Anda di halaman 1dari 18

LABORATORIUM ZAT PADAT/SOLAR ENERGI II

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam


Universitas Sumatera Utara
Jln. Bioteknologi No.1 Kampus USU, Medan 20155
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sumber energi alternatif yang menggunakan hidrogen sebagai bahan bakar utama telah
banyak dikuasai oleh negara maju, sedangkan di Indonesia masih dalam taraf penelitian.
Teknologi fuel cell yang menggunakan gas hidrogen sebagai bahan bakar, adalah teknologi
yang ramah lingkungan dimana hasilnya hanya listrik, air, dan panas. Hidrogen adalah energi
sekunder sehingga tetap harus diolah dari sumber energi lain, di antaranya selain gas alam
adalah gasifikasi batu bara, elektrolisa air, elektrolisa metanol yang masih relatif mahal,
terdapat pula perubahan biogas metan yang masih memerlukan energi panas. Untuk
mendapatkan terobosan baru proses produksi gas hidrogen, proses bioteknologi, baik itu
secara fotosintesis maupun fermentasi adalah pilihan terbaik untuk dapat menghasilkan
hidrogen dengan tingkat kemurnian yang tinggi. Sejumlah spesies jasad renik dari berbagai
taksa dan tipe fisiologi mampu menghasilkan bio-hidrogen.
Gas hidrogen ini dapat dihasilkan oleh beberapa bakteri misalnya Enterobacter
aerogenes, Clostridium butyricum, Bacillus pumilus, dll. E. aerogenes yang diisolasi
langsung dari limbah biodiesel mampu memanfaatkan berbagai macam substrat, baik itu
substrat murni dan sederhana, seperti: glukosa gliserol, dll maupun senyawa yang lebih
kompleks dari limbah, misalnya: molases, pati singkong, nira aren, shorgum dan limbah
biodiesel.
Fuel cell adalah perangkat elektronika yang mampu mengkonversi perubahan energi
bebas suatu rekasi elektronikia menjadi energi listrik. Dengan fuel cell, bahan/senyawa kimia
sebagai sumber energi akan terus ada selama kita mengisi bahan bakar fuel cell tersebut.
Senyawa kimia yang paling banyak dipakai dalam fuel cell adalah hidrogen dan oksigen.
Kedua senyawa tersebut dipilih karena kelimpahannya di alam sangat banyak.

1.2 Tujuan Percobaan


1. Untuk mengetahui prinsip kerja fuel cell
2. Untuk mengetahui prinsip kerja electrolyzer
3. Untuk melihat karakteristik tegangan arus dan electrolyzer
4. Untuk mengetahui perbedaan fuel cell dengan electrolyzer
5. Untuk mengetahui aplikasi percobaan
LABORATORIUM ZAT PADAT/SOLAR ENERGI II
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sumatera Utara
Jln. Bioteknologi No.1 Kampus USU, Medan 20155
BAB II

LANDASAN TEORI

Bahan bakar cair konvensional yang berasal dari non-minyak dapat diperoleh dari sumber daya
fosil seperti minyak serpih, tar (di pasir), dan batubara. Oil shale mengandung sisa-sisa
tumbuhan dari resin yang, pada pemanasan, terurai menjadi cairan berminyak kompleks
(kerogen) yang mengandung proporsi senyawa sulfur, nitrogen, dan oksigen yang relatif tinggi,
dari mana minyak mentah sintetis (syncrude) dapat diturunkan. Serpihan minyak biasanya
ditambang dengan metode konvensional dan kemudian diperlakukan dalam retort distilasi
vertikal pada kisaran suhu 500 hingga 700 °C. Distilasi in situ telah dicoba dengan menggunakan
pemanas listrik bawah tanah. Shale syncrude biasanya kaya akan aromatik (35 persen), dengan
lilin, belerang, dan nitrogen yang terikat minyak relatif tinggi. Meskipun peringkat oktannya
tinggi, ia cenderung menghasilkan asap, titik tuang tinggi (35 °C), emisi korosif dan
ketidakstabilan termal. Hidrogenasi meningkatkan sebagian besar faktor-faktor ini, tetapi
merupakan proses yang mahal.
Ter (aspal, titinada, bitumen, dan lain-lain) umumnya sulit ditangani karena kohesi
dengan batuan reservoir atau pasir, meskipun beberapa ter dapat dipisahkan dengan air panas.
Bahan bakar cair dapat diperoleh dengan ekstraksi pelarut yang memberikan hasil yang
sebanding dengan yang dari serpih minyak. Dalam pencairan batubara, seperti halnya
suplementasi gas alam, salah satu tujuan utama adalah untuk meningkatkan rasio hidrogen/
karbon. Peningkatan yang relatif kecil dalam rasio ini menghasilkan cairan yang cukup berat
mirip dengan bahan bakar residu berbasis minyak. Jenis bahan bakar ini cocok untuk pembangkit
tenaga listrik, menggantikan batubara sulfur tinggi yang ditemukan di daerah-daerah seperti
Amerika Serikat bagian timur. Di sisi lain, tingkat hidrogenasi yang lebih tinggi, lebih mahal,
menghasilkan fraksi hidrokarbon yang sebanding dengan bensin, dan ini adalah cairan yang
diperkirakan akan dibutuhkan pada akhirnya dari batubara Britania Raya, setelah menipisnya
minyak Laut Utara. Tiga rute utama menuju pencairan batubara adalah sebagai berikut:
1. Hidrokarbonisasi. Karbonisasi (pemanasan tanpa adanya udara) memecah struktur molekul
batubara seperti benzena yang dipolimerisasi melalui agitasi termal (pirolisis) yang
menghasilkan gas dan kokas batu bara, yang menghasilkan produk sampingan dari batu bara
batubara yang kaya karbon dan benzol mentah. Meskipun ter batubara itu sendiri
digolongkan sebagai bahan bakar konvensional untuk tungku dan boiler, mereka juga dapat
diperlakukan untuk menghasilkan jenis bahan bakar minyak konvensional, sedangkan motor
benzol (campuran aromatik sekitar 70 persen benzena, 18 persen toluena, 8 persen xylene
LABORATORIUM ZAT PADAT/SOLAR ENERGI II
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sumatera Utara
Jln. Bioteknologi No.1 Kampus USU, Medan 20155
dan 4 persen hidrokarbon lainnya) telah lama diminati sebagai komponen campuran bensin
anti-ketukan yang tinggi. Namun, biaya awal dari pabrik coke-oven terlalu tinggi untuk
produksi cairan tersebut menjadi ekonomis, dan perbaikan saat ini mencakup baik adopsi
lapisan batubara teralisasi dan karbonisasi di hadapan gas hidrogen pada tekanan sedang.
Coke-oven yang tidak bereaksi dapat digunakan sebagai kendaraan untuk mengekstraksi
hidrogen yang diperlukan dari pasokan uap dan oksigen.
2. Hidrogenasi Tidak Langsung. Batubara pertama kali gasifikasi ke syngas (karbon monoksida
dan hidrogen) seperti dalam sistem Lurgi, diikuti oleh konversi Fischer-Tropsch menjadi
hidrokarbon cair menggunakan katalis. Pengotor seperti karbon dioksida dan hidrogen
sulfida dihilangkan antara dua tahap. Tumbuhan jenis ini ada di Republik Federal Jerman,
Australia, Afrika Selatan dan Skotlandia.
3. Hidrogenasi Langsung. Proses pencairan yang lebih efisien dilakukan secara langsung baik
dengan atau tanpa katalis. Misalnya, aliran batubara bubuk, biasanya dalam bentuk minyak
lumpur 'atau minyak pasta' menggunakan produk-produk cair daur ulang, direaksikan
dengan gas hidrogen pada tekanan tinggi dalam bejana reaksi, biasanya mengandung katalis
yang baik tetap atau terfluidisasi. Atau, dalam proses ekstraksi, bubur batu bara
didepolimerisasi dengan menggunakan pelarut, dalam beberapa kasus pelarut
menyumbangkan hidrogen ke senyawa karbon terlarut.
Bahan sintetis adalah bahan yang diproduksi oleh kombinasi komponen-komponennya,
yang dapat berupa senyawa-senyawa dari komponen yang lebih kecil. Sintesis tidak diragukan
termasuk dengan banyak reaksi lain dalam berbagai proses produksi, tetapi belum tentu dominan.
Dalam studi ini, sebagian besar jenis bahan bakar ini ditemukan terpisah secara alami ke dalam
satu atau beberapa pengelompokan berbeda, dengan pengecualian yang diperoleh dengan sintesis
langsung elemen induk, yang dipertimbangkan di sini.
Secara teknis layak untuk membuat campuran hidrokarbon, misalnya, dengan sifat-sifat
yang mendekati bahan bakar konvensional melalui sintesis unsur berbasis hidrogen dan karbon
yang disediakan dengan sumber daya energi yang substansial tersedia untuk isolasi awal unsur-
unsur tersebut dan kombinasinya selanjutnya. Hidrogen memiliki sumber yang tidak ada
habisnya dalam air, sedangkan karbon dapat berasal dari kalsium karbonat dalam bentuk batu
kapur, karbon dioksida atmosfer, atau biomatter. Kebutuhan energi keseluruhan mungkin akan
dipenuhi dari sumber tenaga surya atau luar puncak. Ketika bahan baku unsur juga produk
oksida, seperti halnya hidrogen dari air, energi reaksi didaur ulang dengan dipasok selama isolasi
unsur, dan dilepaskan pada pembakaran selanjutnya. Karena beberapa inefisiensi berhubungan
dengan kedua proses, hasil keseluruhan haruslah merupakan defisit energi. Oleh karena itu,
sintesis bahan bakar menyiratkan suatu pendekatan yang mahal energi yang dapat
dipertimbangkan hanya untuk kasus-kasus khusus. Dengan kontrol dan pencampuran yang
LABORATORIUM ZAT PADAT/SOLAR ENERGI II
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sumatera Utara
Jln. Bioteknologi No.1 Kampus USU, Medan 20155
sesuai, sintesis memiliki kelebihan yang dihasilkan bahan bakar bisa sangat mirip dengan
konvensional sehingga tidak ada sistem distribusi yang baru secara radikal, atau desain ruang
bakar, yang diperlukan. Selanjutnya, jenis bahan bakar dapat diubah dengan penyesuaian sintesis
agar sesuai dengan perkembangan ruang bakar.
Fitur utama dari pengganti bahan bakar konvensional adalah bahan bakar tersebut harus
tersedia secara relatif bebas, dan kemampuannya untuk dipertukarkan, walaupun sangat
diinginkan, merupakan hal yang sekunder karena beberapa pengembangan lebih lanjut dari
sistem pembakaran dan bahan bakar untuk memberikan kompatibilitas dengan pengganti hampir
tidak dapat dihindari. Namun, bahan bakar apa pun, pada dasarnya, adalah penyimpan energi,
akibatnya tingkat energi yang disimpan menjadi perhatian mendesak. Selain itu, karena bahan
bakar harus memiliki bahan material untuk menyimpan energi, dua persyaratan utama muncul
untuk bahan bakar pengganti:
1. Harus terdiri dari bahan yang tersedia dalam jumlah banyak atau, lebih disukai, dapat diisi
ulang dalam jumlah yang cukup.
2. Harus memiliki tingkat energi ikatan kimia yang memadai yang dapat dengan mudah
dikurangi untuk mendorong keluarnya panas dan / atau pekerjaan.
Bahan bakar fosil telah terlihat memiliki jumlah energi yang sangat berguna, tetapi
persediaan material mereka tidak diisi kembali mengingat skala waktu geologis yang diperlukan
untuk pembentukan, akibatnya mereka, dan energi yang tersimpan, semakin menipis. Dalam
diskusi berikut, akan terlihat bahwa beberapa bahan bakar pengganti cenderung tersedia secara
relatif baik dalam hal material dan energi, sedangkan yang lain dapat tersedia berlimpah sebagai
bahan, tetapi harus diisi dengan energi selama pembentukannya, menghasilkan dalam defisit
energi secara keseluruhan. Dengan konsep-konsep ini dalam pikiran, beberapa bahan bakar
pengganti dipertimbangkan di bawah ini, diatur secara luas dalam urutan kompleksitas molekul
yang menaik. (Goodger, 1980)
Prinsip operasi sel bahan bakar ditemukan oleh Sir William Grove pada tahun 1839. Selama
lebih dari satu abad perangkat ini tetap menjadi keingintahuan. Pada 1960-an ketika program luar
angkasa membutuhkan sumber daya yang kompak, ada minat baru pada sel bahan bakar,
menghasilkan sistem tenaga yang efisien, andal, dan sangat mahal yang digunakan dengan
sukses di misi luar angkasa Gemini dan Apollo. Namun, sel bahan bakar harus mengatasi
kendala teknis dan pembiayaan untuk menemukan aplikasi dalam sistem pembangkit tenaga
listrik. Sebagian besar tenaga listrik di dunia dihasilkan oleh mesin panas yang memanfaatkan
panas dari pembakaran bahan bakar fosil, tunduk pada batasan siklus Carnot. Pasangan tidak
dibatasi oleh siklus panas dan akan berubah dengan efisiensi tinggi. Ketika bahan elektroda aktif
dari tanah digantikan oleh gas yang dapat direduksi dan teroksidasi secara terus menerus dari
sumber luar, sistem menjadi sel bahan bakar. Perkiraan efisiensi konversi termal sel bahan bakar
LABORATORIUM ZAT PADAT/SOLAR ENERGI II
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sumatera Utara
Jln. Bioteknologi No.1 Kampus USU, Medan 20155
adalah 60 hingga 85 persen, pembangkit tenaga uap sentral 35 hingga 40 persen, mesin mobil 17
hingga 23 persen, turbin gas 30 persen, mesin motor tempel 12 persen. Ini menunjukka
kepadatan energi kritis pasangan elektrokimia.
Selama lebih dari satu abad telah disadari bahwa listrik dapat diproduksi langsung dari
oksidasi karbon atau gas karbon dalam sel galvanik yang dioperasikan dengan elektrolit garam
yang digabungkan. Material yang stabil secara termal dan komponen baterai untuk umur panjang
pada suhu 500 hingga 750 °C telah terbukti sulit dipahami. Sistem tipikal adalah pasangan
hidrogen-oksigen, dengan output teoritis tertinggi (1620 W/lb reaktan aktif). Tidak ada gas atau
asam aktif yang digunakan. Sel bahan bakar Union Carbide beroperasi pada suhu 70 hingga 150
°F pada tekanan dari atmosfer hingga beberapa atmosfer. Pengoperasian berlangsung terus
menerus selama bahan bakar dan oksigen dipasok, dan dalam sebagian besar kasus, pengaturan
pasokan bahan bakar tetap tidak berubah setelah operasi dimulai. Hidrogen dan oksigen berdifusi
melalui elektroda karbon ke antarmuka elektrolit, di mana mereka tetap sebagai fase gas
teradsorpsi sampai reaksi elektrokimia berlangsung. Produk dari sel bahan bakar hidogen-
oksigen adalah air, terbentuk di karbon anoda dalam jumlah yang sesuai dengan berat gabungan
oksigen dan hidrogen yang dikonsumsi. Tegangan sirkuit-terbuka mencapai maksimum sekitar
1,12 V daripada potensi yang diharapkan secara teoritis 1,20 V untuk reaksi.
Ini menimbulkan proses empat elektron, dan tercermin dalam konsumsi hidrogen dan
oksigen dalam sel operasi. Efisiensi elektrokimia adalah 95 persen atau lebih baik. Ketika sel
dioperasikan pada 140 hingga 150 °F, air dapat dilepas dengan sirkulasi kelebihan hidrogen
melalui kompartemen gas anoda dan kondensasi uap berikutnya, gas kering menjadi
dikembalikan ke sel. Beberapa uap air ditemukan dalam sistem katoda ketika baterai
dioperasikan pada suhu yang lebih tinggi, dan ini juga dapat dihilangkan dengan kondensasi.
Baterai bertekanan yang beroperasi pada 5 hingga 10 atm dengan oksigen memberikan output
daya yang optimal. Kepadatan daya maksimum adalah sekitar 1900 W / ft 3 volume baterai, tetapi
diperoleh dengan mengorbankan kenaikan suhu yang berlebihan dan penurunan tajam dalam
efisiensi bahan bakar dari kondisi operasi normal.
Hidrogen umumnya disimpan sebagai gas terkompresi dalam silinder, atau dapat
diproduksi dari hidrida atau logam reaktif. Tidak diperlukan pemurnian. Bahan bakar lain dapat
berupa fraksi minyak bumi, alkohol, amonia, atau organik sederhana. Oksigen dapat diambil
langsung dari udara atau disuplai sebagai gas terkompresi dalam silinder. Karat dihilangkan
secara berkala dari elektrolit. (Mantell, 1970)
Di sebagian besar pusat pembangkit listrik, sekitar dua pertiga dari energi mentah yang terbakar
berakhir sebagai panas yang ditolak ke lingkungan. Tenaga pabrik lokal yang terletak di dekat
pengguna dapat memanfaatkan sebagian dari panas yang ditolak ini untuk aplikasi panas tingkat
rendah. Pengaturan seperti itu disebut sistem energi total atau sistem kogenerasi.
LABORATORIUM ZAT PADAT/SOLAR ENERGI II
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sumatera Utara
Jln. Bioteknologi No.1 Kampus USU, Medan 20155
Sistem tata surya total memiliki daya tarik dalam beberapa kasus di mana tidak ada skala
ekonomi untuk perluasan bidang kolektor surya di luar titik tertentu. Ketika sistem energi total
surya digunakan untuk pendinginan ruang gedung, ada beberapa kemungkinan untuk prosedur
menghasilkan pendinginan. Ini dibandingkan dan dievaluasi. Aspek-aspek lain, seperti pilihan
fluida kerja, jenis kolektor, dan orientasi akan dibahas. Selama 50 tahun terakhir, ada
peningkatan penggunaan listrik untuk energi. Penggunaan energi dalam segala bentuk telah
meningkat pada tingkat tahunan sekitar 3%, tetapi penggunaan energi listrik telah meningkat
sekitar dua kali lipat tingkat itu. Akibatnya, pada tahun 1978 titik tercapai di mana sekitar 25%
dari energi mentah yang digunakan di Amerika Serikat adalah untuk produksi listrik.
Menurut sebagian besar proyeksi, angka ini akan meningkat menjadi sekitar 40-50% pada
tahun 2000. Secara umum, ketika panas diubah menjadi listrik di pusat pembangkit listrik, hanya
sekitar sepertiga dari panas yang dikonversi menjadi listrik yang tersedia untuk konsumen;
sisanya ditolak ke menara pendingin atau kolam atau sungai atau dibuang di saluran transmisi.
Banyak insinyur berpikir bahwa jika pembangkit listrik lokal dapat dibangun berdekatan dengan
area permintaan untuk panas tingkat rendah, panas yang ditolak dari "sistem energi total"
tersebut dapat didistribusikan ke pengguna tersebut. Pendekatan ini mewakili potensi
penghematan energi yang besar karena kira-kira dua pertiga dari energi yang dilepaskan dalam
pembakaran bahan bakar muncul di knalpot pembangkit listrik.
Pendekatan semacam itu tidak sepenuhnya layak untuk masyarakat Amerika modern.
Sistem pemanas rumah jarang disuplai oleh air panas, dan transmisi air panas dari pembangkit
listrik ke perumahan bisa mahal dan tidak dapat diandalkan. Selain itu, ada skala ekonomi luar
biasa yang terlibat dalam penggunaan pembangkit listrik besar yang akan hilang jika banyak
pembangkit listrik lokal kecil digunakan. Ketika batu bara dan bahan bakar nuklir digunakan,
pembangkit listrik kecil menjadi agak tidak praktis. Biaya manajemen dan operasional juga
sangat tinggi dalam penggunaan tenaga listrik kecil. Sebagai hasil dari semua faktor ini, sistem
energi total semacam itu sangat jarang. Tampaknya pada satu waktu sel-sel bahan bakar efisiensi
tinggi yang tersedia dalam ukuran kecil mungkin membuat sistem energi total lebih layak, tetapi
kekurangan gas alam telah membuat pendekatan ini kurang diinginkan. Jika gas sintetis dapat
diproduksi dari batu bara, ini mungkin masih merupakan pendekatan yang menarik.
Salah satu masalah dalam penggunaan sistem energi total untuk aplikasi perumahan,
seperti kompleks besar apartemen, asrama, atau barak, adalah bahwa beban termal biasanya sulit
untuk diseimbangkan setiap tahun. Di daerah beriklim dingin, beban termal kecil dari akhir
musim semi hingga awal musim gugur. Di daerah beriklim panas, ada puncak beban termal di
musim panas dan musim dingin yang belum tentu seimbang. Dalam semua kasus aplikasi
perumahan, ada periode (musim semi dan musim gugur) di mana tidak ada pengguna untuk
panas tingkat rendah yang ditolak. Sistem energi total biasanya memiliki efisiensi siklus yang
LABORATORIUM ZAT PADAT/SOLAR ENERGI II
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sumatera Utara
Jln. Bioteknologi No.1 Kampus USU, Medan 20155
lebih rendah daripada pembangkit listrik pusat karena suhu dan tekanan kerja lebih rendah,
turbin tidak seefisien, dan aspek canggih tertentu dari keseluruhan siklus yang melibatkan
banyak turbin, pemanasan ulang, dan lain-lain tidak praktis. Akibatnya, mereka menghasilkan
proporsi listrik yang lebih rendah untuk menolak panas daripada pembangkit listrik pusat. Lebih
lanjut, ketika suhu turbin meningkat sekitar 100 oF di atas minimum yang dapat dicapai untuk
memanfaatkan panas buangan dengan lebih baik, efisiensi siklus berkurang lebih jauh. Efisiensi
siklus yang lebih rendah dapat mengurangi kelayakan ekonomi sistem energi total. Masalah lain
dengan sistem energi total adalah bahwa kontrol dan efisiensi sulit untuk dipertahankan ketika
listrik beban berfluktuasi. (Rapp, 1981)
Seiring perkembangan ilmu dan teknologi yang semakin pesat, kebutuhan akan bahan bakar
semakin meningkat, sedangkan cadangan bahan bakar minyak yang ada di perut bumi semakin
menipis dan suatu saat nanti akan habis. Oleh karena itu berbagai kemampuan manusia
dikerahkan untuk mencari sumber energi baru untuk menggantikan sumber energi dari bahan
bakar minyak atau bahan bakar fosil. Suatu sumber energi altenatif yang memiliki keunggulan
terbaik adalah sel bahan bakar oksida padat atau solid oxide fuel cell, yang selanjutnya dapat kita
sebut saja fuel cell. Keunggulannya adalah menggunakan elektroda-elektroda yang tidak mahal,
dan elektrolit padat. Energi yang dihasilkan adalah energi listrik yang mudah diubah ke bentuk
energi lain. Dan yang paling menjanjikan adalah tidak menimbulkan emisi gas buang yang
berbahaya bagi manusia maupun lingkungan alam. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk
menginformasikan adanya sumber energi alternatif yang sekarang sudah dapat digunakan untuk
kebutuhan sehari-hari manusia, misalnya sebagai penggerak alat-alat transformasi, mobil dar
kebutuhan energi lain. Tentunya karena masih relatif baru maka belum dapat digunakan orang
secara umum. Masih dibutuhkan penelitian dan pengembangan lebih lanjut untuk dapat
diproduksi secara komersil. Sel bahan bakar adalah alat yang mampu membangkitkan arus listrik
dengan memanfaatkan adanya reaksi kimia. Setiap sel bahan bakar memiliki dua elektroda, satu
positif dan yang lainnya negatif, yang lazim disebut anoda dan katoda. Reaksi yang
menghasilkan listrik adalah reaksi yang terjadi pada elektroda.
Setiap sel bahan bakar juga memiliki elektrolit yang membawa partikel-partikel berlistrik
dari satu elektroda ke elektroda lainnya. Pada setiap sel bahan bakar juga terdapat katalis yang
berfungsi mempercepat reaksi pada elektroda. Hidrogen adalah bahan dasar bahan bakar tapi sel
bahan bakar ini juga membutuhkan oksigen. Salah satu daya tarik sel bahan bakar ini adalah
bahwa sel bahan bakar mampu membangkitkan listrik dengan dampak polusi yang sangat kecil.
Hidrogen dan oksigen yang digunakan untuk membangkitkan listrik, akhirmya bereaksi
menghasilkan suatu bentuk zat yang aman (tidak merusak), yaitu air. Salah satu hal penting
dalam hal ini adalah, sebuah sel bahan bakar mampu membangkitkan listrik searah (DC) dalam
jumlah sangat sedikit. Tujuan dari sel bahan bakar adalah untuk memproduksi aliran listrik .yang
LABORATORIUM ZAT PADAT/SOLAR ENERGI II
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sumatera Utara
Jln. Bioteknologi No.1 Kampus USU, Medan 20155
dapat diarahkan keluar sel untuk melakukan kerja, seperti memberi tenaga pada motor listrik atau
membuat bola lampu bersinar untuk menerangi kota. Dikarenakan oleh sifat-sifat listrik, aliran
kembali ke sel bahan bakar bakar melalui anoda, yaitu tempat terjadinya rėaksi kimia,
mengosongkan electron-elektronnya. Atom-atom gas hydrogen sekarang diionisasi, dan
membawa muatan listrik positif. Muatan negatif clectron meneruskan aliran melalui kabel untuk
melakukan fungsinya, kerja atau memberi energi pada peralatan listrik. Jika dibutuhkan aliran
listrik bolak-balik (AC), hasil aliran DC dari sel bahan bakar harus diarahkan melalui alat
pengubah yang disebut inverter.
Gas oksigen masuk ke sel bahan bakar melalui katoda dalam beberapa tipe sel (seperti
yang telah dijelaskan di atas), di sana bergabung dengan elektron-elektron yang kembali dari
sirkuit listrik dan ion-ion gas hidrogen yang sudah melewati elektrolit dari anoda. Pada jenis sel
yang lain, gas oksigen membawa elektron-elektron lalu berjalan melalui elektrolit menuju anoda,
yaitu tempat gas tersebut bergabung dengan ion-ion hidrogen. Elektrolit memainkan peran
penting. Elektrolit hanya memperbolehkan ion-ion yang tepat untuk melewati antara anoda dan
katoda. Jika elektron-elektron bebas atau zat-zat lain mampu berjalan melalui elektrolit, elektron
bebas dan zat lain itu dapat mengacaukan reaksi kimia. Ketika mereka bergabung di anoda atau
katoda, bersama-sama, hidrogen dan oksigen membentuk air yang berasal dari sel. Selama sel
bahan bakar diberi gas hidrogen dan oksigen maka hal tersebut dapat membangkitkan listrik.
Yang lebih baik lagi, sejak sel bahan bakar mampu menghasilkan listrik secara kimiawi, (lebih
baik dari pembakaran), mereka tidak tergantung kepada hukum-hukum thermodinamika yang
membatasi pembangkit tenaga listrik biasa. Oleh karena itu sel bahan bakar lebih efisien dalam
menghasilkan energi dan bahan bakar. Membuang panas dari beberapa sel- sel dapat juga
dimanfaatkan untuk menaikkan efisiensi sistem. Dasar kerja dari sel bahan bakar tidaklah sulit
untuk digambarkan. Tetapi membangun/membuat sel bahan bakar yang murah, efisien dan dapat
diandalkan adalah jauh lebih rumit. Para ilmuwan dan penemu sudah mendesain beraneka ragam
jenis dan ukuran sel bahan bakar dalam rangka pencarian efisiensi yang lebih tinggi, dengan
teknik-teknik yang lebih khusus sesuai jenisaya. Banyak pilihan yang dihadapi oleh para
pengembang sel bahan bakar namun belum banyak pilihan untuk elektrolit. Sebagai contoh,
desain elektroda dan bahan-bahan yang akan digunakan, sangat tergantung pada jenis elektrolit
yang akan digunakan. Saat ini tipe/jenis elektrolit utama adalah alkali, molten carbonate,
phosphoric acid, proton exchange membrane (PEM) dan oksida zat padat. Yang disebutkan
ketiga pertama adalah elektrolit cair, sedangkan dua terakhir adalah elektrolit padat. Jenis dari
bahan bakar juga bergantung pada elektrolit. Beberapa bahan bakar membutuhkan hidrogen
murni, dan oleh karena itu dibutuhkan peralatan tambahan (ekstra) seperti 'reformer' untuk
memurnikan bahan bakar. Sel-sel lain dapat tahan terhadap ketidakmurnian, tapi membutuhkan
temperatur yang lebih tinggi agar lebih efisien. (Daryanto, 2015)
LABORATORIUM ZAT PADAT/SOLAR ENERGI II
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sumatera Utara
Jln. Bioteknologi No.1 Kampus USU, Medan 20155
BAB III

METODOLOGI PERCOBAAN

3.1. Peralatan dan Fungsi


1. Load Measurement Box
Fungsi: Untuk mengukur besar arus dan tegangan dari motor, lampu, hambatan yang
dihasilkan pada percobaan.
2. Electrolyzer
Fungsi: Untuk menguraikan unsur pembentuk air menjadi hidrogen dan oksigen.
3. Fuel cell
Fungsi: Untuk mengubah hidrogen dan oksigen menjadi energi listrik.
4. Solar cell
Fungsi: Untuk mengubah energi cahaya menjadi energi listrik.
5. Lampu 120 W
Fungsi: Sebagai sumber cahaya.
6. Kabel Penghubung 6 buah
Fungsi: Untuk menghubungkan peralatan.
7. Selang Panjang 2 buah
Fungsi: Untuk menghubungkan electrolyzer dengan fuel cell.
8. Selang Pendek 2 buah + Penyumbat
Fungsi: sebagai penyumbat gas H2 dan O2 di fuel cell
9. Tahung Pendek 2 buah
Fungsi: sebagai wadah air yang telah dipisahkan
10. Penggaris
Fungsi: Untuk mengukur jarak antara lampu dengan solar cell.
11. Cok sambung
Fungsi: Sebagai sumber tegangan AC untuk menghidupkan lampu.
12. Kacamata hitam
Fungsi: Untuk melindungi mata dari sinar lampu pijar.
13. Stopwatch
Fungsi: Untuk mengukur waktu lamanya proses penyinaran solar sel.
14. Corong
Fungsi: Sebagai wadah untuk menuangkan air distilasi ke tabung electrolyser.
15. Tissue
LABORATORIUM ZAT PADAT/SOLAR ENERGI II
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sumatera Utara
Jln. Bioteknologi No.1 Kampus USU, Medan 20155
Fungsi: Untuk membersihkan setiap peralatan

3.2 Bahan Dan Fungsi


1. Air distilasi
Fungsi : Sebagai sampel yang akan di elektrolisis.

3.3 Prosedur Percobaan


1. Siapkan peralatan
2. Di isi air destilasi ke tabung electrolyzer hingga mencapai tanda 0 mL
3. Tutup tabung electrloyzer dengan tabung pendek
4. Hubungkan electrloyzer dengan fuel cell menggunakan 2 buah tabung selang
panjang,pasang dua buah selang pendek pada fuel cell.
5. Hubungkan fuel cell dengan load measurement box dengan menggunakan kabel merah
dan hitam pada Ammeter
6. Hubungkan electrolyzer pada panel surya dengan menggunakan kabel merah dan hitam
7. Hidupkan lampu
8. Atur saklar putar load measurement box pada posisi OPEN selama 5 menit
9. Atur saklar putar load measurement box pada posisi 3Ω selama 3 menit sampai terlihat
arus pada Ammeter
10. Atur saklar putar load measurement box pada posisi OPEN selama 3 menit
11. Matikan lampu
12. Tutup selang pendek dengan stopper
13. Hidupkan lampu
14. Tunggu hingga sisi hidrogen mencapai 2 ml
15. Lepaskan kabel modul suryadan hubungkan electrolyzer ke volmeter load measurement
box
16. Hubungkan Ammter dan volmeter
17. Catat arus dan tegangan yang tertera pada load measurement box dengan memulai
memutar saklar dari 200 Ω sampai motor,selama 30 detik
18. Setelah selesai mencatat arus dan tegangan atur kembali saklar pada load measurement
box ke posisi OPEN dan tekan tombol OFF
19. Dilepaskan dan di bersihkan semua peralatan.
LABORATORIUM ZAT PADAT/SOLAR ENERGI II
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sumatera Utara
Jln. Bioteknologi No.1 Kampus USU, Medan 20155
BAB IV

HASIL DAN ANALISA

4.1 Data Percobaan


Jarak = 20 cm
R (Ω) R (Ω) V (Volt) I (A) P (Watt)
200 0.85 0.005 0.00425
100 0.84 0.012 0.01008
50 0.83 0.013 0.01079
10 0.78 0.030 0.0234
5 0.72 0.120 0.0864
3 0.65 0.220 0.143
1 0.81 0 0
Lamp 0.82 0.011 0.00902
Motor 0.82 0.011 0.00902

Medan, 06 Maret 2020


Asisten Praktikan

( Inda Suci Utami ) ( Wina Miranti )


LABORATORIUM ZAT PADAT/SOLAR ENERGI II
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sumatera Utara
Jln. Bioteknologi No.1 Kampus USU, Medan 20155
4.2. Analisa Data
 Gambarkan kurva karakteristik untuk V-vs-I pada fuel cell
V (volt) I (A)
0,85 0,005
0,84 0,012
0,83 0,013
0,78 0,030
0,72 0,120
0,65 0,220
0,81 0
Jawab :

Kurva Karakteristik V-vs-I pada Fuel Cell


0.2

0.15
Arus(I)

0.1

0.05

0
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1
Tegangan(V)

 Intrepretasikan kurva karakteristik untuk V-vs-I


Jawab :
Pada percobaan semakin besar arus yang dihasilkan fuel cell maka semakin kecil nilai
tegangannya yang diiringi oleh nilai hambatan. Pada percobaan terjadi tegangan off-load
pada lamp lampe di mana arus yang sangat kecil tetapi tegangannya bernilai 0,30 Volt.
Karena arus yang dibutuhkan lampu lebih besar dari arus yang disediakan oleh fuel cell.
Tegangan off load sangat dipengaruhi oleh volume dan kemurnian dari gas masukan.

 Masukkan tegangan dan arus operasi motor dan lampu pada kurva karakteristik untuk V-
vs-I
V (volt) I (A)
0,85 0,005
0,84 0,012
0,83 0,013
LABORATORIUM ZAT PADAT/SOLAR ENERGI II
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sumatera Utara
Jln. Bioteknologi No.1 Kampus USU, Medan 20155

0,78 0,030
0,72 0,120
0,65 0,220
0,81 0
0,82 0,011
0,82 0,011
Jawab :

Kurva Karakteristik V-vs-I pada Fuel Cell


0.25

0.2

0.15
Arus(I)

0.1

0.05

0
0.6 0.65 0.7 0.75 0.8 0.85 0.9
Tegangan(V)

 Gambar diagram P-vs-I


Jawab :
V (volt) I (A) P (Watt)
0,85 0,005 0.00425
0,84 0,012 0.01008
0,83 0,013 0.01079
0,78 0,030 0.0234
0,72 0,120 0.0864
0,65 0,220 0.143
0,81 0 0
0,82 0,011 0.00902
0,82 0,011 0.00902
LABORATORIUM ZAT PADAT/SOLAR ENERGI II
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sumatera Utara
Jln. Bioteknologi No.1 Kampus USU, Medan 20155

Kurva Karakteristik P-vs-I pada Fuel Cell


0.25

0.2

0.15
Arus(I)

0.1

0.05

Lamp
0 Motor
0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12 0.14 0.16

Daya(P)
LABORATORIUM ZAT PADAT/SOLAR ENERGI II
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sumatera Utara
Jln. Bioteknologi No.1 Kampus USU, Medan 20155
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
1. Prinsip kerja fuel cell yaitu mengubah energi kimia menjadi energi listrik yang mana gas
H2 dialirkan keanoda dan O2 dialirkan ke katoda. Pada anoda terjadi pemecahan H 2
menjadi proton dan elektron. Proton mengalir melalui membran sirkuit ke katoda
sedangkan elektron tidak dapat melewati membran sehingga elektron melalui eksternal
sirkuit. Dengan mengalirnya elektron-elektron kekatoda sehingga menghasilkan arus
listrik dan pada katoda elektron bereaksi dengan proton dan O 2 yang mana menghasilkan
air.
2. Prinsip kerja dari electrolyzer adalah untuk menguraikan H2O menjadi H2 dan O2. Pada
electrolyzer terdapat 2 buah elektroda yang terdiri dari anoda dan katoda yang dipisahkan
oleh membran polimer yang berfungsi sebagai elektrolit. Dengan adanya arus listrik maka
H2O yang berada pada tabung electrolyzer terpisah menjadi H2 dan O2 yang mana H2 disisi
anoda dan O2 pada sisi katoda.
3. Kurva karakteristik untuk V-vs-I pada Electrolyzer

Kurva Karakteristik V-vs-I pada Fuel Cell


0.2

0.15
Arus(I)

0.1

0.05

0
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1
Tegangan(V)

Karakteristik tegangan dan arus pada electrolyzer adalah berbanding terbalik dimana jika
semakin tinggi tegangan maka semakin rendah arus yang dihasilkan. Demikian
sebaliknya jika arus semakin tinggi maka tegangan yang dihasilkan semakin rendah.
Tegangan yang dihasilkan berasal dari proses electrolyzer, ketika air destilasi di
elektrolisis untuk memisahkan H2O menjadi H2 dan O2.
4. Perbedaan fuel cell dan electrolyzer yaitu :
1. Fuel Cell
LABORATORIUM ZAT PADAT/SOLAR ENERGI II
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sumatera Utara
Jln. Bioteknologi No.1 Kampus USU, Medan 20155
 Mengkonversi energi kimia menjadi energi listrik
 Dapat digunakan secara terus menerus
 Memerlukan katalis untuk mempercepat pengkonvesiannya
2. Electrolyzer
 Memisahkan larutan kimia menjadi ion-ionnya
 Membutuhkan arus listrik untuk proses elektrolisis
 Hanya dapat digunakan sekali saja
 Semakin tinggi arus yang masuk semakin cepat terjadinya elektrolisis
5. 1. Aplikasi dari Electrolyzer
 Bahan bakar kendaraan hidrogen.
 Pembuatan beberapa bahan kimia
 Pemurnian logam
 Penyepuhan logam
2. Aplikasi dari Fuel Cell
 Aplikasi sistem fuel cell akan sangat menguntungkan bagi negara kita seperti:
membuka lahan bisnis baru termasuk bisnis sistem pendukungnya
(pendistribusian gas hidrogen, gas oksigen, gas alam, dan gas LPG), menghemat
devisa negara, dan mengurangi pencemaran udara disektor transportasi.
 Aplikasi sistem fuel cell untuk sektor transportasi perlu diprioritaskan, karena
sarana transportasi merupakan kontributor terbesar, baik dalam penggunaan
BBM secara nasional maupun pencemaran lingkungan

5.2 Saran
1. Sebaiknya praktikan selanjutnya teliti dalam mengamati dan melakukan prosedur
percobaan.
2. Sebaiknya praktikan selanjutnya lebih teliti dalam merangkai peralatan.
3. Sebaiknya praktikan selanjutnya lebih teliti melihat perubahan tegangan, arus dan waktu.
LABORATORIUM ZAT PADAT/SOLAR ENERGI II
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sumatera Utara
Jln. Bioteknologi No.1 Kampus USU, Medan 20155
DAFTAR PUSTAKA

Daryanto, 2015. TEKNIK MOTOR DIESEL. Bandung: Alfabeta.


Halaman: 66-69.
Goodger, EM. 1980. ALTERNATIVE FUELS: CHEMICAL ENERGY RESOURCES.
Hongkong: The Macmillan Press LTD.
Pages: 41-44.
Mantel, CL. 1970. BATTERIES AND ENERGY SYSTEMS: SECOND EDITION. New York:
McGraw-Hill Book Company.
Pages: 241-245.
Rapp, D. 1981. SOLAR ENERGY. New Jersey: Prentice Hall.
Pages: 440-442.

Medan, 6 Maret 2020


Asisten Praktikan

(Inda Suci Utami) (Wina Miranti)


LABORATORIUM ZAT PADAT/SOLAR ENERGI II
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sumatera Utara
Jln. Bioteknologi No.1 Kampus USU, Medan 20155

Anda mungkin juga menyukai