Anda di halaman 1dari 7

PARADIGMA BARU BELAJAR SAINS, KEDUDUKAN DAN

PEMANFAATAN TEKNOLOGI
Eryk Hoyer Larsen1, Abdul Gofur2, Sueb3
1
Magister Program Studi Pendidikan Biologi, Program Pascasarjana, Universitas Negeri
Malang
2
Program Studi Pendidikan Biologi, Program Pascasarjana, Universitas Negeri Malang
E-mail : eryk.larsen@gmail.com; abdul.gofur.fmipa@um.ac.id ; Dr. Sueb, M.Kes
sueb.fmipa@um.ac.id

Abstrak: Paradigma adalah suatu asumsi dasar dan asumsi teoretis yang umum
(merupakan suatu sumber nilai), sehingga menjadi suatu sumber hukum, metode, serta
penerapan dalam ilmu alam sehingga sangat menentukan sifat, ciri, serta karakter ilmu alam itu
sendiri.Sains merupakan suatu ilmu alam, yang pokok kajiannya meliputi ilmu biologi, fisika,
matematika, geologi, astronomi, dan lain sebagainya yang objek kajiannya menjelaskan segala
bentuk fenomena dialam. Paradigma holistic merupakan paradigma sains baru yang digunakan
untuk mengembangkan teori, ilmu, pengetahuan, praktek dan pola fikir untuk memecahkan
masalah kerusakan sumber daya dan pencemaran lingkungan yg meluas.Adapun kedudukan
dan pemanfaatan teknologi dalam pendidikan yaitu penggunaan teknologi informatika dalam
pembelajaran sains merupakan salah satu pemanfaat teknologi untuk mempermudah proses
pembelajaran, sehingga belajar tidak lagi hanya tatap muka, ceramah, atau secara konvensional
lainnya. Sejak masuk zaman multimedia pembelajaran ini sudah mulai ditinggalkan.
Penggunaan layanan internet yang sangat dengan mudah untuk diakses bisa dimanfaatkan
dengan baik.

Kata kunci: Paradigma, Sains Baru, Teknologi

Abstract: The paradigm is a basic assumption that a general and theoretical assumptions (a
source of value), so that it becomes a source of law, methods, and applications in the natural
sciences that largely determines the nature, characteristics, as well as the character of the
natural sciences is its science. Nature science is the principal study that are biology, physics,
mathematics, geology, astronomy, etc. are objects of studies that explaining all forms of
phenomena in nature. Holistic paradigm is a new scientific paradigm that is used to develop the
theory, science, knowledge, practices and mindset to solve the problem of resource degradation
and environmental pollution that spreading out. Position and useful of technology in education
is using information technology in the learning of science is one of the benefit of technology to
facilitate the learning process, so learning is no longer just a face-to-face, lectures, or other
conventional manner. Since its entry learning multimedia era is already becoming obsolete. The
use of Internet services to be accessed very easily could be use.

Keywords : Paradigm, New Science, Technology

1
PENDAHULUAN

Ditinjau dari segi historis, hubungan antara filsafat dan ilmu alam
mengalami perkembangan yang sangat menyolok. Pada permulaan sejarah
filsafat di Yunani, philosophia meliputi hampir seluruh pemikiran teoritis.
Tetapi dalam perkembangan ilmu alam dikemudian hari, ternyata juga kita lihat
adanya kecenderungan yang lain. Filsafat Yunani Kuno yang tadinya
merupakan suatu kesatuan kemudian menjadi terpecah-pecah.
Dengan demikian, perkembangan ilmu alam semakin lama semakin
maju dengan munculnya ilmu-ilmu baru yang pada akhirnya memunculkan
pula sub-sub ilmu alam baru bahkan kearah ilmu alam yang lebih khusus lagi
seperti spesialisasi-spesialisasi. Oleh karena itu ilmu alam dapat dilihat sebagai
suatu sistem yang jalin-menjalin dan taat asas (konsisten) dari ungkapan-
ungkapan yang sifat kebenarannya dapat ditentukan.
Untuk mengatasi kesenjangan antara ilmu yang satu dengan ilmu yang
lainnya, dibutuhkan suatu bidang ilmu yang dapat menjembatani serta
mewadahi perbedaan yang muncul. Hal ini senada dengan pendapat Immanuel
Kant (dalam Kunto Wibisono dkk., 1997) yang menyatakan bahwa filsafat
merupakan disiplin ilmu yang mampu menunjukkan batas-batas dan ruang
lingkup pengetahuan manusia secara tepat.
Interaksi antara ilmu dan filsafat mengandung arti bahwa filsafat dewasa
ini tidak dapat berkembang dengan baik jika terpisah dari ilmu. Ilmu tidak
dapat tumbuh dengan baik tanpa kritik dari filsafat. Dengan mengutip ungkapan
dari Michael Whiteman (dalam Kunto Wibisono dkk.1997), bahwa ilmu
kealaman persoalannya dianggap bersifat ilmiah karena terlibat dengan
persoalan-persoalan filsafati sehingga memisahkan satu dari yang lain tidak
mungkin.

A. Tujuan

1. Mengetahui hubungan paradigma lama belajar sains dan paradigma baru


belajar sains
2. Mengetahui filsafat sain dan filsafat tentang pendidikan abad 21.
3. Mengetahun Pemanfaatan teknologi dalam belajar sains pada abad 21.

B. Manfaat
Pada makalah kami ini, memiliki beberapa tujuan, di antaranya:

1. Makalah ini bermanfaat untuk memberikan informasi, pengetahuan kepad


akademisi dan praktisi di bidang pendidikan khususnya pendidikan
Biologi mengenai paradigma lama belajar sains dan paradigma baru
belajar sains.
2. Makalah ini bermanfaat untuk memberikan informasi, pengetahuan
kepada akademisi dan praktisi di bidang pendidikan khususnya
pendidikan Biologi mengenai pemanfaatan teknologi dalam belajar sains
pada abad 21

2
KAJIAN TEORI

a. Pengertian Paradigma dan Perubahan Paradigma Baru

Paradigma dalam segi epistemologi berarti disisi model, disamping pola atau
disisi contoh. Paradigma juga sinonim dengan guiding principle, basic point of
view atau dasar perspektif ilmu, gugusan pikir, model, pola, kadang ada pula
yang menyebutnya konteks. Secara terminologi, paradigma berarti jalinan ide
dasar beserta asumsi dengan variabel-variabel idenya (Zumri, 2009:12)
Istilah paradigm pertama kali diperkenalkan oleh Thomas Khun (1962)
dan kemudian dipopulerkan oleh Robert Friedrichs (1970). Scott mengartikan
paradigma Kuhn kedalam beberapa aspek penekanan yaitu bahwa paradigma
merupakan, pertama, sebagai pencapaian yang baru, yang kemudian diterima
sebagai cara untuk memecahkan masalah, dan pola pemecahan masalah masa
depan. Kedua, sebagai kesatuan nilai, metode, ukuran dan pandangan umum
yang oleh kalangan ilmuwan tertentu digunakan sebagai cara kerja ilmiah pada
paradigma itu.
Mastermann (dalam George Ritzer, 1980:5) mengemukakan tiga tipe
pengertian paradigma Kuhn, yang menurutnya mengandung pengertian.
Pertama, Paradigma metafisik, kedua, paradigma sosiologi, ketiga, paradigma
konstrak. Berdasarkan dari berbagai sumber, pengertian diberatkan pada
beberapa unsur, yaitu :
1. Sebagai pandangan mendasar sekelompok ilmuwan;
2. objek ilmu alam yang seharusnya dipelajari oleh suatu displin;
3. metode kerja ilmiah yang digunakan untuk mempelajari objek itu.
Terdapat 3 paradigma sebelum munculnya sains baru yang menjelaskan
tentang ilmu alam yaitu :
a. Moral-Teologikal (Aristotelian)
Menurut Aristoteles, alam semesta merupakan suatu dunia ideal,
keseluruhan organis yang saling berhubungan, suatu sistem ide-ide (forms)
yang abadi dan tetap.
b. Rasional (Cartesian)
Menurut Rene Descartes, alam memiliki struktur matematis. Descartes
telah mematematikakan alam dan berkesimpulan bahwa alam raya
(makrokosmos) adalah mesin raksasa. Alam bekerja sesuai dengan hukum-
hukum mekanik. Kehidupan dan spiritualitas dalam alam raya tidak ada
tujuan. Adapun manusia (mikrokosmos) juga seperti itu yang di dalamnya
terdapat unsur ruh dan tubuh.
c. Saintifik(Galilean)
Menurut Galileo Galilei, alam semesta tidaklah harmoni, serasi, selaras,
dan seimbang, melainkan terdiri dari unsur-unsur yang beragam dan penuh
kesemrawutan (chaos). Galileo menetapkan paradigma yang berbeda dan
menetapkan fenomena serta pengamatan empiris sebagai titik tolak ilmu
alam.
Memasuki abad ke 20, terjadi perubahan atau pergeseran paradigma dari
paradigm sains modern ke paradigm sains baru yang diprakarsai oleh Capra.

3
Paradigma holistic (Capra,1982) merupakan paradigma baru yang digunakan
untuk mengembangkan teori, ilmu, pengetahuan, praktek dan pola fikir untuk
memecahkan masalah kerusakan sumber daya dan pencemaran lingkungan yang
meluas. Dalam paradigma sains baru ini memiliki konsep holistick sehingga
dianggap manusia merupakan bagian dari ekosistem, bukan bagian terpisah yang
dapat memanfaatkan lingkungannya hanya demi keuntungannya.

b. Kajian Sains secara Ontologi, Epistomologi dan Aksiologi


Ilmu atau science secara harfiah berasal dari kata Latin scire yang berarti
mengetahui. Selanjutnya, kata science mengalami perkembangan dan perubahan
makna menjadi pengetahuan yang sistematis yang berasal dari observasi,
kajian, dan percobaan-percobaan yang dilakukan untuk mengetahui sifat dasar
atau prinsip dari apa yang dikaji.
Epistemologi Sains merupakan salah satu cabang filsafat yang membahas
tentang terjadinya pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula pengetahuan,
metode atau cara memperoleh pengetahuan, validitas dan kebenaran
pengetahuan. Disinilah dasar-dasar pengetahuan maupun teori pengetahuan yang
diperoleh manusia menjadi bahan pijakan. Konsep-konsep ilmu alam yang
berkembang pesat dewasa ini beserta aspek-aspek praktis yang ditimbulkannya
dapat dilacak akarnya pada struktur pengetahuan yang membentuknya.
Francis Bacon menilai bahwa aksiologi ilmu adalah terciptanya
kemaslahatan manusia. Tujuannya yaitu mengusahakan posisi yang lebih
menguntungkan bagi manusia dalam menghadapi alam. Dari penjelasan tersebut
maka aksiologi sains seharusnya mampu membentuk pola pikir atau sikap
keilmuwan. Sikap inilah yang mampu membuat seseorang untuk tidak pernah
berhenti mempelajari sesuatu

c. Kedudukan Filsafat Ilmu dalam Pengembangan Sains


Dalam filsafat pengetahuan dibahas mengenai ilmu alam dan hakikatnya,
sekaligus relevansinya dengan dunia kehidupan sehari-hari. Dalam filsafat sains
dibahas alam dan segala fenomenanya dan dilanjutkan dengan pencarian akan
makna fundamental dari gejala alam tersebut. Refleksi alam senantiasa
dibutuhkan untuk memahami apa yang sedang terjadi, atau dalam hal melihat
pola sejarah dan membuat prediksi ke depan mengenai suatu objek tertentu.
Menurut Frank (dalam Soeparmo, 1984), fungsi filsafat Sains adalah
menjembatani putusnya rantai tersebut dan menunjukkan bagaimana seseorang
beranjak dari pandangan common sense (pra-pengetahuan) ke prinsip-prinsip
umum Sains. Filsafat Sains bertanggung jawab untuk membentuk kesatuan
pandangan dunia yang di dalamnya Sains, filsafat dan kemanusian mempunyai
hubungan erat.

d. Pendidikan Sains abad 21


Globalisasi telah mengakibatkan pergeseran tujuan pendidikan
nasional dari tingkat dasar sampai tingkat tinggi yang tidak lagi hanya
untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, tetapi lebih berfokus untuk
menghasilkan lulusan yang menguasai scientia. Dengan penguasaan
scientia dinilai mengarahkan peserta didik kepada hasil yang bersifat
pragmatis dan materialis.

4
Pendidikan Sains abad 21 dikembangkan disebabkan adanya pergeseran
paradigma untuk memberikan kecakapan atau keterampilan apa saja yang
nantinya dibutuhkan oleh para siswa mencapai partisipasi penuh di masyarakat.
Persoalan kecakapan abad 21 menjadi perhatian pemerhati dan praktisi
pendidikan. The North Central Regional Education Laboratory (NCREL) dan The
Metiri Grup (2003) dalam Partnership for 21stcentury Skill (2002),
mengidentifikasi kerangka kerja untuk 21st century skills, yang dibagi menjadi
empat kategori: kemahiran era digital, berpikir inventif, komunikasi yang efektif,
dan produktivitas yang tinggi.
Dalam kerangka kompetensi abad 21 menunjukkan bahwa berpengetahuan
(melalui core subject) saja tidak cukup, harus dilengkapi dengan; 1) kemampuan
kreatif-kritis, (2) berkarakter kuat, (3) didukung dengan kemampuan
memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (Dadan, 2012). Salah satu dari
enam elemen kunci untuk 21st century yaitu mendorong pembelajaran yaitu
menggunakan alat 21stcentury untuk mengembangkan keterampilan belajar; siswa
perlu belajar bagaimana menggunakan alat-alat yang esensial untuk kehidupan
sehari-hari dan untuk produktif ditempat kerja. Kemampuan untuk memanfaatkan
ICT sangat diperlukan di abad 21. Sselain itu, agar instrumen yang digunakan
efektif harus dibuat secara tepat, berkelanjutan dan terjangkau untuk semua
jenjang pendidikan dengan menggunakan teknologi informasi untuk
meningkatkan efesiensi dan jelas waktunya.

e. Pemanfaatan Teknologi dalam belajar sains


Penggunaan Informasi dan Teknologi (IT) merupakan salah satu faktor
penting yang memungkinkan kecepatan transformasi ilmu alam kepada para
peserta didik, generasi bangsa ini secara lebih luas. IT berfungsi untuk
memperkecil kesenjangan penguasan teknologi mutakhir khususnya dalam dunia
pendidikan. Pembangunan pendidikan berbasis IT setidaknya memberikan dua
keuntungan. Pertama, sebagai pendorong komunitas pendidikan ( termasuk guru )
untuk lebih apresiatif dan proaktif dalam maksimalisasi potensi
pendidikan. Kedua, memberikan kesempatan luas kepada peserta didik
memanfaatkan setiap potensi yang ada dapat diperoleh dari sumber-sumber yang
tidak terbatas.
Pengembangan dan penerapan IT juga bermanfaat untuk pendidikan dalam
kaitannya dengan peningkatan kualitas pendidikan nasional Indonesia. Salah satu
aspeknya adalah kondisi geografis Indonesia dengan sekian banyaknya pulau yang
berpencar-pencar dan kontur permukaan buminya yang seringkali tidak
bersahabat, biasanya diajukan untuk menjagokan pengembangan dan penerapan
IT untuk pendidikan.

KESIMPULAN DAN SARAN

a. Kesimpulan
Paradigma adalah suatu asumsi dasar dan asumsi teoretis yang umum
(merupakan suatu sumber nilai), sehingga menjadi suatu sumber hukum,
metode, serta penerapan dalam ilmu alam sehingga sangat menentukan sifat,
ciri, serta karakter ilmu alam itu sendiri.

5
Sains merupakan suatu ilmu alam, yang pokok kajiannya meliputi ilmu
biologi, fisika, matematika, geologi, astronomi, dan lain sebagainya yang objek
kajiannya menjelaskan segala bentuk fenomena dialam.
Adapun kedudukan dan pemanfaatan teknologi dalam pendidikan yaitu
penggunaan teknologi informatika dalam pembelajaran sains merupakan salah
satu pemanfaat teknologi untuk mempermudah proses pembelajaran, sehingga
belajar tidak lagi hanya tatap muka, ceramah, atau secara konvensional lainnya.
Sejak masuk zaman multimedia pembelajaran ini sudah mulai ditinggalkan.
Penggunaan layanan internet yang sangat dengan mudah untuk diakses bisa
dimanfaatkan dengan baik.

b. Saran
Paradigma baru sains melatarbelakangi perkembangan pendidikan saat
ini. Sains yang bersifat holistic seharusnya juga mampu diintegrasikan dengan
IT agar proses pembelajaran sains mampu mewadahi kecakapan abad 21.

DAFTAR RUJUKAN

Bahm, Archie, J. 1980. What Is Science, Reprinted from my Axiology; The


Science Of Values;World Books.New Mexico:Albuquerqe.
Bertens, K.1987. Panorama Filsafat Modern. Jakarta : Gramedia
Dadan Rosana. 2012. Menggagas Pendidikan IPA yang Baik Terkait Esensial 21st
Century Skills. Disampaikan pada Seminar Nasional Pendidikan IPA ke IV.
Surabaya: Unesa.
Dong-Ge, Jing., Jun, Huang. 2015. The New Paradigm of Ethnic Minority
Educational Research: Mixed Methods Research. Journal of Education and
Practice , 6 (36) ,pp. 118-121.
Grisham, William, Schottler, Natalie A., McCauley, Lisa M. Beck, Pham, Anh P.,
Ruiz, Maureen L., Fong, Michelle C., dan Cui, Xinran. 2011. Using Digital
Images of the Zebra Finch Song System as a Tool to Teach Organizational
Effects of Steroid Hormones : A Free Downloadable Module. Life Science
Education, 10, pp. 222-230. DOI : 10.1187/cbe.11-01-0002.
Koento.Wibisono S. dkk 1997. Filsafat Ilmu Sebagai Dasar Pengembangan Ilmu
alam.Klaten : Intan Pariwara.
Munir. 2012. Multimedia : Konsep dan Aplikasi dalam Pendidikan. Bandung :
Penerbit Alfabeta.
Osman, Kamisah dan Kaur, Simranjeet Judge. 2014. Evaluating Biology
Achievement Scores in an ICT Integrated PBL Environment. Eurasia Journal
of Mathematics, Sciences, and Technology Education,10 (3), pp. 185-194.
DOI : 10.12973/eurasia.2014.1076a.
Partnership for 21st century Skill.2002. Learning for the 21st century. A Report
and MILE Guide for 21st century skills. Online. www.
21stcenturyskills.org.P21.Report.pdf. diakses 24 Oktober 2016.
Ritzer, George. 1975. Sociology: A Multiple Paradigm Science. Boston: Allyn and
Bacon Inc.
Rogers, E.M dan F. F Shoemaker. 1987. Communication of Innovations : Across
Cultural Approach. New York : The Free Press

6
Soeparmo, A.H. 1984. Struktur Keilmuwan Dan Teori Sains.Surabaya : Airlangga
University Press
Suparlan. Hendricus. 2015. Filsafat Pendidikan Ki Hadjar Dewantara dan
Sumbangannya bagi Pendidikan Indonesia. Jurnal Filsafat, Vol. 25, No. 1,
pp 56-74.
Surajiyo. 2007. Filsafat Ilmu & Perkembangannya di Indonesia. Jakarta: Bumi
Aksara
Suriasumantri, J. S. 2013. Filsafat Ilmu. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Thanh, Nguyen Cao., Than, Tran Thi Le. 2015.The Interconnection Between
Interpretivist Paradigm and Qualitative Methods in Education.American
Journal of Educational Science,1 (2), pp. 22-27.
The Liang Gie. 1999. Pengantar Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Penerbit Liberty.
Trefil, James & Hazen Robert. 2007. The Sciences, An Integrated Approach.
USA: John Wiley and Sons, Inc.
Wang, Tsungjuang. 2010. A New Paradigm For Design Studio Education. Journal
compilation, NSEAD/Blackwell Publishing Ltd.JADE 29.2
Zumri. 2009.Paradigma Manusia Surya. Pontianak: Yayasan Insan Cinta

Anda mungkin juga menyukai