NPM : 21801091057
KELAS : 7/B
Isu kebijakan yang diperlukan tapi menjadi suatu yang merugikan , sehingga
advokasi memiliki konsekuensi resiko. Sehingga harus menyiapkan diri untuk
menghadapi resiko tersebut.
- Hearing
Hearing kepada publik (public hearing) dng tujuan mensosialisasikan gagasan dan
mencari masukan dan menyerap aspirasi masyarakat sekitar isu tsb. Dapat dilakukan
dengan diskusi, debat terbuka atau seminar.
- Kampanye
Kegiatan utk sosialisasikan ide, wacana, pandangan thd suatu kebijakan dg tujuan
mendapat dukungan publik. “Proses terorganisir utk membentuk pendapat publik”.
4. Buatlah sebuah ilustrasi dari suatu keadaan yang mengharuskan untuk dilakukan
advokasi kebijakan kemudiam coba breakdown langkah dan strategi advokasinya!
Sumber Isu : Pertemuan lanjutan antara Pengurus Besar IDI (PB IDI) dengan BPJS
Kesehatan (BPJSK) menindaklanjuti surat PB IDI tentang keberatan pemberlakuan
Peraturan BPJS Kesehatan No.2 tahun 2015 tentang Norma Penetapan Besaran Kapitasi
dan Pembayaran Kapitasi Berbasis Pemenuhan Komitmen Pelayanan Pada Fasilitas
Kesehatan Tingkat Pertama. Respon agak cepat dari BPJS Kesehatan ini dinilai sebagai
itikad baik untuk menerima masukan dan perbaikan terhadap pelaksanaan program
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) serta kinerja BPJS Kesehatan itu sendiri.
Alasan Pemiliahan Isu : Peraturan terbaru ini dirasakan terlalu cepat diimplementasikan
sehingga banyak pihak belum tersosialisasi dengan baik mengenai aturan baru tersebut.
Sebelumnya masih terdapat permasalahan di lapangan terkait regulasi di luar Per-BPJSK
No.2 tahun 2015 yang belum tuntas implementasinya di beberapa daerah. Di antaranya
yang masih belum berjalan dengan baik antara lain: Peraturan Presiden No. 32 tahun
2014 tentang Pengelolaan dan Pemanfaatan Dana Kapitasi JKN Pada FKTP Milik
Pemerintah. Permasalahan utamanya adalah terkait aturan di beberapa pemerintah daerah
tentang pengelolaan dana oleh fasilitas milik pemerintah yang belum BLUD. Banyaknya
laporan yang menyatakan sulitnya pencairan dana operasional sebesar 40% dari total
penerimaan dana kapitasi, bahkan dilaporkan mengenai berkurang atau tidak ada lagi
dukungan dana operasional dari pemerintah daerah kepada FKTP milik pemerintah di
luar dana BPJS. Dari beberapa permasalahan utama dan banyak dialami oleh dokter di
berbagai daerah tersebut, diharapkan solusi serta kebijakan lebih lanjut untuk meredam
gejolak di tingkat pelayanan. Namun belum tuntas permasalahan tersebut, BPJSK
menerbitkan aturan baru yang masih awam serta minim sosialisasi, sehingga
menimbulkan banyak sekali perspektif serta resisten dari dokter serta tenaga kesehatan
lain. Keresahan yang timbul akibat terbitnya peraturan yang disusun oleh BPJK,
Kementerian, dan Asosiasi Faskes, tanpa melibatkan organisasi profesi menyebabkan PB
IDI harus terlibat demi kemaslahatan bersama.
Dirut BPJSK, Dr.Fachmi Idris, menyampaikan tentang adanya rekomendasi dari Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) tentang harus adanya indikator monev untuk penilaian
kinerja dan penyesuaian norma kapitasi, karena KPK menemukan adanya inefektifitas
pembiayaan FKTP Puskesmas yang tinggi namun kinerja belum optimal. KPK
memberikan kesimpulan adanya indikasi pembiaran terhadap kondisi pelayanan yang
tidak berubah walaupun pembayaran meningkat sampai dengan 300%. Namun
keterlibatan KPK masih dalam konteks pencegahan, bukan dalam konteks penindakan.
Hal sama juga diperlihatkan pada hasil data supervisi Dewan Jaminan Sosial Nasional
(DJSN).
Hal lain yang penting diperlihatkan, ternyata telah banyak dilakukan pendantangan
Addendum Kesepakatan Bersama antara BPJSK dengan Dinas Kesehatan atau
ADINKES (ada daerah kesepakatan juga melibatkan ASKLIN dan PKFI) tentang Revisi
Norma Kapitasi di FKTP tahun 2015 di beberapa propinsi, antara lain:
Menjadi catatan penting dalam Per-BPJSK ini adalah adanya waktu penerapan yang
bertahap, yaitu :
3. Seluruh RS Kelas D Pratama, Klinik Pratama, Praktik Dokter, atau faskes yang setara
secara nasional .
Disinggungnya KMK No.455 tahun 2013 tentang Asosiasi Faskes mengangkat kembali
permasalahan yang timbul saat KMK ini terbit. Saat itu, PB IDI langsung menyurati
Menteri Kesehatan dan mendatangi Biro Hukor Kemenkes untuk membahas hal tersebut.
Argumentasi yang disampaikan antara lain: Atas argumentasi tersebut, PB IDI mendesak
agar KMK tersebut direvisi dengan melibatkan organisasi profesi yang langsung
mandatory terhadap anggotanya masing-masing. Khusus untuk dokter, ijin praktik dokter
diterbitkan berdasarkan Rekomendasi Ijin Praktik yang diterbitkan oleh IDI Cabang.
Desakan ini diakomodir hanya dengan Surat Edaran Menkes
No.HK/Menkes/624/XII/2013 tentang Asosiasi Faskes. Oleh karenanya IDI bersama
organisasi profesi lain yang tergabung di dalam Sekretariat Bersama 5 OP (SEKBER 5
OP) tetap mendesak agar KMK No.455 tahun 2013 segera direvisi.
Usulan Konkrit
Tujuan bersama untuk memperbaiki sistem pelayanan dan penyelenggaran jaminan
kesehatan harus terus dijaga dan dijalankan. Keterbukaan semua pihak terutama
pemangku kebijakan dalam merumuskan kebijakan yang tidak merugikan banyak pihak
perlu diapresiasi. Pemerintah khususnya Kementerian Kesehatan perlu terus disupport
sebagai leading sector dalam jalannya sistem Jaminan Kesehatan Nasional.
Peraturan/kebijakan dibuat untuk memberikan maslahat, sehingga tidak perlu “alergi”
terhadap perubahan.