PENDAHULUAN
Sumber: https://wantimpres.go.id/id/potensi-perikanan-indonesia/.
Ikan layur atau Trichius Sp adalah salah satu ikan demersial yang
biasa ditemukan di pantai selatan Pulau Jawa khususnya di Palabuhanratu,
ikan tersebut merupakan ikan unggulan karena ikan ini termasuk dalam
komoditas ikan ekonomis penting sebab adanya permintaan ekspor dari
beberapa Negara di Asia, biasanya ikan layur diekspor atau dijual
langsung kepada masyarakat sekitar, Harga ikan layur ditingkat nelayan
sekitar Rp 8.000-15.000, sementara itu di pasar ekspor sekitar US$ 3-4,5
per kg. dengan harga ekspor yang baik ikan layur menjadi komoditas
penting pada daerah penghasil ikan layur di Indonesia.
Pada saat ini juga para nelayan ika layur masih tidak mengetahui
berapa jumlah biaya operasional yang pasti pada saat mereka melakukan
penangkapan ikan, hal ini akan berdampak pada nelayan tidak ngetahui
apakah nilai penjualan ikan yang di hasilkan oleh pihak nelayan menutupi
biaya operasional mereka dan juga tidak mengetahui persentase dari
keuntungan mereka, maka dari itu nelayan harus mengetahui operasional
pasti agar dapat menetukan harga yang tepat dalam menetukan harga ikan
layur yang akan mereka jual kepada konsumen akhir maupun pedangan,
ataupun pengepul ikan layur di daerah palabuhanratu.
Ikan layur menjadi salah satu aspek pengerak roda ekonomi bagi
masyarakat palabuhanratu, dimana ikan layur yang banyak diknsumsi
masayarakat lokal dan juga menjadi komoditas eskspor, dan jika daeran
palaburahanratu kehilangan supply bahan baku dari nelayan ikan layur
maka tentunya akan berdampak pada sektor ekonomi dari palabuhanratu,
fenomena ini didasari oleh Kurangnya informasi nelayan dalam hal
pemasaran hasil tangkapan mereka membuat mereka terbiasa menjadi
penerima harga dalam kegiatan jual beli hasil tangkapan mereka,
khususnya dalam hal perbedaan harga ikan. Selain itu nelayan tidak
memiliki akses langsung untuk menjual hasil tangkapannya ke luar kota,
karena hampir seluruhnya diatur oleh pengepul. Oleh karena itu, perlu
dilakukan perhitungan agar tingkat pendapatan dan efisiensi dari usaha
penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan ikan layur di Kecamatan
Pelabuhan Ratu, Kabupaten Sukabumi dapat diketahui.
1. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini dapat meningkatkan wawasan dan pengetahuan bagi
peneliti berkaitan dengan analisis biaya operasional dan saluran
pemasaran komoditi ikan layur di Kecamatan Palabuhanratu,
Kabupaten Sukabumi.
3. Bagi Akademis
Bagi akademis diharapkan laporan ini dapat bermanfaat sebagai sumber
informasi dan referensi untuk penelitian selanjutnya.
4. Bagi Pelaku Usaha
Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu para pelaku usaha ikan
layur di Palabuhanratu untuk mengetahui biaya operasional dan pola
saluran pemasaran mana yang terbaik untuk meningkatkan keuntungan
nelayan ikan layur di Kecamatan Palabuhanratu.
Pp
Ps ¿ x 100 %
Pk
Keterangan:
Ps: Fisherman share
Pp: Harga di tingkat produsen
Pk: Harga di tingkat konsumen
Ikan ini ditangkap dengan alat tangkap yang bernama gillnet dan
pancing rawai. Penggunaan alat tersebut membuktikan keberhasilan
penangkapan ikan layur pada beberapa kasus. Di Pulau Jawa, penangkapan
ikan layur sebagian besar dilakukan oleh nelayan di pesisir selatan pulau
ini. Nelayan tersebut hanya menangkap ikan ini pada waktu tertentu
karena ikan layur merupakan ikan musiman yang hanya berkembang biak
selama enam bulan sekali. Di Sukabumi sendiri, ikan layur biasa ditangkap
pada bulan Desember-April di pesisir selatan pantai.
2.6.1 Morfologi Ikan Layur
Ikan layur dapat tumbuh hingga mencapai panjang 2,5 m,
dengan panjang normal 60-110 cm, berat maksimum 5 kg, dan
umur hingga 15 tahun. Penjelasan singkat mengenai morfologi ikan
layur diberikan oleh Nakamura pada tahun 1993, seperti yang
dimuat di perikanan38.blogspot.com:
1. Ikan layur memiliki 130 sampai 135 digit sirip punggung
(Dorsal soft rays).
2. Ikan layang memiliki 100 sampai 105 jari sirip dubur (Anal
soft rays).
3. Tubuh ikan layur agak panjang, memadat dan meruncing di
bagian ujungnya, serta pipih seperti pita (oleh karena itu, sebagian
besar orang menyebutnya ikan pita).
4. Sirip punggung ikan layang-layang memanjang dan bergerigi,
membentang dari bagian belakang kepala hingga mendekati ujung
ekor.
5. Ketika ikan ini masih hidup, ikan layang-layang berwarna
biru baja atau perak; ketika mati, warnanya berubah menjadi abu-
abu keperakan atau ungu.
6. Ikan layur dapat dikatakan memiliki perut atau tidak memiliki
perut sama sekali, karena perutnya berubah menjadi seperti sisik.
Ikan layur memiliki sirip dubur yang kuat dan sirip dada yang
pendek. Dan hanya memiliki sedikit atau tidak memiliki sirip ekor.
8. Jumlah ruas tulang belakang berkisar antara 100 sampai 160
buah. (Alamsjah dan Ridwan, 1980; Suhardini, 1993).
9. Taring yang kuat pada kedua rahang layur ini
memudahkannya untuk menangkap mangsa. Rahang bawah
mendominasi rahang atas. Siripnya berwarna kekuningan dengan
pinggiran berwarna hitam (Saanin, 1984).
Jari-jari sirip yang keras dapat ditemukan di bagian depan sirip
punggung. Terdapat lekukan yang berbeda antara dua sirip
punggung yang keras dan sirip yang lemah. Daerah punggung
sedikit lebih gelap dari bagian tubuh lainnya.
2.8 State of The Art
Pada penelitian ini penulis mengambil beberapa referensi
penelitian atau jurnal yang mendukung dalam penyusunan. Berikut
merupakan referensi penelitian dan jurnal yang ditunjukkan pada tabel di
bawah ini:
Tabel 2. 2 State of The Art
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Pada Gambar 3.1 maka dapat diketahui bahwa masalah yang dialami
oleh nelayan ikan layur di Kecamatan Palabuhanratu adalah adanya
perbedaan pendapatan yang tinggi antar saluran pemasaran ikan layur yang
berdampak pada keuntungan yang didapatkan oleh nelayan.
Tingkat selisih harga penjualan ikan layur antar nelayan ke pengepul
ikan layur sebesar Rp. 15.000/kg, sedangkan selisih harga penjualan ikan
layur dari nelayan ke pengecer sebesar Rp. 40.000, dengan adanya selisih
harga yang besar membuat nelayan kurang diuntungkan dalam proses jual
beli yang selama ini terjadi, fenoemena ini membuat nelayan merasa tidak
diuntungkan dalam proses rantai pasok ini, dan ini mengakibatkan jumlah
nelayan ikan layur berkurang. Pada tahun 2015 jumlah nelayan di
Palabuhanratu mencapai 4.072 orang dan jumlah nelayan pada tahun 2018
mencapai 1.897 orang, selisih jumlah nelayan pada tahu 2015 dan 2018
sebesar 2.175 orang, hal ini membuktika bahwa ketidakpuasan nelayan
dalam melakukan transaksi jual beli ikan layur di Palabuhanratu. Selain itu
dikarenakan oleh nelayan yang belum mengetahui pasti mengenai biaya
operasional yang mereka keluarkan.
Berdasarkan hal tersebut penulis membuat penelitian dengan harapan
bisa meningkatkan keuntungan nelayan ikan layur di Kecamatan
Palabuhanratu dengan menganalisis biaya operasional nelayan serta
menganalisis pola saluran pemasaran dengan marjin pemasaran sebagai
metodenya.
VI-1
cukup beragam antara 0-2.958 m. Untuk daerah Kabupaten Sukabumi
bagian utara merupakan dataran tinggi, sebagian wilayahnya termasuk
kedalam wilayah pegunungan, diantaranya Gunung Halimun, Gunung
Salak, Gunung Gede dan Gunung Pangrango, sedangkan bagian selatan
Kabupaten Sukabumi ialah dataran rendah dikarenakan berbatasan
langsung dengan laut. Panjang garis pantai di Kabupaten Sukabumi
mencapai 117 km, yang terbentang dari Kecamatan Tegalbuleud,
Cibitung, Surade, Ciracap, Ciemas, Simpenan, Palabuhanratu, Cikakak
hingga Cisolok.
2018 25000
2019 22000
2020 23000
2021 26000
2018 39000
2019 30000
2020 35000
2021 42000
2018 55000
2019 48000
2020 58000
2021 65000
2 Es Batu 25000
Total Rp 50.000
2 Es batu 200
Total 1300
= Rp. 4.921.875/kapal/tahun
=Rp 40.078.125
Maka dari itu nilai sisa aktiva dari tahun 2022 sampai dengan 2030 ialah seperti
tabel dibawah ini:
Diketahui
Rp . 94.651
biaya penyusutan per Kg=
400
Diketahui:
1. BBM
Dalam perhitungan penulis mendapatkan data bahwa per sekali nelayan,
seorang nelayan harus membawa 177liter atau bernilai Rp. 910.000, maka
dilakukan perhitungan dengan asumsi kapasitas angkutan kapal nelayan
penuh dengan ikan, maka perhitunganya ialah sebagai berikut:
Rp.910 .000
BBM per Kg=
400
BBM per Kg=Rp .2.275
2. ES
Dalam perhitungan ini penulis mendapatkan data bahwa per sekali
nelayan, seorang nelayan menghabiskan uang sebanyak Rp.1.000.000
untuk membeli es, maka dilakukan perhitungan dengan asumsi kapasitas
angkutan kapal nelayan penuh dengan ikan, maka perhitunganya ialah
sebagai berikut:
Rp .1.000 .000
ES per Kg=
400
ES per Kg=Rp.2 .500
3. Umpan
Dalam perhitungan ini penulis mendapatkan data bahwa per sekali
nelayan, seorang nelayan menghabiskan uang sebanyak Rp.4.300.000
untuk membeli umpan, maka dilakukan perhitungan dengan asumsi
kapasitas angkutan kapal nelayan penuh dengan ikan, maka perhitunganya
ialah sebagai berikut:
Rp .4 .300 .000
Umpan per Kg=
400
Umpan per Kg=Rp .10 .750
4. Konsumsi Nelayan
Dalam perhitungan ini penulis mendapatkan data bahwa per sekali
nelayan, seorang nelayan menghabiskan uang sebanyak Rp.1.500.000
untuk membeli konsumsi nelayan, maka dilakukan perhitungan dengan
asumsi kapasitas angkutan kapal nelayan penuh dengan ikan, maka
perhitunganya ialah sebagai berikut:
Rp .1 .500.000
Konsumsi Nelayanper Kg=
400
Konsumsi Nelayan per Kg=Rp .3 .750
5. Alat Tangkap
Dalam perhitungan ini penulis mendapatkan data bahwa per sekali
nelayan, seorang nelayan menghabiskan uang sebanyak Rp.300.000 untuk
membeli atau menyewa alat tangkap, maka dilakukan perhitungan dengan
asumsi kapasitas angkutan kapal nelayan penuh dengan ikan, maka
perhitunganya ialah sebagai berikut:
Rp.300 .000
Alat Tangkap per Kg=
400
Alat Tangkap per Kg=Rp .750
6. Service Perbulan
Dalam perhitungan ini penulis mendapatkan data bahwa per bulan seorang
nelayan menghabiskan uang sebanyak Rp.381.000 untuk biaya service
perbulan, dimana perbulan nelayan melakukan 4x proses penangkapan
ikan, maka dilakukan perhitungan dengan asumsi kapasitas angkutan kapal
nelayan penuh dengan ikan, maka perhitunganya ialah sebagai berikut:
Rp.381 .000
Biaya Service Per Nelayan=
4
Biaya Service Per Nelayan=Rp . 95.250
Rp.95 .250
Biaya Service Per Nelayan per Kg=
400
Biaya Service Per Nelayanper Kg=Rp.239
7. Service Per 6 Bulan
Dalam perhitungan ini penulis mendapatkan data bahwa per 6 bulan sekali
seorang nelayan menghabiskan uang sebanyak Rp.247.500 untuk biaya
service 6 bulan sekali, dimana dalam 6 bulan nelayan melakukan 24x
proses penangkapan ikan, maka dilakukan perhitungan dengan asumsi
kapasitas angkutan kapal nelayan penuh dengan ikan, maka perhitunganya
ialah sebagai berikut:
Rp .247 .500
Biaya Service 6 bulan Per Nelayan=
24
Biaya Service 6 bulan Per Nelayan=Rp . 10.313
Rp.10 .313
Biaya Service Per Nelayan per Kg=
400
Biaya Service Per Nelayanper Kg=Rp.26
8. Service Overhaul
Dalam perhitungan ini penulis mendapatkan data bahwa service overhaul
sebanyak 1 tahun sekali, dan seorang nelayan menghabiskan uang
sebanyak Rp.299.000 untuk biaya service overhaul 1 tahun sekali, dimana
dalam 1 tahun nelayan melakukan 52x proses penangkapan ikan, maka
dilakukan perhitungan dengan asumsi kapasitas angkutan kapal nelayan
penuh dengan ikan, maka perhitunganya ialah sebagai berikut:
Rp.299 .00
Biaya Service Overhaul Per Nelayan=
52
Biaya Service Overhaul Per Nelayan=Rp . 5.750
Rp.5 .750
Biaya Service Overhaul Per Nelayan per Kg=
400
Biaya Service Overhaul Per Nelayanper Kg=Rp.15
4.3.2 Menghitung Tarif Dasar Operasional Nelayan
Dalam perhitungan tarif dasar operasional nelayan penulis ingin
menghasilkan nilai penjualan ikan layur per Kg, dan nilai nelayan per 1
kali melakukan proses penangkapan ikan, maka dari itu perhitungannya
kan di tampilkan seperti dibawah:
Tarif Dasar Operasional Per Nelayan ( Nelayan ) =Rp . 94.651+ ( Rp .910.000+ Rp .1 .000.000+ 4.300 .0
Tarif Dasar Operasional Per Nelayan ( Nelayan ) =Rp . 9.032 .151
Tarif Dasar Operasional Per Nelayan( Kg)=Fixe d Cost +Variabel Cost
Tarif Dasar Operasional Per Nelayan( Kg)=Rp .237+( Rp.2 .275+ Rp.2 .500+ Rp .10.750+ Rp .3 .750
Tarif Dasar Operasional Per Nelayan ( Kg )=Rp . 20.542
Distribusi
Lembaga Biaya Dan Presentas Fisherma
Saluran Majin
Pemasaran Harga e Marjin n Share
Pemasaran
Biaya Produksi Rp 20.542 Rp 39.458
Biaya
Rp 100
Pemasaran
0 Harga Jual Rp 60.000 100% 100%
Keutungan Rp 39.358
Total Rp 39.458
Distribusi
Salura Biaya Dan Presentas Fisherma
Lembaga Pemasaran Majin
n Harga e Marjin n Share
Pemasaran
Nelayan
Biaya Produksi Rp 20.542 Rp 13.458
Biaya Pemasaran Rp 400
30,3%
Harga Jual Rp 34.000
Keutungan Rp 13.058
1 Pedagang Pengecer
52,3%
Biaya Produksi Rp 34.000 Rp 31.000
Biaya Pemasaran Rp 1.300
69,7%
Harga Jual Rp 65.000
Keutungan Rp 29.700
Total Rp 44.458 100%
Pada tahap selanjutnya ialah menghitung fisherman share pada level
2, dimana pada level ini dilakukanlah perhitungan margin fisherman share
dari nelayan ke pengepul dan pedagang pengecer, Adapun rumus yang
digunakan ialah sebagai berikut:
Rincian Perhitungan Marjin Pemasaran Tingkat Dua:
- Keuntungan: Harga jual – Biaya Pemasaran – Produksi
- Distribusi Margin Pemasaran: Keuntungan + Biaya pemasaran
Distribusi Margin Pemasaran
- Presentase Margin: 100 x =
Total Distribusi Margin Pemasaran
Presentase Margin
Harga jual di tingkat produsen
- Fisherman Share: x 100
Harga jual di tingkat pengecer
- Harga Beli di tingkat pengumpul berasal dari Harga Jual di tingkat
produsen
- Keuntungan di tingkat pedagang besar: Harga jual – Harga beli –
Biaya pemasaran
- Harga Beli di tingkat pedagang besar berasal dari Harga Jual di tingkat
pengumpul
- Keuntungan di tingkat pengecer: Harga jual – Harga beli – Biaya
pemasaran.
Tabel 4. 11 Marjin Pemasaran Tingkat 2
Distribusi
Salura Biaya Dan Presentas Fisherma
Lembaga Pemasaran Majin
n Harga e Marjin n Share
Pemasaran
Nelayan
Biaya Produksi Rp 20.542 Rp 5.458
Biaya Pemasaran Rp 400
12,28%
Harga Jual Rp 26.000
Keutungan Rp 5.058
Pengepul
Biaya Produksi Rp 26.000 Rp 24.000
Biaya Pemasaran Rp 1.300
2 53,98%
Harga Jual Rp 50.000 40%
Keutungan Rp 22.700
Pedagang Ecer
Biaya Produksi Rp 50.000 Rp 15.000
Biaya Pemasaran Rp 1.300
33,74%
Harga Jual Rp 65.000
Keutungan Rp 13.700
Total Rp 44.458 100%
Distribusi
No Marjin Harga
Pemasaran
1 Tingkat Nol Rp39.45
8
Rp44.45
2 Tingkat Satu
8
Rp44.45
3 Tingkat D ua
8
Pelaku Saluran
No Level Harga
Pemasaran
Pengecer Dengan
Rp34.000
Saluran Produsen
2
Tingkat Satu Konsumen Dengan
Rp65.000
Pengecer
Konsumen Dengan
Rp65.000
Pengecer
Sumber: Data Primer (Diolah, 2021)
Tingkat Dua
Akibat dari tidak adanya biaya oprasional yang baik dari nelayan ikan
layur di Palabuhanratu mengakibatkan terjadinya penuruna jumlah nelayan
ikan layur di palabuhanratu, dimana Pada tahun 2015 jumlah nelayan di
palabuhan ratu mencapai 4.072 orang dan jumlah nelayan pada tahun 2018
mencapai 1.897 orang, selisih jumlah nelayan pada tahu 2015 dan 2018
sebesar 2.175 orang, dengan adanya penurunan jumlah nelayan yang rugi
sebesar 20% dalam pertahun. Maka dari itu dibutuhkan analisis
keuntungan nelayan yang ada pada palabuhanratu, gara mendapatkan hasil
yang pasti dalam keuntungan nelayan .
Lalu pada tahapan analisis profit share akan diberlakukan analisis per
level, dimana analisis tersebut ia
5.4.1 Level 0
Pada level 0 nelayan mendapatkan keuntungan 100% atau sebesar
Rp. 39.458, hal ini dikarenakan nelayan langsung menjual kepada
konsumen dengan harga Rp. 60.000, namun pada level 0 sendiri nelaya
tidak bisa menjual langsung kepada konsumen dikarenakan keterbatas dari
nelayan yang tidak mempunyai mesin pendingin ikan layur, dan daya
tampung konsumen dari setiap pembeliannya sangat sedikit, maka dari itu
agar ikan layur dapat bertahan lama nelayan harus dapat mempunyai mesin
pendingin ikan yang baik.
5.4.2 Level 1
Pada level 1 nelayan mendapatkan keuntungan 30,3% atau sebesar
Rp. 13.058 per Kg, hal ini dikarenakan nelayan menjual langsung kepada
pedagang ecer dengan harga Rp. 34.000 per Kg, dan pedagan ecer menjual
kepada konsumen dengan harga Rp.65.000 per Kg, sedangkan keuntungan
dari pedagang ecer ialah sebesar 69.7% atau seharga Rp.29 700 per Kg,
dan pada level ini mempunyai nilai fisherman share sebesar 52,3%.
Pada tahapan ini dapat dilihat bahwa nelayan mendapatkan
penurunan keuntungan sebesar Rp. 26.400 per Kg, namun pada tahapan ini
juga dapat dikatan masih menguntukan dalam posisi nelayan, hal ini
dikarenakan jika dilakukan asumsi dimana dari 100% keuntungan
dikurangi dengan 10% untuk biaya distribusi dan logistik dalam sudut
pandang rantai pasok, maka dari 90% keuntunga dapat dibagi 3 bagian
sesuai dengan rantai pasok ikan layur yang mempunya 3 tahapan, dan
setiap tahapan mendapatkan 30% profitshare, maka dari level 1 dari profit
share masih menguntungkan terhadap nelayan.
5.4.3 Level 2
Pada level 2 nelayan mendapatkan keuntungan 12,28% atau
sebesar Rp. 5.058 per Kg, hal ini dikarenakan nelayan menjual kepada
pengepul terlebih dahulu, sedangkan pengepul mendapatkan keuntungan
sebesar 53,98% atau seharga Rp. 22.700 er Kg, dan pengepul menjual
kepada pedagang ecer sebesar Rp.50.000 per Kg, sedangkan pedagang
ecer mendapat keuntungan sebesar 33.74% atau seharga Rp. 13.500 per
Kg, pada level ini mempunyai nilai fisherman share sebesar 40%.
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan rumusan masalah serta perhitungan yang sudah dilakukan
juga penulis sudah melakukan analisis pada tahap setelah perhitungan,
maka didapatkanlah kesimpulan dari penelitian ini, Adapun kesimpulan
dari penelitian ini ialah sebagai berikut:
1. Biaya operasional nelayan ikan layur dalam per Kg sebesar Rp. 20.452 per
Kg, sedangkan untuk sekali proses penangkapan ikan nelayan mebutuhkan
baiaya operasional sebesar Rp 9.032.151.
2. Melihat dari keuntungan dan Producer’s Share/Fisherman Share maka
nelayan ikan layur di Kecamatan Palabuhanratu sebaiknya menggunakan
pola saluran pemasaran tingkat Nol dikarenakan pola saluran pemasaran
tingkat Nol memiliki keuntungan paling tinggi diantara pola saluran
lainnya yaitu dengan keuntungan mencapai Rp39.458,-/kg dengan
Producer’s Share mencapai 100% yang artinya bagian harga yang
diterima nelayan mencapai 100% namun apabila melihat Rasio
Keuntungan dan Biaya, nelayan dapat menggunakan pola saluran
pemasaran pertama dengan presentase rasio mencapai 52.3% dengan
keuntungan Rp13.058,-/kg.
6.2 Saran
Berdasarkan pada kesimpulan yang telah diambil dari hasil penelitian,
maka terdapat beberapa saran yang dapat dijadikan rekomendasi, baik bagi
penelitian yang akan dilakukan selanjutnya maupun bagi perusahaan.
1. Penelitian berikutnya diharapkan membahas mengenai sebuah metode
lagi untuk membuat rantai pasok yang baik dan saling menguntungkan
dari 3 tahapan rantai pasok.
2. Diperlukannya sistem pemasaran berbasis teknologi yang mana akan
sangat membantu nelayan dalam memasarkan produknya yang langsung
kepada konsumen
DAFTAR PUSTAKA