MAKALAH
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Teori Pembelajaran
Program Studi Pendidikan Agama Islam Semester 3 (Tiga)
Program Pascasarjana IAIN Bone
Oleh:
HARDIANTI
NIM: 861082019009
DOSEN
Dr. Nursyirwan, S. Ag., M.Pd
Dr. Ridwan, M.Ag
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)BONE
2020
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang Masalah
Kemajuan teknologi komunikasi dan informasi yang berkembang begitu
pesat pada era globalisasi, membawa perubahan yang sangat radikal. Perubahan
itu telah berdampak pada setiap aspek kehidupan, termasuk pada system
pendidikan dan pembelajaran. Dampak dari perubahan yang luar biasa itu
terbentuknya suatu ‘kumonitas global’, lebih parah lagi karena komunitas global
itu ternyata tiba jauh lebih cepat dari yang diperhitungkan: revulusi informasi
telah menghadirkan dunia baru yang benar-benar hyper-reality.
Akibat dari perubahan yang begitu cepatnya, manusia tidak bias lagi hanya
bergantung pada seperangkat nilai, keyakinan, dan pola aktivitas social yang
konstan. Manusia dipaksa secara berkelanjutan untuk menilai kembali posisi
sehubungan dengan factor-faktor tersebut dalam rangka membangu sebuah
konstruksi social-personal yang memungkin atau yang tampaknya
memungkinkan. Jika masyarakat mampu bertahan dalam menghadapi tantangan
perubahan di dalam dunia pengetahuan, teknologi, komunikasi serta konstruksi
social budaya ini, maka kita hasrus mengembangkan proses-proses baru untuk
menghadapi masalah-masalah baru ini. Kita tidak dapat lagi bergantung pada
jawaban-jawaban masa lalu karena jawaban-jawaban tersebut begitu cepatnya
tidak berlaku seiring dengan perubahan yang terjadi. Pengetahuan, metode-
metode, dan keterampilan-keterampilan menjadi suatu hal yang ketinggalan
zaman hamper bersamaan dengan saat hal-hal ini memberikan hasilnya.
Degeng (1998) menyatakan bahwa kita telah memasuki era kesemrawutan.
Era yang datangnya begitu tiba-tiba dan tak seorang pun mampu menolaknya.
Kita harus masuk di dalamnya dan diobok-obok. Era kesemrawutan tidak dapat
dijawab dengan paradigma keteraturan, kepastian, dan ketertiban.1Era
kesemrawutan harus dijawab dengan paradigma kesemrawutan. Era
kesemrawutan ini dilandasi oleh teori dan konsep konstruktivistik; suatu teori
1
Sudana Degeng, Pengorganisasian Pengajaran Berdasarkan Teori Elaborasi dan
Pengaruhnya Terhadap Perolehan Belajar Informasi Verbal dan Konsep, (Malang:FPS IKIP
Malang, 1988), h, 9.
pembelajaran yang kini banyak dianut di kalangan pendidikan di AS. Unsure
terpenting dalam konstruktivistik adalah kebebasan dan keberagaman. Kebebasan
yang dimaksud ialah kebebasan untuk melakukan pilihan-pilihan sesuai dengan
apa yang mampu dan mau dilakukan oleh si belajar. Keberagaman yang dimaksud
adalah si belajar menyadari bahwa individunya berbeda dengan orang/kelompok
lain, dan orang/kelompok lain berbeda dengan individunya.
B. Rumusan Maslah
Masalah pokok yang akan dipecahkan pada makalah ini adalah Paradigma
Masalah Belajar (Keteraturan vs Kesemrawutan), dari masalah pokok ini
dijabarkan sub masalah sebagai berikut:
1. Apa Pengertian Paradigma?
2. Bagaimana Pandangan Behavioristik dan Kontruktivistik tentang Masalah
Belajar dari Keteraturan menjadi Kesemrawutan?
3. Bagaimana Paradigma masalah Belajar dari Keteraturan menjadi
Kesemrawutan?
C. Tujuan Masalah
Dari hasil rumusun di atas, tujuan yang ingin dicapai Penulis sebagai
berikut:
1. Untuk Menguraikan Pemgertian Paradigma.
2. Untuk menguraikan Pandangan Behavioristik dan Kontruktivistik tentang
Masalah Belajar dari Keteraturan menjadi Kesemrawutan.
3. Untuk Menguraikan Paradigma Masalah Belajar dari Keteraturan menjadi
Kesemrawutan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Paradigma
2
Bagus, Kamus filsafat, (Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, 2002), h. 779
3
Verhaak. & Imam, R.H, Filsafat ilmu pengetahuan, (Jakarta : PT.Gramedia, 1989),
h.165
atau praktek ilmiah konkret. Paradigma adalah asumsi-asumsi dasar yang
terkandung atau tersirat dalam satu atau sejumlah teori dominan. Asumsi-asumsi
dasar ini membentuk kerangka keyakinan (belief framework) dan merupakan
konstelasi komitmen intelektual suatu masyarakat ilmuwan. Ini berfungsi sebagai
semacam acuan, kiblat, atau pedoman, dan menentukan cara untuk melihat
persoalan dan bagaimana menyelesaikannya. Selain itu, paradigma juga bisa
berarti contoh, menunjuk pada teknik-teknik percobaan yang unggul, yang
lazimnya telah membuktikan kebolehannya dalam menghasilkan terobosan-
terobosan keilmuan yang krusial, dan diteladani oleh warga masyarakat ilmuwan.4
Dari uraian di atas, tampak ada berbagai pengertian paradigma, yang satu
sama lain tidak selalu sama. Berhubung dengan itu, Wilardjo meyakini bahwa
adanya kekurangjelasan pengertian atau kelenturan konseptual mengenai
paradigma an sichtak ada salahnya.7 Bahkan, bagi Hardiyanto, dengan mengacu
pada pendapat Thomas Kuhn dan para ahli lainnya, rumusan paradigma itu dapat
berkembang, meskipun inti pengertiannya sendiri dianggapnya tidak berbeda.8
menyelesaikannya.
Tabel 1.
BEHAVIORISTIK KONSTRUKTIVISTIK
Behavioristik memandang bahwa Konstruktivistik memandang bahwa
pengetahuan adalah objektif, pasti, dan pengetahuan adalah non-
tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah objektif,bersifat temporer, selalu
terstruktur dengan rapi. berubah dan tidak menentu.
Belajar adalah perolehan pengentahuan, Belajar adalah penyusunan
sedangkan mengajar adalah pengetahuan dari pengalaman
memindahkan pengetahuan ke orang kongkrit, aktivitas kolaboratif, dan
yang belajar refleksi serta interpretasi. Mengajar
adalah menata lingkungan agar
peserta didik termotivasi dalam
menggali makna serta menghargai
ketidak menentuan.
Peserta didik diharapkan memiliki Peserta didik akan memiliki
pemahaman yang sama terhadap pemahaman yang berbeda terhadap
pengetahuan yang diajarkan. Artinya, pengetahuan tergantung pada
apa yang dipahami oleh pengajar itulah pengalamannya,dan perspektif yang
yang harus dipahami oleh peserta didik. dipakai dalam
menginterpretasikannya.
Fungsi mind adalah menjiplak struktur Mind berfungsisebagai alat untuk
pengetahuan melalui proses berpikir menginterprestasi peristiwa, objek
yang dapak dianalisis dan dipilah atau perspektif yang ada dalam
sehingga makna yang dihasilkan dan dunia nyata sehingga makna yang
proses berpikir seperti ini ditentukan dihasilakan bersifat unik dan
oleh karakteristik struktur pengetahuan. individualistik
9
Sudana Degeng, Paradigma Baru Pemecahan Masalah Belajar dari Keteraturan
menuju Kesemrawutan, (Malang: IKIP Malang, 1998), h, 7
10
Sudana Degeng, Paradigma Baru Pemecahan Masalah Belajar dari Keteraturan
menuju Kesemrawutan, h.8
Pandangan teori behavioristik dibandingkan dengan kontruktivistik
tentang Penataan lingkungan belajar dan pembelajaran sebagai berikut:11
Tabel 2
KONSTRUKTIVISTIK
BEHAVIORISTIK
Ketidakteraturan, ketidakpastian,
Keteraturan, kepastian, ketertiban
kesemrawutan
Peserta didik harus dihadapkan pada Peserta didik harus bebas. Kebebasan
aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan menjadi unsur yang asensial dalam
lebih dulu secara ketat. Pembiasaan dan lingkungan belajar.
disiplin menjadi sangat esensial.
Pembelajaran lebih banyak dikaitkan
dengan penegakan disiplin.
Dari uraian di atas, dapat kita tonjolkan dari pembedaan ini adalah
Penekanan pada keteraturan oleh teori behavioristik dan kesemrawutan oleh teori
kontruktivistik. Pengajar yang behavioristik akan mengedepankan keseragaman
demi keteraturan dan ketertiban melalui penegakan aturan, sedangkan pengajar
yang kontruktivistik akan mengedepankan keseragaman melalui penataan
lingkungan belajar yang bebas.
11
Sudana Degeng, Paradigma Baru Pemecahan Masalah Belajar dari Keteraturan
menuju Kesemrawutan, h. 10
C. Paradigma masalah Belajar dari Keteraturan menjadi Kesemrawutan
1. Peradigma Keteraturan
a. Duduk Manis
12
Ibid, h. 15-16
warisan yang kita terima turun-temurun dari generasi-generasi sebelumnya tanpa
ada pembangkangan apalagi perlawanan. Pemaksaan keseragaman ini terjadi
mulai dari anak kecil hingga dewasa, semua tidak terlepas dengan doktrin
keseragaman dan keteraturan sebagai satu-satunya kunci sukses meraih masa
depan. Anak-anak kita dirumah nyaris tidak pernah punya kesempatan untuk
mengutarakan pendapat atas tuduhan sepihak orang tua menyalahkan anaknya
baik benar maupun salah yang benar harus orang tua, anak yang manut dengan
orang tua adalah anak yang diam ketika dimarahi. Tidak adanya ruang
berdialektika anak terbawa hingga pada masa sekolah dasar hingga jenjang SMK,
selalu saja anak hanya dihadapkan pada ujian penentu prestasi dengan pilihan
ganda dan bukan soal uraian. Paradigma keteraturan, peserta didik sangat dibatasi
dalam kebebasan berpikir kreatif, karena apapun yang ingin dilakukan harus
dengan perintah dari orang tua atau guru.
13
Daris Wibisono Setiawan, https://www.timesindonesia.co.id/read/news/241375/cara-
gila-guru-hadapi-era-kesemrawutan-global (Diakses tanggal 12-01-2021)
2. Paradigma Kesemrawutan
Prakarsa anak untuk belajar akan mati bila dihadapkan pada berbagai
macam aturan yang tak ada kaitannya dengan pembelajaran, sebagaimana
ditemukan dalam paradigma keteraturan (behavioristik). Banyaknya aturan yang
sering kali dibuat oleh orang tua atau guru yang harus ditaati oleh anak akan
menyebabkan anak-anak diliputi rasa takut dan rasa bersalah, anak-anak juga akan
kehilangan kebebasan berbuat dan melakukan kontrol diri.14
Era kesemrawutan global saat ini diwarnai dengan perubahan super cepat
dan bahkan kecepatannya melebihi kedipan mata kita. Fenomena PHK akibat
pergantian tenaga manusia yang tergantikan oleh robot dalam dunia industri setiap
saat bisa dilihat. Profesi ojek yang digeluti kebanyakan orang secara turun-
14
Sudana Degeng, Paradigma Baru Pemecahan Masalah Belajar dari Keteraturan
menuju Kesemrawutan, h. 24
temurun bertahun-tahun dalam sekejab habis hanya dengan sebuah aplikasi yang
bernama Gojek, Grab, dan ojek online lainnya. Kebutuhan akan Teller dan
custumer service perbankan semakin habis seiring semakin banyaknya fasilitas
ATM setoran dan ambil tunai bahkan cukup aplikasi yang tertanam di HP
Android. Runtuhnya supermarket yang ada masa jayanya seperti mercusuar yang
menjulang ke langit super sekian detik kalah bertarung dengan aplikasi Shoppe,
Tokopedia, Bukalapak dan aplikasi-aplikasi lainnya yang semakin hari
menawarkan kemudahan dan jaminan keamanan pengiriman. Beragam fenomena
era kesemrawutan global tersebut tentu saja tidak bisa dilawan dengan
keteraturan, sebaliknya harus dilawan dengan cara-cara gila super kreatif dengan
pikiran-pikiran krtis yang blue ocean.
15
Daris Wibisono Setiawan, https://www.timesindonesia.co.id/read/news/241375/cara-
gila-guru-hadapi-era-kesemrawutan-global (Diakses tanggal 12-01-2021)
16
Sudana Degeng, Paradigma Baru Pemecahan Masalah Belajar dari Keteraturan
menuju Kesemrawutan, h. 26-28
2) Konstruktivistik berangkat dari pengakuan bahwa orang yang belajar harus
bebas. Hanya di alam yang penuh dengan kebebasan peserta didik dapat
mengungkapkan makna yang berada dari hasil interprestasinya terhadap
segala sesuatu yang ada di dunia nyata. Kebebasan menjadi unsur yang
esensial dalam lingkungan belajar.
3) Strategi yang dipakai siswa dalam belajar akan menentukan proses dan
hasil belajarnya.
B. Saran
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, maka penulis sangat mengarapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun dari dosen pembimbing mata kuliah, dan pembaca, serta pihak-pihak
lain demi kesempurnaan penyusunan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA