LANDASAN TEORI
Landasan teori merupakan dasar atau acuan bagi peneliti dalam menyelesaikan
rumusan masalah dengan metode-metode yang akan dipaparkan dalam
pembahasan untuk ditarik kesimpulan.
2.1 Pengertian Logistic
kata logistik menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki arti yaitu
pengadaan, perawatan, distribusi dan perbekalan. Logistik berasal dari bahasa
Yunani logos yang berarti “rasio, kata, kalkulasi, alasan, pembicaraan, orasi”.
Kata logistik memiliki asal kata dari Bahasa Perancis loger yaitu untuk
menginapkan atau menyediakan. Menurut council of logistic management,
pengertian Logistik adalah proses perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian
arus yang efektif dan penyimpanan bahan baku yang efisien, dalam proses
inventarisasi, barang jadi dan informasi terkait dari titik asal sampai titik
konsumsi untuk memenuhi kebutuhan pelanggan.
2.2 Supply Chain Management
Istilah supply chain pertama kali digunakan oleh beberapa konsultan logistik
sekitar tahun 1980an, yang kemudian oleh para akademisi dianalisa lebih lanjut
pada tahun 1990an. Stock & Lambert (2001) mendefinisikan supply chain sebagai
integrasi bisnis utama dari pengguna akhir melalui pemasok asli yang
menyediakan produk, layanan, dan informasi yang menambah nilai bagi
pelanggan dan pemangku kepentingan lainnya. Sementara menurut Fortuna, dkk
(2010) Supply Chain adalah jaringan seluruh organisasi mulai dari pemasok
sampai ke pengguna akhir, yang didalamnya terdapat aliran dan transformasi
material, informasi dan uang. Harahap, dkk (2015) menjelaskan bahwa supply
chain adalah jaringan organisasi yang menyangkut hubungan ke hulu dan ke hilir
(upstream-downstream), dalam proses dan kegiatan yang berbeda yang
menghasilkan nilai yang berwujud dalam barang dan jasa ditangan pengguna atau
konsumen akhir. Proses dan kegiatan yang berbeda tersebut melibatkan hubungan
5
6
antara para pelaku, dari penghasil atau pemasok, pembuat atau pengolah,
pendistribusi atau penyalur sampai kepada pengguna atau konsumen.
Menurut Council of Logistic Management, Supply Chain Management yaitu
koordinasi strategi bisnis tradisional yang sistematis dan sistematis di dalam
perusahaan tertentu dan di seluruh bisnis dalam rantai pasokan untuk tujuan
meningkatkan kinerja jangka panjang setiap perusahaan sebagai rantai pasokan
secara keseluruhan. Jadi Supply Chain Management tidak hanya berorientasi pada
urusan internal sebuah perusahaan melainkan juga urusan eksternal yang
menyangkut hubungan dengan perusahaan-perusahaan partner. Menurut Pujawan
dan Mahendrawati (2010) Kegiatan-kegiatan utama yang masuk dalam klasifikasi
SCM yaitu kegiatan merancang produk baru (Product development), kegiatan
mendapatkan bahan baku (Procurement, Purchasing atau Supply), kegiatan
merencanakan produksi dan persediaan (Planning dan Control), kegiatan
melakukan produksi (Production), kegiatan melakukan pengiriman/distribusi
(Distribution) dan kegiatan pengelolaan pengembalian produk/ barang (Return).
2.3 Reverse Logistic
Salah satu bagian dari supply chain yang berhubungan dengan segala jenis
kegiatan distribusi dalam aktivitas logistik adalah reverse logistic. Suatu studi
oleh Tibben-lembke dan Rogers (1999) menjelaskan bahwa reverse logistic
sebagai aktivitas untuk merencanakan, mengaplikasikan dan mengendalikan
proses agar tercapai efisiensi terkait dengan arus material, persediaan, produk jadi
dan informasi terkait, dari konsumen kembali ke manufacture dengan tujuan
untuk mendapatkan kembali nilai ekonomis produk atau untuk melakukan proses
pembuangan yang tepat.
Sementara itu Farizqi, dkk (2011) menjelaskan bahwa reverse logistic adalah
proses pemindahan barang dari tujuan akhir mereka untuk tujuan menangkap nilai
atau pembuangan yang tepat bagi barang yang sudah habis masa pakainya baik
disebabkan karena kadaluwarsa, rusak atau produk gagal. Kegiatan remanufaktur
dan pembaharuan kembali mungkin juga termasuk dalam definisi reverse
logistics. Blumberg (2004) mendefinisikan reverse logistic sebagai koordinasi
penuh dan kontrol, pickup fisik dan pengiriman material, bagian, dan produk dari
7
lapangan unuk pengolahan dan daur ulang atau disposisi, dan kembali ke lapangan
yang sesuai.
Steven (2004) memprioritaskan aktivitas reverse logistic yang terjadi kedalam
2 kriteria utama, nilai ekonomi dan dampak lingkungan, yang meliputi reuse,
remanufacture, recycling, disposal with energy recovery, dan disposal in land fill.
Seperti pada gambar 2.1 menurut Steven (2004) reuse merupakan langkah yang
prioritas dikarenakan memberikan nilai ekonomis yang relative lebih tinggi bagi
produk jika dibandingkan langkah lainnya.
Reuse
Remanufacturing
Recycling
nantinya berupa bahan baku atau material yag akan dipergunakan untuk membuat
produk baru kembali.
Acquistion
Recycling Remanufacturing Reuse Repair
Collection
Forward Flow
Reverse Flow
Tabel 2.1
Perbedaan Reverse Logistic, dengan Forward Logistic
Forward Logistic Reverse Logistic
Memiliki kualitas produk yang seragam Kualitas produk tidak seragam
Disposisi terhadap produk jelas Disposisi produk tidak jelas
Routing terhadap produk jelas Routing dari sebuah produk tidak jelas
Biaya distribusi mudah diramalkan Biaya distribusi sulit diramalkan
Harga produk seragam Harga produk berbeda
Managemen persediaan produk konsisten Managemen persediaan tidak konsisten
Biaya yang dibutuhkan jelas Biaya yang dibutuhkan tidak jelas
Proses negosiasi mudah dilakukan Proses negosiasi sulit dilakukan
terhadap semua pihak
Jenis pelanggan dan pasar telah Sulit mengidentifikasi jenis pelanggan
teridentifikasi dan pasar
(Sumber : Tibben-Lembke dan Rogers, 2002)
9
sumber dan kendala lainnya yang bukan terhadap tujuan, kendala tujuan (goal
constraint) yang mewakili atau menggambarkan target dari objek-objek dalam
urutan prioritas.
2.4.1 Asumsi Dasar Goal Programming
Nasendi & Anwar (1985), mengemukakan empat asumsi dasar yang harus
dipenuhi agar program linier dapat digunakan sebagai sasaran penunjang dalam
pemecahan suatu masalah. Keempat asumsi tersebut dapat dijelaskan sebagai
berikut:
1. Proporsional (Proportionality)
Asumsi ini menyatakan jika peubah pengambil keputusan, Xj berubah maka
dampak perubahannya akan menyebar dalam proporsi yang sama terhadap fungsi
tujuan, CjXj, dan juga pada kendalanya, aijXj. Mialnya, jika kita naikkan nilai Xj
dua kali, maka secara proporsional (seimbang dan serasi) nilai-nilai aijXj nya juga
akan menjadi dua kali lipat. Jadi tidak berlaku hukum kenaikan hasil yang
semakin berkurang.
2. Penambahan (Additivity)
Asumsi ini dipakai untuk mencegah terjadinya “ceoss-product terms” karena
adanya interaksi diantara beberapa aktivitas, yang akan mengubah pengukuran
total efektifitas dan penggunaan total beberapa sumber daya. Berdasarkan asumsi
ini bahwa nilai parameter suatu kriteria optimisasi (koefisien peubah pengambil
keputusan dalam fungsi tujuan) merupakan jumlah nilai individu-individu Cj
dalam model program linier tersebut. Dampak total terhadap kendala ke-i
merupakan jumlah dampak individu terhadap peubah pengambil keputusan Xj.
3. Pembagian (Divisibility)
Asumsi ini menyatakan bahwa peubah-peubah pengambil keputusan Xj, jika
diperlukan dapat dibagi ke dalam pecahan-pecahan, yaitu bahwa nilai-nilai Xj
tidak perlu integer (hanya 0 dan 1 atau bilangan bulat), tapi boleh noninteger
(misalnya 5; 0.58; 38.987, dan sebagainya).
4. Deterministik (Deterministic)
Asumsi ini menghendaki agar semua parameter dalam model program linier,
yaitu Cj, aij, dan bi tetap dan diketahui atau ditentukan secara pasti (konstanta).
12
Variabel
Devisiasi Penggunaan Nilai
Kemungkinan
No Kendala Tujuan dalam RHS yang
Simpangan
Fungsi Diinginkan
Tujuan,
1 Negatif
2 Positif
Negatif dan
3 atau lebih
Positif
Negatif dan
4 atau kurang
Positif
Negatif dan
5 dan
Positif
6 (artf) Tidak ada Pas
Sumber: (Mulyono, 2004)
Syarat-ikatan:
Kendala tujuan:
........................................ (2)
Untuk i = 1, 2, ..., m
Pembatas fungsional:
Untuk k = 1, 2, ..., p
14
J = 1, 2, ..., n,
Dan
.................................................................. (5)
Keterangan :
sub tujuan.
Jika faktor pembobot fungsi sasaran ke-i dilambangkan dengan Wi, maka
= 1 ..................................................................... (6)
3. Perumusan fungsi sasaran. Pada langkah ini tiap tujuan pada sisi kirinya
ditambahkan dengan variabel simpangan, baik simpangan positif maupun
simpangan negatif. Dengan ditambahkannya variabel simpangan, maka
bentuk dari fungsi sasaran menjadi
4. Penentuan prioritas utama. Pada langkah ini dibuat urutan dari tujuan–tujuan.
Penentuan tujuan ini tergantung pada hal-hal berikut.
Keinginan dari pengambil keputusan.
Keterbatasan sumber-sumber yang ada.
16
0 0 ... 0 ...
̅ ̅ X1 X2 ... Xm ...
... 1 -1 ... 0 0
... 0 0 ... 0 0
... ... ... ... ... ... ... ... ... ...
... 0 0 1 -1
Zj-Cj ... ... ... ... ... ... ... ... ... Z
Keterangan :
̅ : Variabel basis
̅ : Koefisien dari ̅
18
Zj = ̅
b. Pilih kolom kunci dimana Cj-Zj memiliki nilai negative terbesar. Kolom kunci
ini disebut kolom pivot.
c. Pilih baris kunci yang berpedoman pada bi/aij dengan rasio terkecil dimana bi
adalah nilai sisi kanan dari setiap persamaan. Baris kunci ini disebut baris
pivot.
d. Mencari sistem kanonikal yaitu system dimana nilai elemen pivot bernilai 1
dan elemen lain bernilai nol dengan cara mengalikan baris pivot dengan -1
lalu menambahkannya dengan semua elemen dibaris pertama. Dengan
demikian, diperoleh tabel simpleks iterasi i.
e. Pemeriksaaan optimalitas, yaitu melihat apakah solusi sudah layak atau tidak.
Solusi dikatakan layak bila variabel adalah positif atau nol.
2.5 Environmental Priority Strategy (EPS)
Kegiatan reverse logistic yang dilakukan tentunya akan menghasilkan dampak
negative, salah satu dampak negative yang muncul dari kegiatan reverse logistic
adalah dampak lingkungan. Indrianti dan Rustikasari (2010) menjelaskan dampak
lingkungan merupakan suatu harga yang harus dibayar untuk melindungi dampak
negative terhadap lingkungan akibat pembongkaran dan pengangkutan aki bekas.
Farizqi, dkk (2011) serta Indrianti dan Rustikasari (2010) memfokuskan dampak
lingkungan yang muncul kepada akibat dari penggunaan bahan bakar, serta
pembongkaran. Untuk menentukan dampak lingkungan digunakan Environmental
Priority Strategy (EPS) dengan skala Environmental Load Unit (ELU), harga
yang harus dibayarkan setiap satu ELU adalah satu euro.
Farizqi, dkk (2011) menjelaskan Environmental Priority Strategy (EPS)
dikembangkan untuk memenuhi persyaratan dari proses pengembangan produk
sehari-hari, dimana kepedulian lingkungan hanyalah salah satu diantara lainnya,
dalam metode standart EPS prinsip utamanya adalah untuk menetapkan emisi atau
19
sumber daya ke kategori dampak ketika efek yang sebenarnya telah terjadi atau
mungkin terjadi di lingkungan.
Pada model ini terdapat 2 subyek dampak lingkungan yang dihasilkan dari
proses reverse logistic, yang pertama adalah dampak dari penggunaan bahan
bakar kendaraan yang difokuskan pada kegiatan transportasi dimana nilai yang
harus dibayarkan adalah emisi gas buang yang dihasilkan dari kendaraan yang
digunakan untuk proses pengangkutan. Subyek kedua nilai sumber daya abiotik
yang didapat dari penggunaan bahan bakar diesel dan limbah timbal yang
dihasilkan oleh proses pembongkaran.
Tabel 2.5
Komposisi 1 Kg Bahan Bakar Diesel
Zat Isi Berat
C 86,5% 0.865 Kg
H 0 0
O 0 0
N 0 0
S 1,3% 0,013
Cl 0 0
Hg 2 x 10-6% 2 x 10-8 Kg
Pb 1,1 x 10-5% 1,1 x 10-7 Kg
(Sumber: Farizqi, dkk, 2011)
Pada tabel 2.3 diatas menunjukkan komposisi 1 Kg bahan bakar diesel, dalam
penelitian ini diasumsikan 1 Kg bahan bakar diesel sama dengan 1 liter bahan
bakar tersebut. Emisi per 1 Kg bahan bakar diesel dapat dilihat pada tabel 2.4
berikut.
20
Tabel 2.6
Jumlah Emisi yang Dihasilkan
Zat Emisi (Kg)
CO2 3,17167
SO2 0,026
Hg 2 x 10-8 Kg
Pb 1,1 x 10-7 Kg
(Sumber:farizqi, 2010)
Tabel 2.4 menunjukkan indeks emisi udara yang dihasilkan setiap 1 Kg bahan
bakar diesel, tabel 2.5 merupakan indikator kategori metode default EPS 2000,
yang nantinya digunakan untuk mendapatkan nilai emisi dalam ELU.
Tabel 2.7
Indeks Emisi Udara
Seyawa Indeks EPS (ELU/Kg)
CO2 0,108
SO2 3,27
Hg 61,4
Pb 2910
(Sumber: Farizqi, dkk, 2011)
Berdasarkan tabel 2.6 dan 2.7 maka nilai emisi gas buang bahan bakar diesel
ke udara dalam EPS defaults metods dapat dihitung seperti pada tabel berikut.
Tabel 2.8
Nilai Senyawa dalam ELU
EPS defaults metods
Seyawa
(ELU)
CO2 0,34254036
SO2 0,08502
Hg 1,228 X 10-6
Pb 3,201 X 10-4
(sumber : diolah)
21
Jika dalam EPS defaults metods 1 ELU ekuivalen dengan 1 euro dengan nilai
tukar rupiah terhadap euro sebesar Rp 15.300 maka nilai emisi per Kg solar dalam
Rp dapat dilihat pada tabel 2.9 berikut.
Tabel 2.9
Nilai Emisi per 1 Kg Solar dalam Rupiah
EPS defaults metods Rupiah
Seyawa
(ELU)
CO2 0,34254036 Rp 5.240,86
SO2 0,08502 Rp 1.300,8
Hg 1,228 X 10-6 Rp 0,0187
Pb 3,201 X 10-4 Rp 4,8975
Total Rp 6.546,57
(sumber : diolah)
Sehingga tiap 1 Kg bahan bakar solar yang digunakan recycling center
dibebankan biaya sebesar Rp 6546,57 terhadap emisi gas buang yang dihasilkan.
2.6 Polyethylene Terephthalate (PET)
Polyethylene Terephthalate (disingkat PET, PETE atau dulu PETP, PET-P)
adalah suatu resin polimer plastic termoplast dari kelompok polyester. PET
banyak diproduksi dalam industry kimia dan digunakan dalam serat sintetis, botol
minuman dan wadah makanan, aplikasi thermoforming dan dikombinasikan
dengan serat kaca dalam resin teknik. PET dapat berwujud padatan amorf
(transparan) atau sebagai bahan semi kristal yang putih dan tidak transparan,
tergantung kepada proses dan riwayat termalnya . Monomernya dapat diproduksi
melalui esterifikasi asam tereftalat dengan etilen glikol, dengan air sebagai produk
sampingnya. Monomer PET juga dapat dihasilkan melalui reaksi transesterifikasi
etilen glikol dengan dimetil tereftalat dengan methanol sebagai hasil samping.
Polimer PET dihasilkan melalui reaksi polimerasi kondensasi dari monomernya.
Reaksi ini terjadi sesaat setelah esterifikasi/transesterifikasinya dengan etilen
glikol.
22
Kebanyakan (sekitar 60%) dari produksi PET dunia digunakan dalam serat
sintetis, dan produksi botol mencapai 30% dari permintaan dunia. Berdasarkan
Pergub Jatim No. 72 Tahun 2013 standar baku mutu air limbah PET terdiri dari
beberapa parameter yaitu BOD5 dengan kadar maksimum 75 mg/L, COD dengan
kadar maksimum 150 mg/L, TSS dengan kadar maksimum 100 mg/L, dengan
volume air limbah maksimum sebesar 2 m3 per ton produk.
2.7 Penelitian yang Relevan
Seiring dengan maraknya isu lingkungan, banyak sekali penelitian yang muncul
mengenai reverse logistic. Farizqi, dkk (2011) melakukan penelitian reverse logistic
baterai aki menggunakan pendekatan goal programming. Model yang dibangun
menggunakan pendekatan goal programming dengan pertimbangan multi eselon dalam
reverse logistic accu bekas, model yang dibangun mempertimbangkan 8 eselon antara
lain supplier, factory, recycling center, collection center, secondary market, disposal
center, distribution center dan end customer. Model yang dibangun memiliki tiga
tujuan, yakni tujuan utama meminimalkan biaya reverse logistic, tujuan kedua
meminimalkan dampak lingkungan serta memaksimalkan jumlah baterai aki bekas
yang dikumpulkan merupakan tujuan yang terakhir. Penelitian ini menggunakan pre-
empitive goal programming sehingga dapat dimungkinkan terdapat fungsi tujuan yang
tidak tercapai. Pengembalian baterai aki bekas dimulai dari konsumen baterai aki
hingga kembali ke manufacturer (factory). Alur pengembalian dan daur ulang aki
bekas dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
Supplier
Plastic Box
Recycled Lead
Recycling Center Alloy Factories
Scrap plastic
Secondary Lead
Alloy
Waste Spent
Acid (Sulphur)
Collection Center Spent Batteries Spent Batteries
Distribution Center
Disposal Center - Dissasembly End Customer
- Collecting
- Sorting
Secondary Market
Total biaya reverse logistic (RLC) adalah keseluruhan biaya yang muncul
pada sistem reverse logistics baterai aki. Keseluruhan biaya tersebut antara lain :
TPC Total biaya yang untuk memproduksi baterai aki di factory (f)
Qfp Jumlah produk (p) yang diproses di factory (f) sekama periode
waktu (t)
Cfpt Biaya untuk memproduksi produk (p) di factory (f) selama periode
waktu (t)
Biaya pembelian bahan baku
TRWC = ........................................................... (8)
TRWC Total biaya yang dikeluarkan untuk membeli bahan baku dari
supplier (s)
Qisft Jumlah bahan baku (i) yang dibeli dari supplier (s) oleh factory (f)
selama periode waktu (t)
Cist Biaya yang dikeluarkan untuk membeli bahan baku (i) dari suplier
(s) oleh factory (f) selama periode waktu (t)
Biaya transportasi untuk mengangkut bahan baku yang dibeli supplier
TFSTC = ........................................................ (9)
TFSTC Total biaya transportasi dari factory (f) ke supplier (s)
Cisft Biaya transportasi per ton bahan baku (i) dari supplier (s) ke
factory (f) selama periode waktu (t)
Biaya simpan baterai aki baru
TBIC = ................................................................. (10)
24
Dimana
Sfpt = Sfp(t-1) + Qfpt -
TBIC Total biaya simpan produk jadi di factory (f)
Sfpt Jumlah persediaan produk jadi (p) di factory (f) selama periode
waktu (t)
Cfpt Biaya simpan produk (p) di factory (f) selama periode waktu (t)
Qfdpt Jumlah produk (p) yang dikirim factory (f) ke distribution center
(d) selama periode waktu (t)
Biaya simpan untuk memproduksi bahan baku untuk memproduksi aki baru
TRWIC = ................................................................ (11)
Dimana
Sift = Sift(t-1) +
TRWIC total biaya simpan bahan baku di factory (f)
Sift jumlah persediaan bahan baku (i) di factory (f) selama periode
waktu (t)
Cift Biaya simpan bahan baku (i) di factory (f) selama periode waktu (t)
Qirft Jumlah bahan baku (i) hasil daur ulang di recycling center (r) yang
dikirim ke factory (f) selama periode waktu (t)
Xip Jumlah bahan baku (i) yang diperlukan untuk meproduksi satu unit
produk (p)
Biaya operasional tetap (fixed cost)
FFC = ............................................................................................. (12)
FFC Total biaya operasional tetap (fixed cost) di factory
FCf Biaya operasional tetap (fixed cost) di factory (f)
Biaya Pembongkaran
(c)
Ccpt Biaya disassembly produk (p) bekas di collection center (c) selama
Biaya Sorting
SQcpt Jumlah Produk (p) bekas yang di sorting di collection center (c)
SCcpt Biaya Sorting Produk (p) bekas yang di sorting di collection center
Biaya transportasi untuk mengirim komponen yang tidak terpakai dan tidak
TXCTC Total biaya transportasi dari collection center (c) ke disposal center
Qcxpt Jumlah Produk (p) yang dikirim collection center (c) ke disposal
Ccxpt Biaya transportasi dari collection center (c) ke disposal center (x)
center
center (r)
Qcrpt Jumlah bahan baku (i) siap daur ulang yang dikirim collection
Ccrpt Biaya transportasi produk (p) dari collection center (c) ke recycling
Yip Presentase bahan baku (i) pada produk (p) bekas yang di daur ulang
Yip .. Presentase bahan baku (i) pda produk (p) bekas yang didaur ulang
Biaya simpan
TCIC = ................................................................. (18)
Dimana Scpt = Scp(t-1) + Q dcpt-
TCIC Total biaya simpan di collection center (c)
Scpt Jumlah persediaan produk (p) bekas di collection center (c) selama
periode waktu (t)
Ccpt Biaya simpan produk (p) bekas di collection center (c) selama
periode wakti (t)
Biaya operasional tetap (fixed cost)
CFC = ......................................................................................... .(19)
CFC Total biaya operasional tetap (fixed cost) di collection center
FCc Biaya operasional tetap (fixed cost) di collection center
RRirt recycling rate produk (p) untuk menghasilkan bahan baku hasil
daur ulang di recycling center (r) selama periode waktu (t)
Biaya simpan bahan baku
TRIC = .................................................................. (22)
Dimana Srpt = Srp (t-1) +
TRIC Total biaya simpan di recycling center (r)
Srpt Jumlah persediaan bahan baku (i) di recycling center (r) selama
periode waktu (t)
Cirt Biaya simpan produk (p) di recycling center (r) selama periode
waktu (t)
Biaya operasional tetap (fixed cost)
RFC = .......................................................................................... 23)
RFC Total biaya operasional tetap (fixed cost) di recycling center (r)
FCr Biaya operasional tetap (fixed cost) di recycling center (r)
d. Komponen biaya di Distribution Center
Biaya pengumpulan baterai aki bekas (biaya pembelian baterai aki bekas)
TCC = ................................................................ (24)
TCC Total biaya pengumpulan di distribution center (d)
Qdpt Jumlah produk (p) bekas yang dibeli distribution center (d)
Cdpt Biaya pengumpulan produk (p) yang dikembalikan di distribution
center (d) selama periode waktu (t) atau biaya yang dikeluarkan
distribution center (d) untuk membeli produk (p) bekas
Biaya transportasi pengambilan baterai aki bekas di konsumen
TEDTC = . ................................................ (25)
TEDTC Total biaya transportasi dari end customer (e) ke distribution center
(d)
Qdept Jumlah produk (p) yang diambil distribution center (d) dari end
customer (e) selama periode waktu (t)
Cdept Biaya transportasi produk (p) dari end customer (e) ke distribution
center (d) selama periode tertentu (t)
29
a. Nilai emisi dari penggunaan bahan bakar yang dihitug berdasarkan jarak yang
ditempuh selama perjalanan dalam aktivitas transportasi.
FEC=
30
,* + * + * +
* + * +- 20* +
DEC= ,* + * + * +
* + * +- δ ........................... (30)
DEC Dampak lingkungan akibat kegiatan pembongkaran
γ Index bahan bakar per liter
δ Nilai persediaan sumber daya abiotik per kg timah
31
4 Kendala –kendala
Kendala –kendala yang harus dipenuhi dalam model reverse logistics yang
dirancang, antara lain :
a. Jumlah bahan baku yang dibeli cukup untuk memenuhi kebutuhan bahan
baku di factory
=( )
................................................................................ (32)
Xip Jumlah bahan baku (i) yang diperlukan untuk memproduksi satu
unit produk (p)
Dpt Jumlah permintaan produk (p) selama periopde waktu (t)
b. Jumlah batera aki bekas yang dibeli tidak melebihi jumlah baterai aki bekas
yang tersedia di konsumen
.............................................................. (33)
c. Jumlah bahan baku yang disimpan di factory selama periode waktu tidak
melebihi kapsitas simpan factory
.......................................................................................... (34)
ISCf Kapasitas penyimpanan bahan baku di factory (f)
d. Jumlah baterai aki baru yang disimpan di factory selama periode waktu yang
tidak melebihi kapasitas simpan factory
32
.......................................................................................... (35)
e. jumlah baterai aki yang disimpan di distribution center selama periode waktu
tidak melebihi kapsitas simpan distribution center
.................................................................. (36)
DSCd Kapasitas penyimpanan produk (p) di distribution center (d)
f. jumlah bahan baku yang disimpan di recycling center selama periode waktu
tidak melebihi kapasitas simpan recycling center
........................................................................................... 37)
g. jumlah baterai aki berkas dan bahan baku yang disimpan di collection center
selama periode waktu tidak melebihi kapasitas simpan collection center
............................ (38)
CSCc Kapasitas Penyimpanan produk (p) di collection center (c)
h. jumlah bahan baku yang dibeli di supplier tidak melebihi kapasitas supply
dari supplier tersebut
Qisft ............................................................................................... (39)
i. waktu yang dibutuhkan untuk memproduksi baterai aki selama periode waktu
tidak boleh melebihi waktu yang tersedia
..................................................................................... 40)
PCfpt Kapasitas produksi produk (p) oleh factory (f) selama periode
waktu (t)
k. jumlah bahan baku yang di daur ulang tidak boleh melebihi kapasitas daur
ulang di recycling center
RCrpt Kapasitas daur ulang produk (p) di recycling center (r) selama
periode waktu (t)
l. jumlah baterai aki bekas yang dibongkar tidak boleh melebihi kapasitas
bongkar di collection center
m. jumlah baterai aki bekas di sorting tidak boleh melebihi kapasitas sorting di
collection center
SQcpt Jumlah produk (p) bekas yang di sorting di collection center (c)
selama periode waktu (t)
34
SCcpt Kapasitas sorting produk (p) di collection center (c) selama periode
waktu (t)
XCxpt Kapasitas disposal center (x) untuk menerima produk (p) selama
periode waktu (t)
Qfpt ≥ 0; Qfdpt ≥ 0;
Subject to :
+ +
+
+ + +
+ +
+ +
+ +
+ + +
+ +
+ + + dc- -
dc+ = TRLC .........................................................................................(48)
,* + * + * +
* + * +- 20* +
,* + * + * +
* + * +- δ + dcd- - dcd + =
.( ) / ............................................... .. ..(72)
.( ) / ……………………………….…(73)
( ( ) ... .......(74)
( ( )
.......................................................................................................................... (75)
Dimana
= Jarak yang dicapai dengan 1 Kg bahan bakar ketika mengangkut
komponen setelah dibongkar
38
Tabel 2.10
Penelitian yang Relevan
Tema Judul Penulis Hasil
Model reverse logistic
goal programming multi
Pengembangan model Farizqi,
Green eselon dengan lebih dari
reverse logistic baterai aki Ciptomulyono,
manufacturing 1 fungsi tujuan yang
bekas menggunakan dan
(Reverse mengintegrassikan
pendekatan goal Rusdiansyah
logistic) jaringan RL pada 8
programming (2011)
eselon penelitian dengan
mempertimbangkan
39
pengurangan biaya,
peningkatan kualitas
produk, dan membantu
dalam menentukan
lokasi, rute dan varietas
yang berbeda dalam
aliran limbah
Penentuan joint lot size Menentukan total cost
menggunakan pendekatan yang optimum serta
Harahap,
supply chain dengan mengidentifikasi faktor
Nazaruddin, dan
metode vendor managed penyebab tidak adanya
Tarigan (2015)
inventory pada PT Gold integrasi
Coin Indonesia
Optimasi program linear
pecahan dengan fungsi
tujuan berkoefisien
interval menghasilkan
nilai optimal yang baik
Optimasi Program Linier Zuhanda dan
dibandingkan
Pecahan Dengan Fungsi Sawaluddin
penyelesaian dengan
Tujuan Berkoefisien (2014)
Linear optimasi program linear
Interval
Programming biasa serta interval dapat
digunakan sebagai
pengganti koefisien yang
sulit ditentukan
Metode modifikasi
subgradient mampu
menyelesaikan persoalan
Study Tentang Fuzzy Nazmi, dengan memilih solusi
Linear Programing Sibayang, dan yang tebaik, dengan
Dengan Metode Ariswoyo, S., bebrapa keuntungan
Modifikasi Subgradient 2010 antara lain dualitas
bilangan nol dapa
diguanakan untuk
masalah yang rumit
Jumlah pembelian
baterai dan penjualan
timbal dan plastik yang
Pengembangan Model Arassy, optimal dengan
Linear Reverse Logistic Accu Masudin, I dan memperhatikan biaya
Programming Bekas dengan Pendekatan Saputro, T.E lingkungan serta
Linear Programming 2016 memaksimalkan profit
yang berkelanjutan yang
juga mempertimbangkan
biaya simpan.
(Sumber: Diolah)
aki bekas tersebut antara lain supplier, factory, secondary market, recycling center,
disposal, collection center dan distribution center. Data-data yang diperoleh pada
penelitian farizqi, dkk (2010) berasal dari observasi sistem daur ulang baterai aki bekas
dan menggunakan data sekunder yang diperoleh dari internet. Penelitian ini juga
mempertimbangkan aspek lingkungan yang terdapat pada persamaan 49 dan 50.
Penelitian yang sejenis dilakukan oleh Indriati dan Rustikasari (2010) yang membuat
model reverse logistic untuk baterai di Indonesia menggunakan linear programming
untuk menentukan jumlah pembelian baterai dan penjualan timbal dan plastik yang
optimal dengan memperhatikan biaya lingkungan serta memaksimalkan profit yang
berkelanjutan. Dampak lingkungan yang ditimbulkan pada proses daur ulang baterai
pada penelitian Indrianti dan Rustikasari (2010) terdapat pada persamaan 74 dan 75,
yaitu limbah akibat emisi bahan bakar dan persediaan sumber daya abiotik. Penelitian
Indrianti dan Rustikasari (2010) memiliki tiga entitas antara lain pengecer, kolektor dan
produsen. Pati et al, (2006) membuat model Mixed Integer Goal Programming (MIGP)
untuk menganalisis jaringan daur ulang kertas. Model ini bertujuan untuk mencari
hubungan yang objektif dalam model, yang berkaitan dengan pengurangan biaya,
peningkatan kualitas produk, dan membantu dalam menentukan lokasi, rute dan
varietas yang berbeda dalam aliran limbah. Terdapat lima entitas yaitu vendor
pelanggan (sumber awal sampah), dealer, pemilik gudang, pemasok dan produsen.
Berdasarkan latar belakang penelitian, maka penulis akan mengembangkan
penelitian dari Farizqi, dkk (2011) yang memanfaatkan penelitian dari Indrianti
dan Rustikasari (2010) yaitu mengembangkan model reverse logistic botol plastik
bekas dengan pendekatan goal programming. Aspek lingkungan yang akan
dibahas oleh penulis yaitu limbah plastik pada tahap daur ulang dan kegiatan
transportasi yang menggunakan bahan bakar solar dengan supply chain yang ada
pada Bank Sampah Malang antara lain pengrajin, tempat pembuangan akhir, area
A, area B, depo, perusahaan. Penelitian ini menggunakan preemptive goal
programming. Penelitian pendukung lainnya seperti yang ada pada tabel 2.10
yang menjadi referensi pada penelitian ini pada bidang reverse logistic.