Anda di halaman 1dari 2

Kontraversi Kajian Lingkungan PT.

BAA
Oleh : Rijal 17.265 VII 01

K
ajian lingkungan menjadi hal yang paling penting dalam sebuah
perusahan, didalam hukum tata ruang kita tidak asing dengan kata
seperti ini. Namun siapa sangka perusahaan kerap melakukan praktik kerja di
lapangan tanpa merampungkan dokumen yang menjadi syarat utama dalam
mendapatkan izin.

Padahal jelas sesuai dengan regulasi dalam konsep menyusun dokumen


lingkungan, pemilik perusahan yang menjadi penangnggung jawab membuat
komitmen diatas kertas untuk patuh dan tunduk dengan semua kebijakan sampai
keluarnya dokumen kelengkapan izin.

Fenomena ini pernah terjadi di desa Gunung Sari Kecamatan Segah Kabupaten
Berau Kaltim. Desa yang berbatasan dengan Kaltara itu menjadi tempat komuditi
perkebunan kelapa sawit. Luasan desa yang mencapai 139.000 hektar juga menjadi
sasaran para investor perkebunan.

PT. Berau Agro Asia (BAA) misalnya, adalah perusahaan yang masuk untuk
pembangunan Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit (PKS). Alih-alih kemunculan pabrik
ini menggagas bahwa hasil panen Tandan Buah Segar (TBS) para petani yang sempat
kesusulitan mengantar ke pabrik lain akan diakomodir untuk masuk di pabrik dengan
harga yang tinggi dari pabrik yang ada di sekitar desa Gunung Sari. Sehingga
melancarkan untuk oprasi di lapangan tanpa kajian lingkungan.

Di awal tahun 2021 Jelang kemunculan isu terkait pembangunan ini sempat
mendapat protes dari pemuda desa setempat, mereka meyakini perusahan yang sudah
melakukan kegiatan dilapangan untuk membuat tapal batas pembangunan dinilai
belum merampungkan kajian lingkungan berupa Upaya Pengelolaan Lingkungan
Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL).

Namun ada beberapa hal-hal yang menjadi krusial, setelah mendalami sesuai
dengan regulasi. Bahwa Luasan pembangunan 29,14 ha ini hanya menyusun UKL-
UPL dengan kapasitas produksi pabrik 60 ton TBS/jam. padahal dalam klasifikasi
perusahaan ini mestinya melengkapi Amdal.

Mendapati surat kepala DLHK Kab. Berau Nomor 660.22B/DLHK-1/2022, tgl


06 Agustus 2020 prihal arahan Dokumen Lingkungan Hidup Rencana Usaha dan/atau
Kegiatan Pembangunan Pabrik Kelapa Sawit PT.BAA mengacu pada lampiran I
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup dan Kehutanan nomor
P.38/MENLHK/SETJEN/KUM.1/7/2019 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau
Kegiatan Yang Wajib Memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup,
kegiatan industri kecil dan menengah yang berlokasi di dalam kawasan areal
kabupaten > 30 ha adalah kegiatan wajib amdal kategori C sehingga dapat
disimpulkan pembangunan pabrik kelapa sawit dengan kapasitas 45-60 Ton TBS/Jam
dan luas lahan izin lokasi 41,22 ha adalah kegiatan wajib amdal.

Namun hal ini dipermudah dengan arahan Bupati bahwa untuk mempermudah
akses kajian lingkungan hanya memperhatikan rencana lahan yang akan digunakan
29,14 ha. Sisa kelebihan lahan 12 ha digunakan untuk boofer zoon dan lahan resapan
di areal pembangunan pabrik tidak diikutkan dalam proses menyususn dokumen
secara utuh.

sedangkan menurut Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesai (KBLI)


dengan kode 10431 bahwa industri Minyak Mentah kelapa Sawit Terbangun diatas 10
hektar tetap wajib memiliki amdal. dan seharusnya Bupati tidak membenarkan dengan
luasan yang hampir 30 hektar PT.BAA mestinya menempati kajian Amdal.

Setelah melewati mekanisme yang berlaku Perangkat Organisasi Daerah DLHK


Berau tetap mengeluarkan ijin lingkungan UKL/UPL pada Agustus 2021 dan
semestinya proses penyususnan dokumen perlu dibuat ulang. Alih-alih pemerintah
dalam menjalankan kinerjanya ini hanya berdasar kepentingan sepihak padahan resiko
yang akan terjadi akibat dampak pabrik justru akan lebih besar dengan memberikan
rekomendasi untuk mengurus UKL/UPL, perusahaan dengan mudah mengurus
administrasi di banding Amdal. rentan menemukan perusahaan seperti ini belum
menyelesaikan dokumen lingkungan dan berani melakukan kegiatan oprasional
dilapangan. mengelabui hingga mengurus perizinan yang lebih mudah, mestinya
Amdal.

Anda mungkin juga menyukai