37-Publikasi Merdeka-Pepnews
37-Publikasi Merdeka-Pepnews
komunitas akademik terkait dengan makna baru (a new meaning) jurnal ilmiah bereputasi
yang diajukan.
Filosof Heracletos (540 – 480 SM) pernah mengatakan, “Nothing endures but change”—tidak
ada satupun di dunia ini yang abadi (tidak berubah), kecuali perubahan itu sendiri. Perubahan itu
mutlak, niscaya. Pernyataan berbeda dinyatakan di dalam Al-Qur’an, “kullu man ‘alaiha fan wa
yabqa wajhu rabbika zul jalali wal ikram”—semua yang ada di bumi senantiasa berubah (fana)
dan yang kekal adalah Tuhanmu yang Maha tinggi dan Maha mulia” (QS. Ar-Rahman:26-27).
Pernyataan Heracletos tentu tak bisa dibandingkan dengan Kalam Ilahi. Keduanya memiliki
konteks dan derajat kebenaran (Truth) yang berbeda. Pernyataan Heracletos memiliki konteks
dan derajat kebenaran ilmiah relatif/nisbi yang diproduksi dan dikonsumsi oleh akal/logika (T4),
sedangkan Kalam Ilahi memiliki konteks dan derajat kebenaran mutlak/pasti yang diproduksi
dan dikonsumsi oleh hati/keyakinan (T1). Namun demikian, keduanya sepakat, bahwa
perubahan (change atau fana) merupakan suatu keniscayaan/mutlak.
Tulisan ini tidak mendialogkan tentang hal tersebut. Paragraf di atas hanya sebagai pengantar
untuk mendiskusikan tentang perubahan konstruksi kebijakan yang kerap terjadi di lingkungan
Kementerian Pendidikan (apapun namanya). Saking kerapnya terjadi perubahan kebijakan,
termasuk perubahan nama kementeriannya, di masyarakat muncul ungkapan “ganti Menteri
ganti kebijakan.”
Pun hal ini terjadi di era Mas Nadiem. Setidaknya, ada dua program pendidikan ubahan yang
menjadi kebijakan pada era kepemimpinannya, yaitu program Merdeka Belajar: Guru Penggerak,
dan Merdeka Belajar: Kampus Merdeka. Awal tahun 2020 lalu, Mas Nadiem di depan raker
bersama antara Nadiem dengan Komisi X DPR RI (20/2/2020) sepakat atas gagasan “Merdeka
dalam Jurnal Ilmiah (MJI)” dari anggota DPR.
Dari perspektif Kuhnian, tafsir PO-2014 dan PO-2019 bahwa jurnal ilmiah bereputasi adalah
jurnal terindeks Scopus sebagai “the existing paradigm”, dan MJI sebagai “a new candidate for
paradigm.” Untuk menjadi “successor paradigm,” MJI terlebih dahulu harus bertempur dan
memenangkannya. Dalam pertempuran tersebut, MJI harus mampu meyakinkan para
pendukung PO-2014 dan PO-2019 bahwa gagasan tersebut lebih unggul daripada “the
existing paradigm”. Unggul dalam hal penyediaan eksemplar dan model konseptual dan aktual
untuk memecahkan teka-teki atau masalah terkait dengan pelik-pelik, anomali, bahkan krisis
dalam publikasi jurnal ilmiah bereputasi.
Pada titik ini, gagasan MJI masih sangat prematur untuk menjadi “a new candidate for paradigm,”
apalagi “successor paradigm.” Selain belum ada rumusan kebijakan yang substantif terkait MJI,
kendala dan masalah publikasi jurnal ilmiah bereputasi belum sampai tahapan anomali, apalagi
krisis. Publikasi jurnal ilmiah bereputasi memang ada kendala dan memberikan tantangan
tersendiri bagi dosen/peneliti. Namun, tidak ada akumulasi masalah yang mengindikasikan ke
arah terjadinya anomali, apalagi krisis publikasi. Bahkan, semenjak diberlakukan berbagai
regulasi publikasi ke jurnal ilmiah bereputasi, telah terjadi banyak perubahan peningkatan
kinerja dan produktivitas publikasi dosen maupun peneliti Indonesia.
Berdasarkan data ini, bisa dipastikan bahwa era rezim Scopus belum akan berakhir dalam waktu
yang juga belum bisa diprediksi. Tapi pasti, tidak dalam waktu dekat. Alih-alih, persyaratan
tampaknya akan semakin selektif dan dinaikkan. Gagasan MJI secara substantif memang
menawarkan kemerdekaan dan otonomi yang lebih terbuka kepada dosen/peneliti dalam
berpublikasi. Sebuah fitrah paling asasi dari eksistensi manusia, yang memungkinkan lahir
kreativitas dan perubahan. Tetapi, karena secara substantif dan sintaktik gagasan MJI belum
berwujud, ia belum bisa menjadi kandidat paradigma lama yang dikonstruksi di dalam PO-2014
& PO-2019.
Science and Technology Index (SINTA), sebuah institusi pengindeksan kinerja peneliti, penulis,
author, kinerja jurnal, dan kinerja institusi ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah
dikembangkan oleh Kemdikbudristek (sebelumnya Kemenristekdikti//BRIN) sejak 2017
diproyeksi akan menjadi “a new candidate for paradigm,” dan bahkan “successor paradigm”
Scopus, WoS, dan sejenisnya. Dalam sistem pengindeksan SINTA, kualitas jurnal terbitan
nasional dikategorisasikan menjadi SINTA-1 (S1) sampai SINTA-6 (S6). Kemenristekdikti//BRIN
mengklaim bahwa SINTA dikembangkan sebagai portal pengindeks global (Internasional)
seperti Scopus. Karenanya, SINTA kerap disebut sebagai Scopus ala Kemenristekdikti//BRIN.
Jurnal yang akan masuk ke SINTA juga harus sudah lolos akreditasi jurnal nasional melalui
portal ARJUNA (Akreditasi Jurnal Nasional) dengan alamat url: http://arjuna.ristekdikti.go.id/
Komunitas akademik tentu sangat berharap, SINTA bisa menjadi perwujudan dari gagasan MJI.
Namun demikian, SINTA masih harus running untuk bisa menjadi “successor paradigm” yang
bersetara dengan Scopus atau ISI Web of Science. Apalagi, hingga saat ini SINTA masih berusia
kurang dari lima tahun (balita). Artinya, perjuangan SINTA di arena tarung akademik masih
cukup panjang. Peluang masih terbuka luas, dan tentu saja dukungan seluruh dosen dan tenaga
peneliti Indonesia sangat diperlukan untuk pada akhirnya mencapai konsensus bersama atas
paradigma baru “apa itu jurnal ilmiah bereputasi”.
Dari persepektif teori difusi inovasi (Rogers, 1983) atau teori perubahan pendidikan (Fullan,
2007) pun, MJI melalui SINTA sebagai gagasan inovatif yang akan didifusikan kepada
lingkungan komunitas dosen dan peneliti Indonesia, harus memiliki atribut-atribut sebuah
inovasi, yaitu keunggulan relatif, kesesuaian, kompleksitas, keterujian, dan keteramatan. Kelima
prasyarat ini penting dan niscaya, agar tercapai konsensus bersama di kalangan komunitas
akademik terkait dengan makna baru (a new meaning) jurnal ilmiah bereputasi yang diajukan.
Jika tidak prasyarat ini tidak terpenuhi, mustahil MJI menjadi “successor paradigm.”
Apalagi, lazimnya dalam komunitas apapun, niscaya ada kelompok-kelompok penganut kekal
(enduring group) paradigma lama. Rogers menamakan mereka sebagai kelompok skeptis dan
tradisional. Kelompok mereka sangat sulit dan lambat untuk menerima gagasan baru,
betapapun inovatifnya, bahkan tak jarang mereka menolak sama sekali. Membangun
kepercayaan mereka atas atribut-atribut inovasi yang terdapat di dalam gagasan MJI dan SINTA
juga merupakan keniscayaan yang harus dipertarungkan.
Wallahu ‘alam.