Anda di halaman 1dari 93

LAPORAN AKHIR

STUDI JARINGAN PEMASARAN PRODUK PERIKANAN


DARI TAMAN NASIONAL LAUT TAKA BONERATE
KABUPATEN SELAYAR

PUSAT STUDI TERUMBU KARANG


UNIVERSITAS HASANUDDIN
Desember 2002
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate Laporan Akhir

RINGKASAN EKSEKUTIF

Studi Jaringan Pemasaran Produksi Perikanan dari Taman Nasional Laut Taka
Bonerate bertujuan untuk: (1) mengetahui keluasan jaringan pemasaran produksi ikan
yang berasal dari Taman Nasional Laut Taka Bonerate; (2) merumuskan mekanisme
pasar yang kondusif dan berdaya guna untuk pengembangan ekonomi masyarakat
setempat; (3) menganalisis margin dan pangsa harga pemasaran produk perikanan
pada setiap lembaga pemasaran; dan (4) untuk menganalisis manfaat pemasaran
ekspor dan antar-pulau (intersulair) produk perikanan dari Kabupaten Selayar.

Penelitian ini dilaksanakan selama 4 (empat) bulan (Juni September 2002) di


kawasan Taman Nasional Laut Taka Bonerate yang terdiri dari 5 (lima) pulau yaitu
Pulau Rajuni, Tarupa, Jinato, Latondu dan Pasitallu sebagai sentra produksi, kemudian
Kota Benteng Kab Selayar, Kab Sinjai, Kab Bulukumba dan Kota Makassar sebagai
sentra pemasaran.

Jenis penelitian ini adalah Penelitian Survei yaitu penelitian yang menggunakan
kuisioner dan mengambil sampel sebagai wakil dari populasi. Penentuan responden
(sampel) dilakukan dengan metode Cluster Random Sampling yang terdiri dari nelayan,
pedagang, tokoh masyarakat dan pemda yang secara keseluruhan berjumlah 338
orang. Untuk menjawab permasalahan yang ada dalam penelitian ini digunakan
beberapa analisis kuantitatif, kualitatif, analisis margin mutlak, analisis keuntungan,
analisis efisiensi pemasaran dan analisis manfaat antar pulau dan ekspor.

Hasil penelitian menyimpulkan jaringan pemasaran produksi perikanan dari


Taman Nasional Laut Taka Bonerate untuk jenis ikan hidup melalui 5 (lima) saluran
pemasaran, untuk ikan segar melibatkan 6 (enam) saluran pemasaran dan untuk ikan
olahan melibatkan 4 (empat) saluran pemasaran. Jaringan pemasaran untuk ikan hidup
sampai ke luar negeri (Hongkong); ikan segar dipasarkan ke TPI Lappa
Kab. Sinjai, TPI Lappae dan TPI Labuang Karang di Kab Bulukumba, Kab Bantaeng,
TPI Rajawali Makassar, Kota Pare-Pare, Kab Pinrang, Kab Polmas, Kab Toraja di
Sulsel sampai ke Bali, Ambon, NTT, Bau-Bau, Kupang dan Flores; sedangkan ikan
olahan pemasarannya ke Benteng Kab Selayar, Kab Bulukumba, Kab Sinjai, Kab
Bantaeng dan Kota Makassar sampai diantarpulaukan ke Flores, Maumere, NTT.
Khusus untuk ikan kering pari (dendeng pari) dipasarkan sampai ke Kota Kendari
Sulawesi Tenggara.

ii
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate Laporan Akhir

Terdapat dua model pemasaran ikan hidup di kawasan Taman Nasional Laut
Taka Bonerate yaitu: (1) yang membentuk pola kemitraan ponggawa Sawi, dan (2)
nelayan yang tidak mempunyai ponggawa. Kedua model tersebut mempunyai
perbedaan harga jual yang sangat menyolok yaitu nelayan yang bermitra lebih rendah
nilai jualnya dibanding dengan nelayan yang tidak bermitra sehingga pendapatan
nelayan yang tidak bermitra relatif lebih tinggi. Dengan demikian, model pemasaran
yang kondusif dan berdaya guna untuk pengembangan ekonomi masyarakat setempat
adalah model pemasaran nelayan yang tidak mempunyai ponggawa tapi dengan
dukungan sarana dan prasarana dari pemerintah dan lembaga alternatif.

Model jaringan pemasaran yang meningkatkan PAD Kabupaten Selayar adalah


sentra produksi (TNLTBR) ke sentra pemasaran (Kota Benteng) ke zona penyangga
(Pulau Kayuadi, Pulau Jampea dan Pulau Bonerate). Margin tertinggi lembaga
pemasaran ikan hidup adalah eksportir dengan margin mutlak sebesar Rp 100.000
untuk jenis ikan Napoleon dan pangsa harga tertinggi diperoleh pedagang besar
sebesar 50%; margin tertinggi lembaga pemasaran ikan segar sebesar Rp 40.000 yang
diperoleh agen (ekportir Bali) untuk ikan demersal ekonomi tinggi dan pangsa harga
terbesar diperoleh produsen (nelayan) sebesar 87,5%. Margin tertinggi lembaga
pemasaran ikan olahan adalah pedagang besar untuk jenis sirip hiu sebesar
Rp 800.000 dan pangsa harga lembaga pemasaran tertinggi adalah pedagang besar
(Makassar) sebesar 44,5%.

Manfaat pemasaran ikan hidup pada tingkat eksportir sebesar Rp 28.035/kg,


pada ikan segar manfaat pemasaran antar pulau sebesar Rp 1.350/kg, manfaat ini lebih
kecil jika dibandingkan dengan manfaat pemasaran pada tingkat eksportir sebesar
Rp 33.946/kg, serta pada ikan olahan manfaat pemasaran tertinggi pada tingkat
pedagang pengumpul sebesar Rp 1.375/kg. Secara ekonomis pemasaran eksportir
lebih menguntungkan daripada pedagang antar-pulau (interinsulair).

Lembaga pemasaran ikan hidup yang mendapatkan keuntungan yang terbesar


diperoleh pedagang pengumpul pada musim Timur sebesar Rp 8.850/kg dan dan yang
diperoleh agen pada musim Barat sebesar Rp 28.100/kg. Pada ikan segar, lembaga
pemasaran yang memperoleh keuntungan terbesar adalah agen sebesar Rp 4.660/kg,
pada musim Barat dan pada musim Timur, pada pedagang besar dengan keuntungan
sebesar Rp 3.800/kg. Untuk ikan olahan lembaga pemasaran yang memperoleh
keuntungan terbesar adalah pedagang pengumpul lokal pada musim Barat sebesar
Rp 4.841,7/kg dan pedagang pengecer yang memperoleh keuntungan sebesar
Rp 14.895/kg pada musim Timur.

iii
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate Laporan Akhir

Lembaga pemasaran yang lebih efisien untuk ikan hidup adalah eksportir
sebesar 9,2%; untuk ikan segar adalah agen sebesar 0,79% dan untuk ikan olahan
adalah pedagang pengecer sebesar 0,40%.

Adapun saran dari penelitian ini adalah (1) Pentingnya dibentuk sebuah lembaga
ekonomi alternatif untuk mengurangi ketergantungan nelayan sawi terhadap ponggawa-
nya, terutama untuk memenuhi kebutuhan operasional nelayan; (2) Perlunya
membentuk sebuah lembaga/kelompok pemberdayaan nelayan sehingga mereka dapat
saling membantu dan bekerja sama untuk meningkatkan kesejahteraan mereka;
(3) Perlunya perhatian dan penanganan pemerintah daerah setempat untuk dapat
menyediakan sarana dan prasarana yang dapat mendukung aktivitas pemasaran
produksi perikanan seperti industri pengolahan (cold storage) dan pelabuhan perikanan
dalam rangka peningkatan PAD Kabupaten Selayar; (4) Perlunya pertimbangan yang
matang untuk menentukan besarnya retribusi yang dipungut pada setiap lembaga
pemasaran, yang berlandaskan pada tingkat margin, pangsa harga dan keuntungan
masing-masing lembaga pemasaran yang nantinya dijadikan sebagai sumber
pembiayaan pembangunan sarana dan prasarana perikanan seperti dermaga,
cold storage, kegiatan konservasi dan lainnya; (5) Penentuan lokasi-lakasi untuk sentra
pemasaran di daerah pulau pulau kecil diantaranya Pulau Bonerate, Pulau Jampea dan
Pulau Kalotoa untuk lebih memperlancar arus distribusi dan perdagangan ikan dari
kawasan Taka Bonerate; (6) Perlunya penanganan yang lebih tepat terutama untuk
retribusi bagi nelayan Taka Bonerate yang menjual hasil tangkapannya di luar Pulau
Selayar, nelayan yang berasal dari luar Pulau selayar yang menjual hasil tangkapannya
di luar wilayah Selayar serta nelayan yang berasal dari selayar dan menjual hasil
tangkapannya di Pulau selayar sehingga nantinya ada kontribusi yang lebih signifikan
bagi PAD Kabupaten Selayar.

iv
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate Laporan Akhir

DAFTAR ISI

RINGKASAN EKSEKUTIF ................................................................................ ii


PENGANTAR ..................................................................................................... iii
DAFTAR ISI........................................................................................................ v
DAFTAR TABEL ................................................................................................ vii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ ix
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ x

I. PENDAHULUAN ......................................................................................................1
1.1. LATAR BELAKANG ...............................................................................................1
1.2. PERUMUSAN MASALAH ........................................................................................2
1.3. TUJUAN PENELITIAN ............................................................................................3
1.4. KEGUNAAN PENELITIAN .......................................................................................3
1.5. KERANGKA PIKIR.................................................................................................3
II. METODOLOGI PENELITIAN ...............................................................................6
2.1. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN ..........................................................................6
2.2. METODE PENELITIAN ...........................................................................................6
2.3. SUMBER DATA ....................................................................................................7
2.4. ANALISIS DATA ...................................................................................................7
2.5. KONSEP OPERASIONAL .....................................................................................10
III. TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................11
3.1. PRODUKSI PERIKANAN ......................................................................................11
3.2. PEMASARAN .....................................................................................................13
3.3. LEMBAGA PEMASARAN ......................................................................................14
3.4. SALURAN PEMASARAN ......................................................................................16
3.5. BIAYA, HARGA DAN MARGIN PEMASARAN...........................................................17
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN..............................................................................20
4.1. GAMBARAN UMUM DAERAH STUDI .....................................................................20
4.1.1. Kondisi Geografi dan Letak Wilayah ......................................................20
4.1.2. Karakteristik Pulau - Pulau ......................................................................21
4.1.3. Kependudukan ........................................................................................23
4.1.4. Iklim dan Musim Tangkapan ...................................................................24
4.1.5. Oseanografi.............................................................................................25
4.1.6. Potensi Sumberdaya Laut .......................................................................25
4.1.7. Aktivitas Penangkapan............................................................................27
4.2. POLA KEMITRAAN PONGGAWA DAN SAWI ...........................................................29
4.3. LUASAN JARINGAN PEMASARAN DI KAWASAN TAKA BONERATE ..........................34
4.3.1. Luasan Jaringan Pemasaran Produksi Ikan Hidup ................................34
4.3.1.1. Analisis Biaya Pemasaran Ikan Hidup.............................................37
4.3.1.2. Margin Pemasaran Ikan Hidup ........................................................37
4.3.1.3. Pangsa Harga Ikan Hidup ...............................................................40
4.3.1.4. Keuntungan Lembaga Pemasaran..................................................43

v
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate Laporan Akhir

4.3.1.5. Efisiensi Pemasaran........................................................................44


4.3.1.6. Volume Produksi .............................................................................45
4.3.1.7. Analisis Manfaat Pemasaran Ikan Hidup.........................................46
4.3.2. Luasan Jaringan Pemasaran Ikan Segar ...............................................47
4.3.2.1. Biaya Pemasaran Ikan Segar..........................................................51
4.3.2.2. Analisis Margin Pemasaran Ikan Segar ..........................................52
4.3.2.3. Analisis Pangsa Harga Ikan Segar..................................................54
4.3.2.4. Keuntungan Pemasaran Ikan Segar ...............................................56
4.3.2.5. Efisiensi Pemasaran Ikan Segar .....................................................57
4.3.2.6. Volume Produksi .............................................................................59
4.3.2.7. Analisis Manfaat Pemasaran Ikan Segar ........................................60
4.3.3. Jaringan Pemasaran Produksi Ikan Olahan ............................................61
4.3.3.1. Luasan Jaringan Pemasaran Ikan Olahan ......................................61
4.3.3.2. Biaya Pemasaran Ikan Olahan........................................................64
4.3.3.3. Margin Pemasaran Ikan Olahan......................................................65
4.3.3.4. Analisis Pangsa Harga Ikan Olahan................................................68
4.3.3.5. Analisis Keuntungan Pemasaran Ikan Olahan ................................69
4.3.3.6. Volume Produksi Olahan.................................................................71
4.3.3.7. Analisis Manfaat Pemasaran Ikan Olahan ......................................72
V. KESIMPULAN DAN SARAN ..............................................................................76
5.1. KESIMPULAN .....................................................................................................76
5.2. SARAN ..............................................................................................................78
VI. DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................79
LAMPIRAN

vi
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate Laporan Akhir

DAFTAR TABEL

1. Lokasi dan Jumlah Sampel (orang) Responden per Lokasi Penelitian 7


2. Pembagian Zonasi, Cakupan Lokasi dan Luas TNTB ........................ 21
3. Selang dan Rata-Rata Parameter Iklim Kawasan
Taman Nasional Laut Taka Bonerate.................................................. 21
4. Nama Pulau, Luas Pulau dan Jumlah Penduduk Dalam
Kawasan TNTB .................................................................................. 23
5. Persentase Jenis Pekerjaan Penduduk di Kecamatan Taka
Bonerate .............................................................................................. 23
6. Jenis dan Jumlah Produksi Ikan Laut di Kec.Taka Bonerate
Tahun 2001 ....................................................................................... 26
7. Persentase Jenis Alat Tangkap Utama yang Digunakan Nelayan di
Kecamatan Taka Bonerate ............................................................... 27
8. Jumlah (Unit) dan Jenis alat Tangkap Yang digunakan di
Kawasan Taka Bonerate ................................................................... 28
9. Kemampuan Terhadap Akses dan Kontrol Ponggawa dan
Sawi dalam Relasi Pengelolaan Ikan Kerapu Hidup di Kawasan
Taka Bonerate Persentase................................................................. 30
10. Analisis Potensi Responden Nelayan dan Ponggawa dalam
Hubungan Kerjasama Pengelolaan Ikan Kerapu Hidup di
Kawasan Taka Bonerate ................................................................... 32
11. Biaya Pemasaran Ikan Hidup oleh Lembaga Pemasaran di
Kawasan Taka Bonerate ..................................................................... 37
12. Margin Mutlak Pemasaran Ikan Hidup dari Taka Bonerate
Berdasarkan Nilai Ekonomis Per komoditi ......................................... 38
13. Margin Mutlak Pemasaran Ikan Hidup Per Lembaga Pemasaran
dari Taka Bonerate .............................................................................. 39
14. Margin Mutlak yang Diterima oleh Masing-masing Saluran
Pemasaran .......................................................................................... 40
15. Pangsa Harga Produsen (nelayan) pada Dua Musim Tangkapan
untuk Berbagai Jenis Komoditas Hasil Tangkapan ............................ 41
16. Pangsa Harga Pedagang Ikan Hidup berdasarkan Lembaga
Pemasaran untuk dua musim tangkap................................................ 42
17. Keuntungan Lembaga Pemasaran Ikan Kerapu Hidup dari
Taman Nasional Taka Bonerate Kabupaten Selayar.......................... 44
18. Efisiensi Pemasaran Ikan Kerapu Hidup............................................. 45
19. Rata-rata Jumlah Produksi Ikan Hidup Tangkapan Nelayan di
Kawasan Taka Bonerate Saat Survei Dilakukan ............................... 46

vi
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin i
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate Laporan Akhir

20. Biaya Pemasaran oleh Masing-masing Lembaga Pemasaran


Ikan Segar........................................................................................... 51
21. Margin Mutlak Pemasaran Ikan Segar dari
Taka Bonerate ke Konsumen.............................................................. 52
22. Margin Mutlak yang Diterima Masing-masing Lembaga Pemasaran
Pada Penjualan Ikan Segar di TNTB .................................................. 53
23. Margin Mutlak yang diterima oleh masing-masing Saluran
Pemasaran ikan segar ........................................................................ 54
24. Pangsa Harga Produsen Ikan Segar .................................................. 55
25. Pangsa Harga yang diterima Oleh Masing-masing Lembaga
Pemasaran Ikan Segar Saat Survei.................................................. 56
26. Keuntungan Lembaga Pemasaran Ikan Segar di
Kawasan Taka Bonerate..................................................................... 57
27. Efisiensi Pemasaran Ikan Segar di Kawasan Taka Bonerate ............ 58
28. Produksi Ikan Segar (setelah dikonversi per bulan) Per Lokasi
Survei di Kawasan Taka Bonerate ..................................................... 59
29. Biaya Pemasaran oleh Masing-Masing Lembaga Pemasaran
dan Saluran Pemasaran Ikan Kerapu Kering di Kawasan
Taka Bonerate..................................................................................... 64
30. Margin Mutlak Pemasaran Ikan Asin dari Taka Bonerate Ke
Konsumen .......................................................................................... 66
31. Margin Mutlak yang diterima oleh masing-masing Lembaga
Pemasaran ......................................................................................... 66
32. Margin Mutlak yang diterima oleh masing-masing saluran
pemasaran .......................................................................................... 67
33. Pangsa Harga Lembaga Pemasaran Ikan Olahan ............................. 68
34. Tingkat Keuntungan Lembaga Pemasaran Ikan Olahan di
Kawasan Taka Bonerate..................................................................... 69
35. Efisiensi Pemasaran Ikan Olahan pada Setiap
Lembaga Pemasaran di Kawasan Taka Bonerate.............................. 70
36. Volume Produksi ikan Olahan (Asin) di Taka Bonerate per
Lokasi Survei ..................................................................................... 72
37. Analisis Manfaat Ikan Olahan Kawasan Taka Bonerate ..................... 73

vi
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin ii
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate Laporan Akhir

DAFTAR GAMBAR

1. Skema Kerangka Pikir Studi Jaringan Pemasaran Produksi Perikanan


dari Taman Nasional Taka Bonerate .................................................. 5
2. Skema Peran dan Aktivitas yang Dilakukan Oleh Sawi dan Ponggawa
Dalam Hubungan Kerja Sama Pengelolaan Ikan Kerapu Hidup ........ 29
3. Skema Jaringan Pemasaran Ikan Hidup di Taka Bonerate ............... 34
4. Peta Distribusi Alur Pemasaran Ikan Hidup dari Taka Bonerate ....... 36
5. Skema Saluran Pemasaran Ikan Segar di Kawasan Taka Bonerate
Kabupaten Selayar Tahun 2002 ......................................................... 48
6. Peta Saluran Pemasaran Ikan Segar di Kawasan Taka Bonerate .... 49
7. Skema Jaringan Pemasaran Ikan Olahan di Kawasan Taka Bonerate 61
8. Jaringan Pemasaran Ikan Olahan di Kawasan Taka Bonerate
(dalam bentuk ikan asin) .................................................................... 62
9. Peta Saluran Pemasaran Ikan Olahan di Kawasan Taka Bonerate .. 63
10. Skema Jaringan Pemasaran Untuk Peningkatan PAD Kab. Selayar . 74

ix
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate Laporan Akhir

DAFTAR LAMPIRAN

1. Peta Lokasi Penelitian ........................................................................ 81


2. Identitas Responden Pedagang pada Studi Jaringan Pemasaran
Produksi Perikanan dari Kawasan Taka Bonerate Kecamatan
Taka Bonerate Kabupaten Selayar ..................................................... 82
3. Identitas Responden Nelayan pada Studi Jaringan Pemasaran
Hasil Perikanan dari Kawasan Taka Bonerate Kecamatan
Taka Bonerate Kabupaten Selayar .................................................... 85
4. Analisis Margin Pemasaran Ikan Hidup ............................................. 89
5. Analisis Pangsa Harga Ikan Hidup ................................................... 92
6. Analisis Margin Pemasaran Ikan Segar ............................................. 95
7. Analisis Pangsa Harga Pemasaran Ikan Segar ................................. 98
8. Analisis Margin Pemasaran ............................................................... 99
9. Analisis Pangsa Harga Ikan Asin ....................................................... 101
10. Jumlah dan Jenis alat Tangkap Yang digunakan di Kawasan
Taka Bonerate .................................................................................... 102
11. Profil Perusahaan Produk (Ikan) ........................................................ 103
12. Perhitungan Analisis Manfaat Pemasaran ......................................... 104
13. Foto Kegiatan Penelitian .................................................................... 108

x
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate Laporan Akhir

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Taman Nasional Laut Taka Bonerate di Kabupaten Selayar Sulawesi Selatan,


memiliki terumbu karang seluas 385.900 ha dan merupakan atol terbesar ketiga di
dunia. Kabupaten Selayar sendiri terletak pada posisi geografis 120 54 121 21
Bujur Timur dan 6 23 7 05 Lintang Selatan. Kabupaten Selayar memiliki luas
daratan 903,35 km2 dan luas lautan 23.571,65 km2, dengan total pulau sebanyak 123
buah pulau besar dan kecil.

Penghasilan utama Kabupaten Selayar bersumber pada hasil perikanan. Jenis-


jenis ikan yang dihasilkan dari daerah ini umumnya adalah ikan karang, misalnya ikan
kerapu, ikan sunu, udang barong (lobster) dan lainnya, yang umumnya mempunyai nilai
ekonomis penting dengan harga jual relatif tinggi. Ikanikan yang dihasilkan di daerah
tersebut bukan saja dikonsumsi di dalam negeri, tetapi juga merupakan komoditi yang
mempunyai peminat di luar negeri.

Tingginya permintaan akan komoditi ikan karang dari luar negeri serta didorong
oleh harga jual yang tinggi, membuat masyarakat cenderung mengeksploitasi
sumberdaya perikanan secara berlebihan, baik dengan menggunakan cara yang ramah
lingkungan maupun dengan cara yang merusak lingkungan seperti dengan penggunaan
bom, bius maupun bubu (khususnya di terumbu karang). Dengan demikian,
dikhawatirkan jika tidak ada pengawasan yang ketat terhadap alat tangkap dan aktifitas
penangkapan, maka terumbu karang di Kabupaten Selayar khususnya di kawasan Taka
Bonerate akan bertambah rusak (Made, 1994).

Sistem atau organisasi pemasaran yang ada pada masyarakat nelayan di


kawasan Taman Nasional Laut Taka Bonerate adalah kelembagaan informal
Ponggawa-Sawi. Sistem ini umumnya tidak menguntungkan bagi nelayan karena
proporsi yang diperoleh oleh nelayan dari hasil tangkapan lebih kecil dibandingkan
dengan yang diperoleh oleh ponggawa.

Selain sistem ponggawa sawi, struktur pasar komoditi hasil perikanan juga
mempengaruhi tingkat pendapatan nelayan. Setiap rantai pemasaran yang terbentuk
akan memiliki karakteristik tersendiri, yang juga akan mempengaruhi tingkat keuntungan

1
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate Laporan Akhir

dan efesiensi dari suatu sistem jaringan pemasaran. Dengan demikian, setiap jaringan
pemasaran yang ada perlu dianalisis secara mendalam, yang meliputi analisis struktur
harga yang terbentuk, margin setiap lembaga pemasaran, pangsa harga dan manfaat
pemasaran antar pulau.

Untuk mengetahui bagaimana sistem dan jaringan pemasaran hasil perikanan


yang terdapat pada masyarakat nelayan di Taka Bonerate, luasan jaringan pemasaran
dan mekanisme pasar, dampak kegiatan penangkapan dan pemasaran produksi
perikanan terhadap kelestarian terumbu karang, maka diperlukan penelitian yang lebih
mendalam tentang jaringan produksi perikanan di daerah tersebut serta implikasinya,
baik bagi tingkat penghidupan masyarakat maupun sumbangsihnya terhadap
Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Selayar.

Studi Jaringan Pemasaran Produk Hasil Perikanan Nelayan di Taman Nasional


Taka Bonerate ini juga dimaksudkan untuk menilai dukungan dan peranan setiap
lembaga ekonomi masyarakat nelayan seperti: lembaga pasar, sarana dan prasarana
ekonomi (pelabuhan, bandara serta industri pengolahan) yang dapat mendukung nilai
tambah (value added) setiap produksi hasil tangkapan nelayan di kawasan Taka
Bonerate.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka masalah


yang berkaitan dengan penelitian ini adalah:

(1) Bagaimana bentuk jalur-jalur pemasaran dan mekanisme lembaga pemasaran


yang terlibat dalam pemasaran produk perikanan serta seberapa luas jaringan
pemasaran dari Taman Nasional Taka Bonerate sampai ke konsumen?
(2) Bagaimana mengidentifikasi dan merumuskan model pemasaran yang baik
sehingga dapat terbentuk mekanisme pasar yang kondusif dan berdaya guna bagi
pengembangan ekonomi masyarakat setempat?
(3) Berapa besar margin dan pangsa harga pemasaran produk perikanan pada setiap
lembaga pemasaran yang terlibat?
(4) Sejauh mana manfaat pemasaran ekspor dan antar pulau (interinsulair) produk
perikanan dari Kabupaten Selayar?

2
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate Laporan Akhir

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:


(1) Mengetahui luasan jaringan pemasaran produksi perikanan yang berasal dari
Taman Nasional Taka Bonerate sampai ke tangan konsumen;
(2) Merumuskan mekanisme pasar yang kondusif dan berdaya guna untuk
pengembangan ekonomi masyarakat setempat;
(3) Menganalisis margin dan pangsa harga pemasaran produk perikanan di setiap
lembaga pemasaran yang terlibat;
(4) Menganalisis manfaat pemasaran untuk ekspor dan antar pulau (interinsulair)
produk perikanan dari Kabupaten Selayar.

1.4. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi bagi berbagai pihak
yang berkepentingan (stakeholder) seperti: nelayan, ponggawa, industri swasta maupun
pemerintah dalam mengambil kebijakan dan keputusan tentang pemanfaatan serta
pengelolaan sumberdaya hayati perairan yang ada di kawasan Taman Nasional Laut
Taka Bonerate.

1.5. Kerangka Pikir

Salah satu sumberdaya alam penting di laut adalah ekosistem terumbu karang.
Ekosistem terumbu karang merupakan ekosistem laut dengan keanekaragaman hayati
(biodiversity) yang paling tinggi yaang merupakan habitat untuk berlindung, mencari
makan dan tempat memijah beribu-ribu jenis biota laut, selain mempunyai fungsi lain
sebagai pencegah pengikisan pantai. Disamping sebagai sumber hasil perikanan dan
konservasi kawasan pantai, terumbu karang juga berpotensi mendukung pariwisata
bahari.

Keutuhan terumbu karang dari waktu ke waktu dapat berubah, karena


dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik yang bersumber dari aktivitas manusia maupun
karena pengaruh alam. Diduga bahwa pengaruh aktivitas manusia bersifat lebih
merusak daripada pengaruh alam. Sumber kerusakan utama adalah akibat eksploitasi

3
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate Laporan Akhir

langsung sumberdaya alam laut; sedangkan secara tidak langsung bersumber pada
pola pemanfaatan lahan di sekitar ekosistem pantai.

Tingginya permintaan pasar lokal, antar pulau, maupun permintaan ekspor


komoditi perikanan, terutama terhadap ikan-ikan karang yang bernilai ekonomis tinggi,
merupakan faktor utama pendorong terjadinya eksploitasi sumberdaya perikanan
secara berlebihan, baik dengan metode yang ramah maupun yang merusak lingkungan.
Secara langsung, kegiatan pemanfaatan hasil laut oleh masyarakat memberikan
dampak pada peningkatan pendapatan dan tingkat kesejahteraan mereka. Disamping
itu, juga memberikan kontribusi pada peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Kabupaten Selayar dan perolehan devisa negara. Namun demikian, pada kenyataannya
nelayan yang melakukan penangkapan di laut sejauh ini tidak dapat menikmati
pendapatan yang layak akibat proporsi dari hasil bagi yang mereka peroleh relatif lebih
sedikit, dibandingkan dengan pedagang pengumpul dan pedagang besar (eksportir),
yang menikmati keuntungan besar.

Menyadari hal-hal tersebut di atas, maka diperlukan suatu kajian tentang sistem
pemasaran yang dapat memberikan alokasi keuntungan yang adil terhadap setiap
individu dan lembaga pemasaran yang terlibat didalamnya. Salah satu model sistem
pemasaran yang baik adalah pola kemitraan yang berbasis dan berpihak pada
masyarakat. Pendekatan penelitian ini, dirangkum dalam kerangka pikir yang
diperlihatkan pada Gambar 1 di bawah.

4
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate Laporan Akhir

TAMAN NASIONAL
TAKA BONERATE

Produk perikanan
Terumbu karang dan (Ikan ekonomis penting)
biodiversitasnya
(-)

(-) - Permintaan pasar yang (-)


tinggi
- Harga tinggi

(-)
(-)
Kegiatan Eksploitasi
Besar -besaran

Deplesi Sumberdaya
Perikanan dan (+)
kerusakan terumbu Kegiatan lembaga dan
karang jaringan pemasaran

Model pola kemitraan


yang saling
menguntungkan

Peningkatan pendapatan
masyarakat dan peningkatan
PAD (+)

Keterangan : (+ ) Dampak yang menguntungkan


( - ) Dampak yang merugikan

Gambar 1. Skema Kerangka Pikir Studi Jaringan Pemasaran Produksi Perikanan dari Taman
Nasional Taka Bonerate

5
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate Laporan Akhir

II. METODOLOGI PENELITIAN

2.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian dipilih secara purposive, yaitu pulau-pulau di kawasan Taman


Nasional Laut Taka Bonerate (Jinato, Tarupa, Rajuni, Pasitallu, Latondu) sebagai sentra
produksi, dan di ibu kota Kabupaten Selayar, Benteng, sebagai sentra pemasaran.
Selain itu, untuk menelusuri luasan jalur pemasaran, model kelembagaan pemasaran
masyarakat, dan untuk mengidentifikasi sarana dan prasarana sebagai faktor
pendukung; maka lokasi penelitian juga dilakukan di daerah Kabupaten Sinjai,
Bulukumba dan Kota Makassar (Lampiran 2). Penelitian ini, secara keseluruhan
dilakukan selama 4 (empat) bulan, mulai bulan Juni hingga September 2002.

2.2. Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan penggunaan metode survei, yaitu penelitian


yang mengambil sampel dari suatu populasi dan menggunakan kuisioner sebagai alat
pengumpul data pokok (Singarimbun, 1989).

Penentuan sampel (responden) dipilih secara Cluster Random Sampling


(berkelompok), dengan mengelompokan responden menjadi:

(a) Nelayan penangkap ikan dan jenis alat tangkap yang digunakan;
(b) Pedagang (P. Pengumpul, Pengecer, P. Besar, Eksportir);
(c) Tokoh masyarakat;
(d) Wakil perintah dan instansi/lembaga terkait (Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan,
Bupati Selayar, Kadin, LSM, Karantina Ikan,TPI, Balai Uji Mutu Hasil Perikanan).

Secara keseluruhan, jumlah responden yang dihimpun berjumlah 338 orang dari
berbagai lokasi, dan dirangkum pada Tabel 1 berikut:

6
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate Laporan Akhir

Tabel 1. Lokasi dan Jumlah Sampel (Orang) Responden per Lokasi Penelitian

Tokoh
No Lokasi Nelayan Pedagang Pemda Jumlah
Masyarakat
1. P. Latondu 23 4 1 1 29
2. P. Rajuni 45 10 1 3 59
3. P. Tarupa 42 6 1 2 51
4. P. Jinato 40 5 1 2 48
5. P.Pasitallu 37 16 1 5 59
6. Benteng 2 29 5 2 37
7. Bulukumba 9 23 - 1 33
8. Sinjai 8 11 - - 19
9. Makassar - 18 3 - 21
Total 192 117 13 16 338
Sumber : Data Primer yang Diolah, 2002

2.3. Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 2 sumber, yaitu:

(a) Data primer, diperoleh dari hasil observasi dan wawancara langsung dengan
responden dan lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat, dengan
menggunakan daftar pertanyaan dan catatan harian;
(b) Data sekunder, diperoleh dari instansi yang mempunyai keterkaitan dengan
lingkup penelitian, seperti dari Dinas Perikanan, Balai Karantina Ikan,
Deperindag, Bapedda dan lainnya.

2.4. Analisis Data

Berbagai analisis data dilakukan untuk menjawab permasalahan penelitian,


dengan pendekatan berupa:

(a) Analisis kuantitatif, untuk mengungkapkan data seperti: data harga


penjualan/pembelian, margin pemasaran, jumlah produksi dan lain-lain;
(b) Analisis kualitatif, untuk menggali informasi yang mendalam mengenai sistim
pemasaran, jaringan dan luasan pemasaran yang dilakukan masyarakat, serta
ketersediaan sarana dan prasarana pendukung pemasaran (formal maupun
informal) (Hamid,1977);
(c) Analisis deskriptif, untuk menggambarkan proses terjadinya hubungan
kerjasama dan bentuk ikatan yang ada dalam pola kemitraan ponggawa-sawi

7
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate Laporan Akhir

dengan menggunakan analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity and


Threats).
Dengan demikian, analisis deskriptif dapat mengungkapkan:
Akses dan manfaat yang diperoleh nelayan dan pedagang terhadap
sumberdaya dan modal yang tersedia;
Dukungan-dukungan pemasaran (sarana) yang dapat diakses oleh ke
dua pihak;
Peluang yang ada bagi nelayan (sawi) maupun pedagang pengumpul
(ponggawa) untuk mengembangkan usaha perikanan;
Ancaman yang mungkin timbul dari pola kemitraan yang ada; dan
Perbandingan beberapa sistim pemasaran yang dilakukan masyarakat
nelayan untuk kemudian menemukan sistem pemasaran yang efisien.
(d) Analisis deskriptif, untuk menggambarkan jalur-jalur pemasaran produksi
perikanan di Taman Nasional Taka Bonerate, Kabupaten Selayar, sampai ke
pedagang besar di Kota Benteng dan Makassar, baik konsumen antar pulau,
maupun konsumen ekspor;
(e) Analisis margin pemasaran dengan rumus yang diadopsi dari Dahoklory
(1990):

Harga penjualan Harga pembelian


- Margin Mutlak = ditingkat Pengecer ditingkat nelayan

Harga penjualan oleh Harga pembelian


- Margin Mutlak Pedagang =
pedagang pengecer oleh pedagang

Harga di tingkat nelayan


- PH. Produsen = 100 %
Harga penjualan oleh Pengecer

Margin Mutlak Pedagang


- PH. Pedagang = 100%
Harga Penjualan oleh Pengecer

Dimana: PH Produsen = Pangsa Harga bagi Produsen


PH Pedagang = Pangsa Harga bagi Pedagang

(e) Untuk mengetahui jumlah keuntungan, digunakan rumus:


= M Bp

8
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate Laporan Akhir

Dimana: = keuntungan lembaga pemasaran


M = margin
Bp = biaya pemasaran

(f) Untuk menghitung efisiensi pemasaran, maka rumus yang di gunakan adalah :

Ep
EP = x 100 %
He
Dimana:
Ep = Efisiensi Pemasaran
Bp = Biaya Pemasaran setiap Lembaga
He = Harga Eceran/harga penjualan setiap lembaga

(g) Analisis manfaat pemasaran antar pulau (Interinsulair) dan ekspor yang akan
didasarkan pada diagram berikut:

Harga (Rp/Kg)

Hppj
G
Hppbbnp

cd
Hnsp
ct
Hppbni

Hnsi

Musim Ikan Paceklik

(h) Analisis manfaat pemasaran menggunakan rumus yang diadopsi dari


Dahoklory (1990):

G = (Hppj- Hppbni) (Ct + Cd)

Dimana:

HnSi = Harga nelayan di Kabupaten Selayar pada musim ikan


Hppbni = Harga pembelian pedagang besar di Kota Makassar pada musim ikan
Hppbnp = Harga pembelian pedagang besar di Kota Makassar pada musim paceklik
Hnsp = Harga nelayan di Kabupaten Selayar pada musim paceklik.
Hppj = Harga pembelian pengecer antar pulau
Ct = Biaya transportasi
Cd = Biaya pengembangan produk
G = Manfaat pemasaran antar pulau/ekspor

9
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate Laporan Akhir

2.5. Konsep Operasional

Untuk membatasi diri dalam penelitian ini , maka digunakan batasan pengertian
sebagai berikut:
1. Akses, adalah kemampuan untuk mendapatkan/mengelola sumber daya yang
tersedia;
2. Analisis SWOT, yaitu analisis yang digunakan untuk mengungkapkan kekuatan,
kelemahan, peluang dan ancaman dari suatu kondisi pola kemitraan antara
ponggawa dan sawi;
3. Konsumen akhir, adalah orang atau lembaga yang melakukan pembelian
barang atau komoditas dengan tujuan untuk dikonsumsi secara langsung;
4. Lembaga pemasaran, adalah orang, badan atau perusahaan yang terlibat
dalam penyaluran produksi perikanan dari produsen ke konsumen;
5. Biaya pemasaran, adalah biaya dikeluarkan oleh lembaga pemasaran dalam
penyaluran produk dari produsen ke konsumen;
6. Margin pemasaran, adalah selisih antara biaya penjualan dan pembelian disetiap
lembaga pemasaran;
7. Manfaat yaitu hasil yang dapat dinikmati oleh nelayan (sawi) , dan pedagang
pengumpul (ponggawa) dari pola kemitraan yang disepakati;
8. Kelembagaan, yaitu penataan sosial yang diterima oleh masyarakat sebagai
wadah untuk memenuhi kehidupan mereka;
9. Nelayan, (produsen) yaitu orang yang melakukan penangkapan ikan di laut dan
hasil tangkapannya di jual ke pedagang pengumpul/ponggawa atau dikonsumsi
10. Pedagang besar, adalah pedagang yang aktif di pasar-pasar pusat (Kota
Makassar) yang mendapatkan ikan dari pedagang pengumpul.
11. Pedagang pengumpul/ponggawa, adalah orang yang aktif membeli dan
mengumpulkan ikan dari produsen di daerah produsen untuk dijual ke pedagang
berikut, sekaligus sebagai pemberi modal kerja pada nelayan (sawi);
12. Pedagang pengecer, adalah pedagang yang aktif membeli ikan dari pedagang
besaruntuk dijual, secara eceran, ke konsumen;
13. Pangsa Harga, adalah kemampuan suatu lembaga untuk meningkatkan
jangkauan harganya di pasaran, yang dinyatakan dalam satuan persen;
14. Agen, lembaga atau perorangan yang merupakan perpanjangan tangan
perusahaan atau pedagang yang tuganya melakukan pengumpulan dan
pembelian ikan di lokasi produsen (nelayan).

1
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin 0
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate Laporan Akhir

III. TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Produksi Perikanan

Di kawasan Taman Nasional Laut Taka Bonerate (TNLTBR) terdapat sejumlah


produk perikanan dari berbagai jenis biota laut yang bernilai ekonomis. Namun
demikian, beberapa diantaranya telah menunjukkan penurunan populasi yang
memprihatinkan, misalnya udang barong (Panulirus spp), yang sudah jarang ditemukan
dan kalaupun ada hanya berukuran kecil. Jenis ikan berukuran besar yang bernilai
ekonomis juga sudah mulai berkurang, seperti: ikan kakap (Lutjanus spp), kerapu
(Ephinephelus spp), napoleon (Cheilinus spp), ekor kuning (Caesio spp), titang
(Scatophagus spp), baronang (Siganus spp), belut laut (Gimnothorax spp), teripang
(Holothuria spp), beragam jenis ikan hias (Ornamental coral fishes), ikan hiu, ikan pari
(Trygon sp), dan gurita (Octopus spp) Penurunan populasi biota tersebut disebabkan
karena aktifitas penangkapan yang intensif oleh nelayan pendatang yang berasal dari
Flores, Bali, Madura maupun dari Sulawesi Selatan sendiri seperti Sinjai.

Disamping itu terdapat beberapa jenis biota laut yang dilindungi, misalnya: ikan
napoleon (Cheilinus spp), kima (Tridacna spp), Hippopus spp, Trochus sp, Charonia
tritons, Cassus cornata, Conus textile, penyu (Chelonia spp), Eretmochelys sp, dan
duyung (Dugong-dugong). Dari jenis-jenis biota laut yang dilindungi tersebut, jenis
kima, duyung, ikan napoleon, susu bundar, Conus textile dan penyu merupakan jenis
yang populasinya sangat memprihatinkan (Anonim, 1997).

Selain jenis komoditas tersebut di atas di kawasan perairan Taka Bonerate


terdapat berbagai jenis ikan karang yang bernilai ekonomis tinggi seperti kerapu.
Kerapu merupakan ikan yang termasuk kedalam famili Serranidae, dan terdiri dari
4 genus (Cephalopolis, Cromileptis, Epinephelus dan Plectropomus). Daerah hidupnya
terutama ditemukan pada perairan karang, dekat pantai; namun, sering juga ditemukan
hidup di dasar perairan (campuran lumpur dan pasir) yang tidak jauh dari pantai). Ikan
kerapu yang hidup tersebar di laut diberbagai tipe habitat ini terdiri dari 46 spesies. Dari
jumlah sebanyak itu, hanya 4 jenis ikan Kerapu yang diekspor dan biasa disajikan di
restoran kelas tinggi, yaitu kerapu bebek (Cromileptes altivelis), Kerapu Lumpur
(Epinephelus tauvina), Kerapu Sunu (Plectropomus maculates), dan Kerapu Macan
(Epinephelus fuscoguttatus) (Murtidjo, 2002).

1
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin 1
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate Laporan Akhir

Kerapu bebek, dalam perdagangan internasional sangat populer dengan nama


humpback seabass, atau polka-dot grouper. Ikan ini memiliki bentuk badan yang
lonjong dan agak pipih dan disebut sebagai kerapu bebek karena kepalanya memiliki
bentuk yang mendatar menyerupai kepala bebek. Kerapu ini digolongkan sebagai ikan
buas demersal atau ikan buas yang hidup di dasar laut. Dasar laut yang disukai adalah
pasir berkarang dan terdapat di perairan dangkal dengan kedalaman berkisar
antara 10-40 m. Kerapu bebek memiliki warna dasar abu-abu dengan
bintik-bintik hitam, warna badan bagian atas merah sawo matang, dengan bagian
bawah keputihan. Daerah penyebarannya di Indonesia meliputi Kepulauan Riau,
Kepulauan Seribu, Lampung Selatan, Bangka (Kordi, 2001).

Kerapu lumpur, popular dengan nama groasy grouper, memiliki bentuk badan
yang gepeng memanjang di habitat alamnya dengan ukuran badan dapat mencapai
panjang maksimal 150 cm. Namun demikian, pada umumnya, yang berhasil ditangkap
di laut memiliki panjang tubuh berkisar antara 30-50 cm. Warna dasar dari ikan kerapu
ini adalah sawo matang, dan pada bagian bawah agak keputihan; selain itu terdapat
garis menyerupai pita yang berwarna gelap yang melintang pada badannya. Kerapu
lumpur banyak dijumpai di daerah kawasan muara sungai yang berlumpur. Epinephelus
tauvina ini banyak terdapat di perairan Arafura, Teluk Cempe dan perairan sekitar
Kupang (Murtidjo, 2002).

Kerapu sunu dalam perdagangan internasional sangat popular dengan nama


coral trout. Ikan kerapu ini memiliki bentuk tubuh yang agak gepeng dan memanjang,
dengan warna badan coklat kemerahan dengan noda-noda berwarna biru yang
ukurannya tidak seragam, serta sisi badan yang berwarna biru. Selain itu, pada
badannya terdapat enam (6) garis yang menyerupai pita berwarna gelap yang melintang
pada badannya namun adakalanya pita tersebut tidak dapat dilihat dengan jelas. Di
Indonesia daerah penyebarannya meliputi perairan Kepulauan Karimun Jawa,
Kepulauan Seribu, Lampung Selatan, Kepulauan Riau, Bangka Selatan dan perairan
terumbu karang (Murtidjo, 2002).

Ikan kerapu macan dalam perdagangan internasional dikenal dengan nama


carped cod. Ikan kerapu ini mirip dengan kerapu lumpur, namun dengan ukuran tubuh
yang lebih tinggi dengan noda-noda pada tubuhnya yang lebih rapat dan berwarna
gelap. Seluruh tubuh ikan kerapu macan berwarna coklat kemerahan, termasuk
siripnya.

1
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin 2
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate Laporan Akhir

Pemasaran ikan kerapu merupakan usaha yang menjanjikan bagi masyarakat


nelayan, karena harga yang sangat tinggi terutama dalam keadaan hidup dan pasar
yang sangat terbuka, karena dapat dipasarkan dalam bentuk segar, beku maupun
dalam bentuk pengalengan yang semuanya merupakan komoditi ekspor; sedangkan
dalam bentuk olahan (kering) dipasarkan secara lokal ataupun diantar-pulaukan
(Made, 1994).

3.2. Pemasaran

Pemasaran adalah segala bentuk kegiatan atau usaha yang dilakukan agar
barang yang diproduksi dapat mengalir secara langsung ke sektor konsumsi. Definisi ini
menunjukkan bahwa pemasaran itu meliputi kegiatan-kegiatan melakukan perdagangan
(merchandising), promosi (promotion), penentuan harga (pricing), penjualan (selling),
dan transportasi (transportation).

Pemasaran adalah suatu proses yang dinamis karena merupakan suatu proses
integral total dan bukanlah suatu pemilihan badan-badan yang terpecah antara
fungsi-fungsi dan produk. Dengan demikian, pemasaran bukanlah suatu aktifitas atau
sejumlah beberapa aktifitas saja, melainkan merupakan hasil dari hubungan timbal balik
dari beberapa aktifitas (Anwar, 1994). Selain itu, Ktler (1992) mengatakan bahwa
pemasaran adalah kegiatan manusia yang diarahkan untuk memuaskan kebutuhan dan
keinginan melalui proses pertukaran, dimana proses pertukaran melibatkan kerja
seperti: penjual harus mencari pembeli, mengenali kebutuhan pembeli, merancang
produk yang tepat, mempromosikan produk tersebut, menyimpan dan mengangkutnya,
menegosiasikan dan lain sebagainya.

Pemasaran (marketing) pada prinsipnya adalah aliran barang dari produsen ke


konsumen. Aliran barang ini dapat terjadi karena adanya peranan lembaga pemasaran.
Peranan lembaga pemasaran ini sangat tergantung dari sistem pasar yang berlaku dan
karateristik aliran barang yang dipasarkan. Oleh karena itu dikenal istilah saluran
pemasaran atau marketing channel. Fungsi saluran pemasaran ini sangat penting,
khususnya dalam melihat tingkat harga di masing-masing lembaga pemasaran
(Soekartawi, 2002)

1
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin 3
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate Laporan Akhir

Lembaga tataniaga/pemasaran adalah badan-badan yang menyelenggarakan


kegiatan atau fungsi tataniaga dengan mana barang-barang bergerak dari pihak
produsen ke pihak konsumen. Jadi fungsi lembaga pemasaran, adalah untuk:
1. Mengurangi tugas produsen dalam kegiatan distribusi untuk mencari konsumen;
2. Membantu menyediakan peralatan dan jasa-jasa yang dibutuhkan;
3. Membantu dibidang pengangkutan; serta
4. Membantu dibidang keuangan dan menyediakan sejumlah dana untuk melakukan
penjualan secara kredit terhadap produsen.

Mubyarto (1989) mengatakan bahwa sistim pemasaran dianggap efisien apabila


memenuhi dua syarat. Pertama, mampu menyampaikan hasil-hasil dari nelayan atau
petani produsen kepada konsumen dengan harga yang semurah-murahnya. Kedua,
mampu mengadakan pembagian yang adil dari keseluruhan harga yang dibayarkan
konsumen terakhir pada semua pihak yang ikut serta dalam kegiatan produksi dan
pemasaran barang itu.

Hanafiah dan Saefuddin (1986) mengatakan bahwa hasil pertanian perikanan,


merupakan produk yang mudah rusak atau membusuk, sifat ini menyebabkan hasil
perikanan tidak dapat disimpan lebih lama tetapi harus segera dipasarkan. Hal ini
didukung oleh penelitian yang telah dilakukan oleh Made (1994) bahwa pemasaran ikan
hidup biasanya dilakukan melalui suatu saluran yang pendek mengingat sifatnya yang
mudah rusak, yaitu nelayan langsung membawa hasil tangkapannya ke pedagang
pengumpul/pedagang besar. Kemudian oleh pedagang dikumpulkan dan dipelihara di
dalam keramba untuk mencapai jumlah tertentu selama kurang lebih dua bulan untuk
kemudian dijual atau diekspor.

3.3. Lembaga Pemasaran

Lembaga pemasaran adalah badan-badan yang menyelenggarakan kegiatan


atau fungsi tataniaga/pemasaran, dimana barang-barang bergerak dari pihak produsen
ke pihak konsumen. Golongan produsen adalah mereka yang tugas utamanya
menghasilkan barang-barang. Mereka adalah nelayan, petani ikan, dan pengolah hasil
perikanan. Disamping berproduksi, mereka sering kali aktif melakukan beberapa fungsi
tata niaga/pemasaran tertentu untuk menyalurkan hasil produksinya ke konsumen
(Hanafiah dan Saefuddin, 1986). Sedangkan, pengertian pedagang perantara
(midlemen atau intermediary) adalah mereka, baik perorangan maupun perseroan,

1
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin 4
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate Laporan Akhir

yang berusaha dalam bidang tata niaga/pemasaran. Lembaga ini membeli dan
mengumpulkan barang-barang yang berasal dari produsen dan menyalurkannya
kepada konsumen. Adapun lembaga pemberi jasa (facilitating agencies) adalah mereka
yang memberi jasa atau fasilitas untuk memperlancar fungsi tata niaga pemasaran yang
dilakukan oleh produsen atau pedagang perantara, contohnya adalah bank, usaha
pengangkutan, biro iklan dan sebagainya.

Lembaga pemasaran dapat digolongkan berdasarkan pemilikan dan


penguasaan atas barangnya, yaitu:
1. Lembaga pemasaran yang tidak memiliki barang, tetapi menguasai barang tersebut
seperti: agen perantara (broker), selling broker, dan buying broker;
2. Lembaga pemasaran yang memiliki dan menguasai barang seperti: pedagang
pengumpul, pedagang pengecer, pedagang eksport, import dan sebagainya;
3. Lembaga pemasaran yang tidak memiliki dan tidak menguasai barang seperti:
lembaga pemasaran fasilitas.

Lembaga pemasaran, selain berperan dalam menentukan bentuk saluran


pemasaran, juga melakukan kegiatan fungsi pemasaran yang meliputi: pembelian,
sortasi, penyimpanan, pengangkutan, dan pengolahan.

Masing-masing lembaga pemasaran, sesuai dengan kemampuan pembiayaan


yang dimilikinya, akan melakukan fungsi pemasaran secara berbeda-beda. Karena
perbedaan kegiatan dan biaya yang dikeluarkan, maka tidak semua kegiatan dalam
fungsi pemasaran dilakukan oleh lembaga pemasaran; dengan demikian biaya dan
keuntungan pemasaran menjadi berbeda di tiap tingkat lembaga pemasaran
(Soekartawi, 2002).

Tahapan distribusi produk hasil tangkapan nelayan melalui beberapa lembaga


yang mana setiap lembaga mempunyai fungsi dan peranan masing-masing. Pengaliran
barang yang dimulai dari produsen ke konsumen terdapat kegiatan-kegiatan
pengumpulan, penyimpanan dan penimbangan. Proses pengumpulan merupakan
tahap dalam pengaliran barang yang mana pada tahapan ini dilakukan oleh agen
pemasaran. Proses penimbangan merupakan tindakan penyesuaian permintaan dan
penawaran berdasarkan tempat, waktu dan kualitas. Sedang proses penyebaran
merupakan tahap akhir dalam pengaliran barang, dimana barang terkumpul tersebar ke
konsumen yang membutuhkannya (Hanafiah dan Saefuddin,1986).

1
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin 5
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate Laporan Akhir

3.4. Saluran Pemasaran

Pemilihan saluran pemasaran yang tepat merupakan faktor penting dalam usaha
memperlancar arus barang dari produsen ke konsumen. Meskipun barang yang
disalurkan sudah sesuai dengan selera konsumen, tetapi apabila saluran yang
digunakan tidak mempunyai kemampuan, kegiatan, dan inisiatif, maka usaha
penyaluran barang akan mengalami hambatan (Nitisemito, 1981).

Menurut Kotler (1992) bahwa kebanyakan produsen bekerja sama dengan


perantara pemasaran untuk menyalurkan produk-produk mereka di pasar. Perantara
membentuk sebuah saluran pemasaran yang dapat terdiri dari beberapa tingkat:

1. Saluran non-tingkat (saluran pemasaran langsung) terdiri seorang produsen yang


langsung ke konsumen.
Produsen Konsumen

2. Saluran satu tingkat mempunyai satu perantara penjualan. Dalam pasar konsumen,
perantara itu sekaligus sebagai pengecer
Produsen Pengecer Konsumen

3. Saluran dua tingkat mempunyai dua perantara.


Di dalam pasar konsumen mereka merupakan grosir atau pedagang besar sekaligus
pengecer.
Produsen Grosir Pengecer Konsumen

Menurut Kartasapoetra (1986) bahwa agar usaha pemasaran dapat berlangsung


baik, lancar dan tidak merugikan produsen maka prosesnya harus memperhatikan segi
mental dan fisik dengan maksud agar tercapai keseimbangan antara penawaran dan
permintaan di pasar. Cara yang paling umum ditempuh oleh produsen dalam
menyalurkan produk mereka ke konsumen adalah melalui saluran pemasaran.
Selanjutnya dikatakan bahwa panjang-pendeknya saluran tataniaga yang dilalui oleh
suatu hasil perikanan tergantung pada beberapa faktor, antara lain:

a. Jarak antara produsen dan konsumen, karena makin jauh jarak antara produsen dan
konsumen biasanya makin panjang saluran yang ditempuh oleh produk;
b. Cepat tidaknya kerusakan produk, karena produk yang cepat atau mudah rusak
harus segera diterima oleh konsumen, dengan demikian menghendaki saluran yang
pendek dan cepat;

1
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin 6
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate Laporan Akhir

c. Skala produksi, karena bila produksinya dalam ukuran-ukuran kecil maka jumlah
produk yang dihasilkan berukuran kecil pula, sehingga akan tidak menguntungkan
bila produsen langsung menjualnya ke pasar;
d. Posisi keuangan pengusaha, karena produsen yang posisi keuangannya kuat
cenderung akan memperpendek saluran tataniaga.

3.5. Biaya, Harga dan Margin Pemasaran

Soekartawi (2002) mengatakan bahwa biaya pemasaran adalah biaya yang


dikeluarkan untuk keperluan pemasaran. Biaya pemasaran meliputi biaya angkut, biaya
pengeringan, pungutan retribusi, dan lain-lain. Besarnya biaya pemasaran ini berbeda
satu sama lain, tergantung pada:
a. Macam komoditi pertanian. Seperti diketahui sifat barang pertanian adalah bulky
(volume besar tapi nilai kecil), sehingga lebih banyak biaya yang dikeluarkan untuk
melaksanakan fungsi-fungsi pemasaran;
b. Lokasi-lokasi pengusahaan yang terpencil, akan memberikan tambahan biaya
pengangkutan yang pada akhirnya mengakibatkan besarnya biaya pemasaran;
c. Macam dan peranan lembaga tataniaga. Keterlibatan lembaga tataniaga atau
lembaga pemasaran yang terlalu banyak dalam mekanisme pasar juga akan
menambah biaya pemasaran, apalagi kalau cara kerja dan sistem pemasarannya
belum sempurna.

Berpindahnya barang niaga dari daerah produksi ke pusat konsumsi tidak


terlepas dari biaya pemasaran. Biaya pemasaran adalah biaya yang dikeluarkan
selama transaksi pemindahan barang dari produsen ke konsumen. Faktor-faktor yang
mempengaruhi biaya pemasaran adalah panjang pendeknya rantai pemasaran, biaya
angkutan, penyusutan barang dan peralatan produksi yang digunakan.

Hanafiah dan Saefuddin (1986) juga mengatakan, bahwa biaya pemasaran


mencakup jumlah pengeluaran oleh nelayan atau petani ikan untuk keperluan
pelaksanaan kegiatan yang berhubungan dengan penjualan hasil produksinya, maupun
pengeluaran oleh lembaga tata niaga.

Menurut Mubyarto (1989), adanya biaya pemasaran karena dipengaruhi oleh


beberapa faktor, antara lain: kurang baiknya jalan dan prasarana perhubungan;
tersebarnya tempat produksi; serta banyaknya pungutan, baik yang bersifat resmi
maupun tidak resmi disepanjang jalan antara produsen dan konsumen. Bila kondisi

1
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin 7
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate Laporan Akhir

jalan buruk berarti memperpanjang waktu pengangkutan dan memperbesar resiko


kerusakan.

Untuk pengertian margin, Hanafiah dan Saefuddin (1986) mengatakan bahwa


margin adalah perbedaan harga yang dibayar kepada penjual pertama dengan harga
yang dibayar oleh pembeli terakhir. Selanjutnya, ada tiga faktor yang mempengaruhi
besarnya margin pemasaran yaitu: 1) perubahan biaya pemasaran, keuntungan
pedagang perantara, harga yang dibayar oleh konsumen, dan harga yang diterima oleh
produsen; 2) sifat barang yang diperdagangkan; serta 3) tingkat pengolahan barang.
Sementara Winardi (1993) mengatakan bahwa margin pemasaran adalah selisih harga
pada produsen dengan harga yang dibayar oleh konsumen.

Pengertian harga suatu barang adalah nilai pasar (nilai tukar) dari barang
tersebut yang dinyatakan dalam jumlah uang. Harga merupakan suatu hal yang penting
dan menarik bagi para penjual maupun bagi para pembeli di pasar. Bagi produsen,
tingkat harga dimana mereka menjual hasil produksinya mungkin akan mempunyai
pengaruh (efek) yang berbeda terhadap laba (profit) bersih yang akan diperolehnya.
Bagi pihak pedagang, perbedaan antara harga penjualan dan biaya yang dikeluarkan
menentukan besarnya laba (merge) dan merge ini merupakan dasar bagi mereka
bekerja pada setiap transaksi daripada pasar-pasar diamana mereka dapat membeli
dan menjual (Mubyarto 1989).

Selanjutnya dikatakan Mubyarto (1989) bahwa produsen maupun perantara


menaruh perhatian pada harga, karena harga menentukan kualitas barang yang akan
dijual. Biaya tataniaga yang diikeluarkan adalah jumlah pengeluaran perusahaan
perikanan untuk keperluan pelaksanaan kegiatan yang berhubungan dengan penjualan
hasil produksinya dan termasuk, jumlah pengeluaran oleh lembaga tataniaga (badan
perantara) dan laba (profit) yang diterima oleh badan bersangkutan. Biaya tataniaga
suatu macam produk biasanya diukur, secara kasar, dengan margin dan spread.
Margin adalah suatu istilah yang digunakan untuk menyatakan perbedaan harga yang
dibayar kepada penjual pertama dan harga yang dibayar oleh pembeli terakhir. Pada
suatu perusahaan istilah margin merupakan sejumlah uang yang ditentukan secara
internal accounting, yang diperlukan untuk menutupi biaya dan laba, dan ini merupakan
perbedaan atau spread antara harga pembelian dan harga penjualan.

1
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin 8
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate Laporan Akhir

Keuntungan adalah selisih antara harga yang dibayarkan kepada penjual


pertama dengan harga yang dibayar oleh pembeli terakhir (margin) setelah dikurangi
dengan biaya pemasaran (Soekartawi, 2002).

Sapuan (1991) menyatakan bahwa di dalam sistem pemasaran terdapat margin


pemasaran yang didefinisikan sebagai harga dari sekumpulan jasa-jasa pemasaran
atau perbedaan harga yang terbentuk antara produsen awal hingga konsumen terakhir.
Sedangkan menurut Winardi (1993), margin dalam bidang transaksi komersil
merupakan perbedaan antara harga pembelian yang dibayar oleh seorang pedagang
eceran dan harga penjualannya.

1
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin 9
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate Laporan Akhir

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Daerah Studi

4.1.1. Kondisi Geografi dan Letak Wilayah

Taman Nasional Laut Taka Bonerate (TNLTB) terletak di Laut Flores antara
120 55 121 25 Bujur Timur dan 6 20 7 10 Lintang Selatan. Secara administrasi
pemerintahan, TNLTB termasuk kedalam wilayah Kecamatan Taka Bonerate,
Kabupaten Selayar, Provinsi Sulawesi Selatan. Luas kawasan Taman Nasional ini
adalah 530.765 Ha, yang terdiri dari 21 gugusan pulau-pulau kecil yang membentuk
lingkaran menyerupai tapal kuda, disebut sebagai atol. Kawasan ini ditetapkan sebagai
Taman Nasional Laut, karena memiliki karang atol terbesar ketiga di dunia, dengan luas
222.000 Ha, setelah atol Kwajalein, di Kepulauan Marshall, dan atol Suvadiva di Maldive

Sebagai Taman Nasional Laut Taka Bonerate, kawasan ini terbagi ke dalam tiga
daerah zonasi (Tabel 2), yaitu:

1) Zona inti, yang merupakan daerah utama yang dilindungi dari kegiatan
eksploitasi sumberdaya alam yang ada, dengan luas kawasan 8.050 Ha,
termasuk kedalamnya adalah Pulau Latondu Kecil, Tinanja, Ampalassa, Taka
Kumai dan Taka Balalong;

2) Zona pemanfaatan intensif, dengan luas 9.300 Ha, terdiri dari Pulau Tinabo
Kecil, Lantigiang, Taka Silebu, serta Taka Sepe. Daerah ini merupakan perairan
yang dapat dimanfaatkan oleh stakeholder yang ada, dengan menggunakan
peralatan dan teknologi yang lebih maju;

3) Zona pemanfaatan tradisional, seluas 26.800 Ha, merupakan daerah


penangkapan dengan menggunakan peralatan sederhana, termasuk didalamnya
adalah: Taka Lamungan, Taka Tros, Taka Bongko, dan Taka Belang.

2
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin 0
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate Laporan Akhir

Tabel 2. Pembagian Zonasi, Cakupan Lokasi dan Luas TNTB


Lokasi Total Luas
No Zona Luas (Ha)
(pulau dan taka) (%)
Latondu kecil 3.100
Tinanja 1.400
INTI Ampalassa 800
1
Taka Kumai dan 2.750
Taka Balalong
Total Luas 8.050 1,52
Taka Silebu 1.600
PEMANFAATAN Tinabo Kecil 1.500
2 INTENSIF Lantigiang 3.400
Taka Sepe 2.800
Total Luas 9.300 1,75
Taka Bongko 1.500
PEMANFAATAN Taka Lamungan 20.100
3 TRADISIONAL Taka Tros 4.300
Taka Belang 900
Total Luas 26.800 5,05
4 CADANGAN 486.615 91,68
Sumber: Ditjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, 2001

Pada Tabel 3 terlihat bahwa kawasan Taka Bonerate memiliki suhu udara antara
28 44 C, dengan rata-rata 36 C; curah hujan antara 1526 1708 mm dan rata-rata
kelembaban udara sebesar 88%.

Tabel 3. Selang dan Rata-rata Parameter Iklim Kawasan Taman Nasional Laut
Taka Bonerate

Parameter Iklim Selang Rata-rata


Suhu Udara 28 44 C 36 C
Curah Hujan 1526 1708 mm -
Kelembaban Udara 82 92% 88%
Sumber: Ditjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, 2001

4.1.2. Karakteristik Pulau - Pulau

Pulau-pulau dalam kawasan TNLTB mempunyai karakteristik dengan pantai


berpasir putih, didominasi oleh vegetasi kelapa, dan tidak memiliki hutan bakau,
sehingga tepi pantainya langsung berhubungan dengan pesisir laut. Di pulau-pulau
tersebut tidak terdapat sungai, sehingga air tanah cenderung terasa asin. Untuk
kebutuhan air minum, penduduk biasanya membeli dari luar kawasan atau menampung
air hujan, bahkan ada beberapa penduduk yang sudah menggali sumur.

2
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin 1
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate Laporan Akhir

Pulau Rajuni Besar dan Kecil, mempunyai ketinggian 3 m dari permukaan laut.
Bentuk kedua pulau ini memanjang dari Utara ke Selatan dengan ukuran panjang
1,5 km dan lebar sekitar 0,5 km. Bentuk perairan dasarnya agak datar, dengan
kemiringan antara 0 3% dan tanpa topografi yang berarti.

Pulau Latondu Besar dan Kecil, mempunyai ketinggian pulau 4 m dari


permukaan laut. Bentuk kedua pulau ini juga memanjang dari Utara ke Selatan dengan
luas sepanjang 1,5 km dan lebar 0,5 km. Bentuk wilayah dasar sampai agak datar,
dengan kemiringan antara 0 3% dan tanpa topografi yang berarti.

Pulau Tarupa Besar dan Kecil, mempunyai ketinggian pulau 4 m dari


permukaan laut. Bentuk kedua pulau ini memanjang Utara Selatan dengan ukuran
panjang 1,8 km dan lebar kurang lebih 0,8 km. Reliefnya datar sampai agak datar,
dengan kemiringan antara 0 3% dan tanpa topografi yang berarti.

Pulau Ampalassa juga memanjang dari Utara ke Selatan, dengan panjang


sekitar 1 km dan lebar 0,5 km. Ketinggian dari permukaan laut kurang lebih 3 m. Bentuk
pulaunya datar sampai agak datar, dengan kemiringan antara 0 3% dan tanpa
topografi yang berarti.

Pulau Tinanja, memanjang Utara Selatan dengan panjang kurang lebih 1 km


dan lebar 0,5 km. Ketinggian dari permukaan laut kurang lebih 2 m. Bentuk wilayah
datar sampai agak datar, dengan kemiringan antara 0 3% dan tanpa topografi yang
berarti.

Pulau Passitallu terdiri dari Passitallu Timur, Passitallu Tengah dan Pulau
Passitallu Barat, dengan ketinggian masing-masing sekitar 4 m dari permukaan laut.
Pulaunya berbentuk memanjang dari Utara ke Selatan, dengan panjang sekitar
1,2 km dan lebar sekitar 0,8 km. Bentuk pulaunya datar dengan kemiringan 0 3%,
tanpa topografi yang berarti.

Pulau Jinato memiliki ketinggian sekitar 4 m dari permukaan laut. Bentuk pulau
memanjang Utara Selatan dengan panjang sekitar 1,6 km dan lebar 0,8 km. Bentuk
wilayah datar sampai agak datar dengan kemiringan 0 3% dan tanpa topografi yang
berarti (Anonim,1997).

2
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin 2
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate Laporan Akhir

4.1.3. Kependudukan

Mayoritas penduduk yang bermukim di dalam kawasan Taman Nasional Laut


Taka Bonerate terdiri dari suku Bajo dan Bugis. Dewasa ini kepulauan tersebut telah
berubah menjadi tempat tinggal atau pemukiman, hal ini disebabkan daerah ini kaya
akan sumberdaya alam laut. Penduduk menempati desa-desa yang tersebar di tujuh
pulau, yaitu Pulau Rajuni kecil, Rajuni Besar (Desa Rajuni), Pulau Latondu Besar
(Desa Latondu), Pulau Tarupa (Desa Tarupa), Pulau Jinato (Desa Jinato) dan Pulau
Pasitallu Timur dan Passitallu Tengah (Desa Tambuna). Penduduk yang menetap di
kawasan pada tahun 2001 berjumlah 4527 jiwa (lihat Tabel 4).

Tabel 4. Nama Pulau, Luas Pulau dan Jumlah Penduduk dalam Kawasan TNTB

Jumlah
No. Pulau Luas (Ha)
Penduduk (jiwa)
1 Latondu Besar 125 594
2 Rajuni Kecil 91 1. 260
3 Rajuni Besar 14 302
4 Jinato 58 847
5. Tarupa 40 648
6 Passitallu Timur 33 336
7 Passitallu Tengah 27 540
Jumlah 388 4527
Sumber: Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, 2001

Pulau terluas di kawasan Taka Bonerate adalah Pulau Latondu Besar, seluas
125 Ha, dengan jumlah penduduk 594 orang; sedangkan pulau terkecil adalah Rajuni
Besar, seluas 14 Ha, dengan jumlah penduduk 302 orang. Pulau yang memiliki jumlah
penduduk terbanyak adalah Pulau Rajuni Kecil dengan 1.260 orang
.
Tabel 5. Persentase Jenis Pekerjaan Penduduk di Kecamatan Taka Bonerate

Jenis Pekerjaan Penduduk (%)


Nama
No.
Pulau Pengusaha Pedagang/ Pegawai Lain-
Nelayan ABRI
pelayaran Pengumpul Negeri Lain
1. Jinato 63,40 38,80 23,00 32,20 28,60 27,70
2. Rajuni 9,80 10,60 11,50 19,40 14,30 27,90
3. Tarupa 2,40 19,50 13,70 16,10 14,30 5,60
4. Latondu 19,50 19,50 29,30 12,90 14,20 16,60
5. Tambuna 4,90 11,60 22,50 19,40 28,40 22,20
Total 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Selayar (2001)

2
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin 3
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate Laporan Akhir

Pada Tabel 5 terlihat bahwa penduduk yang pekerjaannya sebagai pengusaha


pelayaran, pedagang pengumpul, pegawai negeri, dan ABRI persentase terbesar
terdapat pada pulau Jinato masing-masing sebesar 63,40%, 38,80%, 32,20%, dan
28,50%; dan pekerjaan penduduk sebagai nelayan persentase terbesar terdapat pada
pulau Latondu sebesar 29,30% sedangkan penduduk dengan profesi lain persentase
terbesar adalah pada Pulau Rajuni sebesar 27,90%.

Pekerjaan penduduk dengan persentase terendah sebagai pengusaha pelayaran


adalah Pulau Tarupa sebesar 2,40%; sebagai pedagang pengumpul persentase
terendah adalah Pulau Tambuna sebesar 11,60%; sebagai pegawai negeri dan ABRI
persentase terendah terdapat pada Pulau Latondu masing-masing sebesar 12,90% dan
14,20%; profesi sebagai nelayan persentase terendah terdapat pada Pulau Rajuni
sebesar 11,50%; sebagai profesi lain persentase terendah terdapat pada Pulau Tarupa
sebesar 5,90%.

4.1.4. Iklim dan Musim Tangkapan

Kawasan Taman Nasional Laut Taka Bonerate ini dipengaruhi oleh musim angin
Barat, angin Timur, dan musim pancaroba. Musim angin Barat terjadi sekitar bulan
Januari sampai Maret dan biasanya diikuti musim penghujan dengan angin kencang
yang dapat menimbulkan gelombang laut yang besar. Musim angin Timur terjadi pada
bulan Juli sampai September, yang diikuti oleh musim kemarau dan ditandai dengan
kurangnya kecepatan angin, sehingga gelombang laut agak tenang. Musim pancaroba,
adalah musim peralihan, terjadi antara bulan April sampai Juni dan antara bulan
Oktober hingga Desember. Keadaan laut pada musim pancaroba tidak dapat diduga
karena sewaktu-waktu gelombang laut tenang dan di waktu lain menjadi besar.

Produksi perikanan sangat dipengaruhi oleh musim. Saat musim Barat yang
disebut musim paceklik, nelayan kurang atau bahkan tidak melaut akibat besarnya
ombak sehingga produksi perikanan pada umumnya menurun. Sebaliknya, saat musim
Timur tiba para nelayan sangat bersyukur karena pada musim ini kondisi laut sangat
bersahabat, sehingga para nelayan dengan semangat baharinya berbondong-bondong
melaut untuk menangkap ikan, sehingga musim Timur ini juga sering disebut musim
ikan karena produksi ikan sangat melimpah. Musim juga mempengaruhi harga jual
produk perikanan, pada saat musim Barat harga ikan meningkat karena kurangnya
aktivitas penangkapan, sedangkan pada musim Timur harga ikan menurun akibat hasil
yang melimpah.

2
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin 4
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate Laporan Akhir

4.1.5. Oseanografi

Pada musim Barat, pada bulan Januari Maret, arus permukaan di kawasan
TNLTBR mengalir ke arah Timur dengan kecepatan 33 sampai 50 cm/det. Pada awal
musim Timur (bulan April), arus permukaan mengalir ke arah Barat dengan kecepatan
lemah (12 38 cm/det), untuk kemudian semakin meningkat dengan kecepatan
maksimum terjadi pada bulan Juni, sekitar 75 cm/det dan mengarah ke Timur. Pada
akhir musim Timur, bulan Oktober, kecepatan arus mulai menurun dan mengarah ke
Barat dengan kecepatan 25 38 cm/det.

Temperatur rata-rata permukaan laut di kawasan Taman Nasional Laut Taka


Bonerate berkisar antara 26,7 C 29 C. Suhu permukaan mulai menurun pada bulan
Mei sampai mencapai nilai minimumnya sebesar 26,7 C pada bulan Agustus. Suhu
permukaan akan mulai naik pada bulan September dan mencapai maksimum, 29 C
pada bulan Desember. Pada waktu puncak musim Barat (Januari), temperatur turun
lagi sampai bulan Pebruari, kemudian naik lagi pada bulan Maret Mei.

Salinitas permukaan air di perairan TNLTB berkisar antara 33 34 . Variasi


tahunan rata-rata bertambah 1,5 pada musim Timur sampai 3 pada musim Barat.
Variasi tersebut disebabkan oleh arus musiman. Pada awal bulan Barat massa air
dengan salinitas rendah mengalir dari Laut Jawa ke Laut Flores yang mereduksi
salinitas, tetapi hanya sekitar 0,53 . Pada musim Timur massa air dari Laut Banda
dengan salinitas tinggi mengalir ke Laut Flores menyebabkan salinitas di kawasan
Taman Nasional Laut Taka Bonerate meningkat.

Perairan TNLTB memiliki tipe pasang surut semi-diurnal, yaitu dalam sehari
terjadi dua kali air pasang dan dua kali air surut. Selang pasang tertinggi dan surut
terendah berkisar antara 2 2,30 m (Anonim,1997).

4.1.6. Potensi Sumberdaya Laut

Berdasarkan hasil penelitian PSTK (2001), potensi sumberdaya laut di kawasan


Taman Nasional Laut Taka Bonerate meliputi ekosistem, terumbu karang dan biota
asosiasinya yang merupakan habitat penting bagi berbagai organisme laut ubur-ubur,
cacing laut, Crustacea, Echinodermata, bintang laut, ular, penyu, dugong dan
sebagainya. Selain itu, berbagai jenis ikan juga banyak ditemukan seperti: ikan hiu,

2
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin 5
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate Laporan Akhir

pari, ikan-ikan karang seperti ikan badut, peri, tampal bor, kupu-kupu, kardinal, damsel,
sidat, ekor kuning seperti biji nangka, kerapu, kakak tua, buntal, baronang, lepu ayam,
dan napoleon, maupun ikan-ikan pelagis seperti: tuna, bobara, dan barakuda.

Menurut Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Selayar, jenis dan jumlah
hasil tangkapan nelayan per tahun 2001 terlihat pada Tabel 6 berikut.

Tabel 6. Jenis dan Jumlah Produksi Ikan Laut di Kec.Taka Bonerate Tahun 2001

No Jenis Ikan Jumlah Produksi (Ton)


1. Peperek 40,7
2. Biji Nangka 4,2
3. Bambangan/Merah 15,5
4. Kerapu 23,1
5. Lencam 27
6. Kakap 3,4
7. Ekor Kuning 4,6
8. Cucut 25,2
9. Pari 22,3
10. Bawal Putih 0,4
11. Bawal Hitam 0,7
12. Alu-Alu 15,1
13. Layang 2,2
14. Selar 7,3
15. Kuwe 23
16. Ikan Terbang 9,2
17. Belanak 34,7
18. Julung-julung 75,2
19. Teri 69,1
20. Tembang 35,2
21. Lamuru 45,9
22. Kembung 25,8
23. Tenggiri Papua 29,7
24. Tenggiri 1,7
Total 451,2
Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Selayar, 2001

Dari tabel diatas terlihat bahwa terdapat 24 jenis ikan sebagai tangkapan utama
nelayan. Jumlah hasil tangkapan setiap jenis ikan berbeda-beda, untuk jenis tangkapan
terbanyak adalah ikan julung-julung, diikuti ikan teri , masing-masing sebanyak 75,2 dan
69,1 ton. Kedua jenis ikan ini termasuk ikan ekonomis rendah; sedangkan ikan
ekonomis tinggi, seperti ikan kerapu, produksinya cukup tinggi sebanyak 23,1 ton. Ikan
kerapu merupakan ikan yang memberikan kontribusi cukup tinggi terhadap pendapatan
nelayan karena memiliki harga jual yang relatif tinggi dan dipasarkan sampai ke luar
negeri.

2
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin 6
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate Laporan Akhir

4.1.7. Aktivitas Penangkapan

Seperti umumnya masyarakat yang bermukim di pulaupulau kecil, aktivitas


kehidupan dan keseharian nelayan amat bergantung pada laut sebagai sumberdaya
utamanya. Keadaan ini juga terjadi pada masyarakat yang ada di kawasan Taman
Nasional Laut Taka Bonerate, yang umumnya berprofesi sebagai nelayan tangkap.
Tabel 7 memperlihatkan jumlah dan jenis alat tangkap utama yang digunakan oleh
nelayan di pulau-pulau dalam kawasan Taka Bonerate.

Tabel 7. Persentase Jenis Alat Tangkap Utama yang Digunakan Nelayan di Kecamatan
Taka Bonerate

Jenis Alat Tangkap Utama Penduduk


No. Nama Pulau
Pancing Pukat Kompressor
1. Jinato 75,6 16,6 7,7
2. Rajuni 62,0 32,9 5,1
3. Tarupa 68,6 15,7 15,7
4. Latondu 51,9 26,9 21,2
5. Tambuna 88,1 11,9 0,0
Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Selayar (2001)

Dilihat dari jumlah dan jenis alat tangkap utama yang digunakan oleh nelayan di
kawasan Taka Bonerate adalah pancing, pukat dan kompresor, mengindikasikan bahwa
nelayan yang berdiam di kawasan Taka Bonerate mempunyai target tangkapan utama
ikan karang.

Pemilihan berbagai alat tangkap bagi nelayan tergantung pada jenis tangkapan
yang diharapkan, kemampuan pengoperasian alat, serta kemampuan permodalan yang
dimiliki. Karena kondisi perairan di kawasan Taka Bonerate yang umumnya berkarang,
maka nelayan mengoperasikan jenis alat tangkap yang sesuai dengan kondisi tersebut,
dengan target tangkapan rata-rata nelayan adalah jenis ikan karang ekonomis tinggi,
seperti ikan sunu dan ikan kerapu.

Sebagai pembanding data sekunder pada Tabel 7 di atas, berikut ditampilkan


hasil survei terhadap berbagai jenis dan jumlah alat tangkap yang dioperasikan nelayan
di kawasan Taka Bonerate (Tabel 8).

Seperti terlihat pada Tabel 7, pada Tabel 8 juga terlihat bahwa jenis alat tangkap
yang dominan digunakan oleh nelayan di kawasan Taka Bonerate adalah pancing,
karena jenis ikan karang, seperti sunu dan kerapu, relatif lebih mudah ditangkap dengan
menggunakan alat tangkap ini. Kedua jenis ikan karang tersebut merupakan target

2
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin 7
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate Laporan Akhir

penangkapan, karena mempunyai nilai jual yang relatif tinggi, sehingga mendorong para
nelayan untuk melakukan penangkapan secara intensif. Selain alat tangkap pancing,
ada juga nelayan yang menggunakan alat tangkap bubu dan kompressor sebagai media
alat tangkap. Nampaknya, jenis alat tangkap pancing bagi nelayan di kawasan ini
dianggap lebih ekonomis digunakan karena hanya menggunakan perahu kecil (jolloro),
walaupun dengan mobilitas yang terbatas.

Tabel 8 juga memperlihatkan, dari sebarannya, bahwa penggunaan alat tangkap


pancing atau lainnya, untuk menangkap ikan karang hanya dilakukan oleh nelayan yang
berdomisili di sekitar pulau-pulau di kawasan Taka Bonerate; sedangkan nelayan dari
luar kawasan relatif kurang menggunakannya, terlihat dari hanya 5 orang nelayan dari
Kabupaten Sinjai dan 2 orang dari Bulukumba. Nelayan dari luar kawasan, umumnya,
menggunakan alat tangkap dengan kapasitas tangkapan yang lebih besar, seperti alat
tangkap gae dan long line. Nelayan luar kawasan memiliki sumber permodalan yang
lebih besar, dan memiliki kemampuan terhadap jenis alat tangkap tersebut yang lebih
baik. Nelayan dari luar kawasan umumnya berasal dari Kabupaten Sinjai dan
Bulukumba.

Tabel 8. Jumlah (unit) dan Jenis Alat Tangkap yang Digunakan di Kawasan Taka Bonerate

Jenis Alat Lokasi


Jumlah
Tangkap Jinato Tarupa Rajuni P.tallu Latondu Benteng B.kumba Sinjai
Bagang
1 0 2 1 0 0 0 0 4
perahu
Pancing 29 29 30 22 15 0 5 2 132
Purse seine 2 3 1 2 3 1 1 1 14
Jaring 0 4 1 2 2 0 0 0 9
Pukat
0 0 0 1 0 0 0 0 1
Bengiwang
Pukat Hiu 0 3 0 1 1 0 0 1 6
Long line 0 0 0 0 0 0 0 1 1
Jala 1 0 0 0 0 0 0 0 1
Lanra 1 0 3 0 0 0 0 0 4
Bubu 6 0 0 0 0 0 0 1 7
Rengge' 0 0 1 0 0 0 0 0 1
Kompresor 1 0 0 0 0 0 0 0 1
Tonda 0 0 0 0 0 0 0 1 1
Jumlah 41 39 38 29 21 1 6 7 182
Sumber: Data Primer setelah diolah, 2002

2
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin 8
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate Laporan Akhir

4.2. Pola Kemitraan Ponggawa dan Sawi

Kemitraan antara ponggawa (pedagang) dan sawi (nelayan) sangat dipengaruhi


oleh aspek ekonomi yang bersifat saling membutuhkan (simbiosis mutualistis). Menurut
Bachtiar (1997), faktor pendorong atau motif untuk menjadi sawi adalah hasrat untuk
mempertahankan diri dan mengembangkan hidup. Hal ini bersifat sosial dan di
dalamnya terdapat segi-segi yang bersifat ekonomi yang ingin dicapai. Di kawasan
Taka Bonerate hubungan yang nampak adalah hubungan usaha ekonomi, tetapi
hubungan yang sesungguhnya lebih kompleks. Hal ini dipengaruhi adat masyarakat
yang egaliter dan menganut asas balas budi dan menjadi faktor yang mempengaruhi
langgengnya hubungan ponggawa-sawi.

Pola kemitraan ponggawa-sawi, yang menggambarkan pula hak dan tanggung


jawab masing-masing pihak, dapat dilihat pada skema berikut (Gambar 2):

Hubungan Sosial Hubungan Ekonomi


- Membantu Biaya Hidup Keluarga - Penyediaan Alat tangkap
- Melayani dalam kesempatan - Biaya Operasional
khusus - Pinjaman
- Pembelian Hasil Tangkapan

Sawi
Ponggawa
(Nelayan)

Faktor Eksternal

- Harga Pasar
- Harga material alat tangkap
- Permintaan/Penawaran
-

Gambar 2. Skema Peran dan Aktivitas yang Dilakukan Oleh Sawi dan Ponggawa
Dalam Hubungan Kerjasama Pengelolaan Ikan Kerapu Hidup

Pola kemitraan yang terjalin menunjukkan bahwa masing-masing pihak saling


mendukung dan melengkapi dalam aktifitasnya. Skema di atas merupakan bidang kerja
sama ponggawa-sawi dalam aktivitas pengelolaan ikan kerapu hidup. Terlihat pada
Gambar 2, bahwa operasional penangkapan nelayan disokong oleh ponggawa dalam

2
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin 9
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate Laporan Akhir

hal perlengkapan penangkapan. Keterampilan dan pengetahuan menangkap yang


dimiliki nelayan, dihargai oleh ponggawa dalam bentuk bantuan pemenuhan berbagai
kebutuhan nelayan dengan konsekuensi sawi menyerahkan hasil tangkapannya.

Mekanisme sistem ponggawa-sawi yang ditemukan di lapangan yang dapat


merugikan sawi antara lain adalah nilai jual ikan oleh sawi lebih rendah Rp 5000 sampai
Rp 10.000 jika dibandingkan dengan nelayan yang bukan sawi. Kemudian jika utang
sawi sudah hampir lunas maka ponggawa mempunyai strategi agar sawi tidak terlepas
dari ikatannya dengan cara menawarkan modal baru atau kebutuhan rumah tangga
dalam bentuk barang seperti TV ukuran besar, kompor gas, kulkas dan lain-lain,
sehingga utang sawi akan bertambah terus. Keuntungan yang diperoleh sawi selama
bermitra dengan ponggawa adalah pemenuhan kebutuhan sawi setiap saat baik berupa
modal usaha maupun kebutuhan sehari-hari terpenuhi secara instan dan tanpa jaminan.

Salah satu kegiatan studi ini menganalisis potensi integrasi ponggawa dengan
sawi dalam pola kemitraan dimaksudkan untuk mengetahui kekuatan atau keeratan
hubungan interaksi timbal balik, yang pada dasarnya dapat dilihat dari aspek akses dan
kontrol. Akses adalah kemampuan untuk mengupayakan atau memanfaatkan
sumberdaya; sedangkan kontrol adalah peranan yang dilakukan, berupa wewenang
mengatur dan atau memanfaatkan sumberdaya dalam berperilaku untuk mencapai
tujuan tertentu. Kemampuan akses dan kontrol responden studi terlihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Kemampuan Terhadap Akses dan Kontrol Ponggawa dan Sawi dalam Relasi
Pengelolaan Ikan Kerapu Hidup di Kawasan Taka Bonerate

Akses Kontrol
No Uraian
Nelayan Ponggawa Nelayan Ponggawa
1. Perlengkapan Penangkapan:
Perahu + +++ + +++
Mesin - +++ _ +++
Alat Tangkap + +++ + +++
Bahan Bakar - +++ - +++
2. Operasi Penangkapan
Pengetahuan +++ - ++ -
Penangkapan +++ - ++ -
Biaya Operasional + +++ +- +++
3. Hasil Tangkapan:
Ikan kerapu Hidup +++ +++ - +++
Selain ikan kerapu +++ + + +
4. Pemasaran:
Lokasi - +++ - +++
Harga - +++ - +++
Sumber: Data primer yang diolah, 2002
Catatan: +++ = Tinggi ++ = Sedang + = Rendah - = Tidak ada

3
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin 0
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate Laporan Akhir

Kemampuan akses dan kontrol ponggawa, terutama terhadap permodalan


usaha, secara umum lebih tinggi dan lebih besar, seperti terlihat pada tabel di atas.
Selain itu, ponggawa juga sangat berpengaruh dalam hal perlengkapan penangkapan
dan pemasaran. Sebaliknya, kemampuan akses dan kontrol nelayan sangat besar
dalam hal pengetahuan dan pengalaman menangkap. Dengan demikian, benang
merah yang dapat dilihat adalah bahwa nelayan memiliki kelebihan dalam aspek fisik
dan pengalaman untuk menangkap; sebaliknya ponggawa memiliki kemampuan
finansial dan manajerial. Hal yang sama berlaku dalam penangkapan ikan kerapu
hidup, yaitu bahwa nelayan sangat kuat aksesnya terhadap penangkapan; sedangkan
ponggawa memiliki kontrol penuh terhadap penjualan hasil tangkapan.

Uraian diatas sejalan dengan yang dikemukakan oleh Yusran (2002) bahwa
interaksi internal antara ponggawa, clan sawi, non clan sawi dan fishing master adalah
sebagai berikut:

Hubungan hirarki antara ponggawa, clan sawi (keluarga dekat) dan non clan
sawi banyak terjadi pada sistem bagi hasil, pinjaman dan pelayanan sosial
lain dari ponggawa sehingga timbul sikap loyal terhadap ponggawa.
Interaksi antara ponggawa dan clan sawi didominasi oleh hubungan
keluarga, sementara non clan sawi sekedar hubungan kerja. Jadi kedua
hubungan ini akan menciptakan kepatuhan dan loyalitas, termasuk dalam
melayani keluarga ponggawa pada kesempatan-kesempatan khusus,
misalnya perkawinan atau acara keluarga. Dalam masyarakat Bugis
Makassar interaksi internal antara ponggawa dan sawi lebih erat lagi ketika
musim tangkapan menurun karena meningkatnya kebutuhan hidup dalam
bentuk pinjaman kepada ponggawa .

Hubungan horisontal antara ponggawa dan fishing master dalam armada


pole and line dan purse seine termasuk sawi dilakukan dalam bentuk
musyawarah dalam mengambil keputusan terutama dalam menyusun
strategi penangkapan dan jenis ikan yang akan di tangkap

Hubungan antara ponggawa dan kekuatan eksternal tidak hanya sebatas


pada sawi saja tetapi, hubungan faktor eksternal selalu ada. Contohnya
harga pasar, pedagang pengumpul lokal dan harga material alat tangkap
yang pada akhirnya akan membawa pengaruh peda proses pengambilan
keputusan.

3
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin 1
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate Laporan Akhir

Pengaruh tidak langsung antara fishing master dan pedagang pengumpul


lokalpun terjadi, tapi interaksinya tidak terjadi secara terus menerus, dan
hanya terjadi jika pembagian hasil yang tidak terlalu jelas. Hal ini berarti
bahwa banyak negosiasi antara ponggawa purse seine mengenai sistem
pembagian. Hubungan antara fishing master dan kekuatan luar tidak hanya
berlangsung dengan pedagang pengumpul laut.

Untuk mengetahui potensi masing-masing pihak dalam hubungan relasi


ponggawa-sawi yang bekerja sama dalam pengelolaan ikan kerapu hidup, maka
dilakukan pendekatan analisis SWOT. Analisis ini digunakan untuk mengetahui
kekuatan (Strength), kelemahan (Weakness), peluang (Oportunity), dan ancaman
(Threat) yang dimiliki atau yang mungkin dihadapi oleh ponggawa dan nelayan dalam
kerjasamanya. Hasil analisis yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Analisis Potensi Responden Nelayan dan Ponggawa dalam Hubungan Kerjasama
Pengelolaan Ikan Kerapu Hidup di Kawasan Taka Bonerate

No Analisis Nelayan Ponggawa


1. Kekuatan Pengetahuan/pengalaman Finansial modal yang besar
Operasional langsung Lembaga pemasaran utama
Kemampuan membangun
relasi
Sumber informasi - inovasi
Penerimaan masyarakat
2. Kelemahan Kondisi sosial ekonomi rendah Sangat bergantung pada
Kemampuan manajemen nelayan
rendah Tidak ada jaminan kredit -
Modal usaha kurang investasi
Relasi sangat kurang Kontrol nelayan lemah
Informasi pasar kurang
Sifat subsisten
3. Peluang Mempertahankan pola Mendapat bantuan kredit
kemitraan Pengembangan usaha
Kerja sama pihak lain Nilai komoditi tinggi
Nilai komoditi tinggi Permintaan Luar Negeri cukup
Perubahan status dengan sawi tinggi
menjadi ponggawa
4. Ancaman Kelangkaan sumberdaya Kelangkaan sumberdaya
Keselamatan dan kesehatan Kehilangan investasi
kerja Munculnya saingan
Munculnya saingan Pasar global
Politik perdagangan/globalisasi Kebijakan pemerintah *)
Kebijakan pemerintah *)
Sumber : Data primer yang diolah
Catatan :*) = Faktor yang berpengaruh ganda

3
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin 2
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate Laporan Akhir

Terlihat dari Tabel 10, antara kekuatan dan kelemahan responden nelayan
dengan ponggawa terdapat kecenderungan berkebalikan, dimana posisi kekuatan bagi
ponggawa merupakan kelemahan bagi nelayan dan begitu juga sebaliknya. Selain itu,
terlihat bahwa kemampuan nelayan dalam hal pengetahuan dan pengalaman sangat
menonjol, sebaliknya lemah terhadap akses keuangan dan sumber permodalan usaha.

Dengan mengacu pada matriks SWOT, maka dapat dilakukan analisis dengan
menggunakan faktor internal dan eksternal tersebut di atas, untuk menentukan
beberapa strategi dapat dilakukan, seperti:
1. Strategi SO, adalah strategi yang dipilih dengan memanfaatkan kekuatan untuk
merebut peluang yang tersedia, diantaranya adalah :

a. Mempertahankan pola kemitraan yang sudah ada dengan mengarahkannya


pada kemitraan yang berbasis pada pengembangan ekonomi masyarakat
dengan efisiensi
b. Merubah pola pikir dari usaha subsistens menjadi usaha komersial, agar status
dari sawi dapat berubah menjadi ponggawa
c. Menjalin kerja sama dengan pihak lain yang lebih menguntungkan.
2. Strategi WO, adalah strategi yang dibuat untuk memanfaatkan peluang dengan
mengatasi terlebih dahulu kelemahan yang dimiliki diantaranya adalah:
a. Meningkatkan kesejahteraan keluarga melalui penerapan teknologi tepat guna
pada pemberdayaaan anggota keluarga, terutama istri dengan anak wanita
nelayan;
b. Mengupayakan modal usaha disertai dengan pembinaan teknis dengan model
pendampingan;
c. Melakukan sosialisasi, secara kontinu, tentang informasi pasar di tingkat nelayan
sehingga nelayan bisa memberdayakan dirinya.
3. Strategi ST, adalah strategi yang dibuat untuk memanfaatkan kekuatan dengan
mengatasi tantangan yang ada. Beberapa diantaranya adalah:
a. Menerapkan alat tangkap yang ramah lingkungan, untuk menghindari
kelangkaan sumberdaya;
b. Menyediakan alat keselamatan penangkapan dan kesehatan kerja, maupun
asuransi.

3
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin 3
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate Laporan Akhir

4.3. Luasan Jaringan Pemasaran di Kawasan Taka Bonerate

4.3.1. Luasan Jaringan Pemasaran Produksi Ikan Hidup

Jaringan pemasaran adalah jumlah lembaga pemasaran yang dilalui suatu


barang dari daerah produsen sampai konsumen. Dalam melakukan aktifitas, lembaga-
lembaga tersebut melaksanakan sejumlah fungsi-fungsi pemasaran. Sementara luasan
pemasaran menyangkut area distribusi hasil tangkapan nelayan.

Berdasarkan pengertian di atas, maka lembaga pemasaran ikan hidup yang


teridentifikasi di kawasan Taka Bonerate adalah: nelayan, pedagang pengumpul lokal,
pedagang pengumpul kecil, pedagang perantara (agen), ponggawa dan pedagang
besar. Hasil penelitian menemukan lima bentuk jaringan pemasaran ikan hidup di
kawasan Taka Bonerate. Skema alur perdagangan ikan hidup menunjukkan jalur
distribusi seperti yang terlihat pada Gambar 3.

Nelayan (Produsen)
V
II
Pedagang
IV I III
Pengumpul Kecil

Pedagang Pedagang
Pengumpul Pengumpul Besar
(Ponggawa)

Pedagang Agen
Besar

Eksportir
Importir (Kapal
Hongkong)

Gambar 3. Skema Jaringan Pemasaran Ikan Hidup di Taka Bonerate

Keterangan:
: Model pemasaran I
: Model pemasaran II
: Model pemasaran III
: Model pemasaran IV
: Model pemasaran V

3
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin 4
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate Laporan Akhir

Dengan demikian, bentuk-bentuk jaringan pemasaran ikan hidup adalah:

1. Nelayan Pedagang Pengumpul Besar Pedagang Besar


Eksportir
2. Nelayan Pedagang Pengumpul Kecil Pedagang Pengumpul Besar
Eksportir
3. Nelayan Agen Pedagang Besar Eksportir
4. Nelayan Ponggawa Pedagang Pengumpul Besar
Pedagang Besar Eksportir
5. Nelayan Agen Importir (Kapal Perikanan dari Hongkong)

Selanjutnya, Gambar 4 berikut menunjukkan daerah distribusi alur pemasaran ikan


hidup dari Taka Bonerate.

3
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin 5
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate Laporan Akhir

Gambar 4. Peta Saluran Pemasaran Ikan Hidup dari Kawasan Taka Bonerate
Kabupaten Selayar

3
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin 6
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate Laporan Akhir

4.3.1.1. Analisis Biaya Pemasaran Ikan Hidup

Biaya pemasaran merupakan biaya-biaya yang dikeluarkan dalam proses


pergerakan barang dari tangan produsen sampai ke tangan konsumen akhir.
Biaya-biaya tersebut mempengaruhi besarnya perbedaan antara harga yang diterima
oleh produsen dengan harga yang dibayarkan oleh konsumen.

Tabel 11. Biaya Pemasaran Ikan Hidup oleh Lembaga Pemasaran di Kawasan Taka Bonerate

No Lembaga Pemasaran Uraian Biaya (Rp/Kg)


1 Nelayan Umpan 600
Tenaga Kerja 1.000
Transportasi 225
Jumlah 1.825
2 Pedagang Pengumpul Transportasi 500
Tenaga Kerja 650
Jumlah 1.150
3 Ponggawa Transportasi 500
4 Agen Transportasi 800
Tenaga Kerja 1.000
Biaya Pemeliharaan 100
Jumlah 1.900
5 Pedagang Besar Tenaga Kerja 750
Biaya Pemeliharaan 200
Jumlah 950
6 Eksportir Pajak 300
Tenaga Kerja 650
Jumlah 950
Sumber: Hasil Olahan Data Primer, 2002

Dari tabel di atas terlihat bahwa biaya tertinggi dikeluarkan oleh agen sebesar
Rp 1900/kg terdiri dari biaya transportasi, tenaga kerja dan pemeliharaan, sedangkan
terendah dikeluarkan oleh ponggawa sebesar Rp 500/kg yang hanya mengeluarkan
biaya transportasi.

4.3.1.2. Margin Pemasaran Ikan Hidup

Margin pemasaran adalah selisih antara harga penjualan dengan harga


pembelian. Perbedaan harga disebabkan adanya biaya dan keuntungan yang
diharapkan. Perhitungan besarnya margin mutlak pemasaran ikan hidup dari Taka
Bonerate dilampirkan (Lampiran 4); sedangkan rangkuman perhitungan setiap jaringan
terlihat pada Tabel 12.

3
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin 7
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate Laporan Akhir

Tabel 12. Margin Mutlak Pemasaran Ikan Hidup dari Taka Bonerate Berdasarkan Nilai Ekonomis
per komoditi

Margin Mutlak
Harga/Kg
(Rp)
Musim Jenis Komoditi Harga di Tingkat Harga Jual Eksportir
Produsen (Rp) (Rp) Rendah Tinggi
Rendah Tinggi Rendah Tinggi
Barat Lobster 130.000 140.000 135.000 150.000 5.000 10.000
Napoleon 125.000 150.000 200.000 350.000 75.000 200.000
kerapu lumpur
Baby (0,2-0,6) 15.000 - 30.000 15.000 -
Super (0,6-1,3) - 40.000 - 60.000 - 20.000
Sunu
Baby (0,2-0,6) 25.000 - 30.000 5.000 -
Super (0,6-1,3) - 80.000 - 130.000 - 50.000
1,3UP (ekor) - 90.000 - 150.000 - 60.000
Kerapu macan 50.000 70.000 70.000 100.000 30.000 30.000
Timur Lobster 130.000 140.000 130.000 150.000 5.000 10.000
Napoleon 120.000 130.000 300.000 350.000 180.000 220.000
Kerapu lumpur
Baby (0,2-0,6) 10.000 25.000 - 15.000 -
Super (0,6-1,3) - 35.000 - 55.000 - 20.000
Sunu -
Baby (0,2-0,6) 23.000 33.000 - 10.000 -
Super (0,6-1,3) - 75.000 - 125.000 - 50.000
1,3UP (ekor) - 85.000 - 145.000 - 60.000
Kerapu macan 50.000 70.000 90.000 20.000 20.000
Sumber: Hasil Olahan Data Primer, 2002

Dari Tabel 12 terlihat, bahwa pada musim Timur margin mutlak tertinggi ada
pada jenis ikan napoleon sebesar Rp 220.000/kg; sedangkan margin mutlak terendah
untuk jenis lobster sebesar Rp 5.000/kg. Pada musim Barat, margin mutlak terendah
untuk jenis sunu baby (0,2 0,6 kg) dan lobster, masing-masing sebesar Rp 5.000/kg;
sedangkan tertinggi adalah untuk jenis napoleon, sebesar Rp 200.000/kg. Secara
keseluruhan, margin mutlak tertinggi diperoleh ikan jenis Napoleon, karena komoditi ini
merupakan salah satu ikan yang memiliki jumlah permintaan pasar yang tinggi; namun
sekaligus merupakan ikan yang dilindungi.

Untuk margin mutlak per lembaga pemasaran, pada Tabel 13 berikut terlihat
bahwa pedagang pengumpul besar memperoleh margin mutlak tertinggi, sebesar
Rp 30.000/kg, baik saat musim Barat maupun Timur, untuk jenis ikan sunu; sedangkan
terendah, sebesar Rp 2.000/kg, untuk jenis ikan kerapu lumpur pada kedua musim.

3
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin 8
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate Laporan Akhir

Tabel 13. Margin Mutlak Ikan Hidup per Lembaga Pemasaran dari Taka Bonerate

Margin Mutlak per Komoditi (Rp)


Lembaga Nilai
Musim Kerapu Kerapu
Pemasaran Ekonomis Lobster Napoleon Sunu
lumpur Macan
Rendah 5.000 15.000 2.000 5.000 5.000
Barat
Tinggi 10.000 20.000 15.000 20.000-30.000 10.000
PPB
Rendah 5.000 10.000 2.000 5.000 5.000
Timur
Tinggi 10.000 20.000 10.000 20.000-30.000 10.000
Rendah 10.000 10.000 12.000 5.000 15.000
Barat
Tinggi 10.000 100.000 10.000 5.000-30.000 10.000
PB
Rendah 10.000 10.000 10.000 2.000 5.000
Timur
Tinggi 5.000 70.000 10.000 5.000-10.000 10.000
Rendah 20.000 25.000 3.000 5.000 10.000
Barat
Tinggi 20.000 10.000 5.000 10.000-20.000 10.000
PPK
Rendah 20.000 20.000 3.000 10.000 10.000
Timur
Tinggi 20.000 10.000 5.000 5.000-30.000 10.000
Rendah 20.000 45.000 2.000 5.000 10.000
Barat
Tinggi 20.000 50.000 20.000 20.000-30.000 10.000
Agen
Rendah 20.000 50.000 2.000 6.000 25.000
Timur
Tinggi 20.000 50.000 12.000 20.000-30.000 20.000
Rendah 10.000 35.000 1.000 5.000 15.000
Barat
Tinggi 10.000 30.000 5.000 20.000-20.000 20.000
Ponggawa
Rendah 10.000 35.000 1.000 5.000 15.000
Timur
Tinggi 20.000 30.000 5.000 2.000-20.000 20.000
Rendah 20.000 150.000 10.000 5.000 20.000
Barat
Tinggi 20.000 100.000 10.000 5.000-20.000 20.000
Eksportir
Rendah 5.000 140.000 2.500 3.000 30.000
Timur
Tinggi 5.000 80.000 10.000 5.000-30.000 10.000
Sumber: Hasil Olahan Data Primer
Keterangan: PPB= Pedagang Pengumpul Besar; PB= Pedagang Besar; PPK= Pedagang Pengumpul Kecil

Pedagang besar memperoleh margin mutlak tertinggi pada musim Timur,


sebesar Rp 70.000/kg untuk ikan napoleon dan terendah, pada musim Barat, sebesar
Rp 2.000/kg untuk jenis ikan sunu. Untuk pedagang pengumpul kecil, diperoleh margin
mutlak tertinggi, sebesar Rp 30.000/kg untuk jenis ikan sunu, pada musim Timur; dan
terendah, sebesar Rp 3.000/kg untuk jenis ikan kerapu lumpur, baik pada musim Barat
maupun pada musim Timur. Selebihnya, pihak agen memperoleh margin mutlak
tertinggi, sebesar Rp 50.000/kg untuk jenis ikan napoleon pada musim Barat maupun
Timur dan terendah sebesar Rp 2.000/kg untuk jenis ikan kerapu lumpur pada musim
Barat maupun Timur.

Ponggawa memperoleh margin mutlak tertinggi, sebesar Rp 35.000/kg untuk


jenis ikan napoleon pada musim Barat maupun Timur; dan terendah, sebesar
Rp 1.000/kg untuk jenis ikan kerapu lumpur, pada musim Barat maupun Timur.
Eksportir, sebagai lembaga terakhir, memperoleh margin mutlak tertinggi, sebesar
Rp 150.000/kg untuk jenis ikan napoleon, pada musim Barat; dan terendah sebesar
Rp 2.500/kg untuk jenis ikan kerapu lumpur, pada musim Timur.

3
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin 9
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate Laporan Akhir

Tabel 14. Margin Mutlak yang Diterima oleh Masing-masing Saluran Pemasaran

Margin Mutlak (Rp) per komoditas


Saluran Nilai
Kerapu Kerapu
Pemasaran Musim Ekonomis Lobster Napoleon Sunu
lumpur Macan
Rendah 35.000 175.000 24.000 15.000 40.000
Barat
Saluran Tinggi 40.000 220.000 35.000 30.000-80.000 40.000
Pertama Rendah 20.000 160.000 14.500 10.000 40.000
Timur
Tinggi 20.000 170.000 30.000 30.000-70.000 30.000
Rendah 45.000 190.000 15.000 15.000 35.000
Barat
Saluran Tinggi 50.000 130.000 30.000 35.000-70.000 40.000
Kedua Rendah 30.000 170.000 75.000 18.000 45.000
Timur
Tinggi 35.000 110.000 25.000 55.000-65.000 30.000
Rendah 50.000 205.000 24.000 15.000 45.000
Barat
Saluran Tinggi 50.000 250.000 40.000 40.000-70.000 40.000
Ketiga Rendah 45.000 200.000 14.500 11.000 60.000
Timur
Tinggi 30.000 200.000 32.000 40.000-60.000 40.000
Rendah 45.000 210.000 25.000 20.000 55.000
Barat
Saluran Tinggi 50.000 250.000 40.000 50.000100.000 60.000
Keempat Rendah 30.000 195.000 15.500 30.000 55.000
Timur
Tinggi 30.000 200.000 35.000 32.000-90.000 50.000
Rendah 40.000 195.000 12.000 10.000 30.000
Barat
Saluran Tinggi 40.000 150.000 30.000 35.000-40.000 30.000
Kelima Rendah 25.000 190.000 4.500 9.000 55.000
Timur
Tinggi 25.000 130.000 22.000 35.000-50.000 30.000
Sumber: Hasil Olahan Data Primer, 2002

Tabel 14 memperlihatkan bahwa, margin mutlak tertinggi yang diperoleh


lembaga pemasaran, didominasi oleh jenis ikan napoleon, karena komoditi tersebut
termasuk ikan hias yang dilindungi dengan permintaan untuk pasar ekspor yang cukup
tinggi. Sedangkan margin mutlak terendah untuk setiap lembaga pemasaran
didominasi untuk jenis ikan kerapu lumpur.

Berdasarkan Tabel 14 tersebut, terlihat bahwa margin mutlak yang diperoleh


pada masing-masing saluran pemasaran tertinggi, didominasi oleh jenis ikan napoleon.
Margin mutlak tertinggi, sebesar Rp 250.000/kg, ada pada saluran pemasaran ketiga
saat musim Barat; dan margin mutlak terendah, sebesar Rp 4.500/kg tercatat pada
saluran pemasaran kelima, untuk jenis ikan kerapu lumpur, disaat musim Timur.

4.3.1.3. Pangsa Harga Ikan Hidup

Informasi mengenai pangsa harga digunakan untuk melihat atau mengetahui


proporsi harga yang diambil di setiap tingkatan lembaga pemasaran. Pangsa harga
ikan hidup dapat dihitung dengan dua cara. Pertama, dilihat dari pangsa harga
produsen dan kedua, dilihat dari pangsa harga pedagang. Pangsa harga produsen
adalah perbandingan antara harga produsen dengan harga penjualan pedagang
terakhir. Sedangkan pangsa harga pedagang adalah perbandingan antara margin

4
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin 0
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate Laporan Akhir

mutlak dengan harga penjualan pedagang terakhir. Perhitungan pangsa harga ikan
hidup dilampirkan pada Lampiran 5. Untuk pangsa harga yang diperoleh produsen
berbagai komoditi tangkapan disajikan pada Tabel 15 berikut.

Tabel 15. Pangsa Harga Produsen (nelayan) pada Dua Musim Tangkapan untuk Berbagai Jenis
Komoditas Hasil Tangkapan

Harga Harga
Nilai
Musim Jenis Komoditi Produsen Ekspor PH (%)
Ekonomi
(Rp/Kg) (Rp/Kg)
Rendah Lobster 130.000 135.000 96,3
Tinggi Lobster 140.000 150.000 93,3
Rendah Napoleon 125.000 200.000 62.5
Tinggi 150.000 350.000 42,9
Kerapu lumpur
Rendah Baby (0,2 0,6) 15.000 30.000 50,0
Barat Tinggi Super (0,6 1,3) 40.000 60.000 66,7

Rendah Sunu Baby (0,2 0,6) 25.000 30.000 83,3


Tinggi Super (0,6 1,3) 80.000 130.000 61,5
Tinggi 1,3 >>/ekor 90.000 150.000 60,0
Rendah Kerapu macan 50.000 70.000 71,4
Tinggi 70.000 100.000 70,0
Rendah Lobster 130.000 130.000 100
Tinggi Labster 140.000 150.000 93,3
Rendah Napoleon 120.000 300.000 40,0
Tinggi 130.000 350.000 37,1
Kerapu lumpur
Rendah Baby (0,2 0,6) 10.000 25.000 40,0
Timur Tinggi Super (0,6 1,3) 35.000 55.000 63,6

Rendah Sunu Baby (0,2 0,6) 23.000 33.000 69,7


Tinggi Super (0,6 1,3) 75.000 125.000 60,0
Tinggi 1,3 UP/Ekor 85.000 145.000 58,6
Rendah Kerapu macan 50.000 70.000 71,4
Tinggi 70.000 90.000 77,8
Sumber: Hasil Olahan Data Primer, 2002

Berdasarkan tabel tersebut di atas, terlihat bahwa pangsa harga produsen


tertinggi adalah 100% saat musim Timur, untuk jenis lobster; sedangkan terendah,
37,1%, juga saat musim Timur untuk jenis ikan napoleon.

Untuk pangsa harga yang diperoleh oleh pedagang, khusus ikan hidup dapat
dilihat pada Tabel 16 berikut

4
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin 1
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate Laporan Akhir

Tabel 16. Pangsa Harga Pedagang Ikan Hidup Berdasarkan Lembaga Pemasaran untuk Dua
Musim Tangkap

Pangsa Pasar (%)


Lembaga Nilai
Musim Kerapu Kerapu
Pemasaran Ekonomis Lobster Napoleon Sunu
Lumpur Macan
Rendah 3,84 5,0 6,66 167 5,0
Barat
Tinggi 7,14 5,71 15,4 15,4-20,0 10,0
PPB
Rendah 4,34 3,57 10,0 20,0 5,0
Timur
Tinggi 8,33 6,66 20,0 15,4-23,1 9,09
Rendah 7,69 3,33 40,0 16,7 15,0
Barat
Tinggi 7,14 28,6 16,7 3,84-20,0 8,33
PB
Rendah 8,69 3,57 50,0 8,0 5,0
Timur
Tinggi 4,16 23,3 20,0 3,84-7,69 9,09
Rendah 15,4 8,33 10,0 16,7 10,0
Barat
Tinggi 14,3 2,9 8,33 7,7-20,0 8,33
PPK
Rendah 17,4 7,14 15,0 40,0 10,0
Timur
Tinggi 16,7 3,33 10,0 23,1-3,84 9,1
Rendah 15,4 15,0 6,7 16,7 10,0
Barat
Tinggi 14,3 14,3 33,3 13,3-23,1 8,3
Agen
Rendah 17,4 17,9 10,0 24,0 25,0
Timur
Tinggi 16,7 16,7 24,0 23,1-15,4 18,0
Rendah 7,7 11,6 3,33 16,7 15,0
Barat
Tinggi 7,14 8,6 8,33 13,3-15,4 16,6
Ponggawa
Rendah 8,7 12,5 5,0 20,0 15,0
Timur
Tinggi 16,6 10,0 10,0 15,4 18,2
Rendah 15,4 50,0 33,3 16,6 20,0
Barat
Tinggi 14,4 28,6 16,6 3,8-13,3 16,0
Eksportir
Rendah 4,3 50,0 12,5 12,0 30,0
Timur
Tinggi 4,2 26,7 20,0 3,8-23,1 9,1
Sumber: Hasil Olahan Data Primer, 2002

Keterangan: PPB = Pedagang Pengumpul Besar


PB = Pedagang Besar
PPK = Pedagang Pengumpul Kecil

Berdasarkan Tabel 16 di atas, terlihat bahwa pangsa harga tertinggi diperoleh


oleh pedagang pengumpul besar (PPB), sebesar 25,5% untuk jenis kerapu lumpur saat
musim Barat; sedangkan terendah, 3,84%, untuk jenis lobster saat musim Barat. Bagi
pedagang besar (PB), pangsa harga tertinggi, sebesar 50,0%, diperoleh untuk jenis
kerapu lumpur saat musim Timur; dan terendah, 3,33%, untuk ikan napoleon pada
musim Barat. Bagi pedagang pengumpul kecil, pangsa pasar tertingginya, sebesar
40,0%, diperoleh untuk jenis ikan sunu saat musim Timur; dan terendah, 2,9%, untuk
jenis napoleon pada musim Barat. Berikutnya, bagi agen pangsa harga tertingginya
adalah 25,0% untuk jenis kerapu macan pada musim Timur dan terendah, 6,7%, untuk
jenis kerapu lumpur pada musim Barat. Bagi ponggawa, pangsa pasar tertingginya
adalah 20,0% untuk jenis sunu pada musim Timur dan terendah 3,33% untuk jenis
kerapu lumpur pada musim Barat. Terakhir bagi pihak eksportir pangsa harga tertinggi

4
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin 2
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate Laporan Akhir

yang diperoleh adalah sebesar 50,0% untuk jenis napoleon saat musim Timur dan
Barat; dan terendah, 3,8%, diperoleh untuk ikan sunu pada musim Barat.

4.3.1.4. Keuntungan Lembaga Pemasaran

Keuntungan pemasaran merupakan selisih harga yang dibayarkan konsumen


dengan harga yang diterima oleh produsen setelah dikurangi dengan biaya pemasaran.

Keuntungan dari suatu lembaga pemasaran tidak terlepas dari biaya pemasaran,
dimana biaya pemasaran yang dikeluarkan berupa pergerakan ikan kerapu hidup dari
tangan produsen sampai ke konsumen (eksportir).

Besar kecilnya biaya pemasaran untuk hasil perikanan tergantung dengan besar
kecilnya lembaga pemasaran dan jumlah fasilitas yang diperlukan dalam proses
pergerakan ikan kerapu hidup itu. Adapun jenis biaya yang dikeluarkan oleh lembaga
pemasaran ikan kerapu hidup tersebut berupa biaya angkutan, biaya pemeliharaan,
biaya tenaga kerja, pajak dan lain-lain.

Dari Tabel 17 di bawah diketahui bahwa keuntungan terbesar yang diperoleh


lembaga yang terlibat dalam pemasaran ikan kerapu hidup adalah sebesar
Rp 28.850/kg terlihat pada tingkat pedagang pengumpul pada musim Timur. Jenis
kerapu hidup yang diperdagangankan adalah kerapu sunu super. Sementara
keuntungan terkecil adalah sebesar Rp 100/kg pada tingkat agen baik pada musim
Barat maupun musim Timur, sementara jenis kerapu yang diperdagangkan adalah
kerapu lumpur ukuran baby. Besarnya keuntungan yang dperoleh oleh lembaga
pemasaran berkaitan dengan jumlah biaya yang dikeluarkan, semakin besar biaya yang
dikeluarkan semakin besarpula peroleh keuntungan yang diharapkan, begitu juga
sebaliknya. Jadi suatu kewajaran yang ada bila keuntungan yang besar dimiliki oleh
lembaga yang juga berani menanggung kerugian yang relatif besar

Keuntungan itu sendiri merupakan selisih antara harga penjualan dengan biaya
pemasaran, atau dari besarnya biaya-biaya pemasaran yang dikeluarkan akan
memperoleh suatu keuntungan pemasaran. Pada Tabel 17 diperlihatkan keuntungan
yang diterima pihak lembaga pemasaran yang terlibat dalam tata niaga atau pemasaran
ikan kerapu hidup.

4
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin 3
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate Laporan Akhir

Tabel 17. Keuntungan Lembaga Pemasaran Ikan Kerapu Hidup dari Taman Nasional
Taka Bonerate

Keuntungan Lembaga Pemasaran


Lembaga
Musim Kerapu Lumpur Kerapu Sunu Kerapu
Pemasaran
Baby Super Baby Super Macan
P. Pengumpul Barat 1.850 3.850 3.850 8.850 8.850
Timur 1.850 3.850 8.850 28.850 8.860
Ponggawa Barat 500 4.500 4.500 19.500 19.500
Timur 500 4.500 3.500 19.500 18.500
Agen Barat 100 18.275 3.275 28.100 8.275
Timur 100 10.275 4.500 28.100 18.500
P.Besar Barat 11.050 9.050 4.050 4.050 19.050
Timur 9.050 9.050 1.050 4.050 19.050
Eksportir Barat 8.875 8.875 3.875 3.875 8.875
Timur 1.335 8.875 1.875 3.875 8.875
Sumber : Data Primer setelah diolah, 2002.

4.3.1.5. Efisiensi Pemasaran

Semua kegiatan pemasaran menghendaki adanya sesuatu yang disebut


efisiensi, yaitu dengan pengorbanan yang serendah mungkin sehingga mencapai
tingkat kepuasan yang diinginkan. Efisiensi yang dimaksud disini adalah efisiensi
pemasaran ikan hidup yang terdapat dikawasan taman nasional laut Taka Bonerate.
Berdasarkan hasil penelitian maka besarnya persentase efisiensi pemasaran pada
setiap lembaga dapat dilihat tabel berikut:

Tabel 18 menunjukkan bahwa, eksportir merupakan lembaga yang lebih efisien


dengan persentase efisiensi hanya mencapai 9,2% dibandingkan dengan ponggawa
yang mencapai persentase efisiensi pemasaran sebesar 48,4%. Hal ini disebabkan
karena besarnya biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh ponggawa dibandingkan
eksportir. Besarnya biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh ponggawa ini disebabkan
karena jarak pemasaran ikan kerapu hidup dari ponggawa yang menetap di daerah
produsen ke pihak eksportir yang menetap di ibukota kabupaten.

Dan diantara saluran-saluran tersebut, maka saluran yang paling efisien adalah
saluran ke IV dengan nilai efisiensi pemasaran rata-rata 46,7% dan inefisiensi adalah
saluran I dengan nilai efisiensi pemasaran rata-rata 139,7%.

4
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin 4
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate Laporan Akhir

Tabel 18. Efisiensi Pemasaran Ikan Kerapu Hidup dari Taman Nasional Taka Bonerate

Efisiensi Pemasaran
Lembaga
No Musim Kerapu Lumpur Kerapu Sunu Kerapu Total
Pemasaran
Baby Super Baby Super Macan
Barat 25,0 6,0 10,0 1,5 2,1 44,6
1. Ponggawa
Timur 27,3 7,5 10,0 1,5 2,1 48,4
Barat 4,7 1,9 3,8 0,7 0,9 12,0
2. Pedagang Besar
Timur 5,4 2,3 4,3 0,7 0,9 13,6
Barat 3,1 1,6 3,1 0,7 0,9 9,2
3. Eksportir
Timur 4,7 1,9 3,8 0,7 0,8 11,9
Saluran I 70,2 21,2 25,0 5,8 7,5 139,7
Pedagang Barat 4,6 3,8 7,7 1,2 1,6 18,9
4.
Pengumpul Timur 5,7 4,6 7,7 1,2 1,6 20,8
Barat 4,7 1,9 3,8 0,7 0,9 12,0
5. Pedagang besar
Timur 5,4 2,3 4,3 0,7 0,9 13,6
Barat 3,1 1,6 3,1 0,7 0,7 9,2
6. Eksportir
Timur 4,7 1,9 3,8 0,7 0,8 11,9
Saluran II 28,2 16,1 30,4 5,8 6,5 86,4
Barat 23,7 4,7 9,5 1,2 2,4 41,9
7. Agen
Timur 25,3 6,3 9,5 1,2 2,4 45,1
Barat 4,7 1,9 3,8 0,7 0,9 12,0
8. Pedagang Besar
Timur 5,4 2,3 4,3 0,7 0,9 13,6
Barat 3,1 1,6 3,1 0,7 0,7 9,2
9. Eksportir
Timur 4,7 1,9 3,8 0,7 0,8 11,9
Saluran III 66,9 18,7 34,0 6,0 8,1 133,7
Barat 4,7 1,9 3,8 0,7 0,9 12,0
10. Pedagang Besar
Timur 5,4 2,3 4,3 0,7 0,9 13,6
Barat 3,1 1,6 3,1 0,7 0,7 9,2
11. Eksportir
Timur 4,7 1,9 3,8 0,7 0,8 11,9
Saluran IV 17,9 7,7 15,0 2,8 3,3 46,7
Sumber: Hasil Olahan Data Primer, 2002

4.3.1.6. Volume Produksi

Seperti telah disampaikan sebelumnya, produksi perikanan sangat dipengaruhi


oleh musim, yang di kawasan Taka Bonerate ini terbagi menjadi: musim penangkapan,
musim peralihan (pancaroba), dan musim paceklik.

Musim penangkapan, ditandai dengan banyaknya kegiatan penangkapan


biasanya berlangsung pada bulan September sampai Januari. Musim peralihan
biasanya terjadi pada bulan Februari sampai April; sedangkan musim paceklik
berlangsung pada bulan Mei sampai bulan Agustus.

Volume produksi yang dihasilkan oleh nelayan sangat bervariasi. Pada musim
penangkapan, umumnya nelayan selalu memperoleh ikan setiap kali penangkapan;
tetapi pada musim paceklik, kadang-kadang nelayan tidak memperoleh hasil sama

4
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin 5
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate Laporan Akhir

sekali. Berikut ini adalah proyeksi jumlah hasil tangkapan nelayan yang didasarkan
pada hasil survei yang dilakukan di lapangan sekitar pertengahan Juni 2002 dari
ukuran waktu tersebut musim yang berlaku adalah musim transisi (pancaroba).

Tabel 19. Rata-Rata Jumlah Produksi Ikan Hidup Tangkapan per Responden Nelayan di
KawasanTaka Bonerate

No Lokasi Kg/Minggu Kg/Bln Kg/Thn


1 Latondu 16,5 66 594
2 Rajuni 12,75 51 45,9
3 Tarupa 20,76 83,04 747,4
4 Jinato 18,72 74,90 674,1
5 Pasitallu 55,2 220,8 1987,2
Rata-rata 24,8 449,8 1809,7
Sumber: Data primer, 2002

Dari Tabel 19 di atas, terlihat bahwa jumlah hasil tangkapan dari setiap lokasi
berbeda-beda baik hasil tangkapan harian, mingguan, bulanan maupun data tahunan.
Jumlah hasil tangkapan, perminggu, yang terbanyak diperoleh nelayan responden
Desa Pasitallu sebesar 55,2 kg; sedangkan paling sedikit tercatat di Desa Latondu
dengan jumlah produksi mingguan 16,5 kg. Bila dirata-ratakan maka jumlah hasil
tangkapan nelayan pada kelima lokasi survei didapatkan 24,8 kg per minggu,
sementara hasil perbulan tercatat 449,8 kg dan untuk pertahun sebanyak 1.809,7 kg.

4.3.1.7. Analisis Manfaat Pemasaran Ikan Hidup

Tujuan utama usaha perdagangan adalah untuk mendapatkan manfaat yang


sebesar-besarnya dari sejumlah biaya yang dikeluarkan. Dalam aktivitas pemasaran
terdapat berbagai komponen biaya yang harus dikeluarkan. Adapun komponen dan
perkiraan jumlah biaya pemasaran yang dilakukan pedagang ikan hidup seperti ikan
napoleon, kerapu lumpur, sunu, kerapu macan dan lobster yaitu meliputi biaya
operasional rata-rata yang dikeluarkan untuk melakukan transaksi.

Dengan mengetahui proporsi biaya pemasaran pada pedagang besar di Kota


Benteng dalam melakukan aktifitas pemasaran dan eksportir, perlu diketahui bahwa
jumlah ikan yang diperdagangkan oleh pedagang besar di Kota Benteng bukan saja
ikan yang berasal dari kelima pulau yang disurvei di Taka Bonerate, tetapi juga berasal
dari luar kawasan Taman Nasional, seperti dari Kecamatan Pasimasunggu dan
Pasilambena. Manfaat yang diperoleh dapat di hitung dengan menggunakan rumus

4
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin 6
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate Laporan Akhir

(Dahoklory, 1990) (lihat Lampiran 12.1). Setelah dikalkulasi diperoleh manfaat


pemasaran ikan hidup tertinggi ditingkat pedagang pengumpul besar pada musim
Barat adalah sebesar Rp. 127.045/kg dan terendah di tingkat eksportir pada musim
Timur sebesar Rp. 28.035,82/kg. Menurut hasil wawancara, volume penjualan ikan
kerapu hidup di Benteng antara 1.000 kg sampai 2.000 kg atau rata-rata 1500 kg per 2
minggu; sehingga dalam satu bulan volume produksi rata-ratanya adalah Rp 3.000/kg,
dan proyeksi dalam waktu 1 tahun adalah: 9 bulan produktif x Rp 3.000/kg = Rp
27.000/kg. Jadi total manfaat pemasaran satu kali penjualan adalah 1.500 kg x Rp
28.035,82/kg = Rp 42.053.730 pada musim Timur sedangkan pada musim Barat adalah
1500kg x Rp 127.045/kg = Rp 190.567.500. Hal tersebut memperlihatkan bahwa
manfaat pemasaran yang diperoleh pada musim Baratjauh lebih besar dari musim
Timur karena harga ikan memang melonjak naik pada musim Barat terutama jenis
komoditi seperti di atas, maka secara ekonomis pemasaran ikan hidup pada musim
Barat lebih menguntungkan dibandingkan musim Timur.

Kenyataan di lapangan apabila dikaitkan dengan retribusi yang dibayar oleh


pedagang besar dan eksportir untuk sekali penjualan sebesar Rp 100.000 sampai
Rp. 200.000, maka nilai ini sangat kecil dan tidak proporsional dengan manfaat
pemasaran yang diperoleh pedagang seperti di atas. Seyogyanya pemerintah daerah
meningkatkan nilai retribusi perdagangan ikan hidup ini di sesuaikan dengan nilai
manfaat yang diperoleh cukup besar sehingga secara langsung dapat meningkatkan
Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Selayar.

4.3.2. Luasan Jaringan Pemasaran Ikan Segar

Penelusuran luasan jaringan pemasaran dimaksudkan untuk melihat seberapa


jauh cakupan pasar atau area pemasaran suatu komoditas, selain itu untuk melihat
berbagai model jaringan pasar komoditi termasuk berbagai jenis lembaga pemasaran
yang terlibat dalam distribusi hasil tangkapan nelayan hingga ke tangan konsumen.
Dari hasil survei, diperoleh enam (6) model jaringan pemasaran produk ikan segar di
kawasan Taman Nasional Laut Taka Bonerate. Masing-masing model tersebut tersaji
dalam Gambar 5.

Untuk daerah tujuan pemasaran ikan segar dari kawasan Taka Bonerate,
cakupannya cukup luas, seperti terlihat pada Gambar 6 berikut.

4
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin 7
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate Laporan Akhir

II VI
Nelayan
III (Produsen)
IV V I

Pedagang
TPI Sinjai/Bulukumba/
Pengumpul Laut Ped.Pengumpul
Makassar
Darat/Lokal

Ped.Antar
Pulau NTT Pedagang Antar
Agen
Bau-bau Daerah (Juragan
Pedagang Pengecer
Gorontalo /Ponggawa)

Pedagang Besar Eksportir


Konsumen
(Rumah Makan, (Makassar) Bali/Makassar
Restoran dan Hotel)

Konsumen
(Rumah Makan, Restoran dan Hotel)
Makassar, Pinrang. Pare-Pare, Polmas,
Bantaeng, Toraja

Keterangan: : Model I : Model IV


: Model II : Model V
: Model III : Model VI

Gambar 5. Skema Saluran Pemasaran Ikan Segar Di Kawasan Taka Bonerate Kabupaten
Selayar Tahun 2002

Dari skema tersebut, maka jalur-jalur pemasaran ikan segar dapat diuraikan
sebagai berikut :
Model 1 : Produsen Ped.Pengumpul darat/lokal Agen Eksportir di
Bali
Model 2 : Produsen Ped.Pengumpul Laut TPI Sinjai, Bulukumba
Ped. Antar Daerah/Juragan (ponggawa) Pengecer
Konsumen.
Model 3 : Produsen Ped.Pengumpul Laut TPI Sinjai & Bulukumba
Ped. Besar (Makassar) Eksportir Makassar.
Model 4 : Produsen Ped. Pengumpul Laut TPI Sinjai, Bulukumba &
Makassar Ped.Pengecer Konsumen.
Model 5 : Produsen Ped. Antar Daerah Ped. Besar Makassar
Konsumen
Model 6 : Produsen Ped.Pengumpul Darat Ped. Antar Pulau
Konsumen (rumah makan, restoran, hotel)

4
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin 8
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate Laporan Akhir

Gambar 6. Peta Saluran Pemasaran Ikan Segar di Kawasan Taka Bonerate


Kabupaten Selayar

4
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin 9
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate Laporan Akhir

Pemasaran ikan segar dari kawasan Taka Bonerate sampai ke konsumen akhir
melalui rantai pemasaran yang cukup beragam dan umumnya relatif pendek, walaupun
jumlah lembaga pemasaraan yang terlibat di dalamnya cukup banyak. Lembaga
pemasaran yang terlibat dari produsen sampai ke konsumen tercatat ada 10 jenis
lembaga yaitu: nelayan, pedagang pengumpul laut, pedagang pengumpul darat,
pedagang pengecer, agen, pedagang antar daerah, pedagang antar-pulau, pedagang
besar, konsumen akhir, dan eksportir.

Pada model saluran pertama, pedagang pengumpul darat, yang berasal dari
Kota Benteng di Selayar, membeli ikan ke pulau-pulau yang ada di kawasan.
Selanjutnya melalui agen yang berkedudukan di Benteng, ikan tersebut dijual ke
eksportir yang berkedudukan di Bali. Pada model saluran kedua dan ketiga, jalurnya
dimulai dari produsen ke pengumpul laut, yang akan membawanya ke TPI, dimana di
TPI ini ikan tersebut dapat dijual keberbagai lembaga pemasaran seperti: pedagang
antar-daerah (juragan/ponggawa), pedagang besar, pedagang pengecer maupun
langsung ke konsumen.

Pada saluran model ketiga, pedagang pengumpul laut (secara lokal disebut
panges) melakukan transaksi di laut dengan membeli ikan secara langsung dari
nelayan, untuk kemudian dibawa ke Tempat Pendaratan Ikan (TPI). TPI yang dituju
adalah TPI Labuang Korong dan TPI Kajang, keduanya di Kab. Bulukumba, TPI di Kab.
Sinjai, TPI Benteng di Kab. Selayar, dan TPI Rajawali di Kota Makassar. Khusus di TPI
Sinjai, ikan dari Panges ditadah oleh paccata, atau petugas TPI Sinjai
yang melakukan pelelangan secara terbuka. Paccata ini kemudian melakukan
pemotongan harga sebesar 10%/keranjang (berat isi = 50 kg) pada setiap transaksi ikan
yang terjual. Biaya pemotongan diperuntukkan bagi biaya buruh angkut, administrasi
dan gaji karyawan TPI. Sedangkan di TPI Bulukumba, ikan dari panges langsung
diterima oleh pedagang pengumpul besar atau ponggawa (juragan) atau pengecer.

Perlu diketahui bahwa ponggawa (juragan) adalah pemilik beberapa unit kapal
yang dioperasikan oleh nelayan dan mereka itu, biasanya memberikan pinjaman modal
kepada nelayan untuk keperluan hidup dan biaya operasional penangkapan. Dengan
demikian, sebagai konsekuensinya, hasil tangkapan nelayan harus dijual kepada
ponggawa yang memberikan pinjaman. Biasanya setelah ikan laku terjual, ponggawa
akan memotong langsung sebagian hasil penjualannya untuk mengansur pinjaman para
nelayannya.

5
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin 0
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate Laporan Akhir

Pedagang pengumpul laut terdiri dari panges dan pedagang pengumpul lokal di
pulau-pulau; sedangkan yang termasuk pedagang pengumpul darat adalah pedagang
pengumpul besar, atau ponggawa (juragan kapal) yang umumnya berkedudukan di
Kabupaten Bulukumba, Kab. Sinjai, Kota Benteng, dan TPI Rajawali di Makassar.

4.3.2.1. Biaya Pemasaran Ikan Segar

Biaya pemasaran merupakan biaya yang dikeluarkan selama proses pemasaran


dari tangan produsen hingga ke konsumen. Biaya-biaya yang dikeluarkan oleh
masing-masing lembaga pemasaran ikan segar dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 20. Biaya Pemasaran oleh Masing-Masing Lembaga Pemasaran Ikan Segar

No Lembaga Pemasaran Uraian Biaya Rp/Kg


1. Nelayan Umpan 50
Transportasi 100
Tenaga Kerja 97
Total 247
2. P. Pengumpul Laut Transport 200
Tenaga Kerja 375
Total 575
3. P. Pengumpul Darat Transport 250
Tenaga Kerja 50
Total 300
4. Pedagang Besar Transport 100
Tenaga Kerja 300
Total 400
5. Pedagang Antar Daerah Transport 200
Tenaga Kerja 100
Total 300
6. Pedagang Antar Pulau Transport 500
Tenaga kerja 100
Retribusi 50
Total 650
7. Agen Transport 10
Tenaga Kerja 30
Total 40
Sumber : Hasil olahan data primer, 2002

Dari tabel di atas, terlihat bahwa biaya tertinggi dikeluarkan oleh pedagang antar
pulau sebesar Rp 650/kg sedangkan biaya terendah dikeluarkan oleh pihak agen
sebesar Rp 40/kg. Hal tersebut disebabkan karena pedagang antar-pulau harus
mengeluarkan retribusi dan memiliki kondisi yang berbeda dengan pihak agen.

5
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin 1
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate Laporan Akhir

4.3.2.2. Analisis Margin Pemasaran Ikan Segar

Margin mutlak pemasaran ikan segar adalah harga pembelian ditingkat


pedagang pengecer (sebagai konsumen akhir) dikurangi harga pembelian ditingkat
nelayan. Margin mutlak pemasaran bagi pedagang adalah harga penjualan oleh
pedagang dikurangi harga pembelian oleh pedagang tersebut. Untuk menganalisis
tingkat margin setiap lembaga, maka komoditi dikelompokkan menjadi ikan ekonomis
rendah dan ikan ekonomis tinggi. Yang termasuk ikan pelagis ekonomis tinggi adalah
ikan layang, tenggiri, tongkol, cakalang, hiu dan ikan pari; sedangkan ikan pelagis
ekonomis rendah adalah: ikan sardin, mairo (teri), simbulla, kembung dan ikan merah
(sinrili). Yang termasuk ikan demersal ekonomis tinggi adalah: ikan kerapu, sunu dan
kakap; sedangkan yang termasuk ikan demersal ekonomis rendah adalah: ikan lamuru,
baronang, kakatua, ekor kuning dan katamba. Margin mutlak pemasaran bagi
kelompok ikan ekonomis rendah dan tinggi dapat dilihat pada Tabel 21.

Tabel 21. Margin Mutlak Pemasaran Ikan Segar dari Taka Bonerate ke Konsumen

Harga Harga Penjualan


Margin
Jenis Nilai Pembelian Tingkat
Musim Mutlak
Komoditi Ekonomis Tingkat Nelayan Pengecer
(Rp)
(Rp) (Rp)
Barat - Pelagis Rendah 4.500 10.000 5.000
- Pelagis Tinggi 17.000 17.000 10.000
- Demersal Rendah 7.000 10.000 3.000
- Demersal Tinggi 15.000 25.000 9.500
- Rajungan Tinggi 10.000 15.500 5.500
- Cumi Tinggi 9.000 15.000 5.000
- Gurita Tinggi 10.500 17.000 6.500
- Kerang Tinggi 5.000 7.000 2.000
Timur - Pelagis Rendah 2.000 4.000 2.000
- Pelagis Tinggi 6.750 9.000 3.750
- Demersal Rendah 7.000 8.000 1.000
- Demersal Tinggi 13.000 17.000 9.000
- Rajungan Rendah 7.500 12.500 5.000
- Cumi-cumi Tinggi 8.000 13.000 5.000
- Gurita Tinggi 9.500 15.000 5.500
- Kerang Tinggi 4.000 5.500 1.500
Sumber : Hasil olahan data primer, 2002

Berdasarkan Tabel 21 terlihat bahwa pada musim Barat, margin mutlak tertinggi
sebesar Rp 10.000/kg, adalah untuk jenis ikan pelagis ekonomis tinggi; dan terendah,
sebesar Rp 2.000/kg, untuk jenis kerang. Pada musim Timur, margin mutlak tertinggi
sebesar Rp 9.000/kg, adalah untuk jenis ikan demersal ekonomis tinggi dan terendah,
sebesar Rp 1.000/kg, untuk jenis ikan demersal ekonomis rendah. Dari nilai margin

5
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin 2
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate Laporan Akhir

mutlak tersebut terlihat adanya perbedaan harga, walaupun tidak besar, antara musim
Barat dan musim Timur.

Tabel 22. Margin Mutlak yang Diterima Masing-masing Lembaga Pemasaran pada Penjualan
Ikan Segar di TNTB

Margin Mutlak (Rp) berdasarkan musim tangkap


No Lembaga Komoditi
Pemasaran Musim Paceklik (Barat) Musim Ikan (Timur)
Ek. Rendah Ek. Tinggi Ek. Rendah Ek. Tinggi
Pelagis 2.000 2.000 1.000 3250
1. Pengumpul Laut Demersal 2.000 2.000 1.000 3000
Rajungan 0 5.500 0 5.000
Pelagis 1000 2000 1.500 2.000
2. Pengumpul Darat
Demersal 2000 2.000 2.000 2.000
Pelagis 1,500 2,200 2.500 4,200
3. Pedagang Besar
Demersal 2,000 2,000 2.000 1,500
Pelagis 1.000 2,000 1.500 1,500
4. Antar Daerah
Demersal 3,000 2,000 1.250 3.000
5. Antar Pulau Pelagis 2,500 0 1.500 0
Pelagis 4.500 0 2,000 0
6. Agent/Eksportir Bali
Demersal 2,000 40,000 1,000 35.000
Pelagis 500 2,000 1,000 1,000
Demersal 1,500 2,500 1,000 1,500
7. Pengecer
Cumi-cumi 0 5.000 0 5.000
Kerang 0 1.000 0 1.500
Sumber: Data primer setelah diolah, 2002

Berdasarkan Tabel 22, diketahui bahwa margin tertinggi lembaga pemasaran


ikan segar, sebesar Rp 40.000/kg, diperoleh oleh agen (eksportir di Bali) untuk ikan
demersal ekonomis tinggi, saat musim Barat , sedangkan margin terendah, sebesar
Rp 500/kg, diperoleh pengecer untuk jenis ikan pelagis ekonomis rendah pada musim
Barat

5
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin 3
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate Laporan Akhir

Tabel 23. Margin Mutlak yang diterima oleh masing-masing Saluran Pemasaran ikan segar

Margin Mutlak (Rp) per musim tangkap


Musim Paceklik
No Lembaga Pemasaran Komoditi Musim Ikan (Timur)
(Barat)
Ek. rendah Ek. tinggi Ek. rendah Ek. tinggi

Pelagis 6.500 6,200 4,750 8.500


1. Saluran pemasaran I
Demersal 6.000 6,000 5,000 9.500
Rajungan - 5.500 - 5.000
Pelagis 3.500 4.000 2,750 4.250
Demersal 6.500 5.500 2,000 4.250
2. Saluran Pemasaran II Rajungan - 5.500 - 5.000
Cumi-cumi - 5.000 - 5.000
Kerang - 1.000 - 1.500
Pelagis 2,500 2.000 1,750 3.250
3. Saluran Pemasaran III
Demersal 3.500 3.000 1,000 3.000
Pelagis 7,500 4.000 1,500 2.000
4. Saluran Pemasaran IV Demersal 6,000 3.500 3,000 3.500
Pelagis 2.500 4.250 5,000 5.200
Saluran Pemasaran V
5. Demersal 5.000 7.000 5,000 9.500
Pelagis 4.500 4.200 3,000 5.200
6. Saluran Pemasaran VI
Demersal 2.000 3.000 4,000 6.500
Rajungan - 5.500 - 5.000
Sumber : Hasil olahan data primer, 2002

Pada Tabel 23 terlihat bahwa margin mutlak saluran pemasaran tertinggi,


sebesar Rp 9.500/kg, diperoleh saat musim Timur untuk jenis ikan demersal ekonomis
tinggi, pada bentuk saluran pemasaran I dan V. Di lain pihak, margin mutlak terendah,
sebesar Rp 1.000/kg, diperoleh saat musim Barat untuk jenis kerang ekonomis tinggi
pada bentuk saluran pemasaran II, maupun saat musim Timur untuk jenis demersal
ekonomis rendah pada saluran pemasaran III.

4.3.2.3. Analisis Pangsa Harga Ikan Segar

Berdasarkan Tabel 24 di bawah, terlihat bahwa pangsa harga yang diperoleh


produsen untuk berbagai jenis komoditi yang dihasilkan jumlahnya bervariasi. Kisaran
jumlah pangsa harga yang diperoleh nelayan antara 45% - 87,5%. Pangsa harga
tertinggi adalah untuk jenis ikan demersal ekonomis rendah, saat musim Timur;

5
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin 4
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate Laporan Akhir

sedangkan terendah tercatat untuk jenis ikan pelagis ekonomis tinggi, saat musim
Barat. Perlu kembali diketahui bahwa pangsa harga produsen adalah jumlah proporsi
atau bagian harga yang diperoleh oleh nelayan dari total, secara keseluruhan, harga
pasar untuk jenis komoditi tersebut.

Tabel 24. Pangsa Harga Produsen Ikan Segar

Harga (Rp/kg)
Nilai
Musim Komoditi Ditingkat Penjualan oleh PH (%)
Ekonomis
Nelayan Pengecer
Rendah 4.500 10.000 45
Pelagis
Tinggi 7.000 17.000 41,17
Rendah 7.000 10,000 70.00
Domersal
Tinggi 15.500 25,000 62,00
Barat
Rajungan Tinggi 10.000 - -
Cumi-cumi Tinggi 9.000 15.000 60
Suso Rendah 5.000 7.000 71.42
Gurita Tinggi 10.500 17.000 61.80
Rendah 2.000 4.000 50
Pelagis
Tinggi 6.750 9.000 75
Rendah 7.000 8.000 87,5
Demersal
Tinggi 13.000 17,000 76,47
Timur
Rajungan Tinggi 7.500 - -
Cumi-cumi Tinggi 8.000 13.000 61.53
Suso Rendah 4.000 5.500 72.72
Gurita Tinggi 9.500 15.000 63.3
Sumber : Data Primer Hasil Olahan, 2002

Pangsa harga merupakan kemampuan dari suatu lembaga pemasaran untuk


meningkatkan jangkauan harganya di pasaran, dinyatakan dalam satuan persen.
Berdasarkan Tabel 25 di bawah, diketahui bahwa pangsa harga terbesar diperoleh
produsen ,sebesar 87,50%, untuk jenis ikan demersal ekonomis rendah, saat musim
Timur; sedangkan terendah, diperoleh pedagang pengumpul darat, sebesar 12,2%,
untuk jenis ikan demersal ekonomis tinggi, saat musim Barat.

5
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin 5
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate Laporan Akhir

Tabel 25. Pangsa Harga yang diterima Oleh Masing-masing Lembaga Pemasaran Ikan Segar

Pangsa Harga (%) per musim tangkap


No.
Lembaga
Komoditi Musim Barat Musim Timur
Pasar
Ek. rendah Ek. tinggi Ek. tendah Ek. tinggi
Pelagis 45 41,17 50 75
Demersal 70 62 87,50 76,4
Rajungan -
Produsen
1. Cumi-cumi - 60 61.53
(Nelayan)
Kerang
71.42 - 72.72 -
(isinya/Suso)
Gurita - 61.8 - 72.72
Pelagis 55.55 16.66 50 65
Pedagang
2. Demersal 25 12,9 16.66 46.15
Pengumpul Laut
Rajungan - - - -
Pedagang Pelagis 25 - 75 -
3. Pengumpul
Darat Demersal - 12,2 - 26,66
Pedagang Antar
4. Pelagis 16.12 - - 23,70
Daerah
Sumber: Data Primer Hasil Olahan, 2002

4.3.2.4. Keuntungan Pemasaran Ikan Segar

Keuntungan yang diperoleh pada setiap lembaga pemasaran dapat


menunjukkan tingkat keberhasilan setiap lembaga dalam tingkat penjualannya.
Perbedaan harga disebabkan karena adanya tambahan harga yang merupakan
keuntungan yang diperoleh dari biaya-biaya yang dikeluarkan setiap lembaga yang
terlibat dalam proses pemasaran. Adapun besarnya keuntungan pemasaran yang
diperoleh setiap lembaga pemasaran di kawasan Taka Bonerate dapat dilihat pada
tabel berikut.

5
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin 6
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate Laporan Akhir

Tabel 26. Keuntungan Lembaga Pemasaran Ikan Segar di Kawasan Taka Bonerate
Lembaga Musim Barat Musim Timur
No Komoditi
Pemasaran Ek.rendah Ek.tinggi Ek.rendah Ek.tinggi
1 Pengumpul Laut Pelagis 1425 1425 425 2675
Demersal 1425 1425 425 2425
Rajungan - 4925 - 4425
2 Pengumpul Darat Pelagis 700 1700 1200 1700
Demersal 1700 1700 1700 1700
3 Pedagang Besar Pelagis 1100 1800 2100 3800
Demersal 1600 1600 1600 1100
4 Ped.Antar Daerah Pelagis 700 1700 1200 1200
Demersal 2600 1600 850 2600
5 Ped.Antar Pulau Pelagis 1929 - 929 -

6 Agen Pelagis 4460 - 1960 -


Demersal 1960 3996 960 960
Sumber : Hasil olahan data primer, 2002

Pada tabel di atas menunjukkan bahwa agen pada musim Barat mempunyai
keuntungan terbesar dibanding dengan lembaga pemasaran lainnya yaitu sebesar
Rp 4.460/kg pada komoditi ikan pelagis ekonomis rendah. Sedangkan pengumpul laut
memiliki keuntungan terendah sebesar Rp 425/kg, hal ini terjadi karena besarnya biaya
yang dikeluarkan oleh pengumpul laut dalam proses pemasaran.

4.3.2.5. Efisiensi Pemasaran Ikan Segar

Semua kegiatan pemasaran menghendaki adanya sesuatu yang disebut


efisiensi, yaitu dengan pengorbanan yang serendah mungkin sehingga mencapai
tingkat kepuasan yang diinginkan. Efisiensi yang dimaksud disini adalah efisiensi
pemasaran ikan hidup yang terdapat di kawasan Taman Nasional Laut Taka Bonerate.
Berdasarkan hasil penelitian maka besarnya persentase efisiensi pemasaran pada
setiap lembaga dapat dilihat tabel berikut:

5
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin 7
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate Laporan Akhir

Tabel 27. Efesiensi Pemasaran Ikan Segar di Kawasan Taka Bonerate

Efesiensi Pemasaran
Lembaga Jumla
No Musim Pelagis Demersal Rajungan Cumi-Cumi Kerang
Pemasaran hTotal
Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi
1 Pengumpul Barat 3,75 1,66 3,75 1,36 - - - - - - 10,52
Darat/Lokal Timur 5,45 3,75 3,75 2,31 - - - - - - 15,26
Barat 0,25 - 0,5 0,04 - - - - - - 0,79
2 Agent
Timur 0,5 - 0,5 0,05 - - - - - - 1,21
Saluran I 9,95 5,41 8,66 3,76 - - - - - - 27,78
Pengumpul Barat 7,19 4,79 8,22 2,87 - 3,71 - - - 28,54
1
Laut Timur 12,7 7,66 9,58 5,75 - 4,6 - - - 1,76 42,05
Barat 3,75 1,66 3 1,36 - - - - - 11,77
2 PAD
Timur 5,45 4,29 4,62 2,61 - - - - - 2 22,87
Barat 2.09 1,29 2,2 0,88 - - - 1,47 3,14 1,29 6,46
3 Pengecer
Timur 5,5 2,44 2,75 1,29 - - - 1,69 4,4 1,47 19,54
Saluran II 36,68 22,13 30,37 14,76 - 8,31 - 3,16 7,54 6,52 129,4
Barat 7,19 4,79 8,22 2,87 3,71 - - - - - 26,78
1 PPL
Timur 12,7 7,66 9,58 5,75 4,6 - - - - - 40,29
Barat 4,4 1,98 3,33 1,48 - - - - - - 11,19
2 Ped.Besar
Timur 5 3,28 3,33 3,08 - - - - - - 14,69
Saluran III 29,29 17,71 24,46 13,18 8,31 - - - - - 92,95
Barat 7,19 4,79 8,22 2,87 3,71 - - - - - 26,78
1 P.Peng. Laut
Timur 12,7 7,66 9,58 5,75 4,6 - - - - - 40,29
Barat 2,09 1,29 2,2 0,88 - - - 1,47 3,14 1,29 12,36
2 Pengecer
Timur 5,5 2,44 2,75 1,29 - - - 1,69 4,4 1,47 19,54
Saluran IV 27,48 16,18 22,75 10,79 8,31 3,16 7,54 2,76 98,97
P.Antar Barat 3,75 1,66 3,75 1,36 - - - - - - 10,52
1
Daerah Timur 5,45 3,75 3,75 2,31 - - - - - - 15,26
Barat 4,4 1,98 3,33 1,48 - - - - - - 11,19
2 Ped.Besar
Timur 5 3,28 3,33 3,08 - - - - - - 14,69
Saluran V 18,6 10,67 14,16 8,23 51,66
Barat 3,75 1,66 3,75 1,36 - - - - - - 10,52
1 P.P.Daerah
Timur 5,45 3,75 3,75 2,31 - - - - - - 15,26
Barat 7,14 - - - - - - - - - 7,14
2 P.Antar Pulau
Timur 8,78 - - - - - - - - - 8,78
Saluran VI 25,12 5,41 7,5 3,67 41,7
Sumber: Hasil olahan data primer, 2002
Keterangan:
PAP = Pedagang Antar Pulau
PAD = Pedagang antar Daerah
PB = Pedagang Besar
PPL = Pedagang Pengumpul Laut
PPD = Pedagang Pengumpul Darat

Dari tabel diatas, terlihat bahwa efisiensi pemasaran tertinggi terdapat pada
saluran ke II dengan nilai 129,49% yang terdiri dari pedagang pengumpul laut,
pedagang antar daerah dan pengecer. Sedangkan terendah terdapat pada saluran ke I
dengan nilai 27,78% yang terdiri dari pedagang pengumpul darat/lokal dan agen. Hasil
menunjukkan bahwa biaya yang dikeluarkan pada saluran II lebih rendah dibanding
saluran I, hal tersebut sesuai dengan pendapat Mubyarto (2000) yang mengatakan
bahwa sistem pemasaran dianggap efisien apabila memenuhi syarat yaitu mampu
menyampaikan hasil-hasil dari produsen ke konsumen dengan biaya yang serendah-
rendahnya dan mampu mengadakan pembagian yang adil daripada keseluruhan harga

5
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin 8
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate Laporan Akhir

yang dibayar konsumen akhir kepada semua lembaga yang ikut serta dalam kegiatan
produksi dan pemasaran barang.

4.3.2.6. Volume Produksi

Jumlah produksi hasil tangkapan nelayan sangat ditentukan oleh musim


tangkapan, seperti halnya nelayan pada umumnya akan melakukan kegiatan
penangkapan, yang lebih intensif saat kondisi laut dalam keadaan tenang dan relatif
kurang pada saat kondisi laut mempunyai gelombang yang besar. Berikut pada
Tabel 28, diperlihatkan jumlah produksi tangkapan untuk kategori ikan segar oleh rata-
rata nelayan di kawasan Taka Bonerate.

Tabel 28. Produksi Ikan Segar (setelah dikonversi per bulan) Per Lokasi Survei di Kawasan
Taka Bonerate

Jumlah Jumlah Produksi Total Jumlah Total


No Lokasi Responden rata-rata/hari Produksi/hari Produksi/bulan
(orang) (Kg) (kg) (kg)
1 Latondu 18 483 8.694 1.565
2 Rajuni 45 163,5 7.358,8 183.971
3 Tarupa 30 17,6 527,1 15.814
4 Jinato 31 4,3 133.3 4.133
5 Passitallu 19 0.78 15 285
6 Tambuna 8 32,4 259.1 2.073
7 Benteng 1 730 730 730
8 Bulukumba 5 195,4 547.2 2.736
9 Lappa 4 3.144,4 12.577.5 50.310
Sumber: Data Primer Hasil Olahan, 2002

Tabel 28 memperlihatkan jumlah produksi terbesar terdapat di Pulau Rajuni


dengan total produksi 183.971 kg, yang diperoleh oleh responden sebanyak 45 orang;
sedangkan, produksi terendah terdapat di Pulau Passitallu, dengan total produksi 285
kg, dari responden sejumlah 19 orang. Setiap responden mengoperasikan alat tangkap
yang berbeda-beda. Tingginya produksi yang diperoleh dapat disebabkan oleh
berbagai faktor, diantaranya jenis alat tangkap yang digunakan, penentuan fishing
ground oleh nelayan, lamanya operasi/trip dan musim tangkap.

5
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin 9
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate Laporan Akhir

4.3.2.7. Analisis Manfaat Pemasaran Ikan Segar

Pemasaran ikan segar untuk jenis pelagis demersal, rajungan, cumi-cumi, gurita
dan kerang dapat mendatangkan manfaat yang lebih besar apabila dapat
meminimalkan biaya yang dikeluarkan dan memperoleh harga jual yang tinggi.
Biaya-biaya yang dikeluarkan dalam aktivitas pemasaran antar pulau meliputi
biaya penanganan (biaya operasional) dan biaya transportasi. Dengan mengetahui
proporsi biaya pemasaran pada pedagang pengumpul dalam melakukan aktifitas
pemasaran antar pulau, maka manfaat yang diperoleh dapat dihitung berdasarkan
rumus Dahoklory (1990) (lihat Lampiran 12.2)

Berdasarkan hasil analisis manfaat yang diperoleh, bahwa manfaat yang


terendah terdapat pada tingkat pedagang antarpulau pada musim Barat sebesar
Rp 1.350/kg sedangkan manfaat tertinggi terdapat pada tingkat eksportir sebesar
Rp 33.946/kg pada musim Barat. Hal tersebut menunjukkan bahwa manfaat
pemasaran pada musim Barat sedikit lebih tinggi dari musim Timur, karena pada musim
Barat banyak nelayan yang berproduksi sehingga volume pembelian ditingkat pedagang
pengumpul cukup tinggi apalagi jika didukung oleh tingginya permintaan ditingkat
eksportir.

Manfaat yang tertinggi pada tingkat eksportir yang berdomisili di Bali


menunjukkan bahwa usaha tersebut cukup memberikan kontribusi khususnya bagi
pihak Pemda setempat (PAD) sedangkan pedagang antar pulau dari kawasan Taka
Bonerate cenderung membawa hasil produksi ke daerah lain yang mempunyai TPI
karena dari 38 TPI /PPI yang ada di Sulawesi Selatan, Kabupaten Selayar termasuk
daerah yang belum memiliki TPI/PPI satu pun.

Pedagang antar pulau memperoleh banyak manfaat dari TPI/PPI karena pada
TPI inilah biasanya tersedia sarana yang mendukung terjadinya transaksi antara penjual
dan pembeli. Sarana yang biasanya disediakan oleh TPI biasanya pelabuhan kapal
nelayan, Gudang pendingin (cold storage), timbangan, buruh angkut dan sebagainya.
Transaksi perdagangan yang terjadi di TPI biasanya akan menguntungkan pihak
pedagang dan pembeli, karena harga produk perikanan yang dijual ditentukan melalui
mekanisme tawar-menawar, dimana banyak penjual maupun pembeli sehingga tidak
ada satupun lembaga perorangan yang dapat menentukan harga sekehendak hati
(price maker) tetapi mengikuti fluktuasi harga yang berlaku (price taker).

6
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin 0
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate Laporan Akhir

Berdasar pada hal tersebut, seyogyanya pihak Pemerintah Daerah Kab. Selayar
mampu mengambil tindakan-tindakan berupa penyediaan sarana penunjang perikanan
tangkap seperti PPI atau TPI

4.3.3. Jaringan Pemasaran Produksi Ikan Olahan

Hasil survei yang diperoleh jaringan pemasaran produksi ikan olahan di kawasan
Taka Bonerate adalah yang diperlihatkan pada Gambar 7 berikut.

NELAYAN /
PRODUSEN

PEDAGANG PEDAGANG ANTAR


PENGUMPUL LOKAL PULAU
BENTENG

BANTAENG PEDAGANG ANTAR FLORES


DAERAH

BULUKUMBA NTT

SINJAI PEDAGANG BESAR KENDARI


MAKASSAR

MAUMERE
PEDAGANG
PENGECER

KONSUMEN

Gambar 7. Skema Jaringan Pemasaran Ikan Olahan di Kawasan Taka Bonerate

4.3.3.1. Luasan Jaringan Pemasaran Ikan Olahan

Skema jaringan pemasaran ikan olahan di kawasan TNLTB di atas menunjukkan


ada empat model saluran pemasaran produk ikan olahan. Jaringan tersebut terbentuk
oleh saluran-saluran pemasaran dari tiap lembaga yang terlibat dalam pemasaran
produk perikanan, mulai dari produsen hingga ke konsumen. Dengan demikian,
masing-masing saluran pemasaran untuk ikan olahan (dalam bentuk ikan asin)
digambarkan pada Gambar 8 di bawah ini. Sedangkan Gambar 9 menunjukkan daerah
distribusi alur pemasaran ikan olahan dari Taka Bonerate.

6
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin 1
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate Laporan Akhir

1. Nelayan Pedagang pengumpul lokal Pedagang Antar Daerah

Konsumen (Makassar) Pedagang Besar

2. Nelayan Pedagang pengumpul lokal Pedagang Antar Daerah

Konsumen (Makassar) Pedagang Pengecer Pedagang Besar

3. Nelayan Pedagang pengumpul lokal Pedagang Pengecer

Konsumen (Benteng, Sinjai, Bulukumba dan Bantaeng

4. Nelayan Pedagang pengumpul lokal Pedagang Antar Pulau


(Flores, Maumere, NTT,
dan Kendari)

Gambar 8. Jaringan Pemasaran Ikan Olahan di Kawasan Taka Bonerate


(dalam bentuk ikan asin)

6
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin 2
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate Laporan Akhir

Gambar 9. Peta Saluran Pemasaran Iakn Olahan di Kawasan Taka Bonerate Kabupaten Selayar

6
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin 3
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate Laporan Akhir

4.3.3.2. Biaya Pemasaran Ikan Olahan

Biaya pemasaran adalah biaya yang dikeluarkan untuk keperluan pemasaran.


Biaya pemasaran meliputi biaya angkut, biaya pengeringan, pungutan retribusi, dan
lain-lain selama dalam proses pemasaran kerapu kering dari kawasan Taka Bonerate
sampai ketangan konsumen. Sesuai dengan Soekartawi (2002) bahwa pada dasarnya,
biaya pemasaran komoditi perikanan biasanya di pengaruhi oleh biaya pengolahan,
biaya penyimpanan, biaya transportasi serta jarak dan banyaknya lembaga pemasaran
yang terlibat dalam pergerakan barang dari produsen sampai ke konsumen.

Untuk mengetahui jumlah biaya yang dikeluarkan oleh masing-masing lembaga


pemasaran yang terlibat maka dapat dilihat pada Tabel 29 berikut ini:

Tabel 29. Biaya Pemasaran yang Digunakan oleh Masing-masing Lembaga Pemasaran dan
Saluran Pemasaran Ikan Kerapu Kering di Kawasan Taka Bonerate, 2002.

Biaya (Rp/Kg)
No. Lembaga Pemasaran
Sal. I Sal. II Sal. III Sal. IV
1. Produsen (Nelayan) 740,0 740,0 740,0 740,0
2. Pedagang Pengumpul Lokal 158,3 158,3 158,3 158,3
3. Pedagang Besar Makassar 1.600,0 1.600,0 - -
4. Pedagang Pengecer Bulukumba - - 110,0 -
Pedagang Antar Daerah (Bulukumba,
5. - - 900,0 -
Benteng dan Sinjai)
6. Pedagang Antar Pulau - - - 530,0
7. Pedegang Pengecer Makassar - 105,0 - -
Total 2.498,3 2.603,3 1.908,3 1428,3
Sumber: Data Primer yang Telah Diolah, 2002

Pada Tabel 29, dapat dilihat bahwa lembaga pemasaran yang mempunyai biaya
pemasaran yang terendah adalah pedagang pengumpul lokal yang hanya
mengeluarkan biaya pemasaran berupa biaya tenaga kerja dan pengemasan sebesar
Rp 158,3 /kg. sedangkan lembaga pemasaran yang mengeluarkan biaya pemasaran
yang tertinggi adalah pedagang besar sebesar Rp 1600/kg. Tingginya biaya pemasaran
yang keluarkan oleh pedagang besar karena biaya kemasan, retribusi, biaya
transportasi dan penyimpanan perawatan produk kerapu kering tersebut sebelum dijual
ke pedagang pengecer dan swalayan di Jakarta.

Untuk melihat biaya yang dikeluarkan pada setiap saluran dapat dipaparkan
bahwa pada saluran pertama yang melibatkan 3 lembaga pemasaran mengeluarkan
biaya pemasaran sebesar Rp 2.498,3/kg. Tingginya biaya pemasaran yang dikeluarkan
pada saluran ini karena adanya intersulair yang dilakukan oleh pedagang besar ke

6
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin 4
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate Laporan Akhir

Jakarta sehingga bentuk kemasan yang digunakan untuk mengirim ikan kerapu
memakan biaya yang cukup besar dan biaya transportasi serta pungutan retribusi yang
dikenakan pada waktu pengiriman.

Pada saluran kedua (II ) biaya yang digunakan tidak jauh berbeda dengan
saluran pemasaran (I ) sebesar Rp 2.603,3/kg. Karena melibatkan lembaga pemasaran
pedagang pengecer yang memasarkan ikan kerapu di Kotamadya Makassar. Saluran
pemasaran ketiga juga melibatkan empat lembaga pemasaran yaitu produsen
(nelayan). Pedagang pengumpul lokal, pedagang antar daerah dan pedagang
pengecer di daerah Benteng, Bulukumba dan Sinjai. Rendahnya biaya pemasaran
yang dikeluarkan pada saluran ketiga sebesar Rp 1.908,3/kg, disebabkan kawasan
Taka Bonerate sebagai sentra produksi jaraknya tidak terlalu jauh ke daerah sentra
pemasaran Benteng, Bulukumba dan Sinjai.

Sedangkan saluran pemasaran yang keempat (4) biaya pemasaran yang


dikeluarkan oleh lembaga yang terlibat di dalamnya sebesar Rp 1.428,3/kg. Angka ini
sangat rendah dibandingkan dengan saluran pemasaran sebelumnya sebab pedagang
antar pulau adalah orang-orang yang tinggal di kawasan Taka Bonerate sehingga biaya
yang dikeluarkan hanya untuk biaya pengiriman produk kerapu Kering ke Flores,
Maumere dan NTT.

4.3.3.3. Margin Pemasaran Ikan Olahan

Margin pemasaran adalah selisih harga antara harga yang dibayar oleh
konsumen akhir dengan harga yang diterima oleh produsen (nelayan). Sedangkan
margin mutlak diketahui dengan menghitung jumlah masing-masing margin yang
diperoleh pada setiap lembaga pemasaran. Dengan demikian, margin pemasaran
dapat memberikan gambaran mengenai jumlah penerimaan yang diperoleh lembaga
pemasaran. Besarnya margin dipengaruhi oleh fluktuasi harga ikan olahan, atau ikan
asin ini. Pada musim ikan (penangkapan) harga ikan cenderung menurun; sedangkan
pada musim paceklik harga ikan olahan meningkat.

Komoditi ikan olahan dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu menjadi
kelompok ikan pelagis dan ikan demersal. Disetiap kelompok, kemudian dikelompokkan
lagi menjadi yang bernilai ekonomis tinggi dan ekonomis rendah. Untuk lebih jelasnya,
komposisi margin yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 30 berikut:

6
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin 5
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate Laporan Akhir

Tabel 30. Margin Mutlak Pemasaran Ikan Asin Dari Taka Bonerate Ke Konsumen
Harga pembelian Harga pembelian Margin
Jenis Nilai
Musim ditingkat Nelayan ditingkat Mutlak
Komoditi Ekonomis
(Rp) Pengecer (Rp) (Rp)
Pelagis Rendah 10.000 12.500 2.500
Pelagis Tinggi 14.000 15.000 1.000
Demersal Rendah 12.000 20.000 8.000
Barat
Demersal Tinggi 25.000 30.000 5.000
Sirip Hiu Tinggi 1.000.000 1.800.000 800.000
Teri Putih Tinggi 30.000 40.000 10.000
Pelagis Rendah 1.500 2.000 500
Pelagis Tinggi 4.000 5.000 1.000
Demersal Rendah 7.500 10.000 2.500
Timur
Demersal Tinggi 20.000 25.000 5.000
Sirip Hiu Tinggi - - -
Teri Tinggi 25.000 30.000 5000
Sumber: Data Primer Hasil Olahan, 2002

Berdasarkan Tabel 30 di atas terlihat bahwa margin mutlak tertinggi lebih banyak
diperoleh saat musim Barat. Margin mutlak tertinggi, sebesar Rp 800.000/kg adalah
untuk sirip ikan hiu, dan terendah Rp 1000/kg, untuk jenis ikan pelagis. Saat musim
Timur, margin mutlak pemasaran tertinggi ada pada jenis ikan demersal dan ikan teri,
masing-masing sebesar Rp 5000/kg; sedangkan terendah ada pada jenis ikan pelagis,
sebesar Rp 500/kg. Secara keseluruhan, terlihat bahwa margin mutlak pemasaran
ikan asin meningkat saat musim Barat, karena kelangkaan ikan; sedangkan saat musim
Timur menurun, karena produksi ikan melimpah sehingga harga penjualan ikan asin
menurun.

Sedangkan margin mutlak yang diterima masing-masing lembaga pemasaran


dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 31. Margin Mutlak yang diterima oleh masing-masing Lembaga Pemasaran
Margin Mutlak (Rp) berdasarkan Musim Tangkap
No Lembaga Pemasaran Komoditi Musim Barat Musim Timur
Rendah Tinggi Rendah Tinggi
Pelagis - - 500 -
1. P. Pengumpul Lokal
Demersal 2.500 8.000 1.000 -
Pelagis 1.000 - - -
2. P. Antar Daerah
Demersal 2.500 500 1.000 2.000
Pelagis 1.500 1.500 - -
3. P. Antar Pulau
Demersal 1.000 1.000 - -
Pelagis 1.500 1500 1.000 1.500
Demersal 5.000 3000 2.000 3.000
4. Pedagang Besar
Sirip Hiu - 800.000 - -
Teri - 10.000 - -
Pelagis 5.000 1.000 500 1.000
5. Pedagang Pengecer
Demersal 5.000 13.000 2.500 5.000
Sumber: Data Primer Hasil Olahan, 2002

6
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin 6
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate Laporan Akhir

Untuk margin mutlak yang diterima per setiap lembaga pemasaran (Tabel 31),
diketahui bahwa margin pemasaran ikan olahan tertinggi diterima oleh pedagang besar
sirip hiu, saat musim Barat. Kemudian diikuti oleh pedagang pengecer, yang
memperoleh keuntungan sebesar Rp 13.000/kg ikan demersal juga saat musim barat.
Dilain pihak, pedagang pengumpul lokal menerima margin mutlak terendah untuk jenis
ikan pelagis, hanya sebesar Rp 500/kg. Sedangkan untuk melihat margin mutlak yang
diterima oleh masing-masing saluran pemasaran dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 32. Margin Mutlak yang diterima oleh masing-masing Saluran Pemasaran

Margin Mutlak (Rp) per Musim Tangkap


No. Lembaga Pemasaran Komoditi Musim Barat Musim Timur
Ek. rendah Ek. tinggi Ek. rendah Ek. tinggi
Pelagis 2.500 3.000 2.000 1.000
Demersal 8.000 4.000 5.000
1. Saluran Pemasaran I
Sirip Hiu - 800.000 - -
Teri Putih - 10.000 - -
Pelagis 9.000 2.500 2.500 3.000
2. Saluran Pemasaran II
Demersal 13.000 26.500 6.500 10.500
Pelagis 5.000 1.000 1.000 1.000
3. Saluran Pemasaran III
Demersal 7.500 21.000 3.500 5.500
Pelagis 1.500 1.500 500 -
4. Saluran Pemasaran IV
Demersal 3.500 9.000 1.000 -
Sumber: Data Primer Hasil Olahan, 2002

Mengenai margin mutlak yang diperoleh setiap saluran pemasaran (Tabel 32),
pada saluran pemasaran I, diperoleh keuntungan terbesar pertama untuk olahan jenis
sirip hiu sebesar Rp 800.000/kg, diikuti oleh Rp 8.000/kg ikan demersal, saat musim
Barat; sedangkan terendah, Rp 1.000/kg ikan pelagis, saat musim Timur. Jadi, margin
ikan olahan sirip hiu tetap memberikan keuntungan terbesar kepada pedagang besar
yang berada di Makassar.

Pada saluran pemasaran II, terlihat bahwa keuntungan terbesar, Rp 26.500/kg,


diperoleh untuk jenis ikan demersal, terutama ikan kerapu dan sunu; sedangkan untuk
jenis ikan pelagis margin yang diperoleh pada musim Timur dan musim Barat oleh
lembaga pemasaran tetap sama juga berbeda, yaitu pada musim Barat nilai margin
yang diperoleh Rp 9.000/kg sedangkan musim Timur turun menjadi Rp 2.500/kg

Pada saluran pemasaran III, keuntungan yang diperoleh lembaga pemasaran


untuk jenis ikan pelagis tidak mengalami perubahan berarti pada jenis pelagis rendah
tetapi untuk jenis pelagis tinggi terjadi perbedaan yaitu musim Barat diperoleh margin

6
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin 7
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate Laporan Akhir

Rp 5.000/kg turun menjadi Rp 1.000/kg. Sementara untuk jenis demersal ekonomis


tinggi memperoleh keuntungan cukup tinggi Rp 21.000/kg.

Pada saluran pemasaran IV, margin yang diperoleh dipengaruhi keberadaan


lembaga pemasaran antar-pulau yang menjual antar-pulau seperti ke Maumere, Flores,
NTT dan Kendari. Dengan adanya biaya transportasi yang harus dikeluarkan, maka
margin tertinggi, Rp 9.000/kg hanya diperoleh untuk ikan demersal ekonomis tinggi;
sedangkan keuntungan paling sedikit, sebesar Rp 500/kg diperoleh untuk ikan pelagis.

Dari pembahasan di atas, terlihat adanya perbedaan harga karena pengaruh


musim penangkapan. Akibatnya, saat produksi ikan segar melimpah, harga ikan asin
menjadi sangat rendah, dan sebaliknya saat musim Barat, karena kelangkaan ikan
maka harga ikan asin meningkat.

4.3.3.4. Analisis Pangsa Harga Ikan Olahan

Analisis pangsa harga bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai


proporsi harga yang diterima oleh masing-masing lembaga pemasaran ikan olahan,
dalam hal ini ikan asin. Tabel 33 menjabarkan pangsa harga yang diterima oleh
masing-masing lembaga pemasaran tersebut, terlihat, bahwa pangsa harga tertinggi
diperoleh oleh pedagang besar (di Makassar) yang menjual ikan olahan, sirip hiu,
sebesar 44,5% dan untuk jenis teri yang dipasarkan di luar Makassar (ke Surabaya).
Pangsa harga terendah diperoleh pedagang antar-pulau, untuk jenis ikan demersal
sebesar 5%. Selain itu, terlihat bahwa pedagang pengumpul lokal memperoleh
keuntungan yang juga cukup besar, 40%, untuk jenis ikan demersal. Hal ini
memperlihatkan bahwa di kawasan Taka Bonerate pedagang pengumpul lokal juga
mendapat peluang keuntungan yang besar.

Tabel 33. Pangsa Harga yang diterima masing-masing Lembaga Pemasaran Ikan Olahan
Pangsa Harga (% )
No. Lembaga Pemasaran Komoditi Musim Barat Musim Timur
Rendah Tinggi Rendah Tinggi
Pelagis - - 25,0 -
1. P. Pengumpul Lokal
Demersal 12,5 40,0 10,0 -
Pelagis 25,0 - - -
2. P. Antar Daerah
Demersal 20,8 12,5 12,5 22,7
Pelagis 33,4 13,6 - -
3. P. Antar Pulau
Demersal 7,0 5,0 - -
Pelagis 12,0 20,0 30,0 25,0
Demersal 25,0 16,7 16,7 12,0
4. Pedagang Besar
Sirip Hiu - 44,5 - -
Teri - 33,5 - -
Sumber: Data Primer Hasil Olahan, 2002

6
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin 8
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate Laporan Akhir

4.3.3.5. Analisis Keuntungan Pemasaran Ikan Olahan

Keuntungan yang diperoleh pada setiap lembaga pemasaran dapat


menunjukkan tingkat keberhasilan setiap lembaga dalam tingkat penjualannya.
Perbedaan harga disebabkan karena adanya tambahan harga yang merupakan
keuntungan yang diperoleh dari biaya-biaya yang dikeluarkan setiap lembaga yang
terlibat dalam proses pemasaran kerapu kering. Adapun besarnya keuntungan
pemasaran yang diperoleh setiap lembaga pemasaran di kawasan Taka Bonerate
dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 34. Tingkat Keuntungan () Lembaga Pemasaran Ikan Olahan di Kawasan Taka
Bonerate, 2002

Keuntungan ( ) Rp/Kg
No. Lembaga Pemasaran Musim Barat Musim Timur
Sunu Kerapu Sunu Kerapu
1. Pedagang Pengumpul Lokal 4.841,7 2.841,7 3.841,7 1.841,7
2. Pedagang Besar 8.400 6.900 7.400 5.900
3. Pedagang Pengecer Makassar 5.395 2.395 2.395 14.895
4. Pedagang Antar Daerah 4.100 1.100 2.850 100
5. Ped. Pengecer Bulukumba, Sinjai 2.890 2.390 1.890 2.390
6. Pedagang Antar Pulau 8.470 7.970 7.970 470
Sumber : Data Primer yang Telah Diolah, 2002

Keuntungan tertinggi diperoleh pedagang besar pada waktu musim Barat


sebanyak Rp 8.400/kg untuk jenis ikan Sunu kering sedangkan untuk kerapu kering
sebesar Rp 6.900/kg. Ketika musim Timur maka terjadi penurunan keuntungan yang
diperoleh pedagang besar masing-masing untuk jenis Sunu dan Kerapu sebesar
Rp 7.400/kg dan Rp 5.900/kg. Sedangkan untuk pedagang pengecer yang ada di
Makassar mendapat keuntungan yang tidak jauh berbeda dengan pedagang besar,
karena kurangnya biaya pemasaran. Tetapi pada musim Timur terjadi peningkatan
keuntungan untuk Kerapu kering di Makassar karena minat konsumen tidak berkurang
walaupun melimpahnya ikan segar karena rasanya gurih dan lezat.

Pedagang antar-pulau mendapat keuntungan untuk kedua jenis ikan Sunu dan
kerapu kering sebesar Rp 8.470/kg dan Rp 7.970/kg. Pada musim Timur pedagang
antar-pulau mendapat keuntungan Rp 7.970/kg untuk ikan Sunu kering serta untuk ikan
kerapu kering sebesar Rp 470/kg. Terjadinya perbedaan tingkat keuntungan karena
adanya perbedaan biaya pemasaran, keuntungan pedagang perantara, harga yang

6
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin 9
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate Laporan Akhir

dibayar oleh konsumen dan harga yang diterima oleh konsumen (Hanafiah dan
Saefuddin,1986).

Pada pedagang pengumpul lokal mendapat keuntungan yang terendah sebesar


Rp 4.817/kg untuk ikan Sunu dan Rp 2.841,7/kg untuk Kerapu kering pada musim Barat
sedangkan untuk musim Timur terjadi penurunan sebesar Rp 3.841,7 /kg untuk ikan
Sunu dan Rp 1.847,7/kg untuk ikan Kerapu kering. Hal ini terjadi dikarenakan
pedagang pengumpul lokal harus mengeluarkan biaya pemasaran yang terdiri dari
biaya pengeringan, transportasi dan tenaga kerja, selain itu disebabkan adanya
pemberian bantuan kepada nelayan sawi-nya dalam bentuk pemenuhan kebutuhan
hidup dan kebutuhan alat operasi tangkapan pada musim paceklik.

4.3.3.6. Analisis Efesiensi Pemasaran Ikan Olahan

Semua kegiatan pemasaran menghendaki adanya sesuatu yang disebut


efisiensi, yaitu dengan pengorbanan yang serendah mungkin sehingga mencapai
tingkat kepuasan yang diinginkan. Efesiensi yang dimaksud disini ialah efesiensi
pemasaran ikan olahan yang terdapat di kawasan Taka Bonerate. Berdasarkan hasil
penelitian maka besarnya persentase efisien pemasaran pada setiap lembaga dapat
dilihat pada tabel berikut.

Tabel 35. Efisiensi Pemasaran Ikan Olahan pada Setiap Lembaga Pemasaran di Kawasan
Taka Bonerate.

Efesiensi pemasaran (%)


Rata-
No. Lembaga Pemasaran Musim Barat Musim Timur Rata
Sunu Kerapu Sunu Kerapu
1. Pedagang Pengumpul Lokal 0,79 1,13 0,87 1,58 1,09
2. Pedagang Besar 5,30 6,40 5,90 7,4 6,25
Saluran I 6,09 7,53 6,77 8,98 7,32
3. Pedagang Pengumpul Lokal 0,79 1,13 0,97 1,58 1,12
4. Pedagang Besar 5,30 6,40 5,90 7,4 6,25
5. Pedagang Pengecer Makassar 0,32 0,38 0,39 0,52 0,40
Saluran II 6,41 7,91 7,16 9,15 7,65
6. Pedagang pengumpul Lokal 0,79 1,13 0,87 1,58 1,09
7. Pedagang Antar Daerah 4,50 6,90 5,20 7,80 6,10
Pedagang Pengecer Benteng,
8. 3,70 4,40 5,50 4,40 4,5
Bulukumba dan Sinjai
Saluran III 8,99 12,43 11,57 13,78 11,69
9. Pedagang Pengumpul Lokal 0,79 1,13 0,87 1,58 1,09
10. Pedagang Antar Pulau 2,12 2,40 2,20 4,07 2,69
Saluran IV 2,91 3,53 3,07 5,65 3,79
Sumber : Data Primer yang Telah Diolah, 2002

7
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin 0
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate Laporan Akhir

Pada tabel di atas menunjukkan bahwa pedagang pengecer di Makassar


merupakan lembaga pemasaran yang efisien dengan persentase efisien pemasaran
hanya mencapai 0,40% dibandingkan dengan pedagang besar di Makassar yang
mencapai persentase efesiensi pemasaran sebesar 6,25%. Hal ini disebabkan karena
besarnya biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh pedagang besar dibandingkan
pedagang pengecer. Besarnya biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh pedagang
besar karena jarak pemasaran kerapu kering selain Makassar, kerapu kering juga
dipasarkan oleh pedagang besar ke Jakarta di swalayan dengan 2 kali pengiriman
setiap bulannya dan pengemasan yang digunakan adalah kemasan plastik dan kaleng
sehingga kerapu kering sampai ke konsumen dalam keadaan bersih dan terjaga
mutunya. Ini sesuai dengan pendapat Mubyarto (1986) mengatakan sistem pemasaran
dianggap efisien apabila mampu menyampaikan hasil-hasil dari produsen ke konsumen
dengan biaya yang serendah-rendahnya, mampu mengadakan pembagian keuntungan
yang adil daripada keseluruhan harga yang dibayar konsumen akhir kepada semua
pihak yang ikut serta dalam kegiatan produksi dan pemasaran barang itu.

Dari keempat saluran pemasaran kerapu kering yang ada di kawasan Taka
Bonerate, maka rata-rata efisiensi pemasaran menunjukkan bahwa saluran pemasaran
IV yang terdiri dari pedagang pengumpul lokal dan pedagang antar-pulau yaitu 3,79%.
Hal ini disebabkan karena pendeknya lembaga pemasaran yang terlibat dan pedagang
antar-pulau yang memasarkan kerapu kering ke Maumere, NTT dan Flores adalah
orang-orang yang berdomisili di kawasan Taka Bonerate dan kadangkala berperan
sebagai pedagang pengumpul lokal sehingga dapat mengurangi biaya pemasaran yang
digunakan. Lain halnya dengan saluran pemasaran pemasaran yang ketiga yang
mengalami inefisiensi dengan nilai 11,69% karena banyaknya lembaga pemasaran
yang terlibat yaitu pedagang pengumpul lokal, pedagang antar-daerah, pedagang
pengecer di Benteng, Bulukumba dan Sinjai sehingga untuk menyampaikan ke
konsumen akhir diperlukan banyak perantara sehingga biaya pemasaran yang
digunakan meningkat dan faktor tak kalah pentingnya adalah jarak lokasi daerah
pemasaran dengan daerah sentra produksi.

4.3.3.6. Volume Produksi Olahan

Biasanya ikan olahan, berupa ikan asin, merupakan hasil olahan dari produk
ikan segar maupun ikan hidup; akan tetapi di Pulau Rajuni nelayan sengaja menangkap

7
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin 1
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate Laporan Akhir

untuk dijadikan produk olahan, karena tak adanya sarana dan fasilitas untuk
memasarkan ikan segar dan ikan hidup di pulau ini.

Produksi hasil olahan di setiap pulau berbeda-beda, tergantung pada musim


penangkapan. Hasil produksi saat musim penangkapan, umumnya untuk ikan segar,
akan melimpah, sehingga untuk menghindari kerugian yang lebih besar maka nelayan
mengolahnya menjadi produk olahan sehingga pada musim paceklik harga ikan olahan
meningkat.

Tabel 36. Volume Produksi Responden Ikan Olahan (Asin) di Taka Bonerate per Lokasi Survei

Jumlah Volume Produksi Ikan Asin


No Lokasi
responden Kg/minggu Kg/Bulan Kg/tahun
1. Rajuni 5 105,00 420,00 3.780,00
2. Tarupa 8 27,00 108,00 972,00
3. Jinato 7 86,40 345,60 311,40
4. Passitallu 6 100,80 403,20 3.628,80
. Latondu 6 54,00 216,00 1.944,00
Total 32 373,20 1.492,80 10.636,12

Sumber: Data Primer Hasil Olahan, 2002

Dilihat dari Tabel 36 di atas, di kawasan Taka Bonerate volume produksi ikan
asin terbanyak terdapat di Pulau Passitallu, sebesar 3.628,80 kg/tahun; dan terendah
terdapat di Pulau Tarupa, sebesar 972,00 kg/tahun. Namun demikian, bila dilihat dari
total produksi tahunan di kawasan ini yang sebesar 10.636,12 kg, maka dapat
disimpulkan bahwa kawasan Taka Bonerate menjadi pemasok produk ikan asin yang
cukup besar.

4.3.3.7. Analisis Manfaat Pemasaran Ikan Olahan

Analisis manfaat merupakan bagian penting dalam melakukan usaha pemasaran


dan faktor biaya merupakan pertimbangan prioritas. Pada kegiatan pemasaran ikan
olahan dimana biaya-biaya yang dikeluarkan dalam pemasaran ikan olahan tersebut
meliputi biaya penanganan dan biaya transportasi.

Analisis manfaat selain dilakukan untuk ikan segar dan ikan hidup, penting juga
dilakukan untuk jenis ikan olahan dimana komponen biaya pengembangan produk dan
transportasi dari produsen sampai konsumen, harga pembelian dan penjualan tetap

7
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin 2
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate Laporan Akhir

menjadi komponen utama penganalisaan sehingga lembaga pemasaran yang paling


efisien dan efektif dapat dikembangkan dan menimbulkan nilai manfaat yang tinggi.

Berdasarkan biaya tersebut, maka dapat juga diketahui harga pembelian di


tingkat pengecer dan pedagang pengumpul sehingga manfaat pemasaran ikan olahan
dapat dihitung dengan rumus Dahoklory (1990) (Lampiran 12.3).

Untuk mengetahui manfaat yang diperoleh lembaga pemasaran ikan olahan dari
kawasan Taman Laut Nasional Taka Bonerate dapat dilihat pada Tabel 37.

Tabel 37. Analisis Manfaat Produk Ikan Olahan Kawasan Taman Laut Taka Bonerate
Manfaat / Musim
No Jenis Lembaga
Barat (Rp/Kg) Timur (Rp/Kg)
1. Pedagang Pengumpul Loka 4.341,7 1.375
2. Pedagang Antar Daerah 7.433,3 -
3. Pedagang Antar Pulau 845 -
4. Pedagang Besar (Makassar) 134.400 - 600
Sumber Data Primer Setelah Diolah, 2002.

Berdasarkan data pada Tabel 37 dapat diketahui bahwa nilai manfaat yang
diperoleh dari tiap lembaga pemasaran yang terlibat dalam pemasaran ikan olahan,
tertinggi terdapat pada pedagang besar (Makassar) sebesar Rp 134.400/kg pada musim
Barat diikuti dengan pedagang antar daerah Rp 7.433,3/kg, pedagang pengumpul lokal
sebesar Rp 4.341,7/kg dan pedagang antar-pulau hanya sekitar Rp 845/kg. Tingginya
nilai manfaat yang diperoleh pedagang besar pada musim Barat disebabkan karena
beberapa faktor antara lain; a) ikan-ikan bernilai tinggi yang dieksploitasi nelayan/rumah
tangga perikanan tangkap seperti ikan hiu; b) harga jual yang diperoleh lebih tinggi
dibandingkan dari biaya transportasi maupun pengembangan produk. Nilai manfaat
yang diperoleh ini ternyata tidak sebanding dengan manfaat per lembaga yang
diperoleh pada musim Timur, dimana manfaat tertinggi diperoleh pada pedagang
pengumpul yaitu Rp 1.375/kg dan pedagang besar (Makassar) hanya sebesar
Rp (-) 600/kg. Sedangkan pedagang antar daerah dan pedagang antar pulau masing-
masing tidak ada nilainya karena pada musim Timur saluran pemasaran produk ikan
olahan tidak melewati lembaga-lembaga ini melainkan langsung ke konsumen. Hal ini
berkaitan dengan harga ikan yang rendah/minim akibat banyaknya jumlah produksi
sehingga nelayan (produsen) memutuskan memperpendek saluran pemasaran untuk
mendapatkan harga jual lebih baik atau untuk menutupi biaya produksi. Selain itu

7
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin 3
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate Laporan Akhir

rendahnya nilai manfaat yang diperoleh masing-masing lembaga pemasaran ini


dikarenakan ikan-ikan yang bernilai ekonomis tinggi tidak dapat tereksploitasi nelayan.

Pola pemasaran produk seperti yang terjadi pada produk ikan olahan asal
kawasan Taka Bonerate seperti ini hanya menguntungkan para pedagang besar dari
luar Kabupaten Selayar sehingga nelayan sebagai komponen utama dari jaringan
pemasaran ini tidak tersentuh. Belum maksimalnya penerapan peraturan dari Pemda
Kabupaten Selayar menyebabkan PAD (Pendapatan Asli Daerah) dari sektor perikanan
menjadi tidak maksimal. Selama ini pedagang besar membayar retribusi/pajak tidak
sebanding dengan pendapatan yang diterima sehingga mempengaruhi manfaat yang
ditimbulkan pada lembaga pemasarannya. Diharapkan dengan adanya penertiban
pihak pemda terhadap lembaga pemasaran terkait mampu menciptakan iklim yang
kondusif sehingga manfaat yang dapat diperoleh pedagang antar daerah, pedagang
antar pulau dan khususnya pedagang pengumpul lokal dapat ditingkatkan.

\Model Jaringan Pemasaran Untuk Meningkatkan PAD Kab. Selayar

Sentra Produksi (Kawasan Taman


Nasional Taka Bonerate

Sentra Pemasaran Zona inti


(Kota Benteng Kab. Selayar)

Zona Penyangga:
- Pulau Kayuadi
- Pulau Jampea
- Pulau Bonerate

Antar Daerah Eksport Antar Pulau

Skema gambar 10. Jaringan Pemasaran Untuk Meningkatkan PAD Kabupaten Selayar

7
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin 4
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate Laporan Akhir

Untuk mendukung Kota Benteng sebagai sentra pemasaran produksi perikanan


diperlukan sarana dan prasarana:
Pembangunan kawasan terpadu yang telah diprogramkan oleh DKP Kab. Selayar
meliputi:
Pembangunan TPI dan PPI yang direncanakan tahun 2003, telah memiliki
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL);
Pembangunan cold storage;
Pembangunan pabrik es di kawasan zona penyangga;
Perluasan lapangan udara (diprogramkan selesai 2005) oleh Bupati.
s

7
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin 5
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate Laporan Akhir

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
1) A. Bentuk jaringan pemasaran produksi perikanan dari Taman Nasional Taka
Bonerate untuk jenis ikan hidup melalui 5 (lima) saluran pemasaran yang
melibatkan 6 (enam) lembaga pemasaran. Jaringan pemasaran ikan hidup dari
kawasan ini juga merambah ke luar negeri yaitu Hongkong.
B. Bentuk jaringan pemasaran produksi perikanan dari Taman Nasional Taka
Bonerate untuk jenis ikan segar melalui 6 (enam) saluran pemasaran yang
melibatkan 9 lembaga pemasaran. Produk ikan segar dipasarkan ke TPI Lappa
di Kabupaten Sinjai; TPI Lappee dan TPI Labuang Karang di Kabupaten
Bulukumba; ke Kabupaten Bantaeng; ke TPI Rajawali di Makassar; ke Kota
Parepare, Pinrang, Polmas, Toraja di Sulawesi Selatan; hingga ke Bali, Ambon,
NTT, Baubau, Kupang dan Flores.
C. Bentuk jaringan pemasaran produksi perikanan dari Taman Nasional Taka
Bonerate untuk jenis ikan olahan melalui 4 (empat) saluran pemasaran yang
melibatkan 6 (enam) lembaga pemasaran. Jaringan pemasarannya mencakup
Benteng, ibukota Kab. Selayar; Kabupaten Bulukumba, Kabupaten Sinjai,
Kabupaten Bantaeng dan Kodya Makassar; hingga diantarpulaukan ke Flores,
Maumere, NTT. Khusus untuk ikan kering pari (dendeng pari) dipasarkan hingga
ke Kendari, Sulawesi Tenggara.

D. Model jaringan pemasaran yang meningkatkan PAD Kabupaten Selayar adalah


dari sentra produksi di Taman Nasional Laut Taka Bonerate ke sentra
pemasaran (Kota Benteng) lalu ke zona penyangga (Pulau Kayuadi, Pulau
Jampea, Pulau Bonerate).

2) A. Terdapat dua model pemasaran ikan hidup di kawasan Taman Nasional Laut
Taka Bonerate yakni: a) yang membentuk pola kemitraan ponggawa sawi, dan
b) nelayan yang tidak mempunyai mitra/ponggawa. Kedua model ini mempunyai
perbedaan harga jual yang sangat menyolok yaitu nelayan yang bermitra
memiliki nilai jual yang rendah dibandingkan dengan nelayan yang tidak bermitra
sehingga pendapatan nelayan yang tidak bermitra relatif lebih tinggi. Dengan
demikian model pemasaran yang kondusif dan berdaya guna untuk
pengembangan ekonomi masyarakat setempat adalah model pemasaran

7
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin 6
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate Laporan Akhir

dimana nelayan tidak mempunyai ponggawa tapi dengan dukungan sarana dan
prasarana dari pemerintah dan adanya lembaga ekonomi alternatif.

B. Model jaringan pemasaran yang meningkatkan PAD Kabupaten Selayar adalah


dari sentra produksi di Taman Nasional Laut Taka Bonerate ke sentra
pemasaran (Kota Benteng) lalu ke zona penyangga (Pulau Kayuadi, Pulau
Jampea, Pulau Bonerate).

3) A. Margin tertinggi lembaga pemasaran ikan segar, sebesar 40.000/kg yang


diperoleh agen (eksportir Bali) untuk ikan demersal ekonomi tinggi dan pangsa
harga terbesar diperoleh produsen (nelayan) sebesar 87,50% untuk jenis ikan
demersal ekonomi rendah.

B. Margin tertinggi lembaga pemasaran ikan hidup, sebesar Rp 100.000/kg yang


diperoleh eksportir untuk ikan Napoleon dan pangsa harga terbesar diperoleh
pedagang besar sebesar 50,0% untuk jenis ikan kerapu lumpur.

C. Margin tertinggi lembaga pemasaran ikan olahan, sebesar Rp 800.000 yang


diperoleh pedagang besar untuk komoditi sirip hiu dan pangsa harga terbesar
diperoleh pedagang besar (Makassar) sebesar 44,5% untuk jenis sirip hiu.

4) Lembaga pemasaran ikan hidup yang mendapatkan keuntungan yang terbesar


diperoleh pedagang pengumpul pada musim Timur sebesar Rp 28.850/kg dan
agen pada musim Barat sebesar Rp 28.100/kg. Sedangkan pada ikan segar,
lembaga pemasaran yang memperoleh keuntungan terbesar adalah agen sebesar
Rp 4.660/kg pada musim Barat dan pada musim Timur pedagang besar
memperoleh keuntungan sebesar Rp 3.800/kg. Untuk ikan olahan lembaga
pemasaran yang memperoleh keuntungan terbesar adalah pedagang pengumpul
lokal pada musim Barat sebesar Rp 4.841,7/kg dan pedagang pengecer yang
memperoleh keuntungan sebesar Rp 14.895/kg pada musim Timur.

5) Lembaga pemasaran yang lebih efisien pada ikan hidup adalah eksportir sebesar
9,2%; pada ikan segar lembaga pemasaran yang lebih efisien adalah agen sebesar
0,79% dan pada ikan olahan lembaga pemasaran yang lebih efisien adalah
pedagang pengecer sebesar 0,40%.

6) Manfaat pemasaran ikan hidup pada tingkat eksportir sebesar Rp 28.035/kg,


sedangkan manfaat pemasaran ikan segar antar pulau sebesar Rp 1.350/kg, Nilai
manfaat ini lebih kecil jika dibandingkan dengan manfaat pemasaran pada tingkat

7
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin 7
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate Laporan Akhir

eksportir sebesar Rp 33.946/kg, serta pada ikan olahan manfaat pemasaran


tertinggi pada tingkat pedagang pengumpul sebesar Rp 1.375/kg. Secara
ekonomis pemasaran ekspo lebih menguntungkan daripada pedagang antar-pulau
(interinsulair) untuk produk hasil perikanan yang berasal dari Takabonerate.

5.2. Saran
Setelah melakukan penelitian tentang jaringan pemasaran produk perikanan di
Taka Bonerate maka saran-saran yang dapat dikemukakan adalah:

Pentingnya dibentuk sebuah lembaga ekonomi alternatif untuk mengurangi


ketergantungan nelayan sawi terhadap ponggawa-nya utamanya untuk
memenuhi kebutuhan operasional nelayan.
Perlunya membentuk sebuah lembaga/kelompok pemberdayaan nelayan
sehingga mereka dapat saling membantu dan bekerja sama untuk meningkatkan
kesejahteraan mereka.
Perlunya perhatian dan penanganan pemerintah daerah setempat untuk dapat
menyediakan sarana dan prasarana yang dapat mendukung aktivitas
pemasaran produksi perikanan seperti industri pengolahan (cold storage) dan
pelabuhan perikanan dalam rangka peningkatan PAD Kabupaten Selayar.
Perlunya pertimbangan yang matang untuk menentukan besarnya retribusi yang
dipungut pada setiap lembaga pemasaran, yang berlandaskan pada tingkat
margin, pangsa harga dan keuntungan masing-masing lembaga pemasaran
yang nantinya dijadikan sebagai sumber pembiayaan pembangunan sarana dan
prasarana perikanan seperti dermaga, cold storage, kegiatan konservasi dan
lainnya.
Penentuan lokasi-lokasi untuk sentra pemasaran di daerah pulau pulau kecil
misalnya di Benteng, Pulau Jampea dan Pulau Kalotoa untuk lebih
memperlancar arus distribusi dan perdagangan ikan dari kawasan Taka
Bonerate
Perlunya penanganan yang lebih tepat terutama untuk retribusi bagi nelayan
Taka Bonerate yang menjual hasil tangkapannya di luar Pulau Selayar, nelayan
yang berasal dari luar pulau Selayar yang menjual hasil tangkapannya di luar
wilayah Selayar serta nelayan yang berasal dari Selayar dan menjual hasil
tangkapannya di Pulau Selayar agar ada kontribusi yang lebih signifikan bagi
PAD kabupaten Selayar.

7
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin 8
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate Laporan Akhir

VI. DAFTAR PUSTAKA

Anonimous, 1997. Rencana Pengelolaan Taman Nasional Taka Bonerate Tahun


1997 Tahun 2002. Departemen Kehutanan. Makassar.

Anwar, I.M. 1994. Dasar-Dasar Marketing. Cetakan Kedua. Penerbit Alumni


Bandung.

Dahoklory, K.B.M. 1990. Meningkatkan Perdagangan Antar Pulau Produk Perikanan


dari Ambon ke Jawa. Laporan Penelitian Proyek Penelitian dan Pengembangan
Perikanan Pusat Penelitian dan Pengembangan. Jakarta.

Ghufran, M. Kordi, K. 2001. Pembesaran Kerapu Bebek di Keramba Jaring


Apung. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Hamid,A.K. 1977. Tataniaga Pertanian. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi


Pertanian. Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin. Ujung Pandang.

Hanafiah, A.M. dan A.M. Saefuddin. 1986. Tataniaga Hasil Perikanan. Cetakan
Pertama. Penerbit Universitas Indonesia Jakarta.

Kartasapoetra. 1986. Marketing Produk Pertanian dan Industri. Penerbit PT. Bina
Aksara. Jakarta.

Kotler, P. 1992. Manajemen Pemasaran. Jilid 1. Edisi Kelima. Erlangga. Jakarta.

Made, Sutinah. 1994. Studi Pemasaran Ikan Kerapu (Epinephelus spp) Hidup,
Segar dan Olahan di Sulawesi Selatan. Program Pasca Sarjana. Universitas
Hasanuddin. Ujung Pandang.

Murtidjo, B. A. 2002. Budidaya Kerapu dalam Tambak. Penerbit Kanisius Jogjakarta.

Mubyarto.1989. Pengantar Ekonomi Pertanian. Edisi Ketiga. LP3ES. Jakarta.

Nitisemito, A.S. 1981. Marketing. Ghalia Indonesia. Jakarta.

Sapuan. 1991. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Margin Pemasaran


Beras Di Indonesia. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.

Singarimbun, M. dan Effendi. 1989. Metode Penelitian Survai. LP3ES. Jakarta.

Soekartawi. 1992. Pembangunan Pertanian. PT. Grafindo Persada.. Jakarta

Soekartawi. 1993. Prinsip Dasar Manajemen Pemasaran Hasil-Hasil Pertanian.


Rajawali Pers. Jakarta.

Winardi. 1993. Asas-Asas Marketing. Penerbit Mandar Maju.

---------. 1986. Kamus Ekonomi. Penerbit Alumni. Bandung.

7
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin 9
Studi Jaringan Pemasaran Ikan Taka Bonerate Laporan Akhir

---------. 1989. Aspek-aspek Bauran Pemasaran (Marketing Mix). CV. Mandar


Maju. Bandung.

Yusran, M. 2002. Ponggawa-Sawi Relationship in Co-Management: Interdisiplinary


Analysis of Coastal Resource Management. Ph.D Disertation. Dalhousie
University, Halivax. Nova Scotia. Canada.

8
Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin 0

Anda mungkin juga menyukai