kg,
dan pada level ini mempunyai nilai fisherman share sebesar 52,3%.
Pada tahapan ini dapat dilihat bahwa nelayan mendapatkan
penurunan keuntungan sebesar Rp. 26.400 per Kg, namun pada tahapan ini
juga dapat dikatan masih menguntukan dalam posisi nelayan, hal ini
dikarenakan jika dilakukan asumsi dimana dari 100% keuntungan
dikurangi dengan 10% untuk biaya distribusi dan logistik dalam sudut
pandang rantai pasok, maka dari 90% keuntunga dapat dibagi 3 bagian
sesuai dengan rantai pasok ikan layur yang mempunya 3 tahapan, dan
setiap tahapan mendapatkan 30% profitshare, maka dari level 1 dari profit
share masih menguntungkan terhadap nelayan.

5.4.3 Level 2
Pada level 2 nelayan mendapatkan keuntungan 12,28% atau
sebesar Rp. 5.058 per Kg, hal ini dikarenakan nelayan menjual kepada
pengepul terlebih dahulu, sedangkan pengepul mendapatkan keuntungan
sebesar 53,98% atau seharga Rp. 22.700 er Kg, dan pengepul menjual
kepada pedagang ecer sebesar Rp.50.000 per Kg, sedangkan pedagang
ecer mendapat keuntungan sebesar 33.74% atau seharga Rp. 13.500 per
Kg, pada level ini mempunyai nilai fisherman share sebesar 40%.

Dengan mengambil asumsi sudut pandang rantai pasok yang sama


pada level 1 maka posisi nelayan sangat tidak diuntungkan, hal ini
dikarenakan hanya mempunyai keuntunga sebesar 12,28%, yang
mengakibatkan merasa kurang diuntungkan.

Maka dari dapat dikatakan bahwa diperlukan sebuah metode lagi


untuk membuat rantai pasok yang baik dan saling menguntungkan dari 3
tahapan rantai pasok. Lalu diperlukannya system pemasaran berbasis
teknologi yang mana akan sangat membantu nelayan dalam memasarkan
produknya yang langsung kepada konsumen
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan perhitungan yang dilakukan pada BAB IV dan analisis


yang dilakukan pada BAB V, serta untuk menjawab rumusan masalah
pada penelitian ini. Maka dapat ditarik kesimpulan serta saran sebagai
berikut:

6.1 Kesimpulan
Berdasarkan rumusan masalah serta perhitungan yang sudah dilakukan
juga penulis sudah melakukan analisis pada tahap setelah perhitungan,
maka didapatkanlah kesimpulan dari penelitian ini, Adapun kesimpulan
dari penelitian ini ialah sebagai berikut:

1. Biaya operasional nelayan ikan layur dalam per Kg sebesar Rp. 20.452 per
Kg, sedangkan untuk sekali proses penangkapan ikan nelayan mebutuhkan
baiaya operasional sebesar Rp 9.032.151.
2. Melihat dari keuntungan dan Producer’s Share/Fisherman Share maka
nelayan ikan layur di Kecamatan Palabuhanratu sebaiknya menggunakan
pola saluran pemasaran tingkat Nol dikarenakan pola saluran pemasaran
tingkat Nol memiliki keuntungan paling tinggi diantara pola saluran
lainnya yaitu dengan keuntungan mencapai Rp39.458,-/kg dengan
Producer’s Share mencapai 100% yang artinya bagian harga yang
diterima nelayan mencapai 100% namun apabila melihat Rasio
Keuntungan dan Biaya, nelayan dapat menggunakan pola saluran
pemasaran pertama dengan presentase rasio mencapai 52.3% dengan
keuntungan Rp13.058,-/kg.

6.2 Saran
Berdasarkan pada kesimpulan yang telah diambil dari hasil penelitian,
maka terdapat beberapa saran yang dapat dijadikan rekomendasi, baik bagi
penelitian yang akan dilakukan selanjutnya maupun bagi perusahaan.
1. Penelitian berikutnya diharapkan membahas mengenai sebuah metode
lagi untuk membuat rantai pasok yang baik dan saling menguntungkan
dari 3 tahapan rantai pasok.
2. Diperlukannya sistem pemasaran berbasis teknologi yang mana akan
sangat membantu nelayan dalam memasarkan produknya yang langsung
kepada konsumen
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Zainal.dkk. 2017. Pemasaran Hasil Perikanan. Malang. UBPres.


Agustina, Karinda Dwi. 2022. Manajemen Pemasaran – Pengertian, Fungsi, dan
Contohnya. https://www.zenius.net/blog/manajemen-pemasaran. Diakses
pada tanggal 08 Januari 2022.
Anonim, 2000, Metode Perhitungan Biaya Operasional Kendaraan, Pacific
Consultant International (PCI).
Chopora, Shweta, dkk. 2017. Perception of Performance Indicators in An
AgriFood Supply Chain: A Case Study of India’s Public Distribution
System. International Journal Food System Dynamics,8(2), page 130-145.
Christopher, Martin., 2011. Logistics And Supply Chain Management. Fourth
Edition. Prentice Hall. London
Downey, W. D. & S. P Erickson, 1992. Manajemen Agribisnis. Erlangga, Jakarta.
Guritno, Adi Djoko dan Harsari, Meirani. 2019. Modul 1 Pengantar Manajemen
Rantai Pasok (Supply Chain Management). Jakarta. Universitas Terbuka.
Kohls RL, Uhl JN. 2002. Marketing of Agricultural Products. New Jersey (US):
Prentice-Hall, Inc.
Laksana, Fajar. 2008. Manajemen Pemasaran. Yogyakarta: Graha Ilmu
Nakamura, I., & Parin, N. V. (1993). FAO species catalogue.Vol. 15.
Snakemackerels and cutlass fishes of the world (Families Gempylidae and
Trichiuridae). An annotated andillustrated catalogue of the snake
mackerels, shocks, escolars, gemfishes, sack fishes,domine, oilfish,
cutlassfishes, scabbardfishes, hair- tails, and frostfishes known todate.
Fisheries Synopsis No. 125, Vol. 15. FAO, Rome, pp. 136.
Nilai Gizi Layur. 20 Juli 2021. Portal Nilai Gizi.
https://nilaigizi.com/gizi/detailproduk/898/nilai-kandungan-gizi-ikan-
layur-segar
Nyoman Puajawan dan Mahendrawathi, 2017, Supply Chain Management, Andi
Offset, Yogyakarta, Halaman 61
Putri, Budi Rahayu Tanama. 2017. Manajemen Pemasaran. Denpasar. FP UNUD
Randall, J. E. (1995). Coastal fishes of Oman (p. 439). Crawford House
Publishing Pty Ltd., Bathurst,New South Wales, Australia.
Rangkuti, Freddy. 2016. Teknik Membedakan Kasus Bisnis Analisis SWOT.
Jakarta: PT Gramedia
Sari, K, Meliany., Kereh, F, L., Kumaat, M. 2003. Optimasi Tarif dan Setoran
Angkutan Umum (Studi Kasus: Bus Manado–Bitung). Universitas Sam
Ratulangi, Manado.
Shinta, Agustina. 2011. Manajemen Pemasaran. Malang. UB Press.
Soekartawi. 2002. Prinsip Dasar Ekonomi. Raja Grafindo Persada. Jakarta
Sudiyono A. 2002. Pemasaran Pertanian. Malang: Universitas Muhammadiyah
Malang.
Warpani, suwardjoko. 2002. “Pengelolaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan”.
Bandung: Penerbit ITB.

Anda mungkin juga menyukai